Studi Deskriptif Mengenai Self-Compassion pada Ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus di Komunitas "X" kota Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di komunitas “X” kota Bandung. Penelitian ini dilakukan kepada 70 ibu dengan anak berkebutuhan khusus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey. Alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur yang dibuat oleh Neff (2003). Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan oleh Missiliana R dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearson dan Alpha Cronbach dengan 36 item valid dan reliabilitas 0.920 yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa ibu dengan anak berkebutuhan khusus di komunitas “X” kota Bandung memiliki derajat self -compassion yang rendah sebanyak 54,3% dan yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi sebanyak 45,7%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar dari ibu dengan anak berkebutuhan khusus di komunitas “X” kota Bandung memiliki derajat self-compassion yang tergolong rendah. Saran yang dapat diberikan adalah meneliti lebih lanjut mengenai hubungan self-compassion dengan faktor-faktor yang mempengaruhi.


(2)

Abstract

This study was conducted to determine the degree of self-compassion in mothers with children with special needs in the community "X" of the city of Bandung. This study was conducted to 70 mothers with children with special needs. The method used in this research is descriptive method with survey techniques. Measuring instruments used is a measure created by Neff (2003). Validity and reliability calculations performed by Missiliana R by using the technique of Pearson correlations and Cronbach Alpha with 36 items is valid and 0.920 reliability is high. Based on the results of data processing, it is known that mothers with children with special needs in the community "X" Bandung has a degree of self-compassion is low as much as 54.3% and a degree of self-compassion were higher by 45.7%. The conclusion of this study are mostly of mothers with children with special needs in the community "X" Bandung has a degree of self-compassion is relatively low. Advice can be given is further investigate the relationship of self-compassion with the factors that influence.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10


(4)

x BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Self-Compassion ... 15

2.2 Komponen Self-Compassion ... 16

2.2.1 Self Kindness vs Self Judgement ... 16

2.2.1.1 The Path Of Self-Kindness ... 17

2.2.1.2 The Power Of A Gentle Caress ... 18

2.2.1.3 A Precious Gift ... 19

2.2.2 Common Humanity vs Isolation ... 20

2.2.2.1 Isolated And Alone ... 21

2.2.2.2 The Need To Belong ... 23

2.2.2.3 The Comparison Game ... 25

2.2.2.4 The Illusion Of Perfection ... 25

2.2.2.5 Interconnectedness ... 26

2.2.3 Mindfulness vs Overidentification ... 29

2.2.3.1 Stopping To Notice Moments Of Suffering ... 29

2.2.3.2 Running Away With Painful Feelings ... 30

2.2.3.3 Awareness Of Awareness ... 30

2.2.3.4 Suffering = Pain X Resistance ... 31

2.2.3.5 Learning To Be Mindful ... 31

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Compassion ... 32

2.3.1 Jenis Kelamin ... 32

2.3.2 Personality ... 32

2.3.3 Emotional Maturity ... 36

2.3.4 The Role of Parents ... 37


(5)

xi

2.4 Dampak dari Self-Compassion ... 41

2.4.1 Emotion Resilience ... 41

2.4.2 Opting Out Of The Self-Esteem Game ... 41

2.4.3 Motivation and Personal Growth ... 41

2.4.4 Well Being ... 42

2.5 Anak Berkebutuhan Khusus ... 43

2.6 Perkembangan Masa Dewasa ... 45

2.7 Percik Insani ... 46

2.7.1 Visi dan Misi ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 48

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 48

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 48

3.3.1 Variabel Penelitian ... 49

3.3.2 Definisi Operasional ... 49

3.4 Alat Ukur ... 50

3.4.1 Alat Ukur Self-compassion ... 50

3.4.2 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 50

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang... 51

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas ... 52

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur ... 52

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 52

3.5 Populasi ... 53


(6)

xii

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 53

3.5.3 Teknik Sampling ... 53

3.6 Teknik Analisa Data ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 55

4.1.1 Usia ... 55

4.1.2 Tingkat Pendidikan ... 56

4.1.3 Pekerjaan ... 56

4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 57

4.2.1 Gambaran Umum Self Compassion ... 57

4.2.2 Gambaran Self Compassion Pada Setiap Komponen ... 57

4.3 Pembahasan ... 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

5.2.1 Saran Teoritis ... 61

5.2.2 Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

DAFTAR RUJUKAN... 63 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 50

Tabel 3.2 Keterangan Skor Item ... 51

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 56

Tabel 4.4 Self-compassion Ibu Denngan Anak Berkebutuhan Khusus ... 57


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 14 Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 48


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Surat Persetujuan ... L-1 Lampiran 2 Kata Pengantar Kuesioner ... L-2 Lampiran 3 Form Identitas Responden ... L-3 Lampiran 4 Kuesioner ... L-4 Lampiran 5 Kisi-kisi Alat Ukur ... L-9 Lampiran 6 Gambaran Sampel ... L-10 Lampiran 7 Crosstab ... L-11 Lampiran 8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... L-24


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Memiliki buah hati merupakan dambaan dari setiap orangtua agar menjadi keluarga yang sempurna. Setiap orangtua memiliki satu gambaran atau impian bahwa anaknya akan lahir dengan kondisi fisik dan mental yang normal, sehingga mengungkapkan perasaan banggadengan menceritakan kelebihan dan kesuksesan anaknya kepada sanak keluarga, tetangga dekat maupun jauh.

Seorang anak dikatakan tumbuh terlihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari masa kemasa dan dari satu peringkat keperingkat berikutnya dan perkembangan dapat dilihat dari perubahan secara kualitas dengan membandingkan sifat terdahulu dengan sifat yang sudah terbentuk (Papalia, 2001).

Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak akan berbeda satu sama lain. Nyatanya, anak-anak didunia ini tidak seluruhnya terlahir secara normal. Permasalahan yang muncul dapat berupa gangguan pada tahap perkembangan fisik, gangguan bahasa, gangguan emosi, maupun gangguan sensori motorik (psikis). Bentuk kelahiran anak dengan gangguan fisik maupun psikis biasa disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus.

Menurut data dari Tim Nasional Percepatan Panggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2011, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekira 18 ribu anak. Di tahun yang sama, pemerintah Indonesia pun telah mengesahkan UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) atau Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dengan undang-undang Nomor 19 Tahun


(11)

2 2011, sebagai salah satu usaha untuk menjamin persamaan hak untuk anak-anak berkebutuhan khusus. (republika.co.id)

Melahirkan anak dengan karakteristik berkebutuhan khusus akan menjadi kesulitan tersendiri bagi orangtua, khususnya bagi seorang ibu. Seorang ibu mengalami tekanan mengenai perawatan dan penanganan langsung pada anaknya yang berkebutuhan khusus karena pada umumnya ibu dianggap sebagai individu yang memiliki kedekatan emosional tertinggi dengan anaknya.

Hambatan dan penyesuaian diri pun tidak berhenti pada saat kelahiran anak saja, tetapi terus berlanjut ketika orangtua membesarkan anak. Bagi orangtua dengan anak berkebutuhan khusus menjadi sebuah peristiwa hidup yang tidak terduga dan tidak dapat diantisipasi, sekaligus mengarahkan orangtua pada pengalaman yang traumatis (Seligman & Darling, 1997).

Sebagian anak berkebutuhan khusus mungkin tidak memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk mengurus diri, sehingga bagi orangtua dapat diartikan sebagai tahun demi tahun yang penuh dengan kekhawatiran dan kelelahan (Martin & Colbert, 1997). Keluarga menjadi pihak utama yang seharusnya mendukung anak berkebutuhan khusus untuk hidup dan berkembang sesuai haknya, meskipun seringkali keberadaan anak berkebutuhan khusus di tengah keluarga menimbulkan problem yang sangat berat.

Dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus ibu mengalami kelelahan fisik karena kurang memiliki waktu untuk beristirahat. Selain itu, ibu kesulitan untuk membagi perhatiannya antara anak dan suaminya, tambahan pengeluaran keuangan untuk kebutuhan anak bekebutuhan khusus sehingga seringkali hal ini membuat mereka merasa kelelahan dan tidak bebas karena kehadiran anak berkebutuhan khusus menambah tugas-tugasnya, dan mereka tidak dapat melakukan aktivitas yang


(12)

3 disukainya, seperti menghabiskan waktu dengan suami dan teman mereka atau meneruskan karir di pekerjaan mereka.

Menurut Dra. Heryanti Satyadi M.Si., psikolog, salah seorang Psikolog dari I Love Psychologist, orang tua perlu memiliki perhatian yang lebih untuk membesarkan ABK karena anak-anak ini berbeda dari anak pada umumnya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan perlakuan khusus.

Salah satu komunitas yang berkatian dengan anak berkebutuhan khusus di kota Bandung adalah Percik Insani. Percik Insani merupakan komunitas para orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus, bersama dengan para pemerhati, para ahli dan praktisi, sebagai sarana perjumpaan, sharing, dan berbagi pengetahuan atau pengalaman. Tujuannya yaitu ‘bersama-sama memberikan perhatian dan kasih kepada sesama manusia yang “berkebutuhan khusus” dengan cara mengembangkan potensi individu berkebutuhan khusus menjadi manusia yang seutuhnya,’ seperti yang dilansir dari laman situs resminya.

Menurut survey awal peniliti terhadap 5 Ibu yang bergabung di komunitas Percik Insani, para ibu menunjukan respon yang beragam. Seorang ibu bercerita, ketika anak yang dilahirkannya didiagnosis mengalami down syndrome, ia mengalami shock yang hebat. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya; merasa tidak percaya akan berita itu, sedih langsung menyergap, menolak kenyataan itu, dihantui perasaan bersalah mengapa harus melahirkan anak dengan kondisi seperti itu, membayangkan anak itu akan tumbuh dan berkembang berbeda dengan anak lain, hati selalu dilanda keragu-raguan, membutuhkan waktu yang lama untuk bisa


(13)

4 dengan lancar mengucapkan kata down syndrome. Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh ibu adalah masa depan anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Ibu merasa cemas akan masa depan anak mengingat kurangnya kemampuan sosialisasi dan komunikasi anak berkebutuhan khusus, yang akan menyulitkan mereka untuk membangun relasi dengan orang lain.

Pengalaman lain berasal dari seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus, sejak ia mengetahui bahwa anaknya adalah berkebutuhan khusus, ia merasa malu mengakui keberadaan anaknya yang berkebutuhan khusus dan memandang gangguan perkembangan yang dialami oleh anaknya sebagai aib. Perlu waktu tahunan untuk bisa menerima keadaan anaknya tersebut. Setelah itu ia memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya untuk anaknya tersebut dan ia mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada anak tersebut. Ia menganggap bahwa dengan kehadiran anaknya yang berkebutuhan khusus, ia dapat berubah menjadi seorang yang penyabar dan penyayang. Setiap kejadian yang ia lalui bersama anaknya sangat berkesan bagi dirinya.

Ibu lain bercerita, ketika mengetahui anaknya didiagnosis autis, hampir setiap malam ia menangis di samping tubuh anaknya yang sedang tertidur pulas. Ia menyesali diri sendiri, bahkan hampir menyalahkan Tuhan, kenapa harus ia yang mengalami hal ini. Semua teori ilmu tentang bagaimana mendidik dan mengasuh anak yang selalu ia pelajari semenjak hamil sia-sia. Semua harapan dan mimpi-mimpi indahnya untuk memiliki anak yang membanggakan terhapus. Ia merasa minder melihat anak-anak lain mencapai prestasi tertentu sedangkan anaknya untuk memakai baju sendiri pun tidak mampu dilakukannya.

Ibu selanjutnya bercerita ia sempat mengalami masa-masa shock yang luar biasa saat mengetahi anaknya berkebutuhan khusus. Namun kemudian ia sadar, ia harus


(14)

5 berbuat sesuatu untuk kesembuhan anaknya. Ia bersama suaminya mendatangi ahli pediatrik untuk memberikan terapi pada anaknya. Mahalnya biaya terapi menjadikan hal tersebut menjadi beban lain yang harus dihadapinya.

Ada juga ibu yang pada awalnya ia merasa malu dan minder karena memiliki anak berkebutuhan khusus. Seiring dengan waktu ia bisa membuka hatinya untuk tetap melanjutkan hidup dan merawat anaknya tersebut dengan membawa anaknya ke luar kota untuk diterapi seminggu sekali di kota tersebut. Ia rela mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk perawatan serta pengobatan anaknya agar anaknya yang berkebutuhan khusus dapat memiliki kemajuan perkembangan yang pesat.

Berdasarkan data diatas, maka dapat dikatakan bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus benar-benar menguras tenaga, pikiran bahkan perasaan, menyita waktu, terlebih biaya yang tidak sedikit untuk berbagai pengobatan, terapi yang harus dijalani serta alat-alat bantu yang dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus tersebut. Mahalnya biaya pengobatan dan terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia, untuk 90 menit hingga 120 menit pertemuan dengan tenaga terapis, para orang tua harus merogoh kocek antara 100 ribu hingga 150 ribu rupiah. Hal tersebut tentu saja sangat mahal lantaran dalam satu hari, idealnya mereka bertemu terapis tiga sampai empat kali pertemuan. Jika dihitung 100 ribu rupiah misalnya, maka dalam satu hari, dibutuhkan 300 sampai 400 ribu rupiah. Dan jika dihitung satu bulan dengan frekuensi pertemuan hampir tiap hari, maka orang tua yang anaknya mengidap autis harus membayar sekitar 9 juta rupiah tiap bulan. Ini ditambah biaya obat-obatan, alat-alat peraga dan perangsang anak, sampai biaya konsultasi kepada ahli. Untuk sekali konsultasi saja bisa mencapai 500-1 juta rupiah jika konsul ke ahli kenamaan. (tribunnews.com). Kehadiran anak berkebutuhan khusus membuat ibu merasa terbeban secara emosi maupun ekonomi. Selain itu ibu


(15)

6 dengan anak berkebutuhan khusus dituntut agar lebih memahami mengenai perkembangan anak dengan kemampuan yang bervariasi, konsisten memberikan perhatian dan kepedulian serta mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh anak. Ibu juga harus aktif memperbaharui pengetahuan mengenai berkebutuhan khusus. Mengasuh, mendidik, melatih dan membesarkan anak berkebutuhan khusus dapat menjadi beban bagi para ibu karena memiliki pekerjaan ekstra yang melampaui apa yang seharusnya dilakukan.

Perlakuan ibu terhadap anak berkebutuhan khusus pun berbeda-beda antara ibu yang satu dengan ibu yang lain tergantung dari penerimaan ibu terhadap ketidaksempurnaan anaknya. Apabila ibu dapat menerima dan memahami dirinya ketika menghadapi kesulitan, memandang permasalahan sebagai proses dari merawat anak, dan dapat menghayati segala pengalamannya sebagai sebuah pembelajaran, hal ini akan membantu sang ibu dalam menghadapi anaknya yang berkebutuhan khusus. Ibu juga dapat memandang kehidupannya secara lebih positif. Berbagai tindakan terhadap diri sendiri ini dapat membangun rasa empati, kesabaran, dan ketekunan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Sebaliknya, apabila ibu terlalu fokus dalam memandang ketidaksempurnaan anaknya menjadikan ibu kurang menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan anak di masa yang akan datang. Hal inilah yang membuat ibu merasa tertekan, khawatir, cemas, dan kurang menikmati hidupnya.

Kemampuan untuk menghibur diri dan peduli pada diri sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidakmampuan daripada mengkritik diri dengan keras, melihat suatu pengalaman sebagai bagian pengalaman manusia secara umum daripada mengisolasi diri sendiri serta memperlakukan pikiran-pikiran dan


(16)

7 perasaan-perasaan yang terbuka dengan penuh kesadaran daripada terpaku dan membesar-besarkannya dikonsepkan sebagai self-compassion (Neff,2003).

Self-compassion didefinisikan sebagai adanya keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindar dari penderitaan, memberikan kebaikan dan pengertian pada diri sendiri, tidak menghakimi kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (Neff, 2003).

Ada tiga komponen self-compassion yang ditunjukkan yakni self-kindness, a sense of common humanity, dan mindfulness (Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007). Bila disadari dan dimanfaatkan ketiga komponen inidapat memberikan pengaruh terutama saat menghadapi masa-masa sulit dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.

Komponen self-kindness merujuk pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus, perlu memahami dan menerima diri apa adanya serta memberikan kebaikan, kelembutan, bukan menyakiti dan menghakimi saat diri sendiri mengalami kegagalan atau penderitaan. Sedangkan sense of common humanity adalah kesadaran individu bahwa kegagalan, kesulitan, dan tantangan adalah bagian dari hidup manusia dan merupakan milik semua orang, bukan hanya dirinya sendiri. Mindfulness adalah keadaan untuk menerima pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan keadaan yang muncul sebagaimana adanya tanpa menghakimi, menekan atau menyangkalnya.

Dengan adanya pemahaman mengenai berbagai kesulitan yang dihadapi oleh ibu dengan anak berkebutuhan khusus, self-compassion sangat dibutuhkan dalam merawat, membimbing, dan membesarkan anak. Kemampuan-kemampuan inilah yang diharapkan dimiliki oleh ibu dengan anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat menghadapi hambatan-hambatan yang dialami.


(17)

8 Melihat pentingnya kemampuan ketenangan diri, penguasaan diri, dan kepedulian pada diri sendiri ketika ibu mengalami kegagalan dalam merawat anak berkebutuhan khusus, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Studi Deskriptif mengenai derajat Self-Compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung, yang terdiri dari komponen Self-Kindness, a sense of comman humanity, dan Mindfulness”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari berbagai pemaparan diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran self-compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran self-compassion ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi-rendahnya self-compassion (self-kindness, a sense of comman humanity, dan mindfulness) pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung.


(18)

9 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Kegunaan teoretis dalam penelitian ini adalah:

1) Menambah informasi mengenai self-compassion khususnya self-compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus bagi bidang Psikologi, Perkembangan, dan Psikologi Positif.

2) Memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah:

1) Memberikan informasi kepada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung, mengenai self-compassion yang dimiliki setiap orangtua. Diharapkan mereka dapat menggunakan informasi ini untuk memahami diri dan sebagai bahan pertimbangan bagaimana memerlakukan anak berkebutuhan khusus yang dimilikinya.

2) Memberikan manfaat bagi para ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung, agar lebih dapat menyadari manfaat dari self-compassion sehingga dapat mengoptimalkannya.

3) Memberikan informasi tentang sejauh mana self-compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” Kota Bandung, agar dapat dilakukan pengamatan dini melalui seminar atau diskusi di komunitas anak berkebutuhan khusus.


(19)

10 1.5 Kerangka Pemikiran

Ibu dengan anak berkebutuhan khusus yang terstigma oleh keterbatasan anaknya mengalami kelelahan karena tuntutan pengasuhan tambahan, terisolasi secara sosial, dan terbebani biaya finansial atas pengasuhan sang anak, yang mungkin menyebabkan kesulitan yang lebih besar (Blacher & Baker, dalam Martin & Colbert, 1997). Mengasuh, mendidik, melatih, dan membesarkan anak berkebutuhan khusus dapat menjadi beban bagi para ibu karena mereka memiliki pekerjaan ekstra yang melampaui apa yang seharusnya bisa dilakukan. Self-compassion ibu dengan anak berkubutuhan khusus dapat mengurangi beban-bebannya sendiri seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh Neff, self-compassion yaitu adanya keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindar dari penderitaan tersebut, memberikan pengertian dan kebaikan pada diri sendiri, tidak menghakimi kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia.

Ada tiga komponen self-compassion yang ditunjukkan yakni self-kindness, a sense of common humanity, dan mindfulness (Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007). Bila Ibu dengan anak berkebutuhan khusus menyadari dan memanfaatkan ketiga komponen ini maka dapat memberikan manfaat dalam penanganan anak berkebutuhan khusus.

Komponen self-kindness (Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007) kemampuan untuk memahami dan menerima diri apa adanya, serta mentoleransi, menyayangi, dan juga memberikan perhatian tanpa mengkritik diri sendiri. Bila dikaitkan dengan kondisi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus, maka self-kindness merupakan kemampuan ibu untuk memahami, menerima diri apa adanya, menyayangi, dan


(20)

11 memberikan perhatian tanpa mengkritik diri sendiri dalam menjalani kehidupan sebagai seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Dengan tidak menyalahkan diri sendiri dan tidak merasa malu karena telah melahirkan anak berkebutuhan khusus, merupakan titik awal dari self-kindness yang tentunya akan meningkatkan toleransi terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami. Dengan begitu, Ibu mencegah hal-hal pengkritikan terhadap dirinya sendiri.

Di sisi lain, bila seorang ibu dengan anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat toleransi yang rendah, secara tidak langsung menambah kesulitan yang dialaminya, sehingga akan lebih merasa malu, gagal dan kecewa telah melahirkan anak berkebutuhan khusus (self-judgment). Kesulitan atau kegagalan lain yang dirasakan oleh sang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung ketika sang ibu membandingkan anaknya dengan anak lain yang tidak berkebutuhan khusus, ibu malu terhadap keterbatasan anaknya yang secara fisik terlihat berbeda dengan anak non-berkebutuhan khusus.

Komponen a sense of common humanity (Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007) memberikan pandangan bahwa kegagalan dan masalah adalah hal yang lumrah sebagai manusia. Jika ibu dengan anak berkebutuhan khusus memandang keadaan ini bukan hanya ia saja yang mempunyai anak berkebutuhan khusus dan bahwa beberapa ibu lain mengalami hal yang serupa dengan anaknya, maka ibu tidak akan merasa sendiri dalam kesulitannya dan tidak merasa minder (common humanity). Dengan mengingat orang lain juga mengalami penderitaan yang sama, bahkan mungkin lebih buruk, akan membuat individu melihat suatu kejadian dalam perspektif yang lebih luas. Apabila seorang ibu dengan anak berkebutuhan khusus memiliki a sense of common humanity yang rendah, saat mereka gagal, mereka lebih senang untuk menyendiri dan tidak terhubung dengan lingkungan di sekitar,


(21)

12 dibandingkan menganggap ketidaksempurnaan mereka sebagai pengalaman yang wajar dialami semua manusia (Isolation). Hal ini membuat individu membenci dirinya sendiri dan memunculkan perasaan tidak layak untuk tetap terhubung dengan orang lain, untuk itulah individu memilih untuk menyendiri.

Komponen mindfulness (Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007) adalah keadaan menerima pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan keadaan yang muncul sebagaimana adanya, tanpa menghakimi, menekan atau menyangkalnya. Jika kesulitan yang dialami oleh ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung dipandang secara objektif, dapat membuat ibu lebih optimis terhadap masa depan anak. Ibu dengan anak berkebutuhan khusus menjadi tidak terpaku pada kekurangan anak, melainkan dapat melihat kelebihan yang dimiliki oleh anak. Ibu dapat berusaha untuk mencari tempat terapi yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Komponen mindfulness memberi kesadaran akan kemampuan menyeimbangkan emosi, sehingga tidak perlu menolak ataupun mengabaikan,akan tetapi juga tidak memikirkannya dengan berlebihan; sehingga membuat tertekan. Mindfulness merujuk pada keseimbangan emosi yang diperlukan, sehingga masalah yang dihadapi tak perlu membuatnya merasa tenggelam atau meratapi nasib berlama-lama. Apabila ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung memiliki mindfulness yang rendah akan membuat penilaian ibu terhadap diri terbungkus oleh reaksi emosional berlebihan yang mendominasi kehidupan nyata mereka sehari-hari. Reaksi over-identification ini muncul ketika ibu berusaha menghindari untuk melihat kekurangan atau sesuatu yang buruk tentang dirinya secara nyata.

Secara garis besar, ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung dikatakan memiliki Self-compassion yang tinggi apabila ibu dengan


(22)

13 anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung memiliki komponen self-kindness, sense of common humanity, dan mindfullness yang tinggi. Ibu memahami kekurangannya dalam mengasuh dan membesarkan anak berkebutuhan khusus tanpa mengeritik dirinya sendiri. Ibu memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap dirinya dan menyadari bahwa ketidaksempurnaan merupakan bagian dari kehidupan. Pada saat yang bersamaan, ibu bisa melepaskan keinginannya untuk menjadi lebih baik dari orang lain sehingga dapat melihat kekurangan atau kegagalan yang dihadapi secara objektif tanpa menghidar atau melebih-lebihkan hal tersebut. Self-compassion yang tinggi akan memberikan manfaat bagi ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung, yaitu ibu akan memiliki emosi yang lebih stabil (emotional resilience) dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus, memiliki self-esteem yang tinggi sehigga meningkatkan kepercayaan diri dalam merawat anaknya dan berorientasi pada perkembangan diri (motivation and personal growth), dan memiliki kebahagian hidup (well-being).

Sedangkan self-compassion dikatakan rendah apabila ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung memiliki komponen self-kindeness, sense of common humanity, dan mindfullness yang rendah atau salah satu dari komponennya rendah. Ibu akan terus menerus mengeritik diri saat mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus dan saat ibu mengalami kegagalan dalam merawat anak yang bekebutuhan khusus. Ibu memerhatikan kekurangan yang ada tanpa melihat kelebihan yang dimilikinya, sehingga ibu menunjukkan pandangan yang sempit bahwa hanya dirinya yang memiliki kekurangan dan harus menghadapi kegagalan dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus, dan ibu juga melebih-lebihkan kegagalan yang dihadapinya saat ini.


(23)

14 Kerangka pemikiran dapat dijabarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir

Data sosiodemografis dari responden digunakan untuk menemukan dan mengenali keadaan-keadaan yang berkaitan dengan ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus yaitu, nama, usia, tingkat pendidikan terakhir, dan pekerjaan serta identitas anak yaitu: nama, usia, tingkat pendidikan, dan urutan anak berkebutuhan khusus dalam keluarga.

1.6 Asumsi

1. Ibu dengan anak berkebutuhan khusus menghadapi hari-hari yang sulit dalam mengasuh anaknya yang berkebutuhan khusus.

2. Penghayatan pengalaman sehari-hari ibu dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus akan menjadi penentu dari self-compassion.

3. Tinggi dan rendahnya Self-compassion menandakan sejauh mana ibu menghadapi situasi sulit.

Self Compassion

Ibu dengan anak berkebutuhan

khusus

Self kindness

- Toleransi -Kasih sayang -Perhatian

Sense of common humanity

-Penguasaan diri Mindfulness

- Rasa optimis - Positive thinking

Rendah Tinggi


(24)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang tearah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Bedasarkan hasil pengolahan data mengenai self-compassion pada ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung, diperoleh simpulan berikut:

1) Ibu dengan anak berkebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung terbanyak memiliki self-compassion yang rendah, yang ditandai dengan ketiga komponen yang rendah. Ibu dengan self-compassion rendah menyalahkan dirinya melebih-lebihkan kesulitan yang dihadainya, serta ibu merasa hanya dialah yang mengalami keterpurukan dalam menghadapi dan merawat anaknya yang berkebutuhan khusus.

2) Temuan di atas menunjukkan bahwa keberadaan anak berkebutuhan khusus di dalam suatu keluarga menimbulkan tekanan yang akan mewarnai keadaan self-comapassion para ibu yang relatif lebih besar keterlibatannya dalam membesarkan anak. Mengingat salah satu komponen memengaruhi komponen lainnya.

3) Ibu dengan self-compassion tinggi akan menampilkan perilaku menerima dan menganggap bahwa ibu lain pun pernah mengalami keterpurukan dalam merawat dan membesarkan anak berkebutuhan khusus tanpa harus melebih-lebihkan apa yang sudah terjadi.


(25)

61 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1) Peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai compassion, disarankan untuk melakukan penelitian studi hubungan antara self-compassion faktor-faktor yang memengaruhinya

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi ibu dengan anak berekebutuhan khusus di Komunitas “X” kota Bandung yang menunjukkan self-compassion rendah, khususnya yang memiliki derajat rendah pada ketiga komponen, disarankan untuk menerima kehadiran anak berkebutuhan khusus, menyayangi diri ketika mengadapi kesulitan dalam mengasuh anaknya. Meyakini bahwa dirinya tidak sendirian, banyak ibu-ibu lain yang juga mengalami kesulitan dan kegagalan yang serupa, serta tidak terpaku dan melebih-lebihkan ketika menghadapi kesulitan dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.

2) Bagi pengurus Komunitas “X” kota Bandung disarankan menghimpun seluruh anggota Komunitas “X” kota Bandung untuk mengadakan sharing secara rutin mengenai cara menghadapi permasalahan anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut dilakukan agar ibu dapat memertahankan atau meningkatkan derajat self-compassion yang dimiliki.


(26)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF-COMPASSION PADA

IBU DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI

KOMUNITAS “X” KOTA B

ANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sajana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Disusun oleh : YANNE HERDIAN

0830134

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG


(27)

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yanne Herdian

NRP : 0830134 Fakultas : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensi sesuai dengan peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI No. 17 Tahun 2010.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Juni 2016

YANNE HERDIAN NRP: 0830134


(28)

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Yanne Herdian

NRP : 0830134 Fakultas : Psikologi menyatakan bahwa:

1. Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SELF-COMPASSION PADA IBU DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOMUNITAS “X” KOTA “X”

KOTA BANDUNG”.

2. Universitas Kristen Maranatha Bandung berhak menyimpan, mengalihmediakan/ mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan atau mempublikasikannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta.

3. Saya bersedia menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, Juni 2016

YANNE HERDIAN NRP : 0830134


(29)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa pikiran, tenaga dan segala sesuatu yang dianugerahkan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Laporan Penelitian ini membahas tentang “STUDI DESKRIPTIF

MENGENAI SELF-COMPASSION PADA IBU DENGAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOMUNITAS “X” DI BANDUNG” yang disusun sebagai syarat dalam penyelesaian studi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Peneliti menyadari betul bahwa penulisan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan peneliti dalam hal ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan.

Dalam mempersiapkan dan menyelesaikan penelitian ini peneliti telah banyak memperoleh bantuan, baik berupa moril maupun materil dan bimbingan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak yang sangat membantu kelancaran dalam penyusunan penelitian ini sehingga pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Atas itu semua pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(30)

viii 2. Dr. Ria Wardani, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan banyak memberi bantuan dalam penyusunan penelitian ini. 3. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

memberikan banyak masukan dan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan penelitian ini.

4. Missiliana R, M.Si. Psikolog selaku dosen wali yang memberikan semangat serta dukungan dalam penyelesaian penelitian ini.

5. Para ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang telah menjadi sampel survei awal maupun responden.

6. Pihak Perpustakaan Universitas Kristen Maranatha yang menyediakan sumber dan referensi untuk penelitian.

7. Keluarga inti peneliti, yaitu ayah, ibu, dan adik penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

8. Untuk seseorang yang selalu mendampingi peneliti setiap saat dan banyak memberikan dukungan, doa serta semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

9. Kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu peneliti sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu.

Dengan segala kerendahan hati, semoga semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa dan penulis berharap semoga laporan penelitian ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, Juni 2016


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Bendi Delphie. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Rineka Cipta.

Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.

Martin, CA & KK. Colbert (1997), Parenting: A Life Span Perspective. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Neff, K. D. (2003). Self-compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity. 2, 85-102.

Neff, K. D., Kristin L. Kirkpatrick & Stephanie S. Rude. 2007. An Examination of Self-Compssion in Relation to Positive Psychologycal Function and Personality Traits. University of Texas at Austin.

Papalia & Old. (2001). Human Development (8th ed). New York : McGraw Hill. Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development, (9th ed). Diterjemahkan oleh Achmad

Chusairi dan Juda Damanik, M. S. W. Jakarta : Penerbit Erlangga

Seligman, M., & Darling, R. B. (1997). Ordinary Families Special Children: A Systems Approach to Childhood Disability (2nd ed). New York : The Guilford Press.

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus Cara Membantu Mereka Agar Berhasil Dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press.


(32)

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. (2012). Tips Untuk Para Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus. http://lovira.com. 20 Desember 2012.

Anonim. (2014). Characteristic of Down Syndrome. http://ndss.org. 10 April 2014. Anonim. (2015). Beri Kesempatan Sama Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

http://www.republika.co.id.

Anonim. (2015). Pengobatan Autis Mahal Karena Jumlah Terapis Sedikit.

http://www.tribunnews.com.

http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/165-dampingi-anak-berkebutuhan-khusus

https://percikinsani.wordpress.com/

Duhita, Olivia. (2013). Cahaya Hidupku. Jakarta: Dian Rakyat. Neff, K.D. (2009). List of Publication.

http://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/listofpulications.html. 20 Desember 2012.

Neff, K.D. (2009). Self-compassion Scale for Researcher. http://www.selfcompassion.org. 20 Desember 2012.


(1)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yanne Herdian

NRP : 0830134 Fakultas : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensi sesuai dengan peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI No. 17 Tahun 2010.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Juni 2016

YANNE HERDIAN NRP: 0830134


(2)

iv

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Yanne Herdian

NRP : 0830134 Fakultas : Psikologi menyatakan bahwa:

1. Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif

(Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “STUDI

DESKRIPTIF MENGENAI SELF-COMPASSION PADA IBU DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOMUNITAS “X” KOTA “X” KOTA BANDUNG”.

2. Universitas Kristen Maranatha Bandung berhak menyimpan, mengalihmediakan/ mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan atau mempublikasikannya dalam bentuk

softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta.

3. Saya bersedia menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, Juni 2016

YANNE HERDIAN NRP : 0830134


(3)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa pikiran, tenaga dan segala sesuatu yang dianugerahkan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Laporan Penelitian ini membahas tentang “STUDI DESKRIPTIF

MENGENAI SELF-COMPASSION PADA IBU DENGAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOMUNITAS “X” DI BANDUNG” yang disusun sebagai syarat dalam penyelesaian studi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Peneliti menyadari betul bahwa penulisan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan peneliti dalam hal ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan.

Dalam mempersiapkan dan menyelesaikan penelitian ini peneliti telah banyak memperoleh bantuan, baik berupa moril maupun materil dan bimbingan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak yang sangat membantu kelancaran dalam penyusunan penelitian ini sehingga pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Atas itu semua pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(4)

viii 2. Dr. Ria Wardani, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan banyak memberi bantuan dalam penyusunan penelitian ini. 3. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

memberikan banyak masukan dan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan penelitian ini.

4. Missiliana R, M.Si. Psikolog selaku dosen wali yang memberikan semangat serta dukungan dalam penyelesaian penelitian ini.

5. Para ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang telah menjadi sampel survei awal maupun responden.

6. Pihak Perpustakaan Universitas Kristen Maranatha yang menyediakan sumber dan referensi untuk penelitian.

7. Keluarga inti peneliti, yaitu ayah, ibu, dan adik penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

8. Untuk seseorang yang selalu mendampingi peneliti setiap saat dan banyak memberikan dukungan, doa serta semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

9. Kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu peneliti sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu.

Dengan segala kerendahan hati, semoga semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa dan penulis berharap semoga laporan penelitian ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, Juni 2016


(5)

62

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bendi Delphie. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Rineka Cipta.

Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya.

Martin, CA & KK. Colbert (1997), Parenting: A Life Span Perspective. New York: The McGraw-Hill Companies Inc.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Neff, K. D. (2003). Self-compassion: An alternative conceptualization of a healthy

attitude toward oneself. Self and Identity. 2, 85-102.

Neff, K. D., Kristin L. Kirkpatrick & Stephanie S. Rude. 2007. An Examination of Self-Compssion in Relation to Positive Psychologycal Function and Personality Traits. University of Texas at Austin.

Papalia & Old. (2001). Human Development (8th ed). New York : McGraw Hill. Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development, (9th ed). Diterjemahkan oleh Achmad

Chusairi dan Juda Damanik, M. S. W. Jakarta : Penerbit Erlangga

Seligman, M., & Darling, R. B. (1997). Ordinary Families Special Children: A

Systems Approach to Childhood Disability (2nd ed). New York : The Guilford

Press.

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus Cara Membantu Mereka Agar


(6)

63

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Anonim. (2012). Tips Untuk Para Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus. http://lovira.com. 20 Desember 2012.

Anonim. (2014). Characteristic of Down Syndrome. http://ndss.org. 10 April 2014. Anonim. (2015). Beri Kesempatan Sama Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

http://www.republika.co.id.

Anonim. (2015). Pengobatan Autis Mahal Karena Jumlah Terapis Sedikit. http://www.tribunnews.com.

http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/165-dampingi-anak-berkebutuhan-khusus

https://percikinsani.wordpress.com/

Duhita, Olivia. (2013). Cahaya Hidupku. Jakarta: Dian Rakyat. Neff, K.D. (2009). List of Publication.

http://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/listofpulications.html. 20 Desember 2012.

Neff, K.D. (2009). Self-compassion Scale for Researcher. http://www.selfcompassion.org. 20 Desember 2012.