PENERAPAN UPAYA DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton)

  

PENERAPAN UPAYA DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek

Kedaton)

  

Rafflesia Frederica, Nikmah Rosidah, Rini Fathonah

Email:

  Abstrak Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak tidak semua dapat diupayakan diversi. Untuk perbuatan yang salah satu ancaman pidananya Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang bisa diupayakan diversi oleh penyidik. Kendala dalam penerapan upaya diversi yaitu ancaman pidana yang diterapkan penyidik serta masih terdapat kasus anak pelaku penyalahgunaan narkotika yang diselesaikan melalui peradilan biasa. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu bagaimanakah penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika dan apakah faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Pendekatan masalah yang digunakan dalan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yurisis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan: Penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika oleh penyidik dalam Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Pihak Kepolisian menginginkan diversi tercapai untuk menghindari adanya penjatuhan sanksi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika adalah masih minimnya biaya operasional apalagi untuk tingkat Polisi sektor dan kurangnya kesadaran masyarakat atau orang tua/wali dalam pengawasan terhadap anak dan beranggapan terhadap pelaku anak penyalahgunaan narkotika harus dihukum.

  Kata Kunci: Diversi, Anak, Narkotika

  

IMPLEMENTATION MEASURES DIVERSION AGAINST NARCOTICS

ABUSE BY CHILD OFFENDER

(Studies Diversion Decree No. 03/SKD/X/2014/Criminal Police Kedaton)

  

Rafflesia Frederica, Nikmah Rosidah, Rini Fathonah

Email:

Abstract

Narcotics abuse done by children not all can be diversion measures. For acts that

one criminal threat Article 127 of Law Number 35 Year 2009 on Narcotics be

attempted diversion by the investigator. Obstacles become less successful

implementation measures diversion are the criminal sanction applied to

investigators and there are still cases of child narcotics abusers are resolved

through ordinary courts. The problems discussed in this essay is how

implementation measures diversion against narcotics abuse by child offender and

whether factors inhibiting the implementation measures diversion against

narcotics abuse by child offender. Problems approach that used in this essay is a

normative and empirical. Based on the results of research and discussion, the

conclusion: implementation measures diversion against narcotics abuse by child

offender by the investigator in the Decree Diversion No. 03/SKD/X/2014/Criminal

Police Kedaton already fill the elements in Law Number 11 Year 2012 regarding

the Criminal Justice System Child. The investigator shall ask for consideration or

suggestion of Supervisor Community after criminal offenses reported or brought.

  Police want to avoid their diversion achieved sanctions against narcotics abuse by

  

child offender. Factors inhibiting the adoption of diversion efforts against child

abusers of narcotics is still a lack of operational costs much less to the level of the

police sector and the lack of public awareness or parent / guardian in the

supervision of children and may against perpetrators of narcotic abuse done by

child should be punished.

  Key Word: Diversion, Child, Narcotics

  Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the

  Child ) sebagaimana telah diratifikasi

  oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor

  36 Tahun 1990 tentang Pengesahan

  Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak Anak)

  yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

  undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam

  Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan fenomena yang berbeda dengan pelaku tindak pidana dewasa. Anak sebagai pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana untuk dibina dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, perlu mendapat penanganan khusus dalam menjalani masa pidananya. Kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak dibawah umur belakangan ini sangat banyak terjadi, salah satunya adalah penyalahgunaan narkotika. Pengertian narkotika berdasarkan

  Pasal 1 angka 1 Undang-Undang 1 Mohammad Taufik Makarao, dkk, Hukum

  Perlindungan Anak dan Penghapusan

  Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Untuk melakukan pencegahan dan penyediaan narkotika demi kepentingan pengobatan dan pelayanan kesehatan, maka salah satu upaya pemerintah ialah dengan melakukan pengaturan secara hukum tentang pengedaran, impor, ekspor, menanam, penggunaan narkotika secara terkendali dan dilakukan pengawasan yang ketat.

I. PENDAHULUAN

1 Pengertian anak menurut Undang-

  2 Diversi merupakan salah satu

  alternatif yang sesuai dengan berbagai konvensi hukum internasional. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka khusus untuk perkara Anak dikenal mekanisme untuk mengalihkan penyelesaian perkara dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, yang dinamakan dengan Diversi. Diversi bertujuan untuk mengalihkan pelaku penyalahgunaan narkotika dari proses peradilan kepada proses sosial. Pergantian ini dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan dari peradilan untuk membina anak tersebut yang dipercayakan kepada orang tua, Dinas Sosial, maupun pemerintah. 2 Siswanto, Politik Hukum dalam Undang- Salah satu perkara anak yang bisa diupayakan diversi pada tahap penyidikan yaitu kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak yaitu di Bandar Lampung yaitu penyalahgunaan narkotika oleh Damian Hadi Prabowo berumur 16 tahun, Enggar Dwi Prasetyo berumur 16 tahun, Arlio Yuda Erlangga berumur 17 tahun, Judit Mulya Haryanto berumur 16 tahun, Riyansyah berumur 17 tahun dan Jefri Suryanto berumur 17 tahun berupa narkotika golongan I yaitu daun ganja dengan berat netto akhir 2,3144 gram sehingga perbuatan tersangka telah melanggar Pasal 111 ayat (1) subs

  Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor

  35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Bagi anak yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika, wajib diupayakan diversi dengan memperhatikan Pasal 127 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika meyatakan bahwa setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan diharuskan melakukan rehabilitas medis maupun rehabilitas sosial atau dapat dikembalikan kepada orangtuanya untuk dibina dan dididik. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi sebagaimana disebut dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

  Diversi itu hanya dilakukan dilaksanakan dalam hal tindak a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

  Diversi dilakukan pada setiap tingkat pembuat keputusan baik pada tingkat polisi, penuntut maupun pada tingkat pengadilan.

  3 Diversi bertujuan untuk

  memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan. Selain itu, untuk mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan prilaku anak sehingga ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang selama ini ia telah lakukan.

  4 Penyalahgunaan narkotika yang

  dilakukan oleh anak dapat diselesaikan melalui proses diversi pada tahap penyidikan. Pada praktik hukum dilapangan, tidak semua perkara narkotika yang dilakukan oleh anak bisa diterapkan upaya diversi pada tahap penyidikan, untuk pasal penyalahgunaan narkotika yang bisa diupayakan diversi. Masih terdapat kasus anak pelaku penyalahgunaan narkotika yang diselesaikan melalui peradilan biasa seperti ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

  Kendala yang menjadi kurang berhasilnya penerapan upaya diversi pada tahap penyidikan adalah ancaman pidana. Penerapan sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan 3 Dwidja Priyatno, Wajah Hukum Pidana,

  Asas dan Perkembangan, Bekasi: Gramata Publishing, 2012, hlm. 303 4 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan pidana yang dijatuhkan kepada anak- anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa, karena anak dipandang belum mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara sepenuhnya.

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut untuk menulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Penerapan Upaya Diversi Terhadap Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton)” Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1)

  Bagaimanakah penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika?

  2) Apakah faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika?

  Pendekatan masalah yang digunakan penulis dalan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Penentuan narasumber dilakukan dengan wawancara dengan responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif.

  Penyalahgunaan narkotika merupakan kejahatan, yang secara kriminologis dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban (crime

  without victim ), kejahatan ini tidak

  diartikan sebagai kejahatan yang tidak menimbulkan korban tetapi mempunyai makna bahwa korban dari kejahatan ini adalah dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pelaku sekaligus sebagai korban kejahatan.

  5 Kecenderungan meningkatnya

  penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak atau pelaku usia muda yang mengarah pada tindak kriminal, mendorong upaya penanggulangan dan penanganannya secara khusus dalam bidang hukum pidana anak, baik secara formil maupun materiil. Hal ini erat hubungannya dengan perlakuan khusus terhadap pelaku tindak pidana anak.

  6 Pada umumnya, faktor-faktor yang

  menyebabkan seorang melakukan penyalahgunaan narkotika dapat dibedakan menjadi: 1.

  Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri sendiri 2. Faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar dirinya,

  7

  seperti pergaulan dalam masyarakat. Upaya yang dapat menghindari anak dari proses peradilan formal adalah Diversi. Diversi menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 5 Made Darma Weda, Kronik dalam

  Penegakan Hukum Pidana, Jakarta: Guna Widya, 1999, hlm. 80. 6 Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1983, hlm. 2.

II. PEMBAHASAN A. Penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika

  Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Adapun perkara anak yang dapat diupayakan diversi berdasarkan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah: 1.

  Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi.

  2. Diversi itu hanya dilakukan dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Kepolisian merupakan pihak pertama yang berwenang menentukan posisi seorang anak yang bermasalah dengan hukum. Sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

  11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak didalam Pasal 7 secara jelas menyatakan bahwa penyidik wajib mengupayakan diversi.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kusnadi Putra, Tidak setiap anak pelaku bisa diupayakan diversi. Diversi hanya diupayakan pada ancaman penyalahgunaan narkotika. Apabila ancaman pidana lebih dari 7 (tujuh) tahun, maka perkara tersebut masuk keranah persidangan. Melihat bahwa setiap perkara anak yang ada didalam peradilan anak dapat diupayakan diversi. Namun, perlu ada pertimbangan mengingat masa ancaman hukuman serta korban yang guna untuk adanya kepastian hukum dalam menangani perkara tersebut.

  8 Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang

  Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ditentukan bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim harus mempertimbangkan antara lain sebagai berikut:

  9 1.

  Kategori tindak pidana 2. Umur anak 3. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan

  4. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Bapak Yana Supriyana, menjelaskan bahwa pada prinsipnya maupun dakwaan yang diterapkan terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika baik dakwaan subsider atau dakwaan tunggal, tetap dilaksanakan diversi untuk menghindari adanya penjatuhan sanksi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Sejak anak pelaku ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian, penyidik sudah memberitahukan kepada Balai Pemasyarakatan untuk menunjuk Pembimbing Kemasyarakatan.

  10 Diversi yang

  melibatkan perujukan kepada Petugas Kemasyarakat atau pihak lain yang terkait, akan memerlukan persetujuan anak pelaku penyalahgunaan narkotika, atau orangtua/walinya, dengan syarat 8 Wawancara pada tanggal 14 Desember

  2016, Kusnadi Putra selaku Kanit Reskrim Polsek Kedaton 9 R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2016,, hlm. 54 10 Wawancara pada tanggal 30 Desember 2016, Yana Supriyana selaku staf Bimbingan keputusan merujuk perkara tersebut tergantung pada kajian pihak berwenang yang berkompeten atas permohonan.

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor

  11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak pelaku penyalahgunaan narkotika yang didakwa oleh pihak kepolisian dengan dakwaan subsider karena ada perbuatan dengan ancaman pidana di bawah 7 (tujuh) tahun yang salah satu ancaman pidananya termasuk didalamnya pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman bagi penyalah guna narkotika golongan

  1 dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun wajib diupayakan diversi oleh pihak kepolisian.

  Penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika oleh penyidik dalam Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton sudah memenuhi unsur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Diversi wajib diupayakan oleh pihak penyidik terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika karena ada perbuatan dengan ancaman pidana di bawah 7 (tujuh) tahun yang salah satu ancaman pidananya termasuk didalamnya

  pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan bukan merupakan untuk menghindari adanya penjatuhan sanksi serta stigmanisasi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika.

  B. Faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika

  Soejono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, terdapat faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika yaitu:

  11 1.

  Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang- undang saja. Undang-undang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, dan undang-undang dibuat haruslah menurut ketentuan yang mengatur kewenangan pembuatan undang- undang sebagaimana diatur dalam konstitusi negara, serta undang- undang dibuat haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di mana undang-undang tersebut diberlakukan. Undang- undang secara jelas menyatakan bahwa diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika diupayakan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. 11 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Gunawan Jatmiko, faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap penyidikan, adalah: 1)

  Jangka waktu yang terlalu singkat dalam proses penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku,

  2) Ancaman pidana ½ (satu perdua) dari orang dewasa masih ada perdebatan dari penyidik. Tidak ada aturan yang tegas dalam ancaman pidana ½ (satu perdua) dari orang dewasa.

  hal faktor hukumnya sendiri sudah jelas mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Namun, mengenai ancaman pidana ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara orang dewasa menurut Pasal 79 ayat (2) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak masih adanya perdebatan. Sehingga menyebabkan 2 (dua) perbedaan pendapat antara pihak penyidik dengan masyarakat yang memahami mengenai penegakan hukum.

  2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam bidang penegakan hukum. Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan peranannya masing- masing yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. 12 Wawancara pada tanggal 27 Desember

  2016, Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku

  Dalam menjalankan tugas tersebut dilakukan dengan mengutamakan keadilan dan profesionalisme, sehingga menjadi panutan masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk semua anggota masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Yana Supriyana, menjelaskan bahwa faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap penyidikan, adalah: Penerapan pasal, biasanya penyidik jarang menerapkan pasal dengan dakwaan tunggal karen alasan keamanan.

12 Penulis berpendapat bahwa dalam

  13 Penulis berpendapat bahwa pengak

  hukum sudah melaksanakan upaya diversi sesuai dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga menjadi acuan bagi kepolisian daerah lain untuk mengupayakan diversi.

  3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang terdidik dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan sebagainya. Ketersediaan sarana dan fasilitas yang memadai merupakan suatu keharusan bagi keberhasilan penegakan hukum. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kusnadi Putra, menjelaskan bahwa masih minimnya biaya operasional apalagi untuk tingkat Polsek.

  14 Penulis 13 Wawancara pada tanggal 30 Desember 2016, Yana Supriyana selaku staf Bimbingan Klien Anak (BKA) Balai Pemasyarakatan Kelas II Bandar Lampung 14 Wawancara pada tanggal 14 Desember berpendapat bahwa faktor sarana dan fasilitas mempengaruhi suatu kinerja yang dilakukan oleh pihak penyidik dalam keberhasilan penegakan hukum.

  4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

  Masyarakat harus mengetahui dan memahami hukum yang berlaku, serta menaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan perlunya hukum bagi kehidupan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Yana Supriyana, menjelaskan bahwa faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap penyidikan, adalah pihak keluarga kadang-kadang tidak mendukung.

  wawancara dengan bapak Kusnadi Putra, menjelaskan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat atau orang tua dalam pengawasan terhadap anak dan beranggapan terhadap pelaku anak penyalahgunaan narkotika harus dihukum.

  besar masyarakat kurang memahami upaya diversi. Dalam pengupayaan diversi peran keluarga sangat penting sebab upaya diversi perlu adanya dukungan dari keluarga, dengan keputusan tidak mendukung anak untuk diupayakan diversi akan memberikan dampak bagi keberlangsungan masa depan anak 15 Wawancara pada tanggal 30 Desember

  2016, Yana Supriyana selaku staf Bimbingan Klien Anak (BKA) Balai Pemasyarakatan Kelas II Bandar Lampung 16 Wawancara pada tanggal 14 Desember

  pelaku. Selain itu ketidaktahuan orang tua atau wali bagi penyalah guna narkotika untuk melaporkan anaknya berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

  5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

15 Berdasarkan hasil

  Kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kusnadi Putra, menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkotika terjadi akibat pergaulan bebas, rasa ingin tau dan mencoba.

16 Penulis berpendapat bahwa sebagian

  17 Penulis berpendapat bahwa faktor

  kebudayaan sangat mempengaruhi diri sesorang dalam keterlibatannya dalam suatu tindak pidana. Anak yang dalam keadaan kondisi labil mudah terpengaruh dalam penggunaan narkotika. Sehingga perlu adanya tindakan preventif yang merupakan pencegahan kejadian 17 Wawancara pada tanggal 14 Desember

  yang belum terjadi atau merupakan usaha yang dilakukan sebelum terjadinya suatu kejahatan atau pelanggaran dan represif yang merupakan usaha yang dilakukan setelah terjadinya kejahatan atau pelanggaran yang telah terjadi. Faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika adalah masih minimnya biaya operasional apalagi untuk tingkat Polisi sektor dan kurangnya kesadaran masyarakat atau orang tua/wali dalam pengawasan terhadap anak dan beranggapan terhadap pelaku anak penyalahgunaan narkotika harus dihukum.

III. SIMPULAN

  Berdasarkan hasil analisis dari penelitian terhadap Penerapan Upaya Diversi Terhadap Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton), maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

  1. Penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika oleh penyidik dalam Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton sudah memenuhi unsur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Pihak kepolisian maupun Balai Pemasyarakatan menginginkan tercapainya diversi penjatuhan sanksi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak pelaku penyalahgunaan narkotika yang didakwa oleh pihak kepolisian dengan dakwaan subsider karena ada perbuatan dengan ancaman pidana di bawah 7 (tujuh) tahun yang salah satu ancaman pidananya termasuk didalamnya pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman bagi penyalah guna narkotika golongan 1 dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun wajib diupayakan diversi oleh pihak kepolisian.

  2. Faktor penghambat penerapan upaya diversi terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika adalah masih minimnya biaya operasional apalagi untuk tingkat Polisi sektor dan kurangnya kesadaran masyarakat atau orang tua/wali dalam pengawasan terhadap anak dan beranggapan terhadap pelaku anak penyalahgunaan narkotika harus dihukum.

  DAFTAR PUSTAKA A. Literatur

  Gultom, Maidin. 2010. Perlindungan

  Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia . Bandung: Refika Aditama.

  Makarao, Mohammad Taufik, dkk.

  2013. Hukum Perlindungan

  Anak dan Penghapusan Priyatno, Dwidja. 2012. Wajah

  Hukum Pidana, Asas dan Perkembangan. Bekasi:

  Gramata Publishing. R. Wiyono. 2016. Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia .

  Jakarta: Sinar Grafika. Siswanto. 2012. Politik Hukum

  dalam Undang-Undang Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009) . Jakarta: Rineka Cipta.

  Soekanto, Soerjono. 2005. Faktor-

  Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta:

  RajaGrafindo Persada. Wahyono, Agung dan Siti Rahayu.

  1983. Tinjauan Peradilan Anak

  di Indonesia . Jakarta: Sinar Grafika.

  Weda, Made Darma. 1999. Kronik

  dalam Penegakan Hukum . Jakarta: Guna Widya. Pidana B.

   Undang-Undang

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana

  Undang

  • – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak