BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR 8.1 Pengembangan Permukiman - DOCRPIJM 1479193595BAB VIII (RPI2JM) OKT 2015

BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

8.1 Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

  Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

8.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

  Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standarisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

  Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau- pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah: . Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. . Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan. . Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI. . Percepatan pembangunan di wilayah tengah Indonesia (Kalimantan dan Sulawesi) untuk mengatasi kesenjangan. . Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin. . Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh. . Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun. . Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman. . Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

Tabel 8.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Perkotaan

  No Isu Strategis Keterangan (1) (2) (3)

  1. Kawasan perkotaan di Sangatta, Sangkulirang dan Bengalon yang berada di dataran rendah dan tanah rawa rentan mengalami banjir apabila perkembangan pemukiman masyarakat meningkat tanpa ada perda yang Banjir Perkotaan pada kawasan perkotaan

  1. mengatur standar Sangatta, Sangkulirang dan Bengalon pembangunan di wilayah dataran rendah dan tanah rawa yang merupakan resapan air.

  2. Peningkatan sarana dan prasarana Sanitasi di wilayah pemukiman penduduk yang sesuai standart dan memadai

  1. Sektor Perdagangan, Industri dan Pertambangan Fungsi Perdagangan, pertambangan dan industri merupakan daya tarik 2. sebagai factor pemicu berkembangnya kawasan pendatang baik sebagai investor maupaun pencari lapangan pekerjaan.

  1. Penerapan Pengendalian Pemukiman terhadap Pengembangan kawasan permukiman Sangatta Catchmen Area agar

  3. dibatasi daerah aliran sungai dan daerah resapan kawasan perkotaan (Catchmen Area) terhindar dari banjir dan pencemaran sungai.

  1. Pemerataan pembangunan infrastruktur pencegahan pemusatan pemukiman di kawasan perkotaan.

  2. Pemanfaatan potensi Kepadatan bangunan yang cukup tinggi pada daerah sebagai daya tarik 4. kawasan permukiman pusat kota Sangatta dan lapangan pekerjaan bagi pusat perkotaan Sangkulirang penduduk asli, pendatang dan investor dalam pengembangan pemukiman daerah tertinggal.

  Aliran sungai merupakan sumber kehidupan masyarakat menengah kebawah yang tidak memiliki

  Perkembangan kawasan permukiman kumuh yang fasilitas pemukiman yang

  5. cenderung sporadic pada daerah aliran sungai memadai. Selain peningkatan fasilitas pemukiman seperti air bersih dan sanitasi, peningkatan daerah rekreasi atau RTH disekitar pinggiran aliran sungai sebagai pemanfaatan potensi sungai sebagai RTH wilayah dan fasilitas rekreasi merupakan pencegahan pemukiman di daerah aliran sungai. Serta penerapan Garis Sepadan Sungai dalam aturan baik pemukiman dan pembangunan Tidak adanya pengetahuan dan peraturan yang mewajibkan masyarakat Pencemaran lingkungan permukiman akibat membangun bangunan kesadaran masyarakat relative masih rendah sesuai standar daerah 6. khususnya pada kawasan permukiman kumuh pinggiranan sungai agar daerah bantaran sungai tidak membangun membelakangi sungai (area sanitasi atau MCK tidak berada di sungai) Pola pembangunan

  Instrument pengendalian pembangunan pemukiman berkaitan 7. permukiman dan infrastruktur permukiman dengan budaya dan perkotaan belum berjalan efektif antropologi masyarakat

  Sedimentasi dan erosi lahan Sedimentasi sepanjang daerah aliran sungai sepanjang DAS serta system

  

8. Sangatta yang bersentuhan langsung dengan drainase perkotan yang

kawasan permukiman kumuh belum berfungsi untuk mengalir air hujan. Tingkat pelayanan kesehatan belum mencapai optimal

  Tingkat pelayanan sarana permukiman akan apabila pelayanan sarana

9. pelayanan kesehatan belum optimal dalam dan prasarana sanitasi, air

menjangkau keberadaan kawasan permukiman bersih yang sesuai standar blm menjangkau kawasan pemukiman

  Sumber: Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman (RP2KP) Kab. Kutim

  B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

  Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

Tabel 8.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

  Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainya Amanat No Kebijakan Jenis Produk No./Tahun Perihal Daerah Pengaturan

  

(1) (2) (3) (4) (5)

UU Bangunan UU BG No. 28

  Dalam Proses Belum 1.

  Gedung Tahun 2008

  disahkan Perkotaan

Tabel 8.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

  Lokasi Jumlah Jumlah Luas Jumlah No Kawasan Rumah rumah semi Kawasan Penduduk kumuh Permanen Permanen (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  1. Sangatta Utara

  17.8 Ha

  2. Sangatta Selatan

  30.7 Ha

  3. Bengalon

  44.4 Ha

Tabel 8.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

  No Lokasi RSH Tahun Pembangunan

Pengelola

Jumlah

  Penghuni Kondisi Prasarana CK yang ada (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Tabel 8.5 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

  No Lokasi Rusunawa Tahun Pembangunan Pengelola Jumlah Penghuni Kondisi Kondisi Prasarana CK yang ada (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  (7) Perdesaan

Tabel 8.6 Data Program Perdesaan Di Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

  No Program/Kegiatan Lokasi Volume/Satuan Status Kondisi Infrastruktur (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

  Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden).

  4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

  5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

  6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

  Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembanganpermukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.

  Pada bagian ini dijabarkan permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang terjadi pada masing-masing kabupaten/kota. Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun RP2KP dapat mengadopsi rumusan permasalahan dan tantangan dalam RP2KP ke dalam tabel 8.7.

1. Perda IMB

3. Aspek Pembiayaan

  2. Jarak antar kecamatan/desa yang jauh Dengan luasan wilayah yang sangat besar berdampak dengan pembiayan

pembangunan

infrstruktur/Pengembangan

Permukiman

  Perlunya prioritas recana kerja kawasan pemukiman yang tertinggal dan kumuh yang filakukan pemerintah pusat provinsi dan daerah

  5. Aspek lingkungan Permukiman Air bersih, jaringan listrik, akses transportasi,sanitasi, sarana dan prasarana fasilitas kesehatan, pendidikan, dan religius.

  Perlunya kerjasama pemerintah daerah, pusat, provinsi dengan sektor swasta terhadap potensi daerah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan, agribisnis sehingga perkembangan pemukiman meningkat dengan kehidupan yang lebih baik.

  2. Masyarakat banyak yang bertani, kebun dan nelayan

  1. Masyarakat didominasi pendatang

  4. Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

  Perlunya kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam pembiayaan Pembangunan

  1. Luas Wilayah yang sangat besar

Tabel 8.7 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015

  2. RTBL Sebagian Kecamatan Manambah peraturan yang bekaitan dengan pengembangan permukiman

  Kutim :

  1. Kurangnya peraturan yang ada Peraturan yang ada di Kab.

  2. Aspek Kelembagaan

  Perlunya kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan

  2. Jarak antar kecamatan/desa yang jauh Dengan luasan wilayah yang sangat besar berdampak dengan pembiayaan

pembangunan

infrstruktur/Pengembangan

Permukiman

  1. Luas Wilayah yang sangat besar

  1. Aspek Teknis

  No Permasalahan Pengembangan Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi (1) (2) (3) (4)

  • Masyarakat yang didominasi pendatang yang bekerja di perusahan seperti Batu Bara, Sawit mengakibatkan pertumbuhan penduduk bisa tumbuh dengan cepat.
  • Masyarakat yang berpropesi sebagai petani, berkebun dan nelayan hampir rata-rata berada di wilayah transmigrasi yang mengakibatkan permukiman susah berkembang.

8.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Kabupaten Kutai Timur, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

Tabel 8.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun No Uraian Unit Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Ket 2010 2011 2012 2013 2014

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

  1. Jumlah Jiwa 367.247 430.865 527.723 554.751 412.459 Dukcapil Penduduk Jiwa Kepadatan

  8.45 BPS Penduduk /Km² Proyeksi Jiwa Pesebaran 25.267 25.200 27.200 Dukcapil /Km² Penduduk

  Proyeksi Jiwa Pesebaran

  11.88

  11.39

  8.79

  9.06 BPS Penduduk /Km² Miskin

  2. Proses Sasaran Penyusunan Penurunan Pokjanis Ha

  Kawasan Sasaran 0% Kumuh pada tahun 2019

  3. Rumah susun sewa Kebutuhan di Kutai timur TB

  Rusunawa untuk saat ini belum pas tuk kebutuhan prioritas pembanguna n. Terkait dengan kepadatan penduduk terhadap wilayah yang masih relative kecil.

  4. Proses Kebutuhan Penyusunan Unit

  RSH Program 2016 - 2019

  5. Sangatta, Sangatta, Sangatta, Sangatta, Sangatta, Bengalon, Bengalon, Bengalon, Bengalon, Bengalon, Kebutuhan Kaliorang, Kaliorang, Kaliorang, Kaliorang, Kaliorang, Pengembangan Sangkulir Sangkulira Sangkulira Sangkulira Sangkulira

  KWS RP2KP Permukiman an, Muara n, Muara n, Muara n, Muara n, Muara baru Wahau, Wahau, Wahau, Wahau, Wahau, Muara Muara Muara Muara Muara

  Bengkal Bengkal Bengkal Bengkal Bengkal

Tabel 8.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

  

No Uraian Unit Tahun Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun Ket

2010 2014

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

  1. Jumlah Dukcap Jiwa 367.247 430.865 527.723 554.751 412.459

  Penduduk il Jiwa

  Kepadatan

  8.45 BPS Penduduk /Km² Proyeksi Jiwa

  Dukcap Pesebaran 25.267 25.200 27.200 il /Km²

  Penduduk Proyeksi Jiwa Pesebaran

  29.200 25.300 25.200 27.200 BPS Penduduk /Km² Miskin

  2. Desa SSWP Utara : Muara Wahau, Kongbeng dan Telen Potensial Desa

  SSWP Selatan : Batu Ampar, Muara Bengkal, Muara Ancalong, Long Mesangat dan Untuk Busang Agropolitan

  3. Desa Bengalon, Bengalon, Bengalon, Bengalon, Bengalon,

  Potensial Kaliorang, Kaliorang, Desa Kaliorang, Kaliorang, Kaliorang, RP2KP

  Untuk Sangkulira Sangkulir Sangkulirang Sangkulirang Sangkulirang

  Minapolitan ng ang

  4. Muara Muara Muara Muara Muara

  Bengkal, Bengkal, Bengkal, Bengkal, Bengkal,

  Kawasan Muara Muara Muara Muara Muara

  Rawan Kws BPBD ancalng, ancalng, ancalng, Long ancalng, Long ancalng, Long

  Bencana Long Long Masengat dan Masengat dan Masengat dan

  Masengat Masengat Busang Busang Busang dan dan

  Busang (SSWP Selatan) (SSWP

  Sektor Pertanian dan Perkebunan (Menuju Gerbang Taman Makmur)

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

  2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

  Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

  1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta 2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

  Sektor Pertania n dan Perkebu nan (Menuju Gerban g Taman Makmur )

  Sektor Pertanian dan Perkebunan (Menuju Gerbang Taman Makmur)

  Selatan) (SSWP Selatan) (SSWP

  Sektor Pertanian dan Perkebunan (Menuju Gerbang Taman Makmur)

  Sektor Pertanian dan Perkebun an (Menuju Gerbang Taman Makmur)

  Kws

  8. Kawasan Dengan Komoditas Unggulan

  7. Desa Kategori Miskin Desa

  Kws

  6. Kawasan Permukiman Pulau-pulau Kecil

  5. Kawasan Perbatasan Kws

  Selatan) Busang (SSWP Selatan)

8.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan . Infrastruktur kawasan permukiman kumuh . Infrastruktur permukiman RSH . Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan

  Permukiman Perdesaan . Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

  (Agropolitan/Minapolitan) . Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana . Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil . Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) . Infrastruktur perdesaan PPIP . Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

  

Skema alur fungsi dan program pengembangan permukiman

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 8.1 Alur Program Pengembangan Permukiman

  Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

  1. Umum . Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

  . Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. . Kesiapan lahan (sudah tersedia). . Sudah tersedia DED. . Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,

  Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK) . Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

  . Ada unit pelaksana kegiatan. . Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  2. Khusus

  Rusunawa . Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA . Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

  . Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

  . Ada calon penghuni RIS PNPM . Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

  . Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. . Tingkat kemiskinan desa >25%. . Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

  PPIP . Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

  . Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

  . Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik . Tingkat kemiskinan desa >25%

  PISEW . Berbasis pengembangan wilayah . Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

  . Mendukung komoditas unggulan kawasan Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

  a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  b. Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

8.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

  a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Tabel 8.10 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Kutai Timur No Program/Kegiatan Volume/ Satuan Biaya (Rp) Lokasi Kriteria Kesiapan

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.

  Peningkatan Jalan Menuju Desa Tepian Langsat ± 20 km

  Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon 2. Pembangunan Drainase

  ± 20 km Desa Tepian Langsat Kecamatan Bengalon

  3. Peningkatan Jalan Desa Tanjung Labu ± 10 km

  Desa Tanjung Labu Kecamatan Rantau Pulung 4. Pembangunan Drainase ± 10 km

  Desa Tanjung Labu Kecamatan Rantau Pulung

  b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS, CSR).

Tabel 8.11 Contoh Usulan Pembiayaan Proyek No Program/Kegiatan APBN APBD Prov

  

APBD

Kab/Kota Masyarakat Swasta CSR TOTAL

  

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1.

  2.

  3. Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke dalam tabel 8.12.

8.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

  1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

  Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

  Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No.

  36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.2.

  Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 8.2 Lingkup Tugas PBL

  Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

  a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman . Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); . Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

  . Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; . Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung . Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; . Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

  . Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; . Pelatihan teknis.

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan . Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; . Paket dan Replikasi.

8.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

  A. Isu Strategis Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warning). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

  Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

  c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

  f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan. 2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara. 3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in- cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 8.13 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Kutai Timur

  No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL di Kab/Kota (1) (2) (3)

  a. Banjir pada kawasan perkotaan

  b. Fungsi perdagangan, pertambangan dan industry sebagai factor pemicu berkembangnya kawasan pemukiman baru c. Pengembangan kawasan permukiman sangatta dibatasi daerah aliran sungai dan daerah resapan ( Catchmen Area) d. Kepadatan bangunan yang cukup tinggi pada kawasan pemukiman

1 Penataan Lingkungan Permukiman

  pusat kota

  e. Perkembangan kawasan permukiman kumuh yang cenderung sporadic pada aliran sungai sangatta

  f. Pencemaran lingkungan permukiman akibat kesadaran masyarakat relative rendah khususnya pada kawasan permukiman kumuh daerah bantaran sungai.

  g. Instrumen pengendalian pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan belum berjalan efektif.

  h. Sedimentasi sepanjang daerah aliran sungai sangatta yang bersentuhan langsung dengan kawasan pemukiman kumuh. i. Tingkat pelayanan sarana permukiman akan pelayanan kesehatan belum optimal dalam menjangkau keberadaan kawasan permukiman perkotaan Penyelenggaraan Bangunan a. Peraturan Daerah Bangunan Gedung dan Rumah Negara Gedung

  2 b. Beberapa daerah rawan bencana (longsor, banjir, dll) c. Perkembangan urbanisasi terhadap kepadatan pusat kota d. Daerah Konservasi Lingkungan Terbuka Hijau

  Pemberdayaan Komunitas dalam a.

3 Penanggulangan Kemiskinan b.

  B. Kondisi Eksisting

  Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

  Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

Tabel 8.14 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Lainnya No.

  Amanat Jenis Produk Nomor & Tentang Pengaturan Tahun (1) (2) (3) (4) (5)

Tabel 8.15 Penataan Lingkungan Permukiman Kawasan

  Penanganan RTH Pemenuhan SPM Tradisional/Bersejarah Kebakaran Dukungan %

  

Nama Lokasi/Nama Luas Ketersediaan % Prasarana

Infrastruktur Luas HSBGN Instansi

Kawasan RTH RTH

  IMB

  IMB Kebakaran CK RTH (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Tabel 8.16 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  Jumlah BG Negara Status Kondisi Ketersediaan No Kawasan/Kecamatan berdasarkan Kepemilikan Bangunan Utilitas Fungsi (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Tabel 8.17 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  Kegiatan Kegiatan PNPM No. Kecamatan Pemberdayaan Perkotaan (P2KP) Lainnya

(1) (2) (3) (4)

  C. Permasalahan dan Tantangan Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

  Penataan Lingkungan Permukiman: