Usaha menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati melalui katekese model biblis - USD Repository

   

   

       

    iv  

  PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina,

  Khususnya para suster yang menjalani masa usia lanjut Bapak, Ibu, saudariku dan teman-temanku.

  

MOTTO

“Kerja berat merupakan sesuatu yang sungguh menggairahkan dan menyenangkan,

asal kita melakukannya sebagai perwujudan kehendak Allah”

  

(Robert A. Cook)

“Allah yang memanggil kamu adalah setia.

  

Allah juga akan menggenapinya”

(1 Tes 5: 24)

   

v

   

   

   

  

ABSTRAK

  Skripsi ini berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS”. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis melihat kondisi jumlah para suster SFD yang berusia lanjut semakin meningkat setiap tahunnya di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa. Para suster SFD usia lanjut menghadapi banyak masalah terutama melemahnya kondisi fisik dan mental. Kondisi tubuh yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan para suster untuk berhenti atau pensiun dari pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Akibat yang muncul para suster mengalami rasa kesepian, kehilangan pegangan hidup, merasa tidak berarti lagi bagi kongregasi, dan merasa tidak menemukan makna hidup. Perubahan kondisi fisik dan mental yang dialami oleh para suster SFD usia lanjut terjadi secara drastis dan kurang disadari. Perubahan tersebut tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa orang tersebut mempunyai kedewasaan atau kematangan secara rohani.

  Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk membantu para suster SFD usia lanjut Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dalam menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina. Penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi dalam membantu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina bagi para suster SFD San Damiano Pati, serta mengangkatnya sebagai sumbangan bagi Kongregasi SFD, khususnya bagi para suster usia lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna membantu para suster SFD semakin menghayati kematangan rohani di masa usia lanjut.

  Menanggapi keprihatinan terhadap kematangan rohani para suster SFD usia lanjut, maka penulis mengusulkan katekese sebagai usaha untuk membantu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina. Dalam hal ini penulis menggunakan katekese model biblis sebagai usaha pendampingan rohani para suster SFD usia lanjut. Dengan katekese model biblis, para suster SFD usia lanjut pada jaman sekarang dalam segala permasalahannya dapat mengenali kehadiran dan karya Allah yang menyelamatkan seperti yang dikomunikasikan oleh Kitab Suci, tradisi Gereja dan dokumen-dokumen Kongregasi SFD sebagai Sabda Allah yang hidup.

  ABSTRACT

  This thesis is titled “EFFORT APPRECIATE ELDERLY BASED SPIRITUALITY OF SISTER DINA SAN DAMIANO FRANCIS PATI BY MODEL BIBLICAL CATECHESIS". The selection of these titles concern the author starts from the condition of the SFD nuns who are elderly is increasing every year in Indonesia and in particular on the island of Java. The sisters SFD elderly face many problems, especially the weakening of physical and mental condition. Body condition is weak, helpless, and sick lead the sisters to quit or retire from a job that is run on a regular basis. That arise due to the sisters experience a sense of loneliness, losing grip of life, was by no means more to the congregation, and was not finding meaning in life. Changes in physical and mental conditions experienced by elderly nuns SFD occur drastically and less conscious. These changes can not be denied, but must be accepted and appreciated. When people are able to appreciate its presence in the elderly, this is a sign that the person has the maturity or spiritual maturity

  The main issue in this thesis is how the effort can be done to help the elderly nuns SFD San Damiano Pati Community of Central Java in the elderly to live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina. The author in this thesis uses the descriptive method. Writers learn and explore spirituality books published by the congregation to help the elderly live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina for the sisters SFD San Damiano Pati, and raised it as a donation to the Congregation of SFD, particularly for elderly nuns. Moreover, the authors also use books from other relevant sources to enrich and deepen the ideas and spiritual reflection to help the sisters SFD increasingly appreciate the spiritual maturity in the elderly

  Responding to concerns about the spiritual maturity of elderly nuns SFD, the authors propose a catechism in an effort to help the elderly appreciate spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina. In this case the author uses biblical catechesis as the business model of spiritual accompaniment SFD elderly nuns. With the model of biblical catechesis, elderly nuns SFD on today in all its problems can recognize the presence and work of God for salvation, as communicated by Scripture, Church tradition and documents of the Congregation SFD as the living Divine Word.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Allah Bapa yang Maha Baik karena kasih-Nya yang telah membimbing, menuntun, mendampingi dan menyertai seluruh perjalanan penyusunan skripsi ini, yang berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT

  

BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN

DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.

  Perjalanan rohani bukan sekedar pengetahuan, melainkan kehadiran banyak orang yang ikut ambil bagian mengiringi perjalanan rohani tersebut.

  Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak yang dengan kesetiaan, kesabaran, dan penuh kasih mendukung penulis melalui doa, dorongan motovasi, dan sumbangan gagasan yang baik. Untuk itulah penulis dalam kesempatan ini dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Rm. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang telah menyediakan waktu dan tenaga, membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati memberi diri untuk menyampaikan gagasan- gagasan,kritikan, refleksi dan inspirasi hidup sehingga termotivasi untuk menyelesaikan skripsi dari awal hingga berakhirnya penulisan ini.

  2. Ibu Dra. Yulia Supriyati, M.Pd., selaku dosen wali dan penguji II yang terus memberi perhatian, menguatkan dan mendampingi penulis selama perkuliahan sampai selesainya penulisan ini.

  3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji III yang selalu memberikan sapaan yang hangat, memberi diri untuk selalu membantu memberikan gagasan-gagasan yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.

  4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik, mendampingi dan membagikan pengetahuan, pengalaman, pelayanan dan cinta kepada penulis selama menjalani masa studi hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

  5. Segenap Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan, dukungan, sapaan dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

  6. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku Pemimpin Umum Kongregasi SFD beserta dewannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk membekali diri menimba ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Para saudariku Komunitas Fonte Colombo, Komunitas Profinsialat Ganesha

  dan Komunitas San Damiano Pati (Sr Joani SFD, Sr Natalia SFD, Sr Bernarda SFD, Sr Ruth SFD, Sr Skolastika SFD, Sr Egidia SFD, Sr Isabella SFD, Sr Raynelda SFD, Sr Antonia SFD) serta semua suster yang pernah tinggal bersama penulis selama studi di Yogyakarta yang telah banyak memberikan dukungan, perhatian, doa, sarana dalam menempuh studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.  

     

   

     

   

   

     

     

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi tua adalah proses yang biasa, manusiawi, dan dialami semua orang. Ada orang yang susah, gelisah dan bingung menghadapi usia lanjut. Tetapi tidak kurang orang yang selalu gembira dan bahagia di hari tuanya

  (Nouwen dan Gaffney, 1989: 5). Masa usia lanjut pasti akan dialami oleh semua orang yang mencapai umur panjang. Bagi banyak orang masa usia lanjut kerapkali dihindari, disingkiri, dan dielak karena begitu rumitnya permasalahan mereka. Banyak masalah yang dihadapi pada masa usia lanjut terutama melemahnya kondisi fisik dan mental. Usia lanjut yang mengalami kondisi tubuh yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan berhenti atau pensiun dari pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Maka yang dirasakan mereka yaitu kesepian karena tidak sibuk lagi dengan aktivitas di tempat kerja dan perasaan hati yang pedih ditinggalkan orang dekat dan yang dicintai. Hal demikianlah membuat krisis bagi para usia lanjut dan itu juga dirasakan oleh para suster SFD usia lanjut. Kondisi fisik mereka mengalami perubahan secara drastis dan perubahan itu tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa orang tersebut menghayati usia lanjut secara rohani.

  Paul Suparno (2005: 38) menguraikan beberapa persoalan yang sering muncul dari para biarawan-biarawati yang menjadi tua, setelah pensiun dan dilepas dari pekerjaannya. Pertama, merasa kehilangan pegangan hidup. Secara

     

  nyata orang kehilangan kesuksesan karya atau pekerjaan yang dulu memberikan kebanggaan atau dapat dibanggakan. Pekerjaan yang lama dijadikan pegangan hidup, yang membuat biarawan-biarawati merasa telah melakukan perutusan dengan baik, sekarang ditinggalkan. Itulah yang menyebabkan kekosongan diri, murung dan merasa tidak lagi berguna bagi kongregasi. Kedua, mereka merasa tidak berarti lagi bagi kongregasi. Mereka dahulu menemukan arti hidupnya karena dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan karya aktif mereka. Pada waktu mereka tidak dapat aktif lagi, mereka merasa hidup tidak berarti. Perasaan ini muncul bila di komunitas mendengarkan teman-teman yang muda selalu berbicara mengenai sumbangan mereka kepada kongregasi, baik berupa keberhasilan karya maupun uang yang dimasukkan dalam kongregasi. Ketiga, mereka tidak menemukan makna hidup. Persoalan yang besar sebenarnya adalah bila orang tua tidak menemukan makna hidupnya karena ketuaannya. Bila hidup dianggap berarti hanya bila bekerja aktif, maka menjadi sulit untuk menemukan makna hidup yang dalam dari proses ketuaan.

  Demikianlah yang dialami para suster SFD usia lanjut merasa kehilangan ketika mereka mulai berhenti dari kegiatan yang wajib mereka kerjakan. Mereka sukar meninggalkan kesuksesan karya atau kebanggaan yang dulu telah dicapai. Kondisi fisik yang kurang memungkinkan untuk kembali bekerja secara optimal mengakibatkan mereka minder dan kecil hati karena tidak mampu berbuat sesuatu yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi kongregasi. Selain itu sedikit suster SFD usia lanjut kurang menerima masa tua dengan rendah hati sehingga ketika melihat keterbatasan yang dialami mengakibatkan mereka sulit melihat makna hidup di masa tuanya.

     

  Para suster SFD usia lanjut di Indonesia berjumlah 21 orang. Mereka termasuk para suster SFD yang sudah berkaul kekal di atas 30 tahun (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan, Hal. 90). Para suster usia lanjut terbagi di beberapa komunitas yang ada di tiga pulau yaitu Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Para suster SFD usia lanjut di Pulau Sumatra berjumlah lima orang, di Pulau Jawa delapan orang. Masing-masing pulau, para suster SFD usia lanjut sudah berkumpul menjadi satu. Sedangkan di Pulau Kalimantan para suster SFD usia lanjut masih menyebar di tiga komunitas. Jumlah para suster SFD usia lanjut di Kalimantan delapan orang. Sedangkan jumlah para suster SFD usia lanjut yang berada di komunitas San Damiano Pati sebanyak tujuh orang, sedangkan satu suster berada di komunitas karya dan masih aktif bekerja.

  Penulis dalam skripsi ini lebih mengutamakan para suster SFD Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dengan alasan bahwa dalam satu komunitas ada tujuh suster yang sudah usia lanjut. Mereka sudah pensiun dan dinonaktifkan dari pekerjaan yang tetap. Satu orang suster yang masih aktif mengajar enam diantaranya sudah pensiun dan dinonaktifkan dari pekerjaan yang tetap. Mereka berusia 60 tahun ke atas.

  Dua orang suster sebelumnya berkarya lama di Pulau Kalimantan, sehingga ketika terjadi perpindahan komunitas mereka mengalami perjuangan yang cukup berat dalam menyesuaikan tempat atau daerah yang mereka hidupi, kendati mereka adalah penduduk asli Jawa. Sedangkan lima orang suster SFD lainnya tidak menjadi persoalan dalam hal penyesuaian tempat, mereka sudah terbiasa dengan lingkungan atau komunitas yang mereka tempati, namun yang

     

  menjadi pergumulan mereka adalah menerima masa tua yang sedang dihadapi ini.

  Penghayatan spiritualitas jati diri usia indah Suster-suster Fransiskus Dina (usia indah, nama lain para suster SFD yang berusia lanjut) yaitu pertama, mampu menerima diri apa adanya: kedua, memiliki tugas kerasulan yang utama berdoa mendoakan kongregasi dan banyak orang yang membutuhkan: ketiga, para suster SFD usia lanjut menikmati masa usia indah dengan penuh kegembiraan dan yang terakhir keempat, bahwa para suster SFD usia lanjut diberikan kebebasan untuk memilih komunitas secara psikologis agar dia merasa tenang, aman jika bisa memilih komunitas (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan SFD, Hal. 92e).

  Orang yang mulai memasuki usia lanjut sulit menerima kenyataan usia mereka (Hester, 1997:1). Sedikit diantara para suster SFD usia lanjut mengalami pergulatan dan perjuangan serta jatuh bangun, lebih-lebih penyerahan diri kepada Tuhan sehingga mengalami ketegangan, kecemasan dan ketakutan. Terhadap karya-karya yang sudah dipercayakan kepadanya, sukar sekali untuk melepaskan atau menyerahkan kepada yang muda, dan ketika karya yang sudah ditangani dialihkan kepada yang muda mereka tersinggung dan sakit hati. Maka dari itu muncullah kata-kata tidak berguna lagi, bodoh, lemah, tidak kuat lagi, tidak bermanfaat dan tidak menghasilkan. Mereka mengalami kehilangan percaya diri, kekosongan, merasa pahit karena tidak ada dukungan dan pengakuan dari orang lain, sehingga sering terjadi kecenderungan para suster SFD usia lanjut bertingkah yang aneh-aneh. Misalnya: tidak mau dilayani oleh orang muda, merasa bisa, kuat sehat, merasa banyak pengalaman,

     

  mengagungkan pengalaman-pengalaman yang dahulu, merendahkan pengalaman sekarang yang tidak berarti apa-apa kecil dihadapannya. Merasa benar, keras kepala, dan sikap-sikap yang lain di bawah sadarnya, mereka mengalami krisis dalam seluruh hidupnya di masa tuanya.

  Masa usia lanjut tidak datang dengan tiba-tiba, melainkan secara berangsur-angsur, dan banyak orang tidak siap memasuki usia lanjut. Masa tua menjadi masa untuk lebih mempersiapkan diri dalam kehidupan yang akan datang. Masa tua dapat menjadi masa untuk lebih mempersiapkan pada kehidupan kelak. Mereka diharapkan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan demikian mereka melewati masa tersebut dengan tenteram, gembira, menyerahkan diri secara total, menerima diri apa adanya dan mampu bergantung kepada Allah. Salah satu cara untuk mempersiapkan diri adalah menyadari makna dan nilai-nilai yang mendalam. Mereka harus sampai pada penyadaran bahwa hidup itu merupakan anugerah Tuhan yang berharga, tetapi terbatas.

  Kongregasi SFD memiliki perhatian terlebih khusus kepada para suster yang berusia lanjut dan yang mengalami sakit. Kondisi para suster yang tidak sanggup lagi untuk bekerja diterima sebagai tugas hidup. Di situ terbuka suatu kemungkinan baru untuk menyatakan, bahwa hidup itu adalah lebih daripada bekerja. Berdoa dan menaruh perhatian untuk semua yang terjadi di sekitar, dapat membantu untuk tetap terarah kepada orang lain (Konstitusi SFD, No. 50).

  Kongregasi SFD tetap memberi peluang bagi para suster usia lanjut untuk menjalani hidup panggilan Tuhan dalam diri mereka. Mereka tetap dilibatkan dalam kegiatan kongregasi untuk generasi muda dalam melahirkan kehidupan baru, memberikan pengharapan yang cerah, mengarahkan pandangan ke masa

     

  depan, sehingga memberikan kesaksian akan kasih dan kerahiman Allah kepada sesama dalam usia yang senja.

  Penulis mengambil judul skripsi yaitu USAHA MENGHAYATI USIA

  

LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS

DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.

  Data-data diperoleh dari studi pustaka, sehingga diperoleh gambaran tentang kenyataan usia lanjut SFD. Semoga para suster SFD usia lanjut semakin mampu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina.

B. Rumusan Masalah

  Dengan melihat latar belakang di atas sehubungan dengan menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati maka permasalahan yang akan dirumuskan:

  1. Bagaimana gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina San Damiano Pati?

  2. Unsur-unsur pokok mana yang perlu diperhatikan dalam kematangan rohani bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut?

  3. Bagaimana katekese model biblis dapat membantu para Suster Fransiskus Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya? C.

   Tujuan Penulisan

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini sebagai berikut:

  1. Memaparkan gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina San Damiano Pati.

     

  2. Menemukan unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam pendampingan bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya.

  3. Menemukan model katekese yang dapat membantu para Suster Fransiskus Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya.

  D. Manfaat Penulisan

  Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

  1. Memperkaya pemahaman penulis tentang kematangan rohani di masa usia lanjut bagi para Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati.

  2. Memberikan sumbangan pemikiran serta gagasan bagi para pembaca, para Suster Fransiskus Dina dan secara khusus para Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati yang sudah usia lanjut, sejauh mana kematangan rohani yang ada dalam diri orang tersebut.

  3. Membangun kesadaran bagi pembaca, para Suster Fransiskus Dina khususnya Suster Fransiskus Dina yang sudah usia lanjut untuk menampilkan penghayatan kematangan rohani.

  E. Metode Penulisan

  Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi yang sangat membantu penulis dalam memahami kematangan rohani bagi para Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati dan mengangkatnya sebagai sumbangan bagi

     

  Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina khususnya bagi para suster usia lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggarap dan mendalami skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

  Bab I, penulis mengawalinya dengan pendahuluan yang menguraikan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang penulis temukan dalam kehidupan pada umumnya dan religius pada khususnya, terutama dalam Kongregasi Suster Fransiskus Dina. Permasalahan-permasalahan ini ditemukan oleh penulis melalui pengamatan dan hidup bersama di beberapa komunitas khususnya di Komunitas San Damiano Pati. Permasalahan-permasalahan ini yang menimbulkan keprihatinan kongregasi dan penulis. Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat memberi sumbangan pemikiran bagi Kongregasi SFD sehingga dapat membantu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Selain itu dalam Bab I penulis menguraikan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika.

  Bab II menguraikan pemikiran-pemikiran tentang gambaran hidup rohani para usia lanjut terbagi menjadi enam bagian yang dimulai dengan pengertian usia lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi, kekayaan hidup usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru, harapan Gereja terhadap usia lanjut, dan kematangan rohani menurut konstitusi SFD.

     

  Bab III memberikan gambaran tentang jalan menuju ke kematangan rohani yang akan ditegaskan dalam empat bagian yaitu pertama, usia lanjut sebuah proses; kedua, pergulatan usia lanjut; ketiga, peluang khas usia lanjut; dan yang keempat, bantuan usia lanjut.

  Bab IV memaparkan katekese model biblis sebagai bentuk usaha pendampingan hidup rohani para suster SFD usia lanjut, terbagi menjadi empat bagian besar. Pertama; katekese menguraikan pengertian katekese, isi katekese, tujuan katekese, unsur-unsur dalam katekese dan model katekese. Kedua; pemilihan model katekese menguraikan tentang alasan pemilihan model katekese biblis, katekese model biblis dan langkah-langkah dalam proses katekese model biblis. Ketiga; pendampingan hidup rohani para suster usia lanjut dengan katekese model biblis menguraikan tentang kekhasan pendampingan dalam masa usia lanjut dan Program pendampingan katekese dengan model biblis. Keempat; contoh pertemuan katekese model biblis dalam pendampingan para suster usia lanjut. Contoh pertama Abraham dan Sarai menunjukkan sikap kesetiaan yang kreatif dalam melaksanakan perintah Bapa dan contoh kedua semangat doa yang mendalam dari tokoh Zakaria dan Elisabet.

  Akhir dari skripsi ini terdapat dalam bab V, yaitu penutup terdiri dari kesimpulan dan saran, yang memuat tentang hal-hal penting dalam menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Semoga para Suster Fransiskus Dina semakin menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina.

   

   BAB II GAMBARAN HIDUP ROHANI PARA USIA LANJUT Gereja bertanggung jawab memperhatikan para usia lanjut, ini

  menyangkut nilai kemanusiaan. Gereja sungguh mengupayakan secara terus- menerus dalam memperhatikan para orang tua yang sudah usia lanjut untuk ikut terlibat dalam memperkembangkan Gereja saat ini, dengan kemampuan yang mereka miliki dan tetap menghargai keterbatasan yang ada dalam diri mereka (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 10).

  Para usia lanjut memiliki situasi yang khas. Bab II akan memaparkan lebih rinci gambaran hidup rohani para usia lanjut yang meliputi: pengertian usia lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi, kekayaan hidup usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru, harapan Gereja terhadap usia lanjut, dan kematangan hidup rohani dilihat dari Konstitusi SFD.

A. Pengertian Usia Lanjut

  Menurut Bock (2007: 2) istilah yang berhubungan dengan usia lanjut beraneka ragam. Kata tua artinya sudah lama hidup, sudah masak dipetik (buah), tinggi mutunya (emas), berharga dan terpelihara (gedung), teruji dan terpilih (pohon jati atau kayu besi). Namun ada makna lain dari kata tua yaitu berkaitan dengan umur serta kerapuhannya, misalnya: makanan yang telah disimpan terlalu lama akan menjadi busuk, mesin terlalu lama digunakan akan semakin aus dan tubuh manusia semakin tua akan semakin berkurang ketahanannya dan menurun kesehatannya.

   

  Bahasa Sansekerta mengartikan kata tua yaitu memberi makan, menyediakan makanan yang bergizi, sehingga kata tua menunjuk pada keadaan yang terpelihara baik-baik, sangat sehat, dewasa dan matang atau panenan yang sudah tua tinggal dituai. Ada dua kecenderungan yang dialami oleh para usia lanjut yaitu memiliki banyak keluhan dan penyusutan, namun ada pula yang ditandai dengan kebaikan, kegembiraan, harapan dan kejutan (Bock, 2007: 3).

  Selain kata tua menurut pandangan Bock, ada beberapa istilah yang digunakan untuk golongan usia lanjut, tetapi belum dibakukan artinya, misalnya: manula (manusia usia lanjut), lansia (usia lanjut), usila (usia lanjut) dan glamur (golongan lanjut umur). Para ahli kurang menggunakan kata manusia tua atau masa tua, karena memiliki makna yang negatif, kurang memadai dan hanya melihat dari segi manusianya saja. Beberapa istilah tersebut yang lebih terkenal dengan menggunakan kata lansia (lanjut usia), karena para orang tua berada dalam tahap umur tua dan lebih cocok ditujukan kepada mereka (Maramis dan Piet Go, 1993: 3).

  Menurut paramasastra Indonesia bahwa yang benar adalah manula (manusia usia lanjut), karena usia adalah kata benda dan lanjut adalah kata sifat, maka harus disebut terlebih dahulu kata benda baru kemudian kata sifat (Sudiro, 1984: 6). Dalam hal ini penulis memilih kata usia lanjut dengan alasan menyesuaikan dengan penyusunan kata Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  Tulisan Sudiro mengajak semua untuk membiasakan menggunakan kata manusia usia lanjut atau lebih singkatnya usia lanjut (Yayasan Idayu ed., 1984: 6).

  Secara umum istilah usia lanjut berarti berkeadaan uzur, sakit-sakitan dan kurang tidur, inilah tanda-tanda kemerosotan sisi kehidupan. Pengertian yang

   

  demikian dipandang memiliki makna yang negatif. Yesus peduli akan kehidupan para usia lanjut dengan memberi kata peneguhan kepada mereka yang berbunyi “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (bdk. Mat. 6: 27). Manusia lahiriah diperbaharui dari hari ke hari, selama ada harapan, cita-cita, aktivitas kehidupan dan semangat maka akan mengalami pembaharuan (Morgan, 2004: 3).

  Usia lanjut memiliki pengertian lebih mendalam yaitu sebagai musim gugur kehidupan, maksudnya ialah orang-orang usia lanjut diibaratkan seperti musim-musim dan tahap-tahap alam yang silih berganti. Adanya perubahan- perubahan alam yang terjadi sepanjang tahun, adanya pegunungan dan dataran, padang rumput, lembah-lembah, hutan, pohon-pohon serta tanam-tanaman, semuanya itu ada kemiripan dengan irama kehidupan manusiawi dan perputaran alam yang ada di sekitar (Yohanes Paulus II, 1999: 13).

  Keadaan fisik dan rohani usia lanjut perlu dibutuhkan perhatian dan dukungan. Kehadiran para usia lanjut merupakan anugerah Allah yang luar biasa diperuntukkan kepada mereka serta kekayaan yang berharga yang dapat dibagikan kepada kaum muda.

B. Gejala-Gejala Penuaan dan Tantangan untuk Menyikapi

  Hidup dalam usia lanjut memiliki gejala yang lebih menonjol yaitu hidup dalam dunia masa lalu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau muncul kembali dalam ingatan, baik itu peristiwa yang membanggakan maupun peristiwa yang pahit mereka alami. Muncullah rasa penyesalan diri di hari tua

   

  atau membahagiakan dalam masa kini. Tanda-tanda orang mengalami usia lanjut yaitu adanya kemunduran fisik maupun mental secara perlahan dan bertahap.

  Dari segi fisik adanya organ-organ tubuh yang mulai melemah dan mengendor, sehingga menghambat cara kerja mereka. Sedangkan dari segi mental berkurangnya perhatian dan penampilan diri, berkurangnya ketajaman indera netra dan rungu, kecerdasan dan daya tangkap berkurang, membuat mereka merasa rendah diri dan minder berhadapan dengan kaum muda (Bock, 2007: 3).

  Melihat ke dalam diri usia lanjut bahwa yang paling penting adalah bagaimana memaknai dan menilai usia tua itu sendiri. Banyak orang berpandangan negatif bahwa hari tua merupakan masa ketergantungan dengan orang lain atau berkurangnya mutu hidup, hal demikian tidak membangun seseorang untuk berkembang melainkan semakin membuat orang jatuh dalam ketidakberdayaan, maka usaha yang dilakukan untuk menyingkirkan gambaran negatif tersebut dengan mendorong orang supaya menerima masa tua secara positif kendati terasa berat untuk dihadapi dari kenyataan yang dialami oleh mereka. Para usia lanjut di masa tua dapat mengisi, menikmati, dan memaknai usia lanjut dengan penuh syukur (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 16).

  Kalangan usia lanjut bukan hanya satu jenis saja melainkan beranekaragam. Proses yang terjadi menghadapi masa tua juga berbeda-beda.

  Diantara para usia lanjut ada yang menyadari bahwa masa hidupnya merupakan kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang serta bertekad bakti.

  Pada jaman sekarang orang memandang usia tua sebagai pengalaman yang traumatis, sikap kepasrahan yang pasif, pemberontakan, itulah yang menutup

   

  mereka dari orang luar, merasa tersingkir, sehingga mempercepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 17).

  Masa tua merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada orang yang mengalami usia tua. Mereka mampu melalui perjalanan panjang dalam kehidupan ini berkat penyelenggaraan kasih Allah, diterangi iman dan diperkuat akan pengharapan yang tidak sia-sia, (bdk. Yoh 14: 2). Para usia lanjut menyambut hari tua sebagai tahap perjalanan yang digunakan Kristus untuk menuntun ke rumah Bapa (bdk. Yoh. 14: 2), sehingga masa tua dijalankan dengan cara yang benar-benar Kristiani baik itu sebagai suatu anugerah maupun sebagai tugas (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 18).

  Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, mengajak umat Katolik untuk memperhatikan sungguh para usia lanjut, sehingga tidak mengalami keterasingan, kepasrahan yang pasif, putus asa, dan merasa tidak berguna di antara para generasi muda. Menyambut masa tua generasi muda dipersiapkan menjadi usia lanjut yang memiliki martabat bertanggung jawab dalam kehidupan lebih manusiawi, sosial dan rohani, sehingga nantinya masa tua menjadi masa yang penuh dan bermartabat. Yohanes Paulus II dalam amanat Sidang Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang usia tua, menegaskan kembali hal terpenting yang perlu diperhatikan yaitu:

  “Hidup adalah anugerah Allah kepada manusia yang diciptakan karena kasih menurut rupa dan gambar Allah. Karena memahami martabat secara suci pribadi manusia, orang akan menghargai setiap tahap dalam hidup. Ini adalah persoalan konsistensi dan keadilan. Tidak mungkinlah sungguh-sungguh menghargai hidup seorang usia lanjut, jika hidup seorang anak tidak dihargai sejak saat ia dikandung. Tidak seorang pun

   

  sesuatu yang suci dan tidak dapat dicabut.“ (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 19).

  Allah menciptakan manusia secara istimewa dari pada makhluk-makhluk lainnya, perlulah untuk menghormati kehidupan dalam semua tahapnya.

  Kehadiran mereka memberikan tanda yang berharga bagi kehidupan sekarang dan merupakan kekayaan Gereja dalam dunia modern sebagai anugerah, potensi manusiawi dan rohani. Jika tanda tersebut sudah dipahami sepenuhnya maka orang-orang jaman ini akan menemukan kembali makna utama hidup ini (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007: 20).

  Kendatipun para suster SFD usia lanjut mengalami keadaan fisik dan mental yang mulai melemah, namun tetap bersyukur atas kehidupan yang begitu besar dianugerahkan oleh Allah kepada mereka. Para suster usia lanjut senantiasa memiliki pandangan yang membangun dalam kehidupan rohani sehingga menjauhkan pengharapan yang sia-sia. Pentinglah para suster SFD dalam masa tua menghormati kehidupan yang Allah ciptakan secara istimewa dan mampu menemukan, mendalami serta membagikan kembali makna utama kehidupan ini kepada orang-orang jaman sekarang.

C. Kekayaan Hidup Usia lanjut

  Dikatakan oleh Dewan Kepausan untuk Kaum Awam (2002: 20) bahwa banyak kekayaan yang dapat ditemukan dari para usia lanjut seiring perjalanan hidup mereka sebagai bagian hidup bermasyarakat dan berbudaya di tengah situasi jaman yang maju. Sumbangan tersebut harus terus-menerus dipelihara

    1.

   Sikap tanpa pamrih

  Kecenderungan masyarakat dewasa ini terlalu sibuk dengan kepentingannya sendiri dan lupa dengan kepentingan bersama. Orang bersikap acuh tak acuh, mementingkan miliknya sendiri, mengejar materi, dan hidup ingin enaknya saja, bebas, serba instant, cepat, praktis dan kurang berpikir panjang, sehingga menimbulkan sikap yang kurang mendukung dalam hidup bermasyarakat. Kecenderungan itu berbeda dengan orang yang sudah melalui masa yang panjang yaitu para usia lanjut. Mereka memiliki sikap tanpa pamrih, semua tindakannya tidak dihitung dengan uang, upah, imbalan dan balasan melainkan dengan pemberian yang tulus ikhlas dan total tanpa memperhitungkan banyaknya tenaga yang keluar, dan materi yang harus dikorbankan. Cara kerja orang usia lanjut penuh pertimbangan, memiliki pemikiran panjang, tidak asal jadi dan tidak dikejar-kejar oleh waktu namun pelan-pelan tetapi pasti dan mantap. Mereka lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan dengan kepentingan pribadi, sehingga kegiatan-kegiatan yang melibatkan hidup bersama sungguh diperhatikan (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 21).

  Demikian halnya yang dapat ditemukan dalam kehidupan para suster SFD usia lanjut sikap tanpa pamrih juga dihidupi oleh mereka. Para suster usia lanjut memberikan diri dalam persudaraan SFD dengan tidak banyak menuntut namun menjalankan kehidupan seturut kemampuan yang dimiliki mereka. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari dengan tulus ikhlas dan penuh kepasrahan. Walaupun kesannya kegiatan mereka kecil, ringan namun mereka melakukannya dengan tekun dan setia.

    2.

   Ingatan

  Orang-orang usia lanjut sungguh memperhatikan masa lalu agar tidak terjadi pengulangan kesalahan-kesalahan pada masa yang lalu dan tidak kehilangan kesadaran bersejarah, sehingga mereka betul-betul menemukan jati diri hidup yang membuat yakin akan makna kehidupan ini. Oleh karena itu para usia lanjut sungguh menghargai arti penting sejarah, sebab mereka dihidupi oleh sejarah yang sudah mereka lalui (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007: 21).

  Kehadiran para suster SFD usia lanjut sangat menentukan kehidupan masa sekarang, karena kehidupan sekarang terkait dengan masa lalu sedangkan yang menghidupi masa lalu adalah para suster usia lanjut. Perhatian mereka terhadap generasi muda sangatlah besar, agar para suster SFD generasi muda selalu mencintai sejarah serta menghidupi sejarah, sehingga mampu menghidupi jati diri yang sesungguhnya dalam persaudaraan Kongregasi Suster Fransiskus Dina.

3. Pengalaman

  Kemajuan teknologi jaman sekarang begitu canggih membuat kebanyakan orang kurang mengindahkan nilai pengalaman hidup yang telah dilalui sepanjang perjalanan hidup usia mereka. Pengalaman masa lalu menjadi pelajaran pada masa sekarang dan menjadi cikal bakal perkembangan hidup

   

  masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Orang muda kurang menyadarinya dan menganggap masa lalu adalah kuno dan ketinggalan jaman, sehingga menutup diri akan adanya usia lanjut serta budayanya. Kebahagian dari para usia lanjut ketika mereka membagikan pengalaman hidupnya kepada orang- orang muda, supaya terpelihara sebagai sesuatu yang bernilai dan berharga. Selain itu pengalaman dibagikan untuk menjadi bekal dalam menghadapi perkembangan hidup di dunia yang semakin hari semakin maju, dengan harapan generasi muda mampu meneruskan dan melanjutkan seluruh perjalanan perkembangan kehidupan ini. Kehadiran para usia lanjut sungguh penting dan dibutuhkan dalam jaman sekarang karena para usia lanjut memiliki banyak hal yang dapat dikatakan kepada generasi muda. Pengalaman yang sudah dilalui menjadikan mereka penasehat, pembicara dan sumber peneguhan bagi generasi muda yang sedang berjuang memperkembangkan kehidupan di dunia ini. Maka dari itulah pengalaman adalah guru dalam kehidupan ini (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 22).

  Banyak dari suster SFD usia lanjut yang senang berbagi pengalaman hidupnya kepada para suster yang muda, terlebih pengalaman hidup panggilannya sebagai seorang suster SFD. Mereka tidak jarang juga menjadi sumber peneguhan yang menguatkan ketika sharing pendalaman konstitusi, Kitab Suci dan lain-lain. Selain itu para suster yang pensiun dari mengajar dan masih aktif membimbing retret untuk para suster dalam pembinaan dini (postulan, novis dan junior).

    4.

   Ketergantungan satu sama lain Orang-orang usia lanjut hidupnya sungguh bergantung pada orang lain.

  Mereka berusaha mencari kawan untuk mendengarkan apa yang mereka alami dan rasakan. Disitulah letak kerendahan hati yang dimiliki oleh para usia lanjut.

  Mereka menyadari kelemahan yang dialami dalam masa tuanya (Dewan Kepausan untuk para Kaum Awam, 2002: 19).

  Sikap kerendahan hati bergantung pada orang lain yang menjadikan kebutuhan para suster SFD usia lanjut di masa tua. Masa tua yang dijalani dengan keterbatasan keadaan fisik membuat para suster usia lanjut membutuhkan orang muda untuk melayani di masa tua. Yang diminta dari para suster usia lanjut yaitu pasrah, dan menerima kenyataan hidup dengan sabar dan hati yang tulus.

5. Visi hidup yang lebih lengkap

  Hidup jaman sekarang dikuasai oleh sikap buru-buru, cepat-cepat, resah dan gelisah. Orang jaman sekarang kurang memiliki visi hidup yang lengkap, berbeda dengan orang jaman dahulu. Orang jaman dahulu memiliki visi hidup yang lengkap. Mereka tidak melupakan arti, makna, tujuan panggilan, martabat dan tujuan akhir dalam perjalanan hidupnya. Di samping itu usia lanjut juga merupakan usia yang mencintai hidup sederhana dan daya kontempalasi yang tinggi. Usia lanjut merupakan usia yang memiliki nilai-nilai afektif, moral, religius menjadikan sumber daya yang sangat diperlukan demi memupukkembangkan keselarasan masyarakat, keharmonisan keluarga, dan keserasian individu. Nilai-nilai inilah yang mencakup kesadaran dalam

   

  bertanggung jawab, memiliki iman akan Allah, persahabatan, sikap tidak memihak pada kekuasaan, pertimbangan, kebijaksanaan, kesabaran, dan keyakinan batin yang mendalam akan perlunya menghormati alam ciptaan dan memupuk kedamaian. Visi inilah yang dipegang oleh para usia lanjut untuk tetap diusahakan dan diperkembangkan demi menjaga keutuhan, kematangan, sehingga tidak muncul kembali penyesalan yang berkepanjangan (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 22).

  Nilai-nilai afektif, moral, religius menjadi bagian dari hidup para suster SFD usia lanjut. Penting juga kiranya tetap memiliki sikap hidup sederhana dan daya kontemplasi yang tinggi sebagai perwujudan dalam tugas perutusan yang telah tercantum dalam konstitusi bahwa para suster usia lanjut lebih banyak berdoa bagi anggota persaudaraan SFD.

D. Undangan Menghayati Panggilan Iman Secara Baru

  Gereja sangat peduli dengan para usia lanjut. Hal itu terungkap dalam pernyataan Yohanes Paulus II (1999: 8) dalam suratnya kepada umat usia lanjut, yang bunyinya:

  “Saya hanya ingin menyatakan betapa saya dekat secara rohani dengan kalian sebagai orang yang telah semakin dalam memahami tahap hidup ini bersama dengan berlalunya tahun-tahun hidupnya dan oleh karenanya merasa perlu membangun hubungan yang lebih erat dengan orang-orang lain yang seusia. Sebab dengan demikian, kita dapat merenungkan bersama hal-hal yang sama yang kita alami. Saya meletakkan hal itu semua di hadapan pandangan Allah yang meliputi kita dengan cinta kasih-Nya dan yang menolong serta menuntun kita dengan penyelenggaraan Ilahi-Nya”. Dalam menghayati iman yang baru, orang harus mencari dasarnya terlebih dahulu. Di bawah ini adalah pokok-pokok penting yang dikedepankan

   

  oleh Yohanes Paulus II bagaimana orang dapat menghayati iman yang baru dan apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengarah kepada hal itu.

  1. Gambaran orang tua menurut Kitab Suci

  Kitab Suci Perjanjian Lama menceritakan beberapa tokoh yang sudah usia lanjut terpilih untuk melaksanakan perintah Allah, misalnya: Abraham dengan rendah hati melakukan apa yang disampaikan dengan kekuatan yang dijanjikan Allah kepadanya. Adapun janji Allah kepada Abraham bahwa: “Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau, serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (bdk. Kej. 12: 2-3). Seperti Sarai isteri Abraham yang setia mendampingi perjalanan hidup Abraham. Sarai dalam masa tuanya penuh pengharapan menyaksikan bahwa tubuhnya semakin tua, tetapi dalam batas-batas usia lanjut tetap mengalami anugerah Tuhan yang luar biasa dengan memperbaiki kekurangan manusia (Yohanes Paulus II, 1999: 14).

  Inilah yang patut dicontoh sebagaimana dalam akhir-akhir masa tuanya Abraham rela melepaskan apa yang telah diperjuangkan selama ini misalnya: tempat tinggal, orang-orang yang ada di sekitarnya, maupun kehidupannya.

  Kesetiaan Abraham kepada Allah ditunjukkannya melalui ketaatannya melaksanakan perintah Bapa untuk pergi dari tempat tinggal asalnya ke tempat yang ditunjukkan Bapa kepadanya. Tidak diragukan lagi kesetiaannya sehingga dalam masa tuapun Abraham tetap mendengarkan Tuhan yang selalu ia hormati

   

  dan disembah. Seperti Sarai isterinya yang hingga dalam usia tuanya tetap setia kepada Abraham menemani seluruh perjalanan suaminya, hingga Abraham dan Sarai dianugerahkan anak dalam masa tuanya. Itulah tanda kemurahan hati Allah kepada Abraham dan Sarai.

  Tokoh Musa yang diutus untuk membawa bangsa pilihan Allah untuk keluar dari Tanah Mesir dari perbudakan Bangsa Mesir. Allah mempercayakan kepadanya perutusan memimpin umat yang terpilih keluar dari Mesir. Musa melaksanakan tindakan-tindakan Allah yang agung demi umat Israel. Tokoh berikutnya yaitu Tobit yang berani memutuskan untuk setia mematuhi hukum Allah, yakni membantu rakyat yang miskin dan sabar menanggung kebutaan, sampai malaikat Allah campur tangan untuk meluruskan situasi (bdk. Tob. 3: 16- 17). Dalam 2 Makabe 6: 18-31, dikisahkan Eleazar yang mati menjadi martir untuk memberi kesaksian akan jiwa besar dan keteguhan yang luar biasa (Yohanes Paulus II, 1999: 15).

  Usia tua tidak menutup kemungkinan untuk tetap berguna bagi orang banyak seperti yang dialami oleh Musa dalam menuntun Bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Menuntut tanggung jawab yang besar, namun Musa percaya bahwa Allah ikut campur tangan dalam segala gerak dan langkah yang dijalani oleh Musa sehingga dia kuat dalam tugas dan perutusannya. Demikian juga tokoh Tobit yang dalam perutusan dimampukan untuk memiliki rahmat kesabaran dan peduli pada orang-orang yang lemah, miskin dan tak berdaya. Tokoh dari Kitab Perjanjian Lama yaitu Eleazar yang dengan semangat pengorbanannya ia sanggup merelakan nyawanya demi banyak orang dengan

   

  menjadi martir. Itulah konsekuensi dari ketaatan kepada Allah demi kecintaan mereka kepada Allah.

  Tokoh-tokoh Perjanjian Baru juga menggambarkan pribadi usia lanjut, seperti Elisabet dan Zakaria yang sudah menikah menjadi orang tua Yohanes Pembaptis. Kendati usia lanjut, kerahiman Tuhan menyentuh hati mereka. Kelahiran Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Elisabet dan Zakaria tidak mudah menerima peristiwa tersebut melainkan mereka berkata: ”Aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut umurnya” (bdk. Luk. 1: 18), namun ketika Elisabet mengunjungi Maria saudarinya maka dipenuhi dengan Roh Kudus serta berseru: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (bdk. Luk. 1: 42). Ketika Yohanes Pembaptis lahir, Zakaria melambungkan pujian “Benedictus”, maka disaksikanlah pasangan yang istimewa, yang dipenuhi dengan semangat doa yang mendalam (Yohanes Paulus

  II, 1999: 15).

  Pribadi Zakaria dan Elisabet yang pada mulanya tidak yakin akan tindakan Tuhan, namun karena ketekunannya didalam doa kepada Tuhan maka ia dianugerahkan begitu istimewa dari kehadiran Yohanes Pembaptis dalam keluarga mereka sebagai orang yang mempersiapkan kehadiran Tuhan di tengah dunia.

  Pada waktu Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus ke dalam Bait Allah, dijumpailah tokoh yang berusia tua bernama Simeon. Simeon dalam bayi Yesus menjumpai Almasih yang hadir ke dunia dan menyerukan pujian “Nunc

  

dimittis” , sekarang Tuhan, biarlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera

  (bdk. Luk. 2: 29). Tokoh berikutnya adalah Hana, janda berumur delapan puluh

   

  empat tahun berkali-kali mengunjungi Bait Allah dan bergembira memandang Yesus. Penginjil mengatakan ia mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Demikian pula Nikodemus seorang anggota Sanhedrin yang tersanjung tinggi sudah usia lanjut. Perjumpaan Nikodemus dengan Yesus secara sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari. Nikodemus bertemu dengan Yesus, Sang Guru Ilahi menyingkapkan bahwa Ia Putera Allah, yang datang untuk menyelamatkan dunia (bdk. Yoh. 3: 1-21). Kesempatan yang kedua Nikodemus hadir pada pemakaman Yesus, disebutkan dalam Injil Yohanes 19: 38-40, “Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya ”. Walaupun dengan rasa takut namun ia menunjukkan diri sebagai murid Tuhan yang disalibkan (Yohanes Paulus II, 1999: 15-16).

  Di usia tua Simeon penjaga Bait Allah masih menantikan Almasih yang hadir ke dunia dan penantiannya tidak sia-sia nyata dialaminya ketika Yesus hadir di dunia menyelamatkan manusia. Lain halnya dengan Nikodemus walaupun tidak dengan terang-terangan ia tetap menjadi murid Tuhan sampai pada Yesus disalibkan.

  Berikutnya belajar dari Petrus yang dipanggil pada waktu usia lanjut untuk memberi kesaksian akan imannya melalui kemartiran. Sebagaimana dikatakan dalam Injil Yohanes 21: 18, “Ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu pada orang

   

Dokumen yang terkait

Relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam tugas pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada masa kini bagi kaum difabel.

1 16 164

Kajian terhadap makna hidup doa dalam karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD).

0 2 161

Kajian terhadap makna hidup doa dalam karya pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD)

0 10 159

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Peningkatan penghayatan spiritualitas Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus bagi Suster Yunior Abdi Kristus melalui katekese dengan pendekatan transformasi - USD Repository

0 0 187

Pendampingan iman keluarga kawin campur beda agama dalam menghayati hidup perkawinan kristiani di Paroki Santo Paulus, Palu, Sulawesi Tengah, melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 144

Usaha meningkatkan spiritualitas kerasulan awam bagi prodiakon paroki di wilayah Santo Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta, melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 1 121

Penghayatan spiritualitas hati para Suster Putri Bunda Hati Kudus berdasarkan pengalaman akan Allah di daerah Jawa - USD Repository

0 0 212

Pembinaan hidup religius para suster yunior kongregasi suster-suster Fransiskanes Sibolga dalam proses pematangan pribadi berdasarkan nilai-nilai spiritualitas Santo Fransiskus Asisi - USD Repository

0 5 142

Penghayatan spiritualitas pelayanan Santo Fransiskus Assisi untuk kesaksian hidup injili masa sekarang, para suster Kongregasi Suster Fransiskan Santa Lusia (KSFL) Pematangsiantar - USD Repository

0 1 140