Pengaruh Service Quality Customer Satisf

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty (Studi pada Pelanggan Telepon Bergerak di Kota Malang)

Taufiq Abdurrahman Nanang Suryadi, SE, MM

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang

Abstract: For last few decades we have witnessing the rise of mobile telecommunication industries in Indonesia. High tension level of competition has forced service providers to formulate way both to gain profit and to make their customer stay loyal. Each provider competing through their quality and their price since the Indonesian market were sensitive to price. Many promotional advertising were made in order to attract new customers and make existing customers remain loyal. Theoretically satisfactions were proved affecting customer loyalty. This research was made to identify whether Service Quality, Customer Satisfac- tion and Switching Cost could affect the Customer Loyalty.

Keywords: Telecommunication industries, Service Quality, Satisfaction, Switching Cost, Loyalty

Perkembangan teknologi mobile telecommunication telepon yang tidak lagi berkabel, lebih praktis dan tengah tumbuh dengan pesatnya dalam satu dasa- mobile , serta dapat digunakan kapan saja dan di mana warsa terakhir ini. Dahulu, untuk keperluan telekomu- saja. Perkembangan Industri Telekomunikasi berge- nikasi, orang saling berkirim surat dan telegram. rak di Indonesia dapat kita simak sebagaimana berikut. Kemudian, karena kebutuhan akan kecepatan pe-

1984–Pada tahun ini telepon seluler masuk ke nyampaian pesan, terciptalah telepon. Pada mulanya Indonesia untuk kali pertama dengan teknologi kita mengenal telepon kabel, kemudian seiring per- berbasis Nordic Mobile Telephone (NMT). kembangan teknologi, terciptalah perangkat telepon

1985–1992–Pada masa ini telepon seluler yang tidak lagi berkabel, lebih praktis dan mobile, serta (ponsel) yang beredar di Indonesia berbobot sekitar dapat digunakan kapan saja dan di mana saja. Perkem- 430 gram atau hampir setengah kilogram. Bentuknya bangan Industri Telekomunikasi bergerak di Indone- lumayan besar sehingga sangat tidak fleksibel seperti sia dapat kita simak sebagaimana berikut ini.

ponsel yang sekarang kita jumpai. Ponsel pada era Perkembangan teknologi mobile telecommuni- ini berharga di atas 10 juta rupiah per unit. Teknologi cation tengah tumbuh dengan pesatnya dalam satu yang digunakan adalah NMT 470 yang merupakan dasawarsa terakhir. Dahulu, untuk keperluan teleko- pengembangan dari NMT 450 yang dioperasikan oleh munikasi, orang saling berkirim surat dan telegram. PT Rajasa Hazanah Perkasa. Sedangkan sistem Kemudian, karena kebutuhan akan kecepatan pe- Advance Mobile System (AMPS) ditangani oleh 4 nyampaian pesan, terciptalah telepon. Pada mulanya operator yaitu PT Elektrindo Nusantara, PT kita mengenal telepon kabel, kemudian seiring Centralindo, PT Panca Sakti dan Telekomindo. perkembangan teknologi, terciptalah perangkat

1993–PT Telkom memulai proyek percontohan seluler digital Global System for Mobile (GSM) di pulau Batam dan pulau Bintan.

Alamat Korespondensi:

1994–PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi, Universitas

Brawijaya Malang Jl. MT Haryono Malang mulai beroperasi dan merupakan GSM pertama di

188 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang 188

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

Indonesia yang menggunakan SIM Card dengan pertukaran data dengan kapasitas yang besar dan jangkauan luas.

berkecepatan tinggi hingga pada ukuran kilobyte. 1995–Perusahaan Telkomsel berdiri pada 26 Mei Berbagai pertukaran data multimedia baik audio, 1995 sebagai GSM nasional di Indonesia bersama video, email dan sebagainya dapat dengan mudah dengan Satelindo.

dilakukan. Hal ini juga didukung dengan munculnya 1996–Telkomsel mengeluarkan produk kartu ponsel yang memiliki kemampuan multimedia yang HALO. Dan pada tahun yang sama PT Excelcomindo canggih dengan harga yang terjangkau untuk masya- Pratama (Exelcom) beroprasi sebagai operator rakat luas. Untuk meningkatkan kemampuannya nasional Indonesia. Pada tahun ini harga ponsel turun dalam memberikan layanan yang lebih, banyak sekali menjadi lebih murah pada kisaran Rp1 juta per unit. operator seluler di Indonesia yang mulai berbenah diri.

1997–Telkomsel mengeluarkan kartu prabayar Salah satunya adalah Telkomsel yang meluncurkan simPATI yang kemudian disusul dengan Exelcom satelit Telkom II pada 24 Februari 2006. dengan meluncurkan Pro-XL.

2007–Setelah 3G berhasil meningkatkan kemam- 1999–Pada tahun ini terjadi krisis moneter, akan puan ponsel kemudian munculah teknologi baru, yaitu tetapi tidak mengganggu pada perkembangan jumlah HSDPA atau yang juga dikenal dengan 3,5G. Tekno- pengguna produk telepon seluler yang mencapai 2,5 logi ini meningkatkan kualitas pertukaran data melalu juta pelanggan.

telepon seluler terutama pada penggunaan browsing 2000–SMS (Short Message Service) mulai di internet. (ilmusejarah.com) 1. digemari oleh pengguna ponsel karena biayanya yang

Ditinjau dari ukuran market share industri teleko- murah. Seperti yang kita ketahui bahwa telepon dan munikasi di Indonesia, terdapat data menarik yang SMS merupakan fungsi dasar dari ponsel dan layanan diungkapkan oleh Kuncoro Wastuwibowo dalam

inilah yang paling banyak digunakan oleh para komunikasi.org 2 sebagai berikut : konsumen di Indonesia.

Di akhir 2007, mobile market size di Indonesia, 2002–Seiring dengan perkembangan teknologi yang meliputi market selular dan market FWA, telah terutama dalam bidang komunikasi layanan telepon menembus angka 100 juta. Dari nilai sekian, hanya seluler pun mengalami kemajuan dengan dilengkapi- 10% dikuasai produk FWA (10,5 juta), dan sisanya nya fitur GPRS. Pada tahun ini Telkomsel mencoba (95,5 juta) dikuasai produk-produk selular. Perkiraan menambahkan fitur ini kedalam layanannya dengan jumlah nomor (dalam ribu unit) dan market share diuji cobakan pada daerah Bali pada 14 Oktober 2002. per operator dipaparkan dalam Gambar 1.1. berikut.

2003–Dengan kemampuan GPRS dalam mengi- rimkan data yang lebih besar maka pengguna ponsel diperkenalkan dengan layanan MMS. Layanan ini mampu mengirimkan data berupa pesan, suara dan gambar sekaligus. Pada tanggal 23 Oktober 2003 mulailah diluncurkannya layanan MMS lintas opera- tor untuk pertama kalinya di Indonesia.

2005–Pada tahun ini munculah teknologi baru pada layanan ponsel. Setelah GPRS yang mampu membawa lebih banyak data, kemudian munculah teknologi 3G yang mampu membawa data lebih banyak lagi dan pengiriman datanya dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat. Pada tahun ini 26 Mei salah satu operator seluler Indonesia yaitu Telkomsel melakukan trial penggunaan fasilitas 3G.

Gambar 1.1. Market share industri telekomunikasi In- 2006–Teknologi 3G telah dapat dinikmati oleh donesia

konsumen ponsel di Indonesia. Fasilitas ini memungkinkan (Sumber: Komunikasi.org, diakses 5 oktober 2008)

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 189

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

Dari sisi perangkat, suite GSM menguasai 94 juta Keseimbangan akhir akan diamati pada tahun 2008 nomor, dan suite CDMA menguasai 12 juta nomor. ini. Namun hitungan ini amat kasar, dan belum memper-

Tahun 2007 juga menyaksikan keseriusan opera- hitungkan operator-operator yang baru tumbuh di tor dalam memberikan layanan akses Internet kepada akhir 2007, yaitu Sinar Mas dan Sampoerna.

customer. Beberapa operator mengangkat feature Seperti tahun lalu (2006), dominasi Telkomsel Internet, dari sekelas feature, menjadi sebuah produk. belum mampu didekati kompetitor. Produk kartu Halo, Telkomsel Flash, Indosat 3.5, dan Bakrie Wimode Simpati, dan Kartu As dari anak perusahaan Telkom merupakan contoh yang bisa disebut. Hal yang juga (yang dikelola terpisah dari Telkom) ini masih diperca- teramati adalah kerjasama antara operator mobile ya masyarakat dari sisi kualitas dan coverage. Indosat dengan ISP, baik untuk menjaga dan memperluas (Matrix, Mentari, IM3) dan Excelcomindo (Xplore, pasar, maupun untuk meningkatkan availabilitas XL Bebas, XL Jempol) yang banyak melakukan produk. ISP Centrin, CBN, Radnet, Quasar bekerja perlombaan gimmick dan pricing belum mampu sama dengan operator seperti Excelcomindo dan menjadi semenarik Telkomsel. Juga tekad Excelco- Mobile-8; baik dalam bentuk tunneling, inovasi produk mindo untuk menggeser posisi Indosat sebagai run- bersama, maupun pembentukan produk baru. ner up masih menemui halangan yang cukup besar, MobileQU misalnya, adalah produk bersama dari walaupun inovasi operator ini sepanjang 2007 sudah Quasar dan Excelcomindo. Baik Indosat maupun jauh lebih baik daripada Indosat. Yang baru pada tahun Telkom Group lebih banyak melakukan kerjasama 2007 adalah dimulainya komersialisasi teknologi 3G internal group mereka sendiri. (komunikasi.org, secara besar-besaran, setelah masa percobaan pada diakses 5 oktober 2008). tahun 2006. Dilengkapi dengan HSDPA, 3G menjan-

Jika kita kembali menengok ke belakang sejarah jikan bukan saja kualitas telekomunikasi multimedia industri telekomunikasi di Indonesia, utamanya industri yang lengkap, tetapi juga data rate yang tinggi untuk seluler maupun FWA, pada tahun 1996-1998 untuk Internet. Namun sayangnya, janji kecepatan tinggi memperoleh paket perdana/starpack pelanggan berbagai operator itu belum mampu dipenuhi, dicermin- seluler, konsumen harus mengeluarkan uang sekitar kan dari banyaknya keluhan atas kecepatan Internet 500 ribu sampai 1 jutaan, paket tersebut berisi sim- yang tak sesuai iklan dan janji. Tak urung, operator card dan booklet manual yang dikemas dalam bentuk baru seperti 3 dan NTS langsung terjun mengusung kemasan yang ekslusif. Bandingkan dengan sekarang, teknologi 3G. Hasilnya baru akan bisa dibuktikan pada cukup dengan uang 2.500 rupiah kita sudah dapat tahun 2008 ini.

membeli sebuah paket perdana dengan pulsa preloa- Di pasar yang lebih kecil, pemain pasar FWA ded 5.000–10.000 rupiah, walaupun dari segi fisik tak kurang garangnya. Pertarungan segitiga antara paket yang kita terima hanya berupa sebuah sim-card Flexi, Esia, dan StarOne untuk berebut ceruk pasar dan selembar manual yang tersimpan dalam sebuah ini membuat terobosan pricing yang membuat pemain amplop yang sederhana. Sebagaimana kita perhatikan selular turut terkena getahnya. Sayangnya, permainan akhir-akhir ini, para operator/provider saling bersaing pricing membuat kualitas agak terabaikan. Esia dengan melakukan perang harga. Mereka mempro- (Bakrie) tidak pernah bisa memberikan Internet yang mosikan tarif menelpon atau sms yang sangat murah, baik, dan Flexi (Telkom) mengalami gangguan panjang serta sederetan bonus-bonus lainnya yang membuat saat migrasi dari band 1,9 GHz ke 800 MHz. StarOne para konsumen tergiur untuk membeli. Harga paket (Indosat) yang sempat dipuji, mulai menuai keluhan perdana sangat murah sekarang ini turut menciptakan saat jumlah customer mulai meningkat, walaupun sebuah fenomena yang menggelikan di beberapa belum banyak.

kalangan konsumen, dimana paket perdana terutama Fren (Mobile-8), tadinya satu-satunya pemain paker pra bayar diperlakukan layaknya kartu telepon, seluler yang menggunakan teknologi CDMA, kini sekali pakai sehabis itu dibuang dan membeli lagi, memperoleh pesaing langsung: Smart, dari Sinar Mas. perilaku itulah yang menyebabkan banyaknya nomor Smart mengakhiri tahun dengan memberikan no hangus. Sebagai contoh dalam sehari, untuk wilayah charge atas on-net call hingga Maret 2008. DIY terbeli 5.000 kartu (nomor) XL. Menurut Regional

190 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

Sales Operation Manager XL Yogyakarta Kusbaroto, membangun hambatan-hambatan yang mengikat separuh lebih dari jumlah kartu tersebut akhirnya pelanggan agar tetap loyal menggunakan produk dan hangus alias mereka tidak mengisi pulsa. Kondisi jasa mereka, faktor-faktor penghambat tersebut yang serupa dialami Indosat. Masyarakat DIY membeli akan menyulitkan pelanggan untuk berpindah pro- 200.000-an kartu Indosat (Mentari, IM3, dan Matrix) vider . Penciptaan kepuasaan juga perlu diperhatikan, dalam sebulan. Dari jumlah itu, 5–10% kartu biasanya karena pelanggan yang puas memiliki kecenderungan hangus atau diistilahkan churn. (kompas. com, diakses untuk loyal. Sedangkan kualitas jasa yang ditawarkan

13 oktober 2008) 3 . para operator dari segala sisi dimensinya juga akan Dari observasi yang peneliti lakukan di beberapa berdampak pula pada loyalitas. Kenyataan tersebut gerai isi ulang pulsa di kota malang, diperoleh sebuah menunjukkan bahwa switching cost, satisfication fenomena yang menarik. Dari sebuah gerai di sekitar dan service quality dalam industri telekomunikasi stasiun kota baru misalnya, dari 15 kartu perdana mempunyai hubungan dengan customer loyalty. yang terjual tiap harinya, diperkirakan 8 di antaranya

Penelitian ini mencoba merekam fenomena yang diperlakukan sebagai kartu sekali pakai, hal ini disi- terjadi pada para pelanggan telepon bergerak di Kota nyalir disebabkan rendahnya switching cost, setidak- Malang, bagaimanakah para pelanggan mensikapi arti nya dari sisi setup cost yang dirasakan pelanggan, sebuah Loyalitas. Atas dasar uraian yang telah sehingga menyebabkan konsumen dapat dengan dikemukakan, penelitian ini mengambil judul ” mudah untuk berpindah dari satu provider ke provider Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction, yang lain. Namun demikian, pelanggan yang loyal dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty” jumlahnya lebih banyak daripada pelanggan yang tidak (Studi pada pelanggan telepon bergerak di Kota loyal, hal ini dapat disimpulkan dari jumlah transaksi Malang). isi ulang pulsa yang jauh melebihi jumlah transaksi

Selain harga, kualitas merupakan senjata terbaik penjualan starter-pack.

untuk memenangkan persaingan. Pada dasarnya, Karakter konsumen (jasa telekomunikasi) di In- kualitas sulit untuk didefenisikan. Kasper, Helsdingen donesia, dengan ability to pay yang rendah, pada and Vries (1999) 7 menyebutkan dalam buku mereka umumnya lebih sensitif harga dibandingkan dengan bahwa pengertian terhadap kualitas itu juga berbeda- sensitif mutu produk (Sudaryatmo, 2008). Jika terdapat beda yakni. sedikit saja terdapat perbedaan harga, konsumen akan

Quality is fitness to use, the extend to which cenderung untuk mudah berpindah, ditambah lagi the product successfully serves the purpose of the switching cost yang relatif rendah turut mendukung user during usage. (Juran, 1974). switching behavior ini. Switching cost secara

Kualitas adalah kecakapan untuk dipakai, dimana teoritis menunjukkan efek yang positif terhadap harga sebuah produk berhasil memenuhi tujuan pengguna dan profit (Begs and Klemperer dalam Burnham, et dalam penggunaannya. al., 2003). Perang harga yang ditawarkan oleh para

Quality is conformance to requirements. operator seluler terbukti sangat efektif untuk menarik (Crosby, 1983). konsumen baru. Satu operator akan sulit untuk berta-

Kualitas adalah pemenuhan terhadap han jika tidak mengikuti arus persaingan, walaupun persyaratan. operator tersebut mempunyai kualitas produk dan

Quality is zero defect-doing it right the first harganya sendiri. Mau tidak mau operator tersebut time. (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1985). meniru operator lain dan turut menurunkan tarifnya,

Kualitas adalah tingkat kesalahan nol, sejak tahap karena konsumen mudah sekali terbujuk dengan iklan awal. dan promosi-promosi.

Quality is exceeding what consumer expect Mempertahankan pelanggan yang ada merupa- from the service. (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, kan hal yang sangat penting. Karena biaya untuk 1985). menarik pelanggan baru ternyata lebih besar daripada

Kualitas adalah pemenuhan terhadap harapan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada pelanggan dari sebuah layanan (Rust & Zahorik, 1993). Para provider perlu

Sedangkan American Society for Quality Con-

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 191

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

trol dalam Kotler dan Keller (2006) memberikan mengenai masalah packaging seperti tiket, pesawat, definisi kualitas sebagai berikut :

makanan dan lain-lain. Moment of truth hanya Quality is the totality of the features and char- berbicara mengenai interaksi langsung antara konsu- acteristics of a product or service that bear on its men dengan karyawan perusahaan yang menyajikan ability to satisfy stated or implied needs .

jasa. Lofren (2005) juga menyebutkan bahwa ada Kualitas adalah totalitas dari semua fitur dan first moment of truth berbicara mengenai bagaimana karakteristik dari sebuah produk atau jasa yang mendapatkan perhatian konsumen dan mengkomuni- mampu memuaskan kebutuhan konsumennya

kasikan benefit-benefit dari jasa yang ditawarkan. Kasper, et al. (1999) juga mengatakan bahwa Dan the second moment of truth adalah mengenai perilaku konsumen selalu berubah-ubah. Dalam memi- bagaimana menyediakan peralatan yang dibutuhkan lih, konsumen akan selalu mengingat pengalaman oleh konsumen untuk dapat mengalami benefit-ben- masa lalunya serta pengalaman-pengalaman masa lalu efit ini ketika mereka menggunakan produk. Kombi- orang lain terhadap kualitas dari sebuah jasa yang nasi dari kedua moment of truth ini adalah pengalam- mereka terima. Mereka juga menyebutkan bahwa an total konsumen (the total consumer experience). konsumen mempunyai harapan atas tingkat kualitas

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) jasa ideal yang berbeda-beda. Konsumen juga berbeda memformulasikan lima dimensi sevice quality, yaitu: dalam hal mentolerir rendahnya kualitas jasa yang • Reliability – the ability to perform the prom- bersedia mereka terima, berbagai kemungkinan bisa

ised service dependably and accurately. muncul pada tiap segmen pasar, tentang bagimana • Responsiveness - the willingness to help cus- mereka menilai standar sebuah jasa. Tantangannya

tomers and to provide prompt service. adalah konsumen yang pernah menerima jasa dengan • Assurance – the knowledge and courtesy of kualitas yang tinggi, akan berharap untuk menerima

employees and their ability to convey trust lagi jasa tersebut di masa yang akan datang dengan

and confidence.

kualitas yang sama. • Empathy – the provision of caring, individu- Konsumen mengevaluasi kualitas ketika mereka

alized attention to customers. membeli jasa dan ketika mereka mengkonsumsi jasa. • Tangibles – the appereance of physical fa- Lofren (2005) dalam Weni dan Rizal (2008) menjelas-

cilities, equipment, and communication ma- kan ada moment of truth, maknanya sama dengan

terials.

service encounter menurut Norman (1984), Menurut Oliver (1999) definisi satisfaction atau Aduardson (1996) dan Aduardson, et.al. (2000) yang kepuasan merupakan: dikutip oleh Lofren (2005) yaitu ” … a periode of

Evaluation of the perceived discrepancy be- time during which a consumer directly interacts tween prior expectation… and the actual perfor- with the service” (Shostack, 1985). Definisi ini mance of the product . (Tse and Wilson, 1984, p. termasuk semua aspek dari perusahaan jasa dimana 204; Oliver, 1980). seorang konsumen berinteraksi – termasuk karyawan

pleasurable fulfillment. That is, the consumer yang tangible elements (Bitner, 1990). Dari sudut senses that consumption fulfill some need, desire, pandang konsumen, encounter ini seringkali adalah goal, or so forth and that this fulfillment is plea- service (Bitner, et al., 1990). Service encounter surable. (Oliver, 1997). disebut juga moment of truth karena jasa yang dialami

Sedangkan Kotler dan Keller (2006) berpendapat: konsumen adalah kontribusi utama kepada persepsi

Satisfaction is a person’s feelings of pleasure mereka mengenai total kualitas jasa. Ada tiga karak- or disapointment resulting from comparing a teristik utama dari jasa yaitu: bahwa jasa adalah product’s perceived performance (or outcome) in proses produksi dan konsumsi yang terjadi secara relation on his or her expectation . simultan; dan bahwa konsumen berpartisipasi dalam

Menjaga kepuasan konsumen adalah kunci untuk proses penyajian (produksi) jasa (Gronroos, 2000). dapat mempertahankan mereka dan meningkatkan Hal ini bisa digambarkan sebagai ’outcome consump- profitabilitas. Untuk memuaskan pelanggan, hampir tion’ of service . Tapi moment of truth tidak berbicara semua perusahaan menggunakan pendekatan multi-

192 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

atribut untuk memisahkan faktor penentu dari kepuas- sebaliknya. Konsumen yang merasa puas juga akan an secara keseluruhan (La Tour and Peat, 1979; bersedia untuk melakukan pembelian lebih sering dan Oliver, 1993). Akan menjadi lima kali lipat lebih berat dalam jumlah yang besar dan bersedia membeli ba- untuk menarik pelanggan baru dibandingkan dengan rang atau jasa lain yang ditawarkan oleh perusahaan. mempertahankan pelanggan lama (Rust and Zahorik, Oliver, Rust dan Varki, (1997) menyebutkan bahwa 1993). Anderson dan Mittal (2000) mengutip dari konsumen akan menjadi tidak puas jika produk atau Bolton (1998) dan dari Kumar (1998) bahwa pengem- jasa hanya memberikan kebutuhan dasar, terlebih jika bangan dalam program kepuasan pelanggan ditekan- produk atau jasa itu tidak begitu menarik. kan kepada ingatan konsumen. Bagi perusahaan, tidak

cukup hanya dengan mendapatkan skor kepuasan Switching Cost

yang tinggi saja. Tapi akan lebih baik jika skor kepuas- Parves (2005) dalam Weni dan Rizal (2008) an yang tinggi tersebut terbukti dapat dihubungkan mengutip beberapa pengertian tentang switching cost

dengan outcome kunci, yaitu ingatan konsumen.

sebagai berikut.

Semuanya berujung kepada repeat purchase behav- Switching cost is the cost involved in chang-

ior dan akhirnya kepada customer loyalty. Ander- ing from one service provider to another. (Porter, son dan Mittal (2000) juga mengutip dari Srinivasan 1998).

dan Ratchford (1991) bahwa ketika membeli ulang, Switching cost include time and psycological

konsumen yang merasa puas menjadi kurang termoti- effort involved facing the uncertainty of dealing vasi untuk melakukan pencarian dan hanya memper- with a new service provider.

(Dick and Basu, 1994; timbangkan sedikit kumpulan merek saja daripada Guitinan, 1989).

konsumen yang merasa tidak puas. Mereka juga Switching cost is the sum of economic,

menambahkan bahwa konsumen yang merasa senang psycological cost, and physical costs. (Jackson, (delighted consumers) tidak mau untuk mempertim-

bangkan merek lain sama sekali. Ketika perasaan Switching cost includes the pshycological cost

konsumen berubah ”agak puas” menjadi ”sangat of becoming a customer of a new firm, and the puas”, besarnya pertimbangan konsumen akan turun time effort involved in buying new brand.

secara dramatis, dan merek pesaing dihiraukan. (Klemperer, 1995; Kim, et.al., 2003) Kemudian tingkat retention akan naik. Sebaliknya

Switching cost varies from customer to cus- jika tidak puas, konsumen akan menguji alternatif lain. tomer.

(Shy, 2002).

Anderson dan Mittal (2000) juga menyebutkan bahwa Burnham, et al. (2003) mendifinisikan switching

persaingan yang agresif, tingkat penghalang untuk cost sebagai berikut: beralih (switching barries), kemampuan konsumen

Switching costs as the onetime costs that cus- untuk secara akurat menilai kualitas, dan tingkat tomers associate with the process of switching from

ketidaksukaan terhadap risiko atas ketidakpastian one provider to another

merupakan faktor-faktor kunci yang mempengaruhi George S. Day (1990) membahas bahwa fungsi

bentuk dari hubungan antara kepuasan dan pembelian substitusi yang potensial dari produk alternatif menjadi kembali. Mereka menjelaskan kenapa switching ancaman serius ketika kecenderungan perekonomian barries yang rendah justru malah bisa mempertahan-

untuk switch atau berpindah cukup tinggi. Pada bebe- kan konsumen. rapa struktur pasar, hal ini disebabkan karena harga, Anderson, Fornell dan Lehman (1994) menyebut- George S. Day (1990) membahas bahwa fungsi kan dalam jurnal mereka bahwa menurut Reicheld substitusi yang potensial dari produk alternatif menjadi

dan Sasser (1990) pelanggan yang merasa puas akan ancaman serius ketika kecenderungan perekonomian bersedia untuk membayar lebih untuk benefit yang

untuk switch atau berpindah cukup tinggi. Pada bebe- telah mereka peroleh dan mereka akan lebih bisa rapa struktur pasar, hal ini disebabkan karena harga, mentoleransi kenaikan harga. Ini akan berdampak Switching cost yang rendah membuat konsumen kepada perolehan margin yang tinggi dan loyalitas. mudah pindah dari suatu provider ke provider lain.

Tingkat kepuasan yang rendah akan berdampak Normalnya, setiap konsumen mempunyai persepsi

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 193

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

yang berbeda terhadap kemungkinan untuk berpindah 1989; Jakcson 1985; Klemperer 1995; Samuelson provider, bergantung pada keadaan mereka, dan

& Zeckhauser 1988).

bagaimana mereka mengestimasi faktor berikut. • Evaluation cost , adalah waktu dan usaha yang Incentive to switch : Biaya yang bisa disimpan

dikeluarkan dalam mengumpulkan informasi dari switching ke produksi substitusi + Nilai dari

yang dibutuhkan untuk mengevaluasi alternatif keuntungan tambahan yang dipersepsikan konsumen.

provider potensial sehingga konsumen tersebut Day juga mengatakan bahwa menariknya sebuah

dapat membuat keputusan untuk beralih provider. produk substitusi bergantung pada.

(Samuelson & Zeckhauser 1988; Shugan 1980). • Harga pasarnya, yang mungkin akan menurun • Learning cost adalah waktu dan usaha yang sejalan waktu, relatif kepada produk yang ada

dikeluarkan untuk mendapatkan keahlian atau sekarang.

keterampilan baru dalam rangka agar dapat • Switching cost /biaya berpindah provider, yang

menggunakan produk atau jasa baru secara merupakan hasil dari kebutuhan untuk mendesain

efektif (Alba & Hutcinson 1987; Eliashberg & atau menformulasikan ulang sebuah produk,

Robertson 1988; Guiltinan 1989; Wernerfelt melatih karyawan, atau berinvestasi pada an-

cillary product (biaya yang besar akan ditam- • Setup cost adalah waktu dan usaha yang dike- bahkan jika ada perceived risk terhadap kega-

luarkan yang disebabkan oleh proses memulai galan atau efek samping dari barang substitusi).

hubungan dengan penyedia jasa baru atau • Biaya postpurchase dari operasi, ketika ada

mengatur produk baru pada penggunaan awal perhitungan yang tidak sesuai.

(Guiltinan, 1989; Klemperer 1995). Setup cost Kesempatan untuk mengurangi biaya dalam hal

untuk jasa didominasi oleh pertukaran informasi ini sering kali ditetapkan oleh apakah barang substitusi

yang dibutuhkan oleh penyedia jasa baru untuk itu dapat menggantikan produk. Menurutnya, switch-

menurunkan risiko penjualannya dan untuk me- ing cost ini dimaksudkan untuk mengikat pembeli pada

mahami kebutuhan spesifik konsumen (Guiltinan satu supplier atau satu provider saja yang akan

menjaga mereka dari pesaing. Financial switching cost, yaitu tipe switching Burnham, et al. (2003) menyebutkan bahwa cost yang melibatkan kehilangan sumber daya menurut Weiss & Heide (1993) switching cost ter- finansial yang dapat dihitung, terdiri dari: bukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap • Benefit loss cost adalah biaya kehilangan be- perilaku pembelian kembali. Mereka mendefinisikan

nefit dari provider yang digunakan konsumen switching cost sebagai ”onetime cost that consumer

sekarang, misalnya kehilangan bonus-bonus dan pay to switch from one provider to another ” atau

diskon-diskon yang tidak akan diberikan provider biaya yang dikeluarkan sekali ketika berpindah dari

kepada pelanggan-pelanggan baru (Guiltinan satu provider ke provider yang lain.

Burnham, et al. (2003) merumuskan ada delapan • Monetary loss cost adalah pengeluaran finansial segi dari switching cost, kemudian merumuskannya

satu-kali yang terjadi untuk berpindah provider menjadi tiga bagian yang menjelaskan tipe switching

di luar dari pengeluaran yang dibutuhkan untuk cost , yakni:

membeli produk/jasa tersebut (Heide & Wiess Procedural switching cost, yaitu tipe switch-

1993, 1995; Jackson 1985; Klemperer 1995, ing cost switching cost yang melibatkan pengeluaran

Porter, 1980). Contohnya seperti deposit atau waktu dan usaha, dan terdiri dari:

initiation fees bagi konsumen baru (Guiltinan • Economic risk cost , adalah biaya untuk mene-

1989). Pada penelitian ini, sub dimensi monetary rima ketidakpastian dari sesuatu yang berpotensi

loss cost tidak dimasukkan karena tidak ada menjadi hasil yang negatif ketika mengadopsi

deposit atau initiation fee yang harus dibayar penyedia jasa baru di mana konsumen yang

oleh konsumen baru.

bersangkutan tidak memiliki informasi yang Relational switching cost yaitu tipe switching cukup mengenai provider baru tersebut (Guiltinan, cost yang melibatkan ketidaknyamanan psikologis dan

194 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

emosi yang menyebabkan kehilangan identitas dan Oliver (1999) merumuskan bahwa loyalitas memutuskan ikatan, dan terdiri dari:

konsumen terbentuk melalui empat proses atau fase. • Personal relationship loss cost adalah kehilang- Secara spesifik, konsumen diteorikan menjadi loyal an yang disebabkan karena memutuskan hu- pertama kalinya dalam tahap cognitive sense terlebih bungan yang telah terbentuk dengan personel dahulu, kemudian meningkat menjadi affective sense, yang berinteraksi dengan konsumen (Guiltinan selanjutnya menjadi conative manner, dan akhirnya 1989; Klemperer 1995; Porter 1980).

menjadi behavioral manner yang disebut juga dengan • Brand relationship loss cost adalah kecende- ’action inertia’ . Berikut penjelasannya : rungan kehilangan yang disebabkan karena • Cognitive loyalty . Pada tahap ini, loyalitas ha- memutuskan ikatan yang telah terbentuk dengan

nya berdasarkan kepada kepercayaan terhadap merek atau perusahaan yang mana sebelumnya

merek saja.

konsumen telah lama berhubungan dengan merek • Affective loyalty . Pada fase kedua dari perkem- dan perusahaan tersebut (Aaker, 1992; Porter,

bangan loyalitas, kegemaran atau sikap menge- 1980).

nai merek telah berkembang pada basis penggu- Oliver (1999) menyebutkan beberapa definisi

naan.

mengenai customer loyalty dari beberapa ahli berikut • Conative loyalty . Fase perkembangan loyalitas ini:

berikutnya adalah pada tahap behavioral inten- Loyalty is some circles as repeat purchasing

tion , yang dipengaruhi oleh episode-episode frequency of relative volume os same-brand pur-

berulang dari efek yang positif mengenai merek. chasing. (Tellis, 1988).

• Action loyalty . Menurut studi dari Kuhl and Loyal customer is those who rebought a

Beckmann (1985), mekanisme dimana niat diubah brand, considered only that brand, and did no

menjadi aksi disebut sebagai ”action control”. brand-related information seeking. (Newman and

Dalam action control, motivasi dari niat dalam Werbel, 1973).

loyalitas sebelumnya berubah menjadi kesiapan

A Deeply held commitment to rebuy or untuk bertindak, ditambah oleh hasrat untuk repatronize a preferred producy/service consis-

mengatasi hambatan yang mungkin mencegah tently in the future, thereby causing repetitive

tindakan tersebut.

same-brand-set purchasing, depsite situational Menurut Parves (2005) dalam Weni dan Rizal influences and marketing efforts having the po- (2008), hubungan antara service quality dan cus- tential to cause switching behaviour. (Oliver, 1999). tomer loyalty telah diteliti oleh Boulding, et al. (1993)

Weni dan Rizal (2008) 22 mengutip beberapa dan Cronin & Taylor (1992). Parves mengatakan pengertian tentang customer loyalty berikut ini:

bahwa Cronin & Taylor memfokuskan kepada re- Customer loyalty has been measured as the purchase intention , di mana Boulding, et al., juga long-term choice probability for a brand or as a memfokuskan kepada elemen-elemen dari pembelian minimum differential needed for switching. (Feick ulang dan menambahkan kesediaan untuk mereko- and Lee, 2001) 23 .

mendasikan merek tersebut. Dalam studi oleh Cronin Attitudinal approaches focused mainly on & Taylor, kualitas jasa tidak mempunyai dampak yang brand recommendation, resistance to superior signifikan (positif) pada repurchase intention. products. (Narayandas, 1996).

Sementara Boulding, et al., menemukan bahwa ada Repurchases intention. (Cronin & Taylor, hubungan yang positif mengenai kualitas jasa dan 1992).

repurchase intention dan kesediaan untuk mereko-

A Specific attitude to continue in an exchange mendasikan suatu merek. relationship based on past experience. (Czepiel

Dalam Weni dan Rizal (2008) dikemukakan and Gilmore, 1987).

bahwa Konsumen yang merasa puas adalah konsu- Semakin loyal konsumen, semakin lama mereka men yang akan bertahan (Anderson dan Sullivan, akan terus membeli dari supplier yang sama (Ander- 1993). Konsumen yang merasa tidak puas akan son, Fornell and Lehman, 1994).

mengeluh atau pindah (Hirschman, 1970). Tingkat

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 195

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

Panel 3: kepuasan sebagai nuklir (inti) dan meru- pakan ramuan dari loyalty namun hanya satu kompo- nen dari loyalitas.

Panel 4: keberadaan yang lebih tinggi dari loyali- tas akhir dimana kepuasan dari ’simple’ loyalty merupakan komponennya.

Panel 5: merupakan pernyataan terdahulu bahwa beberapa pecahan dari kepuasan ditemukan dalam loyalitas dan bahwa pecahan tersebut adalah bagian tapi bukan merupakan kunci untuk loyalitas.

Panel 6 : kepuasan merupakan awal dari urutan transisi yang memuncak menjadi pernyataan loyalitas yang terpisah.

Konsumen yang pada awalnya adalah pelanggan sebuah merek mungkin dapat menjadi tidak loyal lagi. Hal ini disebabkan karena kenyataan bahwa merek- merek tersebut tumbuh menjadi sama. Oleh karena- nya, mudah bagi konsumen untuk switch antar merek. Juga karena marketer dengan efektif telah melatih dan membiasakan konsumen memperkirakan bahwa paling tidak ada satu merek dalam kategori produk yang akan selalu memberikan kupon, potongan harga, atau uang kembali, sehingga konsumen hanya akan membeli merek itu saja. Promosi harga membuat

Gambar 2.1. Enam Representasi dari Satisfaction dan konsumen menjadi lebih sensitif dalam jangka panjang.

Loyalty

Taktik promosi seperti ini, berhasil pada konsumen-

(Sumber: Richard L. Oliver (1999))

konsumen yang tidak loyal.

Studi lain yang disebutkan oleh Peter dan Olson kepuasan yang tinggi menjadi kunci dari kesetiaan (2002) juga menemukan bahwa dengan menaikkan (Oliver, Rust and Varki, 1997). price sensitivity konsumen akan menurunkan loyali- Oliver (1999) menyebutkan bahwa hubungan

tas mereka. Penggunaan promosi penjualan secara antara kepuasan-loyalitas belum ditetapkan dengan ekstensif juga menurunkan loyalitas konsumen dan baik. Menurutnya, ada enam dari sekian banyak menaikkan switching behavior. Atau jika masa kemungkinan yang berbeda yang berhubungan dengan promosi telah habis, tidak akan terjadi pembelian kepuasan dan loyalitas, seperti yang terlihat dalam ulang. Jadi, tidak ada dampak bagi penjualan jangka Gambar 2.1.

panjang dan loyalitas konsumen. Dengan kata lain, orang yang biasanya membeli sebuah merek adalah

Keterangan:

orang yang paling merespon promosi harga. Di sini, Panel 1: menggunakan asumsi dasar bahwa promosi harga secara efektif melayani konsumen kepuasan dan loyalitas adalah penjelmaan yang terpi- yang mudah dipengaruhi untuk membeli berdasarkan sah dari konsep yang sama, dan dalam cara yang harga yang dipromosikan daripada harga yang sama pula dimana penggagas total quality manage- seharusnya mereka bayar (regular price). Jadi, ment awal mengasumsikan bahwa kualitas dan walaupun promosi harga secara tipikal menghasilkan

kepuasan merupakan dua hal yang identik. puncak penjualan yang cepat dan besar, pendapatan Panel 2: kepuasan merupakan konsep inti loyali- jangka pendek ini secara positif tidak mempengaruhi tas, tanpanya loyalitas tidak akan ada, dan bahwa pertumbuhan merek dalam jangka panjang (Assael, kepuasan merupakan ’jangkar’ dari loyalitas.

1992), artinya tidak menjamin loyalitas konsumen.

196 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

(Sumber: Data diolah)

Di dalam Weni dan Rizal (2008), Parves (2005) H3 = Switching cost mempengaruhi customer lo- dalam penelitiannya menyatakan bahwa menurut yalty secara positif. Anderson and Fornell (1994), Dick and Basu (1994),

Fornell (1992) dan Gremler and Brown (1996) METODE menyarankan derajat dari switching cost memiliki Desain Penelitian

pengaruh terhadap customer loyalty pada sebuah industri, parves juga menyatakan bahwa Andreasen

Penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif, (1982; 1985) menemukan pendukung empiris untuk yang menurut Malhotra dan Peterson (2006) De- efek dari switching cost yang tinggi terhadap loyalitas scriptive research adalah: pelanggan dalam jasa kesehatan. Dan menurut Gruen

A type of conclusive research that has as its and Fergusson (1994) dan Gummesson (1995) major objective the description of something –

menambahkan: ”ketidakpastian konsumen dan usually market characteristics or functions. struktur pasar, tingkat persaingan dan program loyalitas

Penelitian ini menggunakan cross sectional de- (seperti program membership, customer club, tiket sign . Lebih spesifiknya, menggunakan single cross-

musiman di teater dan opera) bisa menaikkan biaya sectional design , di mana dalam penelitian hanya yang dirasakan dan biaya aktual”. Dengan kata lain, satu (kelompok) sampel responden saja yang dipilih dalam switching cost, konsumen yang diperkirakan dari target populasi, dan informasi dari sampel tersebut memilih dari sejumlah brand yang secara fungsional hanya diambil satu kali saja (Malhotra, 2004). identik menunjukkan brand loyalty (Klemperer, 1987).

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah pelanggan

Kerangka Pikir Penelitian

layanan telepon bergerak (mobile telephony sub- Dari tinjauan teoritis yang telah dipaparkan, dapat scriber) baik itu seluler maupun FWA (fix wireless

ditarik kesimpulan suatu kerangka pemikiran dari access) di lingkungan Kota Malang. Jumlah populasi permasalahan yang diungkapkan dengan model tidak diketahui secara pasti, maka berdasarkan penda- penelitian berikut ini.

pat Prima Ariestonandri (2006) pada kasus yang sulit diprediksi atau memang tidak diketahui jumlah popu-

Hipotesis

lasinya, maka ukuran sampel dapat diambil dengan pendekatan sebagai berikut:

H1 = Service quality mempengaruhi customer loy- alty secara positif. H2 = Customer satisfication mempengaruhi cus- tomer loyalty secara positif.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 197

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

di mana n adalah jumlah sampel, (1-a) adalah asumsi Identifikasi Variabel Penelitian

interval kepercayaan sampel terhadap populasi. Variabel terikat (dependent variable) adalah Maka atas dasar tersebut, penelitian ini akan

suatu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya mengambil sampel sebesar 200 orang responden. Ang- (Sekaran, 2006). Variabel terikat dalam penelitian ini ka 200 jumlah sampel yang diambil setidaknya menu- adalah Customer loyalty.

rut Prima Ariestonandri (2006) mempunyai angka Variabel bebas (independent variable) adalah interval kepercayaan diatas 90%. Berdasarkan rumus variabel yang mempengaruhi variabel terikat baik

tersebut, untuk mendapat nilai interval kepercayaan secara negatif maupun secara positif (Sekaran, 2006). diatas 90% maka jumlah sampel harus lebih atau sama Variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini adalah

dengan 100. Service Quality, Customer Satisfaction dan Switch- Sampel dipilih secara acak di berbagai lokasi di ing Cost.

wilayah Kota Malang menggunakan metode Convi- nience Sampling , di mana sampel dipilih berdasarkan

Definisi Operasional

subjektivitas dan kemudahan periset dalam pengam- bilannya (Prima Ariestonandri, 2006).

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

Pengumpulan Data

Service Quality (X 1 )

Lokasi Penelitian

Total dari semua kelebihan dan karakteristik dari Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Malang, sebuah produk atau jasa yang memenuhi kemampuan Propinsi Jawa Timur, Indonesia. untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Dengan

beberapa dimensi yang dirumuskan Parasuraman,

Sumber Data

Zeithaml dan Berry dalam Kotler dan Keller (2006), • Data Primer, berupa data yang diperoleh dari sebagai berikut:

hasil jawaban kuesioner para responden yang • Reliability (X 11 )

menjadi sampel pada penelitian ini. Kemampuan untuk memberikan jasa yang dijan- • Data Sekunder, berupa data dari literatur dan

jikan dengan akurat.

media yang berkaitan dengan penelitian.

• Responsiveness (X 12 )

Metode Pengumpulan Data Keinginan untuk membantu konsumen dan me- Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

nyediakan layanan seketika. penelitian ini adalah:

• Assurance (X 13 )

• Kuesioner, merupakan metode pengumpulan Pengetahuan dari karyawan dan kemampuan data melalui penyebaran daftar pertanyaan yang

mereka untuk memberikan kepercayaan dan diajukan sehubungan dengan materi penelitian

percaya diri.

kepada responden yang telah dipilih. Jenis perta- • Empathy (X 14 )

nyaannya adalah pertanyaan tertutup yaitu: perta- Kepedulian, perhatian terhadap individu yang nyaan yang jawabannya sudah ditentukan terle-

diberikan oleh perusahaan terhadap konsumen bih dahulu (Singarimbun & Effendi, 2006).

mereka.

• Studi Pustaka, yaitu pengumpulan data dengan • Tangibles (X 15 )

cara penggalian teori-teori, baik yang berasal dari Bentuk atau fasilitas fisik, peralatan, personel dan literatur maupun dari karangan ilmiah yang

alat komunikasi.

berhubungan dengan pokok bahasan.

• Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari arsip- Customer Satisfaction (X 2 )

arsip tertulis yang berasal dari lembaga tertentu Perasaan seseorang konsumen, suka ataupun sebagai pelengkap dari data-data yang telah kecewa, yang merupakan hasil dari perbandingan

diperoleh dengan metode yang lain. antara kinerja produk (atau jasa) yang diperoleh dengan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2006).

198 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

Switching Cost (X 3 )

Customer Loyalty (Y)

Seluruh biaya yang terlibat ketika seorang konsu- Komitmen untuk membeli atau bermitra kembali men berpindah dari satu service provider ke ser- dengan produk atau jasa tertentu (Oliver, 1999). vice provider yang lain (Porter dalam Parves dalam Dengan beberapa dimensi sebagai berikut.

Weny dan Rizal, 2008). Dengan dimensi sebagai • Cognitive loyalty . (Y 1 )

berikut: Loyalitas hanya berdasarkan kepada kepercaya-

• Economic risk cost (X 31 )

an terhadap merek saja.

Biaya untuk menerima ketidakpastian dari • Affective loyalty . (Y 2 )

sesuatu yang berpotensi menjadi hasil yang nega- Kegemaran atau sikap mengenai merek pada tif ketika mengadopsi penyedia jasa baru di mana

basis penggunaan.

konsumen yang bersangkutan tidak memiliki • Conative loyalty . (Y 3 )

informasi yang cukup mengenai provider baru Loyalitas pada tahap behavioral intention, yang tersebut.

dipengaruhi oleh episode-episode berulang dari

• Evaluation cost (X 32 )

efek yang positif mengenai merek.

Waktu dan usaha yang dikeluarkan dalam me- • Action loyalty . (Y 4 )

ngumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk Mekanisme dimana niat diubah menjadi aksi mengevaluasi alternatif provider potensial se-

disebut sebagai ”action control”. Dalam action hingga konsumen tersebut dapat membuat kepu-

control , motivasi dari niat dalam loyalitas sebe- tusan untuk beralih provider.

lumnya berubah menjadi kesiapan untuk bertin-

dak, ditambah oleh hasrat untuk mengatasi ham- Waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk men-

• Learning cost (X 33 )

batan yang mungkin mencegah tindakan tersebut. dapatkan keahlian atau keterampilan baru dalam

rangka agar dapat menggunakan produk atau Alat Ukur

jasa baru secara efektif. Secara keseluruhan, dimensi-dimensi dari ser- • Setup cost (X 34 )

vice quality, customer satisfication, switching cost Waktu dan usaha yang dikeluarkan yang dise-

dan customer loyalty yang diuji, diukur dengan babkan oleh proses memulai hubungan dengan menggunakan skala likert 4 skala (1–5), di mana 1 penyedia jasa baru atau mengatur produk baru merepresentasikan ”Sangat tidak setuju” dan 5

pada penggunaan awal. mempresentasikan ”sangat setuju”, selanjutnya data

diolah menggunakan software SPSS 16 dan Microsoft Biaya kehilangan benefit dari provider yang

• Benefit loss cost (X 35 )

Excel 2007.

digunakan konsumen sekarang, misalnya kehi-

langan bonus-bonus dan diskon-diskon yang tidak HASIL

akan diberikan provider kepada pelanggan- pelanggan baru.

Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kota malang Kehilangan yang disebabkan karena memutuskan dengan populasi penelitian seluruh penduduk kota

• Personal relationship loss cost (X 37 )

hubungan yang terlah terbentuk dengan personel malang yang terdaftar sebagai pelanggan layanan yang berinteraksi dengan konsumen (Guiltinan telepon bergerak (mobile telephony subcribers), di 1989; Klemperer 1995; Porter 1980 dalam Weni mana jumlah populasi tersebut tidak dapat diketahui dan Rizal, 2008).

dengan pasti.

Dalam penelitian ini telah didistribusikan 200 Kecenderungan kehilangan yang disebabkan kuesioner kepada 200 responden yang dipilih secara

• Brand relationship loss cost (X 37 )

karena memutuskan ikatan yang telah terbentuk acak sebagai sampel penelitian. Responden yang dengan merek atau perusahaan yang mana sebe- diperoleh tersebar di 5 kecamatan dalam lingkup Kota lumnya konsumen telah lama berhubungan Malang, yaitu Kecamatan Lowokwaru, Kecamatan dengan merek dan perusahaan.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241 199

Taufiq Abdurrahman, Nanang Suryadi

Klojen, Kecamatan Sukun, Kecamatan Kedungkan- Dari Gambar 4.6 diperoleh informasi bahwa 41% dang dan Kecamatan Blimbing. Dari 200 kuesioner responden merasakan adanya biaya/pengorbanan yang telah dibagikan, hanya 143 kuesioner yang dinilai yang tinggi jika hendak berpindah provider dan 28% layak sebagai sumber data penelitian, sisanya atau responden tidak terlalu merasakan adanya biaya/

57 kuesioner dinyatakan tidak layak untuk dijadikan pengorbanan jika hendak berpinda provider. sumber data, karena data yang diisikan responden

pada kuesioner tidak sepenuhnya lengkap atau yang Distribusi Frekuensi Customer Loyalty (Y)

bersangkutan mengisikan alamat yang bukan di wila- yah kota malang. 143 kuesioner yang laik tersebutlah yang selanjutnya diolah dan dijadikan dasar dalam penelitian ini.

Gambar 4.11. Persepsi responden terhadap Loyalty

(Sumber: data primer diolah)

Dari Gambar 4.11 diperoleh informasi bahwa 38% responden menyatakan dirinya loyal terhadap

Gambar 4.2. Persepsi responden terhadap ServQual

provider yang saat ini dipakai dan 22% responden menyatakan bahwa dirinya bukanlah pelanggan yang

(Sumber: data primer diolah)

Distribusi Frekuensi ServQual (X 1 )

loyal.

Dari Gambar 4.2 diperoleh informasi bahwa

Deskripsi Responden

mayoritas responden (47%) merasakan kualitas pela-

yanan yang baik dan 24% responden mengalami Usia

pelayanan yang buruk. Rentang usia responden yang terjaring dalam penelitian ini berkisar antara usia 14–52 tahun dengan

Distribusi Frekuensi Satisfaction (X 2 )

usia rata-rata (mean) 24,54 tahun. Karekteristik res- ponden berdasarkan usia secara singkat dapat dilihat pada Tabel 4.6. secara lengkap karakteristik respon- den dapat dilihat pada lampiran |x|.

Secara garis besar grafik frekuensi usia respon- den dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.4. Persepsi responden terhadap Satisfaction

(Sumber: data primer diolah)

Dari Gambar 4.4 diperoleh informasi bahwa 30,5% responden adalah pelanggan yang merasa puas dan 29,84% responden merupakan pelanggan yang kecewa.

Distribusi Frekuensi Switching Cost (X 3 )

Gambar 4.5. Persepsi responden terhadap Switching Cost

Gambar 4.12. Distribusi Frekuensi Usia Responden

(Sumber: data primer diolah)

(Sumber: data primer diolah)

200 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 Nama Orang

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction dan Switching Cost terhadap Customer Loyalty

Berdasarkan Gambar 4.9. dapat disimpulkan kelompok usia tidak dapat dijadikan dasar untuk mela- bahwa distribusi usia responden yang terjaring dalam kukan segmentasi, karena masing-masing kelompok penelitian ini bersifat normal karena bergerak sesuai usia secara statistik tidak menunjukkan perbedaan dengan kurva normal. Dari Tabel 4.6. juga dapat perilaku yang signifikan. disimpulkan bahwa mayoritas (modus) pengguna

layanan telepon bergerak merupakan orang-orang Jenis kelamin/Gender

pada kelas usia 20–25 tahun.

Sedangkan persepsi kelompok usia terhadap Tabel 4.9. Jenis kelamin responden

variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.10.

Tabel 4.7. Persepsi Kelompok Usia terhadap Variabel

(Sumber: Data primer diolah)

(Sumber: data primer diolah)

Dari Tabel dan Gambar dapat dilihat bahwa Gambar 4.14. Komposisi jenis kelamin responden