SEJARAH PENGEMBANGAN ILMU PADA MASA MODE

SEJARAH PENGEMBANGAN ILMU
PADA MASA MODERN
Sejarah adalah gambaran tentang semua peristiwa yang telah terjadi,
yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta
yang ada tanpa adanya distorsi sedikitpun. Untuk itu, perlu adanya upaya
yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam
pemaparan sejarah.
Sejarah perkembangan ilmu berkembang sangat pesat, luas dan dengan
tempo yang sangat panjang. Perkembangan dan kemajuan peradaban
manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu, bahkan perubahan pola
hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring
dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Perkembangan ilmu
terus berkembang menjadi beberapa periode, mulai dari zaman zunani
terus berkembang hingga sampai zaman post modern yang masingmasing memiliki karakteristik dan para filosof yang berbeda. Perbedaan
karakteristik perkembangan ilmu pengetahuan di setiap periode
dikarenakan adanya pola pikir manusia yang mengalami perubahan dari
mitos-mitos menjadi lebih rasional. Manusia menjadi lebih proaktif dan
kreatif menjadikan alam sebagai objek penelitian dan pengkajian. Oleh
Karena itu, dalam makalah ini, penulis akan memaparkan tentang
perkembangan ilmu pengetahuan masa modern.


BAB II
PEMBAHASAN

Salah satu ciri perkembangan keilmuan modern yang begitu berkembang
pada abad XX (abad kedua puluh), yaitu lahirnnya ilmu-ilmu baru yang
tampaknya bebas, seperti logika formal, Linguistik (ilmu bahasa), teori
tanda, Ilmu perilaku (Behaviour science) yang menggabungkan berbagai
ilmu seperti, sosiologi dan antropologi untuk menelaah perilaku manusia,
serta ilmu anatoni sosial (Social anatomy Science), Antropologi ragawi,
dan Ethology (ilmu tentang pola perilaku organisme). Terlihat, bahwa
desakan pemisahan ilmu-ilmu modern dari filsafat karena perbedaan ciricirinya yang sangat menyolok. Filsafat, pada dirinya bersifat (berciri)
spekulatif, sementara ilmu-ilmu modern berciri empiris, dengan
menerapkan metode empiris, eksperimental, induktif, dan positivistik. Ciri
empiris itulah yang membentuk ciri umum dunia keilmuan modern.
Akibatnya, dunia keilmuan modern cenderung menganggap, bahwa ilmuilmu sosial dan psikologi, untuk diakui kebahasaannya secara ilmiah maka
harus pula menggunakan metode-metode empiris eksperiental, yang

isinya terbatas pada data-data yang dapat dibuktikan dengan fakta
pengamatan serta generalisasi dan aplikasi.


1.
Sejarah perkembangan ilmu pada masa modern
Sejarah perkembangan ilmu modern nyata terlihat jelas pada abad 17 M
dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan adanya
penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. (Surajiyo:2007:87). Menurut
Slamet Iman Sontoso, ada tiga sumber pokok yang menyebabkan
berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu
hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara
Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya
Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453. (Tim Dosen Filsafat Ilmu :
2001:79)
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya
sudah dirintis sejak zaman Renaissance. Renaissance sering diartikan
dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu di
lahirkan kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir , dan jauh
dari ajaran-ajaran agama.
Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance.
Sebenarnya secara esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak
berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat
modern. Filsafat modern menampakkan karakteristiknya dengan lahirnya

aneka aliran-aliran besar filsafat, yang diawali
oleh Rasionalisme dan Empirisme dan Kriticisme. Selain ketiga aliran itu,
juga akan diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan
mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme,
positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.
filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari
diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada
beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal).
Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
B. Aliran Yang Muncul Pada Zaman Modern Beserta TokohTokohnya Serta Pemikiran filsafatnya:
1)
Aliran Rasionalisme beserta tokoh-tokohnya
Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang berarti akal
atau pikiran, dan “isme” yang berarti paham atau
pendapat. Rasionalisme ialah suatu paham yang berpendapat bahwa
“kebenaran yang tertinggi terletak dan bersumber dari akal


manusia.” Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa
akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran ini, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam
bidang filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan
dari autoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama.
Sedangkan dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan
dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan.
Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan
mengetahui obyek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan
dari empirisme dianggap sering menyesatkan. Adapun alat berpikir adalah
kaidah-kaidah yang logis.
Rene Descartes (1596-1650)
Peletak fondasi aliran ini ialah Rene Descastes (Certasius/1596-1650)
yang digelar sebagai “Bapak filsafat modern”. Descartes berasal dari
Perancis, lahir tahun 1596 di sebuah kota bernama La Haye, dan wafat
tahun 1650 di Stockholm. Karya pentingnya ialah Discours de la
Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun 1637; Mediationes de

Prima Philosophia (Renungan Tentang filsafat), terbit tahun 1641;
dan Principia Philosophic (Prinsip-prinsip Filsafat), terbit tahun 1644.
Semboyan dari aliran ini ialah ungkapan Descartes yang berbunyi: Cogito
ergo sum/I think therefore I’m (saya berpikir maka saya ada).
Spinoza (1632-1677)
Nama lengkapnya ialah Baruch de Spinoza,. Spinoza lahir di Amesterdam,
Belanda tahun 1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag. Menurutnya
aturan dan hukum yang terdapat pada semua hal tidak lain dari aturan
dan hukum yang terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-galanya harus
diterima sesuatu yang tak terdasarkan kepada yang lain, jadi yang
mutlak. Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik, menurutnya
seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satusatunya substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat
dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, Kehendak Tuhan
berarti sama dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama
dengan kehendak Tuhan.
Leibniz (1646-1716)
Gottfried Eilhelm von Leibniz adalah filosof Jerman, pusat metafisikanya
adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam
konsep monad. Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada
substansi, yaitu prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana

dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan
harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya.
2)
Aliran Empirisme dengan tokoh-tokohnya
Istilah empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau alat
indra, dan ditambah akhiran isme, sebagai suatu aliran yang berpendapat
bahwa pengetahuan/ kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui
akal, melainkan diperoleh/bersumber dari panca indra manusia, yaitu

mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Francis Bacon
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah
pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan
dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati.
Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Jadi pemikiran Francis
Bacon ini sangat bertentangan dengan pemikiran para filosof aliran
rasionalis.
Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai

permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh
dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual
(rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi
belaka.
John Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris. la lahir di Wrington, Somersetshire, pada
tahun 1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia
memasuki Universitas Oxford, mempelajari agama Kristen. Sementara ia
mempelajari vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas
pokoknya.
Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia
menerima keraguansementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia
menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak metode
deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi
berdasarkan pengalaman; Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal
(reason). la hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara
penarikan dengan metode induksi.
David Hume (1711-1776)
Tokoh lain ialah David Hume (1711-1776) pelanjut kajian Locke. Home
lahir di Edinburg, Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang

sama. Hume seorang yang menguasai hukum, sastera dan filsafat. Karya
terpentingnya ialah A Treatise on Human Nature, terbit tahun 17381740; An Enquiry Concerning Human Understanding, terbit tahun 1748;
dan An Enquiry into the Principles of Moral, (terbit tahun 1751).
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang sangat
singkat, yaitu: I never catch my self at any time with out a
perception(Saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya)
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan
pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan
impression inilah sebagai bahan dari ilmu.
3)
Aliran Kriticisme dengan tokoh tokohnya
Pendirian aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak
belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasiolah sumber pengenalan
atau pengetahuan, sedang Empirisme sebaliknya berpendirian bahwa
pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut.

Aliran ini mencoba untuk memadukan perbedaan pendapat kedua aliran
tersebut dengan tokohnya adalah Immanuel Kant (1724-1804). Ia
mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang
bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan

benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktorfaktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.
Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan
konsepsi manusia tentang dunia.
Untuk menghilangkan pertentangan di
antara rasionalisme dan empirisme, Kant mengadakan pemaduan di
antara dua aliran ini dalam hal perumusan kebenaran. Dalam kaitan ini
Kant mengatakan:
Pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur; pengalaman dan
kearifan akal budi. Pengalaman inderawi merupakan unsur a posteriori
(yang datang kemudian), sedangkan akal budi merupakan unsur a priori
(yang datang lebih dahulu).
Kant mengkritik Empirisme dan Rasionalisme, karena keduanya hanya
mementingkan satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat
sebelah. Padahal, katanya, pengetahuan selalu merupakan sintesis.
Untuk
menekan pertentangan itu Kant megadakan tiga pembedaan
perumusan kebenaran, yaitu akal budi (verstand), rasio (vernunft) dan
pengalaman inderawi.
4)

Aliran Idealisme dengan tokoh tokohnya
Terma idealisme berasal dari kata idea yang berarti gambaran atau
pemikiran, dan isme yang berarti paham atau pendapat. Idealisme ialah
suatu pandangan dunia atau metafisika yang menyatakan bahwa realitas
dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, pikiran atau
jiwa. Atau bisa disebut dengan aliran filsafat yang menjelaskan bahwa
kebenaran/pengetahuan sesungguhnya bukan bersumber
dari rasio atau empiri, melainkan dari gambaran manusia tentang suatu
pengamatan.
Tokoh Idealisme dan Pemikirannya
J. G. Fichte (1762-1914)
Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber
pengenalan/ pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata
Immanuel Kant, melainkan pada aktivitas Ego. Pemikirannya didasarkan
pada konsep Ego Mutlak; yang menemukan dan meneruskan pengertianpengertian tentang obyek; ego tidak hanya sebagai “penemu”, melainkan
kata Fichte sekaligus sebagai yang “menciptakan benda-benda” (obyek).
Dengan demikian, peran manusia sebagai subyek sangat dominan di
dalam menggagaskan sesuatu.
F. W. J. Schelling (1775-1854)
Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme

subyektif. Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah
ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu
bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek
menyadarkan subyek. Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu

diharuskan oleh kemestian yang mendahului kehendak, yaitu seluruh
obyek pengamatan kecuali sebagai pemberi kehendak, juga sebagai
pemberi arah bahkan mampu merubah kehendak.
Hegel (1770-1831)
Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi
penyemburnaan idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang
terpadu setelah dikoyak-koyak oleh Fichte dan Schelling. Apabila Fichte
bersifat subyektif dan Schelling bersifat obyektif, maka Hegel melihat
secara keseluruhan (totalitas).
Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir
yang disebut dengan dialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.
5)
Aliran Materialisme dengan tokoh tokohnya
Berasal dari “materi” yang berarti benda. Materialisme adalah aliran
filsafat yang berpendapat bahwa, kebenaran tidaklah ditentukan oleh
gambaran, melainkan oleh benda dan seluruh kenyataan yang ada
dirumuskan dan ditentukan oleh benda. Aliran ini memandang bahwa
realitas seluruhnya adalah materi belaka.
Tokoh Materialisme dan Pemikirannya
Ludwig Feuerbach (1804-1872)
Menurutnya hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga
seperti halnya benda seperti kayu dan batu. Memang orang materialis
tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti kayu dan
batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya/pada
prinsipnya/pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material;
dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang
manusia lebih unggul ketimbang sapi, batu, atau pohon, tetapi pada
eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
Karl Marx (1818-1883)
Pokok pemikiran Marx diambil dari ajaran Filsafat Hegel dan Filsafat
Feurbach. Dari Hegel diambil metode dialektikanya dan mengenai sejarah,
sedang dari Feurbach diambil teori materialismenya. Ajaran filsafat Karl
Marx disebut juga materialisme dialektika, dan disebut juga materialisme
historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa
kehidupan yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materiil itu
berjalan melalui proses dialektika: tese, antitese dan sintese. Disebut
materialisme historis, karena menurut teorinya, bahwa arah yang
ditempuh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan saranasarana produksi yang materiil.
6)
Aliran Positivisme dengan tokoh tokohnya
Istilah positivisme berasal dari kata “positive” yang berarti “jelas dan bisa
digambarkan serta bermanfaat”. Positivisme adalah aliran filsafat yang
berpangkal dari fakta yang positif. Sesuatu di luar fakta atau kenyataan
dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Menurut aliran ini, pemikiran manusia mengalami perkembangan, mulai
dari yang sangat sederhana, sampai yang modern, yaitu positif. Pada
tahap ini manusia hanya mempercayai yang riil saja berdasarkan ilmu

positif (science positive) yang didasarkan pada pengamatan (observasi)
dan percobaan langsung (eksperimentasi). Melalui dua pembuktian ini,
segala yang berbau metafisis dibuang, karena tidak bisa dibuktikan
dengan dua pendekatan tersebut.
Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1857), ia berpendapat
bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri
sendiri. Ia hanya menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang
bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metoda ilmiah
dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada
dasarnya positivisme itu sama dengan Empirisme plus Rasionalisme.
7)
Aliran Fenomenologisme dengan tokoh tokohnya
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomenon yang
mengandung tiga pengertian saling terkait, yaitu “yang langsung nampak,
sesuatu yang langsung menampakkan diri tetapi masih terselubung dan
proses penampakkan”. Berpijak pada tiga pengertian di atas,
maka fenomenologi menurut istilah yang dikembangkan ialah “filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif
manusia terhadap suatu obyek sesuai dengan penampakan diri
(fenomena) obyek tersebut”.
Jadi aliran ini berbeda dengan rasionalisme (subyektif), empirisme
(obyektif) dan idealisme (idealistik). Maka fenomenologi menggabungkan
di antara subyek (manusia), obyek (yang diamati) dengan cara
pengamatan secara intuitif.
Tokoh Fenomenologi dan Pemikirannya
Edmund Husserl (1859-1938)
Beliau adalah filosof Jerman dan pendiri Fenomenologi. Pemikiran
terpentingnya adalah: (1) Teori kebenaran; menurut Husserl kebenaran
haruslah digabung di antara subyek dengan obyek. Obyek diberi
kesempatan memperkenalkan dirinya kepada subyek yang mengamati,
sesuai dengan semboyan zurukh zu den schen selbs(kembalilah kepada
benda-benda sendiri). (2) Tiga jenis reduksi; agar intuisi dapat menangkap
gejala-gejala di atas secara benar, maka manusia harus melepaskan diri
dari pengalaman-pengalaman dan gambaran sebelumnya yang diperoleh
dalam kehidupan sehari-hari. Caranya ialah dengan tiga jenis reduksi,
yaitu: reduksi fenomenologis, reduksi eiditis, reduksi fenomenologi
transendental.
Max Scheler (1874-1928)
Max Scheler merupakan pelanjut tradisi fenomenologi. Pemikiran eksklusif
Scheler dibanding fenomenolog (filsuf fenomenologi) lainnya ialah tentang
agama. Menurutnya, agama dan filsafat merupakan dua entitas otonom
sesuai dengan posisinya. Kendati memiliki otonomi eksklusif, namun di
antara keduanya memiliki keterikatan. Misalnya, dengan memahami
metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep
metafisika agama, karena keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda.

Sebab itu kebenaran agama hanya dapat diterima atas dasar kepercayaan
religius, bukan kebenaran metafisis-filosofis.
Di dalam upaya menemukan kepercayaan religius, Scheler menggunakan
pendekatan fenomenologi. Melalui pendekatan fenomenologi ini, menurut
Scheler, dapat ditampilkan ciri dasar aktus religius, yaitu bahwa aktus itu
mempunyai intensi yang transendental dunia (yang ilahi), dan yang ilahi
ini menjadi dasar dari aktus religius. Dengan kata lain, aktus religius itu
membutuhkan pemenuhan intensional dari dunia transenden. Aktus religiusmembutuhkan suatu obyek yang tak terbatas, yaitu yang ilahi. Oleh
karena itu, kebutuhan akus religius hanya dapat terpenuhi oleh sesuatu
yang diyakini subyek sebagai berasal dari Tuhan.
8)
Aliran Eksistensialisme dengan tokoh tokohnya
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist.
Kata exist itu sendiri adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar
dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai aliran
filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk
manusia. Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada
(bereksistensi); apakah manusia, atau Tuhan atau kedua-duanya.
Tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya
Martin Heidegger (1889-1976)
Pemikiran Heidegger ialah mengenai ada/realitas dan waktu (sein und
zeit), yaitu apakah ada itu konkrit atau tidak. Persoalan yang menjadi
sorotan utamanya ialah pemaknaan “Aku ada”. Menurutnya, manusia
adalah suatu makhluk yang terlempar di dunia ini tanpa persetujuannya.
Ia seolah berada di jurang ketiadaan (nothingness) yang sangat dalam
yang menyebabkannya gelisah. Hal ini menurutnya, merupakan
kelemahan manusia dan sebagai dorongan agar ia dapat memahami akan
eksistensinya. Sebagai puncak eksistensi, manusia berbeda dengan
benda-benda sekitarnya. Namun manusia mempunyai kecenderungan
untuk menjadi suatu benda.
Soren Kierkegard (1813-1855)
Kierkegard dipandang sebagai tokoh eksistensialisme teis, yaitu berupaya
mengangkat eksistensi manusia tanpa harus membuang jauh Tuhan dari
kehidupan manusia. Ungkapannya ialah: “Saya menjadi sebagaimana
saya ada”. Melalui ungkapan ini Kierkegard menempatkan manusia
sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang berhadapan dengan
eksistensi Tuhan. Hanya manusia yang bereksistensi bukan berarti yang
lain tidak ada. Hanya saja tingkat eksistensi dunia, binatang-binatang dan
makhluk lainnya lebih rendah, karena mereka hanya ada, tidak mengada.

9)
Aliran Pragmatisme dengan tokoh tokohnya
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan, dan juga manfaat. Pragmatisme adalah aliran dalam
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah,
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab
itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak.

Tokoh Pragmatisme dan Pemikirannya
William James (1842-1910)
Sebagai pendiri pragmatisme, pemikiran terpentingnya ialah mengenai
makna pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat ala Amerika yang
berciri pragmatis. Orang Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang
bertanya “apa itu”, tetapi memasuki filsafat praktis yang bertanya “apa
gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua inilah yang melahirkan filsafat
pragmatisme. Oleh karena itu, dikaitkan dengan
aliran rasionalisme dan empirisme, pragmatisme berada di antara dua
aliran tersebut.
Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran
yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri
lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan
segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu
senantiasa berubah, karena dalam praktek, apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Ukuran segala sesuatu ialah manfaat yang praktis. Pandangan ini
mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk agama dan moral. Dalam
kaitan dengan agama, James tidak bertanya “kebenaran agama” yang ia
tanya ialah “apakah hasilnya agama menjadi pedoman hidup saya”. Jadi,
manusia bebas memilih di antara percaya dan tidak percaya, sesuai
dengan pertimbangan fragmatisnya. Begitu juga dalam bidang moral,
ukuran baik buruk ditentukan oleh adakah manfaat dari suatu perbuatan;
jika ada dipandang baik, dan jika tidak dipandang buruk.
John Dewey (1859-1952)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa
tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.
Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus
berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara praktis.
Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak
dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi
kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat untuk
bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya
mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya
adalah metoda induktif.

BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Salah satu ciri perkembangan keilmuan modern yang begitu berkembang
pada abad XX (abad kedua puluh), yaitu lahirnnya ilmu-ilmu baru yang
tampaknya bebas, seperti logika formal, Linguistik (ilmu bahasa), teori

tanda, Ilmu perilaku (Behaviour science) yang menggabungkan berbagai
ilmu seperti, sosiologi dan antropologi untuk menelaah perilaku manusia,
serta ilmu anatoni sosial (Social anatomy Science), Antropologi ragawi,
dan Ethology (ilmu tentang pola perilaku organisme). Terlihat, bahwa
desakan pemisahan ilmu-ilmu modern dari filsafat karena perbedaan ciricirinya yang sangat menyolok. Filsafat, pada dirinya bersifat (berciri)
spekulatif, sementara ilmu-ilmu modern berciri empiris, dengan
menerapkan metode empiris, eksperimental, induktif, dan positivistik. Ciri
empiris itulah yang membentuk ciri umum dunia keilmuan modern.
Zaman ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 14 M. Tetapi,
indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung
hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya
penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah. (Surajiyo:2007:87). Menurut
Slamet Iman Sontoso, ada tiga sumber pokok yang menyebabkan
berkembangnya ilmu pengetahuan di Eropa dengan pesat, yaitu
hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Liberia dengan negara
Perancis, terjadinya Perang Salib dari tahun 1100-1300, dan jatuhnya
Istambul ke tangan Turki pada tahun 1453. (Tim Dosen Filsafat Ilmu :
2001:79)
Aliran aliran yang terdapat pada zaman modern adalah
Aliran Rasionalismedengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650),
Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716). Aliran Empirismedengan
tokohnya Francis Bacon,Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (16321704), David Hume (1711-1776). Dan aliran Kriticismedengan
tokohnyaImmanuel Kant (1724-1804). Selain ketiga aliran itu, juga akan
diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi
lembaran filsafat modern, yaitu aliran idealismdengan tokohnya J. G.
Fichte (1762-1914), F. W. J. Schelling (1775-1854), Hegel (17701831). Aliran materialisme dengan tokohnya Ludwig Feuerbach (18041872) dan Karl Marx (1818-1883). Aliran positivisme dengan
tokohnyaAuguste Comte (1798-1857. Aliran fenomenologi dengan
tokohnya Edmund Husserl (1859-1938),Max Scheler (18741928). Aliran eksistensialisme dengan tokohnya Martin Heidegger
(1889-1976) dan Soren Kierkegard (18131855). Aliran pragmatismedengan tokohnya William James (18421910) dan John Dewey (1859-1952.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25