FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHAS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PRIVATISASI BUMN : KOMPARASI INDONESIA-MALAYSIA DR TOTO PRANOTO*
1. Latar Belakang
Privatisasi BUMN merupakan fenomena yang terjadi di negara maju dan berkembang, dilakukan secara intensif terutama pada awal dekade 1980 an dengan Inggris di bawah Thatcher sebagai motornya .
Privatisasi BUMN yang banyak dijalankan terutama di negara berkembang sering menimbulkan kontroversi terkait dengan tujuan, motivasi, serta implementasi yang sering disertai dengan banyak distorsi. Beberapa pemikiran yang muncul mendukung privatisasi sebagai suatu konsep untuk menciptakan perbaikan kinerja BUMN, sementara pemikiran lain melihat langkah restrukturisasi BUMN lebih tepat dilakukan untuk menghindarkan efek buruk privatisasi.
Privatisasi BUMN di Indonesia dan Malaysia telah intensif dilakukan sejak 2 dekade terakhir .Dengan latar belakang, tujuan, serta motif yang tidak persis sama maka privatisasi yang dijalanlan di ke dua negara telah menghasilkan transaksi privatisasi yang signifikan dalam jumlah dan nilai transaksi. Apakah privatisasi yang dijalankan mampu merubah kinerja BUMN dan bagaimana pengaruh aspek politik, organisasi dan kebijakan (policy) terhadap keberhasilan privatisasi merupakan hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
* DR Toto Pranoto, saat ini bertugas di Lembaga Management FEUI. Paper ini dipresentasikan pada FEUI Research Day, 13 Desember 2011
2. Landasan Teori
Apabila ditinjau dari perkembangan teori adminsitrasi publik, Privatisasi merupakan buah dari Kritik terhadap model administrasi publik klasik yang kemudian melahirkan konsep manajemen publik baru (New Public Management).
Konsep NPM muncul pada tahun 1980 an dengan Sasaran utama yang ingin dicapai adalah perubahan cara pengelolaan pemerintah dalam penyampaian pelayanan kepada masyarakat dengan penekanan pada orientasi pasar (market orientation) sehingga mampu menghasilkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Konsep NPM memfokuskan diri pada pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil, kompetisi antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan jasa publik, dan perubahan motivasi dari sekedar pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan memberikan insentif pada pelayanan publik seperti yang diberikan dalam usaha swasta. NPM menekankan performance sebagai kriteria utama, dengan menerapkan teknologi manajemen yang digunakan di lingkungan swasta ke lingkungan publik.
Menurut Farazmand (2003) 1 , NPM timbul sebagai reaksi atas perubahan lingkungan yang terjadi dalam 2 dekade sejak awal 1980 an. Perubahan lingkungan
tersebut meliputi antara lain besarnya alokasi budget untuk sektor publik yang kemudian mendorong langkah efisiensi dan pemotongan budget, tumbuhnya inovasi teknologi terutama teknologi informasi, pengaruh globalisasi ekonomi yang menjadikan efisiensi
1 Farazmand, Ali .2003. Origin, Ideas and Practice of New Public Management .Asian Affairs, Vol 25, No 3 : 30-48, July-September 2003 1 Farazmand, Ali .2003. Origin, Ideas and Practice of New Public Management .Asian Affairs, Vol 25, No 3 : 30-48, July-September 2003
Upaya yang terus dilakukan dalam rangka reformasi administrasi (administrative reform) untuk memperkuat administrasi publik diantaranya adalah melalui: Decentralization, Downsizing and Restructuring the Government Machinery ,Information and Communication Technologies, Contracting out and Outsourcing, De-
bureaucratization, Privatization, and Deregulation (Mhina, 2008) 2 .
Dash dan Abbott 3 menyatakan NPM sebagai upaya membongkar model lama birokrasi administrasi publik dengan mengintroduksi kompetisi dan keterlibatan sektor
swasta kedalam sektor publik. Mereka memasukan juga unsur change traditional bureaucracy dan reduce the size of the public sector sebagai bagian dari ciri NPM, terlihat secara skematik dalam Gambar 1.1.
2 Mhina,Charles E, 2008 ,Essential Characteristic of new public management and administrative reforms
that need to be adopted to strengthen public administration
3 Dass,Mohan dan Abbott, Keith. Modelling New Public Management in Asian Context :Public Sector Reform in Malaysia .The Asia Pasific Journal of Public Administration Vol 30 .No 1 (june 2008)
Gambar 1.1. General Model of New Public Management
Sumber : Dash & Abbot (2008)
Para penganjur kebijakan privatisasi mendasarkan diri pada teori privatisasi seperti Property Right Theory, Public Choice Theory, serta Dispersed Knowledge Theory yang digagas oleh Vickers & Yarrow, Schleifer & Visney, Cowan, Savas, dan beberapa ilmuwan lainnya.
Savas (2000) 4 menjelaskan pilihan restrukturisasi dan privatisasi BUMN berdasarkan posisi perusahaan yang digambarkan dalam matrix profitability dan industry
competitiveness seperti terlihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2 Matrix keterkaitan industry attractivenss & enterprise profitability
Most unprofitable
Most
Enterprise Profitability
profitable e v ti ti e
h ly p m ig o
H C • Sell parts • Give away
• Easy to sell s s
In • Deregulate to allow competition
• Privatize and regulate ly h ic
• Change policy
• Sell or to give users ig list
Source: Adapted from B. Jacquillat, Destatiser (Paris: Editions Robert Latfont), 138
4 Savas,E.S, 2000. Privatization and Public Private Partnership .Chatham House Publishers
Menurut penelitian Abravanel (2006) 5 , benefit yang diterima pemerintah dari privatisasi BUMN bukan sekedar hasil penjualan saham di BUMN tersebut (IPO Proceed)
melainkan juga meliputi tertariknya investor lokal dan asing untuk masuk dalam industri, peningkatan efisiensi dalam pengelolaan BUMN sehingga tariff bisa lebih murah dan kualitas barang/jasa lebih baik, kesempatan BUMN menjadi regional/global champion karena lingkungan usaha yang lebih kompetitif, sehingga akhirnya dapat meningkatkan shareholder value bagi para pemegang saham.. Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 1.3
Gambar 1.3 Value Improvement Process
Value Improvement P roc es s
Indus try s truc ture
• O pportunity to introduce competition
• O ptimal number of players in the different parts of the value chain
• S trategic and value added role of s tate versus private enterprise
P roceeds P rivate C us tomer Incumbent Dividends /
T otal
from IP O
inves tments for benefits through performance proceeds from privatization infras tructure and
companies improvement
additional benefits
• Attract private
• Improve service/ •
C reate global/
• Additional cash by
reduce debt foreign and
s haring the domes tic capital
pricing/tariff regional leader
reduction in
C reate benefits of the
value creation inves tment needs between emerging and developed
D ifferent regulated sectors
s hareholder value
countries
Sumber : Roger Abravanel,McKinsey, 2005
5 Abravanel,Roger, 2005, “Key lessons from Successful Privatization”, Privatization Barometer Workshop,Rome
Berbagai penelitian tentang kinerja privatisasi BUMN, seperti yang disarikan oleh Megginson & Netters (2001) 6 menyimpulkan bahwa BUMN pasca privatisasi umumnya
mengalami perbaikan kinerja operasional dan finansial seperti diukur dari indikator real sales (output), profitability, efficiency (tingkat penjualan per pegawai), peningkatan belanja modal (capital spending) dan menurunnya angka hutang (leverage). Penelitian privatisasi di negara berkembang seperti yang dilakukan Boubakri dan Rondinelli
(2000) 7 menunjukan bahwa faktor utama keberhasilan privatisasi bukan ditentukan semata oleh proses transfer kepemilikan saham, namun juga sangat dipengaruhi faktor
institusional seperti bagaimana kebijakan pemerintah dalam perdagangan bebas (trade openness), terbukanya iklim kompetisi, dan kesiapan infrastruktur pasar modal.
Studi Villalonga dan Wattanakul (2000) 8 menunjukkan pentingnya faktor politik ,organisasi, serta kebijakan dalam mempengaruhi kesuksesan privatisasi. Peningkatan
kinerja BUMN tidak saja terjadi karena perpindahan transfer kepemilikan dari pemerintah ke sektor swasta, namun juga ditentukan oleh bagaimana lingkungan politik yang kondusif, faktor organisasi yang memungkinkan tumbuhnya semangat corporate entreprenership , serta faktor kebijakan untuk mendukung tumbuhnya industri yang sehat.
Namun demikian privatisasi dianggap bukan satu-satunya jalan untuk perbaikan kinerja BUMN . Stiglitz (2004) menganggap Prioritas sebaiknya lebih ditekankan pada upaya membangun pasar dibandingkan privatisasi. Membangun pasar berarti mendorong
6 Megginson, William, Netter J.N, 2001. From state to market: a survey of empirical studies on privatization, journal of economic Literature 39, 321-389
7 Boubakri,Narjess and Coseet,Jean-Claude ,2000. Aftermarket Performance of privatization offering in developing countries
8 Villalonga,B, 2000. Privatization and efficiency ; Differentiating ownership effects from political, organizational, and dynamic effects. Journal of Economic Behaviour and organization 42, 43-74 8 Villalonga,B, 2000. Privatization and efficiency ; Differentiating ownership effects from political, organizational, and dynamic effects. Journal of Economic Behaviour and organization 42, 43-74
disampaikan Rondinelli (2005) dan Chang (2007). Sementara Tan (2007) 9 menyatakan bahwa proses privatisasi sering mengalami kegagalan di negara berkembang karena
motivasi politik lebih kuat dibandingkan keinginan untuk menyehatkan BUMN itu sendiri. Political motivation itu biasanya terkait dengan politik redistribusi kesejahtraan yang ditujukan hanya pada kelompok tertentu saja.
Menurut Haque (2000) 10 ,dibalik alasan formal privatisasi yang dinyatakan oleh banyak negara-negara berkembang (seperti meningkatkan efisiensi, meningkatkan
kepemilikan publik, mengurangi defisit, meningkatkan kompetisi, serta perbaikan service quality), terdapat beberapa alasan kritis yang sesungguhnya menjadi penyebab mengapa privatisasi dijalankan di negara berkembang. Pertama adalah faktor ideologi, dimana dengan dominanya ideology neoliberal (new right) yang mendewakan kebijakan pro pasar (deregulasi, free trade, pemotongan subsidi, direct foreign investment), dipicu oleh langkah konservatif Thatcher dan Reagan di awal dekade 1980 an, maka negara-negara berkembang yang banyak dikendalikan oleh teknokrat lulusan AS atau Inggris (Eropa Barat pada umumnya) terbawa arus untuk menjalankan privatisasi. Hal ini diperkuat pula dengan pengaruh yang dibawa oleh organisasi donor seperti USAID dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan IFC yang mempromosikan privatisasi sebagai obat manjur bagi negara berkembang untuk meningkatkan daya saing ekonominya .
9 Tan, Jeff, 2007, Privatization in Malaysia; Regulation, rent seeking and policy failure, Routledge Publication
10 Haque, M.Samsul, 2000, Privatization in Developing Countries; Formal Causes, Critical Reason, and Adverse Impact, in Ali Farazmand (ed) Privatization or Public Enterprise reform? (Westport,Conn :
Greenwood Press, 2000, pp 217-238
Kedua adalah faktor tingginya hutang luar negri di negara-negera berkembang, sehingga mereka dipaksa oleh lembaga seperti IMF/IFC/ADB untuk melakukan privatisasi sebagai bagian dari komitmen hutang yang diberikan. Disini alasan privatisasi bukanlah ideologi, melainkan adanya tekanan eksternal.
Ketiga, privatisasi dilaksanakan untuk kepentingan kelompok politik tertentu (vested political) dan kelompok ekonomi tertentu (economic interest gainer). Di negara maju seperti Inggris, privatisasi dipakai sebagai alat politik untuk memenangkan pemilu dan bahkan melemahkan kelompok oposisi seperti terjadi pada era Thatcher. Di negara-negara berkembang seperti Asia dan Amerika Latin, kelompok ekonomi dan politik tertentu memperkaya diri dengan kebijakan privatisasi yang undervalue.. Pihak lain yang menikmati privatisasi ini adalah beberapa konsultan multinational seperti McKinsey, Arthur Young & Co, Coopers & Lybrand, dimana mereka menerima jasa konsultasi yang sangat mahal untuk
suatu proses privatisasi. Bahkan Chapman (1990) 11 membuat pernyataan menarik ”....Ironically, as the century draws to a close, the British, the Belgians, and the French are
back in Africa and Asia, not as colonialist, but as highly-paid professional adviser, invited to produce reports on how privatization, including transnational ownership of state enterprises, can revitalize depressed and bankrupt economies ”
Tuntutan kepada sektor usaha termasuk BUMN untuk melakukan reformasi dalam tata kelolanya (corporate governance) juga meningkat seiring dengan tuntutan agar korporasi lebih accountable dan responsif terhadap tuntutan konsumen. Isu pokok teori keagenan dalam privatisasi meliputi internal control mechanism dan external control mechanism.
11 Chapman, Collin (1990). Selling the Family Silver: Has Privatization Worked ? London: Hutchinson Business Book Limited
Internal control mechanism meliputi kegiatan memonitor BOD oleh manajemen puncak (Fama dan Jansen 1993 ; Johnson, Hoskisson and Hitt, 1993), pemberian penghargaan (reward) dan perubahan struktur korporasi. Sementara external control mechanism meliputi pekerjaan : hostile takeover, leverage buyout, proxy contest, serta legal protection of minority shareholder right (Boyd, 1994 ; Walsh dan Seward, 1990).
Simon Wong (2004) 12 menyatakan tuntutan atas corporate governance didorong oleh kuatnya dorongan dari pihak stakeholder (terdiri atas pihak Regulatory, External Scrutiny,
Internal, serta tuntutan Pasar Modal). Pihak Regulator ingin terhindar dari systemic risk sehingga memastikan bahwa governance dilaksanakan. Sementara tuntutan investor di pasar global juga mengharapkan transparansi yang semakin luas. Dari segi internal perusahaan adanya tuntutan untuk rapid growth dan transisis dari model family business menyebabkan governance juga menjadi penting. Sementara faktor eksternal tentunya terkait dengan tuntutan stakeholder untuk lebih transparan bagi perusahaan.
Karakteristik BUMN yang memiliki banyak tujuan dan kadang bersifat conflicting, kuatnya intervensi politik, serta kurangnya transparansi menyebabkan BUMN memiliki governance yang unik dibandingkan sektor swasta. Dari sisi negara terdapat tantangan berupa banyaknya kepentingan dari berbagai badan negara/Kementrian untuk intervensi pengelolaan BUMN. Dari sisi Dewan Pengawas terdapat tantangan berupa lemahnya otoritas mereka untuk mengawasi dewan direksi serta posisi mereka sebagai pejabat birokrasi yang memiliki keterbatasan waktu untuk mengawasi BUMN. Sementara di sisi manajemen pengelola BUMN sering menghadapi tantangan berupa buruknya sistem remunerasi dan
12 Wong, Simon.2006. Corporate Governance in State Own Enterprises .Mckinsey Company, Washington DC 12 Wong, Simon.2006. Corporate Governance in State Own Enterprises .Mckinsey Company, Washington DC
Gambar 1.4 Three Pillars of SOE Reform
Sumber : Simon Wong (2004)
3. Kondisi BUMN Indonesia
Pada periode 2004-2008, seperti yang ditunjukkan tabel 2.1 kinerja keuangan BUMN menunjukan adanya angka perbaikan terlihat dari pertumbuhan tingkat penjualan dan profit, namun demikian dari tingkat efisiensi yang ditunjukan indiaktor ROA masih sangat rendah. Demikian pula dengan jumlah dividen yang bisa disetorkan kepada pemerintah.
Tabel 2.1
Kinerja Keuangan seluruh BUMN tahun 2004 –2008, disajikan dalam tabel berikut : (dalam Miliar rupiah)
2008 Total Aset
Laba Usaha
Laba Bersih
Belanja Operasional
Belanja Modal
Sumber : Kantor Kementrian BUMN, 2009, data diolah
Diamati secara keseluruhan, seperti terlihat pada tabel 2.2, maka pada tahun 2008 terlihat bahwa dari 30 BUMN dengan aset terbesar (dari total 141 BUMN) ternyata telah menyumbang porsi lebih dari 90 % kinerja pendapatan dan laba bersih dari keseluruhan BUMN . Jika dua BUMN yang rugi, PT PLN dan PT KAI, tidak dimasukkan dalam perhitungan maka laba bersih dari 28 BUMN yang tersisa mempunyai porsi sebesar 93,06% terhadap laba keseluruhan BUMN tahun 2008. Kenyataan ini ternyata tidak jauh berbeda dari
Huku um Pareto, di imana hanya a 20% BUM MN yang mem mberikan 80% % keuntunga an, sebalikny ya sebag gian besar BU UMN membe erikan keuntu ungan yang s sangat sediki it.
T Tabel 2.2 Kinerja Pendapatan n dan Laba Bersih 30 B BUMN tahu un 2008 (mil lyar )
Sumb ber : Riset L MFEUI, 201 10
4. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi BUMN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dapat diidentifikasi beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi BUMN, yaitu faktor politik, organisasi, serta kebijakan (policy). Untuk menguji penelitian secara empiris maka dipilih kasus privatisasi BUMN di Indonesia yang akan dikomparasikan dengan pengalaman privatisasi BUMN di Malaysia.
Penelitian ini juga secara khusus melihat bagaimana pemerintah di kedua negara melaksanakan kebijakan privatisasi dilihat dari keberadaan master plan privatisasi, pilihan metode privatisasi, serta pengaturan aspek kelembagaan pengelola BUMN
5. Model Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep serta penelitian-penelitian terdahulu terkait permasalahan penelitian ini, maka dibangun model penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Model penelitian yang ingin dikembangkan dalam riset ini adalah pembuktian hipotesis bahwa terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi ,serta adanya pengaruh faktor politik, organisasi dan kebijakan dalam menentukan kinerja privatisasi BUMN. Model penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Model Penelitian
6. Proposisi dan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan diatas, selanjutnya diajukan beberapa proposisi yang akan menjadi kerangka acuan dalam penelitian ini. Adapun proposisi yang dimaksudkan adalah : Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan diatas, selanjutnya diajukan beberapa proposisi yang akan menjadi kerangka acuan dalam penelitian ini. Adapun proposisi yang dimaksudkan adalah :
Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Konsep property right maupun public choice theory menyatakan bahwa BUMN memiliki banyak hambatan untuk berkembang dan meningkatkan kinerja, sehingga tindakan privatisasi diharapkan dapat memperbaiki kinerja BUMN. Penelitian Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan Estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998); Anderson dkk (1997), menunjukan Privatisasi menghasilkan perbaikan pada efisiensi operasional BUMN yang pada akhirnya meningkatkan kinerja finansial. Penelitian Makhija (2003) menunjukkan bahwa kemampuan daya saing (didalamnya termasuk kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan) lebih besar pada BUMN yang sudah diprivatisasi.
b) Proposisi 2
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor politik. Faktor politik disini terkait dengan asumsi pengelolaan BUMN oleh pemerintah yang dianggap tidak efisien sehingga memungkinkan terjadinya proses ”buying votes & political power”. Disini bisa terjadi konflik seperti keputusan untuk menjual dengan upaya menumbuhkan kompetisi, atau bagaimana metoda privatisasi yang akan dipilih. Shirley menunjukan privatisasi tidak akan berjalan mudah bila terjadi politisasi BUMN, sehingga mengurangi minat investor. Schleifer &Visny serta Vickers & Yarrow berpendapat bahwa privatisasi akan mengurangi intervensi politisi terhadap BUMN. Sementara Savas menyatakan pentingnya political commitment dari pemerintah dalam menunjang keberhasilan privatisasi Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor politik. Faktor politik disini terkait dengan asumsi pengelolaan BUMN oleh pemerintah yang dianggap tidak efisien sehingga memungkinkan terjadinya proses ”buying votes & political power”. Disini bisa terjadi konflik seperti keputusan untuk menjual dengan upaya menumbuhkan kompetisi, atau bagaimana metoda privatisasi yang akan dipilih. Shirley menunjukan privatisasi tidak akan berjalan mudah bila terjadi politisasi BUMN, sehingga mengurangi minat investor. Schleifer &Visny serta Vickers & Yarrow berpendapat bahwa privatisasi akan mengurangi intervensi politisi terhadap BUMN. Sementara Savas menyatakan pentingnya political commitment dari pemerintah dalam menunjang keberhasilan privatisasi
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor organisasi. Diantaranya ditunjukan oleh Villalonga tentang pentingnya peran pemimpin (CEO) dalam menentukan kesuskesan privatisasi. Sementara Parker menyatakan bahwa organisasi BUMN akan menjadi lebih ramping pasca privatisasi sebagai response menghadapi situasi pasar yang dianggap lebih kompetitif. Forrer & Kee menyatakan bahwa privatisasi BUMN mempengaruhi perusahaan secara struktural (perubahan BOD, perubahan dalam manajemen dan mission,goals,values BUMN) dan perubahan kultur organisasi (proses pengambilan keputusan, perubahan HRM, perubahan persepsi karyawan) .
d) Proposisi 4
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor kebijakan (policy). Hal ini terutama dikaitkan dengan bagaimana kebijakan pemerintah dalam mendorong terciptanya regulasi yang kondusif bagi BUMN pasca privatisasi, seperti kebijakan untuk mempromosikan kompetisi pasar atau regulasi hukum yang lebih kuat. Rondinelli menyatakan keberhasilan privatisasi dipengaruhi seberapa jauh kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan dalam mempromosikan kompetisi dan regulasi yang efektif. Hal tersebut serupa dengan pendapat Abravanel dan Kriegsmann.
Berdasarkan proposisi tersebut maka diajukan Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : Hipotesis 1 : Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi Hipotesis 2 : Faktor politik berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN Hipotesis 3 : Faktor organisasi berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN Hipotesis 4 : Faktor kebijakan berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN
Berdasarkan kerangka teori serta proposisi dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, berikut dapat digambarkan kerangka operasional hubungan faktor politik, organisasi, kebijakan, strategi privatisasi serta kinerja BUMN seperti yang terlihat pada gambar 5.1. dibawah ini .
Gambar 5.1 Diagram Model dengan Variabel dan Indikator Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada BUMN yang sudah diprivatisasi di Indonesia dan di Malaysia. Pengujian dilakukan pada periode 3 tahun sebelum dan 3 tahun setelah privatisasi. Untuk memberikan keyakinan atas hasil penelitian, maka time horizon penelitian di Indonesia juga ditambah menjadi 5 tahun sesudah privatisasi. Penelitian di Indonesia menggunakan 13 sampel BUMN, yaitu 3 BUMN perbankan dan 10 BUMN Penelitian ini dilakukan pada BUMN yang sudah diprivatisasi di Indonesia dan di Malaysia. Pengujian dilakukan pada periode 3 tahun sebelum dan 3 tahun setelah privatisasi. Untuk memberikan keyakinan atas hasil penelitian, maka time horizon penelitian di Indonesia juga ditambah menjadi 5 tahun sesudah privatisasi. Penelitian di Indonesia menggunakan 13 sampel BUMN, yaitu 3 BUMN perbankan dan 10 BUMN
penelitian kuantitatif yang telah dilakukan oleh Qian Sun dan Wilson Tong (2002) 13 .
7. Metoda Pengumpulan dan Analisis Data
Untuk kasus Indonesia, maka data primer yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang didistribusikan ke 13 BUMN Indonesia yang telah diprivatisasi pada periode 1990- 2004, serta kunjungan dan wawancara ke Kantor
Kementrian Negara BUMN sebagai regulator, wawancara dengan praktisi BUMN, serta Akademisi pemerhati BUMN. Sementara data sekunder menggunakan informasi yang dapat diakses di Bursa Efek Indonesia, website perusahaan, serta sumber-sumber lain yang relevan.
Sementara data primer untuk kasus privatisasi di Malaysia diperoleh dengan melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Khazanah Nasional ,yaitu holding company yang mengelola BUMN yang bersifat komersial di Malaysia, bertempat di kantor pusat Khazanah di Kuala Lumpur.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan t-test. Dalam penelitian ini akan digunakan tiga jenis uji statistik non-parametrik antara lain Sign Test, Wilcoxon
Signed Ranks Test, dan Mann Whitney Test (atau disebut juga Wilcoxon Rank Sum
13 Sun, Kian & Wilson Tong. 2002 Malaysia Privatization: A Comprehensive Study. Financial Management, vol. 31, no 4,Winter 2002.
Test). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan Malaysia.
Dalam rangka untuk meneliti variabel yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi di Indonesia akan dilakukan dengan pengujian data primer dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). Atas hasil AHP tersebut maka kemudian akan dilakukan pendalaman lebih lanjut dengan melakukan in-dept-interview terhadap narasumber ahli. Sementara untuk mendapatkan profil keberhasilan atau kekurangberhasilan privatisasi BUMN di Indonesia berdasarkan berbagai variabel yang telah ditentukan dalam penelitian ini, maka dilakukan pengolahan data primer dengan menggunakan metode Analisis Cluster
8. Hasil Pengujian Data :
Hasil pengujian data primer untuk pembuktian hipotesis dapat dilihat secara lengkap dalam bagian Lampiran.
Secara umum hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi Kelompok BUMN Non Perbankan :
Hasil analisa kinerja BUMN non perbankan sebelum dan sesudah privatisasi secara umum menunjukan adanya perbaikan kinerja pasca privatisasi. Indikator yang berubah secara signifikan adalah untuk indikator Real Sales, Debt Ratio, serta Long term Debt to equity. Sementara untuk indikator Net profit margin, dividen to sales serta dividen payout ratio juga menunjukkan angka yang meningkat, meskipun secara uji statistik tidak signifikan.
Kesimpulan : Hipotesis 1 terbukti seperti penelitian yang dilakukan oleh Megginson (2000), Rondinelli dan Boubakri (2000),Wattanakul (2002)
Kelompok BUMN Perbankan :
Hasil pengujian pada 2 bank menunjukkan perbaikan indikator keuangan, seperti indikator NIM, ROA ,NPL, Dividen to operating income lebih baik dibandingkan perhitungan dengan sampel 3 bank . Meskipun uji secara statistik pada semua indikator menunjukkan hasil tidak signifikan Kesimpulan : Untuk BUMN Kelompok Perbankan Hipotesis tidak terbukti
Hipotesis 2: Faktor Politik Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy 1 : Regim Otoriter Vs Regim Demokrasi ---- ÆHasilnya menunjukkan Privatisasi pada era Regim Otoriter (Regim Soeharto) pada beberapa aspek ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan BUMN yang diprivatisasi pada pemerintahan era demokrasi /reformasi. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan pada indikator NPM dan ROA dan uji statistik terbukti signifikan . Sementara indikator OE,RS,DR,LTDE,DtS,dan DP secara uji statistik tidak signifikan
Proxy 2 : Struktur kepemilikan Saham Pemerintah -- Æ-Hasilnya menunjukkan Privatisasi BUMN dimana kepemilikan pemerintah kurang dari 75% pada beberapa indikator ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan BUMN yang diprivatisasi dimana kepemilikan saham pemerintah lebih dari 75%. Hal ini ditunjukkan dengan uji statistik pada indikator NPM dan Real Sales yang terbukti signifikan.
Sementara indikator ROA,ROE,DR,LTDE,DtS,dan DP menunjukkan angka yang lebih baik meskipun uji statistik tidak signifikan
Kesimpulan : Hipotesis 2 terbukti bahwa faktor politik berpengaruh terhadap kinerja privatisasi. Hal ini sesuai dengan teori tentang pengaruh faktor politik dalam Privatisasi BUMN, seperti yang dinyatakan : Lawrinsky&Kiefel (1993), Vickers & Yarrow (1988), Schleifer & Visney (1994), Savas (2000), serta penelitian yang dilakukan Megginson (2000), Comstock (2000), dan Jelic,Briston & Aussenegg (2003)
Hipotesis 3: Faktor Organisasi Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy : Tim Manajemen Baru Hasil : Semua indikator keuangan menunjukkan hasil yang tidak signifikan, kecuali untuk indikator Real Sales, dimana manajemen lama ternyata lebih baik dibandingkan manajemen baru. Dari segi profitabilitas (NPM,ROA,ROE) dan pengelolaan hutang (DR,LTDE) ternyata manajemen lama dapat memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan manajemen baru, meskipun uji statistik tidak signifikan. Kesimpulan : Hipotesis 3 bahwa faktor organisasi berpengaruh terhadap kinerja privatisas BUMN terbukti meskipun hanya pada satu indikator keuangan
Hipotesis 4: Faktor Kebijakan Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy : Sifat Pasar Kompetitif dan Tidak Kompetitif Hasil : Indikator kinerja BUMN yang bergerak di pasar yang tidak kompetitif ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan BUMN yang diprivatisasi dan bergerak di pasar yang bersifat kompetitif. Uji statistik menunjukkan hasil yang signifikan pada indikator NPM, ROA, ROE, dan Dividen to Sales . Sementara indikator Real Sales, Debt Ratio, LTDE, dan DP secara uji statistik tidak signifikan
Kesimpulan : Hipotesis 4 terbukti pada sebagian besar indikator keuangan, artinya faktor kebijakan berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN. Pembuktian hipotesis ini sesuai dengan penelitian tentang pengaruh faktor organisasi terhadap Kinerja Privatisasi BUMN ,seperti yang dilakukan : Megginson (2000), Narain (2003), serta Rondinelli (2005)
Kinerja Metode IPO vs SS
Untuk membandingkan kinerja BUMN yang diprivatisasi dengan metoda yang berbeda yaitu dengan pola IPO dan SS, maka dilakukan perhitungan untuk menunjukan perbedaan kinerja tersebut Hasil : Terlihat dari 8 indikator keuangan ternyata 5 indikator lebih superior apabila
privatisasi mengunakan metoda IPO. Hal ini bisa dilihat dari indikator NPM, debt ratio, LTDE, dividend to sales serta dividend payout. Sementara dari sisi kinerja ROA dan ROE relatif hampir sama meskipun metoda SS relative lebih unggul. Metoda SS terlihat superior pada indikator real sales. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dalam melihat metode privatisasi di negara transisi dan negara berkembang, seperti yang dilakukan oleh Megginson (2000), Boubakri (2000), Jelic,Briston & Aussenegg (2003) .
Hasil Analisis AHP Terhadap PengaruhFaktor Politik, Organisasi, Serta Kebijakan (Policy) Dalam Privatisasi BUMN
Analisis AHP dilakukan untuk melihat persepsi responden tentang seberapa dominan pengaruh faktor politik, organisasi, serta kebijakan dalam menentukan keberhasilan privatisasi. Secara rata-rata responden menjawab bahwa faktor organisasi adalah yang paling Analisis AHP dilakukan untuk melihat persepsi responden tentang seberapa dominan pengaruh faktor politik, organisasi, serta kebijakan dalam menentukan keberhasilan privatisasi. Secara rata-rata responden menjawab bahwa faktor organisasi adalah yang paling
Dari bobot terhadap keseluruhan sub faktor terlihat bahwa 5 sub faktor dominan adalah: tim manajemen baru (17,3%), diikuti oleh sub faktor struktur keuangan
perusahaan (11,3%), struktur kepemilkan saham (9,4%), pengurangan keterlibatan pemerintah dalam pengambilan keputusan perusahaan (7,7%), serta penerapan
efisiensi dengan mendorong kompetisi (7,7%). Dapat dilihat bahwa 5 (lima) sub faktor ini ada dalam kelompok faktor organisasi dan faktor politik. Hal ini mencerminkan pentingnya sub faktor tersebut diantara para responden.
Ditinjau dari evaluasi alternatif hirarki tujuan, maka dikaji pilihan apakah BUMN akan diprivitisasi dengan metoda IPO atau SS, serta pilihan apakah pemerintah akan melepas kepemilikan secara mayoritas (full divestiture) atau sebagian (partial divestiture). Untuk tujuan pertama, responden penelitian menunjukan bahwa alternatif IPO (63,3%) lebih dipilih dibandingkan metode SS (36,7%).
Hasil Analisis Cluster
Penelitian ini menggunakan 10 sampel BUMN non bank yang sudah diprivatisasi di Indonesia sampai dengan tahun 2004. Ke 10 BUMN ini kemudian dibuat cluster berdasarkan 7 variabel, yaitu : kenaikan NPM, kenaikan ROA, kenaikan real sales, kepemilikan pemerintah, sifat pasar, tahun IPO, serta perubahan direksi BUMN.
Cluster Terbaik adalah cluster ke 2 dengan karakteristik : • Kenaikan NPM rata-rata 11%
• Kenaikan ROA rata-rata minus 1% (turun) • Kenaikan Real Sales rata-rata 64% • Semua anggotanya (4), kepemilikan pemerintah < 75% • Semua anggotanya (4), IPO sebelum 1998 • Semua anggotanya (4), berada pada pasar tidak kompetitif • 3 dari 4 anggotanya, kebanyakan direksinya adalah direksi lama
9. Analisis Kinerja Privatisasi BUMN Malaysia
Penelitian yang dilakukan terhadap BUMN yang diprivatisasi di Malaysia dilakukan terhadap 24 BUMN yang terdaftar (listed) di Kuala Lumpur Stock Exchange. Pemilihan sampel ini terutama didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Qian Sun dan Wilson Tong (2002). Hasil penelitian secara umum memperlihatkan bahwa: BUMN pasca privatisasi mampu meningkatkan profit hampir 3 kali lipat, sementara tingkat real sales dapat ditingkatkan hampir lebih dari dua kali lipat. Di sisi lain tingkat hutang (leverage) dapat ditekan turun, sementara tingkat deviden yang dibagikan cenderung meningkat. Uji secara statistik terbukti signifikan.
Beberapa temuan lainnya menunjukan bahwa struktur kepemilikan pemerintah cukup berpengaruh dalam menentukan besarnya tingkat keuntungan (NPM).
Sementara itu dilihat dari sisi organisasi tampak bahwa perubahan dalam kompensasi terhadap BOD memiliki dampak negatif terhadap kinerja BUMN yang diprivatisasi dengan IPO. Sementara itu dari sisi pergantian pucuk pimpinan perusahaan (key management personnel) ternyata memiliki dampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini bisa diartikan bahwa new management team kurang memiliki kualifikasi yang diharapkan untuk memimpin perubahan dalam perusahaan.
Dilihat dari pengaruh faktor kebijakan terhadap kinerja privatisasi BUMN berdasarkan penelitan tersebut terlihat bahwa pasar kompetisi kurang berpengaruh terhadap kinerja BUMN Malaysia. Sebagian besar BUMN biasanya berada dalam pasar yang kurang kompetitif (less market competition) sehingga mereka kurang termotivasi untuk berkompetisi meskipun telah menjadi perusahaan publik .
10. Komparasi Kebijakan Privatisasi Indonesia- Malaysia
10.1 Pembinaan BUMN
Perbandingan kebijakan privatisasi diantara Indonesia dan Malaysia dapat dilihat Berdasarkan kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan BUMN, maka dapat ditelusuri bahwa kebijakan privatisasi telah dicanangkan sejak tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Keppres No 5/1988 yang berisikan ketentuan untuk restrukturisasi,merger, dan privatisasi BUMN. Secara historis kebijakan ini dapat dilihat pada gambar 10.1 sebagi berikut :
Gambar 10.1 Pembinaan dan Pengelolaan BUMN
Pembinaan BUMN oleh
Pengalihan/ Pelimpahan
Pelimpahan kedudukan, tugas
Departemen/ Menteri
kedudukan, tugas dan
dan kewenangan Menteri
Teknis
kewenangan Menteri
Keuangan pada Persero,
Keuangan pada Persero,
Perum dan Perjan kepada
UU No. 19 PRP th1960 Menteri BUMN
Perum dan Perjan kepada
Menteri BUMN
tentang Perusahaan
PP No. 12 th 1998 tentang
Negara
Perusahaan Perseroan; PP No. 13 th 1998 tentang
PP No. 64 th. 2001
PP No. 41 th. 2003
Perusahaan Umum
UU 19/2003 PP No. 12 th 1969 tentang
tentang BUMN Perusahaan Perseroan;
PP No. 50 th 1998; Inpres
No. 15 Th 1998; Keppres
Inpres No. 11 tahun 1973; PP No. 3
No. 38/1999; Keppres No.
Menteri BUMN adalah pihak
th 1983 tentang Tata Cara
Pembinaan dan Pengawasan Negara/ Pem.Pus selaku Perusahaan Jawatan, Perusahaan
yang mendapatkan Kuasa dari
Pemegang Saham/ Pemilik
Pengalihan tugas dan kewenangan Menteri
Modal BUMN (pasal 1 ayat 5)
Umum dan Perusahaan Perseroan
• Menteri Keuangan sebagai
Keuangan sebagai Pemegang
Pembina Keuangan
Saham dalam Perusahaan
• Menteri Teknis sebagai Pembina
Perseroan (Persero) kepada
Teknis
Menteri Negara Pendayagunaan BUMN
Sumber : Kantor Meneg BUMN (2009 )
Pada tahun 2003 pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU N0 19 /2003 tentang BUMN dimana dalam UU tersebut diatur tentang peran dan posisi BUMN. Dalam UU ini ditegaskan bahwa peran BUMN mengandung 5 unsur utama yaitu : fungsi membantu pertumbuhan ekonomi nasional, fungsi mengejar keuntungan, fungsi pelayanan umum, fungsi perintisan usaha, serta fungsi untuk pengembangan ekonomi lemah. Secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 10.2.
Gambar 10.2 Peran BUMN sesuai UU No 19/2003
Pengembangan Pertumbuhan
Mengejar
Pelayanan
Perintis Usaha Ekonomi
Ekonomi Nasional
Keuntungan
Umum
Lemah, Koperasi & Masyarakat
• Jasa
• BBM
(Perbankan, tele
• Infrastruktur
• Listrik
komunikasi, per
• Transportasi
• Transportasi
• Penjaminan kredit,
AKTIVITAS
• Energi
• PKBL, • Pendanaan/Kredit
(sarana &
dagangan)
• Sarana Pertanian
• Pertambangan
• Bahan Pangan
prasarana)
• Kredit UKM
• Perkebunan
• Kesehatan
• Pelabuhan, Ban
dara, Jalan
• Perbankan, Tele
• Energi komunikasi & • Transportasi
• Penjaminan SEKTOR • BBM, Listrik, Batu
• Perbankan • Perbankan dan
perdagangan
• Sarana Pertanian
BUMN bara,
• Semua BUMN
untung Jasa Keuangan
• Meningkat‐nya
• Meningkatnya
Meningkatnya peran INDIKATOR
belanja & investasi
Meningkatnya Peran BUMN
Laba Usaha & Dividen
Ketersediaan barang
Perkembangan UKM dalam Sarana Prasarana
& Jasa dengan
BUMN dalam
• Ketersedia‐an
• Meningkatnya
jumlah yang tepat &
kapitalisasi saham
perekonomian
BUMN di pasar
harga terjangkau
Sumber : Kementrian BUMN, 2009
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN menjadi salah satu faktor yang dianggap menjadi kelemahan BUMN . Belum lagi dikaitkan dengan banyaknya UU/Peraturan yang harus diikuti BUMN pada saat melakukan corporate action. Pihak bisnis swasta hanya tunduk pada UU PT dan UU Pasar Modal, sementara BUMN harus ditambah dengan UU Keuangan Negara, Badan Pengawasan, serta UU BUMN.
UU No 17 Th 2003 tentang Keuangan negara terutama pasal 2 huruf g yang memasukkan aset negara yang dipisahkan sebagai modal di BUMN sama seperti aset negara lainnya yang tidak dipisahkan, sehingga untuk melakukan rightsizing BUMN UU No 17 Th 2003 tentang Keuangan negara terutama pasal 2 huruf g yang memasukkan aset negara yang dipisahkan sebagai modal di BUMN sama seperti aset negara lainnya yang tidak dipisahkan, sehingga untuk melakukan rightsizing BUMN
Berdasarkan dinamika politik yang terjadi dalam waktu 10 tahun terakhir, dimana telah terjadi 7 kali penggantian Menteri BUMN telah memunculkan keraguan terhadap konsistensi pelaksanaan kebijakan Kementrian BUMN. Proses pergantian pemerintah yang begitu cepat pada periode 1999-2004 mempengaruhi pencapaian upaya reformasi BUMN menuju korporasi yang berdaya saing tinggi. Dorongan politik ekonomi untuk melakukan privatisasi BUMN selalu berubah menyesuaikan dengan tujuan dan visi regim pemerintah bersangkutan
10.2 Proses Privatisasi
Proses privatisasi sendiri akan dilaksanakan melalui mekanisme yang cukup ketat diantara pemerintah dan DPR. Proses ini mengikuti tahapan sebagai berikut : 1) proses internal di pemerintah yang terdiri dari proses penetapan BUMN yang akan di privatisasi (identifikasi BUMN yang akan di privatisasi, cara/metode privatisasi dan jumlah saham yang akan dilepaskan), dimana proses ini melibatkan Komite Privatisasi yang diketuai oleh Menko Ekonomi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN serta Menteri Teknis terkait..BUMN yang disepakati untuk diprivatisasi dimasukan dalam daftar Program Tahunan Privatisasi (PTP) ; 2) proses persetujuan dan konsultasi di DPR yang dimulai dengan penetapan hasil privatisasi dalam APBN (jika ada) ; 3) proses Proses privatisasi sendiri akan dilaksanakan melalui mekanisme yang cukup ketat diantara pemerintah dan DPR. Proses ini mengikuti tahapan sebagai berikut : 1) proses internal di pemerintah yang terdiri dari proses penetapan BUMN yang akan di privatisasi (identifikasi BUMN yang akan di privatisasi, cara/metode privatisasi dan jumlah saham yang akan dilepaskan), dimana proses ini melibatkan Komite Privatisasi yang diketuai oleh Menko Ekonomi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN serta Menteri Teknis terkait..BUMN yang disepakati untuk diprivatisasi dimasukan dalam daftar Program Tahunan Privatisasi (PTP) ; 2) proses persetujuan dan konsultasi di DPR yang dimulai dengan penetapan hasil privatisasi dalam APBN (jika ada) ; 3) proses
Gambar 10.3 Mekanisme Privatisasi BUMN
Permintaan Rekomendasi atas PTP *)
Menteri Negara
● Menyusun Program Tahunan
PTP
la
a ik - Metode Privatisa si
e a p e - Nama BUMN yang akan diprivatisasi
Arahan/Koordinasi, meliputi:
Privatisasi/PTP, meliputi:
-Kebijakan umum dan persyaratan
(P e R
-Langkah2 untuk kelancaran
-Jalan keluar jika ada masalah
s l3
P tn
- Rentang jumlah (%) saham
strategis sektoral
n e iv P
- Perkiraan nilai (hasil) privatisa si
(Psl 80 UU 19/2003, Psl 11 PP
m tu s e Psl 12 PP 33/2005)
(Psl 81 UU 19/2003 dan penjelasanannya,
id ● Melaksanakan Privatisasi
ik e n lu M i - Setelah konsultansi/persetujuan DPR
a p a n e (disvestasi maupun dilusi) per BUMN
d ta
Menetapkan Program
la
- Setelah terbit PP (untuk disvestasi) n o e S
Tahunan Privatisasi/PTP
u (Psl 81 UU 19/2003, Psl 3, 12 PP 33/2005 le h tn n
d ● Sosialisasi kepada id n stakeholder/lewat Direksi
g d p ta
ite e (Psl 12 PP 33/2005)
- Pembahasan usulan RAPBN n iu ka
Presiden
lk u n s
Privatisasi (Panggar, Panja)
o - Penetapan hasil privatisasi (Program n a le
Tahunan Privatisasi/PTP) secara
h Setneg
overall, dalam APBN
*) Rekomendasi Menkeu atas PTP sesuai Psl 12 ayat 3 PP 33/2005 dapat diberikan sekaligus dalam kapasitas Menkeu
sebagai anggota Komite Privatisasi
Dalam prakteknya, seperti yang dinyatakan oleh sumber di Kementrian BUMN 14 , proses ini akan makan waktu yang cukup panjang terutama saat pembahasan di DPR,
karena paling tidak melibatkan 2 komisi. Apabila dibutuhkan minimal 2 kali pertemuan setiap komisi maka untuk 1 proposal privatisasi BUMN akan dibutuhkan minimal 4 kali pertemuan dengan pihak DPR, sehingga ketika pemerintah membawa proposal 10 BUMN yang akan diprivatuisasi maka dibutuhkan paling sedikit 40 kali hearing dengan
14 Wawancara penulis dengan pejabat eselon 1 Kementrian Negara BUMN pada 2010
DPR. Terkadang hal ini menyebabkan hilangnya momentum untuk go public . Upaya untuk pembenahan proses IPO dengan melakukan pemisahan yang tegas antara proses politik dan birokrasi dengan proses korporasi mutlak segera dilakukan.
Sejauh ini, meski hanya terdapat 18 BUMN yang sudah go public dari total 423 emiten yang terdaftar di BEI, peran mereka sangat menonjol. Hal ini dilihat pada indikator total kapitalisasi emiten BUMN yang mencapai Rp 757 trilyun atau 25% dari total kapitalisasi BEI. Disamping itu 4 emiten BUMN, yaitu Telkom, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Negara Indonesia masuk dalam kategori 10 emiten dengan kapitalisasi terbesar di BEI.
Privatisasi dilakukan dalam Masterplan Revitalisasi BUMN 2005-2009 menggunakan salah satu dari tiga metode di bawah ini yaitu:
a. Penjualan Saham berdasarkan Ketentuan Pasar Modal;
b. Penjualan Saham Langsung kepada Investor/Strategic Sale (SS)
c. Penjualan Saham kepada Manajemen dan/atau Karyawan (Employee and Management Buy Out /EMBO)
Hasil privatisasi untuk saham baru (dilusi saham pemerintah) dialokasikan untuk menambah kas perusahaan, sementara hasil privatisasi berupa penjualan saham lama (divestasi saham pemerintah) masuk dalam APBN.
10.3 Aspek Kelembagaan Kementrian BUMN dan Good Governance
Di Indonesia pihak yang melakukan fungsi regulasi dan kontrol terhadap BUMN (termasuk kegiatan privatisasi) adalah Kantor Kementrian Negara BUMN. Sejak berdiri sebagai Kementrian tersendiri yang mengurusi BUMN pada tahun 1999, fungsi regulator Di Indonesia pihak yang melakukan fungsi regulasi dan kontrol terhadap BUMN (termasuk kegiatan privatisasi) adalah Kantor Kementrian Negara BUMN. Sejak berdiri sebagai Kementrian tersendiri yang mengurusi BUMN pada tahun 1999, fungsi regulator
Menteri BUMN juga bertugas menyusun kebijakan BUMN secara keseluruhan, berkoordinasi dengan Departemen, Parlemen, dan pihak-pihak lain. Sementara executing agency diserahkan kepada super holding company yang bertanggung jawab pada Menteri BUMN, yang tugas utamanya adalah melakukan pengembangan internal perusahaan. Holding Company bertugas layaknya perusahaan modern yang berkonsentrasi pada peningkatan daya saing melalui restrukturisasi, peningkatan efisiensi dan ekspansi bisnis. Secara praktis peran Menteri BUMN sebagai pembuat kebijakan dan sebagai RUPS harus dipisahkan. Sebagai pemegang saham pemerintah memiliki wewenang dan hak suara dalam RUPS, namun selebihnya pemerintah diharapkan tidak ikut campur dalam pengelolaan BUMN. Hal ini dianggap akan mengurangi rentang kendali (span of control) Menteri BUMN dalam pengelolaan BUMN, sehingga harapan untuk menciptakan value creation di setiap BUMN dapat terealisir.
Modifikasi struktur Kementrian BUMN dapat dilakukan melalui langkah transisi menuju struktur ideal. Secara operasional fungsi Menteri BUMN dilaksanakan baik sebagai Kepala Badan Kebijakan maupun sebagai Pengelola BUMN. Struktur saat ini perlu dimodifikasi dimana diusulkan Menteri BUMN dibantu oleh Sekretaris Kementrian, Deputi Pelayan Publik, Hukum, Pengelolaan Aset dan Pembinaan Operasional .
Apabila langkah transisi dianggap sudah mencukupi maka pada tahap selanjutnya, posisi Menteri BUMN ditetapkan sebagai Kepala Badan Kebijakan BUMN. Disini positioning Menteri BUMN memang sebagai policy maker dan bertindak sebagai non executing agency. Sementara untuk pengoperasian BUMN akan dibentuk Holding Company /Super holding company yang dipimpin kalangan profesional dan bertanggung jawab pada Menteri BUMN dalam kapasitas sebagai pemegang mandat RUPS. Secara ideal struktur organisasi Kementrian BUMN pada masa transisi ini dapat diilustrasikan pada gambar 10.4 .
Gambar 10.4 Struktur Ideal Kantor Kementrian BUMN
Sumber : Modifikasi Struktur Organisasi dari ide awal Daniri & Prasetyantoko
10.4 Kebijakan Pembinaan BUMN dan Privatisasi Di Malaysia
Privatization Masterplan pertama ini disusun untuk privatisasi BUMN dalam rentang waktu 1991-1995. Dalam Guidance for Privatization tersebut dinyatakan lima alasan yang mendasari penerapan privatisasi. Pertama, ditujukan untuk mengurangi beban ekonomi dan keuangan pemerintah, khususnya dalam penanganan dan pemeliharaan pelayanan dan infrastruktur. Kedua, untuk mempromosikan kompetisi, memperbaiki efisiensi dan meningkatkan produktifitas dalam pemberian pelayanan. Ketiga, untuk merangsang kewirausahaan dan investasi, dan karenanya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Keempat, untuk mengurangi jumlah dan ukuran sektor publik, dengan kecenderugan monopolistik dan dukungan birokrasi. Kelima, untuk mendukung pencapaian tujuan New Economic Policy (NEP), khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan Bumiputera.
Berdasarkan studi Qian & Wilson (2004) dan Isnuhardi (2008) 15 menunjukan metoda privatisasi yang paling banyak digunakan adalah penjualan saham kepada publik (IPO) serta
model strategic sales. Namun demikian menurut Manikam (2009) 16 , metoda privatisasi di Malaysia sesuai masterplan dilaksanakan dengan pendekatan dimana untuk proyek yang
bersifat baru dilakukan privatisasi dengan model Build-Operate-Transfer (BOT) biasanya untuk proyek infrastruktur,utilitas dan proyek energi, Built-Operate-Owned (BOO) misalnya untuk proyek pembangkit listrik, build-Lease-transfer (BLT), Build-transfer (BT) dan Land Swap. Sementara untuk proyek yang sudah berjalan (existing projects), privatisasi bisa
15 Isnurhadi, Syamsurizal, 2008. Analysis of short run and long run performance of privatization initial public offering in Malaysia. Working Paper
16 Manikam,Selvarajoo,2009. The privatization policy. Economic Planning Unit Malaysia 16 K.S.,Jomo and Wooi Sin,Tan, 1992 16 Manikam,Selvarajoo,2009. The privatization policy. Economic Planning Unit Malaysia 16 K.S.,Jomo and Wooi Sin,Tan, 1992
Menurut Husin (2006) 17 , kunci kesuksesan privatisasi di Malaysia dapat dilihat dari beberapa proses sebagai berikut : 1) adanya komitmen yang kuat dari pemerintah ; 2) adanya
komitmen untuk menjadikan sektor swasta sebagai motor pembangunan (strong policy statement on private sector as the engine of growth) ; 3)sektor swasta memiliki tingkat keahlian dan kesiapan untuk menerima privatisasi dan menanggung investment risk ; 4) dibutuhkannya well-developed financial market untuk mendukung privatisasi dalam skala besar ; 5) diperlukannya perencanaan matang ( proper planning), monitoring & koordinasi untuk menjamin suksesnya privatisasi ; 6) Diperlukannya evaluasi ketat atas project viability.
Khazanah Nasional Berhad sebagai induk perusaahaan BUMN yang bersifat komersial di Malaysia didirikan sejak tahun 1994. Fungsi Khazanah adalah sebagai super holding company yang mengelola kelompok BUMN yang bersifat komersial di Malaysia. Pada akhir 2009 Khazanah mengelola hampir 50 BUMN (GLC) besar dengan
total asset per Desember 2009 mencapai RM 92.2 billion 18 dibandingkan nilai per Mei 2004 yang hanya RM 50.9 billion atau hampir naik dua kali lipatnya.
Sebagai investment holding company Khazanah saat ini beroperasi secara global, termasuk diantaranya investasi di negara seperti Singapura, India, China, Indonesia dan beberapa negara di Eropa. Saat ini Khazanah Nasional bertindak sebagai investment holding
17 Husin. Dato Abd Rahman.2006. Malaysia’s Economic Development with emphasis on Public-Private Collaboration . World Bank PSD Conference.
18 Khazanah Annual Report 2009 18 Khazanah Annual Report 2009