STIGMA TERHADAP YAHUDI DALAM SASTRA INDO
1|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Resensi buku
Oleh:
Teguh Hindarto
Judul Buku:
Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Penulis:
Ridwan Saidi
Penerbit:
Masup Jakarta
Tahun:
2008
Tebal:
291
2|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Nama Yahudi biasanya dihubungkan dengan sentimen-sentimen keagamaan yang bertebaran dalam
banyak buku-buku di Indonesia, baik yang bersifat karya terjemahan maupun kajian mandiri. Sebut saja
beberapa judul terjemahan Kenapa Kita Tidak Berdamai Saja Dengan Yahudi, karya Muhsin
Anbataani (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Yahudi Menggenggam Dunia, karya William G. Carr
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993), Adapun buku karya non terjemahan al., Jejak Freemason &
Zionis Di Indonesia, karya Herry Nurdi (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2005). Kali ini, nama Yahudi
dan berbagai labeling yang melekat pada dirinya dikemas dalam sebuah kisah fiksi berlatar belakang
sejarah dengan judul, Anak Betawi Diburu Intel Yahudi. Bisa jadi novel karya Ridwan Saidi
mengilhami novel berikutnya yang diterbitkan tahun 2011 yaitu The Jacatra Secret: Misteri Satanic
Symbols di Jakarta garapan Rizki Ridyasmara (http://teguhhindarto.blogspot.com/2013/05/resensijacatra-secret-misteri-satanic.html)
Latar belakang pengisahan kehidupan para tokoh dalam novel karya Ridwan Saidi ini berkisar di era
Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin (Presiden Sukarno) hingga lahirnya Orde Baru
(Presiden Suharto). Dengan apik dan kemasan cerita yang menarik, Ridwan Saidi mengangkat sejumlah
percakapan dengan menggunakan istilah-istilah yang familiar di telinga orang yang hidup pada zaman
itu dan beberapa bagian masih bertahan sampai zaman ini, baik istilah dalam bahasa Belanda maupun
bahasa Betawi. Sebut saja beberapa istilah Belanda seperti zetterij (penata huruf), inleiding
(pendahuluan), beleid (kebijaksanaan). Ada pula istilah-istilah Betawi seperti lancongin (mengunjungi),
serepin (menjajagi), gerecek (ramah). Bukan hanya sekedar kata dan istilah namun ada pula sejumlah
idiom atau ungkapan khas Betawi seperti enggak angin nangis (tanpa sebab), tempayan nyamperin
gayung (yang diperlukan mendatangi yang memerlukan), sungsang sumbel (kerja keras). Pastinya yang
tidak kalah mewarnai kosa kata dalam alur percakapan adalah penggunaan bahasa Arab sebagai latar
belakang religius keislaman para tokoh yang terlibat di dalamnya. Dan keseluruhan istilah itu diberi
penjelasan berupa catatan kaki, sehingga memudahkan pembaca untuk dengan cepat mengerti arti dan
maknanya.
Pembaca pun seakan di bawa ke alam tempo dulu dengan munculnya nama-nama jalan di Jakarta dan
nama-nama kampung yang sebagiannya telah berubah nama dan fungsinya saat ini. Sebut saja nama
Kampung Asem Reges, tempat kisah ini bermula yang merupakan kampung historis dengan nama Pasar
Asem pada Tahun 1851. Lalu STM di Vrimetselaarijweg yang berubah menjadi Jalan Budi Utomo dan
ada pula Kantor Dinas Pengukuran Tanah di Gang Ketapang yang saat ini berubah menjadi Hotel Gajah
Mada.
Ridwan Saidi pun menggarap dengan apik berbagai peristiwa dan latar belakang budaya dan sosiologis
di Betawi pada tahun 50-an khususnya saat pernikahan Su‟eb dengan Zainabun, anak Mat Sani, (hal 8587), sehingga pembaca non Betawi dapat larut dan berinteraksi dengan kebudayaan Betawi terkait
prosesi pernikahan
Novel ini membagi keseluruhan kisah dalam tiga bab saja. Bab Pertama dengan judul, Halimun Malam.
Bab Kedua dengan judul, Anak Semata Wayang. Bab Ketiga, dengan judul TFTS-X3. Bab Pertama,
mengisahkan keluarga Mat Sani atau yang nama lengkapnya Muhammad Sani bin Abdurazzaq, dengan
istri bernama Musalmah serta tiga anak mereka yang bernama Satiri, Muhammad Zen serta Zainabun.
Selain bekerja sebagai seorang karyawan di Groningen Kolff, Mat Sani juga merupakan aktifis partai
politik Islam. Dan karena aktifitas politiknyalah yang kelak menghantarkan nyawanya kepada Sang
Khaliq saat terjadi perkelahian akibat dendam dari lawan-lawan politik Mat Sani yang berhaluan
Komunis. Judul Halimun Malam menunjuk pada dua kejadian. Pertama, saat malam dimana Mat Sani
hendak dibunuh oleh lawan politiknya sebagaimana dikisahkan, “ Anak tanggung tadi berlari di kegelapan
ketika Mat Sani meninggalkan rumah Ujang. Malam benar-benar gelap gulita di Rawa Puter. Angin
dingin datang menggigit berbarengan dengan turunya halimun malam ” (hal 50). Kedua, sebuah lagu
yang dinyanyikan biduan S. Efendi saat menghibur anak perempuan Mat Sani yang bernama Zaenab
3|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
yang kelak kemudian hari dinikahi oleh Su‟eb seorang sopir taksi. Dan lagu itu tentu saja
menghubungkan Musalmah kepada almarhum suaminya, Mat Sani sebagaimana dikisahkan, “ Tak henti-
hentinya Jenab mengerling wajah ibunya tatkala Efendi menyenandungkan lagu berirama Melayu asli
itu. Ia tahu betul bahwa itu adalah lagu favorit almarhum ayahnya. Musalmah menghindar dari
pandangan putrinya. Ia memandandang lantai, tangannya memutar-mutar gelas teh. Jenab masih
duduk di bangku SR waktu ayahnya di kamar sesekali menyanyikan lagu terseut. Ingin sekali Musalmah
mengiringi kalimat demi kalimat syair lagu yang indah itu dengan tetesair mata, tetapi bagaimana
mungkin di tengah pesta begini. Ia hanya berharap semoga perkawinan ini akan membebaskan Jenan
dari pelukan halimun malam masa lalu, seraya fajar kebahagiaan cerlang cemerlang bersinar di dalam
kehidupannya” (hal 95).
Bab Kedua, mengisahkan kehidupan Su‟eb dan Zainab beserta janda Mat Sani yaitu Musalmah yang
kemudian dikaruniai momongan satu-satunya yang diberi nama Abdul Gafur dengan nama panggilannya
Doel. Penulis novel ini memberikan identifikasi karakter Doel sebagai seorang anak yang sehat, gesit dan
pandai bercakap-cakap (hal 111). Bagian kedua ini dipenuhi dengan kisah kanak-kanak Doel yang nakal,
ingin tahu, kritis, sensitif dengan isyu keagamaan – khususnya soal Palestina dan Yahudi. Dikisahkan
saat Doel berumur 13 tahun dan bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulumj, dia sudah terlibat
secara emosional dan ikut melakukan demonstrasi saat mana Masjidil Aqsa mengalami pembakaran oleh
pemerintahan Israel. “Usai shalat Jum‟at, anak-anak menghambur ke jalan. Ramai-ramai mereka
menuju halaman kantor Yayasan Syiar Islam yang merupakan tempat berlangsungnya apel akbar.
Semua anak-anak telah mengikat kepalanya dengan kain hijau. Doel paling menonjol diantara anakanak kelas satu karena badanya yang tinggi besar melebihi tinggi rata-rata anak akil baligh. Sambil
berjalan, tak henti-hentinya Doel mengepalkan tinju sambil berteriak, „Allah Akbar!‟ dan „Hancurkan
Zionisme!” (hal 129). Ketika Doel beranjak naik ke tingkatan SMA, dia banyak terlibat dalam kegiatankegiatan keagamaan di lingkungan rumahnya dan menjadi ketua perkumpulan Remanis, kependekkan
dari Remaja Masjid An Ni‟mah Al Islamiyah (hal 142) serta terlibat dalam kegiatan Debating Club yaitu
perkumpulan remaja sekolah untuk mendalami bahasa Inggris lewat forum-forum perdebatan (hal 145).
Di SMA lah Doel mulai mengenal sejumlah nama teman-temannya dengan latar belakang sosial ekonomi
yang beragam, Ayub, Alan, Ratih, Asrul, Ismoyo, Wati dll. Dalam kegiatan Debating Club inilah Doel
kelak akan bertemu dengan Anneke (hal 151), anak seorang Belanda keturunan Yahudi bernama
Leuwwen Baruch Harsteen yang juga aktivis Theosofi pengikut DR. Blavatsky sekaligus agen Mossad
atau Intel Israel.
Bab Ketiga merupakan klimaks kisah kehidupan Doel. Perkawanannya dengan Anneke menjadi titik awal
datangnya berbagai masalah dan kisah petualangan mendebarkan di kemudian hari. Suatu hari, Anneke
hendak memberikan hadiah ulang tahun bagi Doel yaitu sebuah kalkulator namun sayangnya kalkulator
yang disiapkan Anneke tertukar dengan milik ayahnya, karena mereknya sama. Suatu ketika saat Doel
hendak menghadapi ujian bahasa Arab dan persiapan melanjutkan kuliah ke Mesir atas referensi Ustadz
Anis yang memiliki banyak kolega di Mesir dan Palestina, Doel memain-mainkan kalkulator barunya.
Namun kalkulator tersebut tidak sebagaimana kalkulator umumnya. Kalkulator itu hanya mengeluarkan
kode SS dan Sas Steren (hal 2004). Dengan alasan hendak menukarnya dengan kalkulator yang lebih
baik, Ustadz Anis yang curiga dengan keberadaan kalkulator tersebut berangkat ke Amman, Yordania. Di
sana dia bertemu dengan para simpatisan perjuangan Palestina dan mendapati kenyataan bahwa
kalkulator tersebut ternyata menyimpan sejumlah data rahasia Mossad sebagaimana petikan
percakapan, “Banyak sekali informasi tersimpan di kalkulator ini. Di sini tersimpan data jaringan mossad
di Asia Tenggara. Ahli sandi kita juga berhasil membaca kode-kode rencana operasi Mossad di Asia
Tenggara. Data yang ada di sini klasifikasinya A, kata Abu Salameh sambil memegang-megang
kalkulator Anneke” (hal 210). Dan dari bocoran mata-mata pejuang Palestina yang ditemui Ustadz Anis
di Amman terkuaklah satu rencana pembunuhan terhadap Doel dengan kode TFTSX3. X3 bermakna
4|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
target pembunuhan yang jenazahnya harus dilenyapkan. Mengapa Doel? Karena agen Mossad
beranggapan bahwa Doel membawa kalkulator berisikan data-data penting dan rahasia Mossad di Asia
Tenggara, maka Doel harus dibinasakan.
Ustadz Anis berkoordinasi dengan para pejuang Palestina untuk dapat mencegah Doel pergi ke Mesir
karena di Mesir banyak orang Yahudi dan tentu saja ada agen Mossad. Namun sayangnya Doel sudah
keburu berangkat ke Mesir dengan menggunakan pesawat. Pejuang Palestina pimpinan Abu Salameh
mengutus seorang perempuan bernama Shamira Farhanneh di Bandara Abu Dhabi sampai Mesir untuk
mengawal dan menjemput Doel. Sayangnya saat tiba di Mesir, ada salah satu rombongan penjemput
yang mendahului menjemput Doel yaitu Gabriella Harsteen, kakak Anneke. Sayangnya Doel belum
mengetahui sampai hari itu bahwa dirinya menjadi incaran Mossad dan ayah temannya yaitu Anneke
adalah agen Mossad. Gabriella bersama seorang agen bernama Shaul membawa kabur Doel dan hendak
membunuhnya setelah memaksa Doel untuk menunjukkan dimana keberadaan kalkulator pemberian
Anneke yang tertukar tersebut.
Di bab ketiga ini kisah berlanjut dengan berbagai petualangan Doel berpindah-pindah tangan setelah
penyelamatan oleh pejuang Palestina kemudian jatuh kembali ke tangan Mossad. Kisah berakhir saat
Doel berhasil dibebaskan dari rumah seorang dukun Yahudi bernama Aba Kohin. Rumah Aba Kohin
kerap dijadikan tempat sementara target operasi Mossad untuk di bunuh di luar Israel. Para pejuang
Palestina berhasil membebaskan Doel dengan sebuah siasat jitu bersinergi dengan kecerdikkan Doel (hal
267). Doel menerima bingkisan dari pejuang Palestina yang di wakili kedua bersaudara, Nawal dan
Shareen yaitu replika Masjidil Aqsa dan Doel kembali pulang ke Indonesia untuk kemudian akan di
sekolahkan di Malaysia oleh Ustadz Anis.
Narasi dalam novel ini nampaknya mewakili gelora sang penulis yang berlatar belakang sebagai Ketua
Himpunan Mahasiswa Islam (1974-1976). Idealisme Islam dan isyu pendudukan Israel terhadap
Palestina sangat mewarnai halaman demi halaman dalam novel ini. Sang Penulis nampaknya ingin
menggugah kesadaran para pembacanya, khususnya umat Muslim untuk menyatukan suara dan tekad
serta perjuangan untuk terlibat bersama rakyat Palestina, merebut Al Aqsa dari penetrasi Yahudi,
sebagaimana petikan percakapan diakhir narasi, “Doel berjalan menuju lemari pajangan. Ia buka pintu
lemari, lalu replika Al Aqsa ia letakkan dibalik kaca bening. Keluarga Su‟eb memandang replika itu.
„Sayang, ya. Al Aqsa masih dikuasai Yahudi‟, Jenab berkata lirih. „Mesti kita rebut, Mak‟ kata Doel
bersemangat. Suara azan maghrib masih bergema dari Masjid An Ni‟mah ” (hal 291). Bahkan bisa
dikatakan dengan istilah, “mengobarkan permusuhan abadi terhadap Yahudi”.
Sayangnya, deskripsi Ridwan Saidi mengenai eksistensi Yahudi, berdirinya negara Israel, aktifitas
Mossad, merupakan produk dan warisan berfikir zamannya yang memberikan stigma dan labeling serba
negatif. Keseluruhan deskripsi dalam narasi ini mengenai Yahudi, tidak menyisakan karakter yang positif
mengenai orang-orang Yahudi, baik tokoh Leuwwen Baruch Harsteen (galak dan arogan), Gabriella
Harsteen (melakukan tugas sang ayah), Aba Kohin (jorok dan suka menganiaya) serta para agen
Mossad (pembunuh berdarah dingin dan banyak melakukan aktifitas konspirasi).
Bahkan pengaruh Teori Konspirasi bergema dalam halaman-halaman narasi Ridwan Saidi saat
menggambarkan aktivitas Israel melalui Mossad sbb: “ Markas Mossad di Tel Aviv meningkatkan
kesibukkannya. Mossad aktif memantau perkembangan situasi internasional yang tidak menguntungkan
Israel. Di tanah Palestina yang diduduki Israel, terjadi peningkatan perlawanan erhadap tentara Zionis.
Rakyat Palestina merasa tergugah oleh Perang Ramadhan. Sikap anti Zionis Israel merebak dimanamana. Kabinet Israel menugaskan Mossad untuk membangun perencanaan yang bersifat komprehensif
dengan tujuan mencari ruang gerak agar Israel tidak terkepung oleh opini anti Yahudi yang merebak di
dunia. Jewish Syndicate yang mempunyai jaringan bisnis, perdagangan, dan perbankan di dunia diminta
5|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
membiayai operasi Mossad. Rencana Operasi meliputi beberapa tahap: (1) Minimal mengurangi,
maksimal mengeliminasi opini publik yang bersifat mengutuk Israel sebagai Yahudi, Israel sebagai
Zionis, dan Israel sebagai Imperialis. Untuk itu harus dilancarkan operasi ilmiah “agama dan
perdamaian”. Harus diciptakan opini bahwa Yahudi adalah agama yang mencintai perdamaian seperti
halnya Islam dan Kristen. Harus dapat dikembangkan dan ditingkatkan stereotype bahwa Yahudi adalah
ras yang melahirkan orang-orang brilian….” (hal 136-137).
Apa efek deskripsi di atas? Terbentuknya opini sistemik dalam nalar dan alam bawah sadar bahwa
Yahudi adalah musuh kemanusiaan yang selalu menggunakan berbagai strategi baik dengan
menggunakan pendekatan akademik maupun pendekatan sosial serta kekuatan senjata. Berbagai
gambaran dan deskripsi mengenai Yahudi di atas lebih mencerminkan sikap-sikap Anti Semitik.
Antisemit diartikan sebagai, “is discrimination, hostility or prejudice directed at Jews. While the term's
etymology may imply that antisemitism is directed against all Semitic peoples, it is in practice used
exclusively to refer to hostility towards Jews as a religious, racial, or ethnic group” (diskriminasi,
permusuhan atau prasangka yang ditujukkan terhadap orang-orang Yahudi. Sementara istilah secara
etimologi mengindikasikan bahwa Antisemitisme ditujukan pada semua masyarakat yang bercorak
Semitik seperti Arab, namun secara praktis dan kenyataan sehari-hari istilah ini digunakan secara
eksklusif untuk menunjuk pada permusuhan terhadap orang-orang Yahudi baik secara keagamaan,
rasial maupun kelompok suku, http://en.wikipedia.org/wiki/Antisemitism).
Ketika kita berbicara secara positip mengenai Israel, ada rasa sungkan dan kuatir bahwa kita dianggap
sebagai kaki tangan Zionisme. Bahkan ketika Lutfie Assaukanie seorang dosen di Universitas Paramadina
memberikan komentar jujur dan positip dari hasil kunjungannya ke Israel dalam salah satu artikelnya
yang berjudul Catatan Perjalanan ke Israel”yang dimuat dalam website Islamlib.com, beberapa
tahun lalu sempat menuai kritik tajam dari sesama Muslim. Jika kita searching google saat ini,
Islamlib.com sudah tidak memuat artikel kontroversial tersebut namun sejumlah artikel sanggahan dan
kecaman mengalir deras ditujukan pada Lutfie Assaukanie.
Bangsa Israel khususnya Yahudi menjadi sasaran kebencian banyak bangsa. Di Abad-abad pertengahan
bangsa Yahudi harus terbuang dari Spanyol. Pada Tgl 31 Maret 1492 Raja Ferdinand dan Ratu Isabela
menandatangani Perintah Pengusiran (Edict of Expulsion) untuk membersihkan komunitas Yahudi dari
Spanyol. Mereka diberi dua pilihan: dibaptis dan menjadi Kristen atau dideportasi. Banyak yang
mencintai Spanyol dan akhirnya memilih dibaptis dan menjadi Kristen. Namun sebanyak 80.000 orang
Yahudi lainnya memilih menyebrang ke Portugal dan 50.000 lainnya memilih menyebrang ke dunia
Islam khususnya di pemerintahan Khalifah Utsmaniah (Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan,
Serambi & Mizan 2000, hal 4)
Pada zaman Hitler, Yahudi mengalami pogrom atau pemusnahan massal. Stephane Downing
menggambarkan tindakan Hitler sbb: “Pada tahun-tahun awal pasca perang, bangsa Jerman
menanggung inflasi tak terkontrol dan pengangguran besar-besaran. Partai Buruh Sosialis Nasional
(Nazi) hanya satu dari kelompok rasis yang bermunculan di tengah-tengah ketidakmenentuan ini. Akan
tetapi Hitler segera menjadi agitator anti Yahudi yang paling efekstif. Agenda anti semitnya dipaparkan
dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku) dan setelah dia berkuasa penuh pada 1930 agenda itu
menjadi kebijakan resmi. Meski bertentangan dengan Kristianitas, Hitler memakainya dalam pesan antisemitnya. Sebagai contoh, dalam Mein Kampf dia menulis: „Jika... bangsa Yahudi menjadi pemenang
atas bangsa-bangsa sedunia, mahkotanya akan menjadi karangan bunga kematian untuk kemanusiaan.
Dan planet ini akan sepertiyang terjadi ribuan tahun yang lalu, berputar sebagai eter tanpa manusia.
Oleh karenanya hari ini saya percaya bahwa saya sedang bertindak menurut kehendak Pencipta: dengan
membela diri melawan bangsa Yahudi, saya sedang bertarung demi ciptaan Tuhan‟. Pesan ini
menggabungkan rasisme dan ajaran agama, sehingga diterima rakyat Jerman yang nasionalismenya
sering dikaitkan dengan nilai-nilai Kristianitas. Banyak yang melihat bangsa Yahudi sebagai oposisi dari
segala sesuatu yang baik dalam bangsa mereka” (Benarkah Nazi Membantai Yahudi? Yogyakarta:
Narasi 2007, Hal 18-19).
6|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Dalam lingkungan Kekristenan, berbagai stigma dan labeling negatif yang dilekatkan kepada Yahudi
telah berkembang seiring Kekristenan melepaskan diri dari akar budaya Semitik Yudaiknya pada Abad II
Ms. Hal tersebut nampak dalam sejumlah pernyataan para Bapa Gereja (Chruch Father). Kita simak
beberapa kutipan pernyataan para Bapa Gereja sbb: Pertama, Ignatius, Bishop Antiokhia (98-117 Ms)
dalam karyanya “Surat untuk orang-orang Magnesia” sbb: “Jika kita tetap melakukan agama Yudaisme,
maka kita mengakui bahwa kita tidak menerima kasih karunia Tuhan…adalah keliru untuk mengatakan
mengenai Yesus Sang Mesias dan hidup seperti orang Yahudi. Bagi Kekristenan, tidak mempercayai
dalam Yudaisme melainkan Yudaisme percaya dalam Kekristenan ”. Kedua, Surat Barnabas (130 M-138
Ms), Ps IV Ay 6-7 sbb, “Hindarilah dirimu dan janganlah seperti beberapa orang yang mendorongmu
berbuat dosa dan berkata bahwa perjanjian yang mereka warisi sebagaimana yang kita (orang Kristen)
warisi, namun sebenarnya mereka kehilangan sepenuhnya warisan itu setelah Musa menerimanya”.
Ketiga, Agustinus (354-430 Ms) dalam karyanya, “Conffesions”, 12.14, menuliskan: “Betapa aku benci
terhadap musuh-musuh dari Kitab Sucimu! Betapa aku menyarankan padamu untuk membunuh mereka
(orang-orang Yahudi) dengan pedang bermata dua, sehingga tidak satupun dari mereka akan melawan
perkataanmu! Sungguh menyenangkan menginginkan kematian mereka dan kehidupan bagimu! ”(Anti
Semitsm of The Church Father, www.yashanet.com/library/fathers.com)
Bagaimana dengan Luther pendiri Protestantisme dan penganjur Reformasi Gereja? Dalam bukunya
berjudul, On The Jews and Their Lies (1543) Luther menuliskan sbb: “Apa yang harus kita lakukan
sebagai orang Kristen terhadap ras Yahudi terkutuk dan telah ditolak Tuhan itu? Karena mereka tinggal
ditengah-tengah kita dan kita mengetahui mengenai kebohongan dan hujatan serta kutukan mereka,
maka kita tidak dapat mentolerir mereka jika kita tidak menghendaki untuk berbagi kebohongan dan
hujatan serta kutukan mereka…Biarlah aku memberikan nasihat bijak kepadamu sbb: (!)Bakarlah
sinagog mereka dan apapun yang tidak bisa dibakar, tutuplah atau taburilah dengan kotoran sehingga
tidak ada seorangpun mmpu melihat abu atau batunya. Dan hal ini seharusnya dikerjakan untuk
kemuliaan Tuhan dan Kekristenan sehingga Tuhan boleh melihat bahwa kita adalah orang-orang Kristen
dan kita tidak memberikan tolernsi secara sengaja terhadap kebohongan, kutukan dan hujatan terhadap
Putra Tuhan dan orang-orang Kristen (2) Rumah-rumah mereka harus dihancurkan…(3) Mereka harus
membuang buku-buku doa dan talmud yang mencerminkan penyembahan berhala, kebohongan dan
kutukan…(4) Para rabi dilarang untuk mengajar siapapun dengan ancaman hukuman mati…(5) Paspor
dan
bepergian
dengan
hak
istimewa
dilarang…(http://www.jrbooksonline.com/PDF_Books/JewsAndTheirLies.pdf).
Beberapa ayat dalam Al Qur‟an pun sarat dengan ayat-ayat yang kerap ditafsirkan sebagai bentuk
kewaspadaan, perlawanan, permusuhan terhadap keberadaan Yahudi.
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu
(orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka
tidak menymbongkan diri” (Qs 5:82)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Qs 2:120)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke
neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (Qs 96:6)
7|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Demikian pula dalam Hadits-hadits diceritakan berbagai sifat dan karakter Yahudi dan perlawanan
Muslim terhadap mereka serta ajakan Muhamad agar mereka masuk Islam.
Dalam Hadits Imam Bukhari dan Imam Muslim dikisahkan sbb: “ Tidak akan terjadi hari kiamat sebelum
kaum Muslimin memerangi orang-orang Yahudi. Kemudian kaum Muslimin membunuh mereka sampai
orang Yahudi bersembunyi dibelakang batu atau pohon. Maka batu atau pohon itu berkata: Wahai
Muslim, wahai hamba Allah, ini dibelakangku ada Yahudi,kemarilah lalu bunuhlah. Kecuali pohon
Gharqad (sebuah pohon berduri yang dikenal di kalangan bangsa Yahui), sesunguhnya Gharqad adalah
salah satu pohon bangsa Yahudi”
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika kami di dalam masjid, tatkala Rasullah keluar kepada kami,
sambil bersabda: Pergilah kepada orang-orang Yahudi. Maka kamipun keluar bersama beliau, sampai
kami mendatangi tempat pengajian (milik seorang pembesar Yahudi). Kemudian Nabi berdiri dan
menyeru mereka: Wahai orang-orang Yahudi masuklah ke dalam agama Islam, niscaya kamu akan
selamat...”
Seorang penulis Islam bernama Ahmad Faiz Asifuddin dalam artikelnya berjudul Yahudi Musuh
Bebuyutan Umat Islam Sampai Mereka Musnah mengatakan demikian, “Rasanya, musuh terbesar
yang dihadapi umat Islam saat ini, salah satunya memang bangsa Yahudi. Bahkan sepertinya, bangsa
Yahudi dengan berbagai organisasi yang dimilikinya dari yang terselubung sampai yang terangterangan, adalah yang mengotaki segala permusuhan seluruh komponen dunia terhadap Islam dan
umat Islam (Majalah As Sunnah, Edisi 08/V/1422 H- 2001 M, hal 19). Selanjutnya penulis tersebut
mengatakan, “Belumkah kaum Muslimin menyadari bahwa pertarungan kita dengan kaum Yahudi adalah
pertarungan aqidah, pertarungan budaya, pertarungan peradaban, pertarungan eksistensi dan
pertarungan identitas?...Sesungguhnya penyelesaian (satu-satunya) yang bangsa Yahudi sendiri sudah
memahaminya adalah (penyelesaian) jihad yang sesuai persyaratan dalam rangka menjunjung tinggi
Kalimat Allah” (Ibid., hal 20)
Paska berdirinya Negara Israel (1948), berbagai kegiatan Anti Semit meluas di dunia Arab dan kalangan
Muslim berbagai negara. Berbagai buku dan kajian menghubungkan eksistensi Yahudi dengan sejumlah
konspirasi (persekongkolan) untuk menguasai dunia melalui Protokol Sion, bank-bank Yahudi,
Freemasonry dll (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_conspiracy_theories).
Tepatkah kebencian terhadap Yahudi tersebut? Apakah Yahudi adalah simbolisasi berbagai perilaku
buruk sebuah umat dan ras tertentu? Sebuah labeling dan stigmatisasi dibentuk dan dikonstruksi oleh
masyarakat. Labeling dan stigmatisasi yang dikonstruksi oleh masyarakat disebarluaskan melalui media
tulis, cetak, elektronik. Apa yang distigmatisasi dan diberi labeling negatif oleh kelompok masyarakat
tertentu, belum tentu menunjukkan esensi keberadaan dirinya.
Bagi Kekristenan, membenci berbagai hal yang berbau Yahudi, berarti membenci Mesias (Kristus),
karena Mesias adalah orang Yahudi , sebagaimana dikatakan, “ Sebab telah diketahui semua orang,
bahwa Tuan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu
apapun tentang imam-imam” (Ibr 7:14). Siapakah orang Yahudi itu? “Sebab mereka adalah orang
Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjianperjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur,
yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia
adalah Tuhan yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin” (Rom 9:4-5)
Hans Ucko menggambarkan sikap-sikap Kekristenan terhadap kenyataan bahwa Mesias adalah Yahudi
sbb: “Gereja Kristen, teologi Kristen dan Kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat
Yahudi atau Yudaisme. Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen lahir
dalam lingkungan Yahudi. Gereja masih saja ragu apakah kenyataan tersebut dinilai sebagai berkat atau
8|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
kutuk. Sejumlah kecil orang Kristen melihat hubungan diatas sebagai suatu masalah dan berupaya
memecahkannya dengan membatasi kitab Perjanjian Lama dan agama umat Israel di satu sisi dan
Yudaisme di sisi lainnya. Dengan cara ini, seseorang sebenarnya „membebaskan‟ orang Israel dari
keyahudiannya. Pendekatan tersebut mencerminkan sebentuk rasa sulit bagi orang Kristen atas
hubungannya yang terlalu dekat dengan umat Yahudi dan dengan Yudaisme yang hidup saat ini.
Seseorang memang tidak mudah mengakui akibat dari memilih „Tuhan Yahudi‟ itu ”(Akar Bersama:
Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, Jakarta: BPK, 1999, hal 5).
Al Quran pun tidak membuat generalisasi stigmatif dan labeling negatif karena dalam bagian lain
dikatakan mengenai Yahudi sbb:
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula)
bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat” (Qs 2:47)
“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca
ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma´ruf, dan
mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali
mereka tidak dihalangi (menenerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang
bertakwa “ (Qs 3:113-115)
“Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat
yang didalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan
mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman” (Qs 5:43)
Meskipun kita tidak melibatkan dalam sikap-sikap yang penuh kebencian terhadap Yahudi, namun bukan
berarti kita menyetujui berbagai aktifitas atau tindakan Yahudi sebagai negara yang dapat saja terjatuh
dalam berbagai kebijakkan yang keliru dalam panggung politik dunia, khususnya dalam hal menangani
konflik dengan Palestina. Hans Ucko mengingatkan sbb: “ Disaat tentara Israel membom rumah-rumah
orang Palestina dan menutup kegiatan di sekolah-sekolah anak Palestina itu, ada saja orang Kristen
(yang terlibat dalam dialog Yahudi-Kristen) mengatakan tanpa pertimbangan apapun bahwa negara
Israel adalah tanda kemurahan Tuhan kepada umatNya. Dan tidak ada sedikitpun disinggung soal hak
asasi manusia. Namun, sebagaimana kita ketahui, etika dan janji Tuhan mesti selalu dijalankan
beriringan. Bisa saja banyak orang Kristen yang ragu untuk mengkritik negara Israel, karena sikap itu
seolah menghidupkan kembali sejarah yang buruk yang ditempuh antara orang Kristen dan Yahudi
dimasa lalu. Ketakutan itupun bisa muncul karena keengganan mereka dicap sebagai antisemitisme.Namun, apakah memang mengkritik kebijakan negara Israel akan selalu berarti bersikap anti
Semitisme? Kami yakin bahwa kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Israel tidak dengan
sendirinya menjadi sikap anti Yahudi. Demi mencari keadilan, kritik yang berkelanjutan perlu dilancarkan
terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan politik, yang tentu saja tidak harus berarti mencemarkan
penduduknya dan lebih lagi persekutuan iman yang ada di negeri itu. Pernyataan-pernyataan yang
menyangkut tindakan negara Israel bukanlah pernyataan yang diarahkan kepada umat Yahudi atau
Yudaisme, karena pernayataan itu menjadi bagian resmi dari perdebatan dalam masyarakat dunia.
Sikap-sikap kritis yang sama pun akan muncul dari dalam atau dari luar, terhadap negara-negara dan
gerakan-gerakan politik yang mengklaim nilai-nili kekristenan sebagai dasarnya” (Op.Cit., hal 15).
Terlepas dari carut marut persoalan politik antara Negara Israel dan Negara Palestina, biarlah nurani
kemanusiaan kita meletakkan dengan kejujuran bahwa Yahudi - sebagaimana ras dari bangsa lainnya –
bukan simbolisasi dan representasi berbagai tindakan zalim dan penuh konspiratif. Definisi-definisi ini
9|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
dikonstruksi oleh masyarakat tertentu dengan kepentingan tertentu demi tercapainya tujuan tertentu.
Kita menghargai eksistensi Yahudi sebagai yang melahirkan para nabi, darimana agama-agama
Abrahamik menikmati sumber mata airnya. Kita pisahkan persoalan politik dengan persoalan
keagamaan. Bisa jadi, secara politis kita mengecam berbagai tindakan-tindakan Israel yang dinilai
merugikan Palestina demikian sebaliknya. Namun secara spiritual, agama-agama Abrahamik – baik
Kristen dan Islam – berdiri di atas fundasi eksistensi agama sebelumnya, Yahudi dan Yudaisme. Inilah
yang membuat kita dapat mengambil tindakan terhadap Israel secara politis, bukan didasarkan
generalisasi stigmatis dan labeling negatif melainkan berdasarkan obyektifitas.
Teguh Hindarto, MTh.
Peminat Kajian Teologi dan Sejarah serta Fenomena Sosial
Email: [email protected]
No Kontak: 081327274269
Blog:
teguhhindarto.blogspot.com
historyandlegacy-kebumen.blogspot.com
bet-midrash.blogspot.com
Resensi buku
Oleh:
Teguh Hindarto
Judul Buku:
Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Penulis:
Ridwan Saidi
Penerbit:
Masup Jakarta
Tahun:
2008
Tebal:
291
2|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Nama Yahudi biasanya dihubungkan dengan sentimen-sentimen keagamaan yang bertebaran dalam
banyak buku-buku di Indonesia, baik yang bersifat karya terjemahan maupun kajian mandiri. Sebut saja
beberapa judul terjemahan Kenapa Kita Tidak Berdamai Saja Dengan Yahudi, karya Muhsin
Anbataani (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), Yahudi Menggenggam Dunia, karya William G. Carr
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993), Adapun buku karya non terjemahan al., Jejak Freemason &
Zionis Di Indonesia, karya Herry Nurdi (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2005). Kali ini, nama Yahudi
dan berbagai labeling yang melekat pada dirinya dikemas dalam sebuah kisah fiksi berlatar belakang
sejarah dengan judul, Anak Betawi Diburu Intel Yahudi. Bisa jadi novel karya Ridwan Saidi
mengilhami novel berikutnya yang diterbitkan tahun 2011 yaitu The Jacatra Secret: Misteri Satanic
Symbols di Jakarta garapan Rizki Ridyasmara (http://teguhhindarto.blogspot.com/2013/05/resensijacatra-secret-misteri-satanic.html)
Latar belakang pengisahan kehidupan para tokoh dalam novel karya Ridwan Saidi ini berkisar di era
Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin (Presiden Sukarno) hingga lahirnya Orde Baru
(Presiden Suharto). Dengan apik dan kemasan cerita yang menarik, Ridwan Saidi mengangkat sejumlah
percakapan dengan menggunakan istilah-istilah yang familiar di telinga orang yang hidup pada zaman
itu dan beberapa bagian masih bertahan sampai zaman ini, baik istilah dalam bahasa Belanda maupun
bahasa Betawi. Sebut saja beberapa istilah Belanda seperti zetterij (penata huruf), inleiding
(pendahuluan), beleid (kebijaksanaan). Ada pula istilah-istilah Betawi seperti lancongin (mengunjungi),
serepin (menjajagi), gerecek (ramah). Bukan hanya sekedar kata dan istilah namun ada pula sejumlah
idiom atau ungkapan khas Betawi seperti enggak angin nangis (tanpa sebab), tempayan nyamperin
gayung (yang diperlukan mendatangi yang memerlukan), sungsang sumbel (kerja keras). Pastinya yang
tidak kalah mewarnai kosa kata dalam alur percakapan adalah penggunaan bahasa Arab sebagai latar
belakang religius keislaman para tokoh yang terlibat di dalamnya. Dan keseluruhan istilah itu diberi
penjelasan berupa catatan kaki, sehingga memudahkan pembaca untuk dengan cepat mengerti arti dan
maknanya.
Pembaca pun seakan di bawa ke alam tempo dulu dengan munculnya nama-nama jalan di Jakarta dan
nama-nama kampung yang sebagiannya telah berubah nama dan fungsinya saat ini. Sebut saja nama
Kampung Asem Reges, tempat kisah ini bermula yang merupakan kampung historis dengan nama Pasar
Asem pada Tahun 1851. Lalu STM di Vrimetselaarijweg yang berubah menjadi Jalan Budi Utomo dan
ada pula Kantor Dinas Pengukuran Tanah di Gang Ketapang yang saat ini berubah menjadi Hotel Gajah
Mada.
Ridwan Saidi pun menggarap dengan apik berbagai peristiwa dan latar belakang budaya dan sosiologis
di Betawi pada tahun 50-an khususnya saat pernikahan Su‟eb dengan Zainabun, anak Mat Sani, (hal 8587), sehingga pembaca non Betawi dapat larut dan berinteraksi dengan kebudayaan Betawi terkait
prosesi pernikahan
Novel ini membagi keseluruhan kisah dalam tiga bab saja. Bab Pertama dengan judul, Halimun Malam.
Bab Kedua dengan judul, Anak Semata Wayang. Bab Ketiga, dengan judul TFTS-X3. Bab Pertama,
mengisahkan keluarga Mat Sani atau yang nama lengkapnya Muhammad Sani bin Abdurazzaq, dengan
istri bernama Musalmah serta tiga anak mereka yang bernama Satiri, Muhammad Zen serta Zainabun.
Selain bekerja sebagai seorang karyawan di Groningen Kolff, Mat Sani juga merupakan aktifis partai
politik Islam. Dan karena aktifitas politiknyalah yang kelak menghantarkan nyawanya kepada Sang
Khaliq saat terjadi perkelahian akibat dendam dari lawan-lawan politik Mat Sani yang berhaluan
Komunis. Judul Halimun Malam menunjuk pada dua kejadian. Pertama, saat malam dimana Mat Sani
hendak dibunuh oleh lawan politiknya sebagaimana dikisahkan, “ Anak tanggung tadi berlari di kegelapan
ketika Mat Sani meninggalkan rumah Ujang. Malam benar-benar gelap gulita di Rawa Puter. Angin
dingin datang menggigit berbarengan dengan turunya halimun malam ” (hal 50). Kedua, sebuah lagu
yang dinyanyikan biduan S. Efendi saat menghibur anak perempuan Mat Sani yang bernama Zaenab
3|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
yang kelak kemudian hari dinikahi oleh Su‟eb seorang sopir taksi. Dan lagu itu tentu saja
menghubungkan Musalmah kepada almarhum suaminya, Mat Sani sebagaimana dikisahkan, “ Tak henti-
hentinya Jenab mengerling wajah ibunya tatkala Efendi menyenandungkan lagu berirama Melayu asli
itu. Ia tahu betul bahwa itu adalah lagu favorit almarhum ayahnya. Musalmah menghindar dari
pandangan putrinya. Ia memandandang lantai, tangannya memutar-mutar gelas teh. Jenab masih
duduk di bangku SR waktu ayahnya di kamar sesekali menyanyikan lagu terseut. Ingin sekali Musalmah
mengiringi kalimat demi kalimat syair lagu yang indah itu dengan tetesair mata, tetapi bagaimana
mungkin di tengah pesta begini. Ia hanya berharap semoga perkawinan ini akan membebaskan Jenan
dari pelukan halimun malam masa lalu, seraya fajar kebahagiaan cerlang cemerlang bersinar di dalam
kehidupannya” (hal 95).
Bab Kedua, mengisahkan kehidupan Su‟eb dan Zainab beserta janda Mat Sani yaitu Musalmah yang
kemudian dikaruniai momongan satu-satunya yang diberi nama Abdul Gafur dengan nama panggilannya
Doel. Penulis novel ini memberikan identifikasi karakter Doel sebagai seorang anak yang sehat, gesit dan
pandai bercakap-cakap (hal 111). Bagian kedua ini dipenuhi dengan kisah kanak-kanak Doel yang nakal,
ingin tahu, kritis, sensitif dengan isyu keagamaan – khususnya soal Palestina dan Yahudi. Dikisahkan
saat Doel berumur 13 tahun dan bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulumj, dia sudah terlibat
secara emosional dan ikut melakukan demonstrasi saat mana Masjidil Aqsa mengalami pembakaran oleh
pemerintahan Israel. “Usai shalat Jum‟at, anak-anak menghambur ke jalan. Ramai-ramai mereka
menuju halaman kantor Yayasan Syiar Islam yang merupakan tempat berlangsungnya apel akbar.
Semua anak-anak telah mengikat kepalanya dengan kain hijau. Doel paling menonjol diantara anakanak kelas satu karena badanya yang tinggi besar melebihi tinggi rata-rata anak akil baligh. Sambil
berjalan, tak henti-hentinya Doel mengepalkan tinju sambil berteriak, „Allah Akbar!‟ dan „Hancurkan
Zionisme!” (hal 129). Ketika Doel beranjak naik ke tingkatan SMA, dia banyak terlibat dalam kegiatankegiatan keagamaan di lingkungan rumahnya dan menjadi ketua perkumpulan Remanis, kependekkan
dari Remaja Masjid An Ni‟mah Al Islamiyah (hal 142) serta terlibat dalam kegiatan Debating Club yaitu
perkumpulan remaja sekolah untuk mendalami bahasa Inggris lewat forum-forum perdebatan (hal 145).
Di SMA lah Doel mulai mengenal sejumlah nama teman-temannya dengan latar belakang sosial ekonomi
yang beragam, Ayub, Alan, Ratih, Asrul, Ismoyo, Wati dll. Dalam kegiatan Debating Club inilah Doel
kelak akan bertemu dengan Anneke (hal 151), anak seorang Belanda keturunan Yahudi bernama
Leuwwen Baruch Harsteen yang juga aktivis Theosofi pengikut DR. Blavatsky sekaligus agen Mossad
atau Intel Israel.
Bab Ketiga merupakan klimaks kisah kehidupan Doel. Perkawanannya dengan Anneke menjadi titik awal
datangnya berbagai masalah dan kisah petualangan mendebarkan di kemudian hari. Suatu hari, Anneke
hendak memberikan hadiah ulang tahun bagi Doel yaitu sebuah kalkulator namun sayangnya kalkulator
yang disiapkan Anneke tertukar dengan milik ayahnya, karena mereknya sama. Suatu ketika saat Doel
hendak menghadapi ujian bahasa Arab dan persiapan melanjutkan kuliah ke Mesir atas referensi Ustadz
Anis yang memiliki banyak kolega di Mesir dan Palestina, Doel memain-mainkan kalkulator barunya.
Namun kalkulator tersebut tidak sebagaimana kalkulator umumnya. Kalkulator itu hanya mengeluarkan
kode SS dan Sas Steren (hal 2004). Dengan alasan hendak menukarnya dengan kalkulator yang lebih
baik, Ustadz Anis yang curiga dengan keberadaan kalkulator tersebut berangkat ke Amman, Yordania. Di
sana dia bertemu dengan para simpatisan perjuangan Palestina dan mendapati kenyataan bahwa
kalkulator tersebut ternyata menyimpan sejumlah data rahasia Mossad sebagaimana petikan
percakapan, “Banyak sekali informasi tersimpan di kalkulator ini. Di sini tersimpan data jaringan mossad
di Asia Tenggara. Ahli sandi kita juga berhasil membaca kode-kode rencana operasi Mossad di Asia
Tenggara. Data yang ada di sini klasifikasinya A, kata Abu Salameh sambil memegang-megang
kalkulator Anneke” (hal 210). Dan dari bocoran mata-mata pejuang Palestina yang ditemui Ustadz Anis
di Amman terkuaklah satu rencana pembunuhan terhadap Doel dengan kode TFTSX3. X3 bermakna
4|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
target pembunuhan yang jenazahnya harus dilenyapkan. Mengapa Doel? Karena agen Mossad
beranggapan bahwa Doel membawa kalkulator berisikan data-data penting dan rahasia Mossad di Asia
Tenggara, maka Doel harus dibinasakan.
Ustadz Anis berkoordinasi dengan para pejuang Palestina untuk dapat mencegah Doel pergi ke Mesir
karena di Mesir banyak orang Yahudi dan tentu saja ada agen Mossad. Namun sayangnya Doel sudah
keburu berangkat ke Mesir dengan menggunakan pesawat. Pejuang Palestina pimpinan Abu Salameh
mengutus seorang perempuan bernama Shamira Farhanneh di Bandara Abu Dhabi sampai Mesir untuk
mengawal dan menjemput Doel. Sayangnya saat tiba di Mesir, ada salah satu rombongan penjemput
yang mendahului menjemput Doel yaitu Gabriella Harsteen, kakak Anneke. Sayangnya Doel belum
mengetahui sampai hari itu bahwa dirinya menjadi incaran Mossad dan ayah temannya yaitu Anneke
adalah agen Mossad. Gabriella bersama seorang agen bernama Shaul membawa kabur Doel dan hendak
membunuhnya setelah memaksa Doel untuk menunjukkan dimana keberadaan kalkulator pemberian
Anneke yang tertukar tersebut.
Di bab ketiga ini kisah berlanjut dengan berbagai petualangan Doel berpindah-pindah tangan setelah
penyelamatan oleh pejuang Palestina kemudian jatuh kembali ke tangan Mossad. Kisah berakhir saat
Doel berhasil dibebaskan dari rumah seorang dukun Yahudi bernama Aba Kohin. Rumah Aba Kohin
kerap dijadikan tempat sementara target operasi Mossad untuk di bunuh di luar Israel. Para pejuang
Palestina berhasil membebaskan Doel dengan sebuah siasat jitu bersinergi dengan kecerdikkan Doel (hal
267). Doel menerima bingkisan dari pejuang Palestina yang di wakili kedua bersaudara, Nawal dan
Shareen yaitu replika Masjidil Aqsa dan Doel kembali pulang ke Indonesia untuk kemudian akan di
sekolahkan di Malaysia oleh Ustadz Anis.
Narasi dalam novel ini nampaknya mewakili gelora sang penulis yang berlatar belakang sebagai Ketua
Himpunan Mahasiswa Islam (1974-1976). Idealisme Islam dan isyu pendudukan Israel terhadap
Palestina sangat mewarnai halaman demi halaman dalam novel ini. Sang Penulis nampaknya ingin
menggugah kesadaran para pembacanya, khususnya umat Muslim untuk menyatukan suara dan tekad
serta perjuangan untuk terlibat bersama rakyat Palestina, merebut Al Aqsa dari penetrasi Yahudi,
sebagaimana petikan percakapan diakhir narasi, “Doel berjalan menuju lemari pajangan. Ia buka pintu
lemari, lalu replika Al Aqsa ia letakkan dibalik kaca bening. Keluarga Su‟eb memandang replika itu.
„Sayang, ya. Al Aqsa masih dikuasai Yahudi‟, Jenab berkata lirih. „Mesti kita rebut, Mak‟ kata Doel
bersemangat. Suara azan maghrib masih bergema dari Masjid An Ni‟mah ” (hal 291). Bahkan bisa
dikatakan dengan istilah, “mengobarkan permusuhan abadi terhadap Yahudi”.
Sayangnya, deskripsi Ridwan Saidi mengenai eksistensi Yahudi, berdirinya negara Israel, aktifitas
Mossad, merupakan produk dan warisan berfikir zamannya yang memberikan stigma dan labeling serba
negatif. Keseluruhan deskripsi dalam narasi ini mengenai Yahudi, tidak menyisakan karakter yang positif
mengenai orang-orang Yahudi, baik tokoh Leuwwen Baruch Harsteen (galak dan arogan), Gabriella
Harsteen (melakukan tugas sang ayah), Aba Kohin (jorok dan suka menganiaya) serta para agen
Mossad (pembunuh berdarah dingin dan banyak melakukan aktifitas konspirasi).
Bahkan pengaruh Teori Konspirasi bergema dalam halaman-halaman narasi Ridwan Saidi saat
menggambarkan aktivitas Israel melalui Mossad sbb: “ Markas Mossad di Tel Aviv meningkatkan
kesibukkannya. Mossad aktif memantau perkembangan situasi internasional yang tidak menguntungkan
Israel. Di tanah Palestina yang diduduki Israel, terjadi peningkatan perlawanan erhadap tentara Zionis.
Rakyat Palestina merasa tergugah oleh Perang Ramadhan. Sikap anti Zionis Israel merebak dimanamana. Kabinet Israel menugaskan Mossad untuk membangun perencanaan yang bersifat komprehensif
dengan tujuan mencari ruang gerak agar Israel tidak terkepung oleh opini anti Yahudi yang merebak di
dunia. Jewish Syndicate yang mempunyai jaringan bisnis, perdagangan, dan perbankan di dunia diminta
5|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
membiayai operasi Mossad. Rencana Operasi meliputi beberapa tahap: (1) Minimal mengurangi,
maksimal mengeliminasi opini publik yang bersifat mengutuk Israel sebagai Yahudi, Israel sebagai
Zionis, dan Israel sebagai Imperialis. Untuk itu harus dilancarkan operasi ilmiah “agama dan
perdamaian”. Harus diciptakan opini bahwa Yahudi adalah agama yang mencintai perdamaian seperti
halnya Islam dan Kristen. Harus dapat dikembangkan dan ditingkatkan stereotype bahwa Yahudi adalah
ras yang melahirkan orang-orang brilian….” (hal 136-137).
Apa efek deskripsi di atas? Terbentuknya opini sistemik dalam nalar dan alam bawah sadar bahwa
Yahudi adalah musuh kemanusiaan yang selalu menggunakan berbagai strategi baik dengan
menggunakan pendekatan akademik maupun pendekatan sosial serta kekuatan senjata. Berbagai
gambaran dan deskripsi mengenai Yahudi di atas lebih mencerminkan sikap-sikap Anti Semitik.
Antisemit diartikan sebagai, “is discrimination, hostility or prejudice directed at Jews. While the term's
etymology may imply that antisemitism is directed against all Semitic peoples, it is in practice used
exclusively to refer to hostility towards Jews as a religious, racial, or ethnic group” (diskriminasi,
permusuhan atau prasangka yang ditujukkan terhadap orang-orang Yahudi. Sementara istilah secara
etimologi mengindikasikan bahwa Antisemitisme ditujukan pada semua masyarakat yang bercorak
Semitik seperti Arab, namun secara praktis dan kenyataan sehari-hari istilah ini digunakan secara
eksklusif untuk menunjuk pada permusuhan terhadap orang-orang Yahudi baik secara keagamaan,
rasial maupun kelompok suku, http://en.wikipedia.org/wiki/Antisemitism).
Ketika kita berbicara secara positip mengenai Israel, ada rasa sungkan dan kuatir bahwa kita dianggap
sebagai kaki tangan Zionisme. Bahkan ketika Lutfie Assaukanie seorang dosen di Universitas Paramadina
memberikan komentar jujur dan positip dari hasil kunjungannya ke Israel dalam salah satu artikelnya
yang berjudul Catatan Perjalanan ke Israel”yang dimuat dalam website Islamlib.com, beberapa
tahun lalu sempat menuai kritik tajam dari sesama Muslim. Jika kita searching google saat ini,
Islamlib.com sudah tidak memuat artikel kontroversial tersebut namun sejumlah artikel sanggahan dan
kecaman mengalir deras ditujukan pada Lutfie Assaukanie.
Bangsa Israel khususnya Yahudi menjadi sasaran kebencian banyak bangsa. Di Abad-abad pertengahan
bangsa Yahudi harus terbuang dari Spanyol. Pada Tgl 31 Maret 1492 Raja Ferdinand dan Ratu Isabela
menandatangani Perintah Pengusiran (Edict of Expulsion) untuk membersihkan komunitas Yahudi dari
Spanyol. Mereka diberi dua pilihan: dibaptis dan menjadi Kristen atau dideportasi. Banyak yang
mencintai Spanyol dan akhirnya memilih dibaptis dan menjadi Kristen. Namun sebanyak 80.000 orang
Yahudi lainnya memilih menyebrang ke Portugal dan 50.000 lainnya memilih menyebrang ke dunia
Islam khususnya di pemerintahan Khalifah Utsmaniah (Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan,
Serambi & Mizan 2000, hal 4)
Pada zaman Hitler, Yahudi mengalami pogrom atau pemusnahan massal. Stephane Downing
menggambarkan tindakan Hitler sbb: “Pada tahun-tahun awal pasca perang, bangsa Jerman
menanggung inflasi tak terkontrol dan pengangguran besar-besaran. Partai Buruh Sosialis Nasional
(Nazi) hanya satu dari kelompok rasis yang bermunculan di tengah-tengah ketidakmenentuan ini. Akan
tetapi Hitler segera menjadi agitator anti Yahudi yang paling efekstif. Agenda anti semitnya dipaparkan
dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku) dan setelah dia berkuasa penuh pada 1930 agenda itu
menjadi kebijakan resmi. Meski bertentangan dengan Kristianitas, Hitler memakainya dalam pesan antisemitnya. Sebagai contoh, dalam Mein Kampf dia menulis: „Jika... bangsa Yahudi menjadi pemenang
atas bangsa-bangsa sedunia, mahkotanya akan menjadi karangan bunga kematian untuk kemanusiaan.
Dan planet ini akan sepertiyang terjadi ribuan tahun yang lalu, berputar sebagai eter tanpa manusia.
Oleh karenanya hari ini saya percaya bahwa saya sedang bertindak menurut kehendak Pencipta: dengan
membela diri melawan bangsa Yahudi, saya sedang bertarung demi ciptaan Tuhan‟. Pesan ini
menggabungkan rasisme dan ajaran agama, sehingga diterima rakyat Jerman yang nasionalismenya
sering dikaitkan dengan nilai-nilai Kristianitas. Banyak yang melihat bangsa Yahudi sebagai oposisi dari
segala sesuatu yang baik dalam bangsa mereka” (Benarkah Nazi Membantai Yahudi? Yogyakarta:
Narasi 2007, Hal 18-19).
6|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Dalam lingkungan Kekristenan, berbagai stigma dan labeling negatif yang dilekatkan kepada Yahudi
telah berkembang seiring Kekristenan melepaskan diri dari akar budaya Semitik Yudaiknya pada Abad II
Ms. Hal tersebut nampak dalam sejumlah pernyataan para Bapa Gereja (Chruch Father). Kita simak
beberapa kutipan pernyataan para Bapa Gereja sbb: Pertama, Ignatius, Bishop Antiokhia (98-117 Ms)
dalam karyanya “Surat untuk orang-orang Magnesia” sbb: “Jika kita tetap melakukan agama Yudaisme,
maka kita mengakui bahwa kita tidak menerima kasih karunia Tuhan…adalah keliru untuk mengatakan
mengenai Yesus Sang Mesias dan hidup seperti orang Yahudi. Bagi Kekristenan, tidak mempercayai
dalam Yudaisme melainkan Yudaisme percaya dalam Kekristenan ”. Kedua, Surat Barnabas (130 M-138
Ms), Ps IV Ay 6-7 sbb, “Hindarilah dirimu dan janganlah seperti beberapa orang yang mendorongmu
berbuat dosa dan berkata bahwa perjanjian yang mereka warisi sebagaimana yang kita (orang Kristen)
warisi, namun sebenarnya mereka kehilangan sepenuhnya warisan itu setelah Musa menerimanya”.
Ketiga, Agustinus (354-430 Ms) dalam karyanya, “Conffesions”, 12.14, menuliskan: “Betapa aku benci
terhadap musuh-musuh dari Kitab Sucimu! Betapa aku menyarankan padamu untuk membunuh mereka
(orang-orang Yahudi) dengan pedang bermata dua, sehingga tidak satupun dari mereka akan melawan
perkataanmu! Sungguh menyenangkan menginginkan kematian mereka dan kehidupan bagimu! ”(Anti
Semitsm of The Church Father, www.yashanet.com/library/fathers.com)
Bagaimana dengan Luther pendiri Protestantisme dan penganjur Reformasi Gereja? Dalam bukunya
berjudul, On The Jews and Their Lies (1543) Luther menuliskan sbb: “Apa yang harus kita lakukan
sebagai orang Kristen terhadap ras Yahudi terkutuk dan telah ditolak Tuhan itu? Karena mereka tinggal
ditengah-tengah kita dan kita mengetahui mengenai kebohongan dan hujatan serta kutukan mereka,
maka kita tidak dapat mentolerir mereka jika kita tidak menghendaki untuk berbagi kebohongan dan
hujatan serta kutukan mereka…Biarlah aku memberikan nasihat bijak kepadamu sbb: (!)Bakarlah
sinagog mereka dan apapun yang tidak bisa dibakar, tutuplah atau taburilah dengan kotoran sehingga
tidak ada seorangpun mmpu melihat abu atau batunya. Dan hal ini seharusnya dikerjakan untuk
kemuliaan Tuhan dan Kekristenan sehingga Tuhan boleh melihat bahwa kita adalah orang-orang Kristen
dan kita tidak memberikan tolernsi secara sengaja terhadap kebohongan, kutukan dan hujatan terhadap
Putra Tuhan dan orang-orang Kristen (2) Rumah-rumah mereka harus dihancurkan…(3) Mereka harus
membuang buku-buku doa dan talmud yang mencerminkan penyembahan berhala, kebohongan dan
kutukan…(4) Para rabi dilarang untuk mengajar siapapun dengan ancaman hukuman mati…(5) Paspor
dan
bepergian
dengan
hak
istimewa
dilarang…(http://www.jrbooksonline.com/PDF_Books/JewsAndTheirLies.pdf).
Beberapa ayat dalam Al Qur‟an pun sarat dengan ayat-ayat yang kerap ditafsirkan sebagai bentuk
kewaspadaan, perlawanan, permusuhan terhadap keberadaan Yahudi.
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu
(orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka
tidak menymbongkan diri” (Qs 5:82)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Qs 2:120)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke
neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (Qs 96:6)
7|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
Demikian pula dalam Hadits-hadits diceritakan berbagai sifat dan karakter Yahudi dan perlawanan
Muslim terhadap mereka serta ajakan Muhamad agar mereka masuk Islam.
Dalam Hadits Imam Bukhari dan Imam Muslim dikisahkan sbb: “ Tidak akan terjadi hari kiamat sebelum
kaum Muslimin memerangi orang-orang Yahudi. Kemudian kaum Muslimin membunuh mereka sampai
orang Yahudi bersembunyi dibelakang batu atau pohon. Maka batu atau pohon itu berkata: Wahai
Muslim, wahai hamba Allah, ini dibelakangku ada Yahudi,kemarilah lalu bunuhlah. Kecuali pohon
Gharqad (sebuah pohon berduri yang dikenal di kalangan bangsa Yahui), sesunguhnya Gharqad adalah
salah satu pohon bangsa Yahudi”
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika kami di dalam masjid, tatkala Rasullah keluar kepada kami,
sambil bersabda: Pergilah kepada orang-orang Yahudi. Maka kamipun keluar bersama beliau, sampai
kami mendatangi tempat pengajian (milik seorang pembesar Yahudi). Kemudian Nabi berdiri dan
menyeru mereka: Wahai orang-orang Yahudi masuklah ke dalam agama Islam, niscaya kamu akan
selamat...”
Seorang penulis Islam bernama Ahmad Faiz Asifuddin dalam artikelnya berjudul Yahudi Musuh
Bebuyutan Umat Islam Sampai Mereka Musnah mengatakan demikian, “Rasanya, musuh terbesar
yang dihadapi umat Islam saat ini, salah satunya memang bangsa Yahudi. Bahkan sepertinya, bangsa
Yahudi dengan berbagai organisasi yang dimilikinya dari yang terselubung sampai yang terangterangan, adalah yang mengotaki segala permusuhan seluruh komponen dunia terhadap Islam dan
umat Islam (Majalah As Sunnah, Edisi 08/V/1422 H- 2001 M, hal 19). Selanjutnya penulis tersebut
mengatakan, “Belumkah kaum Muslimin menyadari bahwa pertarungan kita dengan kaum Yahudi adalah
pertarungan aqidah, pertarungan budaya, pertarungan peradaban, pertarungan eksistensi dan
pertarungan identitas?...Sesungguhnya penyelesaian (satu-satunya) yang bangsa Yahudi sendiri sudah
memahaminya adalah (penyelesaian) jihad yang sesuai persyaratan dalam rangka menjunjung tinggi
Kalimat Allah” (Ibid., hal 20)
Paska berdirinya Negara Israel (1948), berbagai kegiatan Anti Semit meluas di dunia Arab dan kalangan
Muslim berbagai negara. Berbagai buku dan kajian menghubungkan eksistensi Yahudi dengan sejumlah
konspirasi (persekongkolan) untuk menguasai dunia melalui Protokol Sion, bank-bank Yahudi,
Freemasonry dll (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_conspiracy_theories).
Tepatkah kebencian terhadap Yahudi tersebut? Apakah Yahudi adalah simbolisasi berbagai perilaku
buruk sebuah umat dan ras tertentu? Sebuah labeling dan stigmatisasi dibentuk dan dikonstruksi oleh
masyarakat. Labeling dan stigmatisasi yang dikonstruksi oleh masyarakat disebarluaskan melalui media
tulis, cetak, elektronik. Apa yang distigmatisasi dan diberi labeling negatif oleh kelompok masyarakat
tertentu, belum tentu menunjukkan esensi keberadaan dirinya.
Bagi Kekristenan, membenci berbagai hal yang berbau Yahudi, berarti membenci Mesias (Kristus),
karena Mesias adalah orang Yahudi , sebagaimana dikatakan, “ Sebab telah diketahui semua orang,
bahwa Tuan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu
apapun tentang imam-imam” (Ibr 7:14). Siapakah orang Yahudi itu? “Sebab mereka adalah orang
Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjianperjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur,
yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia
adalah Tuhan yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin” (Rom 9:4-5)
Hans Ucko menggambarkan sikap-sikap Kekristenan terhadap kenyataan bahwa Mesias adalah Yahudi
sbb: “Gereja Kristen, teologi Kristen dan Kekristenan secara keseluruhan, tidak terpisahkan dengan umat
Yahudi atau Yudaisme. Orang Yahudi dan Kristen memiliki Kitab Suci yang sama. Iman Kristen lahir
dalam lingkungan Yahudi. Gereja masih saja ragu apakah kenyataan tersebut dinilai sebagai berkat atau
8|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
kutuk. Sejumlah kecil orang Kristen melihat hubungan diatas sebagai suatu masalah dan berupaya
memecahkannya dengan membatasi kitab Perjanjian Lama dan agama umat Israel di satu sisi dan
Yudaisme di sisi lainnya. Dengan cara ini, seseorang sebenarnya „membebaskan‟ orang Israel dari
keyahudiannya. Pendekatan tersebut mencerminkan sebentuk rasa sulit bagi orang Kristen atas
hubungannya yang terlalu dekat dengan umat Yahudi dan dengan Yudaisme yang hidup saat ini.
Seseorang memang tidak mudah mengakui akibat dari memilih „Tuhan Yahudi‟ itu ”(Akar Bersama:
Belajar tentang Iman Kristen dari Dialog Kristen-Yahudi, Jakarta: BPK, 1999, hal 5).
Al Quran pun tidak membuat generalisasi stigmatif dan labeling negatif karena dalam bagian lain
dikatakan mengenai Yahudi sbb:
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula)
bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat” (Qs 2:47)
“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca
ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma´ruf, dan
mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali
mereka tidak dihalangi (menenerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang
bertakwa “ (Qs 3:113-115)
“Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat
yang didalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan
mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman” (Qs 5:43)
Meskipun kita tidak melibatkan dalam sikap-sikap yang penuh kebencian terhadap Yahudi, namun bukan
berarti kita menyetujui berbagai aktifitas atau tindakan Yahudi sebagai negara yang dapat saja terjatuh
dalam berbagai kebijakkan yang keliru dalam panggung politik dunia, khususnya dalam hal menangani
konflik dengan Palestina. Hans Ucko mengingatkan sbb: “ Disaat tentara Israel membom rumah-rumah
orang Palestina dan menutup kegiatan di sekolah-sekolah anak Palestina itu, ada saja orang Kristen
(yang terlibat dalam dialog Yahudi-Kristen) mengatakan tanpa pertimbangan apapun bahwa negara
Israel adalah tanda kemurahan Tuhan kepada umatNya. Dan tidak ada sedikitpun disinggung soal hak
asasi manusia. Namun, sebagaimana kita ketahui, etika dan janji Tuhan mesti selalu dijalankan
beriringan. Bisa saja banyak orang Kristen yang ragu untuk mengkritik negara Israel, karena sikap itu
seolah menghidupkan kembali sejarah yang buruk yang ditempuh antara orang Kristen dan Yahudi
dimasa lalu. Ketakutan itupun bisa muncul karena keengganan mereka dicap sebagai antisemitisme.Namun, apakah memang mengkritik kebijakan negara Israel akan selalu berarti bersikap anti
Semitisme? Kami yakin bahwa kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Israel tidak dengan
sendirinya menjadi sikap anti Yahudi. Demi mencari keadilan, kritik yang berkelanjutan perlu dilancarkan
terhadap negara-negara dan gerakan-gerakan politik, yang tentu saja tidak harus berarti mencemarkan
penduduknya dan lebih lagi persekutuan iman yang ada di negeri itu. Pernyataan-pernyataan yang
menyangkut tindakan negara Israel bukanlah pernyataan yang diarahkan kepada umat Yahudi atau
Yudaisme, karena pernayataan itu menjadi bagian resmi dari perdebatan dalam masyarakat dunia.
Sikap-sikap kritis yang sama pun akan muncul dari dalam atau dari luar, terhadap negara-negara dan
gerakan-gerakan politik yang mengklaim nilai-nili kekristenan sebagai dasarnya” (Op.Cit., hal 15).
Terlepas dari carut marut persoalan politik antara Negara Israel dan Negara Palestina, biarlah nurani
kemanusiaan kita meletakkan dengan kejujuran bahwa Yahudi - sebagaimana ras dari bangsa lainnya –
bukan simbolisasi dan representasi berbagai tindakan zalim dan penuh konspiratif. Definisi-definisi ini
9|Anak Betawi Diburu Intel Yahudi
dikonstruksi oleh masyarakat tertentu dengan kepentingan tertentu demi tercapainya tujuan tertentu.
Kita menghargai eksistensi Yahudi sebagai yang melahirkan para nabi, darimana agama-agama
Abrahamik menikmati sumber mata airnya. Kita pisahkan persoalan politik dengan persoalan
keagamaan. Bisa jadi, secara politis kita mengecam berbagai tindakan-tindakan Israel yang dinilai
merugikan Palestina demikian sebaliknya. Namun secara spiritual, agama-agama Abrahamik – baik
Kristen dan Islam – berdiri di atas fundasi eksistensi agama sebelumnya, Yahudi dan Yudaisme. Inilah
yang membuat kita dapat mengambil tindakan terhadap Israel secara politis, bukan didasarkan
generalisasi stigmatis dan labeling negatif melainkan berdasarkan obyektifitas.
Teguh Hindarto, MTh.
Peminat Kajian Teologi dan Sejarah serta Fenomena Sosial
Email: [email protected]
No Kontak: 081327274269
Blog:
teguhhindarto.blogspot.com
historyandlegacy-kebumen.blogspot.com
bet-midrash.blogspot.com