aksara huruf lambang Jenis Jenis (9)

Jenis-jenis asas kewarganegaraan
Kesulitan suatu negara menentukan rakyatnya adalah bagaimana penduduk di wilayah negara mengakui
kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negeri sendiri. awalnya, rakyat suatu negara hanya terdiri
dari orang-orang yang berasal satu keturunan dan satu nenek moyang. Kemudian, wilayah negara itu
didatangi oleh orang-orang dari negara lain yang mempunyai nenek moyang lain pula. Dengan demikian,
tempat tinggal bersama pun turut menentukan seseorang dalam keberadaan di negara itu.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2006 bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan
melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 19945, maka asas-asas kewarganegaraan meliputi asas
kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asa sanguinis, ius soli dan campuran. Adapun asas-asas
yang dianut dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2006 adalah berikut ini.
a. Asas Ius Soli (Law of The Soli)
Asas ius soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran. Bagi negara Indonesia, penentuan yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini (asas ius soli secara terbatas).
b. Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood)
Asas ius sanguinis adalah penentuan kewaarganegaraan berdasarkan keturunan/pertalian darah. Artinya,
penentuan kewarganegaraan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan negara
tempat kelahiran.
c. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas

Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) maupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undangundang ini merupakan suatu pengecualian.
Namun ada, suatu negara dalam menentukan kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius soli
atau isus sanguinis saja, maka akan mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi, yaitu bipatride dan
apatride. Bipatride (dwi kewarganegaraan), yaitu kewarganegaraan rangkap/ganda. Dengan demikian
mengakibatkan ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan kerumitan administrasi tentang
kewarganegaraan tersebut. Apatride (tanpa kewarganegaraan), yaitu seseorang tanpa memiliki
kewarganegaraan. Dengan demikian, keadaan apatride ini mengakibatkan seseorang tidak akan
mendapat perlindungan dari negara manapun juga.

Contoh negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika Serikat, sedangkan yang menerapkan asas
ius sanguinis adalah Cina. Seorang warga negara Cina melahirkan anak di Amerika Serikat, menurut asas
yang dianut oleh masing-masing negara tersebut memiliki 2 kewarganegaraan, yaitu warga negara
Amerika Serikat dan warga negara Cina. Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan
seorang anak di Cina menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan (apatride)
Untuk mengatasi kesulitan tersebut diatas diadakan perundingan dengan negara lain. oleh karena itu,
untuk menentukan pewarganegaraan seseorang terdapat 2 macam stelsel, yaitu stelsel pasif dan stelsel
aktif.

Stelsel pasif adalah semua penduduk diakui sebagai warga negara, kecuali dia menyatakan menolak
menjadi warga negara atau hak repudiasi.
Stelsel aktif adalah untuk menjadi warga negara, seseorang harus menggunakan hak-hak opsi atau hak
untuk memilih menjadi warga negara.
Pada penyelesaian masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB dipergunakan stelsel
aktif dengan hak opsi untuk penduduk Indonesia keturunan Eropa dan stelsel pasif dengan hak repudiasi
untuk penduduk Indonesia keturunan timur asing. Namun kini penyelesaian masalah dari
kewarganegaraan atau nonkewarganegaraan telah diatur dengan jelas dalam undang-undang
kewarganegaraan RI Nomor 12 tahun 2006
e. Asas kewarganegaraan lainnya
Selain asas tersebut diatas, beberapa asas juga menjadi dasar penyusunan Undang-Undang tentang
kewarganegaraan republik Indonesia.
1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan
mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatan sebagai
negara kesatuan yang memiliki cita-cita tujuannya sendiri.
2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan
perlindungan penuh kepada setiap warga negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam
maupun diluar negeri.
3. Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap warga
negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintah.

4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat
administratif, tetapi juga substantif dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
5. Asas nondiskriminatif, adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ihwal yang
berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang sama dalam segala
hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi dan memuliakan hak
asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khusuhnya.

7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang berhubungan
dengan warga negara harus dilaksanakan secara terbuka.
8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan
kewarganegaraan republik Indonesia diumumkan dalam berita negara republik Indonesia agar
masyarakat mengetahuinya.

Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan
ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda
yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.
Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak
memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu

ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI
dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan
pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan
berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka
anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus
disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi
anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua
kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak,
karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua
yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda
memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan
pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara
nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak
bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan
antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu
akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu
melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.


Asas Kewarganegaraan dan masalahnya
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas
yang dianut negara tersebut. Asas kewarganegaraan yang dianut oleh suatu negara
mrpakan prinsip yang menjadi pedoman dalam menentukan kewarganegaraan pada
negara tersebut. Perbedaan asas tiap-tiap negara disebabkan karena perbedaan
latar belakang negara, cita-cita masa depan, letaknegara, dan kondisi
perkembangan yang ada.
Adapun yang dimaksud dengan kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang
dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya
membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai
warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia
terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas
yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan
mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional.
Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 dibagi
menjadi 4, antara lain ;

1. Asas Ius Soli
asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran.
Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia akan menjadi warga negara
A walaupun orangtuanya adalah warga negara B (dianut Oleh Inggris, Mesir, dan
Amerika)
2. Asas Ius Sanguinis
penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Artinya
penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang
tuanya, bukan berdasarkan negara tempat tinggalnya.
Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A tetapi orang tuanya adalah warga
negara B maka orang tersebut tetap menjadi warga negara B (dianut oleh Cina)
3. Asas Kewarganegaraan Tunggal
asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

Contoh : seseorang tidak boleh mempunyai status kewarganegaraan lain apabila ia
tetap ingin berkewarganegaraan Indonesia.
4. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada dasarnya tidak

mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan
(apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang
ini merupakan suatu pengecualian. Namun ada suatu negara dalam menentukan
kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius soli atau ius sanguinis saja, maka
dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi yaitu bipatride dan apatride.
Contoh negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika Serikat, sedangkan yang
menerapkan asas ius sanguinis adalah Cina. Seorang warga negara Cina yang
melahirkan anak di Amerika Serikat, menurut asas yang dianut oleh masing-masing
negara tersebut memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara Amerika Serikat
dan warga negara Cina. Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan
seorang anak di Cina menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan
(apatride).

Masalah kewarganegaraan
Karena penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda, hal ini dapat menimbulkan
masalah
kewarganegaraan,
antara
lain;
1. Apatride

(tidak
berkewarganegaraan)
Dengan keadaan apatride ini mengakibatkan seseorang tidak akan mendapat perlindungan dari negara
manapun
juga.
2. Bipatride
(berkewarganegaraan
ganda)
Dengan demikian mengakibatkan ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan kerumitan
administrasi
tentang
kewarganegaraan
tersebut.
3. Multipatride
(lebih
dari
2
berkewarganegaraan)
Maka dari itu permasalah diatas harus dihindarai dengan upaya-upaya sebagai berikut;
1. Memberikan kepastian hukum yang jelas akan status kewarganegaraannya.

2. Menjamin hak-hak perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan
bernegara.
Sistem yang sering digunakan untuk menentukan status kewarganegaraan adalah;
Stelsel
aktif
Seseorang akan menjadi warga negara suatu negara dengan melakukan tindakantindakan hkum tertentu secara aktif. Dalam stelsel ini seorang wraga negara memiliki
hak
opsi,
yaitu
hak
untuk
memilih
suatu
kewarganegaraan.
Stelsel
pasif
Seseorang dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakantindakan hukum tertentu. Dalam stelsel ini seorang warga negara memiliki hak
repudiasi,
yaitu
hak

untuk
menolak
suatu
kewarganegaraan.

Penyelesaian masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB
dipergunakan stelsel aktif dengan hak opsi untuk penduduk Indonesia keturunan Eropa.
Dan stelsel pasif dengan hak repudiasi untuk keturunan Timur Asing.

a. Asas Ius-Sanguinis dan Asas Ius-Soli

Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat – syarat untuk menjadi warganegara. Terkait
dengan syarat – syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan,
yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.
· Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan dan hubungan darah,

artinya bahwa Kewarganegaraan seseorang adalah warga negara A karena orangtuanya adalah warganegara A.

· Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh
tempat kelahirannya di negara B tersebut.


b. Bipatride dan Apatride

Dalam hubungannya antarnegara seseorang dapat pindah tempat dan berdomisili di negara lain. Apabila seseorang
atau keluarga yang bertempat tinggal di negara lain melahirkan anak, maka status Kewarganegaraan anak ini
tergantung pada asas yang berlaku di negara tempat kelahirannya dan berlaku di negara orangtuanya. Perbedaan
asas yang dianut oleh negara yang lain, misalnya negara A mengenut asas ius-sanguinis sedangkan negara B
mengenut asas ius-soli, hal ini dapat menimbulkan status biptride atau apatride pada anak dari orang tua yang
berimigrasi diantara kedua negara tersebut.Bipatrid ( dwi Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari
dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami
istri yang berstatus warga negara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis
dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka Dani. Menurut negara A yang menganut asas

ius-sanguinis, Dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Menurut negara B
yang menganut ius-soli, Dani juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di negara B dengan
demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride. Sedangkan apartride ( tanpa
Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan Kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai
warganegara dari negara manapun. Misalnya, Agus dan Ira adalah suami istri yang berstatus warganegara B yang
berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi,
menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegaranya. Begitu
pula menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan
demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.