View of PENGELOLAAN MEDIA CERITA ANAK DALAM PEMBENTUKAN BUDI PEKERTI PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

PENGELOLAAN MEDIA CERTA ANAK DALAM PEMBENTUKAN BUDI
PEKERTI PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR
Adang Sutarman
SMP Negeri 1 Pamarayan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten
Email: adang_sutarman@yahoo.com

Abstract. Children's short stories are generally made by adults, contains a number of
mandates that can be used as a tool of cultivation of character in students in primary
schools. The intrinsic and extrinsic elements in the children's short story selected as teaching
materials can be utilized as a medium of character teaching to the students in the
elementary school. The best children's short story for children is a short story that gives
children a place to look at their lives so as to broaden their insights and knowledge about
the lives they live. Such short stories of children are included in the category of short stories
that contain pedagogical values. Through the appearance of the characters, the children are
enabled to identify the character and make the guidelines for behavior. Therefore, so that
children are not wrong in identifying the characters in a story, it takes guidance and

guidance from parents when at home and teachers when they are at school. However,
sometimes teachers often find it difficult to choose a good child story. In choosing and
presenting reading or stories for children, teachers must be selective. Teachers should be
able to distinguish reading or a good story and worth reading or not by children.
Keywords. Short Stories of Children, Teaching Materials, Manners.
Abstrak. Cerpen anak yang pada umumnya dibuat oleh orang dewasa, mengandung
sejumlah amanat yang dapat dijadikan sebagai alat penanaman budi pekerti pada siswa di
sekolah dasar. Unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik dalam cerpen anak yang dipilih
sebagai bahan ajar dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran budi pekerti pada
siswa di sekolah dasar. Cerpen anak yang baik bagi anak-anak adalah cerpen yang
memberikan lahan bagi anak untuk mencermati kehidupannya sehingga memperluas
wawasan dan pengetahuan mereka tentang kehidupan yang mereka jalani. Cerpen anak
yang demikian itu termasuk dalam kategori cerpen yang mengandung nilai-nilai
pedagogis. Melalui pemunculan tokoh, anak-anak dimungkinkan untuk mengidentifikasi
tokoh tersebut dan menjadikannnya pedoman untuk tingkah laku. Oleh karena itu, agar
anak-anak tidak salah dalam mengidentifikasi tokoh dalam sebuah cerita, diperlukan
arahan dan bimbingan dari orang tua ketika di rumah dan guru ketika mereka di sekolah.
Namun, terkadang guru sering merasa kesulitan dalam memilih cerita anak yang baik.
Dalam memilih dan menyajikan bacaan atau cerita untuk anak-anak, guru haruslah
bersifat selektif. Guru harus bisa membedakan bacaan atau cerita yang baik dan layak

dibaca atau tidak oleh anak-anak.
Kata Kunci. Cerpen Anak, Bahan Ajar, Budi Pekerti.

194

Pengelolaan Media Cerita…

A. Sutarman

Pendahuluan
Cerita anak-anak tentu sangat berarti bagi anak-anak. Selain sebagai bacaan
penghibur, bagi anak-anak selaku pembaca, cerpen anak bermanfaat juga untuk
mengasah rasa simpati dalam jiwa anak. Dalam hal ini, cerita anak berperan sebagai
media bagi anak untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman berharga yang dapat
membentuk jiwanya agar kelak menjadi anak yang baik. Cerita anak banyak
ragamnya. Salah satu cerita anak yang kini tersebar luas di masyarakat adalah cerpen
anak.
Cerita anak-anak dalam pembahasan ini adalah cerita yang dikonsumsikan
kepada anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa serta
sebagian besar ditulis oleh orang-orang dewasa. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa cerita anak berbahasa Indonesia merupakan cerita yang berupa kisah nyata
atau rekaan yang ditujukan kepada anak-anak sebagai segmentasi pembaca dengan
bimbingan dan arahan dari orang dewasa, di antaranya adalah guru dan orang tua.
Cerita anak berbahasa Indonesia memiliki tujuan menghibur, memberikan informasi,
dan mendidik dengan membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, cerita anak
berbahasa Indonesia sebaiknya mampu membentuk kepribadian anak dengan hal-hal
positif yang tercermin dalam kisah yang disajikan, baik melalui tokoh maupun cerita
atau konflik-konflik yang membentuk cerita tersebut.
Beberapa waktu lalu (Kamis, 24 Juli 2011), RCTI menayangkan sebuah film
televisi berjudul “Pencuri Cilik”. Film tersebut menceritakan tentang seorang remaja
putri (SMA) bernama Mimi yang berkarakter materialistis dan berjiwa sosial.
Karakternya tersebut terbentuk dari kisah Robinhood yang didengarkannya pada usia
9 tahun dari cerita kawan kecilnya ketika ia berada di panti asuhan. Kisah tersebut
kemudian membentuk imajinasinya untuk menjadi seperti Robinhood yang mencuri
untuk kepentingan orang miskin. Ia menjadi perempuan “matre” dengan hanya mau
menjalin cinta dengan laki-laki sebayanya yang berasal dari kalangan atas. Ia meminta
apa saja (mainan, makanan, dan uang) yang diinginkannya kepada laki-laki tersebut,
kemudian semua yang diperolehnya itu diberikan kepada anak-anak di panti asuhan,
tempat dahulu ia tinggal. Kisah tersebut menunjukkan bahwa anak-anak sangat
mudah untuk mengidentifikasi tokoh dalam cerita dan menirunya. Oleh karena itulah,

peran guru di sekolah dan orang tua di rumah sangat diperlukan untuk membimbing
anak-anak dalam memahami cerita yang dibaca atau didengarnya agar anak-anak
tidak salah menangkap makna cerita.
Metode Penelitian

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

195

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi
teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori
yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar
dan alat utama bagi praktek penelitian di tengah lapangan. Penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Serang Provinsi Banten. Sedangkan penulisan karya ilmiah dilakukan di

SDN 1 Pamarayan Serang dan SMPN 1 Pamarayan. Penelitian ini dilakukan mulai
tanggal 26 Januari 2016 sampai tanggal 9 April 2016. Jenis data yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan obervasi dan data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari jurnal, buku dokumentasi, dan internet.
Pembahasan
Sebuah karya sastra secara umum adalah wujud nyata dari hasil pemikiran
manusia-manusia kreatif yang ingin menggambarkan permasalahan hidup manusia
yang dijumpainya. Manusia-manusia kreatif atau sastrawan inilah yang dianggap
pembaca berwenang dalam menyampaikan gambaran hidup manusia melalui hasil
karyanya. Salah satu pernyataan Wellek dan Warren, 1990:109).Tentang hal ini
adalah sastra sebagai intuisi sosial yang menggunakan medium bahasa. Sedangkan
budaya sebagai pola kehidupan sehari-hari pendukungnya tercemin dalam bahasa
yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh komunitasnya, dan juga nampak pada
susunan komunitas tersebut.
Terkait dengan hal di atas, Segers (2000:17) berpendapat bahwa dari sudut
pandang teori informasi, sebuah teks sastra dapat dipandang sebagai seperangkat
tanda yang ditranmisikan melalui saluran pembaca. Berikut ini disajikan diagram
Segers tentang hubungan teks sastra dengan pembaca.
Noise


Author

Text

Signs

Chanel

Text

Signs

Reader

Code

Bagan 1. Diagram Segers tentang hubungan teks sastra dengan pembaca
Pembelajaran tentang karya sastra melibatkan bentuk komunikasi tentang
masalah kehidupan manusia antara sastrawan dengan pembaca. Hal ini dapat
menimbulkan perbedaaan persepsi antara masalah satu dengan yang lain. Asumsi ini

196

Pengelolaan Media Cerita…

A. Sutarman

didukung oleh Squire dan Taba yang menyimpulkan bahwa kegiatan apresiasi
melibatkan tiga unsur yaitu (1) aspek kognitif, yaitu keterlibatan intelek pembaca
dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat obyektif, (2) aspek
emotif, yaitu keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur
keindahan dalam teks sastra yang dibaca dan (3) aspek evaluatif yaitu memberikan
penilaian terhadap baik buruk indah tidak indah, sesuai tidak sesuai serta ragam
penilaian yang tidak harus hadir dalam karya sastra (dalam Aminuddin Kasdi. 1987:
34).
Strategi dan Teknik Pembelajaran Sastra
Strategi dalam suatu pembelajaran juga terkait dengan pembelajaran yang akan
dicapai berdasarkan kurikulum yang sedang berlaku. Sebagaimana diungkapkan oleh
Sagala (2003:221) bahwa konsep dasar strategi salah satunya adalah menentukan
pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih
prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar. Tujuan akhir yang dijadikan acuan

dalam pembelajaran sastra adalah terbinanya apresiasi dan kegemaran terhadap
karya sastra, yang didasari oleh pengetahuan dan keterampilan dibidang sastra
(Wardani, 198:9). Beberapa strategi tersebut adalah sebagaimana tertera pada tabel
berikut ini.
Tabel 1. Strategi Sastra
TAHAP
Penjelajahan

a)
b)

Interpretasi

a)
b)
c)

Re-kreasi

a)

b)

KEGIATAN
Siswa melakukan penjelajahan terhadap karya sastra yang
disukainya atau yang disarankan guru.
Penjelajahan dilakukan dengan membaca, bertanya,
mengamati/ menyaksikan pementasan dan kegiatan lain
yang bertujuan mendapatkan pemahaman tentang sastra
Siswa menafsirkan karya sastra yang dibacanya
Interpretasi dilakukan dengan cara presentasi atau
penampilan bentuk lain
Interpretasi dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur
yang membangun karya sastra
Siswa mengkreasikan kembali apa yang telah dibacanya
Siswa mengubah bentuk satu karya sastra yang dibacanya
menjadi bentuk karya sastra yang lain.

Strategi Induktif Model Taba
Hilda Taba mengemukakan strategi ini berdasarkan pada tiga rumusan
pertanyaan tentang berpikir yaitu: berpikir dapat diajarkan, berpikir adalah transaksi

aktif antar individu dengan data, dan proses berpikir berkembang berdasarkan urutan
yang sesuai dengan hukum dan strategi ini diarahkan pada tiga tahap pokok yaitu
TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

197

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

pembentukan konsep, penafsiran data, dan penerapan prinsip. (Bruce Joyce dan
Marsha Weil dalam Wardani, 1988:12)

Tabel 2. Strategi Analisis
Genre
Sastra
Puisi


Prosa

Teknik
Pembelajaran
Mendengarkan
(listening) dan
merefleksikan
puisi

Kegiatan
a) Siswa bertanya tentang masalah yang terkait
dengan puisi
b) Siswa membentuk kelompok
c) Guru membacakan puisi
d) Siswa berdiskusi menentukan tema, relevansi
tema dengan situasi sekarang, mengemukakan
hal menarik dalam puisi, dan menyimpulkan
pesan puisi

Membaca
(reading)

a) Dalam tiap-tiap kelompok siswa mendiskusikan
isi puisi kelompok yang akan dibacakan secara
serempak
b) siswa menampilkan hasil diskusinya
c) siswa saling mengomentari hasil diskusi tiaptiap kelompok
d) Secara serempak siswa satu kelas membaca
puisi bersama-sama
e) Guru merefleksikan hasil pembelajaran

Menulis
(writing)

a) Siswa menerima gambar dari guru
b) Siswa mengidentifikasi gambar yang
diterimanya
c) Siswa secara berkelompok membuat gerakan
atas tema yang telah ditemukan dari cerita
d) Siswa lain mengartikan gerakan tersebut
(Suyatno, 2004:131-143)

Apa yang terjadi
selanjutnya
(what happens
next)

a) Siswa mendengarkan sebagian rekaman cerita
dari tape recorder
b) Siswa melanjutkan bagian akhir dari cerita yang
didengarkan berdasarkan pemikirannya sendiri
c) Siswa mendengarkan seluruh bagian cerita dan
membandingkan dengan hasil pemikirannya
(Duff dan Maley, 1990: 149)

Menceritakan
kembali
(retelling)

a) Siswa mendengarkan dongeng, misalnya dengan
menggunakan media tape-recorder
b) Siswa mendiskusikan bagian pendahuluan , isi
198

Pengelolaan Media Cerita…

Drama

Bermain drama
(dramatic play)

A. Sutarman

dan penutup
c) Siswa membaca buku dongeng
d) Siswa membawakan dongeng berdasarkan buku
yang dibacanya
a) Siswa mementaskan drama
b) Siswa melakukan penilaian atas tampilan drama
(Diknas, 2004)

Konsep Imajinasi dalam Pembelajaran Sastra
Imajinasi bagian dari kehidupan manusia. Ada kalanya hidup manusia menjadi
lebih mudah dengan adanya imajinasi, namun ada kalanya pula dengan imajinasi
membuat berbagai pihak perlu memaknai sesuatu yang dihasilkan seseorang. Untuk
menghadirkan sesuatu yang sulit untuk diwujudkan secara realita dibutuhkan bentuk
imajinasi. Seorang anak kecil memiliki daya imajinasi yang lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa, sebelum kematangan kognitif atau emosinya terbentuk, anak kecil
biasa melakukan imajinasi melalui cerita-cerita yang disampaikannya.
Pendekatan Intrinsik dalam Apresiasi Cerita Pendek
Apresiasi sastra dapat dikatakan sebagai sebuah proses kegiatan untuk
memahami, menyukai, atau bahkan menilai sebuah karya sastra. Sebagai arah untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut seorang pembaca sastra membutuhkan adanya
pendekatan khusus agar pemahaman atau penilaian tersebut mengarah kepada
hakikat pemahaman karya sastra yang sebenarnya, terutama jika hal ini dijadikan
sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran dilembaga pendidikan seperti sekolahsekolah. Dalam hal ini guru sebagai salah satu fasilitator bagi siswanya untuk
memulihkan pendekatan yang tepat bagi siswanya untuk menjadi lebih terarah dalam
memahami dan memaknai karya sastra.
Salah satu pendekatan yang diperkenalkan oleh Wellek dan Warren (1993:175253) untuk melakukan studi sastra adalah pendekatan intrinsik. Di dalam pendekatan
ini dibahas bagaimana seorang pembaca karya sastra memahami karya sastra ini
beberapa aspek yang terdapat di dalam karya sastra tersebut. Pembahasan yang bisa
ditemukan oleh pembaca didalam karya sastra yaitu: tokoh dan perwatakan, karakter,
latar tempat, waktu, alur cerita, tema cerita dan gaya bahasa.
Konsep Teknik Pembelajaran Pengubahan Cerita Menjadi Gambar
Sebuah gambar mendahului perwujudan bahasa. Inilah pernyataan yang ingin
disampaikan oleh seorang artis termasyur, Nancy Margulles, penulis buku Mapping
Inner Space dan Yes, You Can Draw. Dalam buku tersebut ia berpendapat sebelum kita
TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

199

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

belajar bahasa, kita memvisualisasikan gambar dalam pikiran kita dan mengaitkannya
dengan konsep-konsep. Pendapat inilah yang menjadi dasar bahwa sebuah
pembelajaran dapat menjadi lebih menarik jika siswa diajak untuk memvisualisasikan
pikiran mereka terhadap apa yang dipelajarari ke dalam bentuk gambar-gambar yang
nyata.
Menciptakan gambar-gambar dari sebuah konsep materi pembelajaran
merupakan salah satu teknik pembelajaran yan dapat digunakan untuk membuat
siswa berpikir secara kreatif tentang hal-hal yang dipelajari.Teknik pengubahan cerita
ke dalam perwujudan sebuah gambar merupakan teknik pembelajaran yang
diupayakan akan menyeimbangkan fungsional otak dalam diri seorang siswa. Otak
manusia terdiri atas dua belahan atau hemisfer yaitu belahan kiri dan kanan sangat
mendukung siswa dalam menghasilkan gambar-gambar. Brown (2000:119)
memberikan beberapa gambaran fungsi otak kiri dan otak kanan pada manusia.
Tabel 3. Dominasi Fungsi Otak kiri dan kanan (Brown, 2000:119)
Dominasi Otak Kiri

Dominasi Otak Kanan

Intelektual/ kecerdasan
Mengingat wajah
Merespon untuk instruksi verbal

Intuitif
Mengingat wajah
Merespon
instruksi-instruksi
yang
demonstrative, ilustratif dan simbolik
Memperagakan secara sistematik dan Percobaan dengan sembarangan (acak
terkontrol
dan tidak terlalu menghambat)
Membuat penilaian obyektif
Membuat penilaian subjektif
Merencanakan dan menyusun
Mengalir dan spontan
Memilih secara matang informasi Pilihan sulit ditangkap, informasi tidak
penting
penting
Analisis bacaan
Pembaca yang fleksibel
Ketergantungan bahasa pada pikiran Menggantungkan imajinasi dalam pikiran
dan ingatan
dan ingatan
Paparan yang membahas fungsi otak diatas menggambarkan bagaimana teknik
pengubah cerita menjadi gambar ini diusahakan sebagai teknik pembelajaran sastra.
Dalam proses pembelajaran penggunaan teknik ini diawali dengan siswa membaca
cerita pendek. Dengan demikian teknik pengimajinasian melalui gambar merupakan
teknik yang diupayakan untuk menyeimbangkan kedua fungsi otak manusia.
Cerita Anak
Menurut Mustakim (2005:11), ada dua konsep yang perlu diketahui tentang
cerita anak, yaitu (1) cerita anak mengenai kehidupan anak-anak yang ditulis oleh
200

Pengelolaan Media Cerita…

A. Sutarman

anak-anak atau orang dewasa dan (2) cerita untuk anak adalah cerita yang ditujukan
bagi anak-anak mengenai kehidupan tokoh-tokoh lain bukan tokoh anak-anak,
melainkan tokoh binatang atau tokoh orang dewasa yang berperan membantu dalam
cerita anak. Cerita anak merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan anak
baik suka dukanya dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan cerita untuk anak
adalah cerita yang diperuntukan anak, baik cerita yang menyangkut kehidupan anak
maupun bukan cerita anak, seperti cerita tentang binatang, cerita tentang para tokohtokoh yang berjasa bagi bangsanya, cerita tentang alam dan sebagainya.
Jenis Cerita Anak
Pengelompokan jenis cerita anak didasarkan pada permasalahan kehidupan
anak-anak. Kesederhanaan bahasa yang digunakan dan alur cerita dirancang
penulisnya. Menurut Mustakim (2005:32), pengelompokan jenis cerita berdasakan
bentuk dan isi cerita terbagi atas (1) cerita gambar (2) cerita rakyat (fabel, mite,dan
sage), (3) cerita biografi, (4) cerita sejarah, dan (5) cerita fiksi realitik (cerpen dan
novel).
Buku Cerita Bergambar
Menurut Patricia Siancolo (dalam Mustakim, 2005:32), buku cerita bergambar
adalah buku yang memuat suatu cerita melalui gabungan antara teks dan ilustrasi.
Buku gambar merupakan gabungan yang unik dari seni grafis dan naratif yang cita
rasa seninya lengkap dan sering kali lebih diperluas oleh adanya ilustrasi. Buku cerita
bergambar yang bagus bisa memberi anak kesenangan, hiburan dan pengalaman
estetika yang kreatif
Cerita Rakyat
Dalam kamus istilah sastra, cerita rakyat diartikan sebagai kisahan aslinya
beredar secara lisan dan kepercayaan masyarakat. Cerita rakyat merupakan cerita
fantasi yang disampaikan dari mulut ke mulut dan biasanya nama pengarang tidak
diketahui secara jelas (anonim). Jenis cerita rakyat dikelompokan atas isi cerita dan
pada tokoh cerita yang ditampilkan, yaitu cerita rakyat tentang binatang disebut fabel,
cerita rakyat tentang kepercayaan disebut mite, dan cerita rakyat tentang
kepahlawanan tokoh sejarah disebut sage.
Cerita Biografi
Cerita biografi menceritakan riwayat kehidupan seseorang yang berjasa dalam
berbagai bidang kehidupan. Cerita biografi ini menceritakan kehidupan para pelaku
dibidang perjuangan menegakan keadilan mengusir penjajahan seperti biografi Bung
Karno, dibidang pendidikan seperti biografi Ki Hajar Dewantara, dan sebagainya.
TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

201

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

Cerita biografi menceritakan fakta-fakta yang mendasar tentang masa kecil, masa
remaja hingga akhir hayat tokoh dalam buku biografi tersebut.
Cerita Sejarah
Menurut Mustakim (2005,62), cerita sejarah dikelompokan sebagai suatu cerita
peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan sejarah perkembangan suatu bangsa.
Penulis cerita sejarah menyusun struktur cerita berdasarkan kejadian-kejadian
kesejarahan yang benar-benar terjadi pada suatu tempat tertentu dan kebenarannya
merupakan fakta kesejarahan suatu bangsa. Setiap bangsa memiliki cerita kesejarahan
yang berbeda-beda, kapan dan di mana mulai sejarah tumbuh dan berkembang.\
Cerita Fiksi Realitik
Menurut Cullinan (dalam Mustakim, 2005:66), cerita fiksi realitik memiliki
aktualisasi yang kuat dan ceritanya merupakan fakta yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Cerita fiksi realitik menceritakan permasalahan dalam kehidupan manusia
yang terjadi di mana dan kapan cerita itu terjadi. Cerita fiksi realitik berdasarkan isi
dan panjang ceritanya dikelompokan atas cerpen (cerita pendek) dan novel.
Cerpen. Sesuai dengan namanya yaitu cerita yang pendek. Akan tetapi,
berapapun ukuran panjang pendeknya cerita itu memang tidak ada aturannya, tidak
ada kesepakatan di antara pengarang dan para ahli. Cerpen menurut Sayuti (2000: 7)
adalah karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya
cukup dapat memunculkan efek tertentu dalam diri pembaca. Dengan kata lain,
sebuah kesan tunggal dapat diperoleh dalam sebuah cerpen dalam sekali baca.
Novel. Menurut Sayuti (2000: 10), dari segi panjang cerita novel lebih panjang
daripada cerpen. Karena panjangnya, sebuah novel secara khusus memiliki peluang
yang cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan
waktu, kronologi, dan hal ini tidak mungkin dilakukan dalam dan melalui cerpen.
Novel dapat mengemukakan secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang
lebih kompleks.
Pengembangan bahasa siswa. Memanfaatkan cerpen-cerpen anak yang ditulis
dengan baik akan menangkap imajinasi, sekaligus menjadi suatu model bagaimana
sebuah alur berkembang dan mengalir. Cerita dalam cerpen anak tersebut akan
memperkaya kosakata siswa dengan kata-kata yang hidup, penuh makna, beragam,
dan dipilih dengan cermat. Mendengarkan, bercerita, menuliskan sebuah cerita dapat
membantu perkembangan bahasa para pembelajar bahasa, khusunya siswa sekolah
dasar.
202

Pengelolaan Media Cerita…

A. Sutarman

Dalam penceritaan kembali (retelling) cerita yang sudah mereka dengar dan
dibacakan, pengetahuan bawah sadar mereka akan mengarahkan produksi bahasa.
Kemampuan berbahasa mereka akan terasah, kosakata bertambah, dan meningkatkan
pemahaman konsep-konsep yang disajikan. Untuk memotivasi beberapa proses
perkembangan bahasa, siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan cerita tersebut
dengan orang tua mereka, orang lain, atau teman sebaya melalui bahasanya sendiri.
Dalam konteks ini, perkembangan bahasa anak otomatis akan tertandai.
Berdasarkan pendapat di atas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa
beberapa manfaat yang dapat diambil melalui cerita anak adalah cerita anak dapat
bermanfaat bagi perkembangan bahasa anak melalui penambahan kosakata dan
konsep, memberikan contoh berperilaku dan bersikap yang baik dalam kehidupan
nyata, memberikan manfaat pendidikan, hiburan, pengembangan imajinasi serta
memberikan motivasi kepada anak agar gemar bercerita.
Kriteria Pemilihan Cerita Anak
Terkadang orang tua maupun guru sering merasa kesulitan dalam memilih
cerita anak yang baik. Dalam memilih dan menyajikan bacaan atau cerita untuk anakanak, orang tua maupun guru haruslah bersifat selektif. Orang tua maupun guru harus
bisa membedakan bacaan atau cerita yang baik dan layak dibaca atau tidak oleh anakanak
Dalam memilih cerita untuk anak-anak, diperlukan sejumlah kriteria yang harus
dimiliki cerita anak. H.G. Tarigan (Tarigan, 2000:83-84), memberikan kriteria dalam
pemilihan cerita anak, kedua pakar bahasa tersebut menjelaskan, bahwa dalam
memilih cerita anak yang baik untuk anak-anak harus memerhatikan nilai intrinsik
dan ekstrinsik yang terkandung dalam cerita anak. Nilai intrinsik dan ekstrinsik
tersebut yaitu sebagai berikut:
Nilai intrinsik: 1) Sejauh mana nilai cerita itu memberi kesenangan,
kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-anak. 2) Dapatkah cerita itu memupuk
dan mengembangkan potensi imajinasi anak-anak. 3) Cerita anak-anak harus dapat
memberi pengalaman-pengalaman baru. 4) Cerita anak dapat memberikan wawasan
dan perilaku baru kepada anak-anak. 5) Cerita anak dapat memperkenalkan
keluasaan dan kesemestaan pengalaman. Dan 6) sedapat mungkin cerita anak harus
bermuatan warisan sastra secara kronologis, dari mulai klasik hingga generasi kini.
Nilai ekstrinsik: 1) Cerita anak harus memerhatikan perkembangan bahasa
anak-anak. 2) Cerita anak harus memerhatikan perkembangan kognitif anak. 3) Cerita
anak harus memerhatikan perkembangan kepribadian anak. Dan 4) Cerita anak harus
memerhatikan perkembangan sosial anak.
TARBAWI
203
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

Nilai intrinsik yang harus dimiliki oleh cerita anak yaitu cerita anak harus dapat
memberikan kesenangan dan kegembiraan, serta kenikmatan kepada anak-anak.
Selain itu cerita anak harus dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan
membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman,
atau gagasan dengan berbagai cara. Nilai ekstrinsik yang harus dimiliki cerita anak
yaitu cerita anak harus berfungsi bagi perkembangan bahasa anak-anak. Dengan
menyimak dan membaca karya sastra, maka secara sadar atau tidak sadar perolehan
bahasa mereka kian meningkat.
Penanaman Budi Pekerti pada Siswa melalui Cerpen Anak
Cerpen anak yang pada umumnya dibuat oleh orang dewasa, mengandung
sejumlah amanat yang dapat dijadikan sebagai alat penanaman budi pekerti pada
siswa di sekolah dasar. Unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik dalam cerpen anak
yang dipilih sebagai bahan ajar dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran budi
pekerti pada siswa di sekolah dasar.
Siswa sekolah dasar yang masih berada pada usia 7 sampai 12 tahun,
merupakan golongan usia yang masih sangat mudah untuk dipengaruhi. Usia anakanak merupakan usia yang tepat untuk pembentukan karakter mereka. Oleh karena
itu, pemilihan cerpen anak yang tepat dan mengandung nilai-nilai positif bagi anak
sangat penting bagi upaya penanaman budi pekerti pada siswa.
Selain itu, guru diharapkan tidak hanya mengandalkan buku ajar sebagai sumber
bacaan, tetapi juga mencari bahan ajar lain yang lebih tepat dengan kondisi siswanya.
Bahan ajar, khususnya cerpen, yang terdapat dalam buku ajar (buku teks), sebaiknya
tidak dijadikan sebagai kitab suci yang selalu diikuti karena biar bagaimanapun,
gurulah yang mengetahui kondisi siswa di kelasnya. Sekaitan dengan upaya tersebut,
beberapa hal berikut ini dapat dilakukan untuk memilih cerpen anak yang tepat dalam
upaya penanaman budi pekerti kepada siswa seperti: 1) memilih cerpen anak yang
sesuai dengan usia siswa; 2) memilih cerpen anak yang menceritakan dunia anak,
sehingga siswa dapat membayangkan isi cerita tersebut ke dalam dunia mereka; 3)
memilih cerpen anak yang menyampaikan pesan-pesan moral secara implisit, tanpa
terkesan menggurui; dan 4) memilih cerpen anak secara kreatif dari berbagai sumber,
tidak hanya dari buku teks.
Cerpen anak berjudul ”Brem Mengancam Mogok” karya Yang Pras yang dimuat
pada Kompas Anak edisi, Minggu, 27 Juli 2008, merupakan salah satu contoh cerpen
anak yang bermanfaat dalam membentuk kepribadian anak. Cerpen tersebut mampu
menanamkan sifat positif kepada anak untuk menghargai sebuah barang. Brem,
204

Pengelolaan Media Cerita…

A. Sutarman

sebuah motor tua, yang mengancam mogok jika tidak dirutin di servis, mengajarkan
kepada anak untuk tidak hanya mau memanfaatkan barang, tetapi juga merawatnya.
Cerpen tersebut dapat memacu kreativitas anak. Setelah membaca cerpen
tersebut, anak akan mendapatkan pengetahuan tambahan tentang manfaat busi bagi
motor. Dengan demikian, anak akan terpacu untuk mengetahui cara men-servis motor
agar tidak mogok. Bahkan, anak akan terdorong untuk bertanya banyak hal tentang
seluk-beluk motor. Dengan demikian, kreativitas anak akan muncul dan berkembang.
Simpulan
Cerita anak memiliki sejumlah manfaat bagi anak sebagai segmentasi pembaca
utama, di antaranya adalah menghibur, memberikan informasi, dan mendidik dengan
membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu, cerita anak sebaiknya mampu
membentuk kepribadian anak dengan hal-hal positif yang tercermin dalam kisah yang
disajikan, baik melalui tokoh maupun cerita atau konflik-konflik yang membentuk
cerita tersebut.
Cerpen anak yang pada umumnya dibuat oleh orang dewasa, mengandung
sejumlah amanat yang dapat dijadikan sebagai alat penanaman budi pekerti pada
siswa di sekolah dasar. Unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik dalam cerpen anak
yang dipilih sebagai bahan ajar dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran budi
pekerti pada siswa di sekolah dasar. Namun, terkadang guru sering merasa kesulitan
dalam memilih cerita anak yang baik. Dalam memilih dan menyajikan bacaan atau
cerita untuk anak-anak, guru haruslah bersifat selektif. Guru harus bisa membedakan
bacaan atau cerita yang baik dan layak dibaca atau tidak oleh anak-anak.
Daftar Pustaka
Bruce, Joyce, Marsha Weil. 2000. Model of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.
Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Languages Learning and Teaching.
Cullinan, B.E. 2000. “Independent Reading and School Achievements. Library Media
Research”. Research Journal of the American Association of School Librarians. 3
(1523-4320), pp.1-24.
Faltis,C.J. 1996. “Learning to Teach Content Bilingually in A Middle School Bilingual
Classroom”. Billingual Research Journal, 20 (1), pp.29-44.
Kasdi, Aminuddin. 2001. Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Strategi
Pembelajarannya. Makalah disajikan pada wisuda IKIP Widya Darma Surabaya.
Margulies, Nancy dan Christine Valenza. 2008. Pemikiran Visual. Jakarta: Indeks.

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

205

TARBAWI
Vol. 3 No. 02, November 2017, hal.194-206

ISSN 2442-8809

Mustakim, Muh. Nur. 2005. Peranan Cerita dalam Pembentukan Perkembangan Anak
TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Pras, Yang. 2008. “Brem Mengancam Mogok”. Surat Kabar Kompas. Jakarta: Kompas,
28 Juli 2008.
Rene, Wellek dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia
Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.Alfabeta.
Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Segers, Rien. T. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inofatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Tarigan, H.G,. 2000. Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, Bandung:
Penerbit Angkasa.

206