TUGAS MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN D

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM
MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam yang diampu oleh Bapak Drs. H. Wahyu Wibisana, M.Pd

disusun Oleh
Nama
NIM
Kelas

: Feridi
: 1206012
: Pilkom D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa kita junjungkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, Tauladan sejati sampai akhir zaman, sehingga
penulis atau penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM” dengan baik
tanpa adanya suatu halangan yang berarti.
Terselesaikannya penulisan atau penyusunan makalah ini adalah berkat
dukungan dari semua pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Perpustakaan UPI sebagai sumber sarana referensi.
2. Orang tua penulis atau penyusun yang selalu memberikan dukungan dan
do’anya.
3. Segenap pihak yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian makalah
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan serta sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya

terhadap penulis dan pembaca.
Bandung, 10 Mei 2015

Feridi

II

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. II
DAFTAR ISI......................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan Makalah....................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan Makalah..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4
2.1. Konsep Pembelajaran...............................................................................4
2.1.1. Makna Belajar............................................................................... 4
2.1.2. Makna Pembelajaran..................................................................... 6
2.1.3. Konsep Pendidikan Islam..............................................................6

2.2. Tujuan Belajar dan Pembelajaran Islam...................................................7
2.2.1. Membina Keilmuan.......................................................................8
2.2.2. Membina Keyakinan..................................................................... 9
2.2.3. Membina Ibadah............................................................................9
2.2.4. Membina Akhlak......................................................................... 10
2.2.5. Membina Profesi......................................................................... 10
2.2.6. Membina Jasmani........................................................................11
2.2.7. Memelihara Nilai.........................................................................12
2.3. Landasan Belajar dan Pembelajaran Islam.............................................12
2.4. Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Islam...................................................12
2.4.1. Al Qur’an tentang Posisi Manusia.............................................. 12
2.4.2. Dasar Belajar dalam Islam.......................................................... 13
2.4.3. Tujuan Belajar dalam Islam.........................................................14
2.4.4. Mengembangkan Ilmu.................................................................14
2.4.5. Aspek Moral dalam Belajar.........................................................15
2.4.6. Unsur Belajar...............................................................................15
2.5. Pembelajaran Dalam Perspektif Al-Qur’an............................................17
2.5.1. Al-Qur’an Sebagai Solusi Terbaik...............................................17
2.5.2. Paradigma Pembelajaran (Iqra)...................................................18
2.5.3. Pembelajaran (Ta’lim).................................................................19

2.6. Integrasi nilai-nilai Islami pada Pembelajaran....................................... 19
2.6.1. Pentingnya Integrasi Nilai-nilai Islami pada Proses Belajar
Mengajar......................................................................................19
2.6.2. Model, Metode dan Pendekatan Pembelajaran yang Terintegrasi
dengan Nilai-nilai Islami.............................................................21
BAB III PENUTUP............................................................................................24
3.1. Kesimpulan.............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 26

III

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati,
tetapi dapat dipahami oleh guru. Proses belajar itu “tampak” lewat perilaku
siswa dalam mempelajari bahan ajar. Perilaku belajar itu tampak pada
tindakan hasil belajar, termasuk tindakan belajar berbagai bidang Studi di
sekolah. Perilaku belajar itu merupakan respons siswa terhadap tindak belajar
dan tindak pembelajaran yang dilakukan guru. Belajar juga dapat diartikan

sebagai memahami sesuatu yang baru dan kemudian memaknainya.
Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara
aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam literatur
Studi

Islam

dijumapi

sejumlah

terminologi

yang

mendeskripsikan

upaya-upayia pendidikan.
Islam berpandangan bahwa pada hakikatnya, yang melakukan kegiatan

pendidikan itu adalah Allah Ta’ala. Hakikat ini tampak dalam QS AI-Fatihan
ayat 2 yang menegaskan, “Segala puji bagi Allah Rabb (Pendidik) alam
semesta”.di antara alam semesta itu adalah manusia. Tujuan belajar dan
pembelajaran dalam Islam ialah membina manusia agar mampu melakukah
penghambaan yang tulus kepada Allah semata.
Ilmu harus selalu berada dalam kontrol iman. Ilmu dan iman menjadi
bagian integral dalam diri seseorang, sehingga dengan demikian yang terjadi
adalah ilmu amaliah yang berada dalam jiwa yang imaniah. Dengan begitu,
teknologi, yang lahir dari ilmu, akan menjadi barang yang bermanfaat bagi
umat manusia di sepanjang masa. Dan inilah yang mesti menjadi tanggung
jawab umat Islam. Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi oleh
Umat Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar

1

2

maupun filosofi bagi belajar adalah juga merujuk dari dua sumber
tersebut.


Strategi

pengembangan

ilmu

harus

mengintensifkan

dan

mengekstensifkan belajar atau pendidikan itu sendiri, dengan berbagai sarana
dan presaranannya.
Proses penafsiran Al~Quran tidak boleh berhenti. Pengkajian dan
penelitian terhadap Al-Quran seyogyanya rnenjadi kepentingan utama dalam
pengernbangan ilrnu dan seluruh bidang kehidupan. Terhentinya upaya
penafsiran, pengkajian atau penelitian terhadap Al-Quran hakikatnya
merupakan kemandegan dalam kehidupan kaum Muslim.
Dalam lingkup mikro, masih minimnya panduan Integrasi Nilai-nilai

Islami pada proses pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun
pendekatan pembelajaran, dirasa perlu [kalau bukan harus] untuk
menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan
muatan-muatan nilai yang Islami.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
beberapa masalah diantaranya :
1) Bagaimana pandangan islam mengenai belajar pembelajaran ?
2) Apa tujuan belajar pembelajaran bernilai islam?
3) Bagaimana landasan belajar pembelajaran menurut islam ?
4) Bagaimana nilai-nilai islam diintegrasikan dalam pembelajaran ?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini antara
lain :
1) Memahami pandangan islam mengenai belajar pembelajaran
2) Memahami tujuan belajar pembelajaran bernilai islam
3) Memahami landasan belajar pembelajaran menurut islam
4) Memahami nilai-nilai islam diintegrasikan dalam pembelajaran

3


1.4. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan penulis dan pembaca tentang belajar dan pembelajaran dalam
sudut pandang islam.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Pembelajaran
2.1.1. Makna Belajar
Dalam lingkup pendidikan, belajar diidentikkan dengan proses
kegiatan sehari-hari siswa di sekolah/madrasah. Belajar merupakan hal
yang kompleks. Kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subjek,
yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu
proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar.
Bahan belajar itu sangat beragam, baik bahan-bahan yang dirancang dan
disiapkan secara khusus oleh guru, ataupun bahan belajar yang ada di
alam sekitar yang tidak dirancang secara khusus, tetapi bisa
dimanfaatkan siswa, sedangkan dari sisi guru, belajar itu dapat diamati
secara tidak langsung. Artinya proses belajar yang merupakan proses

internal siswa tidak dapat diamati, tetapi dapat dipahami oleh guru.
Proses belajar itu “tampak” lewat perilaku siswa dalam mempelajari
bahan ajar. Perilaku belajar itu tampak pada tindakan hasil belajar,
termasuk tindakan belajar berbagai bidang Studi di sekolah. Perilaku
belajar itu merupakan respons siswa terhadap tindak belajar dan tindak
pembelajaran yang dilakukan guru. Belajar juga dapat diartikan sebagai
memahami sesuatu yang baru dan kemudian memaknainya. Dengan
perkataan lain, belajar adalah perubahan tingkah laku (change of
behaviour) para peserta didik, baik pada aspek pengetahuan, sikap
ataupun keterampilan sebagai hasil respons pembelajaran yang
dilakukan guru.
Abdul majid (dalam Gagne, 2012, hlm. 107) menganalogikan
belajar dengan sebuah proses membangun gedung. Anak-anak secara
terus-menerus rnembangun makna baru (pengetahuan, sikap, dan

4

5

keterampilan)


berdasarkan

apa

yang

telah

mereka

kuasai

sebelumnya. Anak atau peserta didik adalah orang yang membangun.
Makrza adalah apa yang mereka bangun. Apa yang mereka miliki atau
kuasai sebelumnya adalah material atau bahan bangunan yang mereka
gunakan untuk membangun.
Belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, ternyata bukan hanya sebagai pendapat dari hasil renungan
manusia semata. Ajaran agama sebagai pedornan hidup manusia juga
menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan belajar.
Walaupun tidak ada ajaran agama yang secara detail membahas tentang
belajar, setiap ajaran agama baik secara eksplisit rnaupun implisit telah
rnenyinggung bahwa belajar adalah aktivitas yang dapat memberikan
kebaikan kepada manusia.
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam
sangat

menekankan

terhadap

pentingnya

ilmu. Al-Qur’an

dan

A1-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan
ilmu dan kearifan (wisdom), Serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Di dalam A1-Quran, kata al-'ilm dan kata-kata jadiannya digunakan
lebih dari 780 kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada
Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran
untuk manusia.

Bacalah dengan menyebut mama T uhanmu yang Menciptakan. Dia
telah menciplakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Dan
Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
deketahuinya. (Q.S. Al-’Alaq [96]:1-5).
Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw.,

6

Islam telah menekankan perintah untuk belajar, ayat pertama juga
menjadi bukti bahwa Al-Quran memandang penting balajar agar manusia
dapat memahami seluruh

kejadian yang ada di sekitamya sehingga

meningkatkan rasa syukur dan mengakui kebesaran Allah.
2.1.2. Makna Pembelajaran
Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna
sebagai upaya untuk rnembelajarkan seseorang atau kelompok orang
melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke
arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat
pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional

untuk

membuat

siswa

belajar

secara

aktif

yang

menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dengan demikian,
pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang
mengondisikan/merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar
sesuai

dengan

tujuan

pembelajaran.

Oleh

sebab

itu,

kegiatan

pembelajaran akan bermuara pada dua kegiatan pokok , yaitu:
1) bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku
melalui kegiatan belajar
2) bagaimana

orang

melakukan

tindakan

penyampaian

ilmu

pengetahuan melalui kegiatan mengajar.
Dengan

demikian,

makna

pembelajaran

merupakan

kondisi

eksternal kegiatan belajar, yang antara lain dilakukan oleh guru dalam
mengondisikan seseorang untuk belajar.
Paparan di atas, mengilustlasikan bahwa belajar merupakan proses
internal siswa dan pembelajaran merupakan kondisi eksternal belajar.
Dari segi guru, belajar merupakan akibat tindakan pembelajaran.
2.1.3. Konsep Pendidikan Islam
Dalam literatur Studi Islam dijumapi sejumlah terminologi yang
mendeskripsikan upaya-upayia pendidikan, di antaranya ta’lim, ta’dib,
tadrib, dan tazkiyyah, Namun, dalam perkembangan selanjutnya,

7

terminologi tersebut dipayungi dengan istilah tarbiyyah. Secara harfiah
istilah ini terpumpun pada tiga makna, yaitu (1) bertambah dan
berkembang, (2) pertumbuhan dan peningkatan, dan (3) penataan dan
perbaikan (AI-Hazimi, 2000:18).
Secara terminologis, pendidikan Islam berarti pengembangan,
peningkatan, dan penataan perilaku manusia, baik yang bersifat tindakan
maupun tuturan, berlandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihad yang
berbasis padake dua sumber itu, yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang atas kehendak mereka sendiri, dengan tujuan untuk
membantu manusia dalam menyempurnakan aspek perkembangannya,
menggali potensinya, mengarahkan kemampuannya, dan menata
dayanya, agar dia mampu melakukan berbagai aktivitas serta mampu
mewujudkan aneka tujuan yang ditetapkan Islam (AI-Hazimi, 2000;
Ahmad, 1982;AI-Ahwani, 1967).
Islam berpandangan bahwa pada hakikatnya, yang melakukan
kegiatan pendidikan itu adalah Allah Ta’ala. Hakikat ini tampak dalam
QS AI-Fatihan ayat 2 yang menegaskan, “Segala puji bagi Allah Rabb
(Pendidik) alam semesta”.di antara alam semesta itu adalah manusia.
Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dilaku kan dengan mengikuti
syariat Allah Swt dan agama-Nya. Pendidikan menuntut adanya rencana
dan langkah-langkah yang berjenjang yang diikuti aneka kegiatan
pendidikan dan pengajaran, selaras dengan urutan sistem yang
berjenjang, bersarna dengan peserta didik dari satu jenjang ke jenjang
berikutnya.
2.2. Tujuan Belajar dan Pembelajaran Islam
Tujuan belajar dan pembelajaran dalam Islam ialah membina manusia
agar mampu melakukah penghambaan yang tulus kepada Allah semata. Allah
Ta’ala berfirman, ”TidakIah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya
mereka beribadah.” (QS Adz-Dzériyat, 51 156). Penghambaan ini dilakukan
pada berbagai tingkatah kekhusyukan. Masing-masing tihgkatan itu berbeda

8

selaras dengah kondisi hatinya di hadapan Zat Yang Nlahakuasa.
Penghambaah yang diridhal Allah memiliki dua sisi, yaitu sisi peribadatan
kepada Allah semata dan sisi penghambaah kepada hamba Allah sebagai
pelaksanaan atas perintah-Nya.
Membangun Muslim yang sempurna kepribadiannya diwujudkan dengan
memerhatikan hal-hal fundamental seperti kesehatan,

perkembangan

intelektual, pembinaan keyakinan, akhlak sosial, dan kreatifitas. Pembinaan
kepribadian ini perlu dilakukan selaras dengan minat dan kesiapan anak,
kesiapan guru dan pendidik, sarana dan parasarana, serta melalui kerja sama
di antara orangtua, pendidik, dan pemerintah.
Secara rinci, tujuan pendidikan Islam itu diuraikan oleh Al-Hazimi
(2000:75- 212) sebagai berikut.
2.2.1. Membina Keilmuan
Ilmu yang paling utama dan mulia ialah ilmu agama, sebab dengan
ilmu agama manusia beroleh petunjuk. Jika tidak mengetahui dan
memahami ilmu agama, dia akan tersesat dan merugi, baik di dunia
maupun akhirat. Ilmu yang perlu diprioritaskan manusia ialah ilmu yang
mampu mendekatkan diri kepada Allah Swt, yang menjauhkan dari
kemaksiatan, dan yang bermanfaat bagi umat manusia.
llmu merupakan perhiasan bagi seorang Muslim dan sarana utama
untuk meraih kebahagiaan. Manusia menggunakan ilmu untuk beribadah,
berdagang, bekerja, dan melakukan kegiatan Iainnya.
Tujuan pernbinaan keilmuan tersebut dilakukan dengan upaya ta'lim,
yaitu kegiatan membelajarkan orang lain yang dilakukan oleh para
cendekiawan, ulama, ilmuwan, dan siapa saja yang mengetahui
kebenaran. Upaya ini rnerupakan salan satu prinsip dalam ajaran Islam,
yakni adanya kevvajiban individual untuk berdakvvah, mendidik, dan
menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain walaupun materi yang
disampaikan itu hanya sedikit informasi.
Upaya ta’lim perlu direspons dengan upaya ta'aum dari pihak siswa

9

pembelajandan murid. Da|dalam ilmu pendidikan lslarm istilah yang
digunakan

untuk

mengungkapkan

upaya

mencari

ilmu

adalah

thalabul ’iImi.
2.2.2. Membina Keyakinan
Pembinaan keilmuan menuntut adanya ilmu-ilmu yang dibinakan
kepadapembelajar. Ilmu yang pertama kali dibinakan ialah ilrnu agama
Islam. Ilmu keislaman ini sangat beragam ditilikdari sejenis, Urutan
kepentingan, kedalaman kajian, dan fungsinya. Oleh karena itu, Salah
satu tugas ilmuwan ialah menyeleksi materi pertama yang perlu
diberikan kepada pembelajar pada saat manusia mulai belajar.
Sehubungan dengan penentuan materi pembelajaran pertama, Allah Swt
telah memberikan isyarat dan petunjuk melalui ayat-ayat Al-Quran yang
pertama kali diturunkan, yaitu ayat yang mengandung seruan untuk
bertaunid. Urutan ini menunjukkan isyarat yang jelas bahwa materi
pembelajaran pertama adalah tentang ketauhidan. Setelah jiwa mengenal
Tuhan dan merasa tentram dengannya, barulah Tuhan menurunkan
materi Iain yang berhubungan dengan hukum syara’.
2.2.3. Membina Ibadah
Ibadah merupakan sebuah istilah yang dikenakan pada setiap
perkara yang disukai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, baik yang Iahir maupun batin, selama perkara itu dilakukan
dengan ikhlash dan sesuai dengan ketentuan syari’ah. Dengan demikian,
istilah ibadah menjangkau hampir selurun aspek kehidupan manusia
yang ditujukan untuk meraih keridhaan-Nya. Berperilaku demikian
merupakan tujuan kehadirannya di muka burni. Allah Swt tidak
menciptakan manusia dan jin melainkan supaya mereka beribadah.
Ibadah memiliki pengaruh yang kuat terhadap pendidikan, yang
akan terefleksi pada perilaku manusia. Konsistensi manusia dalam
menunaikan ibadah sesuai dengan syari’ah akan meningkatkan

10

inte-nsitas perbuatan akhlak terpuji, sebaliknya, minimnya pelaksanaan
ibadah akan berdampak pada rendahnya kemampuan mengontrol diri
sehingga manusia terjerumus ke dalam akhlak tercela. Hal ini
menunjukkan hubungan yang kuat antara ibadah dan perilaku (akhlak),
baik perilaku terhadap diri sendiri maupun orang Iain.
2.2.4. Membina Akhlak
Pembinaan akhlak bertujuan mengontrol perilaku manusia agar
selaras dengan moral, etika, dan nilai-nilai Islam. Islam memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap akhlaK sebagaimana hal itu
terkandung dalam ayat-ayat AI-Quran dan hadis-hadis Nabi saw. Akhlak
menegaskan sejumlah kaidah, prinsip, dan nilai yang apabila dipegang
teguh oleh individu, niscaya dia sukses dan selamat dari berbagai fitnah,
godaan, dan bisikan setan. Kesuksesan dan keberhasilan seorang Muslim
dalam me-Iaksanakan tugas kekhalifahan ini dikontrol oleh tiga piranti
akhlak berikut ini.
2.2.5. Membina Profesi
Allah Ta’ala memuliakan hamba-Nya dengan agama yang lurus,
yang meliputi urusan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, syari’at Islam
mernberikan batasan tentang profesi dan pekerjaan yang disukai,
dianjurkan, dan diharamkan. Islam mendorong manusia supaya bekerja
dan berkarya. Syariat juga mengatur hubungan antara majikan dan
pekerja dengan berlandaskan pada etika, saling menguntungkan, dan
saling menghargai. Hal ini membuat pekerja Muslim memiliki tanggung
jawab kepada majikan dan Tuhannya.
Islam memuliakan kedud-ukan profesi, kedudukan orang yang
bekerja, dan pahala baginya sehingga dia terhindar dari meminta-minta.
Sebaliknya Islam mencela orang yang pemalas. Rasulullah saw
bersabda, ”Makanan terbaik yang disantap seseorang ialah hasil upaya
tangannya. Nabi Dawud pun makan dari hasil pekerjaan tangannya.”
(HR Bukhari). Dalam hadis lain ditegaskan bahwa tangan yang di atas

11

lebih baik dari pada tangan yang di bawah; memberikan belanja kepada
keluarga merupakan perbuatan yang utama; uang terbaik seseorang ialah
yang dibelanjakan kepada keluarganya; pekerjaan sebagai sarana
memberantas xemiskinan. Oleh karena itu, para nabi, sahabat, dan para
ulama pun memiliki profesi tertentu. Prinsip yang mereka anut dalam
bekerja ialah iknlas, amanah, dan memilih pekerjaan yang halal.
2.2.6. Membina Jasmani
Pendidikan lslam mementingkan pembinaan manusia secara utuh,
yang meliputi aspek ruhani, intelektual, perilaku, dan jasmani. Islam
memandang manusia, baik sebagai individu yang memiliki hak, perasaan,
kebutuhan,

dan

kemampuan

khusus,

maupun

sebagai

anggota

masyarakat Muslim. Maka, Islam membina manusia dalam seluruh
aspek tersebut agar dia meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pembinaan jasmani bertujuan agar seorang Muslim mampu
melaksanakan berbagai hal yang diwajibkan dan disunnahkan oleh
syari’at, seperti shalat, shaum, haji, dan upaya lain dalam menegakkan
ajaran Islam. Upaya pemeliharaah kesehatah dimaksudkan agar manusia
dapat beribadah, bertakvva, mehcari penghidupan, dan memakmurkan
bumi.
Pendidikan jasmani merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Maka
hukumnya tergantung pada hukum tujuannya. Jika tujuannya wajib,
sarana itu pun wajib. Hukum wasilah (sarana) tergantung tujuan.
Jika ditilik dari hukum syari’at, jenis permainan olahraga tergantung
pada karakteristiknya, misalhya olahraga itu tidak menimbulkan bahaya,
tidak dimurkai Allah dan Rasul-Nya, tidak menimbulkan perkara yang
dibenci Allah dan Rasul-Nya, dan tidak menimbulkan permusuhan,
kebencian, dan tidak melupakan Allah dan shalat. Dengan demikian,
hukum jenis olahraga itu dapat dikategorikan mubah (boleh) atau
haram.

12

2.2.7. Memelihara Nilai
Sementara itu, Ibrahim (I999:67) menambahkan bahwa pendidikan
diseleng-garakan untuk memelihara nilai. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan kekuatan, terutama kekuatan intelektual dan pengetahuan,
untuk memelihara nilai-nilai Islam. Dalam Islam, kekuatan itu tidak
hadir untuk melindungi bumi semata, tetapi untuk melindungi
kemanusiaan, kehormatan, keyakinan, harta, dan nilai. Pandangan
demikian berlandaskan pada asumsi bahwa ruh bumi itu nilai. Jika nilai
sirna, bumi itu bagaikan debu belaka. Nilai itu melindungi manusia dan
memberikan kekebalan dari berbagai gangguan yang datang dari Iuar.
Jadi, tujuan pendidikan ialah untuk memahami nilai-nilai keislaman,
memelihara, dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.
2.3. Landasan Belajar dan Pembelajaran Islam
Landasan pendidikan berarti ilmu dan hasi lkajian yang menopang
pendidikan lslam dan membantu dalam me-nentukan sasaran dan tujuan
pendidikan; membantu dalam merumuskan kurikulum, sumber belajar, dan
kégiatan pendidikan Iainnya. Landasan dimaksud adalah Iandasan filosofis,
psikologis, ekonomi, dan sosiologis (Ahmad, 1982).
Sehubungan dengan sistem pendidikan lslam, Al-Hazimi (2000)
memaparkan secara rinci landasan pendidikan Islam di dalam bukunya yang
berjudul Ushulut Tarbiyyah Al-islamiyyah. Dia mengemukakan bahwa sistem
pendidikan Islam dikembangkan berlandaskan pada landasan referensial,
landasan kurekuler, landasan lapangan, dan landasan metodologis.
2.4. Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Islam
2.4.1. Al Qur’an tentang Posisi Manusia
Dalam Islam, strategi pengembangan ilmu juga harus didasarkan
pada perbaikan dan kelangsungan hidup manusia untuk menjadi khalifah
di bumi (khalifah fil-ard) dengan tetap memegang amanah besar dari
Allah SWT. Oleh sebab itu ilmu harus selalu berada dalam kontrol iman.

13

Ilmu dan iman menjadi bagian integral dalam diri seseorang, sehingga
dengan demikian yang terjadi adalah ilmu amaliah yang berada dalam
jiwa yang imaniah. Dengan begitu, teknologi, yang lahir dari ilmu, akan
menjadi barang yang bermanfaat bagi umat manusia di sepanjang masa.
Dan inilah yang mesti menjadi tanggung jawab umat Islam.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai hubungan ilmu,
amal dan iman ini (lihat misalnya QS. Al-Baqarah : 82, 227 ; Ali-Imran :
57 ; An-Nisa’ : 57, 122 dan seterusnya). Dari banyak ayat Al-Qur’an ini
kita dapat menarik kesimpulan, bahwa antara ilmu, amal dan iman
menjadi sangat penting bagi umat manusia yang hendak menjadi
khalifah di bumi ini. Dan amal baru bisa dinilai baik, saleh jika
dipancarkan dari iman. Iman memberi dasar moral, amal saleh
diwujudkan dalam bentuk konkret. Jadi terdapat hubungan yang organik
antara iman dan amal salih.
2.4.2. Dasar Belajar dalam Islam
Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi oleh Umat
Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun
filosofi bagi belajar adalah juga merujuk dari dua sumber tersebut.
Al-Qur’an dan Al-Hadis penuh dengan konsep dan tuntutan hidup
manusia, begitu juga mengenai petunjuk ilmu pengetahuan. Jika manusia
mau menggali kandungan isi Al-Qur’an, maka banyak diketemukan
mengenai beberapa persoalan yang berkaitan dengan ilmu (baik ilmu
pengetahuan sosial maupun ilmu pengetahuan alam), Misalnya
perhatikan surat Ali Imran : 190-191. Disini dipaparkan tentang kreasi
penciptaan alam oleh Allah SWT. Yang harus direnungkan, demikian
pula tentang kisah dan sejarah umat-umat di masa lampau.
Sebagaimana dikatakan oleh Munawar Anis (1991), bahwa kata
ilmu disebutkan dalam Al-Qur’an mencapai 800 kali, yang berarti hanya
berada di bawah konsep tauhid tingkatan urgensinya. Belum lagi yang
disebutkan dalam Al- Qur’an atau Sunnah Rasul.

14

2.4.3. Tujuan Belajar dalam Islam
Belajar memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika horizontal
dan ketundukan vertikal. Dalam dimensi dialektika horizontal, belajar
dalam Islam tak berbeda dengan belajar pada umumnya,

yang tak

terpisahkan dengan pengembangan sains dan teknologi (menggali,
memahami dan mengembangkan ayat-ayat Allah). Pengembangan dan
pendekatan-Nya secara lebih dalam dan dekat, sebagai rab al-alamin.
Dalam kaitan inilah, lalu pendidikan hati (qalb) sangat dituntut agar
membawa manfaat yang besar bagi umat manusia dan juga
lingkungannya, bukan kerusakan dan kezaliman, dan ini merupakan
perwujudan dari ketundukan vertikal tadi.
Sehingga belajar di dalam sudut pandang Islam juga mencakup
lingkup kognitif (domain cognitive), lingkup efektif (domain affective)
dan lingkup psikomotor (domain motor-skill). Tiga ranah atau lingkup
tersebut sering diungkapkan dengan istilah : Ilmu amaliah, amal ilmiah
dalam jiwa imaniah.
2.4.4. Mengembangkan Ilmu
Strategi pengembangan

ilmu

harus

mengintensifkan

dan

mengekstensifkan belajar atau pendidikan itu sendiri, dengan berbagai
sarana dan presaranannya. Sebab dalam Islam, pendidikan dan belajar
merupakan kewajiban bagi setiap muslim (baik laki-laki maupun
perempuan, tua maupun muda dan dilakukan sepanjang masa).
Belajar dalam sudut pandang Islam adalah untuk memperoleh ilmu,
mengembangkan dan mengamalkan demi kepentingan kesejahteraan
umat manusia. Atau kalau dirumuskan secara simpel, tujuan belajar
adalah : Untuk mengabdikan kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya :

15

Dan tidak aku jadikan manusia kecuali hanya untuk menyembah
kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat : 56).
Oleh sebab itu segala aktivitas yang berkaitan dengan ilmu dan
pengembangannya harus dipertanggung-jawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2.4.5. Aspek Moral dalam Belajar
Pendidikan dan belajar

dalam

Islam

bertujuan

untuk

mengembangkan ilmu dan mengabdi kepada Allah SWT, maka sistem
moralnya juga harus meujuk pada norma-norma Islam.
Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang
berdasarkan norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Islam
memerintahkan perbuatan yang ma’ruf dan menjauhi perbuatan munkar,
bahkan memberantas kejahatan dalam segala bentuknya. Beberapa hal di
atas di dasarkan atas dalil Al-Qur’an antara lain surat Ali- Imran : 110 :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S. Ali- Imran : 110).
2.4.6. Unsur Belajar
Sebagaimana penjelasan di dalam surat al-Alaq (1-5), bahwa
proses belajar mengajar itu tidak lepas dari dua komponen penting,
yaitu membaca dan menulis. Perintah pertama kali yang dikemukakan
Allah Swt untuk manusia adalah ‘’Iqra’’. Di dalam bahasa Arab, Iqra
berarti perintah membaca ‘’bacalah’’.

16

Menurut Quraish Shihab, wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa
yang dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa
saja, selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk
kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda–tanda sejarah, diri sendiri, yang
tertulis maupun tidak. Dengan kata lain obyek perintah iqra’ mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkau. Pengulangan perintah membaca
dalam wahyu pertama ini bukan sekedar menunjukkan bahwa
kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali mengulang-ngulang
bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas
maksimal kemampuan. Tetapi hal itu mengisyaratkan mengulang-ulang
bacaan bismi Robbik akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan
baru.
Membaca dalam tradisi Arab merupakan pintu pengetahun pertama
untuk mendapatkan ilmu dan informasi. Di dalam al-Qur’an, Allah Swt
menjelaskan, (QS. Al-Isra’ (17:36). Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya. Di sini, Allah Saw mendahulukan ‘’telingga’’ sebagai sarana
untuk mendengar semua informasi. Berarti di dalam proses belajar
mengajar, seorang murid (peserta didik) diharuskan hadir di dalam
kelas, memasang telingga lebar-lebar. Agar supaya semua ilmu dan
informasi yang di dengar bisa di simpan di dalam otak dengan baik dan
sempurna. Selanjutnya, menggunakan ‘’mata’’ untuk melihat melihat
dan tangan untuk mencatat setiap apa yang disampaikan oleh guru.
Namun belajar menurut Robert Gagne, merupakan sebuah sistem
yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga
menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur dimaksud adalah
sebagai berikut:
1) Pembelajar
Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga
belajar, dan peserta latihan.

17

2) Rangsangan (stimulus)
Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajaran disebut
situasi stimulus. Agar pembelajar mampu belajar optimal, ia harus
memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.
3) Memori
Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas
belajar sebelumnya.
4) Respon
Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut
respon. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori
yang ada di dalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap
stimulus tersebut.
2.5. Pembelajaran Dalam Perspektif Al-Qur’an
2.5.1. Al-Qur’an Sebagai Solusi Terbaik
Al-Quran memiliki karakteristik yang sangat beda dan Iuar biasa,
baik segi kandungan, bahasa dan sisternatikanya, apabila dibandingkan
dengan kitab suci ataubuku-bukulainbuatan manusia.Kandungannya
menyangkut seluruh masalah yang dibutuhkan oleh manusia tanpa batas
ruang dan waktus. Al-Quran telah menyiapkan diri untuk memberi solusi
terbaik bagi segala aspek kehidupan yang dapat dikembangkan oleh
manusia. Kandungan Al-Quran

sangat komprehensif dan tidak

menyisakan satu pun hal penting bagi kehidupan manusia. Semuanya
terhimpun dan dijelaskan di dalarnnya. Dengan demikian, Al-Quran
memiliki kandungan dan makna-makna yang tidak tersekat oleh
batas-batas waktu dan ruang. la memiliki kemutlakan makna yang dapat
menernukan konteksnya pada seluruh alur perjalanan kehidupan manusia.
Hal ini menyiratkan suatu kehendak bahwa proses penafsiran Al~Quran
tidak boleh berhenti. Pengkajian dan penelitian terhadap Al-Quran

18

seyogyanya rnenjadi kepentingan utama dalam pengernbangan ilrnu dan
seluruh bidang kehidupan. Terhentinya upaya penafsiran, pengkajian
atau penelitian terhadap Al-Quran hakikatnya merupakan kemandegan
dalam kehidupan kaum Muslim; kemandegan kehidupan ilmiah lslami,
kemandegan etos kerja yang lslami, kamandegan pendidikan yang
Islami,dan kemandegan seluruh aspek peradaban kaum Muslim.
Al-Quran harus diaktualisasikan pada tataran obyektif. Obyektifikasi
AI-Quran melalui pengkajian, uji coba, dan penerapan hasilnya
merupakan

kepentingan

Al-Quran

itu

sendiri.

Akan

tetapi,

konsep-konsep Al-Quran tidak bersifat instan. Pengkajian dan penelitian
Al-Quran untuk rnenurunkan konsep-konsep secara komprehensif perlu
mendapat perhatian yang serius. Sejalan dengan kernajuan ilmu dan
teknologi yang telah berkembang menjadi spesialisasi dan spesifikasi
yang sangat tajam dan beragam, penelitian Al-Quran seyogyanya
dikembangkan sesuai dengan keragarnan tersebut. Kebutuhan atas
pengkajian dan penelitian Al-Quran, pada dasarnya merupakan
keniscayaan dari karakteristik AI-Quran itu sendiri pada satu sisi dan
merupakan kenicayaan dari perkembangan kehidupan manusia pada sisi
yang Iain.
2.5.2. Paradigma Pembelajaran (Iqra)
Iqra'

sebagai

paradigma

pembelajaran,

sekurang-kurangnya

mengandung tiga makna pokok. Pertama, pengakuan eksistensi manusia
sebagai makhluk pernbelajar. Kedua, pengakuan semua entitas (konkret
dan abstrak) dan semua ayat (quraniyyah dan kauniyyah) sebagai sumber
belajar.

Ketiga,

pengakuan

tauhidullah

sebagai

prinsip

utama

pengembangan pembelajaran. Di dalamnya tercakup konsep mu’aIlim
(guru atau penggiat belajar), mu’allim (pembelajar atau peserta belajar)
dan ilmu yang Qurani.
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw adalah
iqra' yang tampil dalam bentuk kalimat insya' (perintah membaca).

19

Tanpa pengantar apa-apa, Rasulullah saw yang mengaku tidak dapat
membaca tiba-tiba diperintah untuk membaca. Makna yang paling kuat
dari perintah tersebut adalah pengakuan adanya potensi atau kemampuan
mernbaca dalam arti seluas-Iuasnya. Hal ini akan Iebih jelas apabila
dihubungkan dengan pengakuan Rasulullah saw sendiri bahwa dirinya
tidak dapat membaca. Allah Swt mustahil memerintahkan sesuatu
kepada hamba-Nya ketika hamba tersebut tidak memiliki kesiapan untuk
melakukannya.
2.5.3. Pembelajaran (Ta’lim)
Ta’liim dalam AI-Quran mengandung makna ”pembelajaran” yang
dibedakan dari makna "pengajaran". Pembelajaran menghendaki agar
aktivitas belajar dilakukan oleh pembelajar secara mandiri, sedangkan
pada pengajaran siswa cenderung lebih banyak menerima dari guru.
Pengertian ini dapat diungkap dari konsep ta’Iim pada QS AI-’Alaq yang
diberi gambaran dengan ta’lim pada QS Al-Baqarah, 2:31, dan
selanjutnya diberi gambaran langkah-Iangkahnya pada QS Ar-Rahman.
Hampir setengah dari konsep ta'lim dalam Al-Quran menernpatkan
Allah Swt sebagai subjek (fa'il) dan sebagian objeknya terdiri dari
manusia secara umum (insan). Jadi, Allah Swt sebagai Mu'allim
(penggiat belajar) dan manusia sebagai mu'allim (pembelajar). Pada
konsep ta'lm (QS Al-’AIaq,96:4) dijelaskan bahwa Allah Swt
membelajarkan manusia melalui media atau sarana.
2.6. Integrasi nilai-nilai Islami pada Pembelajaran
2.6.1. Pentingnya Integrasi Nilai-nilai Islami pada Proses Belajar
Mengajar
Dalam lingkup mikro, masih minimnya panduan Integrasi Nilai-nilai
Islami pada proses pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun
pendekatan pembelajaran, dirasa perlu [kalau bukan harus] untuk
menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan

20

muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuan kurikulum pendidikan Islami
tidak semata-mata mendorong anak didik untuk mampu berkomunikasi
tanpa bimbingan orang lain dan sekaligus dapat memecahkan masalah
dengan baik, akan tetapi lebih sebagai jiwa atau ruh dari pendidikan itu.
Sebagaimana pendidikan yang diajarkan Rasulullah Muhammad saw.,
yang lebih mengutamakan akhlak bagi ummatnya “li utammima
makarim al-akhlak“.
Tujuan pendidikan nilai pada dasarnya membantu mengembangkan
kemahiran

berinteraksi

pada

tahapan

yang

lebih

tinggi

serta

meningkatkan kebersamaan dan kekompakan interaksi atau apa yang
disebut Piaget sebagai ekonomi interaksi atau menurut Oser dinyatakan
dengan peristilahan kekompakan komunikasi. Tujuan pendidikan nilai
tidak dapat tercapai tanpa aturan-aturan, indoktrinasi atau pertimbangan
prinsip-prisnip belajar. Namun sebaliknya, dorongan moral komponen
pembentukan struktur itu sangat penting. Oleh karena itu, pendidik
seharusnya tidak hanya sekedar membekali dan menjejali siswa dengan
pengetahuan tentang tujuan serta analisis dari hubungan antara tujuan
dengan alat (W. Sumpeno, 1996:27).
Pentingnya integrasi pendidikan nilai tersebut menjadi satu kerangka
normatif dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagaimana
diungkapkan Ali Asraf bahwa tujuan pendidikan Islam :
1) Mengambangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan
mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam
konteks kehidupan modern.
2) Membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan
dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan, lingkungan
sosial, dan pembangunan nasional.
3) Mengembangkan

kemampuan

pada

diri

anak

didik

untuk

menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan
dan peradaban Islam di atas semua kebudayaan lain.
4) Memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif,

21

sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi
mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah.
membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara
logis dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada
hipotesis dan konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. Keenam,
mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam kemampuan
komunikasi dalam bahas tulis dan bahasa latin (asing).
2.6.2. Model, Metode dan Pendekatan Pembelajaran yang Terintegrasi
dengan Nilai-nilai Islami
Pemberian nilai-nilai Islami pada proses pembelajaran tentunya
harus melalui etika dan pola pembelajaran yang sistematis
mengikuti model, metoda, pendekatan sebagai bentuk strategi
belajar mengajar yang digunakan sehingga tujuan dapat tercapai
secara maksimal. Dibawah ini diuraikan beberapa model, metode
dan pendekatan pembelajaran terpadu dalam pembelajaran.
1)

Model-model Pembelajaran Terpadu
Achmad (2002:14) sebagaimana pendapat yang dikutipnya
dari Fogarty (1991) mengungkapkan bahwa terdapat 10 model
pembelajaran terpadu yang dikelompokan menjadi tiga tipe
model:
Tipe Pertama, yaitu model pembelajaran terpadu dalam satu
bidang studi (model Fragmented, Connected, dan Nested).
Tipe kedua, yaitu model pembelajaran terpadu antar bidang
studi (model Sequened, Shared, Webbed, Threaded, dan
Integrated).
Tipe ketiga, yaitu model pembelajaran terpadu dalam faktor diri
siswa (model Immersed dan Networked)
Berdasarkan tipe model-model diatas, model yang sesuai
dengan tema disini adalah model tipe kedua, jenis modelnya
adalah model Threaded dan Integrated. Threaded merupakan

22

model keterpaduan yang menghubungkan atau mengaitkan
secara mendasar sehingga terdapat benang merah yang dapat
menghubungkan dan dikembangkan lebih luas. Integated adalah
model keterpaduan yang bertitik tolak pada persamaan topik/
konsep yang terjadi dari berbagai bidang yang dapat
dirumuskan menjadi satu.
2)

Metode dan Pendekatan Terpadu
Dalam mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi
nilai-nilai Islami (agama), diperlukan suatu pedoman yang dapat
digunakan untuk menerapkan dalam pembelajaran tersebut.
Untuk

itu

diperlukan

Broad

Curriculum

(Integrated

Curriculum) yang pertama kali diperkenalkan oleh Thomas
Huxley pada tahun 1969 di London sebagaimana diungkapkan
Harry Suderadjat (Achmad Barik Marzuq, 2002:16). Kurikulum
yang terpadu pada pembelajaran dengan nilai-nilai Islami sangat
diperlukan

untuk

mempermudah

guru

dalam

mengimplementasikannya.
Metode mengajar adalah cara-cara atau teknik yang
digunakan dalam mengajar, misalnya; ceramah, tanya jawab,
diskusi sosiodrama, demonstrasi, dan eksperimen. Pendekatan
lebih menunjukan pada bagaimana kelas dikelola, misalnya
secara individu, kelompok dan klasikal. Steategi pembelajaran
menunjuk kepada bagaimana guru mengatur keseluruhan proses
belajar mengajar, meliputi: mengatur waktu, pemenggalan
penyajian, pemiliham ,etode, dan pemilihan pendekatan.
Dengan mengetahui metode, pendekatan pembelajaran
terpadu yang digunakan maka pada prosesnya dapat mencapai
target

dan tujuan “nilai” pendidikan yang diharapkan.

Pendidikan nilai bertujuan untuk menentukan sikap atau tingkah
laku seseorang. Atmadi (2001:82) mengungkapkan bahwa
metode yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan nilai

23

tersebut antara lain:
1) Metode menasihati (moralizing) yaitu metode pendidikan
nilai di mana seorang pendidik secara langsung mengajarkan
sejumlah nilai yang harus menjadi pegangan hidup peserta
didik. Dalam metode ini pendidik dapat menggunakan
khotbah, berpidato, memberi nasehat atau memberi instruksi
kepada peserta didik agar menerima saja sejumlah nilai
sebagai pegangan hidup.
2) Metode serba membiarkan (a laissezfaire attitude), yaitu
metode pendidikan nilai dimana seorang pendidik memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk
menentukan pilihan terhadap nilai-nilai yang ditawarkan oleh
pendidik. Pendidik hanya memberikan penjelasan tentang
nilai-nilai tanpa memaksakan kehendaknya sendiri bahwa
nilai ini atau itu yang seharusnya dipilih oleh peserta didik
tetapi setelah memberi penjelasan pendidik mempersilahkan
peserta didik mengambil sikap sendiri-sendiri.
3) Metode Model

(modelling) yaitu metode pendidikan nilai

dimana seorang pendidik mencoba meyakinkan peserta didik
bahwa nilai tertentu itu memang baik dengan cara memberi
contoh dirinya atau seseorang sebagai model penghayat nilai
tertentu, pendidik berharap peserta didik tergerak untuk
menirunya.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam
sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu. Al-Qur’an dan A1-Sunnah
mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan
(wisdom), Serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada
derajat yang tinggi. Di dalam A1-Quran, kata al-'ilm dan kata-kata jadiannya
digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan
kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan
ajaran untuk manusia.
Pembelajaran

(instruction)

bermakna

sebagai

upaya

untuk

rnembelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan
berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang
telah direncanakan.
Tujuan belajar dan pembelajaran dalam Islam ialah membina
manusia agar mampu melakukah penghambaan yang tulus kepada Allah
semata. Allah Ta’ala berfirman, ”TidakIah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali

supaya

mereka

beribadah.”

(QS

Adz-Dzériyat,

51,

156).

Penghambaan ini dilakukan pada berbagai tingkatah kekhusyukan.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai hubungan ilmu,
amal dan iman ini (lihat misalnya QS. Al-Baqarah : 82, 227 ; Ali-Imran : 57 ;
An-Nisa’ : 57, 122 dan seterusnya). Dari banyak ayat Al-Qur’an ini kita
dapat menarik kesimpulan, bahwa antara ilmu, amal dan iman menjadi
sangat penting bagi umat manusia yang hendak menjadi khalifah di bumi ini.
Paradigma pembelajaran, sekurang-kurangnya mengandung tiga
makna pokok. Pertama, pengakuan eksistensi manusia sebagai makhluk

24

25

pernbelajar. Kedua, pengakuan semua entitas (konkret dan abstrak) dan
semua ayat (quraniyyah dan kauniyyah) sebagai sumber belajar. Ketiga,
pengakuan tauhidullah sebagai prinsip utama pengembangan pembelajaran.
Di dalamnya tercakup konsep mu’aIlim (guru atau penggiat belajar),
mu’allim (pembelajar atau peserta belajar) dan ilmu yang Qurani.
Masih minimnya panduan Integrasi Nilai-nilai Islami pada proses
pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun pendekatan
pembelajaran, dirasa perlu [kalau bukan harus] untuk menginterpretasikan
kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan muatan-muatan nilai yang
Islami. Tujuan kurikulum pendidikan Islami tidak semata-mata mendorong
anak didik untuk mampu berkomunikasi tanpa bimbingan orang lain dan
sekaligus dapat memecahkan masalah dengan baik, akan tetapi lebih sebagai
jiwa atau ruh dari pendidikan itu. Sebagaimana pendidikan yang diajarkan
Rasulullah Muhammad saw., yang lebih mengutamakan akhlak bagi
ummatnya “li utammima makarim al-akhlak“. Pemberian nilai-nilai Islami
pada proses pembelajaran tentunya harus melalui etika dan pola
pembelajaran yang sistematis mengikuti model, metoda, pendekatan sebagai
bentuk strategi belajar mengajar yang digunakan sehingga tujuan dapat
tercapai secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Asyafah, A. dkk. (Penyunting). (2014). Model-model pembelajaran berbasis nilai
islam. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Jamiludin. (2011). Integrasi pendidikan islami: nilai-nilai islami dalam
pembelajaran [Online]. Diakses dari http://taqwimislamy.com/index.php
/en/57-kurikulum/345-nilai-nilai-islami-dalam-pembelajaran
Majid, A. (2012). Belajar dan pembelajaran pendidikan agama islam. Edisi
Pertama. Bandung: Rosdakarya Offset.
Nata, A. (2009). Perspektif islam tentang strategi pembelajaran. Edisi Pertama.
Jakarta : Kencana.
Tafsir, A. (2012). Ilmu pendidikan islam. Edisi pertama, Bandung : Rosdakarya
Offset.
Zainuddin. (2013). Konsep belajar menurut pandangan islam. [Online]. Diakses
dari http://zainuddin.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/13/konsepbelajar-menurut-pandangan-islam-3/

26