Penerapan Pembangunan Kota Berkelanjutan (1)

MAKALAH INDIVIDU

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah

ANALISIS KEBIJAKAN SPASIAL

RE 142242

PENERAPAN PEMBANGUNAN KOTA KEBERLANJUTAN DITINJAU DARI PENGEMBANGAN SUB SEKTOR AIR MINUM

(Studi Kasus : Kota Surabaya)

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. rer, reg.

Disusun Oleh : ANDAYANI

NRP : 3315202003

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN UPAYA SURABAYA DALAM JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN (FTSP)

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA (ITS)

TAHUN 2016

PENERAPAN PEMBANGUNAN KOTA KEBERLANJUTAN DITINJAU DARI PENGEMBANGAN SUB SEKTOR AIR MINUM

(Studi Kasus : Kota Surabaya)

Disusun oleh : Andayani

1. PENDAHULUAN

Surabaya sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia dan merupakan kota paling strategis di Jawa Timur yang termasuk dalam SWP Gerbangkertasusila plus, makin mempunyai daya tarik yang tinggi bagi berbagai lapisan masyarakat internal dan sekitarnya. Peliknya masalah perkotaan di Surabaya mampu diselesaikan dengan berbagai upaya perbaikan, penataan dan pengembangan sarana prasarana Kota Surabaya dibawah kepemimpinan Tri Rismaharini, walikota Surabaya. Perencanaan disusun dengan cermat dan implementasi dilaksanakan secara bertahap, telah nampak nyata dampak positifnya. Fasilitas Kota Surabaya yang telah lama dapat dinikmati masyarakat luas, diantaranya adalah fasilitas perumahan, rusun, apartemen, kesehatan, pendidikan, pertokoan, hotel, perbankan, transportasi, berbagai sarana wisata, fasilitas umum lainnya; makin dilengkapi dengan fasilitas jalan yang lebar dan rindang, pendestrian yang tertib dan rapi, Ruang Terbuka Hijau (RTH) makin luas, kebersihan fasilitas umum, didukung kemudahan pelayanan publik (dalam pengurusan e-KTP, pajak, perpanjangan STNK kendaraan bermotor, dan sebagainya) serta peningkatan fasilitas prasarana di lingkungan permukiman kota berupa perluasan jaringan distribusi layanan air PDAM-PLN-PGN, saluran drainase dan boezem (yang berfungsi sebagai penampung air hujan, air limbah domestik serta sebagai pengendali banjir), pengelolaan kotoran manusia (IPLT), pengelolaan sampah, dan lainnya.

Pada era informasi saat ini, semua perkembangan kota tersebut dapat diamati dengan mudah oleh masyarakat dari seluruh penjuru kota bahkan nasional dan dunia. Hal tersebut dapat memicu peningkatan arus urbanisasi/migrasi permanen dan non-permanen ke Surabaya, maka akan menambah beban Kota Surabaya yang telah padat penduduknya jika tidak dilaksanakan pengelolaan dengan bijak serta efektif. Kondisi sehari-hari yang dapat dilihat adalah terjadinya kemacetan jalan hampir merata di setiap wilayah Kota Surabaya, walaupun upaya penyebaran pusat kota, pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru/alternatif telah dilakukan.

Upaya penataan ruang Kota Surabaya tersebut, untuk mewujudkan dan mengatasi tantangan masalah perkotaan pada umumnya serta upaya penerapan konsep pembangunan Kota Berkelanjutan (Sustainable City) berupa Program Pengembangan Kota hijau (P2KH). Pelaksanaan P2KH 2014 difokuskan pada green planning and design, green open space dan Upaya penataan ruang Kota Surabaya tersebut, untuk mewujudkan dan mengatasi tantangan masalah perkotaan pada umumnya serta upaya penerapan konsep pembangunan Kota Berkelanjutan (Sustainable City) berupa Program Pengembangan Kota hijau (P2KH). Pelaksanaan P2KH 2014 difokuskan pada green planning and design, green open space dan

Hal tersebut selaras dengan komitmen yang telah disampaikan Presiden RI, Joko Widodo, pada 17 Desember 2015 di Istana Negara yaitu membentuk Panitia Bersama (joint working group) atau Sekretariat Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, dalam mendukung pelaksanaan dan pencapaian SDGs (2016-2030). Panitia bersama ini akan dikoordinasikan antara Kantor Staf Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan masyarakat sipil. Indonesia memerlukan komitmen dan kerja keras semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah terutama dalam mengurangi ketimbangan, mengurangi tingginya angka kematian ibu dan balita, memberikan akses terhadap sanitasi dan air minum baik di perkotaan maupun perdesaan, serta upaya pelestarian lingkungan. (Sumber berita dikutip dari : Sekretariat Kabinet RI PresidenRI.go.id © 2015).

Kerjasama terpadu dalam pembangunan green water (manajemen air yang hijau) khususnya pengelolaan air minum, telah dilaksanakan Pemerintah Kota Surabaya dengan PDAM Surya Sembada, Dinas Pekerjaan Umum, Perum Jasa Tirta I serta pihak terkait, termasuk masyarakat dalam pengelolaan SPAM. Penyediaan air minum dan air bersih di Kota Surabaya merupakan tantangan yang berat, karena PDAM harus mampu melayani warga Surabaya yang berjumlah lebih dari 2 juta jiwa, dengan keterbatasan sumber air dan keterbatasan lahan akibat padatnya permukiman di Surabaya. Salah satu sumber air PDAM Surya Sembada diambil dari Kali Surabaya pun telah tercemar oleh berbagai limbah domestik dan industri. Pengelolaan air yang cermat sehingga mampu didistribusikan pada warga Surabaya dengan memenuhi pertimbangan kontinyuitas, kapasitas, kualitas serta keterjangkauan merupakan tugas berat yang menjadi amanat PDAM Surya Sembada.

Kerja keras dan hasil positif yang telah dicapai Kota Surabaya tersebut dalam upaya mewujudkan Kota Hijau (Green City atau Eco-city) membuahkan apresiasi Nasional dan Internasional. Hal tersebut dapat dijadikan pembelajaran bagi para pemangku kepentingan yang bersangkutan dan lainnya untuk bahan pengembangan selanjutnya serta penerapan hal serupa dengan berbagai inovasinya, disesuaikan kearifan lokal. Berikut ini merupakan ulasan sebagian implementasi pembangunan berkelanjutan di Kota Surabaya dalam aspek green water (manajemen air yang hijau) khususnya sektor air minum yang merupakan salah satu sektor pembangunan prasarana lingkungan permukiman. Ulasan tersebut disertai pembahasan sumbangan pemikiran untuk kemajuan pembangunan Kota Keberlanjutan Surabaya.

2. TINJAUAN TEORI

2.1 Asal Istilah Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Istilah pembangunan berkelanjutan telah dikembangkan oleh sektor kehutanan di Eropa pada awal abad ke-13 Tahun 1294, dengan menerbitkan ketentuan mengenai penggunaan kayu berkesinambungan (Hukum Kehutanan Nuremberg).

Selanjutnya dalam Konferensi PBB di Stockholm (Swedia) pada tanggal 5 Juni 1972, para pemimpin dunia yang hadir melakukan penandatanganan kesepakatan memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan. Pada Konferensi PBB tersebut lahir istilah Only One Earth (ada satu bumi) untuk semua manusia, penetapan tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia (World Environment Day), dan dilahirkan resolusi pembentukan UNEP (United Nations Environmental Program) yang merupakan lembaga internasional pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup serta melahirkan gagasan besar pembangunan berkelanjutan.

Pada tahun 1982 PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup di Nairobi (Kenya), kemudian PBB melakukan Sidang Umum pada tahun 1983 dan membentuk WCED (World Comission on Environment and Development). Pada tahun 1987 komisi ini menghasilkan

doku e Our Co o Future ya g e perke alka ko sep baru yaitu ko sep pembangunan berkelanjutan meliputi dua pengertian yaitu konsep pertama tentang

kebutuhan yang sangat penting untuk penduduk miskin dan perlu prioritas, konsep kedua tentang keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang sehingga diperlukan pengaturan agar lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan.

Penandatanganan Piagam Bumi (Earth Charter) pada akhir Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) yang diselenggarakan oleh UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB) di Rio de Janeiro (Brazil) pada tanggal 3-14 Juni 1992, dengan semboyan Care and Share (Peduli dan Berbagi). Berikutnya PBB melaksanakan KTT Rio + 20 tentang Pembangunan Berkelanjutan tanggal 13-22 Juni 2012 di Rio de Janeiro (Brazil), berhasil menyepakati Dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional dan nasional. (Zulkifli, Arif, op. cit.)

2.2 Definisi Pembangunan Kota Berkelanjutan dan Kota Hijau

Pembangunan berkelanjutan (menurut Soemarwoto, 2005) adalah perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial tempat masyarakat bergantung. Menurut Salim (2009) pembangunan berkelanjutan meliputi keberlanjutan lingkungan (keseimbangan fungsi ekosistem), keberlanjutan ekonomi (stabilitas ekonomi, pertumbuhan produktifitas) dan keberlanjutan sosial perilaku (melibatkan peran masyarakat madani). Tiga hal tersebut merupakan pilar pembangunan berkelanjutan. Dasar dari perencanaan urban adalah keberlanjutan dan kebutuhan masyarakat.

Kota keberlanjutan disebut juga kota ekologis atau kota sehat, artinya terdapat keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan.

Menurut Richard (1987) kota hijau adalah kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, makanan, buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air. Prinsip kota hijau sesuai dengan Pasal 28H ayat 1 UUD RI 1945 (perubahan kedua) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat. Kota Hijau merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi. Program Pengembangan Kota hijau (P2KH) di Indonesia dicanangkan pada Hari Tata Ruang tanggal 7-8 November 2011 oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU). P2KH merupakan program sinergis dan kolaboratif dengan inisiatif utama dari pemerintah kota/kabupaten dan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah pusat, bertujuan meningkatkan kualitas ruang kota khususnya perwujudan RTH 30% (20% publik dan 10% privat) sekaligus implementasi RTRW Kota/Kabupaten, serta meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam implementasi agenda hijau perkotaan. (Zulkifli, Arif, op. cit)

Pembangunan kota berkelanjutan menurut Salim (1986) adalah suatu proses dinamis yang berlangsung secara terus menerus dan merupakan respon terhadap tekanan perubahan ekonomi, lingkungan dan sosial. Tantangan konsep ini adalah menciptakan keberlanjutan. Pengembangan kota mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup.

Menurut Zulkifli (2015) kota berkelanjutan atau Sustainable City adalah kota yang dibangun berdasarkan prinsip pemenuhan kawasan Ruang Terbuka Hijau, penyediaan air bersih yang layak untuk penduduk kota, pengelolaan sampah dan sanitasi terpadu, pembangunan gedung atau permukiman hijau, green transportasi dan penyediaan energi terbarukan dengan dukungan dari pemimpin dan masyarakat yang sadar lingkungan serta kebijakan yang pro lingkungan. Artinya pembangunan kota keberlanjutan harus melakukan upaya terus – menerus untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga kota, melalui peningkatan produktivitas di sektor sekunder dan tersier serta penyediaan prasarana sarana perkotaan yang layak, sehingga mencapai kualitas kehidupan dalam arti terjadi pengurangan dampak negatif kawasan terbangun dari kerusakan lingkungan serta terdapat partisipasi aktif warga kota dalam upaya penghematan konsumsi sumberdaya alam.

Berdasarkan pernyataan Zulkifli (2015), terdapat 6 syarat untuk penerapan Kota Keberlanjutan yaitu green water, zero waste, ruang terbuka hijau, green transport, green energi, green building didukung dengan green leadership, green policy dan green community.

(Zulkifli, op.cit.) Selanjutnya pembahasan difokuskan pada item green water (manajemen air yang

hijau), merupakan salah satu syarat pembangunan Kota Keberlanjutan yang sangat menunjang perwujudan Kota Hijau, diimplementasikan melalui pembangunan prasarana permukiman di Kota Surabaya dalam sektor air minum.

2.3 Green Water (Manajemen Air yang Hijau)

Air bersih dan sanitasi masih menjadi salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) Tahun 2016-2030. Masalah air bersih dan sanitasi saling berkaitan dan harus diselenggarakan secara terpadu serta berkelanjutan, karena dampaknya meluas pada berbagai aspek kehidupan masyakarat perkotaan serta pedesaan.

Menurut hasil studi Water and Sanitation Program East Asia and the Pasific (Staf dan Konsultan Bank Dunia, 2008), sanitasi dan higiene yang kurang baik menimbulkan banyak dampak negatif yang nyata dan potensial terhadap kesehatan, kegiatan berkaitan air, lingkungan eksternal, pilihan kehidupan, minat penduduk dan pariwisata. Kualitas air dan sanitasi yang buruk pada suatu daerah berdampak terhadap penurunan kualitas kesehatan para warganya. Hal tersebut menurunkan tingkat produktivitas warga, yang mempengaruhi perekonomian daerah dan kesejahteraan warga tersebut. Tahun 2006 Indonesia mengalami kerugian diperkirakan sebesar Rp 56 triliun (USD 6,3 miliar) karena sanitasi dan higiene yang buruk, hal tersebut setara dengan 2,3% produk domestik bruto (PDB). Pada biaya per kapita akibat sanitasi dan higiene buruk sebesar Rp 275.000,- (USD 31,10) per tahun di perkotaan, diperkirakan lebih besar daripada di perdesaan (Rp 224.000,- sekitar USD 25,40), walaupun penduduk di pedesaan belum memiliki akses sanitasi yang lebih baik daripada penduduk di perkotaan.

Sekitar 120 juta kejadian penyakit dan 50.000 kematian anak setiap tahun terjadi disebabkan oleh sanitasi dan higiene yang buruk, yang juga berkontribusi terhadap pencemaran air sehingga menambah biaya air yang aman untuk rumah tangga dan terjadi pengurangan produksi ikan di sungai serta danau. Biaya ekonomi yang ditanggung terkait air tercemar akibat sanitasi buruk melebihi Rp 13 triliun (USD 1,5 miliar) per tahun. (Staf dan Konsultan Bank Dunia, 2008).

Pembelajaran terhadap dampak negatif akibat sanitasi dan higiene yang buruk tersebut, memicu Kota Surabaya berkomitmen melaksanakan tujuan SDGs dalam pembangunan kota berkelanjutan, salah satunya adalah penerapan green water.

Tujuan konsep green water (manajemen air yang hijau) adalah penghematan penggunaan air serta penyediaan air yang berkualitas. Perluasan penerapan konsep green water meliputi

penghematan blue water (air baku yang berkualitas), penyediaan air siap minum, penghematan blue water (air baku yang berkualitas), penyediaan air siap minum,

Dalam pengembangan green water terdapat beberapa pengelolaan yang terkait yaitu pengelolaan pencemaran air/limbah cair, pengelolaan sanitasi terpadu, perluasan daerah tangkapan/resapan air dan pengendalian banjir. Semua aspek pengelolaan tersebut saling berhubungan dalam pemenuhan penyediaan air yang berkualitas.

Terkait aspek-aspek yang menjadi fokus green water, dijelaskan berikut ini :

a. Pengelolaan air minum

Terkait pengelolaan air minum terdapat beberapa definisi istilah menurut PP RI No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, sebagai berikut :

Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang

memenuhi baku mutu tertentu sebagai Air Baku untuk Air Minum. Air baku berasal dari sumber air, yaitu wadah air yang terdapat di atas dan di

bawah permukaan tanah termasuk dalam pengertian akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk dan muara.

Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk penggunaan air baku berasal dari sungai, harus memenuhi PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Penggunaan air baku dari air tanah dan mata air wajib memperhatikan keperluan konservasi dan pencegahan kerusakan lingkungan.

Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung

diminum. Air minum yang dihasilkan SPAM, yang digunakan oleh masyarakat

pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 (yang berlaku saat ini). Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas dilarang didistribusikan kepada masyarakat.

Kebutuhan pokok air minum sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan untuk keperluan minum, masak, mandi, cuci,

peturasan dan ibadah. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih dan produktif.

Sistem penyediaan air minum yang selanjutnya disingkat SPAM merupakan satu kesatuan prasarana penyediaan air minum.

Jenis SPAM meliputi :  SPAM jaringan perpipaan,

o Meliputi : unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan.  Unit air baku merupakan sarana pengambilan dan/atau penyedia air

baku. Unit air baku terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan / penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.

 Unit produksi terdiri atas bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan

dan bangunan penampungan air minum. Unit produksi harus dilengkapi dengan sarana pengolahan lumpur sisa hasil pengolahan air baku menjadi air minum.

 Unit distribusi merupakan sarana pengaliran air minum dari bangunan

penampungan sampai unit pelayanan. Unit distribusi terdiri atas jaringan distribusi dan perlengkapannya, bangunan penampungan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan. Pengaliran air pada unit distribusi dapat dilakukan menggunakan sistem pemompaan dan/atau secara gravitasi.

 Unit pelayanan merupakan titik pengambilan air. Unit pelayanan terdiri atas sambungan langsung, hidran umum

dan/atau hidran kebakaran. Unit pelayanan harus dipasang alat pengukuran berupa meter air.

o SPAM jaringan perpipaan menjamin kepastian kuantitas dan kualitas air minum yang dihasilkan serta kontinuitas pengaliran air minum selama 24

jam per hari.  SPAM bukan jaringan perpipaan, meliputi : sumur dangkal, sumur pompa, bak

penampungan air hujan, terminal air, bangunan penangkap mata air. SPAM harus dikelola secara baik dan berkelanjutan.

 Sumur dangkal merupakan sarana untuk menyadap dan menampung air tanah yang digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum.

Pembangunan sumur dangkal wajib memperhatikan ketentuan teknis tentang kedalaman muka air dan jarak aman dari sumber pencemaran.

 Sumur pompa merupakan sarana berupa sumur yang bertujuan untuk mendapatkan air baku untuk air minum yang dibuat dengan mengebor

tanah pada kedalaman tertentu. Pengambilan air dengan menggunakan sumur pompa dilakukan dengan menghisap atau menekan air ke permukaan dengan menggunakan pompa. Pembangunan sumur pompa wajib memperhatikan ketentuan teknis tentang kedalaman muka air dan jarak aman dari sumber pencemaran.

 Bak penampung air hujan bertujuan untuk menampung air hujan sebagai air baku. Bak ini harus dilengkapi dengan saringan dan penutup sebagai

pengaman dari kotoran. Bak tersebut dapat digunakan secara individual atau komunal.

 Terminal air merupakan sarana pelayanan air minum yang digunakan secara komunal berupa bak penampung air yang ditempatkan di atas

permukaan tanah atau pondasi dan pengisian air dilakukan dengan sistem curah dari mobil tangki air atau kapal tangki air. Terminal air ditempatkan di daerah rawan air minum, daerah kumuh, masyarakat berpenghasilan rendah, dan/atau daerah terpencil. Penempatan tersebut harus berada di tempat yang mudah diakses oleh masyarakat.

 Bangunan penangkap mata air merupakan sarana yang dibangun untuk mengumpulkan air pada sumber mata air dan melindungi sumber mata air

terhadap pencemaran. Bangunan ini dapat dilengkapi dengan bak penampung dan harus dilengkapi fasilitas keran umum bagi masyarakat di sekitar mata air.

Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang dilakukan terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana SPAM dalam rangka memenuhi kuantitas, kualitas dan

kontinuitas air minum yang meliputi pembangunan baru, peningkatan dan perluasan.

Pengelolaan SPAM adalah kegiatan yang dilakukan terkait dengan kemanfaatan fungsi sarana dan prasarana SPAM terbangun yang meliputi operasi dan pemeliharaan, perbaikan, peningkatan sumber daya manusia, serta kelembagaan.

Penyelenggaraan SPAM adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sarana dan prasarana yang mengikuti proses dasar

manajemen untuk penyediaan air minum kepada masyarakat. Penyelenggaraan SPAM dilaksanakan untuk menjamin hak rakyat atas air minum,

akses terhadap pelayanan air minum, dan terpenuhinya kebutuhan pokok air minum sehari-hari bagi masyarakat. Penyelenggaraan SPAM meliputi akses terhadap pelayanan air minum, dan terpenuhinya kebutuhan pokok air minum sehari-hari bagi masyarakat. Penyelenggaraan SPAM meliputi

Kelompok masyarakat adalah kumpulan, himpunan, atau paguyuban yang dibentuk masyarakat sebagai partisipasi masyarakat dalam Penyelenggaraan SPAm untuk

memenuhi kebutuhan sendiri. Pelanggan adalah masyarakat atau instansi yang terdaftar sebagai penerima layanan

air minum dari BUMN, BUMD, UPT, UPTD, Kelompok Masyarakat dan Badan Usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang berhak diperoleh warga negara secara minimal.

(PP RI No. 122, 2015)

b. Pengelolaan pencemaran air/limbah cair

Definisi limbah cair menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Menurut KepmenLH No. 112 Tahun 2003, air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.

Terkait pengendalian pencemaran air maka setiap orang/usaha wajib melakukan :  Pengurangan pencemaran dari sumbernya, berupa program reuse (penggunaan

kembali), recycle (daur ulang) dan penerapan teknologi produk bersih untuk mengurangi volume produksi limbah cair bagi industri, serta penghematan air bagi individu hingga sekelompok orang/lembaga/industri.

 Pengolahan limbah cair, untuk mengurangi kandungan pencemar melalui proses alamiah dan atau sistem pengolahan air limbah supaya aman jika terpaksa dibuang

ke lingkungan. Sistem pengolahan limbah cair meliputi pengolah setempat (on site) dan terpusat

(off site). Untuk skala rumah tangga dengan penyediaan dan penggunaan jamban – tangki septik – resapan on site pada setiap rumah penduduk. Untuk industri diwajibkan melakukan pengolahan limbah cairnya sebelum dibuang ke badan air sekitar.

Pada Pemilihan pengolahan air limbah harus mempertimbangkan kepadatan penduduk, sumber air existing, permeabilitas tanah, kemiringan tanah dan

kemampuan membiayai. Pembuangan limbah cair ke badan air harus memenuhi standar effluent dalam

KepmenLH No. 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, KepmenLH No. 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri,

Parameter limbah cair diuji pada laboratorium terakreditasi, meliputi pengujian karakteristik fisik, kimia, bakteriologi, radioaktif.

Pembuangan air limbah memiliki sistem penyaluran terpisah dan sistem gabungan (penyaluran air limbah dan air hujan dalam satu saluran).

(Zulkifli, Arif, op.cit.)

c. Pengelolaan sanitasi terpadu

Definisi sanitasi menurut UU RI No. 7 tahun 2004 (tentang Sumber Daya Air) adalah air limbah dan persampahan.

Pengelolaan sanitasi dipengaruhi faktor pertumbuhan penduduk, perkembangan permukiman penduduk, keterbatasan lahan perumahan dan lahan fasilitas sanitasi,

keterbatasan dana pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana sanitasi. Peningkatan pengelolaan sanitasi menuntut masyarakat berperan aktif. Namun

kenyataan masih banyak yang terjadi sebaliknya, walaupun beberapa daerah telah mampu melakukan pemberdayaan masyarakat secara nyata melalui program Sanimas dan PNPM yang telah diselenggarakan oleh Kementerian PU.

Pengelolaan sanitasi terpadu, meliputi :  Perumusan regulasi pengelolaan limbah cair (perda)

 Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi lingkungan  Pembangunan sewerage system (perpipaan) skala komunal, kawasan dan perkotaan

di permukiman/perumahan  Pembangunan IPAL bagi industri

 Peningkatan kapasitas pengelola dan operator prasarana dan sarana pengolahan limbah cair (IPAL), tinja (IPLT) dan sampah (TPS, TPS 3R, TPST, TPA)

 Optimalisasi kinerja dan kelayakan prasarana dan sarana pengolahan limbah cair dan atau tinja

 Pengawasan kualitas buangan limbah cair untuk memenuhi baku mutu yang ditetapkan dan penegakan sanksi hukum bagi pengelola buangan limbah cair yang

melanggar ketentuan tersebut Berikut ini penyebab rendahnya layanan sanitasi :

 Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat pada kesehatan lingkungan

 Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, konstruksi, pengoperasian serta pemeliharaan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi

 Kurang optimal/layaknya prasarana dan sarana air minum dan sanitasi  Keterbatasan teknologi sanitasi yang sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat

(Zulkifli, Arif, op.cit.)

d. Perluasan daerah tangkapan/resapan air dan Pengendalian banjir

Perluasan daerah tangkapan/resapan air terkait dengan ketersediaan ruang terbuka hijau, upaya pengendalian banjir pada musim hujan dan penyediaan air pada musim kemarau. Hal tersebut terkait pula dengan tataguna lahan dan fungsi lahan dalam penyaluran serta penyerapan limpasan air hujan.

Upaya perluasan daerah tangkapan/resapan air :  Pembangunan waduk retensi

 Memperbanyak pembuatan lubang biopori  Eco-hidraulik, meliputi renaturalisasi sungai, membuka tanggul pelurusan sungai,

reboisasi hutan, daerah hulu dan sepanjang aliran sungai, penerapan drainase ramah lingkungan (pembuatan kolam konservasi, sumur resapan, polder, penetapan kawasan lindung air tanah)

 Pengendalian bangunan yang menutup tanah untuk memperluas area resapan air. (Zulkifli, Arif, op.cit.)

3. PENDEKATAN

Pendekatan yang digunakan untuk pembahasan penerapan konsep pembangunan Kota Keberlanjutan dalam pengembangan green water khususnya pengelolaan sektor air minum dengan studi kasus PDAM Surya Sembada Surabaya adalah :

a. Pendekatan spasial / tata ruang

b. Pendekatan ekologis

c. Penguatan jejaring kemitraan antar lembaga pemerintah (stake holder), swasta (share holder) terkait dan partisipasi aktif masyarakat.

4. DATA DAN FAKTA

4.1 Gambaran Umum Kota Surabaya

Kota Surabaya lahir pada tanggal 31 Mei 1293. Kota metropolitan ini merupakan

0 0 0 ibukota Provinsi Jawa Timur yang terletak antara 112 0 ’ - 112 ’ BT da 9’ – 7 ’ L“, memiliki luas wilayah 326,36 Km 2 , wilayahnya merupakan dataran rendah dengan 0 0 0 ibukota Provinsi Jawa Timur yang terletak antara 112 0 ’ - 112 ’ BT da 9’ – 7 ’ L“, memiliki luas wilayah 326,36 Km 2 , wilayahnya merupakan dataran rendah dengan

Berdasarkan sejarahnya pada tahun 1612, posisi geografi Surabaya yang berada di pinggir pantai merupakan kota pelabuhan penting dan menjadi bandar perdagangan paling

ramai. Kalimas saat itu digunakan sebagai transportasi air bagi para perahu menuju pelosok Surabaya. Dengan posisi tersebut, Surabaya berpotensi menjadi tempat persinggahan bagi para pendatang dari berbagai etnik dan budaya. Para pendatang singgah dan menetap hidup bersama dengan penduduk asli membentuk plurarisme budaya yang kemudian menjadi ciri khas Kota Surabaya.

Gambar 1. Peta Kota Surabaya

Sumber : Surabaya dalam Angka, 2015 Batas wilayah Kota Surabaya sebagai berikut :

 Sebelah Utara

: Selat Madura

 Sebelah Timur

: Selat Madura

 Sebelah Selatan

: Kabupaten Sidoarjo

 Sebelah Barat

: Kabupaten Gresik

Penduduk kota Surabaya tahun 2014 adalah 2.853.661 jiwa, yang tersebar di 31 kecamatan dan 163 kelurahan/desa, kepadatan penduduk Kota Surabaya sebesar 8.753

C, dengan kelembaban sebesar 46% - 95%, serta curah hujan rata-rata 17,1 – 161 mm.

jiwa/km o . Temperatur di Surabaya cukup panas yaitu 22,9 C – 35,3

Proporsi penggunaan lahan di Kota Surabaya tahun 2010 untuk area perumahan sebesar 42%, area yang masih berupa sawah, tegalan sebesar 16,24%, area tambak sebesar 15,2%, area untuk penggunaan kegiatan jasa dan perdagangan sebesar 10,76%, area untuk kegiatan industri sebesar 7,30% dan lahan yang masih kosong sebesar 5,5%.

Tahun 2010 konsentrasi kawasan perumahan yang berupa kampung berada di pusat kota, sedangkan perumahan real estate tersebar di kawasan Barat, Timur dan Selatan kota. Saat ini tahun 2016 hampir pada semua kawasan di beberapa lokasi sudah dibangun perumahan vertikal, berupa rumah susun (sederhana) maupun apartemen atau kondominium (mewah). Terjadi penurunan luas areal sawah dan tegalan di kawasan Barat dan Selatan kota, demikian pula dengan luasan areal tambak yang berada di kawasan pesisir Timur dan Utara. Areal untuk kegiatan jasa dan perdagangan yang semula terkonsentrasi di kawasan pusat kota serta sebagian berada di areal perumahan yang berkembang di kawasan Barat dan Timur kota, telah menyebar pada tiap kawasan kota. Areal untuk kegiatan industri dan pergudangan terkonsentrasi di kawasan pesisir Utara dan kawasan Selatan kota yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Gambar 2 berikut ini menjelaskan penggunaan lahan dan tata ruang Surabaya Tahun 2010.

Gambar 2. Penggunaan Lahan Kota Surabaya

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Pada bidang kesehatan, berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun

2012 (Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012), dinyatakan :

a. Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 144,64 per 100.000 Kelahiran Hidup di Kota Surabaya, berarti di atas AKI Provinsi Jawa Timur (97,43).

b. Untuk Angka Kematian Bayi (AKB) di Surabaya sebesar 23,18 per 1000 kelahiran hidup, artinya lebih rendah dari AKB Provinsi Jawa Timur (28,31).

c. Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH) Kota Surabaya adalah 71,38 artinya lebih tinggi dari AHH/UHH Provinsi Jawa Timur (70,09).

d. Kondisi kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Kota Surabaya yang dilaksanakan dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai upaya peningkatan kualitas lingkungan, untuk memperkecil risiko terjadinya penyakit atau gangguan d. Kondisi kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Kota Surabaya yang dilaksanakan dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai upaya peningkatan kualitas lingkungan, untuk memperkecil risiko terjadinya penyakit atau gangguan

 Cakupan air bersih di Surabaya sebesar 98,92%, sedangkan cakupan air minum di

Surabaya sebesar 95,14%.  Cakupan rumah sehat di Kota Surabaya sebesar 80,99%, lebih tinggi dari cakupan

rumah sehat Provinsi Jawa Timur (70,20%). Kriteria rumah sehat meliputi : bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah.

 Cakupan akses kepemilikan sebesar 96,9% dan cakupan jamban sehat sebesar 87,97% berdasarkan KK yang diperiksa di Surabaya. Jamban merupakan salah satu sanitasi dasar minimum untuk menyediakan lingkungan sehat, dan dapat mencegah terjadinya

pencemaran lingkungan yang serta memutus mata rantai penyakit berbasis lingkungan diantaranya Thypus, Disentri, Kolera, cacing (Gelang, Kremi, Tambang, Pita), Schistosomiasis dan sebagainya yang terdapat dalam faeces atau kotoran manusia.

 Cakupan Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation Free) di Surabaya sebesar 71 dari 160 Desa/Kelurahan yang ada, artinya masih kurang dari 50%. Suatu Desa/Kelurahan

dinyatakan ODF jika semua keluarga yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mengakses jamban yang sehat.

Tingkat kejadian penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi kota yang kurang baik di Kota Surabaya pada tahun 2008 - 2010 dan 2012 masih cukup tinggi, sebagai berikut :

 Terjadi fluktuasi kasus Diare, sebagai berikut pada tahun 2008 tercatat 70.940 kasus, tahun 2009 tercatat 69.020 kasus, tahun 2010 tercatat 120.008 kasus dan tahun 2012

tercatat 115.138 kasus. Tahun 2012 tertangani 92.072 kasus (79,97%).  Terjadi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tiap tahun yaitu

tahun 2008 tercatat 2.169 kasus, tahun 2009 tercatat 2.268 kasus, tahun 2010 tercatat 3.379 kasus dan tahun 2012 tercatat 1.091 kasus.

Untuk tahun 2015, sepuluh penyakit terbanyak di Kota Surabaya berturut-turut adalah penyakit saluran pernafasan bagian atas, infeksi pada usus, infeksi pada sistem otot dan jaringan pengikat, kelainan kulit dan jaringan sub kutan, rongga mulut, penyakit lain pada sistem pencernaan, tekanan darag tinggi, mata dan adneksia, telinga dan mastoid, serta

penyakit virus (Sumber : Website dinkes.surabaya.go.id, diunduh 7 April 2016). Menurut info BLH Kota Surabaya, masalah sanitasi Kota Surabaya terutama

disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dan masih sulit diubah yaitu melakukan pembuangan sampah/limbah pada badan air tersebut. Kualitas air tanah dan air permukaan Kota Surabaya makin menurun akibat adanya erosi tanah saat konstruksi bangunan, pencemaran limbah industri, luapan air kotor dan septik tank, banjir, kontaminasi air hujan di permukaan tanah dan jalanan. Buruknya sanitasi perkotaan disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dan masih sulit diubah yaitu melakukan pembuangan sampah/limbah pada badan air tersebut. Kualitas air tanah dan air permukaan Kota Surabaya makin menurun akibat adanya erosi tanah saat konstruksi bangunan, pencemaran limbah industri, luapan air kotor dan septik tank, banjir, kontaminasi air hujan di permukaan tanah dan jalanan. Buruknya sanitasi perkotaan

Ketersediaan sarana dan prasarana dasar lingkungan perumahan/permukiman di Kota Surabaya berupa listrik, air bersih dan sanitasi yang layak. Diketahui pada tahun 2009 jumlah pelanggan listrik rumah tangga di Kota Surabaya sebanyak 736.103 Rumah Tangga (RT) dan terus bertambah menjadi 904.566 Rumah Tangga pada tahun 2014 (Sumber: Surabaya Dalam Angka 2015). PDAM memberikan layanan sambungan air bersih bagi masyarakat Kota Surabaya yang sebagian besar tinggal di perumahan (perumahan formal maupun perumahan kampung). Setiap tahun terdapat peningkatan jumlah pelanggan PDAM kategori rumah tangga yaitu sebanyak 342.509 Sambungan Rumah (SR) pada tahun 2009, menjadi 367.456 SR pada tahun 2010 (Sumber : PDAM Surya Sembada Online, 2011), sebanyak 483.875 SR tahun 2014 (Sumber : Surabaya dalam Angka, 2015), hingga 537.121 SR pada tahun 2015 (mencakup 92,78% dari total penduduk Surabaya) berdasarkan pernyataan Sunarno Pejabat Sementara (Pjs) Dirut PDAM Surya Sembada Kota Surabaya (Pradipta, Dodi, 2015). Tahun 2018 PDAM Surya Sembada menargetkan dapat melayani 100% warga Surabaya.

Saat ini Kota Surabaya belum terdapat jaringan perpipaan pembuangan air limbah (off site) untuk memenuhi kebutuhan prasarana sanitasi perumahan. Sebagian besar perumahan di Kota Surabaya menggunakan sistem sanitasi setempat (on-site) untuk pembuangan limbah manusia. Sistem sanitasi tersebut meliputi tangki septik, sumur resapan, serta jamban. Berdasarkan hasil pengambilan sampel jamban keluarga di wilayah Kota Surabaya Tahun 2010, dapat diketahui bahwa dari 818.677 KK yang diperiksa sebanyak 300.261 KK yang memiliki jamban keluarga sebesar 96.1 %.

Sebagian besar perumahan telah memiliki fasilitas tersebut pada tiap rumah tangga, tetapi pada perumahan kampung padat fasilitas tersebut bersifat komunal atau digunakan untuk sekelompok keluarga. Penyediaan sistem sanitasi pengolahan limbah domestik terpusat (off site system) diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Secara bertahap sistem sanitasi pengolahan limbah domestik tersebut ditingkatkan menjadi sistem komunal yang terintegrasi dengan sistem sanitasi pengolahan limbah domestik perkotaan.

Pembangunan sanitasi Kota Surabaya diharapkan berkontribusi dalam pencapaian visi-misi Kota Surabaya dan visi-misi sanitasi Kota Surabaya sebagai berikut:

Tabel 1. Visi dan Misi

Visi & Misi Kota Surabaya Visi & Misi Sanitasi Visi:

Visi:

Menuju surabaya lebih baik sebagai kota jasa Terwujudnya pelayanan sanitasi bagi masyarakat dan perdagangan yang cerdas, manusiawi,

Kota Surabaya yang handal, tepat guna dan bermartabat, dan berwawasan lingkungan.

ramah lingkungan.

Misi:

Misi:

1. Membangun kehidupan kota yang lebih 1. Mewujudkan penyediaan air minum yang 1. Membangun kehidupan kota yang lebih 1. Mewujudkan penyediaan air minum yang

masyarakat Kota Surabaya secara kualitas, kualitas

intelektual,

mental-spiritual,

kuantitas dan kontinuitas. ketrampilan, serta kesehatan warga secara 2. Mewujudkan pengelolaan air limbah secara

terjangkau oleh 2. Menghadirkan suasana kota yang manusiawi

terpadu dan berkelanjutan.

berkelanjutan

dan

masyarakat. melalui peningkatan aksesibilitas, kapasitas, 3. Mewujudkan pengelolaan sampah yang

dan kualitas pelayanan publik, reformasi mandiri dan berkelanjutan. birokrasi, serta pemanfaatan sumber daya 4. Mewujudkan pengelolaan drainase secara

kota untuk sebesar-besar kesejahteraan terintegrasi dan berkelanjutan serta warga.

melibatkan partisipasi masyarakat. 3. Mewujudkan peri kehidupan warga yang 5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana

bermartabat melalui pembangunan ekonomi dan prasarana sanitasi yang dapat berbasis komunitas yang mengutamakan

menciptakan lingkungan yang hijau, bersih perluasan akses ekonomi demi mendukung

dan sehat. peningkatan daya cipta serta kreatifitas 6. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

segenap warga kota surabaya dalam upaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). penguatan struktur ekonomi lokal yang 7. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan

mampu bersaing di kawasan regional dan swasta dalam pengelolaan sanitasi. internasionalsumber daya kota untuk sebesar-besar kesejahteraan warga.

4. Menjadikan kota surabaya semakin layak- huni melalui pembangunan infrastruktur fisik dan sosial secara merata yang berwawasan lingkungan.

Sumber : Dokumen Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS) Kota Surabaya 2012-2016 Untuk mengoptimumkan sumberdaya yang dimiliki dan menyelesaikan

permasalahan sanitasi yang paling strategis, paling besar, dan mendesak; Pemerintah Kota Surabaya menentukan skala prioritas pembangunan sektor sanitasi dengan pertimbangan beberapa kriteria berikut ini :

a. Jumlah penerima manfaat (jumlah penduduk terlayani) Makin banyak jumlah penerima manfaat, maka makin besar pula peluang program dan kegiatan tersebut menjadi prioritas

b. Jumlah penduduk berpenghasilan rendah yang terlayani dan pelibatan gender. Makin banyak penduduk berpenghasilan rendah yang mendapatkan layanan sanitasi dan adanya keterlibatan gender, maka makin besar peluangnya untuk menjadi program dan kegiatan prioritas.

Gambar berikut ini menunjukkan area di Kota Surabaya yang beresiko sanitasi.

Gambar 3. Peta Area Beresiko Sanitasi Kota Surabaya

Keterangan:

Risiko Tinggi (3.1 - 4.0)

Risiko Sedang (2.1 - 3.0)

Risiko Rendah (1.1 – 2.0)

Tidak Berisiko (0.0 - 1.0)

Sumber: Buku Putih Sanitasi Surabaya, 2010

4.2 Pembangunan Sub Sektor Air Minum

4.2.1 Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Minum di Kota Surabaya

PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sebagai Perusahaan Daerah Milik Pemerintah Kota Surabaya, mendapatkan mandat dari Pemerintah Kota Surabaya untuk melaksanakan pelayanan kebutuhan air minum di wilayah kota Surabaya. Hal ini sesuai dengan PP RI No.

16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 tahun 2009 tentang PDAM. Manfaat pelayanan air minum dari PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yaitu :

 Bagi masyarakat :  sebagai sarana kebersihan keluarga/rumah tangga untuk peningkatan kualitas

kesehatan,

 mendukung ekonomi keluarga bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),  meningkatkan produktivitas keluarga karena dapat menghemat waktu dengan

adanya ketersediaan air bersih di rumah tangga.  Bagi pemerintah :

 sebagai bentuk pelayanan dasar kepada masyarakat  upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat  meningkatkan kesejahteraan terutama bagi MBR  mendukung penghijauan dan pengembangan wilayah kota

 Bagi lingkungan hidup :  sebagai media pembersih dan mendukung penghijauan  membantu konservasi air dengan manfaat ikutan yaitu pengurangan pemanfaatan

ABT (Air Bawah Tanah) yang berlebihan, mencegah penurunan muka air tanah dan entrusi air laut (berdampak pada ketahanan fondasi konstruksi bangunan bertingkat dan kemudahan pertumbuhan vegetasi/pohon)

 Bagi PDAM Surya Sembada Surabaya :  aset yang dipisahkan tumbuh/berkembang  memudahkan peran pemerintah sebagai regulator karena bertindak sebagai

operator mandiri, sehat dan berperan baik  menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) dari deviden

(Mardiono, Ashari. (n.d.)) Sistem produksi air PDAM Surya Sembada terdiri dari Instalasi Penjernihan Air

Minum (IPAM) yang air bakunya diambil dari Kali Surabaya dan Mata Air di Umbulan serta Pandaan. Dengan keterbatasan sumber daya air yang dimiliki oleh Kota Surabaya, maka PDAM Surya Sembada menggunakan sumber air baku berasal dari air permukaan (Kali Surabaya) sebesar 97% dan 3% dari 17 sumber air lainnya (dari mata air Umbulan sebesar 110 liter/detik dan dari Pandaan 220 liter/detik), dengan total kuantitas sumber air tersedia sebesar 11.227 liter/detik.

Kapasitas desain/terpasang sistem produksi PDAM Surya Sembada pada tahun 2010 mencapai 10.830 liter/detik namun baru dimanfaatkan 9.071 liter/detik, sehingga ada kapasitas yang belum dimanfaatkan sebesar 1.759 liter/detik, disebabkan IPAM Karangpilang III baru selesai dibangun dan dioperasikan pada bulan Juli tahun 2010.

Berikut ini kapasitas produksi PDAM ada Tahun 2010 dan 2014.

Tabel 2. Kapasitas Produksi PDAM Tahun 2010 dan Tahun 2014

Kapasitas (lt/dt)

No Instalasi

Kapasitas Terpasang

Kapasitas Produksi (lt/dt)

(lt/dt) # Tahun 2010* Tahun 2014

1. Sumber Air

2. IPAM Ngagel I

3. IPAM Ngagel II

4. IPAM Ngagel III

5. IPAM Karangpilang I

6. IPAM Karangpilang II

7. IPAM Karangpilang III

Sumber data: *PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, 2010 # Surabaya dalam Angka, 2015

Sistem transmisi PDAM Surya Sembada sudah direncanakan dan dipasang untuk mengalirkan air hasil produksi ke reservoir dan wilayah pelayanan distribusi yang terdiri dari

5 zona pelayanan. Pipa transmisi yang telah terpasang terdiri dari pipa diameter 600 mm – 1500 mm.

Sistem distribusi terbagi dalam 5 zona pelayanan (Supply Zona) , yaitu zona I, zona II, zona III, zona IV dan Zona V. Kelima zona tersebut dipakai sebagai pedoman untuk mempermudah pengelolaan wilayah pelayanan. Sedangkan sistim distribusi didukung oleh jaringan perpipaan dengan berbagai ukuran, yaitu :

 Pipa Primer Utama : diameter 600 mm dan yang lebih besar  Pipa Sekunder

: diameter 200 mm – 500 mm

 Pipa Tersier

: diamater 80 mm – 150 mm

Gambar 5. Sistem Transmisi dan Distribusi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Sumber data: PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, 2010

Wilayah pelayanan PDAM Surya Sembada mencakup wilayah Kota Surabaya dan pelayanan luar kota (Pasuruan, Sidoarjo dan Gresik). Tahun 2010 cakupan pelayanan PDAM Surya Sembada di Kota Surabaya mencapai 79.41 % dari total penduduk Kota Surabaya yang terlayani sambungan air minum oleh PDAM melalui sambungan langsung dan kran umum. Tahun 2014 terjadi peningkatan cakupan pelayanan PDAM Surabaya menjadi 92,65% (528.216 SR), dengan kapasitas produksi + 10.830 liter/detik, dan volume air terjual + 215,6

3 juta m 3 . Panjang pipa terpasang + 5.580 Km. Besar tarif rata-rata PDAM Rp 2.860/m ,

3 dengan tarif terendah Rp 350/m 3 dan tarif tertinggi Rp 10.000/m . Kebutuhan pelanggan bervariasi menurut tingkat pendapatannya. Semakin tinggi pendapatan pelanggan, maka

semakin tinggi pula kebutuhan air bersih, hal tersebut sesuai dengan pola dan gaya hidup. Jumlah pelanggan PDAM Surya Sembada di wilayah pelayanan Kota Surabaya pada tahun

2010 mencapai 434.018 sambungan pelanggan yang terdiri berbagai pelanggan beserta pemakaiannya seperti pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Pelanggan dan Pemakaian Air Bersih PDAM di Kota Surabaya Tahun 2010 dan Tahun 2014

Jenis 3 Pelanggan Pemakaian (m ) No.

Pelanggan # Tahun 2010* Tahun 2014 Tahun 2010* Tahun 2014

5 Sosial Umum

6 Sosial Khusus

452.000 Sumber data : *PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, 2010 # Surabaya dalam Angka, 2015

7 Pelabuhan

Berikut ini peta pelayanan instalasi produksi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya :

Gambar 4. Peta pelayanan instalasi produksi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Sumber : Mardiono, Ashari, n.d.

4.2.2 Permasalahan Sub Sektor Air Minum

Pengelolaan sanitasi sub sektor air minum memiliki masalah yaitu :

a. Kepastian pasokan sumber air baku dari mata air atau air permukaan dengan kapasitas sekitar 4.000 liter/detik yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

Karena Kota Surabaya tidak mempunyai Sumber Daya Air, dimana air baku untuk air minum sebagian besar (97%) masih diambil dari Kali Surabaya yang telah banyak tercemar, apalagi Kali Surabaya termasuk dalam DAS Brantas, yang melewati 15 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sebesar 23,7 juta jiwa yang perlu disuplai air minum.

b. Meminimalkan kehilangan air akibat kebocoran dan pengambilan illegal.

c. PDAM Surya Sembada Surabaya harus mampu melayani air minum (bukan sekedar air bersih) secara aman dan berkualitas secara kontinyu bagi 100% penduduk Surabaya yang berjumlah sekitar 3 juta jiwa dan ditambah sekitar 600.000 warga sekitar yang bekerja di Kota Surabaya.

4.3 Sinergitas dan Koordinasi dalam Pelayanan Sanitasi Berkelanjutan di Surabaya

Sinergitas dan koordinasi antar SKPD untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan sektor sanitasi dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan permukiman dan menjamin tersedianya layanan sanitasi yang berkelanjutan di Kota Surabaya. Beberapa SKPD yang terkait dengan pengelolaan sanitasi perkotaan/lingkungan dijelaskan pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Tugas/Peran Masing-Masing Dinas/Instansi terkait Pengelolaan Sanitasi

NO DINAS / INSTANSI TUGAS / PERAN

1. Badan Perencanaan Melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi Pembangunan Kota Surabaya program / kegiatan sanitasi lintas sektor dengan kebijakan kota, menyusun rencana tindak / jadwal pelaksanaan dan penganggaran pembangunan sanitasi Kota Surabaya.

2. Badan Lingkungan Hidup Kota Merumuskan dan merekomendasikan konsep serta Surabaya

teknologi sistem pengolahan air limbah yang akan diterapkan, melaksanakan sosialisasi pengelolaan sanitasi lingkungan / perkotaan serta monitoring dan evaluasi kegiatan sanitasi lingkungan / perkotaan.

3. Dinas Cipta Karya dan Tata Melakukan pemetaan lokasi, pengukuran lahan Ruang Kota Surabaya

serta menyiapkan gambar rencana teknis tentang sistem jaringan dan instalasi pengolahan air limbah berdasarkan konsep teknologi pengolahan air

NO DINAS / INSTANSI TUGAS / PERAN

limbah dari Badan Lingkungan Hidup, turut melaksanakan sosialisasi pengelolaan sanitasi lingkungan / perkotaan dan melaksanakan pembangunan instalasi sanitasi lingkungan / perkotaan.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Pembangunan Aplikasi E-Commerce Pada Toko Riri Collection

26 100 193

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Penerapan strategi produk dalam upaya meningkatkan penjualan pada CV.Suka Setia Putra Jaya Rancaekek

9 56 47