jiptummpp gdl mradjatana 50355 3 babiif x

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang : (1) Kajian Teoretis, (2) Kajian Penelitian
yang Relevan.
1.1. KAJIAN TEORETIS
1.1.1. Metode Pembelajaran
Uno (2013) menyatakan variabel metode pembelajaran di karifikasikan menjadi
tiga jenis, yaitu : (1) Strategi Pengorganisasian (Oraganizational Strategy) adalah
metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk
pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan
isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan yang lainnya yang setingkat
dengan itu. (2) Strategi Penyampaian (Delivery Strategy) adalah metode untuk
menyampaikan pembelajaran kepada si pembelajar dan/atau untuk menerima serta
merespon masukan dari si pembelajar. Media pembelajaran merupakan bidang
kajian utama dalam strategi ini. (3) Strategi Pengelolaan (Management Strategy)
adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar dan variabel metode
pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi
pembelajaran. Herpratiwi (2009) metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran adalah strategi mengorganisasikan suatu tindakan dalam

14

pembelajaran dalam rangka mengelola atau mnjalankan suatu pembelajaran
di dalam kelas guna tercapainya suatu suasana belajar yang baik.
1.1.2. Metode Value Time Pie
Model pembelajaran Values Time Pie adalah suatu ilustrasi grafik
yang menghendaki perkiraan berdasarkan nilai memberikan pemahaman pada
siswa tentang bagaimana cara mereka memanfaatkan waktu dengan benar,
bagaimana mereka akan menggunakan waktu sebagai seorang siswa yang
baik, sebagai anggota keluarga yang baik dan sebagai warga negara yang baik
(Apriyani, 2013)
Metode ini masih jarang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.

Metode

pembelajaran


ini

mengisaratkan

tentang

bagaimana siswa menfaatkan waktu secara utuh ketika dalam proses
pembelajaran, sehingga nantinya siswa dapat memahami pembelajaran yang
di diterima. Metode ini juga diharapkan mampu menanamkan nilai disiplin
kepada siswa dengan menfaatkan waktu secara utuh dalam sebuah
pembelajaran. Metode Value Time Pie dapat diartikan sebagai teknik
pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai
yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui suatu proses
menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Values Time Pie juga menekankan bagaimana sebenarnya seseorang

membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya
nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di
masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, Value Time Pie dikembangkan


15

melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya
berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat
mengungkapkan secara bebas perasaannya.
Metode pembelajaran values time pie lebih mengarah pada pola
interaksi dalam proses pembelajaran, baik antara guru dengan siswa ataupun
siswa dengan siswa. interaksi yang baik ini nanti akan membawa siswa lebih
rileks dan santae dalam pembelajaran sehingga siswa tidak engan kitika ingin
menanyakan apa yang belun di pahami dari materi yang di pelajari.
1.1.3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2006) juga menyebutkan hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006) menyebutkan enam jenis
perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan

dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari.

16

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya,
menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan
menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan siswa setelah meneriama menjalankan proses
pembelajaran. Kemampuan ini meliputi kemampuan koknitif, afektif, dan

psikomotorik. Hasil belajar dapat kita ketahui melalui evaluasi yang bertujuan
untuk mendapatkan data pemahaman siswa sesudah menerima pembelajaran
yang di lakukan dengan cara tes.
1.1.4. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegarakan menurut Pasal 37 Ayat (2) UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu
nama mata pelajaran wajib yang diberikan pada siswa di sekolah dan
perguruan tinggi, selain mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budaya.

17

Pendidikan Kewarganegaraan adalah pelajaran formal yang berupa sejarah
masa lampau, perkembangan sosial budaya, perkembangan teknologi, tata
cara hidup bersosial, serta peraturan kenegaraan. Berdasarkan pasal 37 ayat
(2) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 maka kita dapat menarik kesimpulan
bawasannya yang di maksud Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan
yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu
warga negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan citacita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena di nilai
penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang
pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar

menghasikan

penerus-penerus

bangsa

yang

berkompeten

dan

siap

menjalankan hidup berbangsa dan bernegara.
Winarno (2013) menyatakan pendidikan kewarganegaraan merupakan
terjemahan dari dua istilah dalam keputusan asing, yaitu civic education dan
citizenship education. Dua istilah tersebut terdapat kandungan konsep civic

dan citizenship. Somantri (Winarno, 2013) civics diterjemahkan sebagai ilmu

kewarganegaraan yang isinya antara lain mepelajari hubungan antar
warganegara dan hubungan warga negara dengan negara. Prihal kata civics,
Carter Van Good (dalam Aziz Wahab dan Sapriya, 2007) memberi argumen
mengapa civics disebut ilmu kewarganegaraan. Hal ini dikarnakan di belakan
kata civics terdapat hurup (s), ini menunjukn sebuah ilmu, sama seperti
ekonomics atau politics.

18

Secara terminologis, civics adalah suatu studi yang berkaitan dengan
tugas pemerintah dan hak serta kewajiban warganegara. Civics merupakan
cabang ilmu politik yang berkaitan dengan hak dan kewajiban warganegara.
Dalam dicteonery of education disebutkan civics is element of political
science or branch of political science dealing with the rights and duties of
citizens. dijelaskan civic adalah unsur dari ilmu politik atau cabang dari ilmu

politik yang berisi hak dan kewajiban warganegara. Civics sebagai bagian
dari ilmu politik mengambil porsi dari isi ilmu politik, yaitu pada bagian
demokrasi politik. Jadi, fokus dari studi civic adalah demokrasi politik. Di
Indonesia, istilah civics di terjemahkan sebagai “Ilmu Kewarganegaraan”

disingkan Ikn.
Menurut Cogan dan Derricott (Winarno, 2013) citizenship pada
umumnya

diterjemahkan

dengan

kewarganegaraan.

Citizenship

atau

kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan dari konsep civic atau citizen.
Sedangkan menurut Winarno (2013) kewarganegaraan berarti seperangkat
karakter sebagai warga. Kewarganegaraan menunjukan keanggotaan dalam
komonitas politik (yang dalam sejarah perkembangannya diawali pada negara
kota, namun sekarang ini telah berkembang pada keanggotaan suatu negara).
Sedangkan menurut Smith (Winarno, 2013) mengidentifikasi adanya empat

makna dari kewaarganegaraan. Keempat makna tersebut adalah (1) sebagai
hak, yaitu hak politik untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan, (2)
sebagai hukum, yaitu secara syah diakui sebagi anggota politik (Negara) yang
berdaulat, (3) keanggotaan dari suatu komonitas, kewarganegaraan menunjuk

19

pada asosiasi/keterikatan orang tidak hanya pada negara, tetapi pada
komonitass lain (seperti keluarga, klub, universitas, dan komonitas yang lebih
luas lagi), dan (4) seperangkat tindakan, artinya kewarganegaraan tidak hanya
mengimplikasikan adanya keanggotaan, tetapi juga ketentuan-tentuan dan
perilaku warga negara.
Apabila civics (ilmu kewarganegaraan) merupakan bentuk dari
disiplin ilmu, maka civics Education atau pendidikan kewarganegaraan
merupakan progrn pendidikan yang materi pokoknya adalah demokrasi
politik yang di tujukan pada peserta didik atau warga negara yang
berangkutan. Pendidikan kewarganegaraan(civic education) dinyatakan
sebagai upaya menerapkan civics (ilmu kewarganegaraan) dalam proses
pendidikan. Menurut Cogan (Winarno, 2013) menbedakan istilah pendidikan
kewarganegaraan (bahasa Indonesia) dalam dua pengertian : civic education

dan citizenship education atau education for citizenship.
2.1.5. Civic Education dan Citizenship Education
Menurut Cogan (dalam Winarno, 2013) civic education adalah suatu
mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan
warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakat. Civic education adalah pendidikan kewarganegaraan dalam arti
sempit, yaitu sebagai bentuk pendidikan formal, seperti mata pelajaran, mata
kuliah, atau kursus di lembaga sekolah, universitas, atau lembaga formal
lainnya. Sedangkan citizenship education mencakup tidak hanya dalam
bentuk formal pendidikan kewarganegaraan, tetapi bentuk-bentuk informal

20

dan non formal pendidikan kewarganegaraan. Citizenship education adalah
pengertian pendidikan kewarganegaraan yang generik (umum) dan dalam arti
luas. Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian yang luas seperti
“citizenship education” atau “education for citizenship” mencakup
pendidikan kewarganegaraan di dalam lembaga pendidikan formal ( dalah hal
ini di sekolah dan dalam program pendidikan guru) dan di luar sekolah baik
yang berupa penataran atau program lainnya yang sengaja di rancang atau

sebagai dampak pengiring dari program lain yang berfungsi memfasilitasi
proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara yang cerdas dan
baik.
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu civic
education

dimaksut

pengembangannya

pendidikan

melalui

dalm

pendidikan

arti
formal

sempit

yang

sedangkan

fokus

citizenship

education dikamksudkan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti

luas yang tidak hanya pada pendidikan formal saja, akan tetapi juga dalam
pendidikan informal dan non formal. Dengan demikian Pendidikan
kewarganegaraan (bahasa indonesia) sudah mencakup kedua makna kata
dalam bahasa inggris tersebut, yaitu civic education dan citizenship
education.

2.1.6. Nilai
Kohlberg (1994) mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai
obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai
yang bersifat instrinsik, yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa

21

secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat
kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapaun nilai subyektif yaitu nilai yang
sudah memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan
budaya kelompok masyarakat tertentu. Menurut Djahiri (1999) nilai (value)
adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersirat dalam
fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Berdasar
pengertian ini nilai difungsikan sebagai sarana untuk mengarahkan,
mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang. Nilai dapat juga
diartikan sebagai kualitas atau harga sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap
memiliki nilai apabila sesuatu itu secara intrinsik memang berharga.
Konsep lain yang sering digunakan secara bersamaan ketika membahas
masalah nilai adalah konsep moral. Menurut Prent (Soenarjati 1989) moral
berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak. Berdasarkan perkembangannya moral
diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila.
Bersasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah
berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dapat dikatakan baik secara
moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada.
Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang
ada, maka ia akan dikatakan jelek secara moral. Penanaman nilai-nilai
karakter terhadap siswa harus lebih ditekankan melaui metode pembelajaran
secara aplikatif dalam pendidikan yang nantinya akan menjadi suatu
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

22

2.1.7. Karakter Disiplin
Menurut Rachman (dalam Khafid, 2007) pentingnya disiplin bagi para
siswa adalah sebagai berikut:
a. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang
b. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
c. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukan peserta didik
terhadap lingkunganya
d. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu
lainnya
e. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah
f. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar
g. Peserta didik belajar hidup dengan kebiasaankebiasaan yang baik,
positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya
h. Kebiasaan

baik

itu

menyebabkan

ketenangan

jiwanya

dan

lingkungannya.
Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri
keunggulam. Menurut Tu’u (dalam Khafid, 2007) disiplin penting karena
alasan berikut ini:
a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri akan memdorong
siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya siswa yang sering
melanggar ketentuan sekolah akan menghambat optimalisasi potensi
dan prestasinya.

23

b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi
kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Disiplin memberi
dukungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.
c. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan
norma-norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan demikian anakanak dapat menjadi individu yang tertib, teratur, dan disiplin.
d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan
kelak ketika bekerja.
Tu’u (dalam Khafid, 2007) dalam penelitian mengenai disiplin sekolah
mengemukakan bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan
hasil belajar siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati peraturan
sekolah adalah meliputi: dapat mengatur waktu belajar di rumah, rajin dan
teratur belajar, perhatian yang baik saat belajar di kelas, dan ketertiban diri
saat belajar di kelas. Sedangkan menurut Syafrudin dalam jurnal Edukasi
(dalam Khafid, 2007) membagi indikator disiplin belajar menjadi empat
macam, yaitu: 1) ketaatan terhadap waktu belajar, 2) ketaatan terhadap tugastugas pelajaran, 3) ketaatan terhadap penggunaan fasilitas belajar, dan 4)
ketaatan menggunakan waktu datang dan pulang.
Perilaku disiplin tidak akan tumbuh dengan sendirinya, melainkan perlu
kesadaran diri, latihan, kebiasaan, dan juga adanya hukuman. Bagi siswa
disiplin belajar juga tidak akan tercipta apabila siswa tidak mempunyai
kesadaran diri. Penanaman disiplin perlu dimulai sedini mungkin mulai dari
dalam lingkungan keluarga (khafid, 2007).

24

1.2. PENELITIAN TERDAHULU
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
berjudul “Penerapan Metode Values Time Pie Untuk Meningkatkan Hasil
Belajaran Pendididkan Kewarganegaraan Dalam Penanaman Nilai Karakter
Disiplin Siswa MTs 1 Muhammadiyah Kota Malang” penelitian tersebuat
adalah :
Pertama, penelitian Sitompul (2014) yang berjudul “ Model Pendidikan
Karakter Melalui Pembelajaran PKN Di Sekolah Menengah Pertama Kelas VII

SMPN 37 Dan SMP Budi Murni 1 Medan T.P 2012/2013” dalam hasil penelitian
disebutkan bahwa hal-hal yang bisa di lakukan di SMPN 37 dan SMP Budi Murni
1 Medan adalah : 1) pelaksanaan pendidikan karakter melaui pelajaran PKn di
kelas VIIA SMPN 37 Medan; 2) Medel pndidikan karakter yang ditawarkan oleh
kedua sekolah tersebuat yaitu melalui pendekatan norma.
Kedua, penelitian Apriyani (2013) yang berjudul “Implementasi Metode
Pembelajaran Values Time Pie Dalam Meningkatkan Motifasi Belajar Pada
Pelajaran PKN : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pelajaran PKN di Kelas X-5 di

SMA Conggeang Sumedang” dalam hasil penelitian adalah : 1) Perencanaan
Values Time pie dengan penyusunan silabus dan RPP sehingga mempermudah
proses pembelajaran dalam menganalisis nilai dan adanya perubahan tingkahlaku
yang menjalik komunikasi yang interaktif. 2)

peningkatan motifasi setelah

menggunakan metode Values Time Pie adanya perubahan aktivitas dan minat
belajar pada proses pembelajaran PKN dan adanya perubahan tingkah laku yang
berdasarkan nilai norma. 3) keunggulan metode Values Time Pie dapat menilai

25

pilihannya berdasarkan keyakinannya sehingga adanya perubahan aktivitas belajar
dan mampu meningkatkan maotivasi belajar pada pelajaran PKN.
Perbedan yang terdapat penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
Sitompul dan Apriyani hanya pada menganalisi bagaimana model pembelajaran
yang digunakan dalam pendidikan karakter melalui pelajaran PKn.

26