PENGELOLAAN DAN PELAPORAN ASET WAKAF PAD

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting

Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 1
ISSN (Online): 2337-3806

PENGELOLAAN DAN PELAPORAN ASET WAKAF PADA
LEMBAGA WAKAF DI INDONESIA: STUDI KASUS PADA
YAYASAN BADAN WAKAF SULTAN AGUNG
Intan Wijaya
Adityawarman1
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

ABSTRACT
This study in regard to research recording of accounting and reporting waqf asset
to the Indonesian waqf institution. The main purpose of this study is to investigate the
process of recording and reporting the waqf asset to the Indonesian institution. This
research give qualified information to the stakeholder as well as interested parties to
explore waqf accounting system. This study was conducted using the qualitative methods
through a case study in the Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung by interview, analized
financial report and related documents obtained directly from the organization.

The result showed the unavalaible of accounting system which specific to organize
waqf. this thing has been evidenced by the informants explanation who are worked in
financial sector. However, this thing would not be an obstacle to the waqf institution as
this institution applied accounting system based on PSAK 45 regarding Financial
Reporting of Non-Profit Entities approaching accounting system for WAQF.
Keywords:wakaf, akuntansi, laporan keuangan, lembaga wakaf

PENDAHULUAN
Dalam perekonomian Islam, terdapat beberapa kegiatan yang bertujuan
kemanusiaan antara lain Amal, Infaq, Shadaqah, Zakat dan Wakaf. Amal, Infaq, Shadaqah
dan Zakat merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan, dimana dalam
pengelolaannya pun tidak terlalu sulit, sehingga banyak lembaga sosial yang mengelola
kegiatan tersebut. Sedangkan wakaf, pada umumnya wakaf dikenal sebagai merelakan
tanah yang dimiliki untuk tujuan umum seperti pembangunan masjid dan sekolah. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat pada umumnya terutama masyarakat
yang memiliki penghasilan rata-rata belum tertarik dengan wakaf, dikarenakan mereka
berpikir bahwa untuk melakukan wakaf perlu biaya yang sangat tinggi dibandingkan amal,
infaq, shadaqah dan zakat.
Ali (2002) melakukan penelitian mengenai wakaf di negara Muslim. Dia
mempertanyakan peran wakaf dalam melayani masyarakat dan menunjukkan bahwa

meskipun banyak aset wakaf telah ditetapkan tapi justru wakaf tidak dimanfaatkan dalam
memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat Muslim. Selain itu, di beberapa negara
Muslim, hal ini mengartikan bahwa sifat wakaf telah diabaikan. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika beberapa barang wakaf tidak terpelihara dan terawat bahkan telah
hilang.
Namun, dalam dekade terakhir kesadaran revitalisasi lembaga wakaf baru muncul
di antara negara-negara Muslim. Misalnya, pemerintah Sri Lanka (Marsoof, 2004), Sudan
(Mohsin 2005), dan Indonesia (Masyita dkk 2005; Prihatini dkk. 2005) yang menyadari
kebutuhan akan perkembangan wakaf dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik,
dalam artian menjadikan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Di antara negara-negara
1

Corresponding author

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 2

Muslim, pemerintah Indonesia telah membuat reformasi besar dalam revitalisasi lembaga
wakaf melalui penerapan tindakan wakaf untuk mengatur lembaga wakaf di Indonesia, hal
ini tertuang dalam UU No.41 tahun 2004 mengenai Wakaf.
Sampai tahun 2003, Departemen Agama Republik Indonesia mencatat bahwa luas

lahan wakaf di Indonesia adalah 379.353,71 hektar dan tersebar di 362.472 lokasi
(Setiawan, 2004). Namun, sebagian besar tanah-tanah yang tidak produktif dan tidak
digunakan secara optimal untuk memecahkan banyak masalah sosial seperti kemiskinan di
Indonesia. Sejauh ini penggunaan utama dari sifat wakaf ditujukan untuk tujuan
keagamaan seperti masjid, sekolah dan pemakaman. Suhadi (2002) dalam Ihsan dan
Shahul (2011) memberikan bukti bahwa 97% dari tanah wakaf di Bantul, Yogyakarta
digunakan untuk kegiatan keagamaan. Hanya 3% ditempati untuk mendukung aspek
sosial-ekonomi umat Islam. Sebenarnya jika aset tersbut telah dimanfaatkan dengan
sebaiknya, dapat membantu kaum dhuafa, karena pemanfaatan wakaf bukan hanya dapat
digunakan untuk kegiataan keagamaan namun dianjurkan pula digunakan untuk kehidupan
sehari-hari guna menjadikan masyarakat sejahtera dengan penggunaan tanah wakaf yang
dikelola dengan baik.
Pada umumnya, penelitian sebelumnya mengenai wakaf di Indonesia hanya
menitikberatkan pada pemeriksaan wakaf baik aspek regulasi atau manajemen wakaf
namun dalam aspek akuntansi sangat jarang dikaji (Gofar, 2002; Suhadi, 2002; Prihatini,
dkk 2005; Helmanita, 2005 dan Masyita dkk, 2005). Bahkan, mutawallis harus
menunjukkan akuntabilitas mereka kepada publik melalui laporan yang akan
mengungkapkan bagaimana mereka telah menggunakan dan mengelola aset wakaf. Maka
dengan adanya fakta penemuan tersebut, sebuah penelitian perlu dilakukan mengenai
permasalahan akuntansi wakaf, khususnya di Indonesia sebagaimana diketahui Indonesia

memiliki penduduk Muslim paling banyak di dunia. Penelitian ini merupakan salah satu
upaya untuk meneliti pengelolaan, pencatatan akuntansi serta pelaporan aset wakaf di
Indonesia.
Abdul Rahman dkk (1999) dalam Ihsanul dan Shahul menunjukkan bahwa adanya
dukungan pemerintah yang baik untuk perbaikan manajemen wakaf. Maka mereka
menyarankan adanya studi yang mengkaji tentang struktur dan pengelolaan administrasi
wakaf. Demikian pula, Hisham (2006) mengusulkan perlunya mencari model struktuf
alternatif wakaf karena dapat memberikan solusi untuk masalah saat ini berkaitan dengan
manajemen wakaf. Sementara itu, Siti Rokyah (2005) merekomendasikan sebuah studi
baru yang mempertimbangkan praktik-praktik akuntansi wakaf. Hal ini dikarenakan
penelitian sebelumnya pada wakaf yang lebih dalam membahas mengenai pelaporan wakaf
dan sedikit yang membahas pada aspek-aspek lainnya seperti sistem akuntansi khusus aset
wakaf.
Tujuan Penelitian ini untuk menjelaskan dan memahami pengelolaan dan
pengaturan wakaf yang terdapat pada lembaga wakaf di Indonesia serta menjelaskan dan
memahami mengenai pencatatan akuntansi, dan pelaporan aset wakaf pada lembaga wakaf
di Indonesia.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Dalam butir 1 pasal 215 KHI (Kompilasi Hukum Islam) tentang Hukum
Perwakafan. Dalam ketentuan umum pasal 215 ayat 1 disebutkan : “Wakaf adalah

perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”. Sedangkan,
2

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 3

dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 pasal 1 disebutkan: “Yang dimaksud dengan
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah”.
Terdapat perbedaan sifat wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undangundang tentan perwakafan, perbedaan tersebut terletak pada jangka waktu peruntukan
wakaf. Walaupun terdapatnya perbedaan, pada dasarnya wakaf bertujuan untuk
memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya yaitu mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum.
Sistem akuntansi menurut Bodnar dan Hopwood yang diterjemahkan oleh Jusuf,
A.A (2000) menyatakan, “Sistem Akuntansi sebagai metode dan pencatatan yang
ditetapkan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi,

mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi organisasi dan untuk menjaga
pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban.” Sistem akuntansi terdiri dari beberapa unsur
yaitu formulir, jurnal, buku besar, buku pembantu dan laporan keuangan. Laporan
keuangan yang menjadi bagian penting dalam pelaporan keuangan kepada para stakeholder
terdiri dari laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan dan
laporan lain serta bagian penjelasan dari setiap unsur dalam laporan keuangan.
Yayasan sesuai dengan Undang-undang No.16 Tahun 2001 mendefinisikan sebagai
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Abdul Rahman dkk (1999) melakukan studi pendahuluan untuk membahas tentang
praktik akuntansi serta administrasi antara State Islamic Religious Council (SIRC) di
Malaysia. Mereka menemukan bahwa tidak ada informasi rinci mengenai aset wakaf.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa ada manajemen yang tidak sistematis serta
kurangnya sistem akuntansi untuk aset wakaf di Malaysia, dimana tidak ada prosedur
tertulis untuk mencatat transaksi keuangan wakaf. Penemuan lain dari penelitian ini
menunjukkan bahwa komunitas Muslim di Malaysia telah mengabaikan keberadaan wakaf.
Memperluas penelitian sebelumnya, Siti Rokyah (2005) meneliti laporan keuangan
dan penentuan tingkat pengungkapan wakaf oleh SIRC. Dia juga meneliti adopsi prosedur
keuangan dan hubungan antara prosedur keuangan dan praktik akuntansi wakaf. Siti
Rokyah menemukan bahwa SIRC bervariasi dalam menghasilkan laporan tahunan terbaru.

Mayoritas SIRC memiliki pelaporan keuangan yang lama dan sudah tidak sesuai dengan
keadaan saat ini. Selain itu, sebagian besar SIRC menunjukkan rendahnya tingkat
pengungkapan dalam laporan tahunan mereka. Siti Rokyah menemukan indikasi bahwa
mereka SIRC yang menunjukkan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi memiliki
kualifikasi staf akuntansi yang lebih baik dalam menangani rekening dan laporan. Temuan
lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pedoman khusus dalam
mempersiapkan dan menjaga laporan wakaf. Selain itu, mayoritas SIRC tidak memberikan
akun wakaf yang terpisah. Dengan demikian, tidak ada informasi yang bisa ditemukan
mengenai wakaf umum dan aset wakaf yang spesifik. Penelitian yang terbaru di bidang
akuntansi wakaf dilakukan oleh Hisham (2006). Ia melakukan studi kasus dengan
meninjau praktik akuntansi di wilayah federal SIRC dan membandingkan wakaf akuntansi
dengan SORP 2005. Dari studinya, Hisham menemukan bahwa ada beberapa perbaikan
akuntansi wakaf dalam hal pencatatan di wilayah federal SIRC. Namun, masih belum ada
laporan keuangan khusus untuk wakaf serta tidak ada pemisahan antara berbagai jenis
wakaf yang telah dibuat.
Wakaf yang merupakan salah satu hal penting dan memiliki banyak manfaat dalam
penggunaannya terutama di sektor yang besar seperti pendidikan dan kesehatan,
3

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 4


menjadikan wakaf sebagai suatu kegiatan perekonomian yang sangat perlu diperhatikan
pembangunan, pengorganisasian, pengelolaan dan pertanggungjawaban wakaf.
Pengorganisasian dan pengelolaan wakaf menjadi hal yang penting, terutama ketika
wakaf dijadikan sebagai aset negara. Wakaf yang ada di sebuah negara perlu dikelola dan
diorganisir dengan baik. Maka pembentukan lembaga yang mengelola dan mengatur
mengenai wakaf di suatu negara, seperti di Indonesia yang menduduki sebagai negara
dengan penduduk Muslim terbanyak di di dunia menjadi suatu hal yang penting. Dalam
pembentukan lembaga wakaf diatur juga mengenai pencatatan akuntansi dan pelaporan
keuangan lembaga wakaf tersebut, terkait dengan tranparansi sebuah lembaga wakaf.
Setelah pembuatan laporan keuangan dari lembaga wakaf tersebut, maka laporan keuangan
sebaiknya diberikan kepada para pengguna sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban
lembaga wakaf terhadap pengguna laporan keuangan lembaga wakaf.
Gambar 1
Model Penalaran

Wakaf

Pengorganisasian dan
Pengelolaan Aset Wakaf

Pada Lembaga Wakaf

Pencatatan Akuntansi dan
Pelaporan Aset Wakaf
Oleh Lembaga Wakaf

Catatan: arah panah tidak menunjukkan pengaruh, tetapi menunjukkan logika penalaran bagaimana
pengelolaan menentukan akuntansi dan pelaporan aset wakaf.

4

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 5

METODE PENELITIAN
Suatu penelitian akan memiliki validitas yang baik jika memiliki tiga aspek yaitu
ontology (keyakinan), epistomology (ilmu), dan metodologi. Oleh karenanya dalam sebuah
penelitian hubungan antara ontology, epistomology, perspektif teoritis dan metodologi serta
metode penelitian menjadi sangat erat karena merupakan satu kesatuan, terutamanya dalam
penelitian kualitatif. Penelitian ini berlandaskan akidah Islam dalam pedomannya. Menurut
Dr. Dinar Dewi Kania dalam makalahnya “Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu” dalam

“Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam” oleh Dr. Adian Husaini, et. al. sumber ilmu
dalam epistemologi Islam ditekankan pada dua hal. Pertama, kalam Allah, berupa kitab
suci Al-Qur’an. Lalu kedua adalah Rasulullah saw sebagai penerima wahyu, dalam hal ini
berupa hadist, yaitu merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah saw, baik
ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan Allah
swt. Namun, epistemologi Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah juga
mengafirmasikan sumber ilmu lainnya yaitu berupa akal dan hati serta indra yang terdapat
dalam diri manusia.
Penelitian ini didasarkan terhadap keyakinan bahwa akuntansi menjadi salah satu
sumber pengolahan keuangan dalam lembaga wakaf, serta merupakan bentuk
pertanggungjawaban lembaga wakaf terhadap masyarakat mengenai pengelolaan dana
wakaf yang dipercaya masyarakat terhadap lembaga wakaf tersebut. Dari akuntansi,
lembaga wakaf dapat mengatur dana wakaf dengan baik sehingga tidak menimbulkan
sedikit pun kecurangan dalam pengelolaan dana wakaf. Selain itu, aset wakaf merupakan
aset yang memiliki banyak manfaat, bukan hanya dalam segi keagamaan tapi dalam segi
sosial-ekonomi. Dalam segi sosial-ekonomi, aset wakaf seharusnya dapat diperhitungkan
menjadi sebuah aset yang besar manfaatnya yang dapat diukur dalam bentuk angka dan
selanjutnya dimasukkan dalam laporan keuangan. Atas dasar aspek ontology tersebut,
maka penelitian ini mengangkat fenomena mengenai bagaimana perlakuan akuntansi dan
pelaporan aset wakaf pada lembaga wakaf di Indonesia.

Penggunaan metode kuantitatif dirasa kurang tepat dalam penelitian ini karena
penelitian ini tidak menggunakan angka sebagai indikator variabel penelitian untuk
menjawab permasalahan penelitian, sehingga penelitan ini menggunakan metode kualitatif
sebagai pendekatan dalam menganalisis permasalahan penelitian.
Menurut Denzin dan Lincoln (2009) pemilihan desain penelitian meliputi lima
langkah yang berurutan, yaitu:
1) Menempatkan bidang penelitian (field of inquiry) dengan menggunakan
pendekatan kualitatif / interpretatif atau kuantitatif / verifikasional
2) Pemilihan paradigma teoritis penelitian yang dapat memberitahukan dan
memandu proses penelitian
3) Menghubungkan paradigma penelitian dengan dunia empiris lewat metodologi
4) Pemilihan metode pengumpulan data
5) Pemilihan metode analisis data.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai tahap awal penelitian.
Langkah selanjutnya, mengindentifikasi paradigma penelitian, yaitu paradigma
interpretatif yang dipilih sebagai panduan dan kemudian dihubungkan dengan metode studi
kasus yang dipilih sebagai metodologi penelitian. Data kemudian dianalisis dalam
perspektif tafsir atas makna yang muncul dari dalam. Langkah terakhir berkaitan dengan
metode pengumpulan data dan analisis data.
Menurut Basrowi dan Suwandi (2008) terdapat beberapa metode pengumpulan data
yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara, analisis dokumen dan
observasi atau pengamatan. Penelitian ini menggunakan ketiga metode tersebut.
5

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 6

Wawancara dilakukan dengan Ketua Umum Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung
(YBWSA), Bendahara serta Staf Akuntansi.
Mengacu kepada teknik analisis data kualitatif milik Miles dan Huberman (1992),
teknik analisis data kualitatif pada penelitian ini mencakup tiga langkah yaitu tahap reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan,
pemusatan, perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan.
Data yang diperoleh dari proses wawancara diseleksi dan diorganisir melalui coding dan
tulisan ringkas. Selanjutnya adalah penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan, serta
penarikan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung merupakan suatu yayasan yang bergerak dibidang
sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Saat ini YBWSA memiliki beberapa bidang usaha
yang masing-masing dikelola oleh Kantor Pusat, Biro Pendidikan Dasar dan Menengah
(DIKDASMEN) yang membawahi unit-unit SD, SMP dan SMA, Biro Pendidikan Tinggi
(DIKTI) yang membawahi unit Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Rumah
Sakit Islam Sultan Agung(RSISA). YBWSA berdiri berdasarkan Akta No. 86 yang
dikeluarkan Notaris Than Tan A. Sioe Semarang. Menyesuaikan dengan ketentuan UU RI
No.16 tahun 2001 mengenai Yayasan yang telah diperbaharui dengan UU No.28 tahun
2005, YBWSA telah mengadakan perubahan Anggaran Dasar dan telah dibuatkan akte
notaris pada Notaris Sondhy Heryawan, SH., M.kn. dengan akte no.1 tanggal 06 Oktober
2008.
Walaupun tidak sepenuhnya kegiatan dikelola dari harta wakaf, tapi YBWSA tetap
mengikuti aturan pemerintah dalam UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Tanah yang
dimiliki oleh YBWSA sebesar 37,8 hektar, 1,8 hektar diantaranya merupakan tanah wakaf,
sedangkan sisanya yaitu 36 hektar merupakan tanah yang dibeli.
YBWSA selaku organisasi yang mengelola menganai wakaf mematuhi aturan UU
No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf secara keseluruhan dari segi aturan tentang perwakafan
hingga hukum perwakafan bukan dalam segi akuntansi seperti yang disampaikan oleh Pak
Didiek selaku Ketua Umum YBWSA dalam wawancara:
“...yang namanya undang-undang itu kan memang berlaku untuk siapa,
siapapun yang disebut di dalam undang-undang, tidak bisa tidak.”
Sedangkan dalam sistem akuntansi dan pelaporannya YBWSA mengacu secara
penuh kepada PSAK 45 tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, seperti yang
disampaikan oleh Pak Asdak, bagian akuntansi dalam wawancara:
“...karena kita yayasan kan nirlaba otomatiskan yang namanya laporan
keuangan akuntansi kan harus mengacu ke PSAK to, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan itu, yaitu nomor 45 itu, yang nirlaba itu.”
YBWSA pun secara berkala selalu memberikan laporan kegiatannya kepada Badan
Wakaf Indonesia, selaku organisasi wakaf nasional, seperti yang disampaikan oleh Pak
Didiek dalam wawancara:
“...dan kita kan selalu komunikasi dengan BWI Pusat, iya Badan Wakaf
Indonesia, dan itukan laporan selalu diberikan, dan kita selalu, kalo ada penelitian wakaf
6

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 7

dari BWI selalu ditunjuk sini, supaya kesini, intinya seperti itu. Ya komunikasinya sangat
intens.”
Harta wakaf yang diterima YBWSA masih berupa aset yaitu tanah. Walaupun tidak
menutup kemungkinan untuk menerima wakaf tunai. Sebagian besar wakif yang
memberikan harta wakafnya menyerahkan sepenuhnya kepada YBWSA untuk mengelola
tanah tersebut. Namun, fokus utama penggunaan tanah wakaf tersebut untuk pendidikan.
Tapi, tidak menutup kemungkinan YBWSA menerima permintaan khusus wakif dalam
pemanfaatan harta wakafnya.
Sistem keuangan YBWSA tersentral di kantor pusat, secara struktural kantor pusat
membawahi tiga unit pelaksana, yaitu terdiri dari Rumah Sakit Islam Sultan Agung,
Pendidikan Dasar dan Menengah (DIKDASMEN) Sultan Agung dan Universitas Islam
Sultan Agung. Secara laporan keuangan, Laporan Keuangan YBWSA terkonsolidasikan,
dimana setiap unit pelaksana membuat laporan keuangannya masing-masing dalam periode
bulanan, lalu pada akhir tahun laporan keuangan tersebut dikonsolidasikan oleh YBWSA.
YBWSA menggunakan sistem akuntansi berbasis kas untuk pengelolaan aset.
Berbeda dalam laporan keuangan konvensional, dimana pada laporan keuangan
konvensional pada neraca terdapat akun Ekuitas yang diikuti akun lainnya seperti modal,
saham dan lainnya. Namun pada laporan keuangan nirlaba terdapat Aset Bersih karena
tidak mencerminkan kepemilikan. Dalam aset bersih terbagi lagi menjadi dua, yaitu aset
bersih terikat dan aset bersih tidak terikat. Aset bersih terikat dalam laporan keuangan
YBWSA terdiri dari modal usaha, wakaf, donasi atau sumbangan, aset bersih tidak terikat
merupakan akumulasi surplus atau defisit laporan keuangan atau dalam konvesional biasa
disebut laba atau rugi. Seperti yang telah dijelaskan oleh Asdak, Bagian Akuntansi dalam
wawancara:
“...di aset bersih itu kembali lagi, aset bersih, itu kan ada dua, aset bersih
terikat sama tidak terikat. Aset bersih terikat itu terdiri dari seperti, apa namanya, wakaf itu
sendiri, terus modal usaha sendiri, terus kemudian donasi atau sumbangan. Tapi kalo yang
aset tidak bersih itu, eh aset tidak terikat, aset bersih tidak terikat, itu apa namanya
merupakan akumulasi dari apa namanya surplus atau defisitnya laporan keuangan, jadi laba
ruginya gitu loh. Jadi laba ruginya penempatannya di aset bersih tidak terikat.”
Dalam sebuah kasus yang pernah dihadapi oleh YBSWA, ada seorang pewakif
mewakafkan tanahnya. Namun diatas tanah tersebut terdapat bangunan yang bukan
merupakan milik sang pewakif, tapi dimiliki oleh salah satu kerabat sang pewakif. Karena
dalam wakaf harus adanya satu kesatuan dalam harta yang diwakafkan, maka bangunan
tersebut pun dibeli oleh YBWSA. Dalam hal ini pencatatannya menjadi aset tetap tidak
terikat.
Ketika ada kasus seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya maka YBWSA
mengakuinya sebagai aset, maka pencatatan untuk pengakuan tanah adalah:
Tanah

xxx
Aset Bersih Tidak Terikat

xxx

Dan untuk pencatatan bangunannya adalah:
Bangunan
Kas/Bank

xxx
xxx

Pencatatan ini dilakukan oleh yayasan agar adanya bukti bahwa yayasan telah
memiliki secara penuh tanah dan bangunan tersebut. Hal ini dilakukan sebagaimana
7

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 8

diketahui bahwa jika bangunan tersebut tidak dibeli oleh yayasan, maka akan
memunculkan sengketa antara saudara sang pewakif dan yayasan. Untuk menghindari hal
tersebut, yayasan telah melakukan tindakan yang tepat dalam membeli juga bangunan di
atas tanah tersebut.
Karena YBWSA menerapkan akuntansi berbasis kas dan tersentral maka kantor
pusat dan setiap unit pelaksana membuat laporan keuangannya masing-masing, ketika
pengakuan pendapatannya berupa penerimaan pembayaran SPP oleh universitas atau
sekolah, maka pencatatan yang dilakukan oleh kantor pusat adalah:

Bank

xxx
Rekening Antar Kantor (RAK)

xxx

Sedangkan universitas atau sekolah mencatatnya adalah:
RAK

xxx
Pendapatan

xxx

Akun RAK digunakan untuk kegiatan operasional universitas atau sekolah. Jadi
dalam pengakuan pendapatannya tidak diakui sebagai Pendapatan karena tersentral. Jika
tidak tersentral maka kantor pusat tidak mencatat adanya pendepatan, namun universitas
atau sekolah pencatatannya adalah
Bank

xxx
Pendapatan Langsung

xxx

Namun, karena pada dasarnya universitas dan sekolah tersentral maka pencatatan
tidak tersentral tidak digunakan. Hal ini dilakukan agar mempermudah antara kantor pusat
dengan universitas dan sekolah melakukan koordinasi. Jika yayasan tidak menerapkan
sentralisasi bagi universitas dan sekolah, maka akan semakin rumit dan lamanya waktu
yang dibutuhkan dalam pelaporan setiap akhir tahunnya.
PSAK 45 tidak menentukan urutan penyajian pos yang dapat terdapat dalam laporan
keuangan, melainkan hanya menyediakan daftar pos-pos yang berbeda, baik sifat atau
fungsinya untuk menjamin penyajian terpisah dalam Laporan Posisi Keuangan. Pada
penyajian Laporan Posisi Keuangan YBWSA, mengacu kepada PSAK 45 dan memberi
judul laporan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh standar tersebut. Pada bagian Aset
Tidak Lancar terdapat akun Aset Tetap yang merupakan aset wakaf berupa tanah, serta
akun Aset tetap setelah dikurangi akumulasi penyusutan. Penghitungan untuk aset wakaf
berupa tanah dilakukan dengan menggunakan nilai tanah sekarang, dimana secara berkala
setiap lima tahun dilakukannya penilaian kembali pada tanah wakaf tersebut. Aset tetap
dinyatakan berdasarkan biaya perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan, kecuali
tanah yang tidak disusutkan. Biaya perolehan mencakup harga beli dan biaya instalasi
hingga aset tersebut siap digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, ditambah
pengeluaran untuk perbaikan, penggantian, pemugaran dan peningkatan daya guna aset
yang jumlahnya signifikan. Biaya pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan
laba rugi pada saat terjadinya. Aset tetap yang sudah tidak dipergunakan lagi atau yang
dijual dikeluarkan dari kelompok aset tetap sebesar nilai buku atau laba atau rugi yang
terjadi dilaporkan dalam Penghasilan (Beban) Lain-lain pada periode yang bersangkutan.
Penyusutan dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method).
Setiap entitas bisnis diwajibkan untuk menyajikan Laporan Laba Rugi untuk suatu
periode yang merupakan gambaran dari kinerja keuangannya dalam periode tertentu.
8

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 9

Namun, pada entitas nirlaba terdapat perbedaan penamaan laporan. Dalam entitas nirlaba
disebut sebagai Laporan Aktivitas. Laporan Aktivitas menyediakan informasi pengaruh
transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aset bersih, hubungan antar
transaksi dan peristiwa lain serta penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai
program atau jasa. Laporan Aktivitas mencatat mengenai perubahaan Aset Tidak Terikat
dan Aset Terikat. Pada Laporan Aktivitas mencakup entitas nirlaba secara keseluruhan dan
menyajikan perubahan jumlah aset bersih selama suatu periode. Dalam Laporan Aktivitas
YBWSA tercemin perubahaan Aset Bersih Tidak Terikat yang meliputi Pendapatan dan
Beban Operasional setiap sub-unit yayasan yang dikonsolidasikan. Pada Aset Bersih
Terikat terdapat Sumbangan ke dikdasmen, Modal Tambahan, Penilaian kembali RAK,
Kelebihan pencatatan dan Penilaian kembali aset. Aset Terikat ini menjadi dasar sebagai
setiap sub-unit yayasan dalam melakukan kegiatan operasinya.
YBWSA menyajikan informasi dalam dua laporan yang saling berkaitan yaitu
Laporan Aktivitas dan Laporan Perubahaan Aset Bersih. Hal ini dilakukan untuk
meringkas jumlah dari laporan pendapatan, beban, dan perubahan terhadap aset bersih
tidak terikat disajikan dalam Laporan Perubahan Aset Bersih. Penyusunan dua laporan ini
menitikberatkan perhatian pada perubahaan aset neto yang tidak terikat. Hal ini sesuai
dengan entitas nirlaba yang memandang aktivitas operasi sebagai aktivitas yang terpisah
dari penerimaan pendapatan terikat dari sumbangan dan investasi. Pada Laporan
Perubahan Aset Bersih berasal dari Laporan Aktivitas yang menunjukkan perubahan
selama periode tertentu, serta Sumbangan yang didapat selama satu tahun berjalan.
Laporan Arus Kas YBWSA dalam hal investasi dimana wakif selaku pemberi sumber
daya hanya melakukan sekali pemberian sumber daya telah dicatat dalam Aset Tetap.
Dalam pendanaan yang bersumber dari Pinjaman Bank Jangka Panjang. Selain itu, karena
YBWSA melakukan Pinjaman Bank Jangka Panjang dan bekerja sama dengan bank yang
berbasis syariah, maka tidak adanya pengakuan Bunga.
Sistem akuntansi pada aset wakaf sampai saat ini belum diatur dalam PSAK, berbeda
dengan sistem akuntansi zakat yang sudah terdapat pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah. Saat ini YBWSA, selaku yayasan yang bergerak dibidang wakaf
menerapkan sistem akuntansi yang mendekati perlakuan akuntansi untuk wakaf yaitu
PSAK 45 mengenai Entitas Nirlaba. Hal dilakukan oleh YBWSA sebagai bentuk usaha
dalam menerapkan sistem akuntansi yang mendekati sistem akuntansi mengenai wakaf.
Salah satu hal yang akan dilakukan oleh YBWSA adalah mulai menyusun sistem
akuntansi yang sesuai dengan sistem akuntansi wakaf. Seperti yang dikatakan oleh Pak
Kiryanto selaku Bendahara YBWSA dalam wawancara:
“...ya nanti mungkin, kita belum, ya bisa, ini menjadi pemikiran saya kadangkadang dengan, nanti kalo kita memang betul-betul menerapkan tentang akuntansi wakaf
itu ya, itu khusus dibuatkan karena disatu sisi aset di dalam wakaf itu kan tidak boleh
berkurang mestinya harus bertambah ya kita gunakan hasil dari wakaf itu, kalo wakafnya
kan mestinya tetap, kalo bisa bertambah”
Sesuai dengan kaidah wakaf yang memang tidak boleh adanya penyusutan atau
pengurangan dalama aset wakaf, maka akuntansi konvensional memang tidak cocok
diterapkan dalam aset wakaf, maka langkah untuk menerapkan akuntansi entitas nirlaba
merupakan salah satu hal yang mendekati pendekatan aset wakaf itu sendiri.
Pak Kiryanto pun menjelaskan langkah awal untuk menerapkan akuntansi wakaf
adalah dengan cara memisahkan antara aset wakaf dengan aset non-wakaf. Hal ini belum
terrealisasikan ditahun 2014, namun masih menjadi rencana ditahun 2015. Hal ini
dilakukan untuk memberikan kontribusi dalam perwakafan di Indonesia. YBWSA
berkeinginan untuk menjadi salah satu lembaga wakaf di Indonesia yang memberikan
9

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 10

kontribusi terhadap akuntansi wakaf di Indonesia. Salah satu langkah yang tepat diambil
oleh YBWSA adalah pemisahan pencatatan antara aset wakaf dan aset non-wakaf. Hal ini
mempermudah bagian akuntansi untuk membuat pencatatan khusus untuk aset wakaf serta
pengeleloaan hasilnya. Walaupun sampai saat ini YBWSA masih menyatukan antara aset
wakaf dengan aset non-wakaf baik dalam pencatatan maupun pelaporannya.
KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah. Rumusan
masalah yang pertama adalah bagaimana pengaturan dan pengelolaan wakaf pada lembaga
wakaf di Indonesia. Pengaturan dan pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh YBWSA telah
dilakukan dengan baik. YBWSA mematuhi UU No.41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Walaupun seluruh tanah yang dimiliki oleh YBWSA bukan merupakan tanah wakaf, tetapi
YBWSA telah mengatur dan mengelola wakaf sesuai dengan UU No.41 tahun 2004
tentang Wakaf. YBWSA pun menyalurkan aset wakaf yang dimilikinya sesuai dengan
keinginan dari pewakif, tapi jika sang pewakif menyerahkan aset wakafnya kepada
YBWSA tanpa adanya permintaan khusus maka YBWSA berusaha semaksimal mungkin
memanfaatkan aset wakaf tersebut untuk kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan
maupun kesehatan.
Rumusan permasalahan kedua adalah mengenai sistem akuntansi, pencatatan dan
pelaporan aset wakaf pada lembaga wakaf. Walaupun belum adanya sistem akuntansi yang
mengatur mengenai sistem akuntansi wakaf secara khusus, namun YBWSA mengacu
PSAK 45 sebagai pedoman dalam penyusunan akuntansi. Hal ini dipertimbangkan karena
PSAK 45 adalah pedoman akuntansi yang paling mendekati dengan prinsip yang dibangun
oleh YBWSA. YBWSA yang merupakan entitas nirlaba memang tidak mengambil
keuntungan untuk diberikan kepada para perwakif dalam pengelolaan aset wakafnya, hal
ini merupakan alasan paling dasar dalam menerapkan PSAK 45 sebagai pedoman dalam
penyusunan akuntansinya. Dalam hal pencatatan dan pelaporan aset wakaf, YBWSA
sesuai dengan pedomannya yaitu PSAK 45 maka terdapat perbedaan antara akun-akun
yang terdapat dalam entitas nirlaba dengan entitas bisnis. Dalam entitas bisnis terdapat
modal di posisi liabilitas sedangkan dalam entitas nirlaba terdapat aset bersih di posisi
liabilitas. Selain itu terdapat aset terikat dan tidak terikat dalam entitas nirlaba, dimana aset
terikat itu adalah aset yang diberikan oleh pemberi sumber daya, lalu sang pemberi sumber
daya meminta agar aset tersebut dikelola atau dibangun seperti yang diinginkannya.
Sedangkan aset tidak terikat merupakan aset yang oleh pemberi sumber daya tidak
meminta secara khusus pengelolaan aset yang diberikannya.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa YBWSA yang merupakan salah satu
lembaga wakaf yang terdapat di Indonesia telah menerapkan akuntansi yang baik dalam
pengelolaan wakafnya. Walaupun sampai saat ini belum adanya akuntansi yang mengacu
pada akuntansi wakaf secara khusus, namun YBWSA telah berpedoman pada PSAK 45
yang hampir mendekati pedoman akuntansi dalam bidang wakaf. Selain itu, YBWSA pun
mulai tahun ini berencana sedikit demi sedikit untuk melakukan penyusunan akuntansi
wakaf, walaupun memang masih banyak kesulitan yang dihadapi, namun YBWSA
bertekad untuk mulai mengembangkan akuntansi wakaf di yayasannya.

10

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 11

REFERENSI
Abdul Rahman, A.R., Bakar, M.D., Ismail, Y., (1999). Current practices and
administration of waqf in Malaysia: A preliminary study. Awaqf Report- Malaysia .
Abdurrahman. (2004). Kompilasi Hukum Islam, Cet 4. Jakarta: Akamedika Pressindo
Ali, A., (2002). Socio – economic role of awqaf in the advancement of Muslims, Awqaf, 3,
21-30.
Basrowi dan Supandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Bodnar, G. H., & Hopwood, W. S. Alih bahasa oleh Jusuf, A. A (2000). Sistem informasi
akuntansi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Denzin K. Norman dan Lincoln S. Yvonna. (2009). Hand Book of Qualitative Research.
New Delhi: Sage Publications.
Gofar, A., (2002). Keberadaan undang-undang wakaf di dalam perspektif tata hukum
nasional. Mimbar Hukum, 57, 72-82.
Helmanita, K., (2005). Mengelola filantropi Islam dengan manajemen modern:
pengalaman Dompet Dhu’afa. In Bamualim, C.S., Abubakar, I. (eds.), Revitalisasi
Filantropi Islam : Studi kasus lembaga zakat dan wakaf di Indonesia (pp.87 - 123).
Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya, Universitas Islam Negeri.
Hisham, Y. (2006). “Waqf accounting in Malaysian State Islamic religious institutions: the
case of Federal territory SIRC”, unpublished Master’s dissertation, International
Islamic University Malaysia, Kuala Lumpur.
Husaini, Adian dkk. (2013). Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema
Insani.
Ihsan, Hidayatul dan Shahul Hameed Hj. Mohamed IbRahman. (2011). WAQF accounting
and management in Indonesian WAQF institutions: The cases of two WAQF
foundations. Humanomics, Vol 27 1ss 4 pp. 252-269.
http://dx.doi.org/10.1108/08288661111181305
Marsoof, S., (2004). Awqaf experience in Sri Lanka. Awqaf, 6, 1-32.
Masyita, D., Tasrif, M., Telaga, A.S., (2005). A dynamic model for cash waqf management
as one of the alternative instruments for the poverty alleviation in Indonesia, Paper
presented at the dynamic model conference, Boston.
Miles, B.B., dan A.M. Huberman. (1992). Analisa Data Kualitatif. Jakarta: UI Press
Mohsin, M.I.A., (2005). The revival of the institution of waqf in Sudan, Awqaf, 5, 33-61.
Prihatini, F., Hasanah, U., Wirdyaningsih., (2005). Hukum Islam zakat dan wakaf, teori
dan prakteknya di Indonesia . Jakarta : Badan Penerbitan Fakultas Hukum
Univesitas Indonesia.
Setiawan, A.A., (2004, December 13). Wakaf tunai dan kesejahteraan ummat. Republika .
Siti Rokyah, M.d., Zain, (2005). Determinants of financial reporting practices on waqf by
Malaysian state Islamic religious Council in Malaysia. Unpublished masters
dissertation. International Islamic University Malaysia, Kuala Lumpur.
Suhadi, I., (2002). Wakaf untuk kesejahteraan umat.Yogyakarta : PT Dana Bhakti Prima
Yasa.
, Undang-Undang tentang Wakaf, Undang-Undang No.41 tahun 2004 LN No. 159
Tahun 2004
, Undang-Undang tentang Yayasan, Undang-Undang No. 16 tahun 2001 LN No.
112 Tahun 2001

11