Studi kuantitatif urutan proses pembuatan gamelan jenis peking pelog nada 7 (pitu)
STUDI KUANTI TATIF URUTAN PROSES PEMBUATAN GAMELAN J ENIS PEKI NG PELOG
NADA 7 (PITU)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu sy arat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh :
SONY BUDOYO NIM . I 1406512 JURUSAN TEKNI K MESIN FAKULTAS TEKNI K UNIVERSI TAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HALAMAN PENGES AHAN STUDI KUANTI TATIF URUTAN PROSES PEMBUATAN GAMELAN J ENIS PEKING PELOG
NADA 7 (PITU)
Disusun oleh
Sony Budoyo NIM . I 1406512
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dody Ariawan, ST, MT Eko Surojo, ST, MT NIP. 19730804 1999031 003
NIP. 19690411 2000031 006
Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji p ada hari selasa tanggal 6 Juli 2010
1. Bambang Kusharjanto, ST, M T NIP. 19691161 997021 001
2. Joko Triyono, ST, MT NIP. 19690625 199702 100
3. Ir. Santoso, M .Eng, Sc NIP. 19458241 980121 001
M engetahui
Ketua Jurusan Teknik M esin Koordinator Tugas Akhir
Dody Ariawan, ST, MT Syamsul Hadi, ST, M T NIP. 19730804 1999031 003
NIP. 19710615 1998021 002
MOTTO
“ Da n Dia nta ra Ta nda - ta nda Ke b e sa raNya Ia la h Me nc iptaka n Pa sa ng a n- pa sa ng a n Untukm u Da ri Je nism u
Se ndiri Ag a r Ka m u C a nde rung Da n Me ra sa Te ntram Ke pa da Nya . Da n Dia Me nja dika n Di a nta ra m u Rasa Ka sih
Da n Sa ya ng . Se sung g uhnya Pa da ya ng De m ikia n Itu Be nar- be na r Te rda p a t Ta nd a - ta nda Ke b e sa ra n Alla h Ba g i Ka um Ya ng Be rfikir” (Q .S. Ar- ruum : 21)
’’Belajar Adalah Sesuatu Yang Belum Bisa Menjadi Bisa, Jika Belum Bisa Itu Belum Bisa Disebut Belajar’’
Karya ini kupersembahkan kepada:
Allah SWT yang telah limpahkan rahmat dan hidyahNya
I bu dan Bapak tercinta K edua K akaku dan keponakanku tersayang K eluarga Besar Teknik M esin U N S Sahabatku Semua Yang slalu M endoakanku
T E R IMA K AS IH K U
Al l ah SW T ....
Bundaku t er ci nt a, doa dan ker j a ker asmu adal ah peyulut api semangat . Ter i makasi h unt uk kasi h sayang dan doa yang Bunda panj at kan demi put er amu i ni.
Ayahku t er sayang, j er i h payah dan pengor bananmu akan j adi hal yang t akkan sanggup t er bal askan.
Kedua Kakak dan keponankanku semangat dan dor ongan dal am menyel esai kan st udi ku,.....
Pak Dody, Pak Eko Sur oj o banyak t er i makasi h at as bi mbi ngan dan nasehat nya ser t a mengenalkan kami dengan dunia mat er i al yang
I nsyaAl l ah kami yakin sangat ber manf aat .
Seganap besal en gamelan bekonang, pak Ri pt o, pak Sahl í dan pak Poyo Mar ut o (Lab Mat er i al ), Pak Li lik (Lab. Mat er i al UGM) ber kat i j i n l ab dan bant uan ser t a semangat mu.
Par t ner t er baikku Anj ar Kr i st ant o at as semua kesabar annya mendi di kku j adi or ang yang l ebi h sabar dan bi sa mengalah.
Segenap t eman – t eman sat u kost RAHMA W ANTO (r izzal S, f r edy K, ar di J , vi an, bayou, pak heppy)
Anak-anak mesi n semua yang k enalku dan kuk enal ; Udi n P, Agus J , Di an T, Di di k M, Sapet , Sigi t M, Bi yan J , Bayu T, Hengky N, Dhani B, J okosus, Rony, W ahyudi P, Ahmad I , Mul C, Punt o dan l ainnya yang t i dak dapat di sebut kan sat u per sat u
S TUDI KUANT ITATIF URUTAN PROS ES PEMBUATAN GAMELAN J ENIS PEKING PELOG NAD A 7 (PITU)
S ony Budoyo
Jurusan Teknik M esin Fakultas Teknik Universitas Sebelas M aret Surakarta, Indonesia
Intisari
Peking adalah alat musik yang berbentuk bilah yang merupakan bagian dari gamelan yang digunakan untuk mengiringi pagelaran wayang kulit. Peking terbuat dari timah dan tembaga (perunggu) dengan perbandingan komposisi 3 banding 10. Peking dibuat dengan cara ditempa manual yang diakhiri dengan pemanasan kemudian didinginkan cepat (quenching).
Yang dibahas dalam penelitian ini adalah urutan proses pembuatan gamelan jenis peking pelog nada 1 dari tiga pabrik gamelan yang berbeda untuk mendapatkan parameter nilai kekerasan dan struktur mikro dari awal hingga akhir proses pembuatan gamelan. Spesimen diperoleh dengan mengikuti seluruh urutan proses pembuatan peking dari tiga pabrik yang berbeda selanjutny a dilakukan pengujian kekerasan dengan alat microvikers hardness tester dan Rockwell Hardness Tester model - 150A sesuai urutan tahap pembuatan bilah peking dan dilakukakan juga foto mikro dengan mikroskop metalurgi.
Dari pengujian kekerasan diketahui bahwa terjadi fenomana penurunan kekerasan (pelunakan) dari awal pembuatan hingga akhir proses dikarenakan adanya perubahan fasa saat perlakuan akhir (proses pemanasan dilanjutkan quench ), Yaitu timbulnya fasa γ yang bersifat lebih lunak dari pada δ. Saat o o pengecoran dan penempaan pada (395
C) memiliki fasa δ. Pada saat pemanasan akhir antara temperatur (520 o C < suhu quench < 580
C >suhu penempaan >360
C) dan memiliki fasa γ, Sehingga diperoleh peking yang bersifat ulet.
Kata kunci: perunggu, urutan proses, quench, pelunakan, peking, gamelan.
QUANTITATIVE S TUDI OF GAMELAN PEKING’S
MAKING S EQUENCE PELOG TONE 7 th
S ony Budoyo
Tech Faculty M echanical Engineering M ajors Sebelas M aret University Surakarta, Indonesia
Abstract
Peking is a music instrument in form of lath. That is a part of a gamelan set used to accompany a puppet show. Peking is made of tin and copper with the comparison composes 3:10. It is made by using manual manufacturing ended by heating and immediate cooling (quenching).
This research discusses the process sequence in making gamelan type peking pelog tone 7 th (pitu) in three different manufactories to gain a parameter
of the hardness level and micro structure from the beginning until the last process in making gamelan. A speciment was gained by following the whole process in making peking in the three different manufactories. After that, a hardness testingwas done by using microvikers hardness tester and Rockwell Hardness Tester Model-150 A according to the sequence of making peking lath, and a microphoto was conducted by using Metalurgi Microscope from the hardness test.
From the result of hardness test, it is found that there was a decrease of hardness (softening) from the beginning until the last process caused by phasa’s changing in the last process (heating process continued by quench), it was found that phasa γ that has softer characteristics than δ appeared. When it was in the
foundry and manufacturing process (395 o C > manufacturing temperature > 360
C), it had phasa δ when it was in the last process (520 o C < quench temperature < 580 o C), it had phasa γ, so that it resulted in a tough peking.
Keywords: bronze, process sequence, quench, softening, peking, gamelan.
KATA PENGANTAR
Puji sy ukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “S TUDI
KUANTITATIF URUTAN PROS ES PEMBUATAN GAMELAN JENIS
PEKING PELOG NADA 7 (PITU)” . Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana teknik di Teknik M esin Fakultas Teknik Universitas Sebelas M aret Surakarta.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, khususnya kepada :
1. Bapak Dody Ariawan, ST, M T selaku pembimbing I dan Bapak Eko Surojo, ST, M T selaku pembimbing II yang dengan sabar dan penuh pengertian telah memberikan banyak bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dody Ariawan, ST, M T selaku Ketua Jurusan Teknik M esin Fakultas Teknik UNS.
3. Bapak Bambang Kusharjanto, ST, M T, Joko Triono, ST, M T, dan Ir. Santoso M .Eng, Sc, selaku dosen penguji.
4. Bapak Ir. Mukahar, M SCE. selaku Dekan Fakultas Teknik UNS.
5. Bapak Dody Ariawan ST, M T selaku pembimbing akademik.
6. Dosen-dosen Teknik M esin FT UNS yang telah membuka wacana keilmuan penulis.
7. Semua besalen gamelan bekonang, pak Ripto, pak Sahlí dan pak Poyo.
8. Ibu, Ay ahku dan kedua kakakku yang selalu mendukungku.
9. Anjar Kristanto y ang melakukan penelitian bersama-sama dengan penulis.
10. Seluruh teman - teman satu kost RAHM AWANTO (rizzal S, fredy K, ardi J, vian, bayou, pak heppy).
11. Teman-teman Teknik M esin UNS semua angkatan (Udin, Agus, Dian, Didik, Sapet, Sigit, Biyan, Hery Bayu, Hengky, Dhani, Jokosus, Rony, Wahyudi, Ahmad, Mulyantara, Punto, M aruto dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu).
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, bila ada saran, koreksi dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini, akan penulis terima dengan ikhlas dan dengan ucapan terima kasih.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, … Juli 2010
Penulis
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Komposisi Kimia Peking..................................................................
26 Tabel 4.2 Suhu Quenching...................................................................................
29
Gambar 4.7. Gambar Porositas Peking .........................................................
32 Gambar 4.8. Gambar Diagram Kekasaran ....................................................
33 Gambar 4.9. Gambar Struktur M ikro Sebelum Ditempa ..............................
33 Gambar 4.10. Gambar Struktur M ikro Peking Setelah Penempaan Dan Di-quenching...........................................................................
33 Gambar 4.11. Gambar Struktur M ikro Peking Tidak Dikelem.......................
34 Gambar 4.12. Gambar Diagram Kekerasan Butir Warna Putih Setelah Di-quenching Dengan Pemanas Furnace...................................
34 Gambar 4.13. Gambar Diagram Kekerasan Butir Warna Hitam Setelah
Di-quenching Dan Pendinginan Udara Dengan Pemanas Furnace ..................................................................................... 35
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peking adalah suatu alat musik jawa yang merupakan bagian dari gamelan, yang biasanya digunakan untuk mengiringi pagelaran wayang kulit. Cara mengoperasikan peking ini adalah dipukul dengan kayu yang dibentuk seperti palu. Peking merupakan alat musik tradisional yang dibuat dengan cara ditempa dari bahan paduan tembaga (Cu) dan timah (Sn). M enurut keterangan para empu, paduan timah dengan tembaga adalah tiga berbanding sepuluh, yang mana dalam istilah jawanya adalah “GA dan SA”, merupakan kependekan dari tembaga dan timah (rejasa) serta juga menunjukan angka perbandingan tiga berbanding sepuluh. Jika dijadikan persen maka perbandinganya adalah timah (Sn) 23% dan tembaga (Cu) 77%.
Peking ini dibuat oleh empu gamelan secara turun temurun dari nenek moyang yang sebelumnya tidak terdokumentasikan, sehingga hanya berdasar feeling dan belum ada standarisasi atau data kuantitatifnya dan jika generasi mereka p utus maka orang lain tidak dapat membuat. Dalam pembuatan peking ini melalui beberapa tahap antara lain menimbang timah dan tembaga yaitu tiga banding sepuluh, kemudian kedua logam dilebur dan dibuat besutan. Besutan ini adalah logam paduan timah dan tembaga yang telah siap menjadi bahan baku pembuatan peking yang mana besutan ini telah melalui proses pengujian dalam istilah jawanya adalah (njujut). Njujut ini adalah proses p engujian sampel dengan cara memukul dan memperpanjang sampel yang dilakukan oleh empu gamelan. Pengujian ini bertujuan sup aya dalam proses penempaan tidak beresiko terjadi kegagalan, yang mana gagal disini biasanya patah, tidak bisa dibentuk, dan tidak bisa disetem (dilaraskan). Setelah basutan terbentuk dan dingin, kemudian besutan dipecah dan ditimbang sesuai berat peking yang akan dibuat. Setelah ditimbang, besutan dilebur dan dituang kedalam cetakan dan terbentuk bakalan peking (lakaran).
Proses selanjutny a adalah memanaskan lakaran peking tersebut p ada suhu tertentu dan kemudian ditempa sesuai dengan bentuk peking. Proses penempaan Proses selanjutny a adalah memanaskan lakaran peking tersebut p ada suhu tertentu dan kemudian ditempa sesuai dengan bentuk peking. Proses penempaan
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana urutan proses pembuatan peking.
b. Bagaimana kualitas akhir peking ditinjau dari nilai kekerasan, bentuk struktur mikro dan kepadatan (densitas) pada gamelan jenis p eking.
1.3. Batasan masalah
Untuk penelitian ini ditentukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
a. Pemilihan peking nada 7 (pitu) ini karena bahan dan proses pembuatan peking ini sudah mewakili gamelan jenis bilah lainya.
b. Pemilihan sampel penelitian adalah gamelan jenis peking pelog nada 7 dari bahan paduan tembaga (Cu) dan timah (Sn).
c. Penelitian di dasarkan pada urutan proses p embuatan gamelan jenis peking pelog nada 7 dari awal proses hingga proses akhir (finishing).
d. Penelitian ini mengamati kekerasan, densitas dan stuktur mikro material paduan penyusun peking pelog nada 7 dari tiga pabrik yang berbeda.
e. Pengujian kekerasan menggunakan Micro Vickers Hardness Tester dan Rockwell Hardness Tester model -150A.
1.4. Tujuan
a. M engetahui komposisi peking.
b. M engetahui parameter nilai kekerasan peking.
c. M engetahui nilai kekasaran peking.
d. M engetahui struktur mikro peking.
e. M engetahui densitas peking.
1.5. Manfaat Penelitian
a. M engetahui urutan proses pembuatan gamelan jawa secara baik dan benar untuk memperoleh gamelan yang berkualitas baik.
b. M engetahui karakteristik material selama proses pembuatan gamelan dalam hal ini mengamati nilai kekerasan, perubahan struktur mikro selama urutan proses pembuatan gamelan dan densitas akhir material penyusun gamelan.
c. Bertambahnya pengetahuan tentang urutan proses p embuatan suatu produk dari bahan paduan tembaga dengan timah, dalam hal ini pembuatan gamelan jawa jenis bilah (peking, saron, saron penerus, demung).
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : DASAR TEORI Berisi tentang tinjauan pustaka, karakteristik paduan tembaga, pengertian peking, pengujian kekerasan pada material gamelan dan teori pengecoran, pembentukan logam, mekanisme pelunakan logam pada pengerjaan panas.
BAB III : M ETODOLOGI PENELITIAN Berisi tentang bahan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, tahap pengujian, diagram alir penelitian, alur penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEM BAHASAN Berisi data hasil pengujian, analisa hasil dan pembahasanya. BAB V : PENUTUP Berisi kesimpulan yang diperoleh dan saran-saran bagi penelitian selanjutny a.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II DASAR TEORI
2.1 Tinjauan pustaka
Sugita, dkk (2007) dalam penelitiannya menguji perubahan sifat mekanis (ketangguhan retak, struktur makro dan mikro) pada gamelan bali melalui variasi media pendingin pada media air, oli dan udara setelah proses penempaan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai ketangguhan retak pada media air paling tinggi dan pada media udara didapat hasil yang paling rendah.
Wibowo (2007) dalam penelitiannya mencoba mengamati pengaruh tegangan sisa terhadap frekuensi nada dari material berbahan dasar perunggu yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas termal akibat deformasi atau saat proses pembuatan berlangsung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan frekuensi nada pada perunggu akibat tegangan sisa yang dilepaskan. Dengan penelitian ini akan diketahui secara langsung apakah perubahan nada yang terjadi pada gamelan diakibatkan oleh tegangan sisa yang dilepaskan ketika gamelan tersebut digunakan.
Srinivasan, dkk (1991) dalam p enelitiannya mencoba mengamati kerajinan kaca logam dari daerah Aranmula, Kerala, India yang terbuat dari paduan intermetalik (Cu 31 Sn 8 ) dan disimpulkan bahwa kadar timah yang paling baik untuk membuat kerajinan logam kaca adalah 32,6 % timah untuk mendapatkan kilau yang baik dan memiliki kekerasan yang tinggi. Pada penelitan ini penulis ingin membuktikan kerajinan yang bermutu baik bisa dibuat dari barang sederhana yang mudah diperoleh dengan teknologi sederhana.
Sudardja (1979) dalam penelitianya mencoba membuat gamelan jenis kenong dengan cara pengecoran dan menggunakan energi panas yang dapat dipergunakan untuk mempercepat proses p enstabilan struktur, dimana kestabilan struktur tersebut merupakan salah satu faktor yang menentukan kestabilan nadanya. Pada umumnya gamelan yang masih baru suaranya belum mantap dikarenakan adanya struktur-struktur yang belum stabil. Hal tersebut menjadi masalah bagi para pengrajin gamelan tradisional dalam meningkatkan usahanya.
2.2. Karakteriktik Paduan Tembaga
Bahan yang sering digunakan untuk membuat alat musik adalah tembaga (Cu), timah (Sn), seng (Zn). Karena bahan tersebut mudah dicor dan memiliki ketahanan korosi (Surdia, 2000).
Bahan gamelan adalah dari perunggu. Pada gambar di bawah menunjukkan diagram Cu-Sn. Ada delapan fasa yaitu α, β, γ, δ, η, ε, ξ, dan fasa Sn. Fasa α merupakan struktur FCC (Face Cubic Centered) pada 520 ºC larut pada 15.8 %Sn, dan jika temperatur diturunkan batas kelarutan padatnya juga menurun, akan tetapi memerlukan waktu yang sangat lama untuk mengendapkan fasa Sn, oleh karena itu tidak memperhatikan perubahan batas kelarutan padat. Selanjutny a komposisi dari paduan praktis adalah 4-12 %Sn, oleh karena itu tidak perlu memperhatikan fasa-fasa didaerah paduan tinggi (Surdia, 2000 ).
Gambar 2.1 Diagram fasa paduan Cu-Sn. (www.msm.cam.ac.uk/mickrograph).
Gambar 2.2 Struktur mikro paduan 80 %Cu - 20 %Sn. (www.msm.cam.ac.uk/mickrograph)
2.3. Pengertian Peking
Peking adalah suatu alat musik gamelan yang berasal dari jawa yang terbuat dari tembaga dan timah. Proses pembuatan peking jenis ini dibuat dengan cara ditempa. Adapun cara pengoperasianya dengan cara dipukul dengan palu yang terbuat dari kayu. Rumah (rancak) peking ini juga dibuat dari kayu kemudian dicat sesuai yang ditunjukan pada Gambar 2.3 rancak peking.
Gambar 2.3 Rancak peking.
Gambar 2.4 Peking.
Adapun peking yang akan diteliti adalah peking pelog nada 7 (pitu). Peking pelog ini dalam satu set ada 7 nada (laras), yaitu nada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7.
Peking nada 1 adalah bentuk bilah peking yang paling panjang dan peking nada 7 adalah bentuk bilah peking yang paling pendek sesuai yang ditunjukan Gambar
2.4 dan Gambar 2.5 menjelaskan bahwa jika peking diletakan diatas rancak peking dalam satu set.
Gambar 2.5 Peking pelog satu set.
2.4. Proses Pembuatan Peking
Tahap I : Alat Dan Bahan
a. Alat Yang Digunakan Adalah :
Gambar 2.6 Perapen.
Perapen adalah tempat untuk memanaskan dan peleburan bahan gamelan yang akan dibuat Gambar 2.6.
Gambar 2.7 Paron.
Paron adalah landasan tempa, ini biasanya terbuat dari batu, kayu, besi yang ditanam di dalam tanah yang konstruksinya kokoh Gambar 2.7.
Gambar 2.8 Plandan.
Plandan adalah tempat untuk menampung air yang dibuat dari beton, batu bata dan harus lebih besar dari gamelan yang akan dibuat. Air yang digunakan untuk media pendinginan adalah air tawar Gambar 2.8.
Gambar 2.9 M acam-macam palu.
Pada proses pembuatan peking ini menggunakan palu besi gambar 2.9.
Gambar 2.10 Supit.
Supit adalah alat yang terbuat dari besi berbentuk seperti tang yang digunakan untuk memegang peking saat ditempa Gambar 2.10 dan pelindung panas yang diakibatkan oleh api perapen biasanya digunakan pelapah pisang atau daun jati.
Gambar 2.11 Timbangan.
Gambar 2.12 Kowi.
Timbangan difungsikan untuk menimbang bahan-bahan peking yang akan digunakan Gambar 2.11. Kowi adalah suatu wadah bahan gamelan pada waktu proses peleburan Gambar 2.12.
Gambar 2.13 Cetakan peking (penyingen).
Penyingen adalah suatu cetakan yang dibuat dari batu besar dilapisi tanah liat y ang digunakan untuk membuat bakalan peking (ricikan mula-mula) Gambar
Gambar 2.14 Pengeringan cetakan.
Cetakan dibuat dari batu yang dilapisi tanah liat dan kemudian cetakan dikeringkan Gambar 2.14.
Gambar 2.15 Gerinda.
Gerinda adalah alat yang difungsikan untuk menghaluskan permukaan ricikan setelah selesai ditempa Gambar 2.15.
(a)
(b)
Gambar 2.16 M acam-macam. (a) Kikir. (b) Kesik.
Kikir ini digunakan untuk menghaluskan permukaan setelah penggerindaan antara lain adalah kikir kotak Gambar 2.16 (a) dan kesik Gambar
2.16 (b).
b. Bahan
(a)
(b)
Gambar 2.17 Bahan gamelan. (a) Timah. (b) Tembaga.
Bahan yang digunakan untuk membuat peking adalah timah dan tembaga Gambar 2.17. Adapun perbandingan komposisinya adalah tiga banding sepuluh.
Tahap II : Peburan, Njujut, Lakaran
Proses peleburan ini dengan cara memasukkan tembaga terlebih dahulu ke dalam kowi, Setelah tembaganya mencair kemudian timahnya dimasukan ke dalam kowi dan diaduk.
(a) (b)
Gambar 2.18 Jujutan. (a) Dipatahkan. (b) Diperpanjang dan ditekuk-tekuk.
Sebelum dituang ke dalam cetakan terlebih dahulu dijujut, yaitu mengambil sampel campuran tembaga timah kemudian dituang kedalam cetakan khusus dan diambil dua sampel uji Gambar 2.18. Satu sampel tersebut dipukul, diperpanjang, ditekuk-tekuk. Dan sampel yang satunya lagi didinginkan dengan abu (diusek) kemudian dipatahkan (digethak) secara visual hasilnya harus ndaging urang . Dari dua pengujian tersebut difungsikan untuk mengetahui apakah campuran itu sudah tepat atau belum (menurut empu gamelan).
(a)
(b)
Gambar 2.19 Bahan yang siap dipakai. (a) Cetakan. (b) Bahan peking (besutan).
Jika campuran dianggap tepat, dituang ke dalam cetakan Gambar 2.19 (a) dan bahan gamelan yang siap dilebur lagi (besutan) Gambar 2.19 (b).
Gambar 2.20 Bahan peking yang sudah dipotong (besutan). Proses selanjutnya adalah memoton g besutan dan menimbangnya sesuai berat peking yang akan dibuat Gambar 2.20. Proses selanjutnya adalah peleburan bahan (besutan), dengan bahan bakar arang (areng) dan sebagai wadahnya adalah dengan kowi. Dengan cara memasukan bahan peking (besutan) kedalam kowi kemudian dipanaskan hingga mencair.
Setelah bahan mencair kemudian dituang ke dalam cetakan sehingga terbentuk lakaran, Sebelum dituang terlebih dulu cetakan diolesi oli atau minyak goreng sup aya hasil coran tidak menempel dengan cetakan Gambar 2.21 (a) dan hasil dari proses p enuangan ini adalah lakaran Gambar 2.21 (b).
(a)
(b)
Gambar 2.21 Pemberian oli pada cetakan dan hasil coran. (a) Pemberian oli pada cetakan. (b) Lakaran.
Lakaran adalah bahan yang siap dibentuk menjadi peking.
Tahap III : Pembentukan Dan Pendinginan
Gambar 2.22 Pembentukan peking.
Sebelum lakaran dibentuk, terlebih dahulu lakaran dipanaskan kemudian dengan cara ditempa dengan palu besi lakaran dibentuk menjadi (ricikan) peking Gambar 2.22. Setelah pembentukan selesai, peking kembali dipanaskan dan kemudian di-quenching (kelem) dengan media pendingin air, sehingga terbentuk peking setengan jadi (ricikan/irengan) Gambar 2.23.
Gambar 2.23 Ricikan peking.
Tahap IV : Finishing
Tahap finising ini terdiri dari menggerinda, mengikir, mengamplas, dan penyelarasan nada peking.
Gambar 2.24 Penggerindaan ricikan peking.
Setelah proses penempaan selesai dan diperoleh ricikan, proses selanjutny a adalah penggerindaan Gambar 2.24.
Gambar 2.25 Pengikiran.
Gambar 2.26 Pengesikan.
Gambar 2.27 Pengamplasan.
Setelah proses pengikiran selesai Gambar 2.25 proses selanjutny a adalah dikesik Gambar 2.26, dan dilanjutkan proses pengamplasan Gambar 2.27. Untuk menghasilkan kilauan peking maka peking digosok dengan batu hijau yang dicampur bensin.
Gambar 2.28 Pengeboran bilah peking.
2.5. Pengujian Kekerasan
1. Pengujian Kekerasan Vickers. Pada pengujian ini, dengan indentor berbentuk piramida intan dengan
beban konstan 200 gram. Nilai kekerasan vickers diperoleh dengan cara membagi beban luas jejak indentor. Luas jejak dari indentor dihitung berdasarkan panjang diagonal indentasi yang diketahui.
1,854 P
Harga kekerasan Vickers (VHN) =
Dimana : VHN = Harga kekerasan Vickers (kg/mm²). P
= Beban yang digunakan (kg).
D = Panjang diagonal indentasi (mm). Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan alat yang disebut Micro Hardness Tester.
2. Pengujian Rockwell Hardnes Tester (HRA) Pada pengujian ini menggunakan Rockwell Hardnes Tester model HR-150
dengan indentor intan dengan beban 60 kg.
2.6. Proses Pengecoran Proses pengecoran ini dimulai dari mencairkan logam dan kemudian
dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan dingin. Perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga. Pengecoran perunggu ditemukan kira-kira 3000 tahun sebelum masehi di M esopotamia yang kemudian diteruskan ke Asia Tengah, India dan China. Dan pada tahun 1500-1400 sebelum masehi, teknik pengecoran ini menyebar ke negara-negara Eropa (Surdia, 2000).
2.7. Pembekuan paduan
Kalau logam yang terdiri dari satu unsur atau lebih didinginkan dari keadaan cair, maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan kristal logam murni. Jika suatu paduan yang terdiri dari komponen A dan komponen B membeku maka sukar didapat susunan butir-butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya didapat butir-butir kristal campuran A dan B (Surdia, 2000).
2.8. Proses Pembentukan
Proses pembentukan adalah proses p roduksi untuk merubah bentuk benda kerja dengan cara mendeformasi plastis benda kerja tersebut. Gaya pembentukan yang diberikan ke benda kerja melebihi kekuatan luluhnya. Di dalam proses pembentukan digunakan perkakas yang fungsinya memberikan gaya terhadap benda kerja dan mengarahkan perubahan bentuknya (Surdia, 2000).
2.9. Mekanisme Pelunakan Logam Pada Pengerjaan Panas
Jika suatu logam dipanaskan maka dapat kita amati bahwa logam menjadi bersifat lunak. Selanjutny a pada kondisi ini logam dapat dibentuk dengan deformasi yang relatif lebih besar tanpa terjadi retak.
Deformasi pada temperatur tinggi didefinisikan secara lebih tegas sebagai proses pembentukan yang dilakukan diatas temperatur rekristalisai logam yang
diproses. Temperatur rekristalisasi tembaga (Cu) adalah sekitar 250 o C - 400 C, sedangkan untuk timah putih (Sn) yang dideformasi pada temperatur kamar sudah
berarti diproses pada pengerjaan panas meskipun “sebenarnya tidak panas” dan tanpa proses pemanasan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika temperatur kamar
25 o C untuk timah putih sudah berada di atas temperatur rekristlisasinya yaitu :
T o re k = 0,5x(253+273)K = 263
C = -10 K. Dalam proses pengerjaan panas ini mengalami banyak keuntungan hal ini disebabkan oleh lunaknya logam pada temperatur tinggi, sehingga gaya pembentukan relatif rendah, serta deformasi yang diberikan relatif lebih besar.
Sifat lunak ini disebabkan oleh adanya mekanisme pelunakan yang drastis saat p roses rekristalisasi. Dengan semakin lunaknya logam pada temperatur tinggi, maka gaya pembentukan yang lebih kecil akan dapat diusahakan pada temperatur yang setinggi mungkin, akan tetapi itu ada batasny a, yaitu benda kerja tidak boleh sampai logam mencair baik sabagian atau seluruhnya (Mardjono, 1985).
BAB III METODOLOGI PEN ELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan ditiga Perusahaan gamelan jawa (Besalen) Bp Poyo, Bp Sahli, Bp Ripto yang bertempat di Bekonang, Sukoharjo, Ja-teng, Indonesia dan di Laboratorium M aterial Jurusan Teknik M esin Fakultas Teknik Universitas Sebelas M aret Surakarta.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel peking dari tiga Besalen (Pabrik gamelan) yang berbeda untuk kemudian dibandingkan kualitas material penyusunnya berdasarkan nilai kekerasan, densitas, struktur mikro, komposisi dan nilai kekasaran permukaan hasil akhir gamelan.
3.3. Peralatan Penelitian
3.3.1. Alat Pembuat S pesimen
1. Campuran resin dan katalis sebagai pemegang potongan spesimen.
2. M esin ampelas horizontal.
3. Pasta pengkilap.
4. Larutan pengetsa logam (HNO3 60% dan H2O 40%).
5. Pipa PVC ukuran 1,5 “ dan 2”.
6. Gergaji besi.
3.3.2. Alat Uji Penelitian
1. Thermocouplereader
2. Thermocouple tipe K.
3. M ikroskop metalurgi.
4. Microvikers hardness tester (tipe HWMMT-X7).
5. Surface tester.
3.4. Tahap Pengujian
Pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro dalam penelitian ini terdiri dari satu sampel uji dari tiga (Besalen) sehingga didapatkan tiga sampel uji. Dan tahap pengujianya adalah sebagai berikut :
1. Tahap 1 membandingkan kekerasan dan bentuk struktur mikro pada sampel sebelum dan setelah ditempa.
2. Tahap 2 membandingkan kekerasan dan bentuk struktur mikro pada sampel peking sebelum dan setelah di-quenching dalam air.
3. Tahap 3 membandingkan tingkat kekasaran peking dari tiga Perusahaan.
Gambar 3.1 Spesimen uji keras dan struktur mikro. Spesimen uji dibuat dengan cara mencampur resin dan katalis, kemudian dituang pada cetakan yang di dalamnya sudah ditaruh potongan peking dan proses tersebut difungsikan untuk membuat p egangan spesimen (mounting) Gambar 3.1.
Peking yang akan diteliti adalah peking pelog nada 7 (pitu) dengan memiliki berat sekitar 1.2 kg dan memiliki ukuran sbb :
Gambar 3.2 Peking pelog nada 7.
Peking pelog 1 set
(a)
(b)
(c) Gambar 3.3 Peking pelog satu set. (a) Tampak atas. (b) Tampak samping. (c) Tampak depan.
3.5. Diagram Alir Penelitian
Mul ai
Bahan gamelan
Penimbangan bahan timah & tembaga
Ya
P eleburan Bahan
P engukuran suhu
Nyulik (ambil sampel paduan)
P enuangan P engukuran suhu
Penyingen jujuta n Penyingen jujuta n
Sampel uji
Sampel uji
Dipukul , diperpanj ang
Didinginkan dengan abu
Ditekuk-tekuk
Dipatahkan
Dikelem (quenching dalam air) Dilihat dan diraba
Ya
Tidak
Ditambah su dah tepat bahan
Komposisi
Ya
P engujian komposisi kimia P engamatan struktur mik ro & uji
kekerasan
P enuangan ke cetakan bahan
Besuta n (paduan bahan peking ) P emot ongan & penimbangan besutan
P eleburan besutan
P engukuran suhu
P enuang an ke cetakan peking
Lakaran
P emanasan Lakara n
Ya P engukuran suhu
P engukuran suhu
P enempaan Ya
Ya
Tidak
P enurunan
P embentukan
su hu :Proses pembuatan
selesai
peking.
:Pengambilan data.
P emanasan lakara n
Ya
P engukuran suhu Ya
P engujian air
P emotongan ricikan
Ngelem ( quenching dalam air)
Sampel uji Irenga n (peking sebelu m fi nishing )
Penyelarasan dan Finishing
Uji kekerasan, struktur
mik ro
Uji kekerasan, kekasaran, st ruktu r mik ro
Ya
Selesai
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian.
3.6. Alur Penelitian
3.6.1. Penyiapan S pesimen Uji
Penyiapan spesimen uji dilakukan cara dengan memesan peking pelog nada 7 (pitu) pada tiga besalen (Pabrik gamelan) yang berbeda di daerah Bekonang, M ojolaban, Surakarta. Untuk tiap besalenya masing-masing dipesan satu buah peking dan mengikuti, pengamati seluruh proses pembuatan dari awal sampai akhir proses, kemudian diambil sampel dan dipotong sesuai tahap pengujian, untuk langkah selanjutny a adalah mounting sp esimen.
3.6.2. Pembuatan S pesimen Untuk Pengujian
Persiapan pembuatan spesimen uji dimulai dengan penyiapan cetakan dari potongan pipa PVC 1,5 “ dan 2” kemudian dipotong sejajar dengan tinggi sekitar
2 cm. sp esimen yang sudah terpotong di letakkan dalam cetakan pipa, setelah itu disiapkan campuran resin dan katalis untuk kemudian dituang ke dalam cetakan pipa. Cetakan sp esimen dan resin akan mengeras sempurna sekitar 2 jam, jika seluruh permukaan sp esimen sudah rata, haluskan bagian permukaan sp esimen yang akan diuji dengan ampelas berturut-turut dengan ukuran 120, 400, 600, 1000 dan 2000, kemudian sp esimen dikilapkan dengan pasta pengkilap untuk mendapatkan permukaan yang rata dan halus.
Penyiapan larutan pengetsa logam paduan tembaga-timah yang tediri dari larutan HNO 3 60% dan H 2 O 40% dengan tujuan untuk mengetsa logam paduan agar struktur mikro dapat terlihat saat pengamatan struktur mikro.
3.6.3. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan dengan microvikers hardness tester type HWMMT-X7 dengan pembebanan 200 gram.
Gambar 3.5 Microvikers hardness tester.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan Rockwell hardness tester model - 150A dengan pembebanan 60 kg.
Gambar 3.6 Rockwell hardness tester model -150A.
3.6.4. S truktur Mikro
Sedangkan untuk pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop metalurgi dengan perbesaran lensa 200 kali.
Gambar 3.7 M ikroskop metalurgi.
3.6.5. Pengujian Kekasaran Permukaan
Gambar 3.8 Surface tester.
Pengujian kekasaran permukaan dengan alat surface tester. Pengujian ini difungsikan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari ketiga sampel peking.
3.6.6. Pengukuran S uhu
Gambar 3.9 Thermocouplereader.
Pengukuran suhu pada pembuatan peking dengan Thermocouplereader.
3.6.7. Pengujian Komposisi Kimia
Gambar 3.10 Spectrometer. Pengujian komposisi kimia peking ini menggunakan Spectrometer.
BAB IV DATA DAN ANALIS A
4.1. Bahan Pembuatan Peking
Urutan penelitian ini adalah mengambil sampel dari tiga Besalen yang sudah dijujut dan dianggap tepat komposisinya oleh empu gamelan kemudian diuji komposisi sehingga diperoleh data, yang kemudian dibandingkan komposisinya. Pengukuran komposisi ini bertujuan untuk memperoleh toleransi komposisi yang masih diperbolehkan pada pembuatan peking.
Tabel 4.1 Komposisi kimia peking.
Komposisi
Besalen A Besalen B Besalen C Jujutan
Peking dapat dibuat dengan batas komposisi kimia dengan paduan Cu (Cuprum) dan Sn (Stanum) antara 72,37%-72,67% Cu dan persentase unsur Sn adalah antara 21,1%- 23,9% sesuai yang ditunjukkan pada tabel 4.1. Unsur penambah lain yang berupa P (phospor) ini difungsikan untuk meningkatkan kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan aus paduan perunggu, sedangkan unsur Zn (Zing) dan Pb (Plumbum) pada paduan ini difungsikan untuk meningkatkan kecairan yang baik (Surdia, 1986).
4.2. S PO (Standart Operating Product)
Mul ai
Bahan gamelan Penimbangan
78% Cu dan 22% Sn bahan timah &
tembaga
Ya
P eleburan Bahan
90 0 o
Pengukuran
C – 1250 o C suhu
Nyulik (ambil sampel paduan)
P enuangan
Pengukuran
80 0 o C – 1000 o C suhu
Penyingen jujuta n
Penyingen jujuta n
Sampel uji
Sampel uji
Ya
Ditempa tebal 8 mm menjadi 2 mm Didinginkan dengan abu
Ditekuk-tekuk 3 kali 180 o .
Dipatahkan
Dikelem (quenching dalam air)
Dilihat dan diraba (Ndaging urang)
Tidak
Kompo sisi
Ditambah
su dah tepat
bahan
Ya
Komposisi : 72,37% - 72,67% Cu , P engujian komposisi
kimia, pengamatan Uji keras : 75 - 76 HRA
21,1% - 23,9% Sn
st ruktur mik ro & uji
o Suhu penuangan : 800 C – 10 C kekerasan
Struktur mikro : Tabel ...
P enuang an ke cetakan bahan
Besuta n (paduan bahan peking )
P emotongan & penimbangan
besutan P eleburan besutan Pengukuran
80 0 o
C – 1000 o C suhu
P enuang an ke cetakan peking
Lakaran
P emanasan Lakara n Ya
417,4 o C
334,1 o C
P enempaan
Ya Proses pembuatan :
Peking.
Pengambilan data. : P embentukan Tidak
P enurunan
su hu
selesai
Uji kadar
Ya
minyak
dalam air P emanasan lakara n
Ya
o 537 C – 565 Ya C
Tidak ada P emotongan ricikan
kadar min yak Ngelem ( quenching dalam air)
;emak
Sampel uji
Irenga n (peking sebelu m fi nishing )
Uji kekerasan, struktur
P enyelarasan dan Finishing
mik ro
Uji kekerasan : 70 – 71 HRA Kekasaran : 0.171 – 0.186 Ya
Struktur mik ro : Tabel struktur mik ro
Selesai
Gambar 4.1 Diagram alir SPO
4.3. Proses Pembuatan peking
Peking dibuat dengan cara dipanaskan kemudian ditempa berulang-ulang hingga terbentuk peking kemudian didinginkan cepat (dikelem). Suhu penempaan diukur dengan thermokopel tipe K dari awal sampai akhir proses penempaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.2 Pengukuran suhu tempa.
Peking yang dipanaskan maka menjadi bersifat lunak, selanjutny a pada kondisi ini peking dapat dibentuk dengan deformasi yang relatif lebih besar tanpa
terjadi retak. Temperatur rekristalisai Cu (Cuprum) adalah sekitar 300 o C - 400 C. Pada proses pembuatan peking ini suhu penempan peking dilakuka pada suhu
antara 300 o C - 500 C dan suhu quenching-nya adalah di atas 520 C - 600 C sesuai yang ditujukkan pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Suhu quenching.
Perusahaan Perusahaan
Perusahaan
Perusahaan
A (Poyo)
B (Ripto)
C (Sahli)
o Suhu quenching 537.2 C 557.6 C 565.3 C
Dari tiga perusahaan gamelan itu memiliki komposisi kimia 72,37% - 72,67% Cu dan 21,1% - 23,9% Sn ini mempunyai transformasi fasa α yang dikelilingi α + γ,
dan pada fasa ini lebih lunak dari pada δ sehinga pada suhu di atas 520 o
C ini dimanfaatkan oleh para empu gamelan untuk meng-quenching peking pada suhu tersebut, untuk mendapatkan sifat keuletan yang lebih tinggi. Suhu penempaan
peking pada (395 o C > suhu penempaan >360
C) memiliki fasa δ Gambar 4.3.
Suhu penempaan
200 Poyo Ripto Sahli
Perusahaan Perusahaan
Suhu Aw al
Suhu Akhir
Gambar 4.3 Diagram suhu penempaan.
4.4. Nilai Kekerasan Peking
Pada proses pengambilan data kekerasan ini diambil sampel I-III dan di uji pada titik 1-4 seperti yanng ditunjukan pada Gambar 4.4 kemudian diambil rata- ratanya.
Gambar 4.4 Posisi pengujian kekerasan peking. (a) Titik pengujian. (b) Potongan sampel uji.
Diagram kekerasan
Poyo Ripto Sahli
Pengecoran
Tidak di-quenching Di-quenching
Gambar 4.5 Diagram kekerasan peking pengecoran, tidak di-quenhcing dan
setelah penempaan di-quenhcing.
Pada proses pengecoran nilai kekerasan peking adalah paling tinggi nilainya karena pada proses pengecoran peking ini memiliki fasa α yang dikelilingi α + δ. Nilai kekerasan peking setelah proses penempaan dan di- quenching adalah paling rendah dibanding dengan tidak di-quenching, karena pada saat di-quenching peking memiliki fasa α yang dikelilingi α + γ. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada proses pembuatan peking pada perusahaan gamelan Poyo, Ripto, Sahli adalah proses p elunakan, sesuai yang ditunjukan pada Gambar 4.5 hal ini disebabkan karena δ memilik sifat lebih keras dibanding γ.
4.5. Nilai Densitas
Pada proses pengambilan data densitas ini diambil dari sampel pengecoran peking sebelum ditempa dan dari peking yang sudah jadi. Harga densitas peking ini tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi kimia saja, tetapi hal ini juga dipengaruhi pada saat proses penempaan peking, dalam hal ini karena proses penempaan peking mengurangi porositas seperti ditunjukan pada Gambar 4.7 sehingga densitas pengecoran lebih rendah dibanding setelah penempaan. Pada penempaan ini adalah manual maka dihasilkan densitas yang berbeda juga. Pada Pada proses pengambilan data densitas ini diambil dari sampel pengecoran peking sebelum ditempa dan dari peking yang sudah jadi. Harga densitas peking ini tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi kimia saja, tetapi hal ini juga dipengaruhi pada saat proses penempaan peking, dalam hal ini karena proses penempaan peking mengurangi porositas seperti ditunjukan pada Gambar 4.7 sehingga densitas pengecoran lebih rendah dibanding setelah penempaan. Pada penempaan ini adalah manual maka dihasilkan densitas yang berbeda juga. Pada
Diagram densitas
i densi
ila 8 N
Poyo Ripto Sahli
Pengecoran Setelah penempaan
Gambar 4.6 Diagram harga densitas.
Porositas
Porositas
(a) (b) Gambar 4.7 Porositas p eking. (a) Pengecoran. (b) Setelah penempaan.
4.6. Nilai Kekasaran
Nilai kekasaran pada peking yang paling tinggi adalah pada besalen Poy o dan yang paling rendah adalah pada besalen sahli sesuai yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 hal-hal yang mempengaruhi tingkat kekasaran ini adalah pada saat finishing yaitu mengikir, mengamplas dan saat memoles peking.
Diagram kekasaran
ai Ke 0.17
Gambar 4.8 Diagram kekasaran.
4.7. S truktur mikro
Gambar 4.9 Struktur mikro sebelum ditempa. Bentuk stuktur mikro peking dengan proses pengecoran dan belum mengalami penempaan memiliki bentuk equaxial dan columnar. seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.9 hal ini disebabkan karena pendinginan berlangsun g pada cetakan pasir dan pada saat sebelum dituang terlebih dahulu cetakan peking diolesi oli sehingga terbentuk struktur kolom yang memiliki orientasi sembarang.
Gambar 4.10 Struktur mikro peking setelah penempaan dan di-quenching.
Bentuk struktur mikro peking yang telah mengalami proses p embentukan
dengan cara ditempa pada suhu 330 o C – 420 C dan di-quenching pada suhu di
C ini mempunyai ukuran butir yang sangat kasar sehingga mempengaruhi kekerasan peking. Dalam hal ini peking mengalami penurunan
atas 520 o C – 570
kekerasan. Pada proses quenching di atas suhu 520 o C – 570
C memiliki transformasi fasa α yang dikelilingi α + γ seperti yang ditunjukan pada Gambar
4.10 pada fasa γ ini memiliki sifat lebih lunak dibanding δ.
Gambar 4.11 Struktur mikro peking tidak dikelem. Bentuk struktur mikro peking yang telah mengalami proses p embentukan tetapi setelah prosesnya selesai tidak melewati proses quenching ini memiliki bentuk yang tidak beraturan, cenderung pipih, ada upaya pertumbuhan butir disertai pertumbuhan inti. Hal ini disebabkan karena pada saat p roses penempaan berlangsun g pada temperatur di atas rekristalisasi, dan kemudian didinginkan dengan udara, seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.11. Pada proses ini memiliki fasa α yang dikelilingi α + δ yang memiliki sifat keras dan getas.
Diagram kekerasan butir warn a putih
Di-quenching Gambar 4.12 Diagram kekerasan butir warna putih setelah di-quenching dengan
Tidak di-quenching
pemanas furnace.
Diagram kekerasan butir warna hitam
Tidak di-quencing
Di-quencing
Gambar 4.13 Diagram kekerasan butir warna hitam setelah di-quenching dan pendinginan udara dengan pemanas furnace.
Pada Gambar 4.12 - 4.13 menunjukan bahwa butir yang berwarna putih lebih lunak dibanding butir warna hitam dan mengalami perubahan kekerasan jika
di-quenching pada suhu 550 o C dan 750
C. Butir yang berwarna putih adalah α dan butir warna hitam adalah δ, γ, β, yang mana pada fasa ini memiliki kekerasan δ > γ > β.
4.8. Pengujian Air
Pengujian air media quenching tidak terdapat kandungan minyak, lemak.
BAB V PEN UTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pengujian dan analisa dapat disimpulkan sebagai berikut;
1. Peking dapat dibuat dengan komposisi 72,37%-72,67% Cu dan 21,1%- 23,9% Sn dengan unsur lain yaitu phospor antara 1-5%.
2. o Peking dapat dibuat dengan suhu penempaan antara 360 C - 395 C
dengan temperatur pemanasan akhir antara 537 o C - 565 C kemudian di- quenchin g.
3. Kekerasan peking dengan proses pengecoran adalah antara 75 - 76 HRA, dan setelah melalui proses pemanasan, penempaan, di-quenching kekerasan peking menjadi 70 – 71 HRA.
4. Pemanasan akhir disertai proses quench pada pembuatan peking bertujuan untuk menurunkan kegetasan pada gamelan.
5. Peking memiliki fasa α yang dikelilingi α + γ yang memiliki sifat lebih lunak dibanding pengecoran peking yang memiliki fasa α yang dikelilingi α + δ y ang memiliki sifat keras dan getas.
6. Penempaan peking difungsikan untuk membentuk p eking.
7. 3 Densitas pengecoran peking adalah 8 gram/cm dan setelah penempaan adalah 8.8 – 9.1 gram/cm 3 .
8. Nilai kekasaran peking adalah 0.1713 – 0.1865 dan masuk p ada kelas N3.
5.2. S aran
Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian dapat disarankan:
1. M elakukan penelitian terhadap pengaruh kekerasan terhadap bunyi yang dihasilkan.
2. M elakukan penelitian terhadap pengaruh media quenching pada pembuatan peking.
3. M elakukan penelitian pengaruh suhu quenching terhadap bunyi yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
ASM Handbook, 1973, Metallography, Structure and phase Diagrams, 8 th ed., vol. 8, ASM International, M aterials Park, OH.
ASTM B 101, 1996, Standart Spesification For Cooper Sheet, American Society for Testing and M aterial. Book of Standard Vol 4.10 Density Testing. West Chonshohoken, PA. USA.
Ditter G.E, 1992. Metallurgi Mekanik, PT. Erlangga Jakarta, Jakarta Glaeser, A.W, 1978. Wear Properties Of Heavy Loaded Cooper-Base Bearing
Alloy , Ohio State University , US. Irfai, M A, 2005. Pengaruh Suhu Dan Waktu Aging Terhadap Kekuatan Tarik Torak Bekas Yang Dicor Kembali. Teknik mesin. UNES, Semarang. Lawrence H. Van Vlack. 1992 Ilmu dan Teknologi Bahan (Logam dan Bukan Logam. PT. Erlangga Jakarta, Jakarta. Rochim, T, 1989. Spesifikasi dan kontrol, kualitas geometrik, metrologi industri TM ITB, Bandung. Rustopo, 1980. Pengetahuan Membuat Gamelan, Proy ek Pengembangan IKI sub Bagian Proyek ASKI, Surakarta. Siswosuwarno, M , 1985. Teknik Pembentukan Logam, Jilid 1, Jurusan M esin, Fakultas Teknologi Industri, ITB Bandung. Srinivasan, S, dkk, 1991. High-tin bronze mirrors of Kerala, IAMS Newsl, South India. Sudarja, 1979. Teknik Pengecoran Kenong Dari Bahan Paduan Cu-Sn Dan
Teknik Stabilisasi Struktur . Program Studi Teknik Fisika, ITB, Bandung. Surdia, T, 1986. Pengetahuan Teknik Bahan, Cetakan 5, PT Pradnya Paramita, Jakarta Surdia, T, 2000. Teknik Pengecoran Logam, Cetakan 8, PT Pradnya Paramita, Jakarta Sugita, IKG, 2007. Analisa Media Pendingin Pada Proses Pendinginan Perunggu Gamelan Bali. Universitas Udayana, Bali. Wibowo, A, 2007. Pengaruh Tegangan Sisa Terhadap Frequensi Nada Dasar Perunggu. Program Pasca sarjana.UGM , Yogjakarta.