View of PENGARUH SEDIMENT TRANSPORT TERHADAP KINERJA PENAMPANG SALURAN IRIGASI

  

PENGARUH SEDIMENT TRANSPORT TERHADAP KINERJA PENAMPANG

SALURAN IRIGASI

  1 MANGAMBIT J S

  2 RAHMAN MOHAMMAD CASTRENANTO

  Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Jl. Soekarno Hatta No. 597 Bandung,

  Telp. (022) 7301738, 70791003 Fax. (022) 7304854

  

ABSTRACT

Subang is one of the national rice barn there is a system wide irrigation network that is of 5,

230.45 ha. At work practices there is a secondary channel of the Rehabilitation work on the

networks of irrigation District of Subang which fix channels. The condition of irrigation canals in the

grounds there is a deposition of extraordinary magnitude, which affects some irrigation canals

suffered damage such as cracks and sectional performance channels not functioning optimally.

After studying the literature pertaining to virtue, a connection between the existing sediment with a

cross section of the channel. Does that make the performance a channel does not function

optimally, whether due to deposition. This research aims to identify against sediment transport as

well as a cross-section of its channels. In the process, the research methodology used is a causal

comparative methodology. The rate of the largest sediment loads of the formula approach Frijilink

4.250 kg/s of the formula approach Meyer Peter Muller-charge rate of sediment 2.725 kg/s.

Einstein approach Formula rate charges sediments 1.313 kg/s. charge rate And smallest

sediments obtained from the formula of Kalinske approach 0.024 kg/s. And rate of sediment in

irrigation canals 2,078 kg/s. Obtained numberless sediments volume of 4.534 m3/hour. And the

volume of water in the channel cross section of 5.291 m3/hour. This effect on the performance of

irrigation channel cross-section is not optimal. Conclusion of this research is capable of a volume

on the channel cross-section is almost filled by the volume of sediment.

  Keywords: Sediment transport, Cross-Channel Performance

ABSTRAK

  

Subang adalah salah satu lumbung padi nasional terdapat sistem jaringan irigasi yang cukup luas

yaitu sebesar 5,230.45ha. Pada saat kerja praktek ada pekerjaan Rehabilitasi Saluran Sekunder

pada Jaringan Irigasi Kabupaten Subang yang memperbaiki saluran-saluran. Kondisi saluran

irigasi di lapangan terdapat pengendapan yang begitu luar biasa besarnya, yang berpengaruh

terhadap beberapa saluran irigasi mengalami kerusakan seperti retak dan kinerja penampang

saluran tidak berfungsi secara optimal. Setelah mempelajari literatur yang berkaitan, ditemukanlah

adanya hubungan antara sedimen yang ada dengan penampang saluran. Apakah yang membuat

kinerja suatu saluran tidak berfungsi dengan optimal, apakah karena pengendapan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap sediment transport serta penampang salurannya.

Dalam prosesnya, metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi kausal komparatif.

Laju muatan sedimen terbesar didapatkan dari rumus pendekatan Frijilink 4.250kg/s. Dari rumus

pendekatan Meyer Peter-Muller laju muatan sedimen 2.725kg/s. Rumus pendekatan Einstein laju

muatan sedimen 1.313kg/s. Dan laju muatan sedimen terkecil didapatkan dari rumus pendekatan

Kalinske 0.024kg/s. Dan laju sedimen yang ada pada saluran irigasi 2.078kg/s. Didapatkan

volume sedimen yang terhitung sebesar 4.534m3/jam. Dan volume air pada penampang saluran

sebesar 5.291m3/jam. Hal tersebut berpengaruh pada kinerja penampang saluran irigasi tidak

  

optimal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kesanggupan volume pada penampang saluran

hampir dipenuhi oleh volume dari sedimen.

  Kata Kunci: Sedimen Transport, Penampang Saluran. Kinerja

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia memiliki dua musim yang dipengaruh oleh angin yaitu angin muson timur dan angin muson barat. Angin muson timur menyebabkan terjadi musim kemarau dan angin muson barat menyebabkan musim penghujan. Dengan adanya dua musim tersebut memberikan konsekuensi tersendiri terhadap ketersediaan air dimana pada saat musim kemarau terjadi kekurangan ketersediaan air dan pada saat musim penghujan mengalami kelebihan ketersediaan air.

  Kabupaten Subang terletak di bagian Utara Provinsi Jawa Barat yang mengembangkan sebagian besar wilayahnya untuk pertanian. Sebagai penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional, Kabupaten Subang menyumbangkan produksi padi mencapai lebih dari 1 juta ton terhadap stok padi nasional dan lebih dari 99% dihasilkan dari lahan basah. Lahan basah sawah padi Kabupaten Subang dapat dilihat di kiri kanan saat berpergian melewati Jalur Pantura mulai dari Kecamatan Patokbeusi sampai Kecamatan Pamanukan. Untuk itu, pemerintah provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Kementrian PUPR, khususnya Satuan Kerja PJPA (Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air) Citarum mengembangkan sistem irigasi sawah teknis pada tahun 2003-2007 yang mencakup hampir 70% hektar persawahan dengan memanfaatkan sumber air dari Waduk Jatiluhur yang merupakan bagian dari Saluran Induk Citarum.

  Namun, pada tahun 2015 terhitung 11 ribu hektar tersebar di empat kecamatan mengalami masalah suplai air. Salah satunya yakni 6 saluran sekunder utama pada luas area 5,785 hektar irigasi, yang mengalami kerusakan sistem sehingga tidak dapat mengaliri air ke persawahan secara maksimal dan optimal. Hal ini ditandai dari banyaknya lokasi sawah yang kekeringan saat kemarau dan kebanjiran saat hujan.

  Untuk mencegah penurunan hasil produksi dari kisaran target kenaikan 5% setiap tahun kedepannya (tahun 2015, target 1,6 juta ton/tahun), Kementrian PUPR Satuan Kerja PJPA Citarum mengadakan kegiatan rehabilitasi saluran irigasi Kabupaten Subang melalui proyek “Rehabilitasi Jaringan Irigasi SS.Sukamandi Cs, SS.Jengkol Cs, SS.Gadung Cs, SS.Rancabango Cs, SS.Beres Cs, dan SS.Bandung Cs di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat” yang didanai pemerintah lewat Loan IBRD (International Bank for Reconstruction & Development) No.8027-ID, yang pelaksanaannya dipercayakan kepada PT. Brantas Abipraya (Persero) dengan nomor dan tanggal kontrak HK.02.03/PPK.IRG.II/PJPAC/05/2015 06 Juli 2015.

  Salah satunya Saluran Sekunder Sukamandi yang terletak di Kabupaten Subang dengan panjang salurannya 16,714 meter yang dibangun dengan tujuan penyediaan air irigasi seluas 5,230.45 ha. Luasnya lahan yang dialiri air irigasi dari Saluran Sekunder Sukamandi serta rasa keingintahuan penulis terhadap saluran tersebut yang harus di rehabilitasi inilah yang melatar belakangi pemilihan lokasi penelitian pada Saluran Sekunder Sukamandi. Dengan adanya aliran air di dalam saluran akan mengakibatkan adanya angkut sedimen (sediment transport), yang berupa angkutan muatan dasar (bed load transport) dan angkutan muatan layang (suspend load transport). Sediment transport tersebut menimbulkan pendangkalan badan perairan seperti sungai, waduk, bendungan atau pintu air dan daerah sepanjang saluran irigasi, yang dapat menimbulkan banjir. Oleh karena itu sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan penampang basah saluran dari penampang basah eksisting saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang basah saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

  Ada tiga macam pergerakan sediment

  Pada penelitian ini menggunakan metode kausal komparatif, dimana metode ini menggambarkan hubungan sebab akibat. Dengan tujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari faktor yang mungkin menjadi penyebab suatu permasalahan melalui data tertentu.

  3.1 Metode Penelitian

  III. Metode Penelitian

  3. Suspended Load Transport Suspended load adalah material dasar saluran yang melayang di dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa mengambang di atas dasar saluran, karena selalu didorong oleh turbulensi aliran. Suspended load itu sendiri umumnya bergantung pada kecepatan jatuh atau lebih dikenal dengan fall velocity.

  2. Wash Load Transpot Wash load adalah angkut material yang dapat berupa lempung dan debu yang terbawa oleh aliran saluran. Partikel ini akan terbawa aliran sampai ke hilir atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang.

  1. Bed Load Transport Material kasar yang bergerak sepanjang dasar saluran secara keseluruhan disebut dengan bed load. Adanya bed load ditunjukkan oleh gerakan material di dasar saluran yang ukurannya besar, gerakan itu dapat bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar saluran.

  transport yaitu :

  2.1 Umum

  Irigasi memiliki tujuan yaitu dalam mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya para petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab 1 Pasal 1 tentang irigasi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha dalam penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

  2.4 Pergerakan Sedimen

  mempelajari sifat-sifat ini karena penting dalam fenomena sediment transport. Sifat- sifat individu material sedimen berupa ukuran, bentuk, kecepatan jatuh, komposisi mineral, tekstur permukaan dan orientasi.

  sediment transport. Insinyur hidraulik telah

  Sifat material sedimen individu telah dipelajari secara detail oleh para ahli geologi dan insinyur. Ahli geologi telah mempelajari sifat-sifat ini untuk melacak asal-usul sedimen dan mempelajari sifat material

  Setelah asal mula batuan induk yang dihancurkan, material ini disebut sedimen (sediment or alluvial) jika dikirim dan disimpan oleh saluran, angin dan gletser. Material ini disebut sedimen (sediment) jika dikirim dan disimpan oleh saluran, loess jika dikirim dan disimpan oleh angin, dan drift glasial jika dikirim dan disimpan oleh gletser.

  2.3 Material Sedimen

  Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran pembawa dan saluran pembuang, menurut Mawardi (2007) ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi untuk saluran pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan kuarter sedangkan untuk saluran pembuang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari persawahan untuk mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman serta mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman.

  2.2 Saluran Irigasi

  Proses sedimentasi terjadi ketika sungai maupun saluran tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu kemudian diendapkan material yang lebih halus. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.

  3.2 Bagan Alir Penelitian

  Bagan alir penelitian dilakukan supaya memudahkan dalam melakukan tahapan penelitian yang dilakukan, adapun bagan alir untuk penelitian ini seperti pada gambar 3.1 dibawah ini.

  4.1 Gambaran Umum

  Pada dasar sungai maupun saluran biasanya tersusun oleh endapan dari material sediment transport yang terbawa oleh aliran sungai ataupun saluran dan material sedimen tersebut dapat terangkut kembali apabila kecepatan alirannya cukup tinggi. Besarnya volume sediment transport tergantung pada kecepatan alirannya, karena adanya perubahan musim kemarau dan penghujan serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Akibatnya terjadi penggerusan di beberapa tempat dan terjadinya pengendapan ditempat lain pada dasar sungai maupun saluran, sehingga bentuk dasar sungai atau saluran akan selalu berubah-ubah.

  Sediment transport dapat bergerak,

  bergeser, disepanjang dasar sungai maupun saluran ataupun bergerak melayang pada aliran sungai atau saluran. Material dasar yang terangkut dapat dibedakan menjadi suspended load transport, bed load transport dan wash load. Jumlah total dari ketiga tipe

  sediment transport tersebut merupakan debit sedimen total (total sediment discharge).

  Pada kenyataannya sebagian besar jumlah wash load transport dapat ditemui pada awal musim penghujan disaat muka air naik. Jumlah sediment transport pada washload yang terbawa oleh aliran tidak terbatas, terkadang dapat merubah viskositas air dan pada keadaan ini yang terlihat hanyalah aliran lumpur, meskipun secara kuantitatip volume sediment transport pada wash load besar namun terhadap perilaku saluran pengaruhnya kecil.

  Suspended load transport merupakan material dasar yang melayang di dalam aliran yang didukung oleh air dan hanya sedikit sekali interaksinya dengan dasar saluran, karena selalu didorong keatas oleh turbulensi aliran. Pada saat material sedimen terangkut kecepatan aliran akan lebih besar jika dibandingkan saat pengendapannya, karena adanya suatu bentuk hubungan antara debit aliran dengan konsentrasi sedimen walupun korelasinya rendah.

  Bed load transport merupakan material sedimen yang bergerak sepanjang dasar saluran baik bergeser, menggelinding bahkan meloncat-loncat namun tidak pernah lepas dari dasar saluran. Pada umumnya dasar sungai maupun saluran merupakan penyedia material sedimen yang tidak terbatas dalam memenuhi kapasitas sedimen transport, apabila aliran berkurang maka jumlah material sedimen akan berkurang juga. Bed load transport yang terjadi sangat penting dalam pembuatan bentuk dari tebing sungai maupun bentuk dari dasar saluran.

IV. PEMBAHASAN

  4.2 Hasil Pengumpulan Data

  1. Pengukuran Debit Pengukuran debit yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari perhitungan secara langsung di lapangan dengan menggunakan alat ukur arus.Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan didapatkan hasil pengukuran berupa luas penampang, debit dan kecepatan rerata. Sebagaimana Tabel 4.1 betikut.

  4.3. Faktor Geometri Penampang Saluran

  T CAW AN + SEDI MEN (mg)

  Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana pada Tabel 4.3, sebelum menggunakan rumus pendekatan untuk menghitung sediment transport khususnya bed load harus mengetahui faktor geometri pada penampang basah saluran.

  Luas Penampang Basah: = + ℎ ℎ

  = 26.5 + 1.5 ∗ 2.55 2.55 = 77.329

  Lebar Atas: = + 2 ℎ

  = 26.5 + 2 ∗ 1.5 ∗ 2.55 = 34.15

  Keliling Basah: =

  Jari-jari hidraulik: = =

  (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) = (7-6) (9) = (8/4)

  ENTR ASI SEDI MEN (mg/l t)

  BERA T SEDI MEN (mg) KONS

  CAW AN BERA T CAW AN (mg) BERA

Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Debit Dengan

  VOL UME SAM PLE (lt) NO

  NO KOD E SAM PLE TAN GGA L

Tabel 4.2 Tabel Data Sedimen

  4.2 berikut.

  2. Sedimen Berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tabel

  Sumber: Hasil Survey, 2017

  30.620 15.059 0.435

  Kecepatan Rerata (m/dt)

  Debit (m 3 /dt)

  Alat Ukur Arus Luas Penampang (m 2 )

  • 2ℎ√1 + = 26.5 + 2 ∗ 2.55 1 + 1.5 = 26.5 + (5.1 ∗ 1.8) = 35.694

1 BTT.

  (V) : 0.93 m/dt KemiringanSaluran

  = 2.166 Kedalaman Hidraulik:

  mengetahui kecepatan geser yang terjadi karena Kalinske mengemukakan bahwa mekanisme turbulen mempunyai peranan dalam

  transport oleh Kalinske ini harus

  1. Persamaan Kalinske Sebagaimana pada persamaan 2.1, perhitungan sediment

  4.3.2 Rumus Pendekatan

  Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi tentang Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03, sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung material sedimen berupa lempung dan lanau melayang saja dengan d< 0.06 - 0.07mm.

  4.3.1 Perhitungan Sedimen

  34.15 = 2.264

  77.329

  = =

  77.329 35.694

  (i) : 0.000134 K :

  22 17/0 7/20

  17

  0.51 13 5161 5168 70 137

  0.46 95 4820 4831 110 239

  0.43 11 4908 4916 80 186 Sumber: Hasil Survey, 2017

  3. Penampang Saluran Eksisting Berdasarkan data yang diperoleh, kondisi penampang saluran eksisting BTT.22 dapat disimpulkan sebagaimana Tabel 4.3 berikut dan gambar dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 4.3 Penampang Saluran Eksisting

  Debit (Q) : 72.24 m3/dtt Lebar Bawah (b) : 26.50 m Tinggi Muka Air

  1.5 Tinggi Jagaan (w) : 1.0 m Sumber: Hasil Survey, 2017

  45 Kemiringan Talud (1:m) :

  (h) : 2.55 m Kecepatan Aliran

  ⁄

  menentukan sediment transport di

  ⁄

  − 9.57 − = dasar saluran.

  ⁄ ⁄

  = ( ) 0.462 ∗ ∗

  ⁄ ∗

  Kecepatan Geser: Kecepatan Aliran:

  ⁄

  = ( ∗ ℎ ∗ ) V=0.43 m/s, didapatkan dari

  ⁄

  = (9.81 ∗ 2.55 ∗ 0.000134) data hasil pengukuran debit pada = 0.057897124 / Tabel 4.1. Tegangan Geser Kritis dan Dasar:

  Koefisien Kekasaran:

  ⁄ ⁄

  Dikarenakan ukuran material = ∗ ∗ sedimen hanya mengandung

  0.43 lempung dan lanau, dan hubungan

  1

  ⁄

  diagram Shield tidak membahas lebih = ∗ 2.17 jauh mengenai penelitian sesuai

  ⁄

  ∗ 0.000134 bidangnya. Maka hasilnya mendekati

  1 0.1 dimana sesuai dengan Standar

  0.43 = ∗ 1.67 ∗ 0.01 Perencanaan Irigasi bahwa sedimen

  1 yang masuk dalam jaringan saluran 0.43 = ∗ 0.02 tidak lebih besar dari 0.06 - 0.07mm.

  = 0.04 Diagram kurva Shields yang

  Persamaan Muller: sesungguhnya sama dengan satu,

  ⁄

  = ⁄

  26 untuk kurang dari satu menggunakan

  ⁄

  = 0.06 ∗ 10 ⁄

  26 pendekatan lainnya. = 0.01

  Dengan menggunakan persamaan 2.1, sebagai berikut: Intensitas Aliran:

  = ( ) = ∗

  / ∗

  < 1 , grafik Shields 2.65 − 1

  = 0.1

  ∗

  =

  1 Laju Perubahan Sedimen:

  0.06 = ∗ ∗ 0.1

  ∗ = 0.06 ∗ 0.06 ∗ 10 ∗ 0.1

  0.01 0.000134 ∗ ∗ 2.166

  = 3.47383 − 07 /

  0.04 Laju Beban Bebas: = ∗

  = 1.65

  0.06 = 3.47383 − 07 ∗ 2650

  ∗ = 0.000921 / /

  0.000134 ∗ 0.070518 ∗ 2.166 = 1.65 ∗ 2.931

  Laju Muatan Sedimen: = 4.836

  = ∗ = 26.5 ∗ 0.000921 Persamaan Kombinasi:

  /

  = 0.02 / = − 0.188

  2. Persamaan Meyer Peter –

  /

  4 Muller = − 0.188

  Sebagaimana pada 4.836

  /

  persamaan 2.2, perhitungan sediment = 0.639

  transport oleh MPM ini = 0.511

  memperhitungkan faktor gesekan Kecepatan Geser:

  /

  dengan menyempurnakan kembali

  1 = ∗ persamaan sebelumnya.

  − ∗

  0.511 =

  . ∗ . ∗ .

  ⁄

  26 ⁄

  = 0.01 Intensitas Aliran: = ∗

  /

  = 2650 − 1000 1000

  ∗ 0.06 ∗ 10

  0.000134 ∗

  0.01

  0.04 ∗ 2.166

  = 1.65 ∗

  0.00006 0.000134 ∗

  0.01

  0.04 ∗ 2.166

  = 1.65 ∗ .

  = 1.65 ∗ 0.002930891 = 0.005 , dibulatkan menjadi

  26 ⁄

  1000 2650 − 1000 ∗

  1 9.81 ∗ 2.16 − 13

  0.61 ∗

  2650

  10 =

  /

  1 9.81 ∗ 0.06 ∗ 10

  10 = 2650

  0.1 Sumber: Soewarno, 1991 (Hasil Perhitungan)

  /

  1 ∗

  − ∗

  Laju Muatan Sedimen Dasar: =

  = 0.1 = 10

Gambar 4.1 Grafik hubungan ϕ dan ψ

  = 0.06 ∗ 10

  ⁄

  2.65

  1 0.00211896

  3. Persamaan Einstein Sebagaimana pada persamaan 2.3, perhitungan sediment

  Lau Muatan Sedimen: = ∗ = 26.50 ∗ 0.103 = 2.725 /

  1.35405 = ∗ 13.16603 = 0.103 / /

  2.65 ∗ 0.61 ∗ 21.72394

  0.511 =

  /

  0.61 ∗

  memperhitungkan pengaruh konfigurasi dasar dengan mendekati persamaan pendahulunya yang secara empirik namun secara analisis dimensi.

  2.65

  0.511 =

  /

  1 9.81 ∗ 0.06

  ∗

  1 2.65 − 1

  transport oleh Einstein ini

  Kecepatan Aliran: V=0.43 m/s, didapatkan dari data hasil pengukuran debit pada

  =

  ∗ 0.000134

  = 0.04 Persamaan Muller:

  1 ∗ 0.02

  0.43 =

  1 ∗ 1.67 ∗ 0.01

  0.43 =

  ⁄

  ⁄

  Tabel 4.1.

  1 ∗ 2.17

  0.43 =

  ⁄

  ∗

  ⁄

  Koefisien Kekasaran: = ∗

  / Jari-jari Hidraulik: = Rumus Pendekatan Faktor Geometri Sediment transport A T P R D qb Qb m Kalinske 77.329 34.150 35.694 2.166 2.264 0.001 0.024 2 m m m m kg/s/m kg/s MeyerPeter- Muller 77.329 34.150 35.694 2.166 2.264 0.103 2.725 Einstein 77.329 34.150 35.694 2.166 2.264 0.050 1.313 Frijilink 77.329 34.150 35.694 2.166 2.264 0.160 4.250

  = 4 + (2 ∗ 1.4) = 6.828

  sediment transport yang terhitung sebesar

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan

  Sediment transport Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Tabel 4.5 Perhitungan Volume Sediment

  transport Yang Terjadi Rumus Pendekatan

  Sediment transport qb Qb Vol [(Qb/(ts- t))*1jam] Kalinske 0.001 0.024 0.053

  MeyerPeter- Muller 0.103 2.725 5.946 Einstein 0.050 1.313 2.865

  Frijilink 0.160 4.250 9.273 Rata-rata 0.078 2.078 4.534 Satuan kg/s/m kg/s m3/jam Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

  Dengan melihat Tabel 4.5 volume

  4.534 m3/jam dan untuk membandingkan volume yang tersedia penulis mengambil salah satu penampang di SS Sukamandi dengan penampang saluran berbentuk trapesium seperti pada Gambar 4.2 dibawah ini.

  Laju Muatan Sedimen: = ∗ = 26.50 ∗ 0.160

Gambar 4.2 Penampang Saluran

  Trapesium

  Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

  Kemudian menghitung faktor geometri pada Gambar 4.2 diatas untuk mengetahui volume yang mampu ditampung oleh saluran.

  Luas Penampang Basah: = + ℎ ℎ

  = 4 + 1 ∗ 1.83 1.83 = 10.67

  Lebar Atas: = + 2 ℎ

  = 4 + 2 ∗ 1 ∗ 1.83 = 7.66

  Keliling Basah: =

  = 4.25 /

  = 0.06 ∗ 1.13 ∗ 2.367117363 = 0.160 / /

  10 = 2650

  Diameter Material: = 0.06

  2.86018 + 11

  /

  10 = 2650

  ∗ 534806.4651 = 2650 ∗ 1.86984 − 05 = 0.050 / /

  Laju Muatan Sedimen: = ∗ = 26.50 ∗ 0.050 = 1.313 /

  4. Persamaan Frijilink Sebagaimana pada persamaan 2.4, perhitungan sediment transport oleh Frijilink ini memperhitungkan konfigurasi dasar saluran dengan memperkuat persamaan Einstein.

  =

  5

  ∆

  Ripple Factor:

  ∗ .

  ⁄

  = , dimana = 1

  Jari-jari Hidraulik: = 2.166

  Laju Muatan Sedimen Dasar: =

  5

  ∆

  = 0.06 √9.81 ∗ 1 ∗ 2.1665 .

  ∗ .

  = 0.06 ∗ 1.13 ∗ 5 .

  • 2ℎ√1 + = 4 + 2 ∗ 1.8√1 + 1

  10.67 dalam 7 hari sekali. Maka dapat dilihat faktor =

  6.8 geometri yang terjadi seperti berikut dengan = 1.562 memisalkan bagian atas penampang

  Kedalaman Hidraulik: berbentuk trapesium menjadi bagian 1 dan untuk bagian bawah penampang berbentuk = persegi menjadi bagian 2. Berikut faktor

  10.67 = geometri pada bagian 2:

7.7 Luas Penampang:

  = 1.393 = ℎ

  Debit Aliran: = 2 ∗ 2.7

  = 2.425 / , didapatkan

  = 5.6 Lebar Atas: dari data gambar long section.

  = = 2

  Volume Tampungan: Keliling Basah:

  = ∗ (1 ) = + 2ℎ

  2.425 = 2 + 2 ∗ 2.7

  = ∗ (60 ∗ 60) = 2 + 5.4 2650 − 1000

  2.425 = 7.4

  = ∗ 3600 1650 Jari-jari Hidraulik: = 5.291 /

  = = 888.9 /7ℎ .

  = Dengan membandingkan volume .

  = 0.73 tampung dan volume sediment transport pada Tabel 4.6, maka penampang saluran Kedalaman Hidraulik: yang ada sebagian besar terisi oleh sediment = ℎ

  transport. Penulis memberikan alternatif lain = 2.7

  yaitu penampang saluran yang telah di Kecepatan Aliran: modifikasi seperti pada Gambar 4.3 di

  V=0.38 m/s, didapatkan dari bawah ini. data gambar long section. Debit Aliran:

Gambar 4.3 Penampang Saluran

  = ∗

  Modifikasi

  = 0.38 ∗ 5.4 = 2.07 /

  Volume Tampung: = ∗ (7ℎ ) .

  = ∗ (60 ∗ 60 ∗ 24 ∗ 7)

  .

  = ∗ 604800

  Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

  = 760.07 /7ℎ Dengan memodifikasi penampang

  Debit Total: saluran yang diberi tambahan penampang = 1 + 2 bawah berupa persegi diupayakan dapat = 2.43 + 2.07 menampung volume sediment transport = 4.49 / dibagian penampang berbentuk persegi

  Volume Tampung Total: sehingga dapat mengoptimalkan kembali saluran tanpa adanya pengaruh dari

  = ∗ (7ℎ ) sediment transport.

  .

  = ∗ (60 ∗ 60 ∗ 24 ∗ 7) Penampang tambahan berbentuk . persegi ini dibuat dengan ukuran yang

  = ∗ 604800

  disesuaikan apabila pengurasan dilakukan

  = 1648.94 /7ℎ Volume Sedimen Selama 7hari: = 4.534 ∗ (24 ∗ 7) = 761.77 /7ℎ

  Dari penampang saluran yang dimodifikasi telah diketahui bahwa volume yang dapat ditampung (volume total) sebesar 1648.94m^3/7hari. Sedangkan volume sedimen yang terhitung sebesar 761.8m^3/7hari, di dapatkan dari volume sedimen yang terhitung dikalikan 7hari sesuai dengan waktu rencana pengurasan. Sehingga volume tampung bagian atas mendekati 888.9m^3/7hari, sama dengan ketika kinerja penampang saluran berfungsi secara optimum.

  Untuk alternatif lain dapat dilakukan dengan ditambahkannya metode pemompaan terhadap sedimen, oleh karena daerah kajian yang relatif datar dan hampir tidak memungkinkan dilakukannya pengurasan.

  3. Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi

  Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta : Gadjah Mada University.

  2. Asdak, C., 2002, Hidrologi Dan

  Sedimentasi Di Saluran Irigasi Dengan Membangkitkan Arus Turbulensi, Surakarta : JTS FT UNS.

  1. Alfarobi, M.Y.Y., 2010, Pengendalian

  VI. DAFTAR PUSTAKA

  Setelah melakukan penelitian ini ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan penelitian bagi mahasiswa yang akan menyusun Tugas Akhir di waktu yang akan datang, yaitu dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai material sedimen di lokasi tersebut.

  5.2 Saran

  Dengan adanya modifikasi pada penampang saluran yang direncakan untuk menampung sedimen, selanjutnya dibuatkannya sebuah bangunan penguras yang akan ditempatkan pada setiap pos bangunan bagi-sadap di saluran sekunder. Untuk sketsa penempatan bangunan penguras dapat dilihat pada lampiran.

  4. Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat volume sediment transport yang terjadi memberikan pengaruh pada kinerja penampang saluran dimana saluran tidak berfungsi dengan optimal. Sehingga perlu adanya penanganan berupa penampang saluran yang telah di modifikasi sedemikian rupa serta adanya bangunan penguras yang di pasang dengan bangunan bagi-sadap di sepanjang saluran sekunder dan kinerja penampang saluran dapat bekerja secara optimal kembali.

  m3/jam yang artinya penampang saluran mengalami perubahan pada penampang basah dimana terjadinya kenaikan tinggi muka air dikarenakan adanya bed load transport sehingga volume air pada penampang saluran yang terjadi hanya sebesar 0.757m3/jam.

  transport yang terhitung sebesar 4.534

  3. Salah satunya penampang saluran di SS Sukamandi ruas B.Si 7 dapat menampung volume air sebesar 5.291m3/jam. Dan volume sediment

  2. Rumus pendekatan sediment transport dalam perkembangannya didasarkan atas data yang sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga dapat memberikan hasil yang mendekati dengan kenyataannya.

  1. Perhitungan sediment transport dapat menggunakan rumus pendekatan seperti Kalinske, Meyer Peter-Muller, Einstein dan Frijilink, dimana setiap pendekatan mengungkapkan faktor tersendiri yang dirasa sangat berpengaruh pada terjadinya sediment transport.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan seperti berikut.

  Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi tentang Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02 bahwa bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan dengan membuka pintu penguras maka akan menggelontorkan sedimen yang terendapkan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

  KP-01, Bandung : C.V. Galang

  15. Vanoni, V.A., 1975, Sedimentation Persada.

  Engineering. New York : 4. Departemen Pekerjaan Umum, Headquarters Of USCE Society.

  Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02, Bandung : C.V. Galang Persada.

  5. Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03, Bandung : C.V. Galang Persada.

  6. Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP- 04, Bandung : C.V. Galang Persada.

  7. Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Petak Tersier KP-05, Bandung : C.V. Galang Persada.

  8. Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Parameter Bangunan KP-06, Bandung : C.V.

  Galang Persada.

  9. Einstein, H.A., 1950, The Bed-Load

  Function For Sediment transportation In Open Channel Flows. Washington

  D.C.

  10. Frijilink, H.C., 1985, Introduction To

  River Engineering. Vol. 1, I.C.H.E, New York.

  11. Garde, R.J, dan Raju, K.G., 1997,

  Mechanics Of Sediment transportation And Alluvial Stream Problem, New Delhi : Willy Eastern Limited.

  12. Garg, S.K., 1987, Hydrology And

  Water Resources Engineering, Delhi : Khanna.

  13. Hydraulics Of Sediment transport, 1971, McGraw-Hill, Lehigh University.

  14. Soewarno, 1991, Pengukuran Dan

  Pengelolaan Data Aliran Sungai (Hidrometri), Bandung : Nova.