PEMANFAATAN CITRA NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT GUNA PREDIKSI DAERAH POTENSI PENANGKAPAN IKAN
Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono
PEMANFAATAN CITRA NOAA-AVHRR
UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT
GUNA PREDIKSI DAERAH POTENSI PENANGKAPAN IKAN
Agus Darpono
Dosen Teknik Geodesi FTSP ITN Malang
ABSTRAKSI
Arus dan suhu air laut merupakan parameter oceanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan dalam sumberdaya laut. Dengan
mengetahui suhu permukaan laut untuk wilayah yang luas akan dapat
diamati pola arus laut di suatu wilayah perairan dan interaksinya
dengan wilayah perairan lain serta fenomena upwelling/front di suatu
wilayah perairan yang merupakan daerah potensi ikan.Pemanfaatan data penginderaan jauh (inderaja) satelit, khususnya data
NOAA-AVHRR, merupakan alternatif yang sangat tepat karena
kemampuannya mendeteksi suhu permukaan laut terhadap areal yang
luas secara sinoptik, frekuensi pengamatan yang sangat tinggi, dan
biaya operasional yang relatif murah.Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa data Citra
NOAA-AVHRR dapat diaplikasikan untuk pengamatan suhu permukaan
laut dengan memanfaatkan band 4 dan band 5, menggunakan model
algoritma McClain & Crosby (1984) serta komposit citra RGB-124
dapat ditentukan adanya fenomena upwelling/front yang menjadi
daerah potensi penangkapan ikan di perairan Selat Madura Kabupaten
Pamekasan, yaitu: pertama 114°07’47.06”BT, 7°28’51.09”S; kedua
114°12’07.87”BT, 7°29’14.01”S; ketiga 114°14’53.89”BT, 7°26’18.40”S;
dan keempat 114°15’05.66”BT, 7°30’24.86”S.Kata Kunci: Oceanografi, Suhu Permukaan Laut, Upweeling/Front.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengamatan fenomena oceanografi dan inventarisasi sumberdaya yang terkandung di wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan garis pantai yang sangat panjang, sangat sulit dilakukan dengan cara konvensional karena akan memerlukan waktu observasi yang panjang, memerlukan usaha yang sangat berat, serta diperlukan biaya yang sangat besar. Ditambah lagi dengan kondisi laut yang bersifat dinamis, sehingga diperlukan frekuensi pengamatan yang cukup tinggi. Kondisi ini
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 69-79 S S p p e e c c t t r r a a
menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam penyedian data, baik data oceanografi maupun daerah potensi untuk operasi penangkapan ikan.
Arus dan suhu air laut merupakan parameter oceanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan dalam sumberdaya laut. Pengamatan dan monitoring fenomena oceanografi dan sumberdaya laut mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, triwulan, atau tahunan) atau dikenal dengan analisis multitemporal. Dengan mengetahui suhu permukaan laut untuk wilayah yang luas akan dapat diamati pola arus laut di suatu wilayah perairan dan interaksinya dengan wilayah perairan lain serta fenomena upwelling/front di suatu wilayah perairan yang merupakan daerah potensi ikan.
Pemanfaatan data penginderaan jauh (inderaja) satelit, khususnya data NOAA-AVHRR merupakan alternatif yang sangat tepat karena kemampuannya mendeteksi suhu permukaan laut terhadap areal yang luas secara sinoptik (meliput seluruh wilayah Indonesia hanya dalam dua lintasan berurutan), frekuensi pengamatan yang sangat tinggi (4 lintasan sehari), dan biaya operasional yang relatif murah dibandingkan cara yang lain. Kemampuan ini akan sangat berguna untuk pengamatan fenomena oceanografi khususnya upwelling/front yang merupakan indikator daerah potensi ikan yang tinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk penentuan suhu permukaan laut guna identifikasi daerah potensi penangkapan ikan di perairan Selat Madura, Kabupaten Pamekasan.
TINJAUAN PUSTAKA
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) adalah nama satelit observasi lingkungan dan cuaca orbit polar, melintas di atas wilayah Indonesia 4 kali sehari. AVHRR singkatan dari Advance Very High
Resolution Radiometer adalah nama satelit dan sensor pada satelit seri
NOAA yang memIliki kemampuan untuk mendeteksi suhu permukaan laut.Satelit NOAA mengorbit dengan membawa 5 buah sensor utama yang dirancang untuk mengindera obyek-obyek tertentu. Kelima sensor tersebut adalah TOVS (TIROS Operational Vertical Sounder), AVHRR (Advance
Very High Resolution Radiometer), SEM (Space Environment Monitor), DCS
(Data Collection System), dan SARSAT (Search and Rescue System
Satelite). Sensor AVHRR adalah yang dirancang untuk keperluan informasi
hidrologi, oseanografi, dan studi meteorologi. Instrumen AVHRR pada NOAA mempunyai 5 kanal scanning radiometer yang sensitif pada spektrum radiasi sinar tampak, inframerah dekat, dan jendela inframerah. Kisaran
Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono
spektrum radiasi kanal AVHRR untuk data NOAA ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 1.
Karakteristik Sensor AVHRR Satelit NOAA
No.Kanal Panjang Gelombang Daerah Spektrum1 0.58 - 0.68 Sinar Tampak 2 0.73 - 1.10 Inframerah Dekat 3 3.55 - 3.93 Inframerah Menengah 4 10.30 - 11.30 Inframerah Jauh 5 11.50 - 12.50 Inframerah Jauh
Sumber: Butler et al, 1988
Setiap pixel data AVHRR dari jenis data LAC (Local Area Coverage) mempunyai resolusi spasial 1,1 km x 1,1 km di sekitar titik nadir lintasan satelit. Setiap orbit mampu merekam data yang mencakup ± 2700 km lebar sapuan daerah pengamatan dari ketinggian kurang lebih 860 km.
Data AVHRR dari masing-masing kanal mempunyai karakteristik tertentu, sehingga potensi pemanfaatan datanya berlainan. Data kanal 1 dan kanal 2 antara lain dapat dimanfaatkan untuk pemantauan kondisi vegetasi dan klasifikasi jenis penutup lahan. Sementara itu, data kanal inframerah (kanal 3, 4, dan 5) dapat digunakan untuk mengestimasi suhu permukaan laut dan pendeteksian hotspot.
Dari pola distribusi citra suhu permukaan laut dapat dilihat fenomena oseanografi seperti upwelling, front, dan pola arus permukaan. Daerah yang mempunyai fenomena-fenomena seperti tersebut di atas pada umumnya merupakan perairan yang subur. Dengan diketahuinya daerah perairan yang subur tersebut, maka daerah penangkapan ikan dapat diketahui karena migrasi ikan cenderung ke perairan yang subur.
Tahap pertama untuk menghitung suhu permukaan laut adalah dengan menghitung suhu kecerahan dari data AVHRR yaitu proses kalibrasi data radiometer-count (data digital) menjadi besaran radiansi (L) pada setiap piksel individu. Karena dalam penelitian ini digunakan algortima multi-kanal, yaitu kanal 4 dan 5 AVHRR, maka komputasi suhu kecerahan hanya dilakukan untuk kedua kanal inframerah-jauh (inframerah termal) tersebut. Persamaan kalibrasi yang digunakan adalah (Brown,1985):
Ln = Sn Cn + In ........................................................................................... (1) Dimana: Cn = data radiometer-count setiap piksel individu pada kanal n. Sn = koefisien slope data kanal n In = intercept data kanal n.
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 69-79 S S p p e e c c t t r r a a
Suhu kecerahan (Tbn) diperoleh melalui proses konversi data radiansi (Ln) diperoleh melalui proses konversi data radiansi (Ln), yaitu dengan menerapkan persamaan:
n TBn = .............................................................................. (2)
In (Ln) - a
Kontanta a dan b untuk masing-masing kanal 4 dan 5 AVHRR dapat dilihat pada Tabel 2. Perlu diperhatikan bahwa nila-nilai kostanta tersebut hanya berlaku untuk data AVHRR dari satelit NOAA-11.
Tabel 2.
Nilai-nilai Konstanta a dan b Untuk Konversi Radiansi Menjadi Suhu Kecerahan
AVHRR KONSTANTA a KONSTANTA b
Kanal 4 9,213623 -1347,375 Kanal 5 8,947998 -1229,813
Suhu air (water temperature) dihitung dari suhu kecerahan (TBn) untuk masing-masing kanal dengan memasukka n nilai koreksi emisivitas air (ε) yang nilainya 0,98. Persamaan yang digunakan untuk menghitung suhu air
(TWn) adalah:
C2 vn TWn = ........................................................ (3)
C vn
2 ln [ 1 ε + ε - exp ( )]
TBn
Dimana: C2 = konstanta radiasi surya (=1,438833 cmºK) vn = central wave number kanal inframerah-jauh AVHRR. vn untuk kanal 4 = 927,73 cm vn untuk kanal 5 = 838,35 cm
Tahap pekerjaan selanjutnya adalah menghitung nilai gain dan
intercept pada band 4 dan band 5. Untuk menghitung nilai gain dan intercept
pada tiap band, sebelumnya nilai telemetry pada citra harus diketahui.Berikut merupakan nilai telemetry citra NOAA-AVHRR pada saat penelitian dilakukan:
Menghitung Nilai Gain
Gain = (Nbb – Ns)/(Cbb - Cs) ........................................................... (4) Nbb = (c1 . nuc^3)/((exp((c2 . nuc)/T**bb))-1) ............................... (5) T**bb = A + (B . Tbb) ......................................................................... (6)
Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono
Tabel 3.
NOAA-18 AVHRR/3 Thermal Channel Temperature-To-Radiance Coefficients Channel ν c A BChannel 3B 2659.795 1.698704 0.99696 Channel 4 928.146 0.436645 0.998607 Channel 5 833.2532 0.253179 0.999057 Tabel 4.
NOAA-18 Radiance of Space and Coefficients
for Nonlinear Radiance Correction Quadratic Channel N S b b 1 b2 Channel 4 -5.53
5.82 -0.11069 0.0005234 Channel 5 -2.22 2.67 -0.0436 0.0001772
Cs = Look at space values Keterangan: Nbb = Radiansi Blackbody T**bb = Temperature blackbody efektif c1 = 1.1910427 x 10-5 mW/(m2-sr-cm-4) c2 = 1.4387752 cm-K .
Menghitung Nilai Intercept
intercept = Ns – (Gain * Cs) .............................................................. (7) Setelah nilai gain dan intercept pada kanal 4 dan 5 dihitung, selanjutnya hasil perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam formula Suhu
Permukaan Laut dengan menggunakan algoritma McClain & Crosby, 1984.
SPL = Tw4 + 2.702 (Tw4 – Tw5) – 0.582 – 273.0 ............................ (8)
PELAKSANAAN PENELITIAN
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit NOAA dengan sensor AVHRR, dari jenis NOAA-AVHRR Level 1B (L1B) yaitu data citra satelit yang sudah terkoreksi secara geometri. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan juga peralatan lain sebagai penunjang dalam memberikan informasi untuk proses analisis interpretasi citra digital, seperti alat pengukur suhu air laut Zeethermometer dan GPS Navigasi Garmin GPS 60i.
Citra NOAA-AVHRR yang diaplikasikasikan untuk pengamatan suhu permukaan laut adalah dengan memanfaatkan band 4 dan band 5. Metode pengolahan yang digunakan adalah pengolahan secara digital
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 69-79 S S p p e e c c t t r r a a
menggunakan perangkat lunak Ermapper 6.4 dengan menggunakan model algoritma McClain & Crosby (1984). Untuk komposit band RGB yang digunakan pada citra NOAA-AVHRR adalah Red – 1, Green – 2, Blue – 4 (RGB-124). Citra NOAA-AVHRR yang telah diolah secara digital akan menghasilkan data-data suhu permukaan laut yang selanjutnya dibuat garis
isotherm (garis pada suhu yang sama) dengan interval suhu sebesar 0,1°C.
Data citra NOAA-AVHRR yang digunakan pada penelitian adalah hasil rekaman satelit NOAA selama 4 hari. Data suhu permukaan laut hasil pengolahan secara digital kemudian diverifikasi dengan hasil pengukuran di lapangan yang diukur dengan thermometer digital Zeethermometer dan GPS Navigasi Garmin GPS 60i. Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat keakuratan hasil pengolahan secara digital.
Nilai telemetry digunakan untuk menghitung nilai gain/slope dan
intercept yang selanjutnya dipakai pada perhitungan suhu permukaan laut
dengan menggunakan algoritma yang telah ditentukan.Hasil pengolahan suhu permukaan laut masih perlu dilakukan pemisahan (cloud masking) antara daerah yang masih dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh adanya awan tipis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil pengolahan yang lebih baik. Selanjutnya, dilakukan proses penyaringan (filter) agar data yang dihasilkan tampak lebih halus.
Suhu permukaan laut hasil pengolahan Citra NOAA-AVHRR ditampilkan dalam bentuk garis isotherm (garis pada suhu yang sama) dengan interval 0,1°C. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah memprediksi adanya fenomena upwelling/front pada suatu wilayah perairan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan menganalisis suhu permukaan laut, fenomena atau daerah
upwelling/front yang diindikasikan sebagai tempat melimpahnya makanan
ikan (plankton) dapat diprediksi, sehingga dimungkinkan keberadaan ikan lebih banyak dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Dengan demikian, data harian citra NOAA-AVHRR yang diolah secara bertahap dapat dimanfaatkan untuk menentukan suhu permukaan laut untuk prediksi daerah potensi penangkapan ikan.
Garis isotherm atau kontur suhu permukaan laut dibuat dengan batas maskimal dan minimal suhu permukaan laut pada citra serta menentukan interval kontur sesuai dengan kebutuhan. Pada citra NOAA-AVHRR 0803021323N18_SUHU PERMUKAAN LAUT_C_Area.ers dihasilkan data suhu permukaan laut dengan batas maksimal dan minimal sebesar 30ºC dan 26ºC. Interval kontur yang digunakan sebesar 0.1ºC.
Fenomena upwelling/front di daerah tropis terjadi pada kisaran suhu antara 28ºC sampai 31ºC, namun suhu permukaan air bisa turun sampai 25ºC. Ini disebabkan air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke atas
Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono
41.43
36.68
7
29
36.72
29.1
28.75 17 114
14
7
29.48 16 114
29
3.03
29.4
29.09 18 114
13
36.74
7
28
15
28.9
30.1
18.90
16
49.45
7
31
56.87
29.7
29.53 14 114
16
7
10.41
31
1.26
29.1
29.05 15 114
16
34.63
7
30
18.56
29.63 19 114
29.9
27
7
27
52.95
29.4
29.63 23 114
8
25.44
7
26.99
9
29.8
29.55 24 114
6
44.37
7
27
43.52
28.8
32.82
29.34 22 114
12
7
40.14
7
27
56.99
28.6
29.00 20 114
11
48.93
27
28.9
34.08
29.8
29.63 21 114
10
44.25
7
27
24.65
29.54 13 114
0.21
(Nontji, 1987). Fenomena upwelling/front yang terjadi pada suatu wilayah perairan menunjukkan adanya tempat tumbuh dan berkembangnya plankton sebagai makanan ikan yang secara tidak langsung juga merupakan berkumpulnya banyak ikan.
28.3
36.83
29.6
29.34 4 114
11
17.10
7
32
3.43
28.50 5 114
7
12
3.20
7
32
22.93
27.8
28.12 6 114
13
31
6.18
7
24.42
Peta sebaran suhu permukaan laut atau peta isoterm hasil pengolahan secara digital tersebut kemudian diverifikasi dengan hasil pengukuran di lapangan yang diukur dengan thermometer digital Zeethermometer dan GPS Navigasi Garmin GPS 60i. Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat keakuratan hasil pengolahan secara digital. Hasil verifikasi di lapangan ditampilkan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5.
Koordinat Hasil Verifikasi Data Lapangan dan Data Citra
NoKoordinat Geodetis WGS ‘84 SUHU PERMUKAAN LAUT Lapangan (°C) SUHU PERMUKAAN LAUT Citra (°C) Longitude (BT) Latitude (S) ° ‘ “ ° ‘ “
1 114
7
42.57
7
31
27.5
10
28.01 2 114
9
0.58
7
31
38.60
28.1
28.81 3 114
33.47
33
33
17
29.39 10 114
17
15.24
7
35
7.81
29.6
29.06 11 114
29.05
57.46
7
33
57.22
28.8
29.20 12 114
17
0.24
7
28.7
35
27.23
29.00 8 114
27.5
27.28 7 114
14
44.54
7
34
3.99
29.2
15
7
39.50
7
34
57.18
28.9
29.20 9 114
16
32.69
28.51 Dari perbandingan kedua data, yakni data hasil pengukuran SUHU PERMUKAAN LAUT di lapangan dengan data hasil pengolahan SUHU PERMUKAAN LAUT pada citra akan dicari seberapa besar nilai standar Nomor 19 Volume X Januari 2012: 69-79 S S p p e e c c t t r r a a
deviasi. Berikut merupakan hasil perhitungan standar deviasi pada data pengukuran SUHU PERMUKAAN LAUT di lapangan dan data SUHU PERMUKAAN LAUT hasil pengolahan citra: Standar Deviasi SUHU PERMUKAAN LAUT Pengukuran
2
2 x
= 28.98°C ] = 12.47958333°C n = 24 Σ [(x – x )
2 x x
Σ ( − )
Std. Dev = = 0,73661°C
ukur n
( − 1 )
Standar Deviasi SUHU PERMUKAAN LAUT Pengolahan Citra
2
2 x x
= 29.03°C ) ] = 8.058133333°C n = 24 Σ [(x –
2 x x
Σ ( − )
Std. Dev = = 0,59191°C
citra n
( − 1 )
Hasil perhitungan Standar Deviasi dari data hasil pengukuran SUHU PERMUKAAN LAUT di lapangan sebesar 0.73661°C, sedangkan Standar Deviasi dari data hasil pengolahan SUHU PERMUKAAN LAUT pada citra sebesar 0.59191°C. Hal ini menyatakan bahwa data sebaran suhu permukaan laut hasil pengolahan citra satelit NOAA-AVHRR mempunyai dispersi yang lebih kecil dibandingkan dengan data ukuran di lapangan,
Fenomena upwelling/front di daerah tropis terjadi pada kisaran suhu antara 28ºC sampai 31ºC, namun suhu permukaan air bisa turun sampai 25ºC. Ini disebabkan air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke atas (Nontji, 1987).
Berdasarkan batas wilayah yang telah ditentukan, hanya citra NOAA- AVHRR pada hari ketiga yang menunjukkan adanya nilai suhu permukaan laut. Fenomena upwelling/front dapat diprediksi berdasarkan adanya kenampakan gradien suhu atau suhu dalam bentuk kontur yang rapat dibandingkan daerah sekitarnya dengan kisaran suhu minimal 0.5°C dalam kisaran jarak maksimal 3 km
Fenomena upwelling/front yang terjadi pada suatu wilayah perairan menunjukkan adanya tempat tumbuh dan berkembangnya plankton sebagai makanan ikan yang secara tidak langsung juga merupakan berkumpulnya banyak ikan. Berikut merupakan daerah prediksi terjadinya fenomena
upwelling/front pada citra di hari keempat penelitian sesuai dengan batas
wilayah yang telah ditentukan.Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono Gambar 1. Prediksi Daerah Upwelling/Front Gambar 2. Peta Daerah Potensi Penangkapan Ikan
Nomor 19 Volume X Januari 2012: 69-79 S S p p e e c c t t r r a a KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pengamatan suhu permukaan laut dapat diergunakan untuk mendeteksi terjadinya fenomena upwelling/front yang menunjukkan adanya tempat tumbuh dan berkembangnya plankton sebagai makanan ikan, yang secara tidak langsung juga merupakan berkumpulnya banyak ikan.
2. Berdasarkan analisa citra terdapat empat daerah potensi penangkapan ikan, yaitu: pertama 114°07’47.06”BT, 7°28’51.09”S; kedua 114°12’07.87”BT, 7°29’14.01”S; ketiga 114°14’53.89”BT, 7°26’18.40”S; dan keempat 114°15’05.66”BT, 7°30’24.86”S.
Saran
Adanya parameter tambahan yang digunakan sebagai penentuan daerah potensi penangkapan ikan, seperti data kandungan khlorofil-a, salinitas, arus, dan parameter oceaongrafi lainnya, akan sangat membantu dalam penentuan daerah potensi penangkapan ikan secara khusus dan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, O.B., Brown, J.W. dan Evans, R.H. 1985. Calibration Ad-vanced Very High
Resolution Radi-ometer Infrared Observation. Journal of Geophysical Research 90(C6): 11667-11677.
Butler, M.J.A., M. C. Mouchot, V. Barole dan C. Le Blanc. 1988. The Aplication of
Remote sensing Technology to Marine Fisheries: An Introductory Manual.
FAO Fisheries Technical Paper No. 299. Roma. Hariyanto, Teguh, 1998. Research on Quatity Information of SPOT–Image to
Production Topographic Map in Scale 1 : 50.000. Report I, The Young
Academic Program, Bath II, Directorate General of Higher Education, Ministry of Education and Culture, Germany. Harsanugraha W. K. dan Tjinda, F. 1989. The APOLLO Scheme and Its Prospects
Aplication in Indonesia. Report of Training Program at the DLR. Germany.
Lilesand, T. M. dan R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.Alih Bahasa: Dulbahri, dkk. Yogyakarta: Penerbit Gadjahmada University Press. 740 hal. Lynch, M.I., Prata, A. J., dan Hunter, J.R. 1986. Sea Surface Temperature
Anomalies of the North Wesat Shelf of Western Australia. Proceeding 1st
Australia AVHRR Conference. Ert, Western Australia.McClain, E. P., Pichel, W. G., Walton, C. C., Ahmad, Z., dan Sulton. J. 1983. Multi- channel Improvements to Satelite-Derived Global Sea Surface Temperatures.
Advanced Space Resources 2(6): 43-47. McClain, E. P. 1981. Suhu Permukaan Laut: Window and Triple: Window Sea
Surface Temperature Determinations from Satelit Measurenments. Mini-
Citra NOAA-AVHRR dalam Prediksi Daerah Potensi I kan Agus Darpono
Simposium on Application of Aerospace Remote Sensing in Marine Research. October 6-10. Woods-Hole, Mass. McMillin, L. M. 1975. Estimation Of Sea Surface Temeprature from Two Infrared
Window Measurements with Absorption. Jounal of Geo. Resources, 80: 5513 – 5517.
Nontji, Anugerah. 2008. Laut Nusantara. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Cetakan Kedua. Jakarta: LIPI Press. _____________. 2008. Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta: LIPI Press.
Pellegrini, J.J. dan Penrose, I.D. 1986. Comparison of Ship Based Satelite AVHRR
Estimates of Sea Surface Temperature. Proceeding 1st Australia AVHRR
Conference. Perth, Australia.Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.