ANALISIS SWOT PENEGAKAN HAM DI INDONESIA

ANALISIS SWOT
PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
HAK ASASI MANUSIA
Dosen :

Dr. Hj. Rabiatul Adawiah, M.Si
Reja Fahlevi, S.Pd, M.Pd

OLEH :

ANDYA AGISA
[1610112220003]

FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
1


ANALISIS SWOT
PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati,
universal dan abadi sebagai anugerah tuhan yang maha esa meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak
kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Dalam perjalanan kehidupan manusia,
hak asasi manusia digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu:
 Hak asasi pribadi (Personal Rights)
 Hak asasi politik (Political Rights)
 Hak asasi hukum (Rights of Legal Equality)
 Hak asasi ekonomi (Property Rights)
 Hak asasi peradilan (Procedural Rights)
 Hak asasi sosial budaya (Social-Culture Rights)
Sejak bulan januari tahun 1999, perhatian terhadap hak asasi manusia (HAM) dan penegakan hukumnya
di Indonesia menunjukkan arah peningkatan yang menggembirakan. HAM telah dinyatakan sebagai salah satu
kebutuhan yang mendasar dalam konsep pembangunan kemanusian terhadap seluruh masyarakat. Saat ini HAM
merupakan permasalahan yang hangat dalam tingkatan nasional suatu Negara maupun internasional. HAM
bukan lagi dianggap sebagai masalah domestik atau dalam negeri tetapi HAM sudah menjadi permasalahan
yang bersifat universal dan masyarakat internasional.
Sebagai negara yang memiliki bangsa Bhineka Tunggal Ika yaitu bangsa yang multicultural atau

memiliki suatu keberagaman atau kemajemukan yang menyebar di seluruh negeri, penegakkan HAM
merupakan salah satu cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia. Seperti yang kita ketahui, masyarakat yang
tinggal di wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang bermacam-macam. Hal ini berarti memiliki hak-hak
yang tidak dapat disamakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Namun secara umum,
hak-hak asasi warga negara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi enam seperti yang dipaparkan diatas. Oleh
karena itu, demi menegakkan hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga negara Indonesia, pemerintah perlu
melakukan beberapa upaya guna menjaga dan melindungi hak asasi warga negaranya sebagai salah satu bentuk
penerapan tujuan pemerintah yang berdaulat ke dalam dan ke luar. Untuk memaksimalkan upaya penegakan
HAM, perlu dilakukan analisis mengenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancamannya.

2

 Kekuatan (Strengths)
a) Adanya Undang-undang (kontitusi) yang mengatur mengenai HAM, yakni Undang- undang
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998, Undang-Undang No. 39
Tahun 1999, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014, dan UUD
1945 Pasal 27 – 34.
Konstitusi atau UUD adalah hukum tertinggi (supreme law) yang memiliki posisi lebih tinggi dan
harus ditaati baik oleh rakyat maupun oleh alat-alat perlengkapan Negara. Maka dari itu fungsi
konstitusi disini ialah


sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga Negara Republik Indonesia.

Dalam fungsi ini bahwa konstitusi memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan hak-hak
kebebasan warga negara. Rumusan HAM ke dalam UUD 1945 Indonesia bukan semata-mata karena
kehendak untuk mengakomodasikan perkembangan pandangan mengenai HAM melainkan karena hal
itu merupakan salah satu syarat negara hukum. Dengan adanya rumusan HAM dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka secara konstitusional hak asasi setiap warga negara
dan penduduk Indonesia telah dijamin. Adapun pasal-passal yang mengatur tentang HAM yaitu UUD
1945 Pasal 28 A-J, Pasal 29, 31, 32, 33, 34 serta UU No. 39 Tahun 1999. Mengenai Hak Asasi
Manusia di Indonesia, Peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia juga harus
senantiasa mencerminkan adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dengan kata lain
tidak boleh bertentangan dengan HAM sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi (UUD 1945),
karena HAM ialah hak-hak yang melekat pada manusia yang tujuannya ialah memanusiakan manusia.
b) Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebagai upaya perlindungan
terhadap kasus pelanggaran HAM
Terjaminnya perlindungan akan HAM berkaitan erat dengan perlindungan hukum bagi rakyat sebab
pada dasarnya perlindungan hukum merupakan satu langkah konkret untuk menguatkan HAM dalam
hukum positif. Namun, perlindungan HAM tidak cukup dengan dibuatnya hukum normatif, tetapi juga
harus didukung dengan instrumen kelembagaan. Oleh karena itu, selain lembaga peradilan HAM,

diperlukan juga lembaga atau komisi khusus yang menangani masalah HAM.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri
di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan
kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalanpersoalan hak asasi manusia.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
3

Dalam perkembangannya, sejarah bangsa Indonesia terus mencatat berbagai bentuk penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabkan antara lain oleh warisan konsepsi tradisional
tentang hubungan feodalistik dan patriarkal antara pemerintah dengan rakyat, belum konsistennya
penjabaran sistem dan aparatur penegak hukum dengan norma-norma yang diletakkan para pendiri
negara dalam UUD 1945, belum tersosialisasikannya secara luas dan komprehensif instrumen hak asasi
manusia, dan belum kukuhnya masyarakat warga. Singkatnya, masih didapati adanya kondisi yang
belum cukup kondusif untuk perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia. Sebagai akibatnya, maka
telah menimbulkan berbagai perilaku yang tidak adil dan diskriminatif.
Menyikapi berbagai pelanggaran hak asasi manusia tersebut, maka guna menghindari korban
pelanggaran HAM yang lebih banyak dan untuk menciptakan kondisi yang kondusif, maka Majelis
Permusyawaratan Rakyat telah mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998. Dalam
Ketetapan tersebut disebutkan, antara lain menugasi lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh

aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak
asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Selain itu, dalam Ketetapan tersebut juga disebutkan bahwa
pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia
dilakukan oleh suatu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang.
Menindaklanjuti amanat Ketetapan MPR tersebut, maka pada tanggal 23 September 1999 telah
disahkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-undang
tersebut selain mengatur mengenai hak asasi manusia, juga mengenai kelembagaan Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan UU No 39 tahun 1999 pasal 1 (7) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang
selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi hak asasi manusia. Lembaga ini dibentuk sebagai perlindungan terhadap hak hak asasi dari
pelanggaran HAM.
Tujuan Komnas HAM ialah, mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia dengan pancaila, UUD 1945 dan piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM dan
meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Tujuan
Komnas HAM yang dibentuk oleh pemerintah semata mata demi melindungi warganya untuk
mendapatkan hak sebagai manusia seutuhnya.


4

c) Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan
Dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan komisi
ini adalah upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Tujuan dibentuknya komisi ini adalah:
-

Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.

-

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.

-

Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
dan hak asasi perempuan.

d) Lembaga Bantuan Hukum

Lembaga Bantuan Hukum ini bersifat membela kepentingan masyarakat tanpa memandang latar
belakang suku, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, harta kekayaan, agama, atau
kelompok orang yang membelanya. Tujuan lembaga ini adalah mencegah adanya ledakan gejolak sosial
dan keresahan masyarakat.
e) Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia
Komisi ini merupakan lembaga yang bergerak dibidang perlindungan anak. Melalui lembaga ini
diharapkan hak-hak anak Indonesia dapat dilindungi. Dengan adanya komisi ini diharapkan hak-hak
anak tidak lagi dilanggar oleh para orangtua yang tidak bertanggung jawab atau pihak manapun.
Menegakkan HAM bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung jawab
semua warga negara Indonesia pada umumnya. Semua masyarakat Indonesia sangat diharapkan
keterlibatannya dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM.

5

 Kelemahan (weaknesses)
HAM merupakan kata universal yang tidak asing didengar oleh masyarakat global, bisa dibilang HAM
merupakan salah satu jalan bagi manusia untuk mendapat keadilan serta keamanan, dari suatu keadaan
terancam maupun yang merasa dirinya diperlakukan sewenang-wenang atau merasa ditindas oleh
manusia lain. Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan.
HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat

(Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti
pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Sebagai salah satu negara yang menganut asas demokrasi yaitu asas yang mengutamakan kepentingan
dan suara rakyat sudah sepatutnya HAM pun dijunjung tinggi oleh Negara yang menganut asas demokrasi.
Tetapi, nyatanya banyak potret suram yang terjadi di bumi pertiwi ini yang seakan-akan menunjukan
penegakan HAM belum sepenuhnya didapat seseorang secara merata.
Banyak kasus-kasus yang terjadi yang menggambarkan bagaimana lemahnya penegakan HAM di
Indonesia, kebanyakan masyarakat Indonesia pun kecewa apabila melihat kembali review kasus-kasus
pelanggaran HAM. Hal ini dapt disebabkan oleh Aparat Hukum maupun KOMNAS HAM di negara ini
seolah-olah menutup mata dan telinga mereka, dan tidak mengusut tuntas kasus tersebut.
Kasus yang menunjukan bagaimana pelanggaran HAM terjadi salah satunya ialah kasus pembunuhan
Munir. Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasuskasus pelanggaran HAM. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus
pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada tanggal 7
September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju
Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir
meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya
bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya pada saat ia
berada di dalam pesawat.
Kasus munir pun sampai sekarang masih menjadi misteri, namun sayangnya kasus ini tidak diusut
sampai tuntas, dan tenggelam begitu saja. Diperlukan penegakan HAM yang kuat bukan saja melalui

undang-undang

tetapi

juga

menegakan

prinsip

supremasi

hukum,

transparansi,

akuntabilitas,

profesionalisme serta prinsip musyawarah dan mufakat. Demikian potret kelemahan HAM di Indonesia,
masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi, di Indonesia, harapannya ialah semoga tidak

ditemui lagi kejahatan kemanusiaan yang telah merusak hak- hak hidup masyarakat.
Adapun apabila ditinjau lagi gambaran mengenai lemahnya penegakkan HAM di Indonesia selain kasus
HAM diatas ialah sebagai berikut.
6

-

Korupsi dan kemiskinan rakyat serta terbengkalainya kesejahteraan rakyat kalangan bawah
Salah satu gambaran mengapa lemahnya penegakan HAM di Indonesia ialah Korupsi, dimana hal ini
hanya dilakukan oleh kalangan elit politik yang memiliki kekuasaan dan kepintaran, yang menjadi
lemahnya penegakan HAM ialah kurang tegasnya penyelesaian kasus oleh aparat hukum yang terlalu
bertele-tele dan lemahnya hukuman bagi para koruptor. hal ini pun berdampak pada rakyat, dimana ada
hak rakyat yang aturannya mensejahterakan rakyat tetapi malah direnggut oleh penguasa.

-

Sistem peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) atas dasar UU Nomor 26 tahun 2000 mengandung
banyak kelemahan.
Ada kekhawatiran hasil peradilan atas pelanggaran HAM dengan menggunakan undang-undang ini
tidak sesuai harapan. Kelemahan undang-undang tersebut, menurut Muladi, karena meskipun UU

tersebut banyak mengadopsi norma-norma hukum internasional, seperti International Crime Court
(ICC), hanya mengambil sebagian. Pengambilannya juga tidak sistematis dan banyak menghilangkan
hal-hal yang penting. Hal-hal penting yang tidak terambil seperti tidak masuknya kejahatan perang,
perlindungan saksi yang tidak maksimal, dan hukum acaranya yang masih menggunakan hukum acara
KUHP. Selain itu, UU No. 26 tahun 2000 tidak secara tuntas memperhitungkan konsekuensi
penyesuaian jenis-jenis tindak pidana yang diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 dengan Statuta
Roma. Selain tidak lengkapnya pengambilan dokumen internasional, beberapa penerjemahan dari adopsi
hukum internasional itu juga keliru. (Pakar hukum pidana, Muladi SH).

-

Terjadi terorisme di Indonesia
Contohnya saja terjadi pengeboman di Bali pada tahun 2002 dan di Jakarta pada tahun 2004, hal ini
juga mampu menggambarkan lemahnya penanganan aksi terror di Indonesia sehingga mampu
merenggut hak hidup banyak orang terutama rakyat Indonesia bahkan termasuk juga warga Negara
asing.

-

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang serta kejahatan yang marak terjadi
Pentingnya suatu pendidikan adalah agar generasi penerus bangsa Indonesia tidak terjerumus
kedalam hal-hal yang negatif yang mampu merusak generasi penerus bangsa seperti narkoba dan
nakotika. Hal inipun dapat disebabkan karena faktor kesenjangan sosial dan lemahnya pendidikan yang
tidak tersebar secara merata seluruh Indonesia. Kemiskinan, hal inilah yang mampu menyebabkan
tindak kejahatan juga marak terjadi sebab, kurang terpenuhinya hak hak rakyat oleh Negara. Maka dari
itu seharusnya Negara menjamin mutu kehidupan seluruh rakyat Indonesia secara merata.

-

Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan.
Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga kerukunan berbangsa dan bernegara
diperlukan: 1) adanya personil pemerintahan yang berkualitas, 2) aparat pemerintah yang bermodal dan
7

bertanggung jawab; 3) terbangunnya publik opini yang sehat atau tersedia sumber informasi yang jelas,
4) terbangunnya suatu kelompok pers yang berani dan bebas dalam koridor menjaga keutuhan bangsa
dan negara, 5) adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM, 6) tersedianya "bantuan hukum"
(legal-aid) di mana-mana, 7) terbentuknya jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa
sehingga bersinergi.
-

Campur Tangan Politik.Kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat karena adanya
campur tangan politik didalamnya.

-

Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan
kepentingan rakyat.

-

Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak
hukum dalam menegakan hukum.

-

Hukum HAM sifatnya internasional, maka apabila di suatu wilayah melarang hal terlarang, tapi
di wilayah lain memperbolehkan maka hal tersebut masih di halalkan oleh hukum HAM

8

 Peluang (opportunities)
a) Penegakan HAM di Indonesia diatur dalam peraturan tertulis yaitu Undang-Undang
Kelebihan pengaturan HAM dalam perundang-undangan tertulis memberikan jaminan kepastian
hukum yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti
dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses amandemen dan referendum. Adapun
kelemahanya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi Republik Indonesia yang masih bersifat global. Sementara itu
bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hukum bagi
pelanggarnya.
b) Penegakan HAM Melalui Proses Pendidikan
Penegakan hak asasi manusia juga dapat dilakukan melalui proses pendidikan, baik itu dalam
pendidikan formal, informal, maupun non formal. Proses penegakan yang dilakukan melalui proses
pendidikan merupakan penanaman konsep tentang HAM itu sendiri kepada peserta didik yang ikut di
dalam proses pendidikan.
Jika penegakan itu dilakukan dalam pendidikan formal yaitu sekolah, penegakan HAM tentang
penanaman konsep HAM kepada peserta didik dapat dilakukan melalui tujuan dari mata pelajaran PPKn
dan agama. Harapannya, melalui penanaman konsep HAM melalui pendidikan, peserta didik dapat
melakukan penegakan HAM secara sederhana misalnya dengan melakukan penerapan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat. Didalam pemeblajaran PPKn sendiri didalamnya terdapat materi mengenai
HAM apabila kita memebrikan suatu pengetahuan menganai HAM tersebut maka para generasi muda
akan mengetahu bagaimana penegakkan HAM yang benar, maka merak pun akan menjadi penerus
bangsa yang mampu menjunjung tinggi nilai nilai keadilah khusunya terhadap HAM.
c) Warga negara bisa terlibat dalam hal-hal tertentu seperti pembuatan keputusan-keputusan
politik, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih.
Indonesia memiliki sistem pemerintahan Demokrasi dimana kekuasaan tertinggi ada pada rakyat,
adapun rakyat mendapatkan haknya yaitu mengeluarkan suara nya maupun aspirasinya misalnya saja
seperti pemilihan umum presiden maupun gubernur, sehingga rakyat mampu menyalurkan aspirasinya
melalu wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat.
d) Warga negara memiliki kebebasan atau kemerdekaan menyangkut hak-hak kebebasan yang telah
mencakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik,ekonomi,kesetaraan di depan hokum dan
pemerintahan,ekspresi kebudayaan,dan hak pribadi).
e) Masyarakat yang telah memenuhi syarat tertentu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam
pemilihan pemerintahan (pemilu). Penduduk memilih secara rahasia tanpa ada unsure paksaan.
f) Pengambilan keputusan di lakukan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
g) Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan
9

 Ancaman (threats)
Hak Asasi Manusia (Masih) Berada di Bawah Ancaman, Pemerintah belum sepenuhnya
menjalankan janji dan komitmen hak asasi
Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak memperlihatkan diri sebagai penjaga
komitmen hak asasi, yang dia nyatakan sendiri dalam berbagai dokumen resmi pemerintahan, maupun
forum-forum baik nasional atau internasional. Dalam beberapa kesempatan, keputusan-keputusan
Pemerintah bahkan muncul dari tekanan kelompok intoleran, baik yang berlatar agama, maupun ultranasionalis kanan, yang cenderung represif terhadap berbagai bentuk ekspresi kelompok rentan. Mulai dari
tekanan terhadap kelompok LGBT, Syiah, Ahmadiyah, korban peristiwa 1965, pelaku kebudayaan, hingga
represi dalam bentuk kriminalisasi terhadap kritik publik. Setahun terakhir, Pemerintah justru membiarkan
aparat penegak hukum berjalan di bawah kendali kepentingan kelompok intoleran. Penggunaan pasal-pasal
kriminalisasi seperti pencemaran nama baik, penistaan agama, dan makar masih menjadi pemandangan yang
menghiasi perjalanan tahun 2016.
Sejumlah bentuk ancaman terhadap hak asasi manusia yang tergambar dalam setahun terakhir
setidaknya terekam dalam beberapa uraian singkat berikut:
Pertama, akhir tahun 2016 ditutup dengan kegagalan Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan
kenyamanan dan keamanan dalam penikmatan hak atas kebebasan berekspresi online. Revisi UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang diharapkan dapat menjamin perlindungan
kebebasan berpendapat dan berekspresi, justru masih menyisakan sejumlah potensi pelanggaran HAM.
Selain masih memberikan legitimasi bagi tindak pidana penghinaan online, UU ini juga memberikan
kekuasaan absolut bagi pemerintah untuk melakukan tindakan pemblokiran terhadap konten internet yang
dinilai melanggar hukum. Tanpa diberikan cakupan ruang lingkup dan aturan prosedur yang memadai.
Rumusan yang demikian tentu potensial akan menghambat penikmatan hak warga atas informasi, termasuk
kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan gagasan.
Kedua, kasus penangkapan sejumlah orang dengan tuduhan makar yang terjadi menjelang akhir tahun,
juga memperlihatkan tidak hati-hatinya aparat penegak hukum dalam penerapan pasal tersebut. Situasi ini
terekam misalnya dari penangkapan ratusan aktivis hak-hak masyarakat Papua, yang pada 1 Desember 2016
merayakan aksi damai memperingati Hari Pembebasan Irian Barat, dan penangkapan sejumlah orang yang
diduga terlibat dalam aksi 2 Desember 2016. Penggunaan pasal ini tanpa adanya kejelasan unsur-unsur
dalam penerapannya, tentu akan sangat berbahaya bagi kelanjutan sistem demokrasi konstitusional, yang
pada intinya menekankan pada kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Ketiga, kasus intimidasi terhadap jurnalis juga masih terjadi di tahun 2016. Beberapa yang tercatat mulai
dari perampasan foto (Malang), pengusiran (Banceuy, Dogiyai), dan pelarangan liputan hingga
10

penganiayaan (Padang, Bulukumba, Lampung) terhadap jurnalis. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap
Deklarasi Windhoek 1991 dipertanyakan, mengingat intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis merupakan
pengabaian terhadap kemandirian dan keberagaman dalam jurnalisme. Perlindungan terhadap jurnalis
adalah fondasi penting dalam demokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan akses ke sumber informasi dan
menstimulasi analisis terhadap informasi dan keberagaman opini, terutama dalam masa-masa krisis (Frank
La Rue, 2012).
Keempat, pengangkatan Jenderal (Purn.) Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan adalah sebuah kemunduran terbesar di tahun 2016. Tahun 2003 Wiranto didakwa oleh Unit
Kejahatan Serius PBB telah bertanggungjawab terhadap pembantaian dan serangkaian persekusi di Timor
Leste. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyatakan dalam laporannya bahwa
Wiranto juga bertanggungjawab dalam Peristiwa Penembakan Mahasiswa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998
serta Kerusuhan Semanggi 1 dan Semanggi 2. Pengangkatan Wiranto adalah kekecewan terbesar bagi
masyarakat sipil karena keberadaannya dalam pemerintahan justru akan menghambat proses penyelesaian
kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, di mana dia sendiri diduga terlibat di dalamnya.
Keputusan Pemerintah dapat diartikan sebagai bentuk pelanggengan impunitas dan memberi preseden buruk
bagi usaha-usaha penciptaan perdamaian dan penegakan rule of law.
Kelima, pada medio 2016 pemerintah juga masih meneruskan praktik kejam eksekusi terpidana mati. 4
orang terpidana mati kasus narkotika tercatat dieksekusi pada 29 Juli 2016, padahal ketiga dari mereka
masih memiliki hak mengajukan grasi yang belum diputuskan ketika mereka dieksekusi. Pada hari yang
sama pihak berwenang Indonesia juga memberikan penundaan eksekusi mati di saat-saat akhir kepada 10
terpidana mati, agar pemerintah bisa meninjau kembali kasus-kasus mereka setelah menerima tekanan
protes dari komunitas nasional dan internasional. Selain tidak manusiawi, praktik ini juga sangat tidak
sejalan dengan rapuhnya sistem peradilan pidana Indonesia, yang sangat terbuka peluang kesalahan
penghukuman. Dalam banyak kasus, kesalahan penghukuman (wrongful conviction) menjadi sesuatu yang
seringkali tak-terhindarkan dalam praktik hukum pidana.

11

REFERENSI
Kurniawan Kunto Yuliarso dan Nunung Prajarto. (2005). Fakultas Ilmu Sosial Politik
Universitas Gajah Mada . “Hak Asasi Manusia (HAM) Di Indonesia Menuju
Democratic Governances”. Jurnal Ilmu Sosial Politik, Vol.8 No.3
Maret 2005:

291-308.

Iza Fadri. (2011). Universitas Nasional Jakarta. “HAM dan Polri Dalam Penegakan Hukum Di
Indonesia”. Jurnal Hak Asasi Manusia, Volume VII No. 1 Tahun 2011,
ISSN

1693-3559.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (2016). KOMNAS HAM. “Jurnal HAM”. Jurnal HAM .
Vol. XII . Tahun 2016.
http://www.ilmusaudara.com/2016/05/pengertian-ham-jenis-jenis-ham-dan.html -Diakses pada
tanggal 24 Oktober 2017.
https://rumahpkn.wordpress.com/2011/01/21/170/ - Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017.
https://lathifahirbah.wordpress.com/2013/10/07/artikel-komnas-ham/ - Diakses pada tanggal 24
Oktober 2017.

12