PKM UPAYA PENGGUNAAN BUAH SAWO SEBAGAI

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

UPAYA PENGGUNAAN SAWO SEBAGAI BAHAN BAKU
PEMBUATAN ETANOL

BIDANG KEGIATAN:
PKM-Gagasan Tertulis

Disusun Oleh:

Andre Prayoga (21030114120003)
Agung Dewantoro M (21030114130129)
Bagas Guntur (21030114120013)

UPAYA PENGGUNAAN BUAH SAWO SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM
PEMBUATAN BIOETHANOL

Andre Prayoga, Agung Dewantoro, Bagas Guntur
Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro
JL. Prof. H. Soedarto, SH, Kampus Tembalang Semarang-50239 , Jawa Tengah
Telp. : 024-716600320 Fax : 024-716600320 Email: rector@undip.ac.id

Website: http://www.undip.ac.id

RINGKASAN
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH)
dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol
lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari
bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi
jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan
dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah
yang mengandung gula seperti tebu,nira,buah mangga, nanas, pepaya,
anggur,lengkeng,dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan
jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol.
Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat
hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman tersebut
merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber
bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut,
ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat
memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai
bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan


ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan
saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi
biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya
bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH)
dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C 2H5OH. Secara umum Ethanol
lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari
bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi
jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan
dengan nama Bioethanol.
Selain sumber karbohidrat diatas, buah sawo pun juga memiliki
kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan Bioethanol. Menurut Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI (1972), tiap 100 gr buah sawo segar mengandung 22,4 gram
karbohidrat sederhana yang dapat diolah menjadi Bioethanol.
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai
tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu
(sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) dan buah-buahan (seperti buah

sawo yang kami gunakan) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn),
singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan bakunya. Karena
sawo sudah mengandung glukosa sederhana, maka tidak perlu melalui proses
hidrolisis

Dengan kadar gula sederhana yang berkisar antara 16% - 20%, sawo dapat
langsung di fermentasi. Pada proses fermentasi adalah mencampurkan ragi
(yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah
tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama
kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses
membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba
lainnya. Dengan kata lain,dari persiapan baku, hingga fermentasi harus pada
kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan
etanol/alkohol dan CO2.

TUJUAN DAN MANFAAT
1. Meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil dengan bahan bakar
terbarukan
2. Meningkatkan nilai jual buah sawo

3. Mengoptimalkan pemanfaatan buah sawo dalam bidang energi

GAGASAN
Kondisi Kekinian
Seiring dengan berkembangnya zaman, penggunan bahan bakar fosil
semakin lama semakin meningkat. Namun, hal ini tidak sebanding dengan
ketersediaan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin terbatas. Bahan bakar
fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui sehingga diperlukan
bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan atau mengurangi penggunaan
bahan bakar fosil.
Bahan bakar alternatif tersebut dapat dibuat dari sumber daya hayati yang
mengandung glukosa. Glukosa terdapat dalam beberapa buah buahan serta
sayur sayuran, diantaranya adalah buah sawo. Glukosa sederhana yang terdapat
pada buah sawo dapat diolah menjadi bioetanol tanpa melalui proses hidrolisis
sehingga memudahkan pembuatan bahan bakar alternatif ini. Produksi buah
sawo yang tidak mengenal musim pun membuat ketersediaan buah sawo secara
terus menerus sepanjang tahun. Sedangkan pemanfaatan buah sawo yang belum
berkembang menjadi salah satu penyebab melimpahnya buah sawo di kalangan
masyarakat.


Solusi yang Pernah Dilakukan
Dalam upaya meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil yang
kebutuhannya semakin banyak, telah banyak cara yang telah dilakukan,
terutama dalam bidang Bioethanol itu sendiri. Seperti pembuatan Bioethanol
dari singkong, kacang kedelai, jerami, sagu, jagung yang melalui tahap
hidrolisis sebelum fermentasi, atau dari tetes gula tebu dan buah-buahan lainnya
yang langsung melalui tahap fermentasi.

Seiring berjalannya waktu, stok bahan baku yang telah digunakanpun
belum bisa sepenuhnya meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil. Maka dari
itu kami mengajukan bahan baku baru yang mudah didapat dan efisien, yaitu
sawo.
Kehandalan Gagasan
Buah sawo merupakan buah dengan karbohidrat cukup tinggi yang tidak
kalah dengan buah-buahan lain. Buah sawo belum terjamah kebermanfaatannya
secara menyeluruh. Dengan kandungan karbohidratnya, buah sawo dapat
dikonversi menjadi Bioethanol seperti buah dengan karbohidrat tinggi pada
umumnya.
Kehandalan gagasan ini adalah yaitu dengan buah sawo itu sendiri.
Dimana buah sawo yang melimpah di masyarakat serta kebermanfaatannya

yang sedikit sekali, ternyata dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan
Bioethanol.
Strategi Penerapan
I. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai
tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu
(sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung
seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum)
disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis
bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku buah sawo.
Sawo dibersihkan dan dihancurkan untuk memecahkan agar bisa berinteraksi
dengan air secara baik.

II. Fermentasi
Buah sawo memiliki kadar gula berkisar antara 16 hingga 20 %. Tahapan
selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut
dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu
optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari
(fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar
bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari

persiapan baku, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan.
Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar
rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol
max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat
racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.

Fermentasi bahan baku

bioethanol

III. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi,
pada suhu 720 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan
menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap
ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga
terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan
bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam
pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik

penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan
ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan
peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20
s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan
mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.
IV. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan
bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,20 %
atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses
dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain :

1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping
2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit
Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,20 % sehingga dapat

dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan
sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada
proses pemurnian ini disebut Dehidrator.

Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional

Penyulingan (distilasi) ethanol menggunakan distillator model kolom reflux

Cairan ethanol dari proses distilasi

Pengukuran kadar ethanol (alkohol)

1. Meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil dengan bahan bakar
terbarukan
2. Meningkatkan nilai jual buah sawo
3. Mengoptimalkan pemanfaatan buah sawo dalam bidang energi

Kesimpulan
1. Buah sawo (Manilkara zapota) merupakan buah yang dapat dijadikan
bahan bakar alternatif sebagai pengganti bahan bakar sekarang yang

semakin langka ketersediannya. Buah sawo merupakan buah yang
banyak mengandung glukosa terutama pada air sari buahnya. Kandungan
glukosa tersebut dapat diolah menjadi bioethanol melalui proses
fermentasi. Zat ethanol inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai campuran
bensin dan kemudian dapat dijadikan bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar utama yang semakin sulit untuk didapatkan.

2. Dengan diolah menjadi bioethanol, maka nilai jual harga buah sawo
menjadi meningkat. Karena nilai jual ethanol lebih tinggi daripada buah
sawo tanpa olahan tertentu.
3. Dalam proses implementasi pembuatan bioetanol dari buah sawo ini,
dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar dapat digunakan
teruskedepannya. Langkah strategis yang dilakukan adalah dengan
melakukan kerjasama dengan lembaga riset dan penelitian, industri
bioetanol kecil dan menengah, serta industri bahan kimia, pupuk, dan
petani buah sawo sebagai penyedia bahan baku. Selain itu diperlukan
juga

kerjasama


dari

pemerintah

dan

kementerian

terkait

agar

mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan penggunaan bahan bakar,
serta lembaga sosial dan media massa untuk melakukan sosialisasi
penggunaan bioetanol kepada masyarakat. Namun yang paling penting
dari implementasi gagasan ini adalah kesediaan masyarakat Indonesia
dalam penggunaan bahan bakar nabati (bioetanol).

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18