HUKUM DAN EKONOMI EKONOMI KONSTITUSI
HAKIKAT MENGUASAI
NEGARA
Purnawan D. Negara
1
Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan:
“Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”
2
Hakikat
“menguasai” oleh negara bukanlah
berarti “memiliki”
namun
mengandung keawajiban di bidang
hukum publik untuk: mengatur,
menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan, pemeliharaan, dan
menentukan hak-hak yang dapat dipunyai di
atasnya, serta menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum atasnya.
3
Jadi,
hak itu memberikan otoritas dan
legitimasi untuk menguasai dan
memanfaatkan SDA
4
Telah
terjadi interpretasi sempit dan
tunggal atas terminologi “negara
(state)”, di mana negara sematamata diinterpretasikan sebagai
“pemerintah” saja, bukan:
“pemerintah dan
rakyat”
Padahal
pengertian negara
mempunyai 4 komponen pokok,
yaitu:
- wilayah (territory),
- rakyat (people),
- pemerintah (government) serta
- kedaulatan (souvereignity).
Implikasi
dan manipulasi interprestasi
pengertian negara yang seperti itu
adalah diciptakannya relasi yang
bercorak:
super-subordinasi
Negara
dipandang sebagai atasan dan
rakyat bawahan, di mana rakyat sebagai
bawahan harus TUNDUK pada atasan
Gambaran
itu tercermin dari pilihan
paradigma pembangunan yang
digunakan, yaitu pembangunan yang
berbasis pemerintah bukan negara
Akibatnya untuk mendukung dan mengamankan
paradigma pembangunan tersebut, oleh pemerintah
diciptakanlah instrumen hukum yang bukan
bermakna hukum negara (state law) tetapi hukum
pemerintah (government law) yang lebih
merupakan hukum birokrasi (bureaucratic law),
sebagaimana yang diungkapkan oleh Unger dalam
bukunyaLaw in Modern Society: Toward
Criticism Social Theory :
”Bureaucratic law consist of explicit rules established
and enforced by an identifiable government…….The
reason for calling this type of law bureaucratic is
that it belongs peculiarly to the province of
centralized rulers and their specialized staffs. It is a
law deliberately imposed by government rather than
spontaneously produced by society”
Hukum
Birokrasi bercorak Represif
Ciri
Hukum represif antara lain:
1 Hak-hak masyarakat dirumuskan
secara ambiguitas (ambiguity),
disatu sisi diakui keberadaannya,
tetapi di sisi lain dibatasi secara
mutlak dan bahkan secara eksplisit
diabaikan keberadaannya
2.Dicantumkan stigma-stigma
kriminologis untuk menggusur
keberadaan hak-hak masyarakat atas
sumberdaya alam, dengan predikat
perambah hutan, penjarah hasil
hutan, peladang liar, penambangan
tanpa ijin, perumput liar, perusak
hutan dan lain-lain;
3.Menonjolkan pengaturan sanksisanksi pidana bagi masyarakat yang
melanggar norma hukum, tetapi
tidak berlaku bagi aparat pemerintah
yang tidak melakukan kewajibankewajibannya; dan
4.Mengedepankan penampilan
petugas-petugas hukum (legal
aparatus) dengan pendekatan
sekuriti (security approach).
Implikasi
yang muncul kemudian dari hukum
represif adalah di satu sisi terjadi proses
viktimisasi dan dehumanisasi
masyarakat lokal, munculnya kelompokkelompok masyarakat yang tergusur,
terabaikan, atau termajinalisasi sebagai
korban-korban dari kebijakan pembangunan,
dan di sisi lain terjadi kerusakan sumber
daya alam dan pencemaran lingkungan
hidup
NEGARA
Purnawan D. Negara
1
Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan:
“Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”
2
Hakikat
“menguasai” oleh negara bukanlah
berarti “memiliki”
namun
mengandung keawajiban di bidang
hukum publik untuk: mengatur,
menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan, pemeliharaan, dan
menentukan hak-hak yang dapat dipunyai di
atasnya, serta menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum atasnya.
3
Jadi,
hak itu memberikan otoritas dan
legitimasi untuk menguasai dan
memanfaatkan SDA
4
Telah
terjadi interpretasi sempit dan
tunggal atas terminologi “negara
(state)”, di mana negara sematamata diinterpretasikan sebagai
“pemerintah” saja, bukan:
“pemerintah dan
rakyat”
Padahal
pengertian negara
mempunyai 4 komponen pokok,
yaitu:
- wilayah (territory),
- rakyat (people),
- pemerintah (government) serta
- kedaulatan (souvereignity).
Implikasi
dan manipulasi interprestasi
pengertian negara yang seperti itu
adalah diciptakannya relasi yang
bercorak:
super-subordinasi
Negara
dipandang sebagai atasan dan
rakyat bawahan, di mana rakyat sebagai
bawahan harus TUNDUK pada atasan
Gambaran
itu tercermin dari pilihan
paradigma pembangunan yang
digunakan, yaitu pembangunan yang
berbasis pemerintah bukan negara
Akibatnya untuk mendukung dan mengamankan
paradigma pembangunan tersebut, oleh pemerintah
diciptakanlah instrumen hukum yang bukan
bermakna hukum negara (state law) tetapi hukum
pemerintah (government law) yang lebih
merupakan hukum birokrasi (bureaucratic law),
sebagaimana yang diungkapkan oleh Unger dalam
bukunyaLaw in Modern Society: Toward
Criticism Social Theory :
”Bureaucratic law consist of explicit rules established
and enforced by an identifiable government…….The
reason for calling this type of law bureaucratic is
that it belongs peculiarly to the province of
centralized rulers and their specialized staffs. It is a
law deliberately imposed by government rather than
spontaneously produced by society”
Hukum
Birokrasi bercorak Represif
Ciri
Hukum represif antara lain:
1 Hak-hak masyarakat dirumuskan
secara ambiguitas (ambiguity),
disatu sisi diakui keberadaannya,
tetapi di sisi lain dibatasi secara
mutlak dan bahkan secara eksplisit
diabaikan keberadaannya
2.Dicantumkan stigma-stigma
kriminologis untuk menggusur
keberadaan hak-hak masyarakat atas
sumberdaya alam, dengan predikat
perambah hutan, penjarah hasil
hutan, peladang liar, penambangan
tanpa ijin, perumput liar, perusak
hutan dan lain-lain;
3.Menonjolkan pengaturan sanksisanksi pidana bagi masyarakat yang
melanggar norma hukum, tetapi
tidak berlaku bagi aparat pemerintah
yang tidak melakukan kewajibankewajibannya; dan
4.Mengedepankan penampilan
petugas-petugas hukum (legal
aparatus) dengan pendekatan
sekuriti (security approach).
Implikasi
yang muncul kemudian dari hukum
represif adalah di satu sisi terjadi proses
viktimisasi dan dehumanisasi
masyarakat lokal, munculnya kelompokkelompok masyarakat yang tergusur,
terabaikan, atau termajinalisasi sebagai
korban-korban dari kebijakan pembangunan,
dan di sisi lain terjadi kerusakan sumber
daya alam dan pencemaran lingkungan
hidup