TEORI JARINGAN DAN KERJASAMA PERPUSTAKAA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka
Peneltian sebelumnya yang membahas mengenai kerjasama perpustakaan pernah
dilakakukan oleh Tahira Anggia (2011) yang berjudul “Proses Kerjasama
Perpustakaan: Studi Kasus di Jaringan Pustaka Bersama”.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggia metode yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dan bentuk penelitian ini adalah studi kasus,
penelitian ini membahas lebih dalam bagaimana proses kerjasama di dalam
jaringan Pustaka Bersama.

Dalam penelitiannya, Anggia berpendapat bahwa

dalam jaringan Pustaka Bersama terdapat beberapa permasalahan utama yang
dibagi menjadi dua permasalahan. Permasalahan pertama yang dihadapi adalah
ketiadaan dokumen perjanjian antar anggota jaringan kerjasama.

Kerjasama

tersebut dijalin hanya dengan rasa kepercayaan atar teman saja dan tidak ada

hukum yang mendasari kerjasama tersebut. Permasalahan yang kedua adalah
adanya perbedaan skala prioritas di antara anggota jaringan kerjasama. Hal ini
dapat dikatakan bahwa memicu ketiadaan tanggung jawab yang dibebankan untuk
anggota jaringan kerjasama. Namun, berdasarkan hasil penelitian ini mengatakan
kerjasama jaringan Pustaka Bersama berjalan dengan sukses karena telah melalui
lima tahapan pembentukan kerjasama yaitu, forming, storming, norming,
performing, dan adjourning

Anti Nurul Aini mahasiswi program studi Ilmu Perpustakaan Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia juga pernah melakukan
penelitian yang sejenis.

Judul penelitian Anti Nurul Aini adalah “Resource

Sharing dalam Jaringan Perpustakaan: Studi Kasus di Jaringan Perpustakaan
APTIK”. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Waktu
yang ditempuh oleh Aini untuk penelitian dibutuhkan sekitar tiga bulan, dimulai
dari Maret hingga Mei 2011. Berdasarkan paparan Aini, fokus dari penelitian
adalah manfaat resource sharing di dalam jaringan tersebut.


Ada beberapa

manfaat resource sharing yang dirasakan oleh Jaringan Perpustakaan APTIK yaitu
perpustakaan yang kurang terurus akan lebih bisa diperhatikan seperti contohnya
adalah terdapat beberapa perpustakaan kecil yang kurang diperhatikan oleh
pemimpinnya hingga kemudian perpustakaan tersebut dijadikan sebagai tuan
rumah Rapat Kerja Tahunan.
Pengambilan contoh penelitian yang sejenis dilakukan karena tema yang
hampir sama yaitu berhubungan dengan jaringan kerjsama perpustakaan serta
memberikan informasi tambahan terhadap penelitian ini. Walaupun topik dalam
penelitian ini hampir sama, tetap ada variabel-variabel yang membedakan seperti
subjek dan lokasi penelitian.
2.2. Kerangka Teori
2.2.1. Definisi Kerjasama Perpustakaan
Menurut Sulistyo-Basuki, (1996: 1) yang dimaksud kerjasama antar perpustakaan
adalah “kerjasama yang melibatkan dua perpustakaan atau lebih tanpa
mempersoalkan apakah kerjasama tersebut menggunakan teknologi informasi

telekomunikasi atau tidak”. Selanjutnya Sulistyo-Basuki (2002: 24) mengatakan
bahwa kerjasama perpsutakaan meliputi kolaborasi dan berbagi komitmet dan

fasilitas di antara institusi-institusi yang bekerjasama dan merupakan suatu
perkembangan yang logis, khususnya di dalam situasi genting yang sebagian
besar dirasakan oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Konsep kerjasama
perpustakaan itu sendiri adalah kumpulan beberapa perpustakaan untuk
memberikan jasa pelayanan kepada lembaga-lembaga yang berada di lingkungan
geografis tertentu yang didasari oleh hukum.
Disamping konsep kerjasama berkembang pula konsep jaringan (network)
dimana selain melibatkan perpustakaan juga melibatkan organisasi lain yang
berkecimpung dalam bidang bidang informasi seperti pusat informasi, pusat
dokumentasi, cllearing house, pusat rujukan, pusat analisa informasi dan lain-lain
(Sulistyo-Basuki, 1992).
Dalam

artikelnya,

Laksmi

(2006)

mengatakan


bahwa

jaringan

perpustakaan karena ada tiga alasan, yaitu ledakan informasi, perkembangan
teknologi yang cepar dan biaya yang efisien. Ketiga hal tersebut adalah alasan
yang paling mendasar. Adapun dilihat dari sisi perpustakaan ada alasan khusus
yaitu untuk meningkatkan hubungan antar perpustakaan dan untuk meningkatkan
kinerja profesionalisme perpustakaan.
Kerjasama perputakaan sudah menjadi hal yang wajar dan harus dilakukan
oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Kerjasama dijadikan instrumen
dalam kegiatan komunikasi informasi antar perpustakaan yang dilakukan secara

formal untuk melayani kebutuhan pemustaka.

Fungsi yang diberikan dari

kerjasama perpustakaan adalah untuk memberikan akses yang lebih luas terhadap
koleksi, memperbaiki pelayanan pengguna, meningkatkan aktivitas berbagi

sumber informasi, dan mengurangi adanya duplikasi koleksi di perpustakaanperpustakaan.
Suprihati (2004) menguraikan bahwa kerjasama perpustakaan dapat
dilakukan dengan beberapa hal yaitu: 1) Kerjasama dalam pengadaan koleksi baik
dengan penerbit, toko buku, dan perpustakaan lainnya; 2) Kerjasama dalam
pengolahan bahan pustaka; 3) Kerjasama layanan perpustakaan melalui sistem
layanan silang layan perpustakaan; 4) Kerjasama dalam hal promosi dan
publikasi.
Di dalam jaringan kerjasama perpustakaan, ada beberapa perpustakaan
yang saling berkomunikasi dan berkomitmen untuk bekerja bersama dalam
mewujudkan tujuan yang telah disepakati. Salah satu perpustakaan yang bisa
dikatakan paling kuat dari semua anggota jaringan kerjasama perpustakaan
dijadikan pusat jaringan.
2.2.2. Konsep Kerjasama dan Jaringan Perpustakaan
Konsep kerjasama dan jaringan perpustakaan timbul karena adanya kesepakatan
antara beberapa perpustakaan dalam menggunakan sumber informasi secara
bersama-sama (resource sharing).

Dalam pengertian kerjasama dan jaringan

perpustakaan, diantara kedua hal tersebut terdapat perbedaan. Seperti yang

diungkapkan oleh Miller (1973) mengenai kerjasama perpustakaan diartikan

sebagaimana kerjasama yang dilakukan oleh unit-unit perpustakaan atau unit yang
menangani informasi yang bergabung bersama karena masing-masing memiliki
sumber daya informasi yang sama atau berada pada wilayah yang sama atau
didasarkan pada kesamaan lain. Sedangkan jaringan perpustakaan adalah suatu
tatatan yang diciptakan oleh dua atau lebih perpustakaan agar kerjasama antar
perpustakaan dapat terselenggara. Dari pengertian yang diberikan oleh Miller,
didalam kerjasama perpustakaan harus ada jaringan yang menentukan bagaimana
sistem kerjasama itu akan dilaksanakan. Perpustakaan yang terlibat di dalam
jaringan akan saling berhubungan yang telah diatur dan disusun berdasarkan
persetujuan yang memungkinkan terjadi komunikasi sumber informasi. Dalam
perkembangannya, jaringan kerjasama antar perpustakaan dibantu dengan adanya
pemanfaatan teknologi komunikasi dan inforamsi misalnya komputer. Dengan
bantuan teknologi tersebut proses jaringan kerjasama akan terlaksana lebih
terorganisir dan bisa dilakukan melalui jarak jauh, akses sumber informasi secara
bersama-sama dan tidak terbatas, menyediakan informasi secara mutakhir, dan
kemudahan dalam pengelolaan kembali aset-aset sumber informasi yang sudah
ada sebelumnya (mengedit dokumen sumber informasi).
Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan pada bait sebelumnya, maka

dapat diperoleh beberapa prinsip pokok untuk kerjasama antar perpustakaan
antara lain:
1. Kerjasama didasari oleh adanya seperti misalnya kesamaan wilayah,
kesamaan kegiatan, subjek informasi yang dikelola, dan sebagainya.

2. Kerjasama lebih diutamakan pada peningkatan kemampuan akses
informasi dalam hal kualitas, bukan kuantitas.
3. Selain dalam peningkatan kemampuan akses informasi, kerjasama juga
terlibat dalam pemanfaatan keahlian tenaga, peralatan yang dimiliki, dan
aset-aset berupa tekonologi informasi yang dimiliki oleh jaringan
perpustakaan.
Selanjutnya Sulistyo-Basuki (1996: 16-18) menjelaskan bentuk-bentuk
jaringan kerjasama perpustakaan sebagai berikut:
a. Jaringan non terpimpin

Jaringan kerjasama antar perpustakaan dimana hubungan yang terjadi
di dalam jaringan tidak ada yang mengarahkan.

Setiap anggota


jaringan perpustakaan berhak berkomunikasi dengan anggota yang
lain. Seperti yang dikatakan oleh Atherton (1986: 122) bahwa dalam
jaringan non termipimpin: “dijumpai limabelas hubungan di antara
enam simpul tanpa adanya simpul yang memimpin/mengarahkan
komunikasi”.
b. Jaringan terpimpin

Menurut pendapat Atherton (1986: 122) menyatakan: “gambaran
berikut menunjukkan suatu bentuk terpimpin dimana keenam simpul

saling berhubungan melalui satu pusat pengatur dan hanya ada enam
saluran hubungan dalam jaringan ini”.
c. Jaringan non terpimpin dengan pusat khusus

Atherton (1986: 122) menyatakan bahwa: Dalam pada itu, bilsa enam
buah simpul yang tergabung dalam suatu jaringan non-terpimpin ingin
melakukan pula hubungan dengan suatu pusat khusus, misalnya pusat
bibliografi atau pusat penelusuran, maka akan terdapat dua puluh satu
saluran dalam jaringan tersebut.


dalam hal ini, komunikasi tetap

berjalan secara langsung tanpa adanya perantara.
d. Jaringan terpimpin dengan pusat khusus

Menurut Atherton (1986: 123): “Suatu jaringan terpimpin dapat
berhubungan dengan pusat khusus dengan hanya melalui tujuh
saluran”.
e. Komunikasi antara dua Jaringan Termpimpin

Menurut Atherton (1986: 124) mengatakan bahwa: Dengan telah mulai
berkembangnya pusat-pusat nasional atau regional, mungkin akan
muncul kebutuhan untuk menghubungkan unit-unit yang bersesuaian
dalam kawasan dunia. Dua buah jaringan termpimpin yang masingmasing terdiri atas enam pusat informasi misalnya, dapat saling
berhubungan melalui hanya tigabelas saluran.

f. Hubungan jaringan terpimpin dengan Pusat Khusus dengan Jaringan
Terpimpin lainnya

2.2.3. Tujuan Kerjasama Perpustakaan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan maupun organisasi lain,
selalu ada hal yang mendasari kegiatan tersebut yang dijadikan tujuan diadakan
kegiatan.

Pada kenyataannya, permasalahan utama yang dihadapi oleh

perpustakaan bahwa perpustakaan tidak dapat menampung semua sumber
informasi.

Maka dari itu, untuk mengatasi permasalah tersebut di perlukan

adanya kesadaran bersama antar perpustakaan untuk saling berbagi materi dan
informasi satu sama lain.

Selain alasan itu, adapun alasan lain yang juga

mempengaruhi terjadinya kerjasama perpustakaan, yaitu adalah masalah finansial.
Perpustakaan tidak perlu membutuhkan biaya untuk pengadaan buku yang langka
dan mahal, hal tersebut dapat diupayakan dengan meminjam ke perpustakaan lain.
Menurut Clayton dan Gorman (2001: 54) adapun alasan dan kerjasama

yang dilakukan oleh perpustakaan antara lain:
1. Untuk mengisi kesenjangan yang ada di berberapa bidang yang
spesifik dalam semesta pengetahuan dan mengurangi duplikasi
kempemilikan.
2. Untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai manajemen
koleksi dan usaha pengembagan di antara perpustakaan yang
berhubungan.
3. Untuk mengkoordinasi rencana perkembangan koleksi di masa depan.

4. Untuk menciptakan kesamaan tanggung jawab dalam penyimpanan
yang telah disepakati.
5. Untuk memiliki lisensi situs bersama untuk berbagi database.
6. Untuk mengkoordinasi keputusan manejemn koleksi

yang

berhubungan dengan preservasi penyimpanan, penyiangan, dan lainlain.
2.2.4. Tipologi Kerjasama Perpustakaan
Menurut Borm dan Sokolova (2004: 441) dalam artikelnya yang berjudul “From
Library Co-operation to Consortia: Comparing Experiences in the European
Union with the Russian Federation” menjelaskan ada empat tipologi kerjasama,
yaitu kerjasama pengadaan (co-operative aquisition), kerjasama retensi (cooperative retension/repository), katalog induk (union catalouge), dan peminjaman
antar perpustakaan dan penyediaan dokumen (inter-library lending and document
supply)

1. Kerjasama Pengadaan
Kerjasama pengadaan menurut Borm dan Sokolova (2004: 441) adalah
kerjasama yang sulit untuk dilaksanakan. Kerjasama ini membutuhkan
konsultasi dan pertimbangan yang cukup besar.

Selain itu, dibutukan

anggaran tambahan oleh perpustakaan untuk melakukan kerjasama
pengadaan.
Borm dan Sokolova (2004) juga menambahkan, untuk saat ini
kerjasama pengadaan telah tergantikan dengan cara yang baru, yaitu
dengan kerjasama melanggang jurnal elektronik. Kerjasama ini dianggap
cenderung lebih berhasil timbang kerjasama pengadaan yang telah

dijelaskan sebelumnya.

Perpustakaan melanggang jurnal elektronik

bersama dan dapat menggunakan secara bersama-sama juga.

Hanya

dengan satu database sudah bisa diakses oleh anggota jaringan kerjasama
perpustakaan. Tidak seperti koleksi fisik yang harus dibaca ditempat (di
perpustakaan), koleksi jurnal online dapat dibaca dimanapun pemustaka
berada.
2. Kerjasama Retensi/Repositori
Kerjasama retensi atau repositori yang dimaksud oleh Borm dan Sokolova
(2004) adalah salah satu bentuk kerjasama dalam penyimpanan koleksi.
Telah diketahui sebelumnya, ilmu dan pengetahuan akan selalu muncul
dan diperbarui. Setiap tahun akan selalu ada penambahan karya-karya
ilmiah oleh para ilmuwan ataupun penulis. Perpustakaan jelas tidak akan
bisa menyimpan literatur tersebut secara terus menerus. Lama-kelamaan
gedung perpustakaan akan penuh akan koleksi bacaan.

Untuk

menanggulangi hal ini maka dibentuk kerjasama dalam penyimpanan
koleksi (repositori).

Salah satu perpustakaan ditunjuk untuk menjadi

‘rumah’ bagi koleksi perpustakaan-perpustakaan yang terlibat kerjasama,
tentunya koleksi yang dititipkan tersebut harus sesuai dengan kriteria
retensi.
3. Katalog Induk
Katalog induk merupakan salah satu bentuk kerjasama dalama pengerjaan
katalog oleh beberapa perpustakaan atau penyatuan dari beberapa katalog
perpustakaan. Pada dasarnya, katalog induk mempunyai dua tujuan, yaitu
katalog berasama dan peminjaman antar perpustakaan dan penyediaan
dokumen.

Adapun fungsi tamabahan katalog induk yaitu untuk

mempermudah penyalinan katalog (copy cataloguing), berguna dalam
pengawasan bibliografi (bibliography control), dan untuk silang layan
(inter library loan).
4. Peminjaman Antar Perpustakaan dan Penyediaan Dokumen
Kerjasama perpustakaan bermanfaat bagi pemustaka. Salah satu manfaat
yang bisa dirasakan oleh pemustaka adalah pemustaka bisa mendapatkan
koleksi perpustakaan lain walaupun tidak menjadi anggota perpustakaan
tersebut.

Pemustaka meminta bantuan kepada perpustakaannya untuk

meminjamkan atau tidak meng-copy koleksi dari perpustakaan lain.
Dengan adanya kerjasama ini, maka kebutuhan informasi pemustaka dapat
semakin terpenuhi.

Dikatakan juga oleh Brom dan Sokolova (2004)

peminjaman antar perpustakaan dan penyediaan dokumen dilakukan
khusus untuk pengguna tingkat akhir. Kerjasama ini merupakan bentuk
kerjasama yang paling baik diantara perpustakaan-perpustakaan di dalam
satu negara dan telah berkembang selama seperempat abad ini kedalam
kerjasama internasional dibawah aturan dan panduan dari IFLA.