PEMBERDAYAAN MADRASAH DAN TANTANGAN GLOB

PEMBERDAYAAN MADRASAH DAN
TANTANGAN GLOBALISASI
Pendahuluan
Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam)
mempunyai misi penting yaitu mempersiapkan generasi muda ummat Islam untuk ikut berperan
bagi pembangunan ummat dan bangsa di masa depan. Pentingnya misi lembaga pendidikan
Islam ini disebabkan karena hampir seratus persen siswa atau mahasiswa yang belajar di
lembaga pendidikan Islam adalah anak-anak dari keluarga santriiii. Hal ini berbeda dengan
keadaan di sekolah atau perguruan tinggi umum yang siswa atau mahasiswanya merupakan
campuran antara anak keluarga santri dan keluarga abangan. Apabila kualitas pendidikan yang
mereka peroleh di madrasah bagus, maka, insya Allah, mereka akan menjadi orang yang
berkualitas dan akan memainkan peran penting sebagai pemimpin ummat, masyarakat, dan
bangsa. Sebaliknya, apabila kualitas pendidikan yang mereka peroleh di madrasah tidak bagus,
maka kemungkinan mereka untuk berperan dalam percaturan bangsa akan menjadi amat kecil.
Salah-salah, mereka akan menjadi bagian problem masyarakat dan bukan bagian penyelesaian
problem masyarakat.
Madrasah adalah perkembangan modern dari pendidikan pesantren. Menurut sejarah, jauh
sebelum Belanda menjajah Indonesia, lembaga pendidikan Islam yang ada adalah pesantren yang
memusatkan kegiatannya untuk mendidik siswanya mendalami ilmu agama. Ketika pemerintah
penjajah Belanda membutuhkan tenaga terampil untuk membantu administrasi pemerintah
jajahannya di Indonesia, maka diperkenalkanlah jenis pendidikan yang beroritentasi pekerjaan.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 ternyata melahirkan kebutuhan
akan banyak tenaga terdidik dan terampil untuk menangani administrasi pemerintahan dan juga
untuk membangun negara dan bangsa. Untuk itu, pemerintah lalu memperluas pendidikan model
barat yang dikenal dengan sekolah umum itu. Untuk mengimbangi kemajuan zaman itu, di
kalangan ummat Islam santri timbul keinginan untuk mempermodern lembaga pendidikan
mereka dengan mendirikan madrasah.
Perbedaan utama madrasah dengan pesantren terletak pada sistem pendidikannya. Madrasah
menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian
yang terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya sekolah model Barat) sementara
pesantren menganut sistem non-formal (dengan kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian
pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar siswa,
dsb.). Ciri lain yang umumnya membedakan keduanya adalah adanya mata pelajaran umum di
madrasah. Penambahan mata pelajaran umum pada kurikulum madrasah ini tidak berjalan
seketika, melainkan terjadi secara berangsur-angsur. Pada awalnya, kurikulum madrasah masih
100% berisi pelajaran agama, tanpa ada pelajaran umum (Jadi, seperti pesantren, hanya di
madrasah ada bangku, papan tulis, ulangan, ujian, dsb.) Lulusan madrasah pada masa itu tidak
dapat melanjutkan pelajarannya ke sekolah umum yang lebih tinggi, bahkan juga tidak dapat
pindah ke sekolah umum yang sejenjang, karena memang kurikulumnya berbeda. Orang tua
yang ingin mendidik anaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harus menyekolahkan


anaknya di dua tempat, di sekolah umum dan di madrasah. Pada tahun 1975, ada surat
keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) yang menetapkan bahwa
lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum dan lulusan madrasah dapat
melanjutkan ke sekolah umum yang lebih tinggi dan siswa madrasah boleh berpindah ke sekolah
umum yang sama jenjangnya. Demikian pula sebaliknya. Kompensasi dari kesetaraan itu
adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Kini,
berdasarkan kurikulum madrasah 1994, kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum
sekolah umum. Dalam undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang Berciri Islam (SUCI).
Minat ummat Islam terhadap madrasah sebenarnya cukup tinggi. Di beberapa daerah, jumlah
siswa madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah bahkan lebih banyak daripada jumlah siswa Sekolah
Dasar atau SLTP. Di mata mereka, madrasah memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan
dengan sekolah umum. Madrasah, terutama yang ada di dalam pondok pesantren, memberikan
bekal mental keagamaan (keimanan dan ketaqwaan) yang kuat kepada siswanya. Dengan bekal
mental yang kuat ini, diharapkan, apabila mereka menjadi pemimpin di kemudian hari, mereka
akan menjadi pemimpin yang jujur, amanah, dan adil.
Sayang, kualitas lembaga yang mengemban misi penting ini, menurut banyak pengamat, amat
memprihatinkan. Kualitas pendidikan di madrasah yang ada di luar pondok, terutama yang
yayasannya kurang kuat, sering berada di bawah standar, baik dilihat dari segi pendidikan agama
maupun dari segi pendidikan umum. Di bidang pendidikan agama madrasah ini kalah dari

madrasah yang ada di dalam pondok dan, di bidang pendidikan umum ia kalah dari sekolah
umum yang ada di sekitarnya. Madrasah yang ada di dalam pondok masih agak lumayan,
walaupun kualitas pendidikan umumnya mungkin kalah jika dibandingkan dengan standar
sekolah umum tetapi di bidang pendidikan agama kebanyakan dari mereka memiliki kualitas di
atas standar. Tentu saja, kekecualian-kekecualian juga ada. Madrasah yang kualitas pendidikan
umumnya lebih tinggi dari sekolah umum, seperti MIN Malang I, juga ada, walau sedikit sekali.
Persoalan ini menjadi makin serius apabila dikaitkan dengan isu besar akhir-akhir ini, yakni
globalisasi. Kalau banyak orang mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum siap untuk
memasuki era globalisasi, maka lulusan madrasah dikhawatirkan lebih tidak siap lagi
menghadapi era globalisasi ini. Kaitan antara globalisasi dan kesiapan madrasah menghadapinya
itulah yang akan menjadi pokok bahasan makalah ini. Makalah ini mula-mula akan membahas
apa itu globalisasi dan apa ancaman serta peluang yang diberikannya kepada kita, para pengelola
pendidikan Islam ini. Berikutnya akan dibahas apa persyaratan agar seseorang dapat
menghindari ancaman dan memanfaatkan peluang yang ditimbulkan oleh globalisasi itu.
Terakhir, akan dibicarakan apa yang harus dilakukan oleh madrasah atau lembaga pendidikan
Islam agar lulusannya dapat tetap memainkan peran dalam masyarakat di era globalisasi.
Era Globalisasi di Indonesia
Krisis yang melanda Indonesia saat ini menyadarkan kita bahwa kita kini bukan lagi sedang
menghadapi era globalisasi, melainkan sudah memasuki era tersebut. Krisis moneter yang
semula melanda Thailand dua tahun lalu kemudian merembet ke negara-negara ASEAN lainnya

dan akhirnya juga melanda Indonesia. Dampak dari krisis yang semula bersifat ekonomis itu

ternyata melebar menjadi krisis politik dan sosial yang sampai saat ini, sesudah dua tahun, belum
kunjung selesai.
Globalisasi adalah suatu proses proses mendunia akibat kemajuan-kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi. Globalisasi
mengakibatkan orang tidak lagi memandang dirinya sebagai hanya warga suatu negara,
melainkan juga sebagai warga masyarakat dunia. Ia tidak lagi menganggap benar nilai-nilai
yang selama ini dianut oleh masyarakat kampung, kota, propinsi, atau bangsanya, melainkan
mulai membandingkannya dengan nilai-nilai yang dia pelajari dari bangsa lain. Dalam bekerja
pun, ia tidak lagi memandang wilayah negaranya sebagai tempat mencari nafkah, melainkan ia
meluaskan pandangannya ke seluruh kawasan dunia sebagai lahan tempat ia mencari nafkah.
Contoh rakyat Indonesia yang berwawasan global adalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang
bekerja di luar negeri.
Globalisasi di bidang ekonomi telah menimbulkan desakan-desakan agar diberlakukan
perdagangan bebas antar bangsa. Beberapa negara telah membentuk persekutuan di bidang
ekonomi: Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), AFTA (Asean Free Trade Area), dan APEC untuk
kawasan Asia Pasifik.
Peluang dan Ancaman Globalisasi
Globalisasi ini membawa dampak positif dan negatif bagi kepentingan bangsa dan ummat kita.

Dampak positif, misalnya, makin mudahnya kita memperoleh informasi dari luar sehingga dapat
membantu kita menemukan alternatif-alternatif baru dalam usaha memecahkan masalah yang
kita hadapi. (Misalnya, melalui internet kini kita dapat mencari informasi dari seluruh dunia
tanpa harus mengeluarkan banyak dana seperti dulu. Demikian pula, dalam hal tenaga kerja,
dana, maupun barang). Di bidang ekonomi, perdagangan bebas antar negara berarti makin
terbukanya pasar dunia bagi produk-produk kita, baik yang berupa barang atau jasa (tenaga
kerja).
Dampak negatifnya adalah masuknya informasi-informasi yang tidak kita perlukan atau bahkan
merusak tatanan nilai yang selama ini kita anut. Misalnya, budaya perselingkuhan yang dibawa
oleh film-film Italy melalui TV, gambar-gambar atau video porno yang masuk lewat jaringan
internet, majalah, atau CD ROM, masuknya faham-faham politik yang berbeda dari faham
politik yang kita anut, dsb. Di bidang ekonomi, perdagangan bebas juga berarti terbukanya pasar
dalam negeri kita bagi barang dan jasa dari negara lain. Kita terpaksa harus bersaing dengan
produk dan tenaga kerja asing di negara kita sendiri. Para pendatang asing yang, karena
terpaksa, harus lebih ulet dan keras bekerja biasanya lebih berhasil daripada para penduduk
domestik sehingga kesenjangan sosial tak terhindarkan dan kecemburuan sosial pun mudah
timbul. Kalau kita kalah bersaing, kita akan menjadi penonton di negeri sendiri. (Contoh yang
sudah terjadi adalah perfilman nasional).
Menghindari globalisasi sebagai proses alami ataupun menghilangkan sama sekali dampak
negatif globalisasi itu barangkali tidak mungkin. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak

siap, kita harus menghadapi globalisasi ini dan menerima segala dampaknya, negatif maupun
positif. Oleh karena itu, tantangan yang kita hadapi sebagai kelompok elit ummat adalah:

Bagaimana kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin dampak positif (peluang) globalisasi
itu dan meminimalkan dampak negatif (ancaman) nya. Kalau pertanyaan itu diarahkan kepada
kita para pengelola lembaga pendidikan Islam ini, maka pertanyaan itu akan menjadi: Bagaimana
lembaga pendidikan kita dapat menyiapkan lulusan yang akan bisa survive dalam era globalisasi
ini, tetap dapat memainkan peranan penting dalam kehidupan global tanpa kehilangan jati
dirinya sebagai muslim Indonesia.
Kunci Keberhasilan di Era Globalisasi
Perjanjian Perdagangan Bebas Antar Negara akan menimbulkan persaingan antar bangsa dalam
memperebutkan pengaruh dan ekonomi. Hukum persaingan di mana-mana adalah sama, yaitu
siapa yang unggul, dialah yang akan menjadi pemenangnya. Mereka yang tidak mempunyai
keunggulan, akan menjadi pecundang. Dalam bahasa dunia dewasa ini, keunggulan yang amat
menentukan adalah keunggulan di bidang ekonomi dan iptek. Inilah mata uang (currency) dalam
kompetisi internasional dewasa ini. Persaingan di bidang ekonomi dan iptek ini berarti
persaingan di bidang kualitas sumber daya manusia. Hanya bangsa yang memiliki SDM yang
unggul di bidang ekonomi dan iptek lah yang akan keluar sebagai pemenang dalam kompetisi
internasional ini.
Karena pendidikan adalah “usaha sadar suatu bangsa untuk membentuk generasi mudanya agar

menjadi manusia sesuai yang dia idam-idamkan”, maka tantangan yang dihadapkan oleh
globalisasi kepada pendidikan nasional adalah: mampukah pendidikan nasional menghasilkan
manusia-manusia Indonesia yang berkualitas sehingga mampu memenangkan persaingan antar
bangsa (atau setidaknya survive) dalam era globalisasi itu?
Melalui repelita-repelita, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membangun bangsa ini
dengan prioritas utama di bidang ekonomi (kesejahteraan duniawi). Ekonomi Indonesia yang
dulu bertumpu pada pertanian (ekonomi agraris) secara bertahap diubah menjadi bertumpu pada
industri (ekonomi industri). Perubahan ini tentu saja mengakibatkan perubahan kebutuhan
tenaga kerja (kini pekerja pabrik lebih dibutuhkan daripada petani). Orientasi produk Indonesia
pun kini beralih ke pasar internasional untuk mendapatkan lebih banyak devisa bagi
pembangunan bangsa. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di zaman industrialisasi ini, dan
untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemerintah berkeinginan untuk mengubah komposisi mahasiswa di Indonesia dari yang, di tahun
1993/1994, 73% berada pada bidang studi ilmu sosial, 14% pada bidang studi IPA, dan 13%
pada bidang studi Teknik menjadi 30% di bidang sosial, 25% di bidang IPA, dan 45% di bidang
Teknik pada akhir PJP II.
Peran Madrasah dalam Menghadapi Globalisasi
Di muka telah dikemukakan bahwa madrasah menempati peran strategis bagi pendidikan
generasi muda ummat Islam karena di sanalah tempat kebanyakan anak para santri
mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian

hari. Dalam konteks mempersiapkan anak didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi
ini pun madrasah (lembaga pendidikan Islam) memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan
madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks

akan menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, dan
pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini. Sebaliknya, kegagalan
madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan
lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat. Naudzubillahi min
dzalik.
Dibandingkan dengan pendidikan di sekolah umum, madrasah mempunyai misi yang mulia. Ia
bukan saja memberikan pendidikan umum (seperti halnya sekolah umum) tetapi juga
memberikan pendidikan agama (melalui pelajaran agama dan penciptaan suasana kegamaan di
madrasah) sehiingga, kalau pendidikan ini berhasil, para lulusannya akan dapat hidup bahagia di
dunia ini (biasanya diukur secara ekonomis) dan hidup bahagia di akhirat nanti (karena
ketaatannya pada ajaran agama)iv. Madrasah yang hanya menekankan pendidikan agama dan
mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan potensi untuk bahagia
di akhirat saja (walaupun ini masih lebih baik daripada hanya memperoleh kebaikan di dunia
tanpa memperoleh kebahagiaan di akhirat).
Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan
ini, madrasah harus juga menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang

mereka masuki. Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah tidak akan terpinggirkan oleh lulusan
sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.
Mengingat dalam UUSPN (Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional), madrasah
dikategorikan sebagai sekolah umum, maka lulusan madrasah pun berhak melanjutkan
belajarnya ke perguruan tinggi umum, baik Fakultas Ilmu Sosial maupun Fakultas Ilmu
Eksaktav. Terbukanya peluang untuk memasuki perguruan tinggi umum ini harus dimanfaatkan
oleh madrasah sebaik mungkin, terutama untuk Fakultas Ekonomi, Teknik, dan Eksakta,
fakultas-fakultas yang selama ini dijauhi oleh lulusan madrasah. Hal ini disebabkan karena
bidang-bidang ilmu itulah yang diperkirakan akan memainkan peran penting bagi pembangunan
nasional pada masa-masa mendatang. Untuk itu, madrasah harus meningkatkan kualitas
pelajaran ilmu eksakta seperti matematika, fisika, dan biologi. Madrasah harus mendorong para
santrinya untuk mau bekerja di bidang ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang itu
tidak hanya dikuasai oleh lulusan non-madrasah yang belum tentu memiliki mental keagamaan
yang kuatvi.
Agar lulusan madrasah memiliki wawasan global, yang memandang bahwa seluruh muka bumi
milik Allah ini adalah tempat mengabdi, maka madrasah pun harus memiliki wawasan global.
Bagaimana mungkin madrasah yang tidak memiliki wawasan global dapat menghasilkan lulusan
yang memiliki wawasan global?vii Madrasah harus mempersiapkan anak didiknya agar dapat
melanjutkan studi atau bekerja di luar negeri. Untuk ini, maka penguasaan ketrampilan
berbahasa asing (terutama Arab dan Inggris) menjadi amat penting. Demikian pula pengenalan

budaya dan bangsa asing.