PERAN ADAT DAN TRADISI DALAM PROSES TRAN
PERAN ADAT DAN TRADISI DALAM PROSES TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA PAKRAMAN (Studi Kasus Desa Pakraman Buleleng, Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng, Provinsi Bali)
Putu Sukma Kurniawan
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Email: [email protected]
ABSTRACT
As any other traditional communities in Indonesia, Balinese people also have a traditional community called desa pakraman. It’s existence is highly based on the ideology of Tri Hita Karana, local custom, and tradition. With social and economic autonomy, it is allowed to fully manage the financial aspect of desa pakraman. Thus, the financial managerial function, especially transparancy and accountability become interesting to be studied due to the influences of custom aspects and developing tradition in the village. The object of the study was the Desa Pakraman of Buleleng which is located in Buleleng subdistrict, and Buleleng regency of Bali. The sources of data were the head, the management, respected and religious men and some representatives of the traditional village (desa pakraman). The data were gathered through deep interview, observation, and documents analysis techniques. There were four stages in this study, namely: data collection, data reduction and triangulation, data display, and data analysis. The result of the study revealed that Tri Hita Karana is the basic concept used in desa pakraman and further result in spiritual based accountability and transparancy. While custom, tradition, and customary law created cultural accountability and transparancy.
Keywords : custom, tradition, transparancy, accountability, desa pakraman
ABSTRAK
Masyarakat Bali seperti layaknya masyarakat adat di Indonesia pada umumnya memiliki sebuah komunitas adat. Komunitas adat masyarakat Bali dapat disebut sebagai desa pakraman. Keberadaan desa pakraman di Bali berlandaskan ideologi Tri Hita Karana dan berpegang teguh pada adat dan tradisi setempat. Desa pakraman memiliki otonomi dalam bidang sosial kemasyarakan dan ekonomi. Desa pakraman berhak untuk mengelola keuangan desa pakraman secara penuh. Berdasarkan hal ini maka fungsi pengelolaan keuangan pada desa pakraman khususnya transparansi dan akuntabilitas sangat menarik untuk dicermati karena dalam fungsi tersebut dapat masuk unsur-unsur adat dan tradisi yang berkembang di desa pakraman. Objek penelitian ini adalah desa pakraman Buleleng yang berlokasi di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu klihan desa pakraman, prajuru (petugas) desa pakraman, pemuka adat dan agama, dan perwakilan masyarakat adat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, teknik observasi, dan teknik analisis dokumen. Tahap-tahap dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap garis besar, yaitu pengumpulan data, reduksi data dan triangulasi data, penyajian data, dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Tri Hita Karana yang menjadi dasar konsep desa pakraman akan menghasilkan konsep transparansi dan akuntabilitas berbasis spiritual sedangkan adat, tradisi, dan awig-awig yang berkembang di lingkungan desa pakraman akan menghasilkan konsep transparansi dan akuntabilitas berbasis budaya.
Kata kunci : adat, tradisi, transparansi, akuntabilitas, desa pakraman
PENDAHULUAN
Kekayaan yang dimiliki oleh desa Masyarakat
dipergunakan untuk masyarakat adat di Indonesia pada umumnya
kepentingan masyarakat desa pakraman. Uang memiliki sebuah komunitas adat dalam sistem
kas yang terdapat pada desa pakraman dapat sosialnya. Komunitas adat masyarakat Bali
dipergunakan untuk membiayai kegiatan sosial yang berupa desa pakraman atau lazim pula
kemasyarakatan dan kegiatan upacara-upacara disebut desa adat. Desa pakraman ini
keagamaan. Mengingat pentingnya uang kas merupakan organisasi sosial tradisional yang
pada kegiatan desa pakraman, maka fungsi memiliki beberapa ciri, yakni mempunyai
pengelolaan keuangan desa pakraman menjadi wilayah dan lingkungan dengan batas-batas
suatu hal yang menarik untuk dicermati. Desa yang jelas, anggota (krama) dengan
pakraman sebagai sebuah lembaga tradisional persyaratan tertentu, kahyangan tiga atau pura
dituntut melakukan perubahan agar sesuai lain yang memiliki peranan dalam upacara
dengan perkembangan zaman. Desai (1983) keagamaan, otonomi baik ke luar maupun ke
dalam Atmadja (2006) mengatakan bahwa dalam, dan memiliki pemerintahan adat yang
dalam perspektif studi pembangunan, ada dua disertai dengan kepengurusannya (Atmadja,
mengutub, pertama, 2006). Hubungan antar komponen dalam
pandangan
yang
pandangan kaum revolusioner yang menilai lingkup desa pakraman tersebut berlandaskan
bahwa lembaga tradisional harus diganti, kepada peraturan adat (awig-awig) baik yang
karena menghambat pembangunan. Kedua, dibuat secara tertulis maupun yang tidak
pandangan kaum reformis yang menilai bahwa tertulis yang disepak ati oleh semua anggota
banyak lembaga tradisional atau bentukan masyarakat adat. Awig-awig dirumuskan
masyarakat lokal yang bertumpu pada basis secara bersama lewat paruman krama desa
kebudayaan yang mereka miliki, bukannya pakraman atau rapat dewan desa.
pembangunan, melainkan Kehidupan sosial dari desa pakraman di
menghambat
berguna bagi percepatan pembangunan. Dalam Bali berlandaskan pada ideologi atau konsep
hal ini, menurut pandangan kaum reformis, Tri Hita Karana. Pitana (1994) dalam Atmadja
desa pakraman memiliki modal sosial berupa (2006) mengatakan bahwa dalam rangka
adat dan tradisi yang dapat dipakai sebagai mewujudkan Tri Hita Karana (Parahyangan,
dasar atau pedoman dalam membantu Pawongan, dan Palemahan), desa pakraman
pengelolaan keuangan desa pakraman. Basis memiliki beberapa hak otonomi diantaranya
kebudayaan berupa modal sosial berupa adalah “otonomi dalam bidang sosial-ekonomi,
ideologi Tri Hita Karana dan adat dan tradisi yang merupakan kekuasaan untuk mengatur
yang dimiliki oleh desa pakraman dapat hubungan antar anggota kelompok masyarakat,
dipergunakan untuk membantu memahami serta mengelola kekayaan desa pakraman .”
segala hal yang berkaitan dengan proses Kekayaan tersebut dapat berupa “harta
pengelolaan keuangan yang terjadi di desa bergerak dan harta yang tidak bergerak.” Harta
pakraman. Bahkan penelitian Nugroho dan bergerak dan harta tidak bergerak ini dapat
Dahuri (2004) dalam Atmadja (2006) dimanfaatkan oleh masyarakat desa pakraman
mengatakan bahwa pembangunan akan lebih untuk dapat menghasilkan uang yang
berhasil jika di dalamnya memasukkan modal selanjutnya akan dimasukkan ke dalam kas
sumber daya alam (SDA), modal bantuan desa pakraman. Selain itu, desa pakraman
manusia, modal sumber daya manusia (SDM), juga dapat menarik iuran atau uang sumbangan
dan modal sosial. Berdasarkan hal ini, maka dari masing-masing komunitas yang tercakup
desa pakraman sebagai sebuah lembaga dalam desa pakraman tersebut.
tradisional yang juga mengelola keuangan tradisional yang juga mengelola keuangan
hanya sebagai sumber dana bagi kegiatan komunitasnya merupakan suatu hal yang
bagi
masyarakat adat, keuangan desa pakraman menarik untuk dikaji. Hal ini terkait dengan
juga harus dikelola dengan baik sebagai bentuk bagaimana
pertanggungjawaban moral dan sosial kepada mengelola keuangan desa pakraman itu sendiri
komunitas desa
pakraman
komunitas masyarakat adat. berdasarkan adat dan tradisi yang dimiliki.
Saat ini terjadi perubahan paradigma dalam Desa Pakraman Buleleng merupakan salah
keuangan desa. Sebelum satu desa pakraman yang terdapat di
pengelolaan
dikeluarkannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa
Desa, posisi desa hanyalah sebagai objek Pakraman Buleleng merupakan salah satu desa
pembangunan yang bersifat top down. pakraman yang besar jika dilihat dari luas
Kepentingan dan kebutuhan desa kerap tidak wilayah dan jumlah masyarakat adatnya. Desa
terakomodasi mengingat alur atau proses Pakraman Buleleng yang biasa disebut dengan
pembangunan di desa sering didominasi oleh ''Desa Adat Kota'' ini memiliki 14 banjar adat
muatan politis oleh pihak-pihak yang memiliki yang masing-masing memiliki wilayah yang
kepentingan. Situasi desa kini pun berubah. luas. Jika dibandingkan dengan desa pakraman
Dalam kondisi saat ini Desa Pakraman lainnya, luas masing-masing banjar adat itu
Buleleng diberikan kewenangan yang seluas- bisa sama bahkan lebih luas dari satu wilayah
luasnya untuk mengatur segala kebutuhan yang desa pakraman di daerah lain. Empat belas
benar-benar menjadi kebutuhan riil dan otentik banjar adat itu adalah Banjar Liligundi,
yang salah satunya mengelola keuangan yang Banjar Bale Agung, Banjar Paketan, Banjar
didapat dari pemerintah daerah setempat dan Tegal, Banjar Kaliuntu, Banjar Kampung
lainnya. Dengan Anyar, Banjar Kampung Baru, Banjar Bali,
pendapatan-pendapatan
kondisi desa pakraman yang semakin otonom Banjar Jawa, Banjar Tengah, Banjar
maka tantangan dan ancaman desa pakraman Peguyangan, Banjar Petak, Banjar Penataran,
justru semakin besar. Peluang terjadinya dan Banjar Delod Peken. Secara umum
penyimpangan terutama hal-hal yang bersifat kekayaan Desa Pakraman Buleleng berupa
keuangan pun menjadi hal yang tak aset-aset yang dimiliki oleh Desa Pakraman
terhindarkan di kemudian hari. Buleleng. Kekayaan tersebut berupa tanah
Fenomena yang menarik yang terjadi dalam yang dimiliki oleh desa pakraman dan tanah
lingkungan Desa Pakraman Buleleng adalah pelaba pura. Kekayaan lainnya seperti
pengesahan awig-awig yang baru. Awig-awig kekayaan yang ada di LPD (Lembaga
Desa Pakraman Buleleng yang baru disahkan Perkreditan Desa) milik warga desa pakraman.
pada tanggal 15 Oktober 2013. Pengesahan Desa Pakraman Buleleng juga memiliki aset
awig-awig desa pakraman yang baru ini berupa bangunan balai banjar yang dijadikan
menjadi menarik karena perlu dicermati tempat pertemuan secara berkala oleh
apakah pengesahan awig-awig desa pakraman masyarakat adat. Desa Pakraman Buleleng
yang baru ini untuk mempersiapkan Desa juga mendapat dana bantuan baik dari
Pakraman Buleleng menghadapi peraturan pemerintah kabupaten maupun pemerintah
tentang desa yang terbaru atau tidak. propinsi sebagai dana bantuan untuk
Perubahan dan pengesahan awig-awig penyelenggaraan kegiatan sosial keagamaan di
merupakan sebuah bentuk adaptasi desa lingkungan desa pakraman. Tentu saja dengan
pakraman untuk menghadapi perubahan- semua kekayaan yang dimiliki, pengelolaan
perubahan yang terjadi dalam lingkungan desa kekayaan atau keuangan desa pakraman
pakraman. Selama ini awig-awig sangat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tidak
berperan dalam mengatur kehidupan sosial dan berperan dalam mengatur kehidupan sosial dan
terjadinya tindak pidana korupsi atau segala bentuk penyimpangan di Desa
penyalahgunaan keuangan. Penelitian ini juga Pakraman Buleleng sangat mengandalkan
bertujuan untuk melihat bagaimana partisipasi pada awig-awig desa pakraman. Namun awig-
masyarakat Desa Pakraman Buleleng dalam awig yang ada hanya mengatur penyimpangan
dan akuntabilitas atau permasalahan yang berkutat di bidang
proses
transparansi
pengelolaan keuangan desa pakraman. sosial
Partisipasi masyarakat sangat penting karena permasalahan seputar pengelolaan keuangan
dan keagamaan,
sementara
merupakan salah satu alat kontrol dalam proses belum menjadi sesuatu yang diatur secara jelas
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tegas. Sekalipun terjadi penyimpangan
keuangan. Inilah tantangan Desa Pakraman keuangan seperti korupsi, maka desa
Buleleng yang harus sigap terhadap perubahan pakraman akan menuntaskannya lewat
yang terjadi pada masyarakatnya. Dengan pendekatan
demikian, penguatan dan penerapan adat dan mengedepankan tindakan tegas dari aparatur
tradisi menjadi sesuatu yang penting untuk negara. Secara historis kehadiran awig-awig
dilakukan terutama dalam hal pengelolaan dalam masyarakat Bali lebih kepada sesuatu
keuangan Desa Pakraman Buleleng. yang bersifat preventif atau pencegahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat Dengan kata lain upaya pencegahan lebih
bahwa Desa Pakraman Buleleng sebagai diprioritaskan ketimbang upaya penanganan
sebuah komunitas adat juga sebagai sebuah atau penyelesaian permasalahan itu sendiri.
organisasi yang mengelola keuangannya Itulah mengapa Bali terkenal dengan
sendiri. Hubungan antara ideologi Tri Hita masyarakat yang harmonis. Namun dengan
Karana yang menjadi dasar dan pedoman dari terjadinya perubahan struktur kebudayaan
Desa Pakraman Buleleng dan pemahaman yang secara drastis terjadi di setiap desa
adat dan tradisi yang berkembang dalam Desa pakraman
Pakraman Buleleng tersebut mungkin dapat penyimpangan-penyimpangan yang ada akan
mempengaruhi konsep pengelolaan keuangan menjadi lebih kompleks dan akan sulit
Desa Pakraman Buleleng. Dengan adanya tertangani terlebih masalah seputar korupsi
pemahaman seperti ini maka terdapat beberapa yang dianggap sudah mengakar dan
permasalahan penelitian yang menarik untuk membudaya di negeri ini. Penelitian ini akan
dikaji. Hal ini dapat dirumuskan dalam mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran
pertanyaan penelitian (main research question) awig-awig dalam konteks transparansi dan
sebagai berikut:
akuntabilitas pengelolaan keuangan dalam
1. Bagaimana peran konsep Tri Hita lingkungan Desa Pakraman Buleleng.
Karana dalam proses transparansi dan Fenomena lain yang menarik di Desa
akuntabilitas pengelolaan keuangan Pakraman Buleleng adalah bahwa desa
Desa Pakraman Buleleng? pakraman ini terletak di pusat kota Singaraja.
2. Bagaimana peran adat, tradisi, dan Dengan kata lain dapat diasumsikan bahwa
awig-awig dalam proses transparansi desa ini memiliki SDM yang sangat potensial
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan untuk melakukan beberapa pengelolaan
Desa Pakraman Buleleng? termasuk pengelolaan keuangan. Namun SDM
mendukung pertanyaan yang sudah terkena kultur modern juga
Untuk
penelitian (main research question) berpotensi untuk berubah menjadi masyarakat
maka dapat ditambahkan beberapa yang sangat konsumtif, sementara perilaku
pertanyaan penelitian tambahan (mini pertanyaan penelitian tambahan (mini
maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendalam.
mendapatkan pemahaman (to interpret and to tambahan dalam penelitian ini sebagai
Pertanyaan
penelitian
understand) mengenai realita sosial dan berikut:
fenomena sosial yang terjadi. Paradigma
1. Bagaimana peran adat, tradisi, interpretif lebih menekankan pada keterlibatan dan awig-awig khususnya
peneliti secara langsung dalam objek dalam hal pengendalian internal
menemukan dan (internal control) dalam proses
penelitiannya
untuk
memahami makna yang paling mendalam pengelolaan keuangan Desa
(Paranoan dan Totanan, 2016). Pemahaman Pakraman Buleleng?
yang dimaksud adalah mengenai peran adat
2. Sanksi adat apakah yang dan tradisi yang berkembang di Desa diberikan bila terdapat pihak-
Pakraman Buleleng dalam proses transparansi pihak
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa pelanggaran
yang
melakukan
Pakraman Buleleng. Hal ini mencakup konsep pengelolaan keuangan Desa
terhadap
adat dan tradisi serta awig-awig yang terdapat Pakraman Buleleng?
pada Desa
Pakraman Buleleng dan
3. Bagaimana partisipasi dan hubungannya dengan pengelolaan keuangan kepedulian masyarakat Desa
Desa Pakraman Buleleng. Pendekatan Pakraman Buleleng terhadap
kualitatif dengan paradigma interpretif proses
diperlukan untuk mendapatkan pemahaman akuntabilitas
transparansi
dan
yang mendalam mengenai hubungan antara keuangan Desa Pakraman
pengelolaan
konsep adat dan tradisi yang berkembang di Buleleng?
masyarakat adat dengan proses pengelolaan keuangan Desa Pakraman Buleleng. Penelitian ini akan melihat interaksi antara konsep adat
METODE
dan tradisi yang berkembang di masyarakat Penelitian
dengan konsep pengelolaan keuangan Desa menggunakan metode penelitian kualitatif atau
Pakraman Buleleng yang telah dilakukan dan non-positivis dengan paradigma interpretif.
peran krama Desa Pakraman Buleleng dalam Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk
proses pengelolaan keuangan Desa Pakraman memahami suatu fenomena dalam konteks
Buleleng. Penelitian ini akan melihat pendapat sosial dengan mengedepankan proses interaksi
dan pemahaman narasumber mengenai konsep antara peneliti dengan objek fenomena yang
adat, konsep tradisi, dan konsep pengelolaan diteliti. Paradigma interpretif merupakan
keuangan Desa Pakraman Buleleng. Penelitian paradigma yang melihat fenomena sesuai
ini dilakukan di Desa Pakraman Buleleng dengan
yang terdapat di Kecamatan Buleleng, Kamayanti
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Informan paradigma interpretif merupakan paradigma
menyatakan bahwa
yang dipergunakan dalam mencari data untuk yang bertujuan untuk memaknai dan
ditentukan berdasarkan memahami apa yang terjadi. Burrel dan
penelitian
ini
kriterianya. Kriteria dalam hal ini adalah Morgan (1979) berpendapat bahwa paradigma
sejauh mana informan memahami masalah interpretif adalah paradigma yang bertujuan
yang dikaji dalam rumusan masalah penelitian untuk mencari makna dari realitas sosial yang
dan juga mewakili pihak-pihak yang terjadi dan memahami dunia sosial serta bukan
berkepentingan, misalnya kelian (ketua) desa berkepentingan, misalnya kelian (ketua) desa
fenomena sosial yang terjadi. Cara yang masyarakat adat. Informan lain bisa diambil
dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti dari pihak pemerintah kabupaten selaku
mendatangi langsung objek yang akan diteliti pembina desa pakraman. Jumlah informan
dalam setting yang alami. Peneliti melakukan pada penelitian ini nantinya akan ditentukan
interaksi dengan aktor-aktor sosial yang berdasarkan tingkat kejenuhan data.
terdapat dalam realitas sosial tersebut. Penunjukan informan pada penelitian ini
Interaksi dengan aktor-aktor sosial tersebut diawali dengan informan kunci, yaitu kelian
menghasilkan suatu (ketua) Desa Pakraman Buleleng. Melalui
diharapkan
akan
pemaknaan yang mendalam akan realitas sosial informan kelian Desa Pakraman Buleleng
yang ada. Creswell (2012) berpendapat bahwa periode ini, maka selanjutnya penunjukan
dalam penelitian lapangan maka teknik informan akan dilakukan melalui teknik snow-
pengumpulan data dapat dilakukan dengan ball untuk mencari informan yang dianggap
wawancara, pengamatan, dan penelitian memahami masalah adat, tradisi, dan agama
dokumen. Kamayanti (2016) menyatakan yang berkembang di desa pakraman termasuk
bahwa penelitian kualitatif menekankan pada di dalamnya kelian banjar adat, ketua truna-
aspek kualitas sehingga penelitian kualitatif truni (karang taruna), ketua sekaha (kelompok
memerlukan sebuah deskripsi yang mendalam organisasi tradisional), dan perwakilan
(thick description). Deskripsi atau penjelasan masyarakat adat (krama desa pakraman).
yang mendalam inilah yang mengharuskan Dalam Bab III awig-awig Desa Pakraman
peneliti untuk mencari struktur makna yang Buleleng dijelaskan bahwa krama Desa
lebih dalam di realitas sosial yang ada. Data Pakraman Buleleng adalah seorang laki-laki
yang dibutuhkan dalam penelitian ini yang beragama Hindu, sudah kawin, dan
dikumpulkan dengan cara menerapkan menempati atau tidak menempati tanah ayahan
berbagai teknik pengumpulan data, yaitu: Desa Pakraman Buleleng. Meskipun dalam
sudah ditentukan awig-awig
Informan
yang
sebelumnya akan diwawancarai dengan teknik dijelaskan bahwa krama Desa Pakraman
wawancara mendalam. Agar wawancara dapat Buleleng diartikan hanya seorang laki-laki,
berlangsung dengan baik dan sesuai dengan namun dalam penelitian ini krama Desa
permasalahan penelitian, maka wawancara Pakraman Buleleng dianggap mencakup
dilakukan dengan wawancara terstruktur. semua masyarakat yang tinggal di wilayah
Dibuat terlebih dahulu daftar pertanyaan yang Desa Pakraman Buleleng. Dari informan
nantinya akan ditanyakan kepada informan. kunci ini akan ditelusuri informan yang
Informasi atau data yang didapat tidak hanya bertugas dalam pengelolaan keuangan desa
pada apa yang disampaikan oleh informan, pakraman. Sedangkan untuk pihak pemerintah,
tetapi juga disertai dengan pemahaman yang maka informan kunci akan dimulai dari pihak
mendalam mengenai apa hal yang terdapat yang bertugas sebagai pembina desa
dalam perbincangan wawancara tersebut. Jadi, pakraman, yaitu pemerintah kabupaten dan
jika informan mengucapkan suatu istilah atau selanjutnya dengan menggunakan teknik snow-
ungkapan tertentu yang berkaitan dengan ball akan dicari informan berikutnya yang
pertanyaan penelitian, maka pertanyaan memahami mengenai pengelolaan keuangan
berikutnya dalam wawancara akan dilakukan desa pakraman.
untuk mendapatkan makna dari ucapan Penelitian ini menggunakan paradigma
informan tersebut. Pencatatan data wawancara interpretif sehingga tujuan utamanya adalah informan tersebut. Pencatatan data wawancara interpretif sehingga tujuan utamanya adalah
pakraman.
f. Pemerintah kabupaten: untuk mendapatkan melakukan wawancara terhadap kelian desa
Pengumpulan data dilakukan dengan
bagaimana kegiatan pakraman, pemuka adat dan agama, prajuru
pemahaman
pembinaan desa pakraman yang dilakukan desa pakraman, kelian banjar di lingkungan
oleh pemerintah kabupaten. desa pakraman, wakil truna-truni dan sekaha,
Teknik observasi dilakukan dengan dan pemerintah kabupaten. Wawancara yang
melihat kegiatan rutin mengenai pengelolaan dilakukan terhadap pihak-pihak terkait tersebut
keuangan Desa Pakraman Buleleng. Peneliti bertujuan sebagai berikut:
menggunakan observasi partisipasi aktif
a. Kelian Desa Pakraman Buleleng: untuk dengan mengunjungi semua objek yang mengetahui secara umum bagaimana
berkaitan dengan penelitian. Observasi akan kegiatan pengelolaan keuangan desa
dilakukan dengan mengunjungi kantor desa pakraman, mencakup apa saja bentuk aset
pakraman seminggu dua kali dan melihat yang dikelola oleh desa pakraman, siapa
bagaimana prajuru desa pakraman melakukan saja petugas yang berwenang untuk
kegiatan pengelolaan keuangan. Dari sini akan melakukan
dilihat bagaiman transparansi dan akuntabilitas keuangan, dan bagaimana kegiatan
kegiatan
pengelolaan
pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pengelolaan keuangannya. Juga akan
prajuru desa pakraman dan melihat apakah ditanyakan mengenai awig-awig dan
terdapat transparansi dan akuntabilitas sanksi
pengelolaan anggaran dari prajuru desa pelanggaran.
pakraman kepada krama desa pakraman.
b. Pemuka adat
Selain itu dilakukan pula observasi pada saat mengetahui secara mendalam konsep adat
dan agama:
untuk
masyarakat adat melakukan paruman (rapat dan tradisi mengenai Tri Hita Karana dan
desa) mengenai pertanggungjawaban kelian implementasinya terhadap kehidupan
desa pakraman mengenai pengelolaan sosial masyarakat Desa Pakraman
keuangan desa pakraman. Untuk semua Buleleng.
observasi ini, maka akan direncanakan
c. Prajuru desa pakraman: untuk mengetahui melakukan teknik observasi partisipasi aktif. secara
observasi ini akan pengelolaan keuangan desa pakraman,
Semua kegiatan
didokumentasikan dan dapat juga sebagai mulai dari bagaimana cara menarik iuran,
petunjuk dalam melakukan wawancara dan mengelola uang kas, dan sistem internal
analisis dokumen.
control (pengendalian internal) yang ada. Teknik pengumpulan data lain yang
d. Kelian banjar di lingkungan desa dilakukan adalah analisis dokumen. Dokumen pakraman: untuk mengetahui pengelolaan
adalah laporan anggaran
yang
dianalisis
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan merupakan bagian kecil dari lingkungan
desa pakraman, dokumen mengenai sistem desa pakraman.
pengendalian internal pengelolaan keuangan
e. Wakil truna-truni dan sekaha: untuk desa pakraman, hasil paruman (rapat desa) mendapatkan pemahaman sejauh mana
mengenai pertanggungjawaban pengelolaan masyarakat adat memahami konsep adat
keuangan desa pakraman, awig-awig Desa dan tradisi serta implementasinya dan
Pakraman Buleleng, dan peraturan yang bagaimana kepedulian masyarakat adat
terkait dengan desa pakraman. Pada kegiatan terhadap
pengumpulan data ini dilakukan proses pengumpulan data ini dilakukan proses
yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya data mengurangi risiko bahwa kesimpulan
suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu nanti akan merefleksikan bias data yang
gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; sistematis atau batasan dari metode dan
dan (2) menganalisis makna yang ada di balik sumber yang spesifik. Sugiyono (2010)
informasi, data, dan proses suatu fenomena berpendapat bahwa bila peneliti melakukan
sosial itu. Dalam konteks penelitian ini, pengumpulan data dengan triangulasi, maka
analisis data dilakukan dengan merujuk pada sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang
main research question dan mini research sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
question yang telah dibuat sebelumnya. memeriksa kredibilitas data dengan berbagai
Setelanjutnya hasil analisis terhadap main teknik pengumpulan data dan berbagai sumber
research question dan mini research question data.
ini dimanfaatkan dalam penarikan kesimpulan Reduksi data merupakan kegiatan yang
penelitan yang menguraikan hal-hal yang bertujuan untuk melakukan pemilihan terhadap
hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan data yang akan dipakai untuk menjawab
proses universal atas permasalahan yang pertanyaan penelitian. Pada proses wawancara,
diteliti. Dengan mengikuti langkah-langkah mungkin saja konteks wawancara dapat keluar
penelitian, maka didapatlah data yang dari panduan wawancara yang telah disusun.
selanjutnya akan dianalisis. Data tersebut Reduksi data pada kegiatan wawancara
merupakan bahan dasar untuk membangun dilakukan dengan menghilangkan jawaban
narasi dan disertai dengan analisis lengkap informan yang tidak sesuai dengan konteks
dengan pemaknaan secara emik maupun etik pertanyaan wawancara. Pada tahap ini dicoba
(Atmadja, 2006). Kesemuanya itu tidak bisa pula membangun narasi awal yang bersifat
dilepaskan dari usaha untuk memberikan tentatif. Kegiatan yang dilakukan dalam proses
jawaban terhadap pertanyaan penelitian. reduksi data antara lain, yaitu
Triangulasi dilakukan dengan melakukan
a. Menghilangkan hasil wawancara yang proses wawancara terhadap beberapa informan keluar dari konteks pertanyaan dalam
lain, misalnya dengan pemuka adat dan agama, panduan wawancara;
prajuru desa pakraman, wakil truna-truni dan
b. Meningkatkan validitas hasil wawancara wakil sekaha. Dari proses ini dapat kita dengan
yakinkan bahwa data yang diperoleh dari hasil komparasi dengan dokumen pendukung.
wawancara sahih dan dapat dimanfaatkan Penyajian data dilakukan terhadap data-data
dalam proses penelitian. Selain itu, untuk yang diperoleh melalui teknik pengumpulan
meningkatkan kesahihan data dilakukan pula data baik melalui wawancara, observasi,
proses obeservasi. Observasi dilakukan untuk maupun analisis dokumen. Data yang didapat
mencocokkan hasil wawancara dengan melalui kegiatan wawancara dan observasi
aktivitas yang dilakukan, peraturan serta akan disajikan melalui penyusunan secara
prosedur, serta catatan-catatan pendukung naratif dan disertai dengan penjelasan-
lainnya.
penjelasan. Data yang didapat melalui analisis Setelah melalui proses reduksi data dan dokumen akan disajikan melalui tabel, grafik,
triangulasi data, selanjutnya data dapat atau bagan dan disertai pula dengan
disajikan dan dilakukan penarikan kesimpulan penjelasan-penjelasan.
penelitian. Penarikan kesimpulan merupakan Bungin (2012) berpendapat bahwa dilihat
jawaban atas rumusan masalah dalam dari tujuan analisis maka ada dua hal yang
penelitian. Dalam proses penarikan kesimpulan penelitian. Dalam proses penarikan kesimpulan
dan mempunyai wilayah tertentu dan harta dapat diperoleh jawaban atas pertanyaan
kekayaan serta berhak mengurus rumah penelitian yang holistik serta kaya makna
tangganya sendiri. Dalam pembukaan awig- (Atmadja, 2006). Dalam penelitian ini, strategi
awig disebutkan pula bahwa Desa Pakraman analisis data mempergunakan strategi analisis
Buleleng di dalam melaksanakan kehidupan data
bermasyarakat dan beragama dilandasi oleh merupakan sebuah upaya analisis induktif
Agama Hindu dan Desa Pakraman Buleleng terhadap data penelitian yang dilakukan pada
dinyatakan pula sebagai benteng adat dan seluruh proses penelitian. Format penelitian
budaya agar kearifan lokal masyarakat dapat kualitatif-verifikatif mengkonstruksi format
terjaga.
penelitian dan strategi untuk lebih awal Desa Pakraman Buleleng terdiri dari 14 memperoleh data sebanyak-banyaknya di
banjar adat yang tersebar di lingkungan desa lapangan. Dalam hal ini maka peran data
pakraman. Banjar-banjar tersebut adalah sangat penting dibandingkan teori-teori yang
Banjar Liligundi, Banjar Bale Agung, Banjar ada, namun teori tetap menjadi hal yang
Paketan, Banjar Tegal, Banjar Kaliuntu, penting untuk dipergunakan dalam menjawab
Banjar Kampung Anyar, Banjar Kampung rumusan masalah penelitian ini.
Baru, Banjar Bali, Banjar Jawa, Banjar Tengah, Banjar Peguyangan, Banjar Petak,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Banjar Penataran, dan Banjar Delod Peken.
Desa Pakraman Buleleng berada di Pendapat Covarrubias (1972) menyatakan
Profil Desa Pakraman Buleleng
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, bahwa desa pakraman di Bali dapat
Provinsi Bali. Desa Pakraman Buleleng diibaratkan sebagai sebuah republik kecil yang
berada tepat di tengah-tengah kota Singaraja memiliki
yang juga merupakan ibukota Kabupaten pakraman merupakan bagian dari Bali dimana
Buleleng. Desa Pakraman Buleleng memiliki desa pakraman merupakan sebuah komunitas
luas wilayah 476,60 Ha dan memiliki batas di masyarakat berbasis adat dan tradisi lokal.
sebelah timur dengan Desa Pakraman Desa pakraman memiliki pemerintahannya
Banyuning, di sebelah barat dengan Desa sendiri dan memiliki kewenangan untuk
Pakraman Bangkang dan Desa Pakraman mengatur rumah tangganya. Keputusan
Banyuasri, di sebelah selatan dengan Desa tertinggi dalam desa pakraman adalah melalui
Pakraman Beratan, dan di sebelah utara paruman krama desa (rapat masyarakat desa)
dengan Laut Bali. Istilah “Desa Adat Kota” dimana hasil rapat yang telah disepakati harus
diberikan kepada Desa Pakraman Buleleng dijalankan oleh prajuru desa pakraman
karena posisi strategis dari Desa Pakraman (pengurus desa pakraman). Dalam pembukaan
Buleleng yang dekat dengan pusat kekuasaan awig-awig
dan pusat pemerintahan. Ini memberikan corak dinyatakan bahwa Desa Pakraman Buleleng
baru dalam suatu desa pakraman dimana adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang
terdapat perpaduan antara adat dan tradisi yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata
dimiliki oleh desa pakraman dengan krama pergaulan hidup masyarakat umat
modernisasi yang dimiliki oleh ibukota Hindu secara turun temurun dalam ikatan Pura
kabupaten. Desa Pakraman Buleleng memiliki Kahyangan Tiga Desa Pakraman Buleleng
motto “Dharma Dhumaranang Desa” yang yang diemong atau diampu oleh krama tri
memiliki arti “Kebenaran Melindungi Desa”. datu, pengurus pengemong Desa Pakraman
Secara etimologi motto Desa Pakraman
Buleleng diambil dari Bahasa Kawi, yaitu konsep pawongan (manusia harus menjalin dharma, dharana, dan desa. Dharma berarti
hubungan baik dengan sesama manusia), dan kebenaran, dharana yang berarti menahan, dan
konsep palemahan (manusia harus menjalin desa yang berarti wilayah sehingga jika
hubungan baik dengan alam dan lingkungan diterjemahkan secara bebas dan keseluruhan
sekitar). Pemberlakuan ideologi dan konsep maka berarti awig-awig dan tri hita karana
Tri Hita Karana dalam kehidupan desa (dharma) diimplementasikan oleh semua
pakraman diatur dalam Peraturan Daerah prajuru desa pakraman dan semua krama desa
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang pakraman demi kebaikan desa pakraman agar
Desa Pakraman yang dinyatakan bahwa desa tercapai mokshartham jagaddhiya ya ca iti
pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum dharma (kebahagiaan lahir dan batin).
yang mempunyai susunan asli, hak asal usul Desa Pakraman Buleleng memiliki
yang bersifat istimewa bersumberkan pada sebuah kantor untuk menjalankan aktivitas
ajaran Agama Hindu dan kebudayaan Bali, dan operasional sehari-hari. Kantor dari Desa
berdasarkan konsep Tri Hita Karana. Konsep Pakraman Buleleng terletak di pusat kota
Tri Hita Karana dalam lingkungan Desa Singaraja. Alamat dari kantor Desa Pakraman
Pakraman Buleleng diaplikasikan dalam Buleleng adalah Jalan Veteran Nomor 2
kehidupan sehari-hari krama Desa Pakraman Singaraja dan berseberangan dengan Museum
Buleleng. Nilai-nilai yang terkandung dalam Gedong Krtya. Kantor Desa Pakraman
konsep Tri Hita Karana menjadi acuan bagi Buleleng berfungsi sebagai pusat operasional
krama Desa Pakraman Buleleng menjalin kegiatan desa pakraman dan tempat
hubungan dengan Tuhan, menjalin hubungan menyimpan segala bentuk dokumen yang
dengan sesama krama (manusia), dan menjalin berkaitan dengan desa pakraman. Kantor Desa
hubungan dengan alam lingkungan. Pakraman Buleleng juga berfungsi untuk rapat-rapat yang dilaksanakan oleh prajuru
Tugas dan Wewenang Desa Pakraman
Desa Pakraman Buleleng, khususnya rapat-
Buleleng
rapat yang berkaitan dengan masalah adat dan Secara umum keberadaan desa pakraman keagamaan dan pertanggungjawaban keuangan
di Provinsi Bali diatur dalam Peraturan Daerah desa pakraman. Kantor Desa Pakraman
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Buleleng menempati gedung yang sama
Desa Pakraman. Desa Pakraman Buleleng dengan gedung LPD Desa Pakraman
pun dalam melakukan aktivitas adat dan Buleleng.
keagamaannya harus berdasar peraturan daerah tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah
Tri Hita Karana Sebagai Konsep Desa
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001, maka
Pakraman Buleleng
Desa Pakraman Buleleng memiliki tugas, Semua konsep-konsep adat dan tradisi
yaitu
awig-awig desa bersumber dari konsep spiritual Tri Hita
yang berkembang di desa pakraman
a. Membuat
pakraman;
Karana. Istilah Tri Hita Karana berasal dari
b. Mengatur krama desa pakraman bahasa sanskerta yang berarti tri (tiga), hita
dalam kegiatan adat; (kebahagiaan), dan karana (penyebab) yang
pengelolaan dan artinya adalah tiga penyebab kebahagiaan.
c. Mengatur
penggunaan kekayaan desa Konsep Tri Hita Karana dibagi menjadi tiga
pakraman;
bagian, yaitu konsep parahyangan (manusia
d. Bersama-sama pemerintah harus menjalin hubungan baik dengan Tuhan),
melaksanakan pembangunan di melaksanakan pembangunan di
pakraman. Awig-awig desa pakraman kemasyarakatan;
berfungsi pula untuk mengayomi dan membina
e. Membina dan mengembangkan krama desa pakraman berlandaskan ideologi nilai-nilai budaya Bali dalam
Tri Hita Karana. Awig-awig desa pakraman rangka
dalam konteks ini merupakan penjabaran dari melestarikan,
memperkaya,
konsep Tri Hita Karana. Masyarakat Bali saat mengembangkan
dan
ini masih menjunjung tinggi dan menghormati nasional pada umumnya dan
kebudayaan
awig-awig desa pakraman dan mematuhi kebudayaan
ketentuan-ketentuan dalam awig-awig desa khususnya, berdasarkan “paras-
daerah
pada
pakraman (Sunu, et al., 2014). paros, sagilig sagulug salunglung
Desa pakraman juga memiliki tugas sabyantaka ”
untuk mengamalkan konsep-konsep kearifan mufakat);
(musyawarah
lokal yang sudah berkembang dalam struktur
f. Mengayomi
sosial masyarakat Bali. Selama ratusan tahun pakraman.
krama
desa
kearifan lokal ini terus dijaga dan berkembang Desa Pakraman Buleleng pun memiliki
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. wewenang
Setiap desa pakraman yang ada di Bali Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali
memiliki kearifan lokal yang berkembang Nomor 3 Tahun 2001 wewenang desa
secara khusus di desa pakraman tersebut. pakraman, yaitu
Kearifan lokal inilah yang menjadi pedoman
a. Menyelesaikan sengketa adat dan aturan sosial dalam lingkup desa pakraman. agama
Sebagai sebuah organisasi adat, desa wilayahnya
dalam
lingkungan
pakraman juga memiliki kekayaan yang dapat membina kerukunan dan toleransi
dengan
tetap
dipakai sebagai sumber dana dalam aktivitas antar krama desa pakraman
adat desa pakraman. Ketika desa pakraman sesuai dengan awig-awig dan adat
memiliki kekayaan, maka secara langsung kebiasaan setempat;
tugas desa pakraman berikutnya adalah untuk
b. Turut serta menentukan setiap melakukan pengelolaan keuangan dengan baik keputusan dalam pelaksanaan
khususnya dalam hal transparansi dan pembangunan yang ada di
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa wilayahnya
berkaitan dengan Tri Hita Karana;
Awig-Awig Desa Pakraman Buleleng
c. Melakukan perbuatan hukum di Awig-awig merupakan aturan adat yang dalam dan di luar desa pakraman.
dipergunakan oleh prajuru desa pakraman Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
dalam menjalankan kegiatan-kegiatan di desa Bali Nomor 3 Tahun 2001 tersebut maka
pakraman. Awig-awig dibuat dengan secara umum tugas desa pakraman adalah
kesepakatan prajuru desa pakraman bersama- pengembangan krama desa untuk kegiatan
sama dengan krama desa pakraman pada saat adat dan keagamaan dan membuat awig-awig
paruman desa pakraman. Secara umum awig- baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
awig desa pakraman dapat dipisahkan menjadi Fungsi awig-awig dalam desa pakraman
tiga bagian utama (yang sesuai dengan konsep adalah untuk mengatur kehidupan sosial
Tri Hita Karana), yaitu sukerta tata masyarakat desa pakraman sehingga tercapai
parahyangan merupakan aturan-aturan yang parahyangan merupakan aturan-aturan yang
revisi awig-awig dengan Tuhan, sukerta tata pawongan
melakukan
melakukan penyisiran pasal demi merupakan aturan-aturan yang mengatur
pasal serta menganalisis awig- hubungan sosial antar krama desa pakraman,
awig yang lama sampai nantinya dan sukerta tata palemahan yang merupakan
disusun rancangan awig-awig aturan-aturan yang mengatur keharmonisan
yang baru;
hubungan krama desa pakraman dengan alam
penyempurnaan dan lingkungan.
b. Tahap
merupakan tahap dimana tim Awig-awig Desa Pakraman Buleleng
perumus menerima masukan demi merupakan sebuah hukum adat. Awig-awig
kesempurnaan awig-awig yang Desa Pakraman Buleleng yang terbaru
baru. Masukan yang diterima disahkan pada tanggal 15 Oktober 2013.
berasal dari anggota tri datu, Alasan yang dikemukakan tentang adanya
desa pakraman, revisi mengenai awig-awig Desa Pakraman
prajuru
pengempon (pengurus) Pura Buleleng adalah bahwa terdapat pengaruh
Kahyangan Tiga, dan ketua global yang membawa dampak perubahan
majelis alit Desa Pakraman terhadap aspek kehidupan, khususnya bidang
Kecamatan Buleleng. Semua adat dan keagamaan dalam lingkup Desa
saran dari pihak-pihak tersebut Pakraman Buleleng. Pengaruh global atau
dianalisis dengan pengaruh eksternal ini dirasa dapat mengubah
kemudian
intelektual, struktu tatanan sosial dan hubungan sosial
pendekatan
emosional, dan spiritual serta antar krama desa pakraman. Untuk dapat
disesuaikan pula dengan kearifan mengantisipasi pengaruh global tersebut, maka
lokal yang dimiliki oleh Desa awig-awig sebagai dasar peraturan krama di
Pakraman Buleleng. Sampai pada dalam
akhirnya disusunlah rancangan bermasyarakat dan beragama di Desa
awig-awig yang baru; Pakraman Buleleng perlu disempurnakan dan
c. Tahap pengesahan merupakan disesuaikan dengan kondisi yang sekarang
tahap disahkannya awig-awig sehingga dalam implementasinya dapat
Desa Pakraman Buleleng yang dilaksanakan dengan baik. Penyempurnaan
baru. Setelah rancangan awig- atau revisi awig-awig desa pakraman ini
awig yang baru mendapat merupakan salah satu bukti bahwa Desa
pembinaan oleh Kepala Bagian Pakraman Buleleng melakukan adaptasi
Hukum Pemerintah Kabupaten terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.
Buleleng, maka selanjutnya awig- Adaptasi ini diperlukan agar karakteristik khas
awig tersebut dibawa ke rapat yang dimiliki oleh desa pakraman dapat tetap
Desa Pakraman bertahan dalam terjangan globalisasi. Dalam
paripurna
Buleleng untuk mendapatkan perubahan awig-awig yang baru dilakukan
dan selanjutnya revisi terhadap beberapa pasal yang terdapat
masukan
disahkan.
dalam awig-awig dan disesuaikan dengan Awig-awig Desa Pakraman Buleleng kondisi yang sekarang. Penyempurnaan awig-
disusun berdasarkan Pancasila, Undang- awig Desa Pakraman Buleleng dilaksanakan
Undang Dasar 1945, hak azasi manusia, melalui beberapa tahapan, yaitu
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
a. Tahap perencanaan dimana pada dan Tri Hita Karana sesuai dengan sadacara tahap ini tim yang bertugas
(kebiasaan) Agama Hindu. Awig-awig Desa
Pakraman Buleleng merupakan sebuah panureksa atau pemeriksa keuangan, nayaka landasan
atau tim ahli, kertha desa atau pemutus meningkatkan pemahaman dan kesadaran
yang bertujuan
untuk
(a)
sengketa adat, dan koordinator pecalang atau krama desa pakraman dalam melaksanakan
koordinator pengamanan lingkungan, dan (c) ajaran Agama Hindu, adat dan budaya Bali, (b)
pengurus paripurna atau pleno yang terdiri dari memperkokoh dan melestarikan ajaran Agama
pengurus harian, pengurus, krama tri datu, jro Hindu, adat dan budaya Bali dalam
mangku (pemuka agama) Pura Kahyangan pelaksanaannya, dan (c) meningkatkan
Tiga, kelian pengemong Pura Kahyangan Tiga, kesejahteraan dan ketertiban krama desa
kelian subak, ketua LPD, ketua dan pakraman secara lahir dan batin. Dalam awig-
koordinator pecalang, dan kelian adat dan awig Desa Pakraman Buleleng sudah diatur
sekretaris banjar adat di lingkungan Desa mengenai
pengelolaan keuangan desa
Pakraman Buleleng.
pakraman dan sanksi adat yang terkait dengan Pemilihan kelian desa pakraman di Desa pengelolaan keuangan desa pakraman.
Pakraman Buleleng sangat unik karena kelian desa pakraman dipilih oleh krama tridatu.
Krama tridatu ini berjumlah sebanyak 40 Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Prajuru Desa Pakraman Buleleng
orang dan merupakan perwakilan dari unsur- Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa
unsur yang terdapat di lingkungan Desa Pakraman, setiap desa pakraman yang ada di
Pakraman Buleleng. Kelian Desa Pakraman Bali diharuskan untuk membentuk sebuah
Buleleng dipilih oleh dan dari krama wed kepengurusan yang tetap. Kepengurusan desa
negak dan dikukuhkan melalui suatu upacara pakraman ini bersifat kolektif. Pengurus di
khusus. Setelah kelian Desa Pakraman desa pakraman disebut dengan istilah prajuru
maka selanjutnya desa pakraman. Secara umum prajuru desa
Buleleng
terpilih,
dilaksanakan upacara secara sekala dan pakraman ini terdiri dari bendesa atau kelian
niskala. Upacara secara niskala dilakukan desa pakraman sebagai kepala atau ketua,
dengan pelaksanaan upacara mapiuning dan petajuh yang berarti wakil ketua, penyarikan
mejaya-jaya di Pura Desa dan upacara secara atau sekretaris, petengen sebagai bendahara,
sekala dilakukan dengan bentuk upacara dan kasinoman yang bertugas bagian hubungan
pengukuhan di kantor Kelian Desa Pakraman masyarakat yang menghubungkan antara
Buleleng. Masa jabatan kelian Desa Pakraman pengurus desa pakraman dengan semua krama
Buleleng adalah selama 5 tahun dan desa pakraman. Secara umum dalam
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk masa lingkungan desa pakraman di Bali prajuru
jabatan maksimal selama dua kali. desa pakraman ini dipilih oleh semua krama
Tugas dari prajuru desa pakraman diatur desa pakraman yang tata cara pemilihannya
dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor diatur dalam awig-awig desa pakraman.
3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Tugas Kepengurusan di tingkat Desa Pakraman
dari prajuru desa pakraman, yaitu Buleleng dipimpin oleh kelian adat Desa
a. Melaksanakan awig-awig desa Pakraman Buleleng. Kepengurusan di tingkat
pakraman;
Desa Pakraman Buleleng terdiri dari (a)
penyelenggaraan pengurus harian yang terdiri dari kelian desa
b. Mengatur
keagamaan, sesuai pakraman, petajuh, penyarikan, dan petengen,
upacara
dengan sastra agama (ajaran (b) pengurus yang terdiri dari pengurus harian,
agama) dan tradisi masing-masing kelian banjar adat, kasinoman atau pembantu
desa pakraman; umum, pesayan atau bagian, pemaridabdab, desa pakraman; umum, pesayan atau bagian, pemaridabdab,
pakraman yang dapat dipergunakan sebagai adat;
sarana aktivitas krama desa pakraman. Kapital
d. Mewakili desa pakraman dalam sosial merupakan nilai-nilai atau awig-awig bertindak
dan kerukunan sosial yang dimiliki antar perbuatan hukum baik di dalam
untuk
melakukan
krama desa pakraman. Kapital sosial maupun di luar peradilan atas
merupakan modal yang dimiliki oleh semua persetujuan paruman desa;
krama desa pakraman dalam menjalin
e. Mengurus
hubungan sosial dengan krama desa pakraman pengelolaan harta kekayaan desa
dan
mengatur
yang lain. Kapital finansial merupakan pakraman;
anggaran atau dana yang dimiliki oleh desa
f. Membina
pakraman untuk menjalankan kegiatan adat beragama dalam wilayah desa
kerukunan
umat
dan keagamaan. Kapital sumber daya manusia pakraman.
merupakan semua krama desa pakraman yang Mengingat prajuru desa pakraman ini
secara integral merupakan bagian dari Desa didukung oleh semua krama desa pakraman
Pakraman Buleleng. Kapital-kapital ini maka prajuru desa pakraman memiliki
faktor-faktor yang dapat legitimasi yang sangat kuat. Krama desa
merupakan
menentukan eksistensi atau keberadaan desa pakraman dalam mendukung prajuru desa
pakraman di masa yang akan datang. Desa pakraman mempertimbangkan modal yang
pakraman jika dilihat dari sejarah dan dimiliki oleh seseorang agar dapat dipilih
eksistensinya maka dapat disimpulkan bahwa menjadi
kapital terbesar yang dimiliki adalah kapital Pertimbangan-pertimbangan tersebut misalnya
sosial. Kapital sosial yang dimiliki oleh desa modal kultural (pengetahuan tentang adat dan
kebudayaan yang tradisi), modal akademik (tingkat pendidikan
pakraman
adalah
berkembang di desa pakraman dan hubungan yang
sosial antar masyarakat di desa pakraman. kepercayaan yang tinggi dari krama desa
tinggi), modal
sosial
(adanya
Desa pakraman memiliki keuntungan dari pakraman), dan modal finansial. Jika
hubungan sosial krama desa pakraman dimana seseorang memiliki semua modal tersebut,
hubungan sosial tersebut dikaitkan dengan maka ia memiliki kesempatan yang besar
nilai-nilai adat dan spiritualitas. untuk dipilih menjadi prajuru desa pakraman.
Desa Pakraman Buleleng sebagai sebuah Umumnya prajuru desa pakraman sangat
organisasi adat dan keagamaan memiliki dihormati dalam lingkungan desa pakraman.
kekayaan yang diatur dalam awig-awig Desa Pakraman Buleleng. Kekayaan atau milik
Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman
Desa Pakraman Buleleng, yaitu
Buleleng
a. Pura Kahyangan Tiga; Berdasarkan pendapat Hasbullah (2006)
b. Wantilan (balai) desa; tentang berbagai kapital atau modal dalam
c. Sawah dan atau tegal; suatu komunitas, maka kekayaan yang dimiliki
d. Tanah ayahan desa baik yang oleh Desa Pakraman Buleleng dapat
berisi bangunan atau yang tidak dibedakan menjadi beberapa kapital. Beberapa
berisi bangunan beserta dengan kapital yang dimiliki Desa Pakraman Buleleng
telajakannya di wilayah Desa adalah (1) kapital natural, (2) kapital sosial, (3)
Pakraman Buleleng; kapital finansial, dan (4) kapital sumber daya
e. Tanah setra (kuburan) beserta manusia.
Kapital
natural
merupakan
telajakannya; telajakannya;