KARYA TULIS HUKUM DAN KEBUDAYAAN PERILAK

KARYA TULIS HUKUM DAN KEBUDAYAAN

“PERILAKU MENYIMPANG WANITA
TUNA SUSILA”

Disusun Oleh:
Hendra Kurniawan Eka Putra
1212021585

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TABANAN
2013

Kata pengantar
1

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Adapun tujuan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan
Kebudayaan, pada semester III, dengan judul Perilaku Menyimpang Wanita Tuna Susila.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Hukum Dan

Kebudayaan Bapak I Wayan Jekalaya, SH, MH yang telah membimbing penulis selama proses
pembuatan karya tulis ini. Serta teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membantu pembuatan karya tulis dengan memberikan saran yang berguna
selama pembuatan karya tulis ini.
Materi karya tulis yang disajikan meliputi seperangkat pengetahuan tentang perilaku
menyimpang dari wanita tuna susila. Dengan demikian, diharapkan para pembaca akan dapat
berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi keberadaan wanita tuna susila di negara
kita yang tercinta ini, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti rasisme.
Semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
yang bersangkutan. Penulis sadar sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif dari semua pihak demi penulisan
karya tulis yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Tabanan, 18 November 2013

Penulis

2


daftar isi
JUDUL…………….………………………………………………….….………..………….…..1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….…………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………......……3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….
……………………….4
A.

Latar Belakang Masalah……………………………………………………………………….4

B.

Ruang Lingkup Masalah…………...………………………………………………………….5

C.

Perumusan Masalah…………………………..……………………………………………….5

D.


Tujuan dan Manfaat
Penulisan………………………………………………………………………………………5

E.

Metode Penulisan……………………………………………….…….………………….……6

F.

Hipotesis………………………………………………………………………………………6

BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………7
A.

Pengertian Wanita Tuna Susila……… ………………………………………………………7

B.


Faktor faktor yang mendorong menjadi Wanita Tuna Susila…...
…………………………………………………………………………….……….8

C.

Upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah Wanita Tuna Susila….
………………………...……………………………………………………………10

BAB III
PENUTUP…………………………………….…………………………………………………11
A.

Kesimpulan………………………………………………………………………..…………11

B.

Saran…………………...…………...…………………………………..……………………12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...………………13


BAB 1
PENDAHULUAN
3

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sosial di masyarakat kita, di manapun berada, selalu terdapat
penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh sebagian orangnya, baik yang
dilakukan secara sengaja maupun terpaksa. Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dalam
sebuah masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi di antara anggota masyarakat terkadang
menimbulkan gesekan-gesekan yang tidak jarang menimbulkan penyimpangan norma yang
berlaku pada masyarakat tersebut.
Dalam kehidupan sekarang ini keberadaan wanita tuna susila atau sering disebut WTS
merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, akan tetapi
keberadaan tersebut ternyata masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.
Pertanyaan apakah Wanita Tuna Susila (WTS) termasuk kaum yang tersingkirkan atau kaum yang
terhina, hal tersebut mungkin sampai sekarang belum ada jawaban yang dirasa dapat
mengakomodasi konsep Wanita Tuna Susila itu sendiri. Hal ini sebagian besar disebabkan
karena mereka tidak dapat menanggung biaya hidup yang sekarang ini semuanya serba mahal.
Masalah Wanita Tuna Susila selalu ada pada setiap Negara maupun daerah dan
merupakan masalah sosial yang sulit untuk dipecahkan. Adanya Wanita Tuna Susila ini ditengah

masyarakat ini dianggap sebagai permasalahan sosial dan sangat mengganggu masyarakat
disekitarnya. Hal ini karena perbuatan tersebut dilarang oleh agama maupun norma-norma
masyarakat luas yang mana perbuatan tersebut adalah dosa besar. Kesetaraan gender
menempatkan posisi kaum wanita pada tingkatan yang sama dengan kaum pria, salah satunya
mendapatkan pengakuan yang sama dalam melakukan berbagai aktivitas publik yang didasari
oleh kepentingan ekonomi rumah tangga. Bentuk perubahan persepsi yang semakin baik
menempatkan wanita sebagai target pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua kaum
wanita terjangkau oleh program pembangunan ini. Salah satunya adalah mereka yang bekerja
sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).

B. Ruang Lingkup Masalah
4

Berangkat dari latar belakang diatas, untuk membatasi agar sampai pembahasan yang
diuraikan keluar dari pokok permasalahan, maka adapun ruang lingkup masalahnya adalah :
Tentang pengertian dari Wanita Tuna Susila dan faktor faktor yang mendorong menjadi Wanita
Tuna Susila, serta upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah Wanita Tuna
Susila.

C. Perumusan Masalah

Atas dasar penentuan latar belakang dan ruang lingkup masalah diatas, maka penulis
dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian tentang Wanita Tuna Susila
2. Faktor faktor yang mendorong menjadi Wanita Tuna Susila
3. Upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah Wanita Tuna Susila

D. Tujuan dan Manfaat
Penulisan ini dilakukan untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat
bagi para pembaca dalam pemahaman tentang bagaimana para Wanita Tuna Susila menekuni
perilaku menyimpang tersebut. Secara terperinci tujuan dari penulisan adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tentang Wanita Tuna Susila
2. Untuk mengetahui apa faktor faktor yang mendorong menjadi Wanita Tuna Susila
4. Untuk mengetahui Bagaimana upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap
masalah Wanita Tuna Susila

E. Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penulis mempergunakan
penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut
5


juga teknik studi kepustakaan. Tidak hanya itu, penulis juga mencari bahan dan sumber-sumber
dari media masa elektronik yang berjangkauan internasional yaitu, Internet.

F. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah cukup melakukan
pengenalan secara meluas terhadap masalah yang diangkat. Adapun keyakinan atau hipotesis
tersebut adalah kurangya pemahaman masyarakat terhadap faktor penyebab terjadinya pola
hidup sebagai pekerja seks dan perspektif yang sesungguhnya dari para Wanita Tuna Susila
sendiri terhadap nilai ajaran agama dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini, menjadi salah
satu faktor yang paling dominan untuk dapat dikatakan sebagai penyebab.

BAB ii
pembahasan
A.Pengertian Wanita Tuna Susila
6

Wanita Tuna Susila (WTS) atau pekerja seks komersial adalah salah satu bentuk perilaku
yang menyimpang di masyarakat yaitu perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengn
kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan
adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini terjadi jika seseorang tidak

mematuhi patokan baku dalam masyarakat.
Wanita Tuna Susila secara istilah diartikan sebagai kurang beradab karena dalam bentuk
penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk memuaskan seksual, dan mendapatkan imbalan
jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila itu juga bisa diartikan sebagai salah tingkah, tidak
susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma norma susila. Yaitu wanita yang tidak
pantas kelakuannya, dan bisa mendatangkan malapetaka dan penyakit, baik kepada orang yang
bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri. Banyak istilah yang digunakan bentuk
menyebut Wanita Tuna Susila ini seperti pelacur, pekerja sek komersial ( PSK ), sundel dan kupukupu malam. Keberadaan masalah Wanita Tuna Susila ini telah ada sejak zaman dahulu kala
hingga sekarang.
Wanita Tuna Susila ini identik dengan perzinahan yang merupakan suatu kegiatan seks
yang dianggap tidak bermoral oleh banyak agama. Perilaku seksual oleh masyarakat dianggap
sebagai kegiatan yang berkaitan dengan tugas reproduksi yang tidak seharusnya digunakan
secara bebas demi untuk memperoleh uang. WTS dianggap sebagai ancaman terhadap
kehidupan keluarga yang dibentuk melalui perkawinan dan melecehkan nilai sakral perkawinan.
Kaum wanita membenci WTS karena dianggap sebagai pecuri cinta dari laki-laki (suami) mereka
sekaligus pencuri hartanya.

B.Faktor faktor yang mendorong menjadi Wanita Tuna Susila
Dikarenakan wanita sebagai simbol keindahan, maka setiap yang indah biasanya menjadi
target pasar yang selalu dijadikan komoditi yang mampu menghasilkan uang. Itulah sebabnya

kenapa wanita selalu ada saja yang mengumpulkan dalam suatu tempat dan berusaha “dijual”
kepada siapa saja yang membutuhkan “jasa sesaat”nya.

7

Salah satu faktor yang mendorong kaum wanita bekerja sebagai Wanita Tuna Susila
adalah masalah ekonomi dan secara tidak langsung keberadaan WTS telah menjadi faktor
penyelamat bagi kehidupan ekonomi keluarganya. Namun demikian, peran penting ini tidak
pernah terlihat secara bijak oleh masyarakat. Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi
yang cenderung subjektif, menghakimi dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat pada
umumnya. WTS merupakan bagian dari kelompok sosial dalam masyarakat yang seharusnya
mendapatkan pengakuan yang sama. Tidak selayaknya stigma atau pernyataan baik dan buruk
terus dilontarkan pada kelompok yang cenderung terpojokkan.
Selain faktor ekonomi dan kemiskinan yang melatar belakangi wanita bekerja sebagai
WTS ada juga beberapa faktor lain yaitu :
a.) Adanya faktor nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan
keroyalan seks, histeris dan hyperseks sehingga tidak cukup puas mengadakan seks
dengan satu pria atau dengan suaminya.
b.) Pengendalian diri dan ketidaksetabilan jiwa yang rendah.
c.) Pola hidup yang materialistik dan keinginan yang tinggi namun tidak diimbangi oleh

kemampuan dan potensi yang memadai.
d.) Rasa ingin tahu gadis-gadis atau anak-anak puber pada masalah seks, secara tidak
benar sehingga terjerumus pada dunia prostitusi.
e.) Anak-anak gadis yang memberontak pada otoritas orang tua yang menekankan halhal yang dianggap tabu dan peraturan seks, juga memberontak terhadap remaja dan
lebih menyukai pola seks bebas.
f.) Pengaruh lingkungan yang negatif dan lingkungan yang amoral, sehingga sejak kecil
melihat persenggamaan orang dewasa secara terbuka. Sehingga terkondisikan
mentalnya pada tindakan asusila, lalu menjadi WTS untuk mempertahankan
hidupnya.
g.) Stimulasi seksual melalui film-film blue, gambar porno, bacaan cabul dan sebagainya.
h.) Gadis pelayan dan pembantu rumah tangga yang patuh dan tunduk pada kemauan
untuk melayani kebutuhan seks majikan untuk mempertahankan pekerjaannya.
i.) Penundaan perkawinan jauh sesudah kematangan biologis, karena pertimbangan
ekonomi atau standar hidup yang lebih tinggi, sehingga lebih suka melacur daripada
menikah.

8

j.) Disorganisasi keluarga, Broken Home, ayah ibu lari atau atau menikah lagi. Sehingga
anak menjadi sengsara batinnya, dan menghibur diri terjun dalam lembah hitam
menjadi WTS.
k.) Gadis-gadis yang kecanduan obat terlarang menjadi WTS sebagai kompensasi untuk
mendapatkan obat-obatan tersebut.
l.) Pengalaman-pengalaman dan sock mental seperti gagal dalam perkawinan sehingga
muncul rasa dendam dan menerjunkan dirinya sebagai WTS.
m.) Ajakan teman-teman sekampung atau sekota yang sudah terjerumus dan terlihat
sukses secara materi dalam dunia prostitusi.
n.) Adanya kebutuhan seks normal tetapi tidak terpuaskan oleh suami, misalnya karena
impoten, menderita sakit atau bertugas ditempat lain yang jauh.
Meskipun Wanita Tuna Susila dianggap melanggar norma dan moralitas, namun sebagai
individu, mereka tidak dapat terlepas dari lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, diperlukan
adanya proses penyesuaian diri dalam interaksinya mereka berusaha menutupi pekerjaan
sebagai Pelacur, terutama di lingkungan keluarga dan tempat tinggal, untuk menghindari
keterasingan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian diri yang dilakukan bersifat fasif, mereka
menyesuaikan diri dengan bersikap dan bertingkah laku layaknya individu lain di lingkungan
tersebut.
Secara psikologis, seorang WTS merasa dirinya ‘kotor’ sehingga dia merasa tidak pantas
untuk hidup di lingkungan masyarakat yang bersih. Citra dan image masyarakat yang belum bisa
menerima dirinya kembali, membuat seorang WTS cenderung sangat sulit untuk berubah atas
profesinya.

A.Upaya penanganan yang dapat diberikan terhadap masalah Wanita Tuna Susila
Dalam upaya menangani masalah Wanita Tuna Susila atau yang dikenal sebutan WTS ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa program yang digunakan untuk menangani
masalah WTS dan perlu adanya pelayanan sosial yang tepat dengan tujuan menolong individu9

individu (WTS) untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan fungsi sosial dimasyarakat
seperti seharusnya.
Sebenarnya pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk mengatasi masalah
pelacuran dan akibat yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan razia oleh
Satpol PP untuk menangkap dan kemudian memberi pengarahan kepada para WTS, namun cara
itu tidak efektif menekan perkembangan prostitusi.
Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah dalam penanggulangan masalah WTS antara
lain dengan cara :
a) Melarang dengan undang-undang, diikuti oleh razia-razia / penangkapan
b) Dengan pencatatan dan pengawasan kesehatannya
c) Ditampung di tempat-tempat jauh di luar kota dengan pengawasan dan perawatan serta
diberikan penerangan-penerangan agama atau pendidikan, juga diadakan laranganlarangan terhadap anak-anak muda yang mengunjungi tempat tersebut.
d) Rehabilitasi dalam asrama-asrama dimana para WTS yang tertangkap diseleksi, yang
dianggap masih dapat diperbaiki ditampung dalam asrama, mereka dididik dalam
keterampilan, agama dan lain-lain dipersiapkan untuk dapat kembali ke masyarakat
sebagai warga yang baik kembali.
Kurangnya sanksi atau hukuman bagi laki-laki hidung belang yang menikmati jasa para
pelacur mengakibatkan para penikmat perempuan malam itu tidak merasa jera. Selama tidak
ada solusi pemecahan persoalan pelacuran yang tepat, maka upaya-upaya yang telah dan akan
ditempuh ibaratnya seperti meremas sebuah balon, di mana bagian yang ditekan akan
cenderung tenggelam dan tidak tampak, akan tetapi bagian yang lain akan menonjol lebih
besar. Hal ini persis seperti apa yang terjadi dengan persoalan prostitusi di Indonesia, begitu
satu lokalisasi dirazia dan ditutup, maka akan muncul lokalisasi-lokalisasi lainnya.

10

BAB iII
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Wanita tuna susila atau yang kebih dikenal dengan sebutan WTS atau pelacur
merupakan salah satu masalah sosial yang keberadaannya sudah sangat lama dan sebagai
masalah sosial karena perbuatan ini dianggap melanggar norma-norma masyarakat maupun
agama. WTS atau pelacur adalah salah satu bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat
yaitu perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengn kehendak-kehendak masyarakat atau
kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan
norma dan penyimpangan ini terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan baku

dalam

masyarakat.
Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah WTS dan
akibat yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan razia oleh Satpol PP untuk
menangkap dan kemudian memberi pengarahan kepada para pelacur jalanan, namun cara itu
belum efektif menekan perkembangan prostitusi di Indonesia.
B. SARAN
Apapun bentuknya, Wanita Tuna Susila, perempuan yang dilacurkan adalah korban yang
berhak atas perlakuan manusiawi karena mereka sama seperti kita. Keberpihakan itu tidak
berarti kita menyetujui pelacuran, tetapi mencoba memberi nuansa pendekatan yang
berperikemanusiaan. Pendekatan melalui sosial dan agama bisa dilakukan untuk memperkecil
tingkat pelacuran di Indonesia.
Wanita pelacur adalah sesama kita yang berhak mendapatkan perlakuan manusiawi
karena mereka juga adalah makhluk ciptaan yang mungkin saja khilaf dalam bertindak.
Keberpihakan itu tidak berarti kita harus menghalalkan pelacuran, tetapi saran kita dengan
11

mencoba memberi nuansa pendekatan yang berperikemanusiaan. Sekarang sudah saatnya
semua pihak, termasuk birokrat, peneliti, akademisi, agamawan, dan praktisi, duduk bersama
dan berusaha menemukan solusi efektif untuk menyelesaikan masalah ini.
Kita tidak perlu menangani isu ini dengan sikap yang terlalu emosional dan bertindak
melebihi hakim tetapi sebagai manusia yang hidup dengan berbagai kebutuhan, kita akan selalu
diperhadapkan dengan pilihan termasuk dalam memenuhi kebutuhan itu. Kita harus secara
serius membicarakan masalah lain yang juga menentukan tentang Wanita Tuna Susila, misalnya
dalam hal kemiskinan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan. Wanita Tuna Susila atau pelacur
adalah sebuah tanda ketidakmampuan untuk mengahadapi kerasnya hidup walau ada yang
memang telah menjadikan dunia ini sebagai tempat mencari uang atau ladang usaha. Penulis
menyadari bahwa terkadang manusia cenderung berpikir secara cepat dalam mengahadapi
tekanan hidup tetapi adalah sangat tepat jika kita sebagai warga negara juga melihat dan
memaksimalkan setiap potensi dan kemampuan secara aktif dalam hidup.
Masyarakat bila digerakkan dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait akan mampu
melakukan tindak pencegahan atau minimal meminimalisir prilaku prostitusi di lingkungannya.
Misalnya dilakukan dengan cara pendekatan-pendekatan kemanusiaan, sosial dan agama.
Janganlah kita melihat, menilai, apalagi menghakimi hitam-putih, baik-buruknya
seseorang dari apa yang ia lakukan. Urusan benar-salah, dosa-tidak dosa, adalah urusan
manusia dengan Tuhan-nya. Bagaimanapun, niat bertobat dalam hati para perempuan yang
dilacurkan lebih patut dihargai jika dibandingkan dengan para koruptor

yang diam-diam

memakan uang rakyat banyak.

DAFTAR pustaka
Kartini Kartono, Patology Social, Jakarta : Rajawali, 1992.
Tempo, 2003. Wanita Tuna Susila atau Pekerja Seks Komersial.
12

Al-Malik. 2010 . Kisah Pelacur Yang Menjadi Ahli Surga. Madinah: detik.com
Google Search Engine.
Artikel dan Blog tentang Wanita Tuna Susila.

13