BAIK DAN BURUK DILIHAT dari PeRSFEKTIF FILSAFAT DAN ALQUR’AN

  AKHLAK TASAWWUF BAIK DAN BURUK DILIHAT dari PeRSFEKTIF FILSAFAT DAN ALQUR’AN

  Makalah Disusun Oleh: Muhammad Ardi Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau 2008

PENGERTIAN BAIK DAN BURUK

  Dari segi marfologi bahasa. Baik dan buruk berasal dari kata khair (bahasa Arab) dan

  

good (bahasa Inggris). Baik dan buruk adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan

  1

  perasaan senang atau bahagia . Secara kebahasaan khair mengandung arti segala sesuatu yang didalamnya terkandung kebaikan dan membawa mamfaat bagi manusia, baik dalam masalah agama maupun urusan duniawi. Lawannya adalah syarr yang biasa diterjemahkan dengan

  2

  keburukan . Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi

  3

  kebaikan yang konkret Pengertian diatas menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Kesempurnaan, keharuan, kepuasan, kesenangan, kesesuaian, kebenaran, kesesuaian dengan keinginan, mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang dan bahagia dan yang sejalan dengan itu adalah merupakan sesuatu yang dicari dan diusahakan manusia, karena

  4 semuanya itu dianggap sebagai yang baik atau mendatangkan kebaikan bagi dirinya .

  Buruk, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertetangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian, yang dikatakan buruk adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya yang dikatakan baik,dan tidak disukai

  5 kehadirannya oleh manusia .

PENENTUAN BAIK DAN BURUK

  Dalam hal penentuan baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa segi pandang. Penentuan ini bisa dilihat dari konteks filsafat, agama, tradisi, budaya, Ideologi dan lain-lain. Defenisi baik dan buruk biasanya sangat bertentangan satu sama lain tergantung dari mana kita melihat defenisi itu. Bahkan defenisi itu bisa bertentangan, walaupun defenisi itu berasal dari konteks yang sama, misalnya budaya, akan bertentangan antara baik dan buruk budaya satu dengan yang lainnya. Sehingga pengertian baik dan buruk itu bersifat subjektif, karena tergantung dari individu yang menilainya. Dalam makalah ini akan dibahas dan membagi baik dan buruk dalam dua kategori 1 besar,yaitu filsafat dan Islam (Al-Qur’an). 2 Ensiklopedi Indonesia, Bagian I, hal 401 3 Ali Nurdin dalam Qur’anic Society hal 176 4 Achmd Chrris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawawi Pers, 1990) 5 H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2000). Hal 102 – 103

  Ibid. Hal 103

  BAIK DAN BURUK MENURUT PANDANGAN FILSAFAT Pandangan mengenai baik dan buruk sudah lama dibicarakan sejak dahulu oleh kaum filosof.

  Akan tetapi para pemikir ini (filosof) tidak tidak sepaham dalam menggariskan batas baik dan buruk bahkan ada saling pertentangan dalam merumuskan pemikirannya.

  Pada bagian ini kami akan membahas beberapa pandangan filsafat tentang baik dan buruk.

A. Baik dan Buruk Menurut Paham Pragmatisme

6 Pragmatisme berasal dari kata “pragma” yang artinya berguna. Pragmatisme adalah paham

  yang menganggap bahwa sesuatu itu baik jika bermamfat secara praktis, Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya

  7

  sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermamfaat secara praktis . Sehingga paham ini mementingkan melihat kedepan, mengenai tujuan, akibat-akibat, atau hasil praktis.

  Pragmatis mengandung konsekuensi hubungan makna dan kebenaran. Makna menyangkut ide, dan kebenaran menyatakan hubungan antara ide-ide yang dipandang berhubungan, dan hubungannya dengan sesuatu yang ditunjuk oleh ide-ide tersebut. Karena makna yang dikandung oleh ide-ide tersebut ditentukan oleh konsekuensi-konsekunsi yang paktis, maka kebenaran suatu tanggapan mengenai hubungan antar ide haruslah dengan cara tertentu

  8 berhubungan dengan corak-corak konsekuensi yang khusus .

  Pragmatisme membuat kebenaran menjadi pengertian yang dinamis dan nisbi; sambil berjalan kita membuat kebenaran, karena masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi bagi kita.

  Pragmatisme tidak menerima kebenaran yang kurang dinamis. Kebenaran harus dianggap dinamis dan humanis dalam arti mempunyai fungsi dalam kehidupan. Menurut Willian James, kebenaran adalah suatu proses yaitu suatu proses validitas atau verifikasi terhadap ide. Ide-ide itu hanyalah instrumen dalam suatu proses itu. Ide yang salah ialah instrumen yang buruk yang tidak bekerja atau tidak membimbing kita menuju kenyatan. Suatu ide tidak baik bila ia tidak baik untuk sesuatu. Lebih lanjut James berpendapat bahwa kebenaran mempunyai arti pragmatis, maka kebenaran itu merupakan nilai yang humanistis. Konsep kebenaran yang rasional murni tidak begitu disenangi oleh James karena kebenaran seperti itu hanya bersifat abstrak, sekedar

  6 7 Pragma berasal dari bahasa Yunani yang artinya berguna/bermamfaat 8 Asmoro Achmadi. Filsafat Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal 124 – 125 Louis O. Kattsoff: Penerjemah: SoejonoSoemargono. Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tira Wacana, 2004). Hal 127 - 128

  defenisi kosong yang tidak mempunyai relevansi dengan pengertian khusus dalam kehidupan

  9 kita .

  Pragmatisme juga mengajarkan bahwa kebenaran tidaklah sekedar berfungsi atau berguna, tetapi juga harus mempunyai kegunaan konkret. Sehingga kebenaran adalah suatu kumpulan nama untuk proses verifikasi, seperti kesehatan, kekayaan, kekuatan, dan sebagainya adalah suatu nama proses yang berhubungan dengan kehidupan kita,dan diperlukan dalam hidup kita.

  B. Baik dan Buruk Menurut Aliran Sosialisme (Adat-Istiadat)

  Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk,

  10 dan kalau perlu dihukum secara adat .

  Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat ini dalam tinjauan filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme. Munculnya paham ini bertolak dari anggapan karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya. Lebih jelas lagi apa yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu, itulah yang baik.

  Dalam dibidang ekonomi dikenal adanya sosialisme primitif. Sosialisme primitif berpendapat bahwa kita bekerja sesuai dengan kemampuan dan mengambil hasil sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, seseorang dianggap buruk jika orang itu mengeksploitasi lingkungan.

  C. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme

  Menurut paham ini, yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuaan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang

  11

  mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebagiahan dan kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlak itu tak lain dan tak bukan

  9 10 Ahmad Tafsir. Filsafat Umum (Bandung: PT Rosdakarya2007). Hal 196 11 H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo 2000). Hal 102 – 103

Epicurus (341 – 271 SM), filosof Yunani zaman Hellenisme, mengajarkan bagaimana manusia dalam hidupnya

bahagia, dia mengemukakan bahwa agar manusia dalam hidupnya bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa (ataraxia), namun kenyataan, banyak manusia yang hidupnya tidak bahagia karena mengalami ketakutan. Jadi, apabila manusia telah dapat menghilangkan ketakutannya, niscaya manusia akan memperoleh ketenangan jiwa, yang selanjutnya akan memperoleh kebahagiaan.

  adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan kebahagian serta kutamaan. Keutamaan itu

  12 tidak mempunyai nilai tersendiri, tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya .

  Menurut Epicurus lagi, bahwa kebagiaan akan didapat jika ketakutan dihilangkan. Terdapat tiga ketakutan dalam diri manusia seperti berikut ini:

  1. Agar manusia tidak takut terhadap kemarahan Dewa, sesungguhnya tidak beralasan manusia takut terhadap kemarahan Dewa karena Dewa mempunyai duninya sendiri dan manusia mempunyai dunianya sendiri. Jadi dunia Dewa dengan manusia lain.

  2. Agar Manusia tidak takut terhadap kematian. Tidak beralasan apabila manusia takut terhadap kematian karena kematian itu merupakan akhir suatu kehidupan dan setelah manusia hidup, tidak ada kehidupan lagi. Jadi, manusia tidak perlu takut akan kematian.

  3. Agar manusia tidak takut terhadap nasib. Karena nasib manusia bukan ditentukan oleh Dewa, akan tetapi ditentukan oleh atom-atom. Dengan demikian, adanya nasib manusia itu tergantung dari gerak atom-atom yang terdapat dalam diri manusia. Maka tidak ada alasan untuk takut terhadap nasib. Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa ketakutan terhadap

  13 kemarahan Dewa, kematian dan akan nasib .

  Dari sini terlihat bahwa Epicurus lebih mementingkan kelezatan akal dan rohani ketimbang

  14

  badan (jasad). Pada tahap selanjutnya paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan universal. Corak pertama berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kepuasan untuk dirinya sendiri, dan segenap daya upaya harus diarahkan pada upaya mencari kebahagiaan dan kelezatan yang bercorak individuallistik itu. Selanjutnya corak kedua (hedonime universal) memandang bahwa perbuatan yang baik itu adalah yang mengutamakan mencari kebahagian yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia, bahkan segala makhluk yang berperasaan.

D. Baik dan Buruk Menurut Paham Instituisisme (Humanisme)

  Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau disebut juga sebagai kata hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah ada pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan instinct batin

  15 12 yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang . 13 H. Abuddin Nata.Op.Cit. Hal 107 14 Asmoro Achmadi.Op Cit. Hal 61 Yang bercorak individualis lebih banyak mewarnai masyarakat Barat yang liberalis kapitalis, sedangkan 15 hedonisme universal lebih banyak pada masyarakat sosialistik komunis

H. Abuddin Nata.Op.Cit., hal. 109

  Dalam hal ini kita akan jumpai persamannya dalam Al-Qur’an surah Ay-Syams ayat 7 – 8

         

  Artinya: Demi jiwa dan penyempurnaannya. Maka Kami ilhamkan kepada jiwa itu mana keburukan dan mana ketakwaan.

  Dari ayat ini dapat dilihat bahwa Allah SWT telah menjadikan jiwa dan menyempurnakannya sehingga dapat membedakan baik dan buruk.

  E. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme

  Utiliti artinya berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan Negara disebut social. Paham ini terkadang cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang materialistic. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin kurang dihargai,

  16 karena secara material tidak ada lagi kegunaannya .

  Dalam Islam akan dijumpai hadis Nabi yang menilai baik adalah orang yang memberi mamfaat pada orang lain (HR. Bukhari).

  F. Baik dan Buruk Menurut Vitalisme Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.

  Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini menganut hukum rimba. Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme

  17 tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan paham yang bersifat demokratis .

  Istilah vitalisme menggambarkan lawan dari istilah “mekanisme”. Vitalisme menunjukkan ajaran-ajaran yang mendefenisiskan hidup dalam hubungannya suatu prinsip atau substansi yang khas dan yang bersifat mendalam. Yang kadang-kadang digolongkan sebagai ajaran vitalisme ialah ajaran-ajaran yang membicarakan hidup seolah-olahhanya sebagai suatu nama bagi corak- corak tingkah laku yang muncul. Istilah “muncul” dapat digambarkan secara demikian. Misal Oksigen dan Hidrogen. Kedua zat ini merupakan gas-gas yang bertingkah laku seperti gas. Bila dipadukan dengan cara-cara tertentu, maka kedua gas tersebut bergabung dan membentuk air. Didalam air tidak terdapat hal lain kecuali hydrogen dan oksigen, namun bila timbul air, maka muncullah dari keseluruhan (air) itu ciri-ciri yang tidak terdapat pada masing-masing unsurnya. 16 Hidup dipandang sebagai suatu perangkat ciri-ciri yang dimiliki oleh system yang bulat. 17 Ibid. Hal 112 - 113 Ibid. Hal 113 Sesungguhnya tidak ada substansi-substansi yang hidup, yang ada hanyalah proses-proses yang

  18 hidup .

  G. Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme

  Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam hal paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesaui dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak

  19 beriman kepada-Nya .

  Tetapi karena beriman kepada Tuhan harus sesuai dengan agama yang diyakini sehingga baik dan buruk menurut agama beragam dan bersifat relative bahkan ada yang berkontrasiksi satu sama lain sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

  H. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)

  Paham ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles R.Darwin (1809 - 1882). Pada hakekatnya menurut Darwin, antara binatang dan benda apa pun tidak ada bedanya. Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya.. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau

  20 diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral .

  18 19 Louis O. Kattsoff.Op Cit. Hal 278 – 279 20 H. Abuddin Nata.Op.Cit., hal. 114 Ibid. Hal 115

  

BAIK DAN BURUK MENURUT ISLAM (AL-QUR’AN)

  Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT, Al-Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadis Babi. Masalah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar.

  Islam (Al-Qur’an) menentukan baik dan buruk sesuai dengan firman Allah atapun hadis nabi. Baik dan buruk disini harus sesuai dengan pandangan Islam itu sendiri. Beberapa pandangan Islam tentang baik dan buruk antara lain akan dijelaskan dibawah ini.

  Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

  Kata ma’ruf adalah isim maf’ul, kata kerjanya adalah ‘arafa yang mengandung arti mengetahui (to know), mengenal atau mengakui (to recognize), melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan (to discern). Kata ma’ruf kemudian diartikan sebagai sesuatu yang

  

diketahui, yang dikenal atau yang diakui. Adakalanya juga diartikan sebagi menurut nalar

  (reason), sepantasnya dan secukupnya. Al-Raghib al-Ashfahani mengartikan sebagai “apa yang dianggap baik oleh syariat dan akal”.

  Lawan dari kata ma’ruf adalah munkar. Munkar berasal dari kata nakara yang berasal dari kata nun, kaf dan ra. Akar kata ini mengandung arti aneh, sulit, buruk tidak dikenal (lawan ma’ruf) dan juga mengingkari. Secara bahasa, munkar diartikan sebagai segala sesuatu yang dipandang buruk, baik dari norma dari syariat maupun norma akal yang sehat.

  Kata ma’ruf dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 32 kali. Diantaranya:

  Al-Baqarah 263:

               

  Artinya: Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah mahakaya,lagi maha penyantun.

  An-Nisa 6:

  

               

                

         

  Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika

  

menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada

mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan

  

dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa

(di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak

yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.

Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan

saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas

persaksian itu).

  Al-Maraghi mengartikan ma’ruf dengan “sesuai dengan ketentuan syara’ dan tidak diingkari oleh orang-orang yang mempunyai harga diri, juga bukan termasuk penghianatan atau

  21 ketamakan”.

  Beberapa ayat dalam juga mengandung makna yang sama, ma’ruf mengandung makna yang sama, ma’ruf mengandung nilai kepatutan, beberapa ayat tersebut antara lain: Al-Baqarah 178:

  

               

               

         

  Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan

  

orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan

wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,

hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi

ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang

demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

  

Beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang mengandung makna munkar antara lain:

  Al-Ankabut 29:

  

           

            

  Artinya: Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan

  

kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya

21 Ali Nurdin. Op Cit. Hal 168

  

mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang

benar."

  Thabathaba’i menafsirkan ayat ini dengan “mengabaikan jalan” yang mengantar pada

  22 lahirnya keturunan, mengabaikan perempuan, dan melampiaskan nafsu bersama laki-laki .

  An-Nahl 90:

  

             

    

  Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi

kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.

  Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran Al-Khoir

  Al-Khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia,

  seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermamfaat. Lawannya adalah As-Syarr

  23

  yang diterkemahkan dengan keburukan . Secara bahasa Khair mengandung arti segala sesuatu yang didalamnya terkandung kebaikan dan membawa mamfaat bagi manusia baik dalam masalah agama maupun urusan duniawi

  Kata Khair dapat dijumpai pada beberapa ayat, antara lain:

  Al-Baqarah 158:

  

                  

        

  Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka

  

barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya

mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan

kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

  22 23 Ibid. Hal 206 Drs. Abuddin Nata H. Op. Cit. Hal 18

  Al Imran 26:

  

               

           

  Artinya: Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan

  

kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau

kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang

Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa

atas segala sesuatu.

  Al-Baqarah 110

  

                

  

  Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu

  

usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya

Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

  Shaad 47:

       

  Artinya: Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.

  Yang dimaksud dengan orang-orang pilihan dalam ayat ini adalah Nabi Ibrahim a.s beserta keturunannya, mereka antara lain Ishak, Ya’qub, Ismail, Ilyasa dan Zulkifli.

  Al-Birr

  Kata birr secara bahasa bermakna “keluasaan dalam kebajikan”. Kata yang terdiri dari huruf ba, dan ra’ ganda mengandung empat makna dasar yaitu pertama kebenaran, dari sini lahir makna ketaatan, karena yang taat membenarkan yang memerintahnya dengan tingkah laku; menepati janji karena yang menepati janjinya membenarkan ucapannya; juga makna kejujuran dan cinta. Kedua daratan sebagai lawan dari lautan (bahr), dari sini lahir lata bariyah yang berarti padang pasir, luas dan masyarakat manusia, karena daratan atau padang pasir sedemikian luas, dan karena masyarakat manusia pada umumnya hidup didaratan. Ketiga, jenis tumbuhan dan keempat, meniru suara; seseorang yang suaranya keras dan banyak bicara tanpa dipahami

  24 dinamai barbarah dari sini lahir istilah barbar .

  AL-Birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan sebagai sifat Allah, dan terkadang juga untuk sifat manusia. Jika kata tersebut digunakan untuk sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya. Misal pada surah AL-Baqarah 177:

  

               

          

           

              

   

  Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan

  

tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-

malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,

anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang

yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan

zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar

dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar

(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

  Surah At-Thur 28:

            

  Artinya: Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan

  kebaikan lagi Maha Penyayang

  Ayat ini berisi ucapan hamba-hamba Allah yang taat dikmuian hari yang memberikan

  25 pujian kepada Allah sebagai al-Barr yang dirangkai dengan sifatnya yang lain, yaitu Ar-Rahim .

  24 25 Ali Nurdin. Op Cit. Hal 189 - 190 Ibid. Hal 190

  Sholeh

  Kata shaleh kadang diartikan dengan “baik” terambil dari akar kata shaluba yang maknanya sebagai antonym dari kata fasid, yang berarti “rusak”. Sehingga kata shaleh juga diartikan sebagai “bermamfaat dan sesuai”. Dari sinilah amal shaleh dapat diartikan sebagai aktivitas yang apabila dilakukan, maka suatu kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada; atau dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas yang dengan melakukannya diperoleh mamfaat dan kesesuaian. Seorang yang shaleh adalah yang segala aktivitasnya mengakibatkan terhindarnya

  26 mudarat, atau yang pekerjaannya memberi mamfaat kepada pihak-pihak lain .

  Beberapa Kata shaleh dalam Al-Qur’an

  Al-Baqarah 220

  

                 

              

  Artinya: tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,

  

katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan

mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan

dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat

mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

           

  Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

  Beberapa kata fasid yang merupakan lawan dari kata shaleh

  AL-Baqarah 205:

                 

  Artinya: Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan

  

kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak

menyukai kebinasaan.

26 Ibid. Hal 197

  Al-Maidah 32:

  

                

             

          

  Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa

  

yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan

karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia

seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah

dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada

mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian

banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat

kerusakan dimuka bumi.

  Thayyib

  Makna dasar kata thayyib adalah segala sesuatu yang dirasakan enak oleh panca indera maupun jiwa material maupun immaterial. Thayyib dapat juga dipahami dalam arti bebasnya sesuatu dari segala yang mengeruhkannya, thayyib sebagai lawan dari kata khabits. Sehingga kata khabits adalah segala sesuatu yang tidak disenangi disebabkan keburukan dan kehinaan dari segi material atau immaterial, baik menurut pandangan akal atau syariat. Karena itu tercakup

  27 dalam kata khabits adalah hal-hal yang buruk dari segi keyakinan, ucapan, maupun perbuatan .

  Beberapa ayat Al-Qur’an yang memuat kata thayyib:

  Al-Baqarah 168:

  

                



  Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,

  

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu

adalah musuh yang nyata bagimu.

27 Ibid. Hal 193

  An-Nur 26:

  

          

        

  Artinya: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah

  

buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang

baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang

dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka

ampunan dan rezki yang mulia (surga).

  Al-Maidah 100

  

              

 

  Artinya: Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang

  

buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu

mendapat keberuntungan."

  Dari pemaparan makna-makna thayyib yang dijelaskan oleh Al-Qur’an di atas ditarik kesimpulan bahwa makna-makna tersebut tidak berbeda jauh dengan arti kebahasaannya yaitu segala sesuatu, material maupun spiritual yang terhindar dari kekeruhan ataupun segala bentuk keburukan.

  

Daftar Pustaka

  Nurdin, Ali.2006.Qu’anic Society.Jakarta: Erlangga Nata, Abuddin, H. Drs.2000.Akhlak Tasawwuf.Jakarta: PT Raja Graindo Achmadi, Asmoro.2005.Filsafat Umum.Jakarta: PT Raja Grafindo Kattsoff, Louis, O.2004.Pengantar Filsafat.Alih bahasa Soejono Soemargono.Yoyakarta: Tiara Wacana Yogya.

  Tafsir, Ahmad.Dr.Prof.2007.Filsafat Umum.Bandung: PR Remaja Rosdakarya

  

Al-Qur’an dan terjemahannya. Departemen Agama. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang