ANALISIS PERAN BUDAYA KEKERABATAN DAN PERILAKU ETIS DALAM KAITANNYA DENGAN INDEPENDENSI AUDITOR PADA KANTOR INSPEKTORAT KOTA KENDARI

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

“ANALISIS PERAN BUDAYA KEKERABATAN DAN PERILAKU ETIS DALAM
KAITANNYA DENGAN INDEPENDENSI AUDITOR PADA
KANTOR INSPEKTORAT KOTA KENDARI”
Oleh
Hasbuddin1, Tuti Dharmawati2, Zulkifli Aspar3
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo
Kendari Sulawesi Tenggara
ABSTRACT
This study aims to exam the role of cultural kinship and ethical behavior in relation
to the independence of auditors. Kinship cultural indicators used in this study is the
attitude of individualism and collectivism while ethical behavior used in this study is more
directed at the attitudes and behavior in the performance of auditors.The population in this
study amounted to 28 people consisting of PPUPD totaling 14 people and Auditor totaling
14 people in the Office of the Inspectorate of Kendari. A total of 28 samples were obtained
using census method. In analyzing the role of the independent and dependent variables
used descriptive analysis
Research shows that the role of cultural kinship and ethical behavior in relation to
the independence of the auditor have a role in the independence of auditors, whose

attitude is more likely to maintain independence individualism than collectivism attitudes,
views of auditors tend to use the attitude of individualism or collectivism in every
pemeriksaanya. And ethical behavior that is well understood by auditors not hamper the
independence but it is able to maintain the independence of the auditor itself.
Keywords: Kinship Cultural, Ethical Behavior, Auditor Independence.
I. Pendahuluan
Audit merupakan salah satu bagian dari pengawasan, pada praktisnya terdiri dari
tindakan mencari keterangan tentang apa yang dilaksanakan dalam suatu instansi yang
diperiksa, membandingkan hasil dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyetujui atau
menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)
terkadang menemui kendala dalam pelaksanaannya dimana adanya rasa kekeluargaan,
kebersamaan dan pertimbangan manusiawi yang terlalu menonjol.
Kode Etik APIP dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (PERMENPAN) Nomor PER/04/M.PAN/03/2008, salah satu tujuannya adalah
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja
yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga terwujud auditor yang
kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Independensi merupakan
salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh auditor untuk menjaga kredibilitasnya.
Pentingnya independensi bagi auditor dalam menjalani profesinya menjadikan

independensi banyak dijadikan topik penelitian. Penelitian-penelitian tersebut di antaranya
adalah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi independensi. Seperti yang dilakukan
Ardiani dkk, (2011), yaitu analisa faktor-faktor yang mempengaruhi independensi
yaitu:analisis faktor-faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik pada KAP di
Bandung, meneliti enam variabel, yaitu: (1) hubungan keluarga akuntan dengan klien, (2)
besar audit fee (3) hubungan usaha dan keuangan, (4) pemberian fasilitas dan bingkisan,
(5) keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai, (6) pelaksanaan jasa lain.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 1

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Hasil penelitian yang tidak sama dan lebih mengarah pada pengaruh hubungan
antara klien dengan auditor, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor yang berasal
dari sisi yang mempengaruhi nilai personal seorang auditor, yaitu dari sisi nilai budaya
kekerabatan dan perilaku etis. Faktor ini menjadi hal yang menarik untuk diteliti karena
kedua faktor ini mampu mempengaruhi kompetensi auditor dalam mempertimbangkan

keputusan-keputusannya saat melakukan proses audit.
Nilai budaya dalam penelitian ini akan memfokuskan pada faktor-faktor
pemahaman nilai personal yang terdapat pada diri seorang auditor, yaitu pemahaman
nilai budaya dan nilai etika yang dipegangnya. Adapun nilai budaya yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu nilai budaya menurut teori Hofstede (2005), yaitu nilai budaya
bangsa Indonesia secara umum, bukan etnis tertentu. Menurut Hoftsede (2005)
terdapat 5 dimensi budaya, yaitu JarakKekuasaan, Penghindaran Ketidakpastian,
Individualisme dan Kolektivisme, Maskulinitas dan Femininitas, Orientasi Jangka Panjang
dan Orientasi Jangka Pendek. Dalam penelitian Hofstede (2005), dimensi budaya yang
menonjol pada bangsa Indonesia adalah kolektivisme.
Hasil penelitian Hofstede (2005), sekaligus menunjukkan bahwa dimensi
Individualisme dan Kolektivisme merupakan fenomena unik masyarakat Indonesia.
Individualisme dan Kolektivisme berkaitan dengan hubungan seseorang dengan
lingkungan sosialnya, bagaimana seseorang memperlakukan anggota masyarakat yang
lain, bagaimana cara berkomunikasi dengan anggota masyarakat yang lain, dan
bagaimana kecenderungan seseorang dalam menghadapi norma-norma sosial yang
berlaku di dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini yaitu : 1. Bagaimana peran budaya kekerabatan dalam hubungannya dengan
independensi auditor?, 2. Bagaimana peran perilaku etis dalam hubungannya dengan

independensi auditor?. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui peran
budaya kekerabatan yang dipahami auditor dalam hubungannya dengan independensi
auditor, 2. Untuk mengetahui peran perilaku etis yang dipahami auditor dalam
hubungannya dengan independensi auditor.

II. Kajian Teori
Auditing
Peraturan
Menteri
Negara
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
No.Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 maret 2008 tentang Standar Audit APIP
menyatakan bahwa “auditing adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evlauasi
bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar
audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi dan
keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah”.
Agoes (2012:3) “auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti mengenai informasi
untuk memutuskan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang

telah ditentukan. Auditing harus dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten”.
Auditing memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena
akuntan public sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir pemeriksaannya akan
memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan, hasil usaha, perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas (Agoes, 2012:2).
1.

2. Audit Internal
Definisi audit internal dikemukakan oleh Effendi (2007) dalam Ridha Abdiyana
(2012:21) yaitu: “Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 2

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
organisasi yang dilaksanakan”.

Auditor Internal adalah seseorang yang memiliki keahlian dan profesional untuk
memberikan nilai tambah bagi organisasi dengan cara meningkatkan peluang untuk
mencapai tujuan organisasi, mengidentifikasi perbaikan operasi, dan atau mengurangi
melalui jasa asuransi dan jasa konsultasi.Internal auditor ialah orang atau badan yang
melaksanakan aktivitas internal auditing. Oleh sebab itu internal auditor senantiasa
berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dan penilaian
langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia
usaha yang semakin kompleks.
Menurut Mulyadi (2009), menyatakan bahwa tujuan dari audit internal adalah
sebagai berikut :“Membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung
jawab mereka dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi dan komentarkomentar pentingnnya mengenai kegiatan mereka”.
3. Budaya kekerabatan
Pengertian Sistem Kekerabatan dan Ruang Lingkupnya Kekerabatan merupakan
unit sosial dimana anggota-anggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan
darah). Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih satu
keturunan atau mempunyai hubungan darah dengan ego. Sistem kekerabatan adalah
serangkaian aturan yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat. Mencakup
berbagai tingkat hak dan kewajiban diantara kerabat. Contohnya : kakek, ayah, ibu, anak,
cucu, keponakan dan seterusnya. Sedangkan bentuk kekerabatan lain yang terjalin akibat
adanya hubungan perkawinan antara lain; mertua, menantu, ipar, tiri dan lain-lain

(Koentjaraningrat,1992).
Budaya diartikan sebagai pengetahuan yang dipahami dan menjadi karakteristik
yang mempengaruhi respon seseorang terhadap lingkungan. Pengetahuan ini nantinya
akan membentuk nilai, menciptakan sikap, dan mempengaruhi perilaku (Hodgetts, 2006).
Budaya selain berfungsi sebagai pengikat juga berfungsi membedakan anggota suatu
kelompok dari kelompok yang lain. (Hofstede 2005) menjelaskan lima dimensi nilai
budaya:
a. Jarak Kekuasaan
Jarak kekuasaan berkaitan dengan perlakuan yang berbeda akibat adanya
ketidaksetaraan pendistribusian pada suatu lingkungan sosial. Hal ini mengarah pada
sejauh mana seseorang mampu menerima kekuasaan yang tidak merata.
b. Penghindaran Ketidakpastian
Penghindaran ketidakpastian berkaitan dengan tingkat tekanan pada masyarakat
dalam menghadapi ketidakpastian di masa depan. Ketidakpastian yang ekstrim
menciptakan tingkat kecemasan yang tinggi dan tingkat perbedaan penanganan oleh
seseorang dalam mengatasi ketidakpastian yang terjadi. Adanya teknologi, peraturan dan
keyakinan yang dimiliki masyarakat menjadi faktor yang membantu dalam mengatasi
ketidakpastian yang terjadi.
c. Individualisme dan Kolektivisme
Individualisme menggambarkan hubungan antara individu dan kolektivitas yang

berlaku dalam suatu masyarakat. Individualisme terbentuk ketika minimnya ikatan antara
individu, sehingga individu cenderung untuk meletakkan kepentingan dirinya sendiri di
atas kepentingan kelompok. Budaya individualis kontras dengan budaya kolektivis.
Individu dengan budaya kolektivis memiliki ketertarikan yang kuat dengan lingkungan
sosialnya, sehingga lebih mengutamakan tujuan kelompok dibanding tujuan pribadi.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 3

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

d. Maskulinitas dan Femininitas
Maskulinitas dan femininitas berkaitan dengan cara masyarakat berperilaku
berdasarkan pengaruh perbedaan biologis yang menunjukkan peran emosional dan
sosial. Laki-laki seharusnya bersikap tegas, tangguh, dan materi menjadi fokus perhatian
untuk mencapai kesuksesan sedangkan wanita seharusnya lebih sederhana, lembut, dan
peningkatan kualitas hidup yang menjadi fokus tujuannya. Maskulinitas mengarah pada
sejauh mana nilai-nilai dominan pada masyarakat maskulin dan peran gender sosial jelas

berbeda. Sebaliknya, femininitas berkaitan dengan masyarakat yang mempunyai peran
gender yang tumpang tindih, yaitu baik laki-laki maupun perempuan bersikap sederhana,
lembut dan fokus pada peningkatan kualitas hidup.
e. Orientasi Jangka Panjang dan Orientasi Jangka Pendek
Orientasi jangka panjang dan orientasi jangka pendek berkaitan dengan
seberapa luas fokus tujuan yang direncanakan oleh masyarakat. Masyarakat yang
berorientasi jangka panjang akan menetapkan tujuan jangka panjang sejak dini dan
kemudian menetapkan strategi-strategi untuk mencapai tujuan sehingga mampu
mengatasi masalah secara keseluruhan. Sebaliknya, masyarakat yang berorientasi
jangka pendek hanya menetapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai pada jangka pendek
sehingga hanya mampu mengatasi masalah secara parsial.
Budaya berperan penting dalam tiap aspek kehidupan manusia. Hampir setiap
perilaku yang dilakukan manusia sehari-hari dipengaruhi oleh budaya yang mereka anut,
termasuk dalam praktik akuntansi misalnya saja pada praktik proses audit yang dilakukan
auditor. Dalam menjalankan proses audit, auditor diharuskan bekerja secara
berkelompok. Tingkat individualisme-kolektivisme yang dimiliki masing-masing individu
ikut mempengaruhi tingkat kontribusi yang diberikan terhadap kelompoknya. Seorang
auditor yang masuk ke dalam suatu lingkungan yang memiliki kolektivisme yang tinggi
akan cenderung terganggu pada sikap independensi yang dimiliki.
Dalam menjalankan proses audit, kecenderungan auditor untuk bekerja secara

berkelompok memunculkan keraguan apakah budaya individualisme-kolektivisme akan
mempengaruhi independensi yang dimiliki masing-masing individu. Sikap independensi
akan lebih mudah diaplikasikan ketika seorang auditor bekerja secara individu, akan
tetapi muncul pertanyaan apakah hal ini masih mudah diaplikasikan ketika seorang
auditor diharuskan bekerja secara berkelompok. Dalam kelompok, seorang auditor tetap
harus mempertimbangkan masukan dari anggota kelompok lain, dalam arti tingkat
individualitas seorang auditor harus ditekan.
Kelompok yang terbentuk tentu berisi individual yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda sehingga pengambilan keputusan pun akan diambil berdasarkan
sudut pandang yang berbeda. Padahal dalam hal ini, keharmonisan dalam mengambil
keputusan tidak memihak dan tetap independen harus dihasilkan dalam kelompok. Oleh
karena itu, menjadi tantangan bagi auditor untuk tetap menjaga independensi meski
berada dalam lingkungan yang tingkatkolektivitasnya tinggi tanpa membuat konflik
diantara anggota kelompok yang berada di dalamnya.
4. Perilaku Etis
Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (2006:58) perilaku etis adalah
perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum
sehubungan dengan tindakan-tindakanyang benar dan baik.Perilaku etis ini dapat
menentukan kualitas individu (karyawan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
diperoleh dari luar yang kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam bentuk perilaku.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etis yaitu: 1. Budaya organisasi, 2. Kondisi
politik, 3. Perekonomian global. Adapun faktor yang mempengaruhi Perilaku Etis Menurut

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 4

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Dougall dalam Zulfahmi (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
meliputi:
a) Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu
b) Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga
dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan
karakteristik kelompok atau organisasi di mana ia ikut di dalamnya.
c) Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang.
Kode Etik APIP dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
(PERMENPAN) Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang kode etik pengawasan intern
pemerintah mengatakan prinsip-prinsip perilaku etis yaitu:
a. Integritas
Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana,
dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan yang andal.
b. Obyektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan,
mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian
seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan
sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.
c. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak
mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan.
d. Kompetensi
Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.
5. Independensi auditor
Semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP (Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah) harus independen dan para auditornya harus objektif dalam pelaksanaan
tugasnya. Untuk independensi pada Inspektorat Kota Kendari sangat berbeda dengan
independensi yang dimiliki oleh BPK, BPKP atau Akuntan Publik.
Inspektorat Kota Kendari bagian dari SKPD pada Kota Kendari. Hasil pemeriksaan
yang dilakukan Inspektorat kota yang dapat memberikan saran kepada Kepala Daerah
melalui laporan hasil pemeriksaan untuk memberikan sanksi dari temuan penyalagunaan
wawenang pada SKPD-SKPD di Kota Kendari.
Menurut Sawyer (2005:35), Indikator indenpendensi profesional adalah:
a.
Independensi dalam program audit
1) Bebas dari intervensi manajerial atas program audit
2) Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit
3) Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang
disyaratkan untuk sebuah proses audit.
b.
Independensi dalam verifikasi
1) Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang
relevan dengan audit yang dilakukan
2) Mendapatkan kerjasama yang aktif dari karyawan menajemen selama verifikasi
audit.
3)
Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi aktivitas yang
diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 5

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

c.

Independensi dalam pelaporan
1)
Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikan dari fakta-fakta
yang dilaporkan
2)
Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam
laporan audit
3)
Menghindari pengunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja
maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini dan rekomendasi dalam
interpreatsi auditor
4)
Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenain
fakta dan opini, dalam laporan audit internal.

Arens (2004), menyatakan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik
akan independensi yang dimiliki auditor. Independensi seorang auditor menurut Halim
(2001: 21) terdiri atas tiga aspek, yaitu sebagai berikut. (1) Independence in fact
(independensi senyatanya) yaitu syarat bahwa seorang auditor harus memiliki kejujuran
dan integritas yang tinggi yang harus terus dipertahankan, (2) Independence in
appearance (independensi dalam penampilan) yang berkaitan dengan pandangan pihak
lain terhadap kemampuan auditor saat melakukan pelaksanaan audit. Auditor harus
menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain tidak meragukan
independensi dan objektivitas. (3) Independence in competence (independensi dari sudut
keahlian) yang berkaitan dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
6. Penelitian terdahulu
Yohana Sitta P.D (2014) melakukam penelitian dengan judul Pengaruh Budaya
Kekerabatan dan Keetisan Terhadap Sikap Independensi Auditor. Persamaan dari
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Yohana Sitta P.D (2014) terletak pada
variabel independennya yaitu budaya kekerabatan dan keketisan dan variabel
dependennya yakni independensi auditor.Perbedaan penelitian ini terletak pada obyek
penelitian, pada penelitian Yohana Sitta P.D (2014) ialah Mahasiswa jurusan akuntansi
Universitas gadja mada jogjakarta sedangkan pada penelitian ini ialah pada Kantor
Inspektorat Kota Kendari.
Agustin Suryaningtias (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik pada KAP di Bandung,
Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian Agustin Suryaningtias (2007) yaitu pada
variabel independennya menggunakan enam variabel, yaitu: 1) Hubungan keluarga
akuntan dengan klien, 2) Besar audit fee, 3) Hubungan usaha dan keuangan, 4)
Pemberian fasilitas dan bingkisan, 5) Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai, 6)
Pelaksanaan jasa lain.Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
Agustin Suryaningtias (2007) terletak pada variabel dependennya yakni independensi
auditor. Sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan dua variabel saja yakni
budaya kekerabatan dan perilaku etis. Perbedaan lainnya juga terletak pada obyek
penelitian, pada penelitian Agustin Suryaningtias (2007) ialah Kantor Akuntan Publik
(Studi Empiris Pada Auditor dalam Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung), sedangkan
pada penelitian ini ialah pada Kantor Inspektorat Kota Kendari.
7. Kerangka Pikir dan Paradigma Penelitian
Penelitian ini akan menguji Peran Budaya Kekerabatan dan Perilaku etis dalam
kaitannya dengan Indenpendensi AuditorPada Kantor Inspektorat Kota Kendari.Auditor
dalam menjalankan tugasnya harus bersikap independen karena tidak hanya
bertanggung jawab kepada klien sebagai pihak teraudit tetapi juga kepada publik sebagai
pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang sudah diaudit. Latar

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 6

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

belakang budaya dari seorang auditor ikut mempengaruhi tingkat independensi yang
dimilikinya. Auditor yang memiliki budaya individualisme yang tinggi akan lebih mudah
bersikap independen meskipun akan merasa kesulitan ketika keputusan yang diambil
harus berdasarkan keputusan bersama di dalam kelompok. Sedangkan auditor yang
memiliki budaya kolektivisme akan lebih sulit mempertahankan independensi karena
banyak faktor yang harus dipertimbangkan termasuk kepentingan kelompok.
Skema 1
Paradigma Penelitian

Budaya Kekerabatan
(X1)

Independensi Auditor

Perilaku Etis (X2)

(Y)

Keterangan :
: Peran Secara Parsial
: Peran Secara Simultan

III. METODE PENELITIAN
Objek dari penelitian yang dilakukan adalah peran budaya kekerabatan dan
perilaku etis dalam kaitannya dengan indenpendensi auditor pada Kantor Inspektorat Kota
Kendari.Populasi dalam penelitian ini berjumlah 28 orang yang terdiri dari PPUPD yang
berjumlah 14 orang dan Auditor yang berjumlah 14 orang yang ada di Kantor Inspektorat
Kota Kendari.Penarikan sampel pada penelitian ini adalah yaitu dengan metode sensus,
dimana pengambilan sampel berdasarkan auditor yang melaksanakan.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai variabel penelitian. Skala yang
digunakan untuk menilai pertanyaan adalah Skala Likert, Pertanyaan pada bagian ini
dikembangkan dengan menggunakan model skala likert (Likert Summated Rating) yang
masing-masing butir pertanyaannya diberi skor 1 sampai 5. (Riduwan, 2008:16).
Definisi operasional variabel dan indikator yaitu sebagai berikut:
a. Budaya Kekerabatan merupakan sebuah hubungan yang berkaitan dengan
hubungan seseorang dengan lingkungan sosialnya, bagaimana seseorang
memperlakukan orang lain, dan bagaimana kecenderungan seseorang dalam
menghadapi norma-norma yang berlaku. Budaya kekerabatan ini nantinya akan
membentuk nilai, menciptakan sikap, dan mempengaruhi perilaku dari diri auditor.
Adapun dimensi budaya yang menonjol di indonesia yaitu : Individualisme dan
Kolektivisme.
b.
Perilaku Etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang
diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang benar dan baik.
Ketika mempertimbangkan baik dan buruk hal yang harus dilakukan seseorang,
seharusnya keputusan yang diambil juga mampu memberikan konsekuensi yang baik

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 7

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain. Adapun Indikator
perilaku etis yaitu: integritas, objektivitas, kerahasian dan kompentensi.
c.
Independensi Auditor merupakan sikap yang menyatakan kejujuran dalam diri
auditor dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang obyektif, sikap tidak memihak
dalam diri auditor untuk merumuskan dan menyatakan pendapat.
IV.Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel Budaya Kekerabatan (X1) dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan 6 butir item pernyataan dari 3 indikator, variabel Kompetensi Perilaku
Etis (X2) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan 10 butir item pernyataan
dari 4 indikator dan variabel Independensi Auditor (Y) yang diukur dengan
menggunakan 10 butir item pernyataan dari 3 indikator. Adapun rekapitulasi jawaban
atas pernyataan responden, diuraikan sebagai berikut :
Tabel 1
Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
Tanggapan
Responden
No

Budaya
Kekerabatan

Perilaku Etis

Independensi
Auditor

Tanggap
an

Poi
n

F

T

%

F

T

%

F

T

%

[1]

Sangat
Setuju

5

36

18
0

27,0
3

79

395

33,6
2

13
8

690

57,1
2

[2]

Setuju

4

10
0

40
0

60,0
6

17
7

708

60,2
5

10
5

420

34,7
7

[3]

Netral

3

22

66

9,91

24

72

6,13

26

78

6,46

[4]

Tidak
Setuju

2

10

20

3,00

0

0

0

10

20

1,65

[5]

Sangat
Tidak
Setuju

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

27
9

1.20
8

100

Jumlah

16
66
100
28
1.17
100
8
6
0
5
Sumber : Hasil output IBM SPSS 20, data primer diolah tahun 2016

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
kecenderungan jawaban responden adalah sebagai berikut :
1) Budaya Kekerabatan (X1)

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

hasil

persentase

Page 8

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Skor Ideal

= Angka Penilaian Tertinggi x Jumlah Pertanyaan x
Jumlah Responden
= 5 x 6 x 28
= 840
Kecenderungan Skor Jawaban = Total Keseluruhan x 100
Skor Ideal
Kecenderungan Skor Jawaban = 666 x 100 = 79,28% (Kuat)
840
Presentase kecenderungan skor jawaban untuk pernyataan dalam variabel
Budaya Kekerabatan sebesar 79,28% dan termasuk dalam kategori kuat. Hasil
penelitian ini secara deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan
indikator- indikator pada variabel Budaya Kekerabatan, hal ini mengindikasikan bahwa
auditor pada Inspektorat Kota Kendari telah menerapkan Budaya Kekerabatan (dalam
hal ini ialah sikap individualism dan sikap kolektivisme) dalam menjalankan tugasnya.
2) Perilaku Etis (X2)
Skor Ideal
= Angka Penilaian Tertinggi x Jumlah Pertanyaan x
Jumlah Responden
= 5 x 10 x 28
= 1.400
Kecenderungan Skor Jawaban = Total Keseluruhan x 100
Skor Ideal
Kecenderungan Skor Jawaban = 1.175 x 100 = 83,93% (Sangat Kuat)
1.400
Presentase kecenderungan skor jawaban untuk pernyataan dalam variabel
Perilaku Etis sebesar 83,93% dan termasuk dalam kategori sangat kuat. Hasil
penelitian ini secara deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan
indikator- indikator pada variabel Perilaku Etis, hal ini mengindikasikan bahwa auditor
pada Inspektorat Kota Kendari telah menerapkan Perilaku Etis dalam menjalankan
tugasnya.
3) Independensi Auditor (Y)
Skor Ideal
= Angka Penilaian Tertinggi x Jumlah Pertanyaan x
Jumlah Responden
= 5 x 10 x 28
= 1.400
Kecenderungan Skor Jawaban = Total Keseluruhan x 100
Skor Ideal
Kecenderungan Skor Jawaban = 1.208 x 100 = 86,28% (Sangat Kuat)
1.400

Presentase kecenderungan skor jawaban untuk pernyataan dalam
variabel Budaya Kekerabatan sebesar 86,28% dan termasuk dalam kategori
sangat kuat. Hasil penelitian ini secara deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata
responden setuju dengan indikator- indikator pada variabel Independensi Auditor,
hal ini mengindikasikan bahwa auditor pada Inspektorat Kota Kendari telah
m en gut am ak a n Independensi Auditor dalam menjalankan tugasnya.
b.

Uji Validitas dan Reabilitas
1) Uji Validitas digunakan untuk melihat sejauh mana ketetapan dan kecermatan
dalam melakukan fungsi alat ukur. Uji validitas dilakukan dengan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 9

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

menggunakan metode statistic product moment pearson. Bila dari hasil
pengujian lebih besar dari 0,30 (r ≥ 0,30) instrument dikatakan valid. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa semua item pada indicator masing-masing variabel
memilki nilai signifikan dibawah α = 0,05 serta memiliki nilai koefisien r ≥ 0,30.
Jadi dapat diartikan bahwa semua item pernyatan yang digunakan sebagai
instrument dalam penelitian ini adalah valid.
2) Uji Realibilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabiltas instrumen akan di uji dengan
menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Bila dari hasil pengujian instrumen
diperoleh nilai koefisien lebih besar dari 0,60 maka instrumen yang digunakan
adalah reliabel. Dari hasil penelitian bahwa nilai koefisien alpha dari seluruh
item pernyataan yang dijadikan sebagai instrument dalam penelitian ini berada
diatas cronbach’s alpha ≥ 0,60, yang berarti bahwa semua item pernyataan
reliable (dapat dipercaya keandalannya).
c. Koefisien Determinasi ( )
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Untuk mengetahui besarnya
kontribusi peran budaya kekerabatan dan perilaku etis dalam akaitannya dengan
independensi auditor pada Kantor Inspektorat kota Kendari.
Tabel 2
Hasil Uji Koefisien Determinasi

Mode
l

R

R Square

Adjusted R
Square

Std. Error of
the
Estimate

1
,399a
,159
,0,92 ,952883000
Sumber : Hasil output IBM SPSS 20, data primer diolah tahun 2016

Tabel 2 diketahui besarnya R2= 0,159, hal ini menunjukkan bahwa peran
langsung X1,X2, terhadap Y adalah 15% atau dengan kata lain kontribusi variabel
Budaya Kekerabatan (X1), dan Perilaku Etis (X2) terhadap Independensi auditor (Y)
adalah sebesar 15%. Hal ini berarti ada variabel lain atau Variabel Epselon (€)
sebesar 85% yang mempengaruhi variabel Y namun tidak dalam penelitian ini.
2. Pembahasan
a. Peran Budaya Kekerabatan dalam Kaitannya dengan Independensi Auditor
Adanya peran budaya kekerabatan dalam hubunganya dengan
independensi auditor maka penulis berpendapat bahwa hubungan kekerabatan
dengan sikap individualisme dan kolektivisme yang ada pada diri auditor berperan
dalam membantu proses pemeriksaan dan pelaporan audit. Auditor dalam
menjalankan tugasnya selalu berhadapan dengan lingkungan sosial, khususnya
dalam menghadapi hubungan dengan sesama anggota tim kerja dan juga
hubungan dengan pihat auditee. Hal ini menjadi menarik, karena ketika berada
dalam sebuah tim audit yang masing-masing anggotanya memiliki tingkat
individualisme dan kolektivisme yang berbeda, keharmonisan dan kekompakkan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 10

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

antar anggota tim harus dibentuk untuk menghasilkan keputusan yang tidak
menyimpang dari kode etik dan tetap independen. Begitu juga ketika berhadapan
dengan pihak auditee, cara berkomunikasi yang profesional dan sikap indepensi
harus selalu dijaga.
Hasil penelitian yang menyatakan bahwa mayoritas auditor pada Kantor
Inspektorat Kota Kendari selalu menjaga kredibilitas dalam bekerja, bertanggung
jawab, serta memilki keterampilan, bersikap objektif dalam setiap melakukan dan
menyelesaikan penugasan yang diberikan kepadanya. Walaupun dalam suatu
kelompok terdapat salah satu anggota auditor mempunyai hubungan kekerabatan
dengan pihak auditee pada saat melakukan pemeriksaan audit dalam suatu
instansi, namun dengan sifat individulisme dan kolektivisme yang di miliki auditor
justru membuat auditor tersebut tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pemeriksaan audit karena auditor tersebut dapat menjaga independensinya setiap
bertugas dimanapun dan dengan pihak siapapun.Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yohana Sitta P.D.
b. Peran Perilaku Etis dalam Kaitannya dengan Independensi Auditor
Adanya peran perilaku etis dalam independensi auditormaka penulis
berpendapat bahwa perilaku etis dengan sikap integritas, obyektifitas, kerahasiaan
dan pengetahuan serta kompetensi yang ada pada diri auditor berperan penting
dalam membantu proses pemeriksaan dan pelaporan audit.
Hasil penelitian yang menyatakan bahwa auditor pada Kantor Inspektorat
Kota Kendari memiliki kemampuan untuk mempertahankan sikap etis, sehingga
dalam melakukan pengambilan keputusan auditor tidak mudah dipengaruhi oleh
pihak lain karena penting bagi setiap auditor memilki pemahaman terhadap
perilaku yang baik agar sikap independensi selalu bisa dilakukan oleh auditor
pada setiap tugas yang diberikan.
Hasil ini sejalan dengan hasil menelitian yang dilakukan oleh Yohana Sitta
P.D dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa pemahaman nilai etis berperan
penting dalam menjaga independensi auditor. Auditor harus mampu
mempertahankan etika profesinya saat mengalami kasus dilema etis karena sikap
independensi akan terancam ketika seorang auditor mendapatkan pengaruh dari
pihak audite, khususnya ketika auditor dihadapkan pada kasus dilema etis.
c. Independensi Auditor
Hasil penelitian ini bahwa budaya kekerabatan dan perilaku etis
mempunyai peran dalam independensi auditor, peran kedua variabel tersebut
mampu memberikan pemahaman dan sikap yang baik bagi auditor dalam setiap
melaksanakan tugasnya. Audityang dilaksanakan auditor dapat dikatakan
berkualitas jika hasil yang didapatkan baik pula. Dalam independensi
profesionalisme mencakup independensi dalam program audit, verifikasi serta
penyusunan laporan audit.
Jadi independensi merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki setiap auditor.
Dan sikap tersebut harus dipenuhi agar audit dapat dilaksanakan dengan sangat
baik oleh auditor yang berkualitas. Dengan demikian dapat terlihat bahwa
independensi merupakan hal harus selalu diterapkan oleh para auditor dalam
melaksanakan auditnya.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Agustin Suryaningtias
dan Yohana Sitta P.D dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa sangat
penting bagi seorang auditor untuk menjaga dan mempertahankan sikap
independensi. Dengan banyaknya faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
independensi seperti hubungan keluarga dengan anggota klien, besarnya audit
fee, hubungan usaha dan keuangan, pemeberian fasilitas dan bingkisan,

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 11

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

keterlibatan usaha usaha yang tidak sesuai, pelaksanaan jasa lain belum lagi
hubungan kekerabatn dan perilaku etis yang mengaruhi independensi auditor,
oleh karena itu auditor harus dengan kuat mempertahankan independensinya,
karena seorang auditor dinilai telah memiliki pemahaman nilai budaya dan perilaku
etis yang baik.
V. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis pada kantor
inspektorat kota kendari, penulis menarik kesimpulan peran budaya kekerabatan dan
perilaku etis yang dipahami auditor berperan dalam membantu independensi auditor
tersebut. Bahwa budaya kekerabatan dan perilaku etis memiliki peran positif terhadap
independensi auditor. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pemahaman budaya
kekerabatan yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula tingkat independensinya.
begitu pula dengan perilaku etis, semakin tinggi tingkat pemahaman perilaku dan kode
etik yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula tingkat independensinya. ketika
budaya kekerabatan ditambah dengan perilaku etis dipahami dengan baik dan mampu
ditempatkan dengan baik pula pada suatu situasi maka kedua variabel ini tidak akan
menghambat independensi tetapi justru mampu meningkatkan independensi auditor itu
sendiri.
Saran yang diberikan peneliti, antara lain : 1) Bagi auditor dan aparat pengawasan
pemerintah pada kantor inspektorat kota kendari bahwa sikap independensi sangat
penting di setiap pengawasan pemeriksaan dan pelaporan audit, 2) Bagi inspektorat kota
kendari, agar dapa memberikan pelayanan yang baik bagi pemerintah lainnya, 3) Bagi
peneliti selanjutnya, penambahan variabel lainnya selain variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Agoes, Sukrisno. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik)
Jilid I & II Edisi Ketiga & Keempat. Jakarta : Fakultas Ekonomi.
Agoes, Sukrisno dan Ardana, I Cenik. (2011). Etika Bisnis dan Profesi (Tantangan
membangun manusia seutuhnya). Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Salemba
Empat.
Abdiyana, Ridha. (2012). Pengaruh keahlian, independensi, dan kepatuhan kode etik
terhadap kualitas auditor pada inspektorat daerah kabupaten konawe. Sulawesi
Tenggara.
Arens, Alvin. A and Loebbecke James .K. 2003. Auditing (Pendekatan Terpadu). Buku I.
Edisi Indonesia. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Arens,dkk. (2004). Auditing pendekatan terpadu. Edisi indonesia. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat.
Arianti. (2012). “Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor Dalam Etika
Profesi(Studi
Terhadap Peran Faktor- Faktor Individual: Locus Of Control, Job
Experience, Dan Gender)”. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Arisetyawan. (2010). Persepsi Mahasiswa Terhadap
Kode
Etik Akuntan.
Skripsi.Universitas Diponegoro Semarang
Cousin, G & I.S, Ardiani. 2010. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap
Independensi dan Kualitas Audit Auditor di Jawa Tengah. AKSES: Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol. 5, No. 9, April 2010. Hlm. 80 – 94.
Griffin, Ricky w dan Ebert, Ronald J. (2006). Bisnis. Jakarta : Erlangga

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 12

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Hofstede, 1991, Cultures And Organizations, Intercultural Cooperation And Its Important
For Survival., Harper Collin Business, London.
Kuncoro, Mudrajad. 2009 Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi, Edisi 3. Jakarta:
Erlangga
Mulyadi. (2002). Auditing. Buku 1. Edisi Keenam. Jakarta : Salemba Empat.
Maryani, T. & U. Ludigdo. (2001). Survei atas Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sikap dan Perilaku Etis Akuntan. Jurnal TEMA2 (1): 49– 62.
Poerhadiyanto, Deny., Tjiptohadi Sawarjuwono. (2002). Menegakkan Independensi
Akuntan publik dari Pengaruh Budaya Jawa: Tata Krama, Suba Sita, Gelagat
Pasemon. SNA 5. IAI-KApd. Semarang. 5-6 September.
Peraturan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara. (2008). “Standar Audit Aparat
Pengawasan Intern pemerintah”.
Permendagri Nomor 28. (2007). Tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat
Pengawas Pemerintah.
Pusdiklatwas BPKP. (2008 & 2005). Kode Etik dan Standar Audit. Edisi kelima.
Randal J, Elder,dkk. (2011). Jasa Audit dan Assurance. Buku 1. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat.
S. Ardiyani, IkadanWibowo, Ricky Satria, 2007, AnalisisFaktor-Faktor Yang
MempengaruhiIndependensiPenampilanAkuntanPublik,
JurnalDinamikaAkuntansi, Vol.3, No.2, 90-100.
Suryaningtias, Agustin, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Independensi Akuntan
Publik, Skripsi Universitas Widyatama, Bandung.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sitta P.D, Yohana (2014). Pengaruh budaya kekerabatan dan keetisan terhadap sikap
indepedensi auditor, Skripsi Universitas Gadja Mada Jogjakarta.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 13