BAB II PROFIL SUMATERA BARAT II.1 Sejarah Provinsi Sumatera Barat - Pola Budaya Matrilineal Dalam Politik (Studi Kasus Keterwakilan Perempuan di DPRD Sumatera Barat Tahun 2014)

PROFIL SUMATERA BARAT

II.1 Sejarah Provinsi Sumatera Barat

  Nama Provinsi Sumatera Barat bermula pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dimana sebutan wilayah untuk kawasan pesisir barat Sumatera adalah

  Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust . Kemudian dengan semakin menguatnya pengaruh

  politik dan ekonomi VOC, sampai abad ke 18 wilayah administratif ini telah mencangkup kawasan pantai barat Sumatera mulai dari Barus sampai Inderapura.

  Seiring dengan kejatuhan Kerajaan Pagaruyung dan keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, pemerintah Hindia Belanda mulai menjadikan kawasan pedalaman Minangkabau sebagai bagian dari Pax Nederlandica, kawasan yang berada dalam pengawasan Belanda, dan wilayah Minangkabau ini dibagi atas Residentie Padangsche

  Benedenlanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden.

  Selanjutnya dalam perkembangan administrasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda, daerah ini tergabung dalam Gouvernement Sumatra's Westkust, termasuk di dalamnya wilayah Residentie Bengkulu yang baru diserahkan Inggris kepada Belanda.

  Kemudian diperluas lagi dengan memasukkan Tapanuli dan Singkil. Namun pada tahun 1905, wilayah Tapanuli ditingkatkan statusnya menjadi Residentie Tapanuli, sedangkan wilayah Singkil diberikan kepada Residentie Atjeh. Kemudian pada tahun 1914, Gouvernement Sumatra's Westkust, diturunkan statusnya menjadi Residentie Sumatra's

  Westkust , dan menambahkan wilayah Kepualauan Mentawai di Samudera Hindia ke dalam

Residentie Sumatra's Westkust , serta pada tahun 1935 wilayah Kerinci juga digabungkan ke wilayah Rokan Hulu dan Kuantan Singingi, diberikan kepada Residentie Riouw, dan juga dibentuk Residentie Djambi pada periode yang hampir bersamaan.

  Pada masa pendudukan tentara Jepang, Residentie Sumatra's Westkust berubah nama menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu. Atas dasar geostrategis militer, daerah Kampar dikeluarkan dari Sumatora Nishi Kaigan Shu dan dimasukkan ke dalam wilayah Rhio Shu.

  Pada awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, wilayah Sumatera Barat tergabung dalam provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Empat tahun kemudian, Provinsi Sumatera dipecah menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat beserta Riau dan Jambi merupakan bagian dari keresidenan di dalam Provinsi Sumatera Tengah. Pada masa PRRI, berdasarkan Undang- undang darurat nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah lagi menjadi tiga provinsi yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke dalam Provinsi Jambi sebagai kabupaten tersendiri. Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau.

  Selanjutnya ibu kota provinsi Sumatera Barat yang baru ini masih tetap di Bukittinggi. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.

  1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958 ibu kota provinsi dipindahkan ke Padang.

  Dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Sumatera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walaupun masyarakat Mentawai diduga te- lah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat sedikit. administrasi, sosial-budaya, dan politik. Nama ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda de

  

Westkust van Sumatra atau Sumatra's Westkust, yaitu suatu daerah bagian pesisir barat pulau

Sumatera.

  Memasuki abad ke-20 persoalan yang dihadapi Sumatera Barat menjadi semakin kompleks. Sumatera Barat tidak lagi identik dengan daerah budaya Minangkabau dan telah berubah menjadi sebuah mini Indonesia. Di daerah ini bermukim sejumlah besar suku bangsa Minangkabau penganut sistem matrilineal, suku bangsa Tapanuli dengan sistem patrilinealnya dan suku bangsa Jawa dengan sistem parentalnya. Di samping itu juga ada masyarakat Mentawai, Nias, Cina, Arab, India serta berbagai kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai latar belakang budaya yang beraneka ragam.

  Di Sumatera Barat banyak ditemukan peninggalan jaman prasejarah di Kabupaten 50 Koto, di daerah Solok Selatan dan daerah Taram. Sisa-sisa peninggalan tradisi barn besar ini berwujud dalam berbagai bentuk; bentuk barn dakon, barn besar berukir, barn besar berlubang, barn rundell, kubur barn, dan barn altar, namun bentuk yang paling dominan adalah bentuk menhir. Peninggalan jaman prasejarah lainnya yang juga ditemukan adalah gua-gua alam yang dijadikan sebagai tempat hunian.

  Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerah- daerah sekitar Kabupaten 50 Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Sumatera Barat. Penafsiran ini rasanya beralasan, karena dari daerah 50 Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pulau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu. daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi laut Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Indragiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang.

  Percampuran dengan para pendatang pada masa-masa berikutnya menyebabkan tingkat kebudayaan mereka jadi berubah dan jumlah mereka jadi bertambah.

  Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berbagai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara mereka menyebar ke bagian barat terutama ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung.

  Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Aditya- warman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya.

  Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Selo. Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.

  Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.

  Pengaruh politik dan ekonomi Aceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidakpuasan ini akhirnya diungkapkan de- ngan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Barat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya.

  Bukti arkeolog mengatakan bahwa daerah kawasan Minangkabau yaitu Lima puluh Koto merupakan daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah tersebut mengalir sungai-sungai yang dijadikan sarana transportasi pada zaman dulu.

  Nenek moyang orang Sumatera di perkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima puluh Koto tersebut. Terbukanya provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar menyebabkan kebudayaan yang semakin berkembang oleh bercampurnya para pendatang. Jumlah pertumbuhan

  Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.

  II.2 Topografi Sumatera Barat

  II.2.1 Keadaan Geografi

  Provinsi Sumatera Barat terletak antara 0◦ 54’ Lintang Utara dan 3◦ 30’ Lintang Selatan serta 98◦ 36’ dan 101◦ 53’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas daerah sekitar 42,2 ribu km². Luas tersebut setara dengan 2,21 persen dari luas Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau Sumatera dan sekaligus berbatasan langsung

  21 dengan Samudera Indonesia, Provinsi Riau, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Utara.

  Sumatera Barat memiliki 391 gugusan pulau dengan jumlah pulau terbanyak dimiiki oleh Kabupaten Kepulauan Mentawai dan pulau terkecil dimiliki oleh Kabupaten Agam.

  Sumatera Barat mempunyai 19 Kabupaten/Kota dengan Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas,yaitu 6,01 ribu km² atau sekitar 14,21% dari luas Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Kota Padang Panjang, memiliki luas daerah terkecil, yakni 23,0 km² (0.05%).

  Alam Sumatera Barat meliputi kawasan lindung yang mencapai sekitar 45,17 persen dari luas keseluruhan. Sedangkan lahan yang sudah termanfaatkan untuk budidaya baru tercatat sebesar 23.190,11 km² atau sekitar 54,83 persen dari kawasan seluruhnya. Sumatera Barat juga memiliki empat danau yang indah, yaitu berada di Kabupaten Agam yaitu danau 21 Maninjau dan tiga lainnya di Kabupaten Solok yaitu danau Singkarak, danau di atas dan

  Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2011, halam 3 semua Kabupaten/Kota. Gunung yang paling tinggi di Sumatera Barat yaitu Gunung Talamau dengan ketinggian 2.913 meter dari permukaan laut yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat.

  Sumatera Barat memiliki 12 Kabupaten dan 7 Kota. Adapun 12 Kabupaten tersebut yakni Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, 50 kota, Pasaman, Solok Selatan, Dharmasraya dan Pasaman Barat. Dan 7 kota itu adalah: Kota Padang, Solok, Sawahlunto, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh dan Pariaman.

II. 2.2 .Keadaan Iklim

  Sumatera Barat berdasarkan letak geografisnya tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang nol derajat) tepatnya di Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman. Karena itu Sumatera Barat mempunyai iklim tropis dengan rata- rata suhu udara 25,78◦C dan rata-rata

  22 kelembaban yang tinggi yaitu 86,67% dengan tekanan udara rata-rata berkisar 994,69 mb.

  Pengaruh letak ini pula, maka ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Barat sangat bervariasi, sebagian daerahnya berada pada dataran tinggi kecuali Kabupaten pesisir selatan, kabupaten padang pariaman, kabupaten agam, kabupaten pasaman dan kota padang. Provinsi Sumatera Barat sama dengan provinsi lainnya di Indonesia mempunyai musim penghujan.

  Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim di Sumatera Barat kadang tidak menentu pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau terjadi hujan atau sebaliknya.

22 Ibid hal 5

  Pada tahun 2011 Sumatera Barat mempunyai 19 daerah Kabupaten/kota yang terdiri dari 176 kecamatan, 648 nagari, 260 kelurahan dan 125 desa. Sedangkan wilayah

  23 administrasi terendah di daerah kota adalah desa/kelurahan.

II.3 Demografis

  Penduduk Sumatera Barat tahun 2011 hasil proyeksi penduduk sebanyak 4,90 juta jiwa yang terdiri dari 2,43 juta laki-laki dan 2,47 juta perempuan dengan ratio jenis kelamin 98,43. Dibandingkan tahun lalu, penduduk telah bertambah 57,5 ribu orang atau meningkat 1,19 persen dari Mei 2010 ke Juni 2011. Struktur umur penduduk Sumatera Barat masuk kategori kelompok umur penduduk “muda” dimana persentase penduduk usia mudanya (di bawah 15 tahun) tergolong tinggi yaitu 31,92 persen sedangkan komposisi penduduk usia tua(65 tahun keatas) hanya 5,67 persen.

  Penduduk berumur 10 tahun keatas Sumatera Barat sebagian besar berstatus kawin yang mencapai 55,30 persen dari penduduk, kemudian berstatuss belum kawin sebesar 36,49 persen, sedangkan yang berstatus cerai hidup dan cerai mati masing-masing adalah 2,13 persen dan 6,07 persen.

  Tingkat kepadatan penduduk Sumatera Barat tahun 2011, rata-rata 116 orang per km². Kepadatan penduduk tertinggi di kota Bukittinggi hampir mencapai 4500 orang km² sedangkan di Kepulauan Mentawai hanya sekitar 13 orang per km².

  Jumlah rumah tangga di Sumatera Barat tahun 2011 telah mencapai 1,17 juta rumah 23 tangga, sedikit mengalami peningkatan dari tahun 2010 yaitu 1,16 rumah tangga. Rata-rata

  Ibid hal 55 orang pada tahun 2010.

  Adapun, Penduduk laki-laki Provinsi Sumatera Barat sebanyak 2 404 377 jiwa dan perempuan sebanyak 2 442 532 jiwa. Seks Rasio adalah 98, berarti terdapat 98 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.

  Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Bukittinggi sebesar 94 dan tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 107, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 92 sampai dengan 106, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 78.

II.3.1 Umur Penduduk

  24 Median umur penduduk Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 adalah 25,74 tahun.

  Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Sumatera Barat termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun.

  Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Sumatera Barat adalah 60,22. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 60 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah 53,07 sementara di daerah perdesaan 65,10 . Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 25,7 tahun dan 24 perempuan 22,9 tahun

  Ibid hal 79

  Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 UU No. 20 tahun 2003). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, persentase penduduk 7-15 tahun yang belum/tidak sekolah sebesar 2,30 persen dan yang tidak sekolah lagi sebesar 4,72 persen. Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang

  

25

ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH).

  Dari survei sosial ekonomi nasional 2011 menunjukkan persentase penduduk usia 7- 24 tahun yang masih bersekolah mencapai 72,24 persen. Persentase tertinggi berada di daerah

  26

  perkotaan sekitar 76,43 persen. Apabila dipilah menurut jenis kelamin, persentase penduduk perempuan lebih tinggi daripada persentase penduduk laki-laki untuk disemua kelompok usia sekolah. Namun sebaliknya untuk persentase penduduk laki-laki daerah perkotaan yang berusia 7-12 tahun lebih tinggi dari persentase penduduk perempuan.

  Dari survei tersebut juga memperlihatkan penurunan persentase penduduk usia 5 tahun ke atas menurut partisipasi sekolah apabila dibandingkan tahun sebelumnya ( dari 29,19 persen tahun 2010 menjadi 28,61 persen tahun 2011). Kenaikan terutama terjadi pada persentase penduduk yang tidak/belum pernah bersekolah. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota terlihat pola bahwa persentase penduduk yang tidak/belum bersekolah. Daerah kabupaten memunyai rentang yang lebih lebar berkisar antara 5 hingga 12 persen sementara daerah kota rentangnya lebih sempit, yaitu berkisar antara 3 hingga 5 persen.

  25 26 http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=13&wilayah=Sumatera%20Barat Ibid hal 115 ini terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah sekolah taman kanak -kanak dari 1.918 buah mennjadi 1.967 buah (naik 2,55 persen).

  Berdasarkan hasil SP2010, persentase penduduk 5 tahun yang berpendidikan minimal tamat SMP/Sederajat sebesar 44,35 persen, dan AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 95,54 persen yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 96 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

II.3.4. Penduduk Usia Sekolah Usia Penduduk Laki-Laki Perempuan Jumlah Dalam Tahun 7-12 324.997 jiwa 304.480 jiwa 629.477 jiwa 13-15 156.762 jiwa 150.024 jiwa 306.786 jiwa 16-18 131.296 jiwa 132.127 jiwa 263.423 jiwa 19-24 223.298 jiwa 232.304 jiwa 455.602 jiwa Jumlah 836.353 jiwa 818.935 jiwa 1.655.288 jiwa

  II. 4 Gambaran Umum DPRD Sumatera Barat

  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah daerah sebagai mitra sejajar Pemerintah Daerah. Dalam Struktur pemerintahan daerah, DPRD berada di dua jenjang, yaitu

  Kabupaten/Kota.

II.4.1 Tugas dan Wewenang DPRD

  a. membentuk peraturan daerah kabupaten bersama Kepala Daerah;

  b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Kepala Daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; e. memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah; (catatan bagian hukum)

  f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten; ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

  II.4.2 Fungsi DPRD

  (a) Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama -sama Kepala Daerah ; (b) Fungsi anggaran diwujudkan dalam membahas, memberikan persetujuan dan menetapkan APBD bersama Pemerintah Daerah ; (c) Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang- undang, Peraturan Perundangan yang ditetapkan oleh Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

  II.4.3. Hak-hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan kegiatannya

  1. Hak Interpelasi; ialah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara.

  2. Hak Angket; ialah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

  3. Hak menyatakan pendapat; ialah hak DPRD untuk menyetakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

4. Pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

  Hak-hak yang dimiliki Anggota DPRD 1.

  Hak mengajukan rancangan Perda 2. Hak mengajukan pertanyaan 3. Hak menyampaikan usul dan pendapat

  4. Hak memilih dan dipilih 5.

  Hak membela diri 6. Hak imunitas atau hak kekebalan hukum, yaitu anggota DPRD tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam rapat- rapat DPRD Propinsi dengan pemerintah dan rapat-rapat DPRD lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

  7. Hak protokoler atau hak anggota DPRD untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya dalam acara-acara kenegaraan atau acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya 8. Hak keuangan dan administrasi a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila ;

  b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati peraturan perundang-undangan ; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;

  d. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan ;

  e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat ;

  f. mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ;

  g. mentaati tata tertib dan kode etik

  h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelengaraan pemerintahan daerah ; i. menyerap, menghimpun, aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala j. menampung, dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat ; dan k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen didaerah pemilihanya.

II.4.5. Hal-hal terlarang yang dilakukan oleh anggota DPRD

  (1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: b. hakim pada badan peradilan; atau c.pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

  (2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD ; (3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi.

  (4) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD ; (5) Anggota DPRD yang memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD .

II.4.6 Struktur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat Periode 2014-2019

  Ketua: Ir H. Hendra Irwan Rahim dari fraksi Golkar Wakil Ketua: 1. Ir. H. Arkadius Dt Intan Bano, MM, MBA

  3. Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si Komisi I : Bidang Pemerintahan Ketua: Drs. H. Marlis, MM Wakil Ketua: H. Amora Lubis, S. Sos Anggota:

  1. Drs. H. Syahiran, MM

  2. Drs. H. Aristo Munandar

  3. Darman Sahladi, SE, MM

4. H. Eri Zulfian, S.Pt, MM

  5. Ahmad Rius, SH

  6. Drs. Novi Yuliasni Dt. Paduko Rajo

  7. H. Sultani. S.Pt, M.Si

  8. Dr. Risnaldi, S.Ag, MM

  9. Komi Chaniago, SH Komisi II : Bidang Ekonomi Ketua: Sabar, As, S.Ag

  Anggota:

  1. H. Iraddatillah, S.Pt

  2. Zulkenedi Said, S.Sos

  3. Sabrana, SE

  4. Indra Dt. Rajo Lelo, SH, MM

  5. H. Bukhari Dt. Tuo, SE

  6. H. Trinda Farhan Satria, ST, MT

  7. Rahmad Saleh, S. Fram

  8. Taufik Hidayat, SE

  9. Rizanto Algamar Komisi III: Bidang Keuangan Ketua: Supardi Wakil Ketua: Liswandi, SE Anggota:

  1. Murdani, SE, MM

  2. Afrizal, SH

  3. Zigo Rolanda

  5. Drs. Iswandi Latief, MM

  6. H. Martias Tanjung, S.Ag

  7. Zalaman Zaunit, S. Sos

  8. H. Muslim M. Yatim, Lc

  9. Zusmawati, SE, MM

  10. Albert Hendra Lukman, SE Komisi IV: Bidang Pembangunan Ketua: Yulfadri Nurdin, SH Wakil Ketua: H. Rafdinal, SH Anggota:

  1. Syaiful Ardi, S.Sos, M.Hum

  2. H. Saidal Masfiyuddin, SH

  3. H. Yulfitini Djasiran, SH

  4. H. Suwirpen Suib, S. Sos

  5. Asrul Tanjung, S. Ag

  6. Hidayat, S.S

  7. Ismunandi Syofian, SE

  9. Muzli M. Nur, S.Pd

  10. Syafril Iyas, S.IP

  11. Endarmy

  12. Irwan Afriadi

  13. Drs. H. Burhanuddin Pasaribu Komisi V : Bidang Kesejahteraan Rakyat Ketua: H. Mockhlasiin, S. Si Wakil Ketua: Dra. Armiati Anggota:

  1. H. Nofrizon, S.Sos

  2. Dra. Hj. Sitti Izzati Aziz

  3. Marlina Suswati

  4. Jasma Juni Dt. Gadang, SE

  5. H. Darmon, S. Ag, MM

  6. Yuliarman

  7. H. Irsyad Safar, Lc, M.Ed

  8. Evel Murfi Saifoel, ST

  10. Riva Melda

  II. 5 Gambaran Umum Budaya Matrilineal

II.5.1. Fungsi Sistem Matrilineal

  S istem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki- laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula.

  Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Terutama dalam mekanisme penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peranan seorang penghulu ataupun ninik mamak dalam kaitan bermamak berkemanakan sangatlah penting.

  Bahkan peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak.

  Jadi keberadaan sistem ini tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum perempuan saja, tetapi punya hubungan yang sangat kuat dengan institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klen. penafsiran oleh pelakunya; ninik-mamak, kaum perempuan dan anak kemenakan. Akan tetapi sebuah uraian atau perincian yang jelas dari pelaksanaan dari sistem ini, misalnya ketentuan- ketentuan yang pasti dan jelas tentang peranan seorang perempuan dan sanksi hukumnya kalau terjadi pelanggaran, ternyata sampai sekarang belum ada. Artinya tidak dijelaskan secara tegas tentang hukuman jika seorang Minang tidak menjalankan sistem matrilineal tersebut.

  Sistem itu hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun begitu, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri. Hal seperti ini dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan sistem tersebut yang tetap terjaga sampai sekarang.

  Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang.

  Bahkan dengan adanya hukum faraidh dalam pembagian harta menurut Islam, harta

  pusaka kaum tetap dilindungi

  dengan istilah “pusako tinggi”, sedangkan harta yang boleh

  dibagi dimasukkan sebagai “pusako randah”.

  Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya.

  Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menu ntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan.

  Para ninik-mamak telah membuatkan suatu “aturan permainan” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya.

  Oleh karena itulah institusi ninik-mamak menjadi penting dan bahkan sakral bagi kemenakan dan sangat penting dalam menjaga hak dan kewajiban perempuan. Keadaan seperti ini sudah berlangsung lama, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala plus minusnya.

  Keunggulan dari sistem ini adalah, dia tetap bertahan walau sistem patrilineal juga diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain pula. Sistim matrilieal tidak hanya jadi sebuah “aturan” saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi suatu budaya, way of live, kecenderungan yang paling dalam diri dari setiap orang Minangkabau.

  Sampai sekarang, pada setiap individu laki-laki Minang misalnya, kecenderungan mereka menyerahkan harta pusaka, warisan dari hasil pencahariannya sendiri, yang untuk menyerahkannya kepada anak perempuannya.

  Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minang walaupun mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun. Sistem matrilineal tampaknya belum akan meluntur sama sekali, walau kondisi-kondisi sosial lainnya sudah banyak yang berubah.

  Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minangkakabu itu sendiri. Untuk dapat menentukan seseorang itu orang Minangkabau atau tidak, ada beberapa ketentuannya, atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau.

  Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilienal;

  a. Pengaturan harta pusaka Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan ujud secara material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya.

  Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda; sako dan pusako.

  Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya.

  Sako merupakan hak bagi laki-laki di dalam kaumnya. Gelar demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walau dalam keadaan apapun juga. Pengaturan pewarisan gelar itu tertakluk kepada sistem kelarasan yang dianut suku atau kaum itu.

  Jika menganut sistim kelarasan Koto Piliang, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan; patah tumbuah. Artinya, gelar berikutnya harus diberikan kepada kemenakan langsung dari si penghulu yang memegang gelar itu. Gelar demikian tidak dapat diwariskan kepada orang lain dengan alasan papun juga.

  Jika tidak ada laki-laki yang akan mewarisi, gelar itu digantuang atau dilipek atau disimpan sampai nanti kaum itu mempunyai laki-laki pewaris.

  Jika menganut sistem kelarasan Bodi Caniago, maka sistem pewarisan sakonya berdasarkan hilang baganti. Artinya, jika seorang penghulu pemegang gelar kebesaran itu meninggal, dia dapat diwariskan kepada lelaki di dalam kaum berdasarkan kesepakatan bersama anggota kaum itu. Pergantian demikian disebut secara adatnya gadang balega.

  Di dalam halnya gelar kehormatan atau gelar kepenghuluan (datuk) dapat diberikan dalam tiga tingkatan:

a. Gelar yang diwariskan dari mamak ke kemenakan. Gelar ini merupakan gelar pusaka

  kaum sebagaimana yang diterangkan di atas. Gelar ini disebut sebagai gelar yang mengikuti kepada perkauman yang batali darah. karena anak pisang tersebut memerlukan gelar itu untuk menaikkan status sosialnya atau untuk keperluan lainnya. Gelar ini hanya gelar panggilan, tetapi tidak mempengaruhi konstelasi dan mekanisme kepenghuluan yang telah ada di dalam kaum. Gelar ini hanya boleh dipakai untuk dirinya sendiri, seumur hidup dan tidak boleh diwariskan kepada yang lain; anak apalagi kemenakan. Bila si penerima gelar meninggal, gelar itu akan dijemput kembali oleh bako dalam sebuah upacara adat. Gelar ini disebut sebagai gelar yang berdasarkan batali adat.

c. Gelar yang diberikan oleh raja Pagaruyung kepada seseorang yang dianggap telah

  berjasa menurut ukuran-ukuran tertentu. Gelar ini bukan gelar untuk mengfungsinya sebagai penghulu di dalam kaumnya sendiri, karena gelar penghulu sudah dipakai oleh pengulu kaum itu, tetapi gelaran itu adalah merupakan balasan terhadap jasa-jasanya. Gelaran ini disebut secara adat disebabkan karena batali

  . Gelar ini hanya boleh dipakai seumur hidupnya dan tidak boleh diwariskan.

  suto

  Bila terjadi sesuatu yang luar biasa, yang dapat merusakkan nama raja, kaum, dan nagari, maka gelaran itu dapat dicabut kembali.

  2. Pusako Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya.

  Pusako dimanfaatkan oleh perempuan di dalam kaumnya. Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Rumah gadang menjadi tempat tinggalnya.

  Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki. kata yang satu sama lain artinya tetapi berada dalam konteks yang sama. Hak dan milik.

  Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia bukan pemilik pusako kaumnya. Dalam pengaturan pewarisan pusako, semua harta yang akan diwariskan harus ditentukan dulu kedudukannya.

  Kedudukan harta pusaka itu terbagi dalam; a. Pusako tinggi.

  Harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun temurun berdasarkan garis ibu. Pusaka tinggi hanya boleh digadaikan bila keadaan sangat mendesak sekali hanya untuk tiga hal saja; pertama, gadih gadang indak balaki, kedua, maik tabujua tangah rumah, ketiga,

  rumah gadang katirisan . Selain dari ketiga hal di atas harta pusaka tidak boleh digadaikan apalagi dijual.

  b. Pusako randah. Harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri. Pusaka ini disebut juga harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing kaum. Pusako randah diwariskan kepada anak, istri dan saudara laki-laki berdasarkan hukum faraidh, atau hukum Islam.

  Namun dalam berbagai kasus di Minangkabau, umumnya, pusako randah ini juga diserahkan oleh laki-laki pewaris kepada adik perempuannya. Tidak dibaginya menurut hukum faraidh tersebut. Inilah mungkin yang dimaksudkan Tsuyoshi Kato bahwa sistem matrilineal akan menguat dengan adanya keluarga batih. Karena setiap laki-laki pewaris pusako randah akan selalu menyerahkan harta itu kepada saudara perempuannya. seterusnya. Akibatnya, pusako randah pada mulanya, dalam dua atau tiga generasi berikutnya menjadi pusako tinggi pula.

II.5.2. Hak dan kewajiban dalam Matrilineal

  Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak.

  Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan.

  1. Sebagai kemenakan Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah gadang kamanakan awak). Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya.

  Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya.

  Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut. kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:

  a. Kemenakan di bawah daguak

  b. Kemenakan di bawah pusek

  c. Kemenakan di bawah lutuik

  Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya.

  Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).

  Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum.

  2. Sebagai mamak Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya.

  Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum.

  3. Sebagai penghulu Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya.

  (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri).

  Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya;

  Tagak badunsanak mamaga dunsanak Tagak basuku mamaga suku Tagak ba kampuang mamaga kampuang Tagak ba nagari mamaga nagari

  4. Peranan di luar kaum Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu, seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak.

  Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda). Sumando ini di dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori;

a. Sumando ninik mamak . Artinya, semenda yang dapat ikut memberikan ketenteraman

  pada kedua kaum; kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai seorang yang arif dan bijaksana. gelisah karena dia memunculkan atau mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak dimunculkan. Sikap seperti ini tidak boleh dipakai.

c. Sumando lapik buruk . Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya

  semata tanpa peduli dengan persoalan-persoalan lainnya. Dikatakan juga sumando seperti seperti sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus dijauhi. Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya, sebagaimana yang selalu diungkapkan dalam pepatah petitih;

  Sadalam-dalam payo Hinggo dado itiak Sakuaso-kuaso urang sumando Hinggo pintu biliak

  Sebaliknya, peranan sumando yang baik dikatakan;

  Rancak rumah dek sumando Elok hukum dek mamaknyo

  Kaum dan Pesukuan Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut.

  (mande). Unit yang lebih luas dari samande disebut saparuik. Maksudnya berasal dari nenek yang sama.

  Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Yang lebih luas dari itu lagi disebut sakaum.

  Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku. Maksudnya, berasal dari keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya.

  Suku artinya seperempat atau kaki. Jadi, pengertian sasuku dalam sebuah nagari adalah

  seperempat dari penduduk nagari tersebut. Karena, dalam sebuah nagari harus ada empat suku besar.

  Padamulanya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan.

  Koto dan Piliang berkembang menjadi beberapa suku; Tanjuang, Sikumbang,

  Kutianyir, Guci, Payobada, Jambak, Salo, Banuhampu, Damo, Tobo, Galumpang, Dalimo,

Pisang, Pagacancang, Patapang, Melayu, Bendang, Kampai, Panai, Sikujo, Mandahiliang,

Bijo dll.

  Bodi dan Caniago berkembang menjadi beberapa suku; Sungai Napa, Singkuang, Supayang, Lubuk Batang, Panyalai, Mandaliko, Sumagek dll.

  Dalam majlis peradatan keempat pimpinan dari suku-suku ini disebut urang nan ampek suku. memakai limo suku, maksudnya ada nama suku lain; Malayu yang dimasukkan ke sana.

  Sebuah suku dengan suku yang lain, mungkin berdasarkan sejarah, keturunan atau kepercayaan yang mereka yakini tentang asal sulu mereka, boleh jadi berasal dari perempuan yang sama.

  Suku-suku yang merasa punya kaitan keturunan ini disebut dengan sapayuang. Dari beberapa payuang yang juga berasal sejarah yang sama, disebut sahindu. Namun, yang lazim dikenal dalam berbagai aktivitas sosial masyarakat Minangkabau adalah; sasuku dan sapayuang saja.

  Sebuah kaum mempunyai keterkaitan dengan suku-suku lainnya, terutama disebabkan oleh perkawinan. Oleh karena itu kaum punya struktur yang umumnya dipakai oleh setiap suku;

  (1) struktur di dalam kaum Di dalam sebuah kaum, strukturnya sebagai berikut;

  a. Mamak yang dipercaya sebagai pimpinan kaum yang disebut Penghulu bergelar datuk.

  b. Mamak-mamak di bawah penghulu yang dipercayai memimpin setiap rumah gadang, karena di dalam satu kaum kemungkinan rumah gadangnya banyak.

  Mamak-mamak yang mempimpin setiap rumah gadang itu disebut; tungganai. Seorang laki-laki yang memikul tugas sebagai tungganai rumah pada beberapa suku tertentu mereka juga diberi gelar datuk. mamak biasa.

  Di bawah mamak itulah baru ada kemenakan. (2) Struktur dalam kaitannya dengan suku lain.

  Akibat dari sistem matrilienal yang mengharuskan setiap anggota suku harus kawin dengan anggota suku lain, maka keterkaitan akibat perkawinan melahirkan suatu struktur yang lain, struktur yang mengatur hubungan anggota sebuah suku dengan suku lain yang terikat dalam tali perkawinan tersebut.

  a. Induk bako anak pisang Induak bako anak pisang merupakan dua kata yang berbeda; induak bako dan anak pisang . Induak bako adalah semua ibu dari keluarga pihak ayah.

  Bako adalah semua anggota suku dari kaum pihak ayah. Induak bako punya peranan dan posisi tersendiri di dalam sebuah kaum pihak si anak.

  b. Andan pasumandan Andan pasumandan juga merupakan dua kata yang berbeda; andan dan pasumandan.

  Pasumandan adalah pihak keluarga dari suami atau istri. Suami dari rumah gadang A yang kawin dengan isteri dari rumah gadang B, maka pasumandan bagi isteri adalah perempuan yang berada dalam kaum suami.

  Sedangkan andan bagi kaum rumah gadang A adalah anggota kaum rumah gadang C yang juga terikat perkawinan dengan salah seorang anggota rumah gadang B.

  Dalam masyarakat Minangkabau dewasa ini kata Bundo Kanduang mempunyai banyak pengertian pula, antara lain; a) Bundo kanduang sebagai perempuan utama di dalam kaum, sebagaimana yang dijelaskan di atas.

  b) Bundo Kanduang yang ada di dalam cerita rakyat atau kaba Cindua Mato. Bundo Kanduang sebagai raja Minangkabau atau raja Pagaruyung.

  c) Bundo kanduang sebagai ibu kanduang sendiri.

  d) Bundo kanduang sebagai sebuah nama organisasi perempuan Minangkabau yang berdampingan dengan LKAAM.

  Bundo kanduang yang dimaksudkan di sini adalah, Bundo Kanduang sebagai perempuan utama.

  Bundo kanduang sebagai perempuan utama Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek. Dialah perempuan utama di dalam kaum itu.

  Perempuan yang disebut bundo anduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu itu betul.

  Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan. Perempuan-perempuan setingkat mande di bawahnya, apabila dia dianggap lebih pandai, bijak dan baik, diapun sering dijadikan perempuan utama di dalam kaum. Secara implisit lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu .

  Prof Mr. Hazairin mengatakan bahwa orang Minangkabau agak berbeda caranya untuk menentukan keluarga bagi mereka yaitu setiap orang laki-laki dan perempuan menarik garis keturunannya keatas hanya melalui penghubung-penghubung yang perempuan saja sebagai saluran darah, yaitu setiap orang itu menarik garis keturunannya kepada ibunya dan dari ibunya yaitu neneknya dan dari neneknya itu kepada ibunya plus dari nenek itu dan

  27 begitu seterusnya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

0 1 46

2.1 Kerangka Teori - Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

0 0 18

1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

0 3 8

Pengaruh Pelayanan Customer Service Terhadap Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Pelayanan Customer Service terhadap Citra Terminal Terpadu Amplas Medan)

0 0 16

BAB II KEMENYAN 2.1. Sejarah Kemenyan di desa Hutajulu. - Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

0 0 16

Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

0 0 12

BAB II PROFIL KABUPATEN LANGKAT DAN DPC PDI PERJUANGAN KABUPATEN LANGKAT A. Sejarah Ringkas Pemerintahan Kabupaten Langkat - Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye (StudiPada : DPC Partai PDI Perjua

0 3 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye (StudiPada : DPC Partai PDI PerjuanganKabupatenLangkat)

0 0 43

Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye (StudiPada : DPC Partai PDI PerjuanganKabupatenLangkat)

0 0 13