KEKERASAN IBU SINGLE PARENT S TERHADAP A
1
KEKERASAN IBU
SINGLE PARENT
S
TERHADAP ANAK
( Studi Fenomenologi pada Keluarga Ibu
Single Parents
di Kota Malang)
Agustin Ikawati
Mahasiswa : Psikologi/ Fisip
Universitas Brawijaya
Malang, Jawa Timur
ABSTRACT
This study
aims to know
violent behavior by single parent mothers to her children, a
phenomenological study on mothers of single parent families in
Malang City. This
study applied the theory of violence factor by Mu’tadin (2002). This
study used
qualitative methods
with phenomenological approach. The collected data were
analyzed data reduction methods by Milles and Huberman (2007).
Techniques of
data collection used semi
structured interviews with primary and secondary subjects,
and also used the non
participant obse
rvation. Validity and realibility used
credibility and confirmability. The results of this research are each
subjects has
performed violent behavior either verbally and non
verbally to their children.
Dominants factor of the emergence of violent behavior o
f the four subjects are
frustration factor and anger factor.
Key words :
Violent Behavior, Single Parent
mothers
ABSTRAKSI
Penelitian ini mengangkat tentang perilaku kekerasan oleh ibu
single parents
terhadap anaknya, studi fenomenologi pada keluarga ibu
single parents
di Kota
Malang. Penelitian ini menggunakan teori faktor kekerasan dari
Mu’tadin (2002).
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
metode
reduksi data. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara
semi terstruktur
dengan subyek primer dan sekunder serta menggunakan obsevasi
non
partisipan.
Analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif, validitas dan
realibilitas
menggunakan kredibilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian ini
adalah setiap
2
subyek melakuka
n perilaku kekerasan baik secara verbal maupun non
verbal terhadap
anaknya. Faktor dominan timbulnya perilaku kekerasan dari ke empat
subyek adalah
faktor frustasi dan faktor marah.
Kata kunci:
Perilaku kekerasan, ibu single parent
PENDAHULUAN
Pengasuhan
oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman
modern ini. Sebagian besar keluarga yang berstatus
single parent
adalah wanita
sebagai kepala keluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga,
dengan kata lain
wanita menjalankan peran ganda. Fenomena
yang terjadi di negara
negara maju
menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk
Indonesia. Orang tua
yang lengkap memang memiliki keuntungan dibanding orang tua
tunggal, yaitu bisa
berbagi dan menyediakan kondisi yang harmonis bagi perkemba
ngan anak mereka
(Dwiyani,2009).
Menjadi orangtua tunggal pada dasarnya bukan pilihan hidup, namun
bagi
mereka yang bersatatus
single parent
yang mampu mempersiapkan dengan matang
akan tidak menjadi beban berat. Hal ini dapat menjadikan solusi atas
berbag
ai
kebutuhan, misalnya kebutuhan berbagi, kebutuhan untuk mengatasi
kesepian,
kebutuhan akan peran sebagai orangtua. Lain halnya bila menjadi
orangtua tunggal
yang belum mampu mempersiapkan dengan matang, sungguh tidak
mudah untuk
dihadapi karena banyaknya
persoalan yang mengelilingi. Terlebih lagi dengan
kondisi ekonomi yang memprihatinkan tanpa dukungan sosial yang
memadai,
kadang
kadang keadaan menjadi sangat dramatis
(Dwiyani, 2009).
Ada kecenderungan masyarakat modern bisa menerima fenomena
orang tua
t
unggal (
single parent
), karena pasangan bercerai atau meninggal sebagai hal biasa.
Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak menganggap ringan
dampak
psikologisnya terhadap anak yang baru saja ditinggal salah satu orang
tuanya.
Pasalnya, anak yang belum s
iap menghadapi rasa kehilangan akan terpukul, dan
kemungkinan besar mengalami perubahan tingkah laku (Khaltarina,
2004).
Terdapat
kekhawatiran dalam keluarga dengan orang tua tunggal dimana orang
tua tersebut harus bekerj
a sekaligus membesarkan anaknya
,s
eorang yang menjadi
orang tua tunggal harus memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan
juga keuangan,
berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus, serta mengendalikan
kemarahan atau
depresi yang dialami oleh anaknya maupun dirinya sendiri. Orang tua
yang demikia
n
mengalami masalah karena terkucil secara sosial dari kelompok orang
tua yang masih
3
lengkap (berpasangan) sehingga semuanya ini memperberat tugas
sebagai orang tua
tunggal (Ratri, 2006).
Menjadi
single parent
dan menjalankan peran ganda bukan merupakan h
al yang
mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak.
Hal ini
dikarenakan, di satu sisi harus memenuhi kebutuhan psikologis anak
anaknya
(pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan di sisi lain, harus
memenuhi
semua kebutuhan fisik
anak
anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi).
Artinya, wanita yang
berstatus sebagai
single parent
harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan
domestik dan publik demi tercapainya
tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk
anak yang berkualitas,
karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk
saling menopang (Ratri, 2006).
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi wanita sebagai
single parent
adalah ekonomi.
Papalia
, Olds dan Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan
akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua
tunggal, yang kemudian
akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak
anak. Sudah tentu, oleh
karena mengalami gangguan emosional, maka orangt
ua boleh jadi mengasuh anak
dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional sehingga, anak
anak pun
berpotensi menjadi korbannya yang bisa berujung pada terciptanya
keluarga
broken
home
.
Menurut psikolog dari Pusat Krisis Universitas Indonesia Dini (1
996),
kekerasan itu sendiri dibagi ke dalam dua bentuk yakni kekerasan
psikis (
verbal
) dan
fisik (
non verbal
). Kekerasan
verbal
adalah kekerasan yang ditunjukkan oleh orang
tua dengan bentuk kemarahan menggunakan makian, ataupun kritik
tajam. Orang tua
men
yebut anak sebagai anak bodoh, nakal, anak kurang ajar, anak tidak
tahu diri,
anak tidak berguna dan segala bentuk kata
kata yang merendahkan diri anak. Adapun
kekerasan
non verbal
adalah kekerasan yang ditunjukkan oleh orang tua dengan
bentuk kekerasan te
rhadap fisik baik menggunakan alat ataupun tidak. Orang tua
melakukannya dalam bentuk tamparan, pukulan, tendangan, dan
segala bentuk
kekerasan yang menyebabkan luka fisik.
Zein (2005), mendefinisikan kekerasan oleh ibu sebagai setiap
tindakan bersifat
men
yakiti fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang dilakukan ibu
terhadap
anaknya baik yang dapat diiihat dengan mata telanjang atau dilihat
dari akibatnya
bagi kesejahteraan fisik dan mental anak. Menurut Gelles (Suyanto,
2002) kekerasan
oleh ibu dapat
didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik dan mental yang
umumnya dilakukan oleh ibu yang mempunyai tanggung jawab
terhadap
4
kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan
kerugian dan ancaman
terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak
anak
nya.
Kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2012 di Kota Malang,
melonjak
secara signifikan. Kekerasan meliputi kekerasan fisik, seksual, dan
psikologis. Data
Unit Penanganan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Malang
Kota menyebutkan
terdapat 182 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah tersebut naik
31 persen
dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan di Kabupaten Malang
selama 2012 terdapat
350 kasus. Sebanyak 60 persen di antaranya berupa kekerasan
seksual terhadap anak,
30 persen berupa KDRT, dan 10 persen k
asus penganiayaan (Oktavia, 2013).
Berikut artikel mengenai kasus kekerasan yang terjadi di Kota Malang,
dikutip
pada harian
Surabaya Post
, Rabu 13 Juni 2012 :
“Data laporan setiap hari yang diterima oleh pihak kepolisian, dimana
masih ada saja satu sampai dua pengaduan akan kekerasan terhadap
anak di Malang. Kabar tersebut dibenarkan oleh Staf Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kota
Malang,
Brigad
ir Dina Fitria
. "Setidaknya ada satu sampai dua
laporan yang kami terima setiap harinya. Itu belum terhitung mereka
yang tidak mau melaporkan kasus ini ke kepolisian," ungkapnya usai
memberikan sosialisasi tentang perlindungan anak di Balai Kota
Malang sep
erti dikutip dari
Surabaya Post
, Rabu (13/6/2012).
Kekerasan terhadap anak itu biasanya meliputi kekerasan fisik,
seksual,
dan psikologis. Menurut Dina, faktor lingkungan memiliki pengaruh
yang sangat kuat terhadap tindakan kekerasan terhadap anak.
Seperti,
kehidupan anak jalanan dan keluarga broken home. "Seorang anak
dari
keluarga broken home dan dari keluarga kuran
g mampu paling rentan
mengalami kekerasan”.
Kutipan yang diambil dari
Surabaya Post
menunjukkan bahwa tingkat
kekerasan terhadap anak di wilayah Malang ternyata masih tinggi.
Berdasarkan
catatan Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di
Malang
, selama
tahun 2012 terjadi 532 kasus kekerasan. Kekerasan yang terjadi
selama tahun 2012
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, baik secara
fisik maupun
psikologis. Peningkatan yang sangat signifikan adalah tindakan
kekerasan pada anak.
Hal
ini menunjukan bahwa semua kalangan untuk mensosialisasikan
Undang
Undang
nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga, sehingga
anak tidak mengalami tindakan kekerasan seperti yang terjadi selama
ini (
Ridwan
,
2013).
18
tersebut dapat berupa kekerasan
verbal
seperti membentak, mengejek, dan
merendahkan harga diri anak, sedangkan kekerasan
non
verbal
dapat
berupa memukul, menampar, mencubit, melempar anak dengan
benda
mati, dan tidak memperhatikan anak.
2.
Bahwa kekerasan yang dilakukan ibu
single parents
terhad
ap anaknya
dipicu ol
eh beberapa faktor diantaranya faktor frustasi, faktor marah,
faktor lingkungan, faktor pendisiplinan yang keliru, dan faktor
kesenjangan generasi.
3.
Dari beberapa faktor pemicu perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
masing
masing subyek
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
dominan pemicu perilaku kekerasan oleh ibu
single parents
terhadap anak
adalah :
a.
Faktor marah,
rasa marah seringkali menjadi pemicu tindakan agresif,
dimana rasa marah tersebut akibat dari keadaan yang mengganggu
maupun reaksi dari tekanan perasaan ibu
single parent
itu sendiri.
Faktor marah dialami oleh ketiga subyek ibu
single parent
dimana
masing
masing memiliki ciri khas tersendiri seperti rasa marah akibat
kurangnya dukungan moril maupun materil dari pihak ke
luarga
maupun lingkungan sosial, tekanan yang dialami pasca
bercerai/meninggalnya suami, stress akibat berbagai permasalahan
yang di alami subyek di lingkungan pekerjaaan maupun lingkungan
rumah. Beragamnya permasalahan yang dialami oleh subyek maka
tidak
dapat dipungkiri bahwa tindakan kekerasan dilakukan untuk
menyalurkan apa yang menjadi bebannya.
b.
Faktor frustasi,
kondisi fisik maupun psikis yang lelah merupakan
bagian dari sifat frustasi yang membuat subyek lebih agresif terhadap
anaknya terlebih pada
kondisi himpitan ekonomi yang harus
ditanggung subyek untuk memenuhi kebutuhan anak disamping
tanggungjawabnya untuk membesarkan anak mereka seorang diri.
SARAN
Berdasarkan hasil dan analisis data penelitian, maka saran yang
diajukan oleh
penulis terhadap
penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1.
Ibu
Single Parent
diharapkan dapat mengontrol emosi dan mengalihkannya ke
hal
hal yang lebih positif. Subjek juga diharapkan lebih bisa membuka diri
19
pada anak jika memiliki masalah dan tidak mudah terpengaruh oleh
lingkungan yang tidak mendukung. Orang tua tunggal (
single parent
) wanita
yang memiliki anak remaja, diharapkan untuk melihat masa
perkembangannya dan memberikan penjelasan dan pengertian agar
tidak
terpengaruh oleh faktor
-
faktor lingkungan yang mempengaru
hi masa
perkembangan dan kepribadiannya.
2.
Bagi anak diharapkan mampu menerima gejolak
gejolak perubahan pasca
perceraian kedua orangtua maupun meninggalnya ayah. Selain itu,
diharapkan
anak dapat melakukan komunikasi yang baik dengan ibu maupun
anggota
kelu
arga lain agar terwujudnya suatu tujuan yang sama dalam kehidupan
di
masa depan.
3.
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat memperdalam teori
yang
dipergunakan dan mengembangkan penelitian mengenai keluarga Ibu
Single
Parent
. Diharapkan juga dapat menge
mbangkan variabel penelitian yang
berbeda, misalnya mengenai
subjective well being
remaja yang memiliki
orang tua tunggal. Ada baiknya peneliti seharusnya mencoba
menggunakan
metode penelitian yang lain, agar dapat diperoleh data maupun
informasi
secara ak
urat dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Adinda, T. (2008).
Kekerasan Itu Berulang Padaku
. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Albertina, S.C. (2013).
Memukuli Anak Tidak Berbahaya, Jika Anak
Anak Merasa
Dicintai, klaim studi.
http://www.shnews.co/detile
18160
memukul
anak
tak
berbahaya
asal.html
Alvita, N.O. (2008). Wanita Sebagai Single Parent Dalam Membentuk
Anak yang
Berkualitas. http://ok
vina.word press.com/html
Anantasari. (2006).
Menyikapi Perilaku Agresif Anak
,
Yogyakarta : KANISUS
Coloroso, B. (2006).
Penindas, Tertindas, dan Penonton
. Jakarta : PT. Serambi Ilmu
Semesta
Davidoff. (1991).
Psikologi Suatu Pengantar
. Jakarta: Erlangga.
Dini P. D.S. (1996).
Metode Mengajar di Taman Kanak
Kanak (Bagian II).
Depdikbud Dirjen Dikti : Jakarta
.
Dwiyani, (2009).
Jika Aku Harus Mengasuh Anakku Seorang Diri
. Jakarta: P.T Alex
Media Komputindo
Khaltharina, (2004). Wanita Muslimah. http://group.ya
hoo.com/ html
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (2007).
Analisa Data Kualitatif
.
UI
Pers Jakarta
20
Mu’tadin, Z. (2002).
Penyebab Agresi.
www.e.psikologi.com/remaja/10062.html
Oktavia, H. (2013). 350
Kasus Kekerasan Perempuan Terjadi di Malang
.
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/4/Hukum_&_Kriminal/20
13
02
12/161569/350_
Kasus_ Kekerasan_ Perempua
n_ Terjadi_
di_Malang.
Papalia
,
Olds
SW &
Feldman
RD. (2002).
Human Development
. 8th ed. Boston:
McGraw
Hill.
Perlmutter,M.E., & Hall. (1999).
Adult Development and Aging
. New York: John
Willey & Sons
Ratri S. (2006). Orang Tua Tunggal.
http://kompas.com/ html
Ridwan
, M. (2013).
532
Perempuan di Malang Jadi Korban Kekerasan Selama 2012
.
http://www.lensaindonesia.com/2013/02/15/532
perempuan
di
malang
jadi
korban
kekerasan
selama
2012.html
Roberts, A. R., Gilbert. (2009).
B
uku Pintar Pekerja Sosial
Jilid 2 Alih bahasa.
Jakarta: Gunung Mulia
Shapiro, L. E. (1998).
Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak
. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sulitnya Menjadi Orang Tua Tunggal
. (2009
).
http://gayahidupsehatonline.com/
Suyanto, (2002).
Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar, Dalam Pekerja
Anak: Masalah Kebijakan dan Penanggulangan
. Surabaya, Lutfansa
Meditama
Suyanto, B dan Sanituti,S. (2002).
Krisis & Child Abuse
,
(Kajian Sosiologis Tentang
Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak
anak yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus). Universitas Airlangga Press, Surabaya.
Tasfiah, F. (2011). Single
Parent: Struktur Keluarga dan Kompleksitas Peran
:
Bandung : Edsa Mahkota.
Zein, A.
Y. (2005).
Psikologi Ibu dan Anak
. Yogyakarta: fitramaya
KEKERASAN IBU
SINGLE PARENT
S
TERHADAP ANAK
( Studi Fenomenologi pada Keluarga Ibu
Single Parents
di Kota Malang)
Agustin Ikawati
Mahasiswa : Psikologi/ Fisip
Universitas Brawijaya
Malang, Jawa Timur
ABSTRACT
This study
aims to know
violent behavior by single parent mothers to her children, a
phenomenological study on mothers of single parent families in
Malang City. This
study applied the theory of violence factor by Mu’tadin (2002). This
study used
qualitative methods
with phenomenological approach. The collected data were
analyzed data reduction methods by Milles and Huberman (2007).
Techniques of
data collection used semi
structured interviews with primary and secondary subjects,
and also used the non
participant obse
rvation. Validity and realibility used
credibility and confirmability. The results of this research are each
subjects has
performed violent behavior either verbally and non
verbally to their children.
Dominants factor of the emergence of violent behavior o
f the four subjects are
frustration factor and anger factor.
Key words :
Violent Behavior, Single Parent
mothers
ABSTRAKSI
Penelitian ini mengangkat tentang perilaku kekerasan oleh ibu
single parents
terhadap anaknya, studi fenomenologi pada keluarga ibu
single parents
di Kota
Malang. Penelitian ini menggunakan teori faktor kekerasan dari
Mu’tadin (2002).
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
metode
reduksi data. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara
semi terstruktur
dengan subyek primer dan sekunder serta menggunakan obsevasi
non
partisipan.
Analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif, validitas dan
realibilitas
menggunakan kredibilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian ini
adalah setiap
2
subyek melakuka
n perilaku kekerasan baik secara verbal maupun non
verbal terhadap
anaknya. Faktor dominan timbulnya perilaku kekerasan dari ke empat
subyek adalah
faktor frustasi dan faktor marah.
Kata kunci:
Perilaku kekerasan, ibu single parent
PENDAHULUAN
Pengasuhan
oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman
modern ini. Sebagian besar keluarga yang berstatus
single parent
adalah wanita
sebagai kepala keluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga,
dengan kata lain
wanita menjalankan peran ganda. Fenomena
yang terjadi di negara
negara maju
menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk
Indonesia. Orang tua
yang lengkap memang memiliki keuntungan dibanding orang tua
tunggal, yaitu bisa
berbagi dan menyediakan kondisi yang harmonis bagi perkemba
ngan anak mereka
(Dwiyani,2009).
Menjadi orangtua tunggal pada dasarnya bukan pilihan hidup, namun
bagi
mereka yang bersatatus
single parent
yang mampu mempersiapkan dengan matang
akan tidak menjadi beban berat. Hal ini dapat menjadikan solusi atas
berbag
ai
kebutuhan, misalnya kebutuhan berbagi, kebutuhan untuk mengatasi
kesepian,
kebutuhan akan peran sebagai orangtua. Lain halnya bila menjadi
orangtua tunggal
yang belum mampu mempersiapkan dengan matang, sungguh tidak
mudah untuk
dihadapi karena banyaknya
persoalan yang mengelilingi. Terlebih lagi dengan
kondisi ekonomi yang memprihatinkan tanpa dukungan sosial yang
memadai,
kadang
kadang keadaan menjadi sangat dramatis
(Dwiyani, 2009).
Ada kecenderungan masyarakat modern bisa menerima fenomena
orang tua
t
unggal (
single parent
), karena pasangan bercerai atau meninggal sebagai hal biasa.
Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak menganggap ringan
dampak
psikologisnya terhadap anak yang baru saja ditinggal salah satu orang
tuanya.
Pasalnya, anak yang belum s
iap menghadapi rasa kehilangan akan terpukul, dan
kemungkinan besar mengalami perubahan tingkah laku (Khaltarina,
2004).
Terdapat
kekhawatiran dalam keluarga dengan orang tua tunggal dimana orang
tua tersebut harus bekerj
a sekaligus membesarkan anaknya
,s
eorang yang menjadi
orang tua tunggal harus memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan
juga keuangan,
berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus, serta mengendalikan
kemarahan atau
depresi yang dialami oleh anaknya maupun dirinya sendiri. Orang tua
yang demikia
n
mengalami masalah karena terkucil secara sosial dari kelompok orang
tua yang masih
3
lengkap (berpasangan) sehingga semuanya ini memperberat tugas
sebagai orang tua
tunggal (Ratri, 2006).
Menjadi
single parent
dan menjalankan peran ganda bukan merupakan h
al yang
mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak.
Hal ini
dikarenakan, di satu sisi harus memenuhi kebutuhan psikologis anak
anaknya
(pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan di sisi lain, harus
memenuhi
semua kebutuhan fisik
anak
anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi).
Artinya, wanita yang
berstatus sebagai
single parent
harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan
domestik dan publik demi tercapainya
tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk
anak yang berkualitas,
karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk
saling menopang (Ratri, 2006).
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi wanita sebagai
single parent
adalah ekonomi.
Papalia
, Olds dan Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan
akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua
tunggal, yang kemudian
akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak
anak. Sudah tentu, oleh
karena mengalami gangguan emosional, maka orangt
ua boleh jadi mengasuh anak
dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional sehingga, anak
anak pun
berpotensi menjadi korbannya yang bisa berujung pada terciptanya
keluarga
broken
home
.
Menurut psikolog dari Pusat Krisis Universitas Indonesia Dini (1
996),
kekerasan itu sendiri dibagi ke dalam dua bentuk yakni kekerasan
psikis (
verbal
) dan
fisik (
non verbal
). Kekerasan
verbal
adalah kekerasan yang ditunjukkan oleh orang
tua dengan bentuk kemarahan menggunakan makian, ataupun kritik
tajam. Orang tua
men
yebut anak sebagai anak bodoh, nakal, anak kurang ajar, anak tidak
tahu diri,
anak tidak berguna dan segala bentuk kata
kata yang merendahkan diri anak. Adapun
kekerasan
non verbal
adalah kekerasan yang ditunjukkan oleh orang tua dengan
bentuk kekerasan te
rhadap fisik baik menggunakan alat ataupun tidak. Orang tua
melakukannya dalam bentuk tamparan, pukulan, tendangan, dan
segala bentuk
kekerasan yang menyebabkan luka fisik.
Zein (2005), mendefinisikan kekerasan oleh ibu sebagai setiap
tindakan bersifat
men
yakiti fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang dilakukan ibu
terhadap
anaknya baik yang dapat diiihat dengan mata telanjang atau dilihat
dari akibatnya
bagi kesejahteraan fisik dan mental anak. Menurut Gelles (Suyanto,
2002) kekerasan
oleh ibu dapat
didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik dan mental yang
umumnya dilakukan oleh ibu yang mempunyai tanggung jawab
terhadap
4
kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan
kerugian dan ancaman
terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak
anak
nya.
Kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2012 di Kota Malang,
melonjak
secara signifikan. Kekerasan meliputi kekerasan fisik, seksual, dan
psikologis. Data
Unit Penanganan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Malang
Kota menyebutkan
terdapat 182 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah tersebut naik
31 persen
dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan di Kabupaten Malang
selama 2012 terdapat
350 kasus. Sebanyak 60 persen di antaranya berupa kekerasan
seksual terhadap anak,
30 persen berupa KDRT, dan 10 persen k
asus penganiayaan (Oktavia, 2013).
Berikut artikel mengenai kasus kekerasan yang terjadi di Kota Malang,
dikutip
pada harian
Surabaya Post
, Rabu 13 Juni 2012 :
“Data laporan setiap hari yang diterima oleh pihak kepolisian, dimana
masih ada saja satu sampai dua pengaduan akan kekerasan terhadap
anak di Malang. Kabar tersebut dibenarkan oleh Staf Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kota
Malang,
Brigad
ir Dina Fitria
. "Setidaknya ada satu sampai dua
laporan yang kami terima setiap harinya. Itu belum terhitung mereka
yang tidak mau melaporkan kasus ini ke kepolisian," ungkapnya usai
memberikan sosialisasi tentang perlindungan anak di Balai Kota
Malang sep
erti dikutip dari
Surabaya Post
, Rabu (13/6/2012).
Kekerasan terhadap anak itu biasanya meliputi kekerasan fisik,
seksual,
dan psikologis. Menurut Dina, faktor lingkungan memiliki pengaruh
yang sangat kuat terhadap tindakan kekerasan terhadap anak.
Seperti,
kehidupan anak jalanan dan keluarga broken home. "Seorang anak
dari
keluarga broken home dan dari keluarga kuran
g mampu paling rentan
mengalami kekerasan”.
Kutipan yang diambil dari
Surabaya Post
menunjukkan bahwa tingkat
kekerasan terhadap anak di wilayah Malang ternyata masih tinggi.
Berdasarkan
catatan Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di
Malang
, selama
tahun 2012 terjadi 532 kasus kekerasan. Kekerasan yang terjadi
selama tahun 2012
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, baik secara
fisik maupun
psikologis. Peningkatan yang sangat signifikan adalah tindakan
kekerasan pada anak.
Hal
ini menunjukan bahwa semua kalangan untuk mensosialisasikan
Undang
Undang
nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga, sehingga
anak tidak mengalami tindakan kekerasan seperti yang terjadi selama
ini (
Ridwan
,
2013).
18
tersebut dapat berupa kekerasan
verbal
seperti membentak, mengejek, dan
merendahkan harga diri anak, sedangkan kekerasan
non
verbal
dapat
berupa memukul, menampar, mencubit, melempar anak dengan
benda
mati, dan tidak memperhatikan anak.
2.
Bahwa kekerasan yang dilakukan ibu
single parents
terhad
ap anaknya
dipicu ol
eh beberapa faktor diantaranya faktor frustasi, faktor marah,
faktor lingkungan, faktor pendisiplinan yang keliru, dan faktor
kesenjangan generasi.
3.
Dari beberapa faktor pemicu perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
masing
masing subyek
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor
dominan pemicu perilaku kekerasan oleh ibu
single parents
terhadap anak
adalah :
a.
Faktor marah,
rasa marah seringkali menjadi pemicu tindakan agresif,
dimana rasa marah tersebut akibat dari keadaan yang mengganggu
maupun reaksi dari tekanan perasaan ibu
single parent
itu sendiri.
Faktor marah dialami oleh ketiga subyek ibu
single parent
dimana
masing
masing memiliki ciri khas tersendiri seperti rasa marah akibat
kurangnya dukungan moril maupun materil dari pihak ke
luarga
maupun lingkungan sosial, tekanan yang dialami pasca
bercerai/meninggalnya suami, stress akibat berbagai permasalahan
yang di alami subyek di lingkungan pekerjaaan maupun lingkungan
rumah. Beragamnya permasalahan yang dialami oleh subyek maka
tidak
dapat dipungkiri bahwa tindakan kekerasan dilakukan untuk
menyalurkan apa yang menjadi bebannya.
b.
Faktor frustasi,
kondisi fisik maupun psikis yang lelah merupakan
bagian dari sifat frustasi yang membuat subyek lebih agresif terhadap
anaknya terlebih pada
kondisi himpitan ekonomi yang harus
ditanggung subyek untuk memenuhi kebutuhan anak disamping
tanggungjawabnya untuk membesarkan anak mereka seorang diri.
SARAN
Berdasarkan hasil dan analisis data penelitian, maka saran yang
diajukan oleh
penulis terhadap
penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1.
Ibu
Single Parent
diharapkan dapat mengontrol emosi dan mengalihkannya ke
hal
hal yang lebih positif. Subjek juga diharapkan lebih bisa membuka diri
19
pada anak jika memiliki masalah dan tidak mudah terpengaruh oleh
lingkungan yang tidak mendukung. Orang tua tunggal (
single parent
) wanita
yang memiliki anak remaja, diharapkan untuk melihat masa
perkembangannya dan memberikan penjelasan dan pengertian agar
tidak
terpengaruh oleh faktor
-
faktor lingkungan yang mempengaru
hi masa
perkembangan dan kepribadiannya.
2.
Bagi anak diharapkan mampu menerima gejolak
gejolak perubahan pasca
perceraian kedua orangtua maupun meninggalnya ayah. Selain itu,
diharapkan
anak dapat melakukan komunikasi yang baik dengan ibu maupun
anggota
kelu
arga lain agar terwujudnya suatu tujuan yang sama dalam kehidupan
di
masa depan.
3.
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat memperdalam teori
yang
dipergunakan dan mengembangkan penelitian mengenai keluarga Ibu
Single
Parent
. Diharapkan juga dapat menge
mbangkan variabel penelitian yang
berbeda, misalnya mengenai
subjective well being
remaja yang memiliki
orang tua tunggal. Ada baiknya peneliti seharusnya mencoba
menggunakan
metode penelitian yang lain, agar dapat diperoleh data maupun
informasi
secara ak
urat dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Adinda, T. (2008).
Kekerasan Itu Berulang Padaku
. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Albertina, S.C. (2013).
Memukuli Anak Tidak Berbahaya, Jika Anak
Anak Merasa
Dicintai, klaim studi.
http://www.shnews.co/detile
18160
memukul
anak
tak
berbahaya
asal.html
Alvita, N.O. (2008). Wanita Sebagai Single Parent Dalam Membentuk
Anak yang
Berkualitas. http://ok
vina.word press.com/html
Anantasari. (2006).
Menyikapi Perilaku Agresif Anak
,
Yogyakarta : KANISUS
Coloroso, B. (2006).
Penindas, Tertindas, dan Penonton
. Jakarta : PT. Serambi Ilmu
Semesta
Davidoff. (1991).
Psikologi Suatu Pengantar
. Jakarta: Erlangga.
Dini P. D.S. (1996).
Metode Mengajar di Taman Kanak
Kanak (Bagian II).
Depdikbud Dirjen Dikti : Jakarta
.
Dwiyani, (2009).
Jika Aku Harus Mengasuh Anakku Seorang Diri
. Jakarta: P.T Alex
Media Komputindo
Khaltharina, (2004). Wanita Muslimah. http://group.ya
hoo.com/ html
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (2007).
Analisa Data Kualitatif
.
UI
Pers Jakarta
20
Mu’tadin, Z. (2002).
Penyebab Agresi.
www.e.psikologi.com/remaja/10062.html
Oktavia, H. (2013). 350
Kasus Kekerasan Perempuan Terjadi di Malang
.
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/4/Hukum_&_Kriminal/20
13
02
12/161569/350_
Kasus_ Kekerasan_ Perempua
n_ Terjadi_
di_Malang.
Papalia
,
Olds
SW &
Feldman
RD. (2002).
Human Development
. 8th ed. Boston:
McGraw
Hill.
Perlmutter,M.E., & Hall. (1999).
Adult Development and Aging
. New York: John
Willey & Sons
Ratri S. (2006). Orang Tua Tunggal.
http://kompas.com/ html
Ridwan
, M. (2013).
532
Perempuan di Malang Jadi Korban Kekerasan Selama 2012
.
http://www.lensaindonesia.com/2013/02/15/532
perempuan
di
malang
jadi
korban
kekerasan
selama
2012.html
Roberts, A. R., Gilbert. (2009).
B
uku Pintar Pekerja Sosial
Jilid 2 Alih bahasa.
Jakarta: Gunung Mulia
Shapiro, L. E. (1998).
Mengajarkan Emotional Intelegence pada Anak
. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sulitnya Menjadi Orang Tua Tunggal
. (2009
).
http://gayahidupsehatonline.com/
Suyanto, (2002).
Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar, Dalam Pekerja
Anak: Masalah Kebijakan dan Penanggulangan
. Surabaya, Lutfansa
Meditama
Suyanto, B dan Sanituti,S. (2002).
Krisis & Child Abuse
,
(Kajian Sosiologis Tentang
Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak
anak yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus). Universitas Airlangga Press, Surabaya.
Tasfiah, F. (2011). Single
Parent: Struktur Keluarga dan Kompleksitas Peran
:
Bandung : Edsa Mahkota.
Zein, A.
Y. (2005).
Psikologi Ibu dan Anak
. Yogyakarta: fitramaya