PRAPERADILAN DAN BANTUAN HUKUM KASUS BG

PRAPERADILAN DAN
BANTUAN HUKUM
KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS
SAH TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA (Studi
Kasus Putusan Hakim Sarpin Terhadap Kasus Budi
Gunawan)

PEMBAHASAN

PENGERTIAN

TUJUAN
PRAPERADILAN

OBJEK
PRAPERADILAN

PERKEMBANGAN
OBJEK
PRAPERADILAN


PENGERTIAN
 Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan KUHAP di tengahtengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan dalam KUHAP, ditempatkan dalam
BAB X, Bagian Kesatu, Sebagai salah satu bagian ruang lingkup kewenangan mengadili
bagi pengadilan negeri. Eksistensi dan kehadiran praperadilan bukan merupakan lembaga
peradilan tersendiri. Tetapi hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi
baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap pengadilan negeri, sebagai
wewenang dan fungsi tambahan pengadilan negeri yang telah ada selama ini.
 Praperadilan merupakan suatu lembaga yang diselenggarakan untuk menguji suatu
tindakan paksa yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang selaku penegak hukum
 Praperadilan adalah satu mekanisme hukum pidana yang bisa ditempuh seseorang untuk
‘melawan’ perlakuan atau keputusan pihak lain. Perlakuan dan keputusan itulah yang
menjadi objek praperadilan.

OBJEK

objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana ( KUHAP )  adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

TUJUAN PRAPERADILAN

 Tujuan utama dari praperadilan adalah sebagai perlindungan
bagi setiap tersangka untuk mengetahui sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian
penuntutan, ganti kerugian dan rehabilitasi.
 Menurut R.Soeparmono tujuan diadakannya lembaga
praperadilan adalah demi tegaknya hukum, kepastian hukum,
dan perlindungan hak asasi tersangka.

PERKEMBANGAN OBJEK DALAM
PRAPERADILAN
Objek praperadilan terera dalam ketentuan pasal 77 KUHAP, namun dalam praktiknya
hakim juga menerima dan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan diluar dari
pada kewenangan praperadilan yang telah diberikan undang-undang. Seperti penetapan
sah tidaknya status tersangka yang dijadikan sebagai objek dalam praperadilan menjadi

masalah baru untuk masyarakat Indonesia, mengingat bahwa objek praperadilan dalam
Pasal 1 angka 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hanya mengenai :
1. Sah tidaknya penangkapan
2. Sah tidaknya penahanan
3. Sah tidaknya penghentian penyidikan
4. Sah tidaknya penghentian penuntutan
5. ganti kerugian
6. rehabilitas

CONTOH KASUS

KASUS PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP
BUDI GUNAWAN
Sarpin Rizaldi, hakim yang memimpin sidang perkara praperadilan yang
diajukan oleh Komisaris Jenderal(Komjen) Budi Gunawan (BG), telah
menjatuhkan putusan di luar dari pada apa yang diatur dalam Pasal 1
angka 10 dan Pasal 77 KUHAP. Dalam putusannya, Hakim Sarpin Rizaldi
telah mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangka Komjen
BG. Adanya dugaan korupsi pada Komjen BG, yang mengajukan
praperadilan atas status tersangka atas dugaan korupsi yang di

dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maqdir Ismail sebagai kuasa hukum Budi Gunawan memberikan
pernyataan bahwa penetapan tersangka diatas dianggap tidak sesuai
dengan prosedur sehingga penetapan tersangka dianggap cacat secara
yuridis.

ANALISIS TERHADAP KASUS

Dasar kewenangan pengadilan
memeriksa dan memutus gugatan
praperadilan tentang tidak sahnya
penetapan tersangka

Kekuatan Hukum Dari Putusan
Praperadilan Tentang Tidak Sahnya
Penetapan Tersangka

Gugatan Praperadilan yang Diajukan
Oleh Budi Gunawan


Dasar kewenangan pengadilan memeriksa dan
memutus gugatan praperadilan tentang tidak
sahnya penetapan tersangka

Kewenangan Praperadilan dalam
KUHAP

Penemuan Hukum tentang
praperadilan

Putusan MK sebagai dasar kewenangan praperadilan
memeriksa dan memutus gugatan keabsahan penetapan
tersangka

A. Kewenangan Praperadilan dalam KUHAP

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), telah mengatur kewenangan praperadilan yang terbatas dan tidak
seluas seperti Pre Trial Hearing di Amerika maupun Rechter Commisaris di Belanda. Dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP, menyatakan bahwa :
“Praperadilan adalah wewenang pengadilan untuk memeriksa dan memutus tentang :
1.


Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;

2.

Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum
dan keadilan; dan

3.

Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan.”

Ketentuan mengenai kewenangan praperadilan secara limitatif diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 82 KUHAP yaitu memeriksa sah atau
tidaknya upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan, memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan, dan memeriksa tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi..

KAITKAN PULA DENGAN


Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP yang secara spesifk mengatur tentang ganti kerugian
dan rehabilitasi, kewenangan Praperadilan justru bertambah

B. Penemuan Hukum tentang praperadilan

Hakim praperadilan secara tegas menyatakan dalam pertimbangan hukumnya
bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka tidak termasuk objek
praperadilan, dengan alasan hal tersebut tidak diatur baik dalam KUHAP,
khususnya Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 jo. Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 95 ayat (1)
dan ayat (2), maupun dalam peraturan perundang-undangan pidana khusus
yang berlaku sebagai hukum positif di Indonesia.
Namun tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai apakah pengujian sah
tidaknya penetapan tersangka merupakan bagian dari kewenangan
praperadilan, namun hal tersebut tidak membuat hakim secara langsung
menolak permohonan praperadilan yang diajukan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang redaksi lengkapnya berbunyi :
Pasal 10 ayat (1)
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk diperiksa dan mengadilinya.”
Pasal 5 ayat (1)
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

C. Putusan MK sebagai dasar kewenangan praperadilan
memeriksa dan memutus gugatan keabsahan penetapan
tersangka

Mahkamah Kostitusi dalam putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014 mempertimbangkan Pasal 1 ayat 3
UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, sehingga “asas due process
of law” harus dijunjung tinggi oleh seluruh pihak lembaga penegak hukum.
Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan
perampasan terhadap hak asasi manusia, maka sudah seharusnya penetapan tersangka oleh
penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata
praperadilan.
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan kepastian hukum terhadap kewenangan
praperadilan memeriksa dan memutus gugatan sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Bondan Laksamana mengatakan, putusan

MK tentang objek praperadilan akan melahirkan tiga dampak ikutan, antara lain;
1. setiap orang yang ditetapkan jadi tersangka berpotensi mengajukan praperadilan,
2. penyidik harus makin hati-hati menetapkan tersangka, dan
3. penegak hukum akan dapat kesibukan baru "meladeni" praperadilan

2. Kekuatan Hukum Dari Putusan Praperadilan
Tentang Tidak Sahnya Penetapan Tersangka

 Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang menentukan bahwa
apabila suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan
negeri, sedangkan permintaan mengenai praperadilan belum
selesai, maka praperadilan tersebut gugur.
 Pasal 83 ayat (1) KUHAP menentukan terhadap putusan
praperadilan tidak dapat dimintakan banding

 putusan tersebut telah sesuai atau tidak dengan kewenangan
Praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP, setelah dibacakan,
putusan praperadilan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
 hal tersebut tidak serta merta mengakhiri perkara pidana yang
dihadapi tersangka. Objek pemeriksaan praperadilan hanya bersifat

procedural, dan belum menyentuh pokok perkara. Putusan yang
dihasilkan bersifat fnal dan mengikat dan wajib dilaksanakan.

3. Gugatan Praperadilan yang Diajukan Oleh Budi
Gunawan

 Dalam putusan praperadilan nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel yang
memutuskan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK terhadap
tersangka Budi Gunawan tidak sah, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor:
Sprin.Dik-03/01/01/2015 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

 Gugatan Praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan dan
juga diterima oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah
menyalahi logika hukum karena hal tersebut tidak sesuai dengan
penerapan dari Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).

 Dan keputusan hakim Sarpin yang menyatakan objek penetapan
tersangka masuk dalam penyidikan adalah keputusan yang sangat

tepat karena secara hukum dalam proses penyidikan pasti ada
penetapan tersangka dan tindakan penetapan tersangka dan
penyidikan bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dan jika
dipisahkan maka mata uang tersebut tidak akan bernilai.