PENGANTAR DAN SELUK BELUK HUKUM KESEHATA

PENGANTAR DAN SELUK BELUK HUKUM
KESEHATAN
Penyusun : Dr. Soegandhi, Sp.F(K)

I. PENDAHULUAN
Dalam pelayanan kesehatan sebelum ada
Undang-Undang, semua kegiatan itu diatur oleh
dokter masing-masing yang melayani pasien dan
keluarganya karena belum ada aturan khusus
mengenai hukum kesehatan. Jadi semuanya
ditangan dokter baik itu untuk rawat jalan, rawat
inap, tindakan kesehatan dan tindakan termasuk
pengobatan karena belum ada pedoman atau
aturan yang dibuat pemerintah maupun rumah
sakit. Dokter hanya mengacu pada Sumpah
Dokter dan berbagai sarana yang ada di rumah
sakit. Secara manusiawi dokter juga komunikasi
dengan pasien dan keluarganya
sesuai dengan kemampuan dokter
untuk
berkomunikasi

sesuai
dengan kebutuhan, karena
belum ada aturan khusus.
Jadi hal-hal yang terjadi
pada pengobatan saat itu
atas tanggung jawab dokter
tapi
tidak
ada
istilah
malpraktek/sengketa
dengan

pasien/keluarganya dan pihak pasien dan
keluarganya tidak menuntut apa-apa.
Pada saat ini sesudah
ada
aturan
hukum
kesehatan dokter harus

mengacu
pada
hukum
kesehatan antara lain :
Undang-undang Kesehatan
No.
23
tahun
1992,
tampaknya belum sempurna sehingga dirubah
menjadi Undang-Undang Kesehatan No. 36
tahun 2009. Undang-undang tersebut baru untuk
aturan umum, sedangkan untuk aturan khusus
itu mengacu pada Undang-undang Praktek
Kedokteran No. 29 Tahun 2004. Dulu dokter dan
tenaga kesehatan lain belum diatur dalam
peraturan. Sekarang sudah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996. Semua
aturan
dan

Undang-undang
Pemerintah
merupakan petunjuk secara umum, belum
termasuk perincian tugas dengan tugas secara
terperinci sehingga Menteri Kesehatan membuat
petunjuk praktis untuk operasional tenaga
kesehatan, antara lain mengenai : informed
consent, rekam medik, dan praktek kedokteran.
Dalam kenyataannya berbagai peraturan dan
Undang-Undang termasuk Permenkes belum
dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi daerah
dan
situasi
rumah
sakit
masing-masing.

Sehingga pimpinan kesehatan Tingkat I dan
Tingkat II bersama Pemerintah Daerah membuat
Peraturan Daerah sendiri sesuai dengan situasi

kondisi daerah masing-masing. Kemungkina lain
masing-masing Direktur Rumah Sakit juga
mempunyai
kebijaksanaan
tersendiri
menyangkut aturan internal rumah sakit (HBL =
Hospital By Law). Hospital By Law dibuat
sebelum ada Undang-Undang mengenai rumah
sakit No. 44 tahun 2009. Sehingga adanya
Undang-undang rumah sakit pemerintah daerah
dan rumah sakit membuat kebijaksanaan
tersendiri dikaitkan dengan Undang-Undang
Rumah Sakit.
Pada prinsipnya aturan Internal Rumah
Sakit sudah tersebut dalam HBL dan di dalam
HBL ini mengatur antara lain :
1. Mengatur dokter terhadap staff medis
fungsional
2. Untuk
perawat

diatur
dalam
staff
keperawatan
3. Sedang staff yang lain staff administrasi,
staff non medis, dan staf kesehatan lain
diatur tersendiri dalam Hospital By Law
Bila terjadi sesuatu dalam pelayanan
kesehatan
tidak
tertumpu
pada
aturan
kesehatan
sesuai dengan aturan hukum
kesehatan tapi dapat dikaitkan dengan Hukum
Umum yang lain, antara lain : Hukum Pidana,
Hukum Perdata, Hukum HAM, dan lain-lain.

II. RAMBU-RAMBU PELAYANAN KESEHATAN

Pelayanan kesehatan
dilakukan oleh tenaga
kesehatan
yang
mempunyai
kompetensi memiliki
surat
ijin
tugas
mengingat informed consent dan rekam medik
serta rahasia jabatan / rahasia kesehatan dari
hasil pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan
berdasarkan indikasi medis, standar pelayanan,
protap pelayanan dengan memperhatikan dan
menjelaskan berbagai resiko penyakit, keadaan
pasien, dan tindakan kesehatan selanjutnya
tenaga kesehatan harus menerapkan etika
umum dan profesi dan bila tidak mungkin bisa
ditangani yang bukan kompetensinya harus di
rujuk atau diserahkan kepada tenaga kesehatan

yang memiliki kompetensi.
Prinsip-prinsip
tersebut jika dijabarkan satu persatu antara
lain :
1. Tenaga kesehatan yang telah lulus
pendidikan dengan memperoleh Ijasah
termasuk dalam PP No. 32 Tahun 1996.
2. Tenaga
kesehatan
yang
memiliki
kompetensi hasil ujian
3. Tenaga Kesehatan memiliki surat ijin
praktek (SIP) dan Surat Tugas dari Direktur
Rumah Sakit, Dinas Tenaga Kesehatan,

4.

5.


6.

7.

8.

9.

Dekan (Pimpinan Pendidik), dan dari
Pemerintah yang lainnya.
Tiap menangani pasien harus ada ijin atau
persetujuan tertulis atau lisan dari pihak
pasien dan keluarganya.
Dalam
pelayanan
kesehatan
harus
menerapkan standar pelayanan dan
protap pelayanan kesehatan profesi yang
dibuat oleh tenaga profesi. Ini biasanya

dibuat SK oleh Direktur Rumah Sakit atau
pimpinan Rumah Sakit setempat.
Hasil pemeriksaan / pelayanan atau
tindakan ditulis dicatat secara khusus oleh
dokter yang melakukan tindakan atau
pemeriksaan atau singkatnya ditulis yang
disebut sebagai rekam medis / rekam
rumah sakit. Untuk bidan dan perawat
tertuang dalam Asuhan Keperawatan atau
kebidanan.
Point 4,5, dan 6 di atas harus dirahasiakan
sesuai dengan peraturan PP No.10 tahun
1966 dan Undang-undang kesehatan yang
lain.
Dalam menangani pasien atau tindakan
harus berdasarkan indikasi medis dan
kontra indikasi medis.
Dalam
menangani
pasien

harus
menerangkan mengenai resiko, antara
lain resiko keadaan pasien, resiko
penyakitnya, dan resiko tindakan.

10.Dalam komunikasi dengan pasien dan
keluarga
serta
masyarakat
harus
menerapkan etika umum dan etika profesi
dimana
tenaga
kesehatan
tersebut
bekerja.
11.Kemungkinan dalam menangani pasien
memperoleh
kesulitan
karena

tidak
kompetensinya
sehingga
harus
dirujuk/dikirim/ dikonsultasikan kepada
tenaga kesehatan yang kompeten atau
dirujuk/dikirim ke rumah sakit sesuai
dengan tingkat pelayanan yang lebih
prima.
12.Dalam pelayanan atau upaya kesehatan
terjadi
sesuatu
yang
menimbulkan
sengketa atau tuntutan pasien dan
keluarganya harus diselesaikan secara
komunikasi
yang
sehat,
secara
kemanusiaan dan berdasarkan ramburambu aturan hukum kesehatan. Jangan
menerapkan
Undang-Undang
diluar
Undang-Undang Hukum Kesehatan.
Dengan menerapkan rambu-rambu tersebut
(no.1-12) tenaga kesehatan berusaha/dapat
terhindar dari unsur-unsur malpraktek atau
secara khusus disebut malpraktek.
III. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

Semua tenaga kesehatan yang tertuang
dalam PP No. 32 Tahun 1996 dapat melakukan
tindakan sesuai dengan kompetensinya masingmasing terkait dengan upaya kesehatan Pasal 11
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
antara lain :
a. Kesehatan Keluarga
b. Perbaikan gizi
c. Pengamanan makanan dan minuman
d. Kesehatan lingkungan
e. Kesehatan kerja
f. Kesehatan jiwa
g. Pemberantasan penyakit
h. Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan
i. Penyuluhan kesehatan masyarakat
j. Pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
k. Pengamanan zat adiktif
l. Kesehatan
sekolah
m. Kesehatan
olahraga
n. Pengobatan
tradisional
o. Kesehatan matra

Sedang dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36
Tahun 2009 sesuai dengan Pasal 48, upaya
kesehatan lebih luas antara lain :

a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kesehatan tradisional
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit
d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan
e. Kesehatan reproduksi
f. Keluarga
berencana
g. Kesehatan sekolah
h. Kesehatan
olahraga
i. Pelayanan
kesehatan
dalam
bencana
j. Pelayanan darah
k. Kesehatan gigi dan
mulut
l. Penanggulangan gangguan penglihatan
dan gangguan pendengaran
m. Kesehatan matra
n. Pengamanan dan penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan
o. Pengamanan makanan dan minuman
p. Pengamanan zat adiktif
q. Bedah mayat

IV.
KETENTUAN UMUM
Dalam
Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992
terdapat
beberapa
ketentuan
antara lain :
a. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan,
jiwa
dan
sosial
yang
memungkinkan
semua
orang
hidup
produktif secara sosial dan ekonomi
b. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah dan atau masyarakat
c. Tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau ketrampilan melalui pendidikan
dibidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan
d. Sarana kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menjalankan upaya
kesehatan
e. Alat
kesehatan
adalah
instrumen,
apparatus, mesin implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan
dan
meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan

atau untuk membentuk struktur
memperbaiki fungsi tubuh.

dan

Di samping itu di dalam Undang-Undang
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 terdapat beberapa
tambahan mengenai ketentuan umum, antara
lain ada 19 point. Sebagai contoh :
a. Upaya kesehatan promotif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pelayanan
kesehatan
yang
lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan preventif adalah
suatu kegiatan pencegahan terhadap
suatu masalah kesehatan/penyakit.
c. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan
yang
ditujukan
untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan
akibat
penyakit,
pengendalian penyakit, atau pengendalian
kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin.
d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam
masyarakat
sehingga
dapat
berfungsi
lagi
sebagai
anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya

dan masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya.
e. Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan
cara dan obat yang mengacu
pada
pengalaman
dan
ketrampilan turun temurun
secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
V. PERADILAN PROFESI
Bila dalam pelayanan kesehatan terjadi
sengketa
antara
dokter, pasien, dengan
keluarganya perlu diselesaikan dengan baik-baik
secara
musyawarah
kesepakatan
dengan
memperhatikan
ketentuan-ketentuan
dalam
rambu-rambu pelayanan kesehatan.
Macam peradilan antara lain :
a. Peradilan Internal, dilakukan di rumah
sakit
dimana
dokter
bekerja
atau
dilakukan
antara
profesi
kesehatan,
pasien dan keluarganya
b. Peradilan Disiplin sesuai dengan Undangundang Kesehatan No. 23 tahun 1992
Pasal 54 (Pasal 54 yaitu : bila terdapat
kesalahan
atau
kelalaian
dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan
tindakan disiplin yang diproses oleh

MDTK) dan Undang-undang Kesehatan No.
36 Tahun 2009 yang disebut dengan
MDTK (Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan)
khusus untuk tenaga kesehatan bukan
untuk Dokter.
c. Khusus untuk dokter sesuai dengan MKDKI
(Majelis
Kehormatan
Disiplin
Dokter
Indonesia). Ada MKDKI Pusat dan Daerah.
d. Peradilan Eksternal, ini peradilan sudah
melibatkan orang pihak ketiga antara lain
dengan melibatkan penyidik, pengacara,
penasehat hukum, dan pengadilan melalui
2 cara :
1. Mediasi internal yang disahkan oleh
pengadilan
2. Dipengadilan diputuskan oleh hakim
Untuk penyelesaian sengketa harus dilakukan
audit untuk menemukan kesalahan-kesalahan
dalam pelayanan kesehatan/medis. Untuk audit
ada beberapa macam audit ialah :
1. Audit Manajemen, dilakukan oleh Direksi
dan Staf karena menyangkut berbagai
peraturan yang dibuat SK Direktur Rumah
Sakit.
2. Audit Medis, dilakukan oleh semua dokter
yang terlibat dalam penanganan pasien
3. Audit Keperawatan, dilakukan oleh semua
perawat yang terlibat dalam penanganan
pasien

4. Audit Administrasi, dilakukan oleh staf
administrasi khususnya bagian keuangan
Dari hasil audit tersebut dapat dipakai
sebagai materi untuk penyelesaian sengketa.
Bila sengketa tidak selesai perlu dilakukan audit
eksternal dengan pihak ketiga masuk dalam
audit. Adapun macam audit ialah : audit yang
dilakukan oleh Ikatan Profesi diluar Rumah Sakit
dimana ikatan profesi tersebut dipanggil oleh
Direksi untuk melakukan audit. Ikatan profesi
dengan status independent tidak terikat dengan
rumah sakit dan stafnya. Audit berikutnya
adalah audit hukum. Audit hukum ialah audit
hukum kesehatan, hukum pidana, dan hukum
perdata sehingga dalam audit ini masuk pihak
jajaran hukum antara lain : pihak penyidik dan
pengacara. Dari hasil audit profesi dan audit
hukum dapat dipakai sebagai materi untuk
penyelesaian kasus atau sengketa tersebut. Jadi
semua tim baik dari Rumah Sakit maupun luar
Rumah Sakit untuk penyelesaiannya harus
berdasarkan hasil audit apapun.

VI.
RAMBU-RAMBU
SUMPAH
DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN

DOKTER

SUMPAH DOKTER
Saya / dihadapan Dekan Fakultas Kedokteran /
Universitas Gadjah Mada / sebagai dokter
dengan ini menyatakan / bersedia mengucapkan
sumpah dokter / sesuai dengan agama /
kepercayaan yang saya anut sebagai berikut :





Demi Allah, saya bersumpah, bahwa :
(ISLAM)
Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya berjanji,
bahwa :
(KRISTEN/KATHOLIK)
Om
Attah
Parama
Wisesa,
saya
bersumpah, bahwa :
(HINDHU)
Demi Sang Hyang Adi Budha, saya
bersumpah, bahwa :
(BUDHA)

Saya akan membaktikan hidup saya / guna
kepentingan perikemanusiaan,
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga /
martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran,
Saya akan menjalankan tugas saya / dengan
cara yang terhormat dan bersusila / sesuai
dengan martabat pekerjaan saya sebagai
dokter,

Saya akan menjalankan tugas saya / dengan
mengutamakan kepentingan masyarakat,
Saya akan merahasiakan / segala sesuatu yang
saya ketahui / karena pekerjaan saya dan
karena keilmuan saya sebagai dokter,
Saya tidak akan mempergunakan / pengetahuan
kedokteran saya / untuk sesuatu yang
bertentangan dengan perikemanusiaan /
sekalipun diancam,
Saya akan menghormati setiap hidup insani /
mulai dari saat pembuahan,
Saya
akan
senantiasa
/
mengutamakan
kesehatan penderita,
Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh /
supaya saya tidak terpengaruh / oleh
pertimbangan keagamaan, / kebangsaan, /
kesukuan, / perbedaan kelamin, / politik
kepartaian / atau kedudukan sosial / dalam
menunaikan kewajiban terhadap penderita,
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya /
penghormatan dan pernyataan terima kasih /
yang selayaknya,
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya /
sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan,
Saya akan mentaati dan mengamalkan / Kode
Etik Kedokteran Indonesia / yang berdasaran
Pancasila,

Saya ikrarkan sumpah ini / dengan sungguhsungguh / dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
Yogyakarta,