DAMPAK FLUKTUASI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK DAN NILAI TUKAR RIIL TERHADAP TINGKAT INFLASI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2005 TRIWULAN I – TAHUN 2014 TRIWULAN IV

DAMPAK FLUKTUASI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK DAN
NILAI TUKAR RIIL TERHADAP TINGKAT INFLASI DI
INDONESIA PERIODE TAHUN 2005 TRIWULAN I – TAHUN 2014
TRIWULAN IV
Nadia1; Nudiatulhuda Mangun2; Yohan3,

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako
Tondo, Jalan Soekarno - Hatta, KM 9 Palu, 94118
Telp. 08114500245, e-mail: jowe.shine12@gmail.com
ABSTRAK
Fluktuasi Harga BBM dan nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar adalah 2
variabel yang dapat memberikan pengaruh bagi kondisi perekonomian. Fluktuasi
harga BBM dan nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar akan memberikan
dampak terhadap tingkat inflasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon yang
diterima inflasi akibat fluktuasi harga BBM dan nilai tukar riil di Indonesia.
Hipotesis yang diajukan adalah: (1) variabel harga BBM secara statistik
berpengaruh tidak signifikan terhadap inflasi (2) variabel nilai tukar riil secara
statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap inflasi (3) variabel harga BBM
secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi (4) variabel nilai tukar riil
secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi. Data yang digunakan sesuai

dengan variabel-variabel yang dibutuhkan. Data untuk variabel harga BBM jenis
premium di ambil dari laporan pertamina. Data nilai tukar riil Rupiah terhadap US
Dollar diperoleh dari World Bank. Data inflasi di Indonesia diperoleh dari lembaga
penyedia data nasional (BPS) dan data inflasi Amerika diperoleh dari Consumer
Price Index US Inflation. Data pengamatan yang diambil adalah data tahun 2005
triwulan I – triwulan IV tahun 2014. Penelitian ini menggunakan VAR dan
dilanjutkan dengan VECM dan propertinya (fungsi impulse response dan
dekomposisi varian) untuk melihat respon variabel inflasi terhadap fluktuasi harga
BBM dan nilai tukar riil Rupiah. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, hanya
variabel nilai tukar riil yang berpengaruh secara statistik dan signifikan
mempengaruhi inflasi. Hasil IRF menunjukan bahwa dari hasil estimasi, dapat
diidentifikasi bahwa dalam jangka pendek variabel harga BBM berpengaruh negatif
(-) kecuali nilai tukar riil dan signifikan terhadap pembentukan inflasi di Indonesia.
Sedangkan pada jangka panjang, hanya nilai tukar yang secara statistik dan
signifikan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Dan dari hasil VD menunjukan bahwa
sumber penting variasi inflasi adalah kejutan terhadap inflasi itu sendiri dengan
proporsi paling besar diantara variabel lainnya yaitu 81%.
Kata kunci:

Harga BBM, Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap US Dollar, Tingkat

Inflasi, Vector AutoRegression (VAR), Vector Error Correction Model
(VECM).

2062

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenaikan harga bahan bakar
minyak menjadi isu yang sangat
strategis
dalam
kestabilan
perekonomian
baik
negara
maju
maupun yang sedang berkembang.

Gejolak kenaikan harga minyak dunia
berpengaruh terhadap beban APBN
yang menanggung subsisi terhadap
konsumen
bahan
bakar
minyak.
Permasalahan bagi pemerintah antara
pilihan menanggung subsidi yang
semakin
besar
atau
mengurangi
subsidi dengan konsekuensi depresiasi
nilai Rupiah sebagai salah satu akibat
dari naiknya harga BBM di dalam
negeri (Triyono, 2003:156).
Melemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap US Dollar berpengaruh pada
harga barang-barang impor. Bahan

impor yang penting dan sangat
banyak dipergunakan oleh masyarakat
adalah Bahan Bakar Minyak (BBM).
Data Bank Indonesia memaparkan
dalam empat tahun terakhir nilai tukar
Rupiah terus memburuk seiring dengan
kenaikan impor minyak dan gas. Pada
Januari 2010, impor migas sekitar
US$ 1.6 miliar dan nilai tukar Rupiah
mengacu pada kurs tengah Bank
Indonesia masih Rp.8.286 per US
Dolar, namun sejak pertengahan 2011
impor migas rata-rata melebihi US$ 3
miliar. Bahkan pada Juli 2013 setelah
pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi, impor minyak menembus
angka US$ 4 miliar karena konsumsi
BBM tetap tinggi (Sofie et al,
2014:412).
Hasil dokumenter Hendry Wijaya

(Chief of Education & Training - Pojok
Bursa Efek Indonesia Ukrida) dalam
melihat dampak kenaikan BBM dari

data-data sebelumnya di bidang harga
dan pendapatan, kebijakan pemerintah
mempengaruhi kenaikan harga barang
dan jasa seperti bahan bakar minyak
dan memberikan tambahan laju inflasi.
Pada tahun 2005 kenaikan harga BBM
pertama kali dilakukan pada 1 Maret
2005
dari
Rp.1.810/liter
menjadi
Rp.2.400/liter. Tujuh bulan kemudian
pada 1 oktober 2005 pemerintah
kembali menaikkan harga BBM sebesar
87,5% dari Rp.2.400/liter menjadi Rp.
4.500.liter. Pada 30 Desember 2005,

crude oil price ditutup diharga USD
61,04/barel, inflasi yang terjadi pada
periode 2005 sebesar 17,11% adalah
inflasi tertinggi pasca krisis moneter
Indonesia (1997/1998) dan untuk
menahan tingginya inflasi, maka Bank
Indonesia menaikkan suku bunga
acuan dari bulan Juli-Desember dari
8,50% ke level 12,25%. Pada akhir
tahun
2005,
inflasi
impor
juga
meningkat seiring pergerakan kurs
Rupiah terhadap US Dollar yang
melemah dari Rp. 9.090 ke level
Rp.9.803, sehingga terlihat adanya
Capital Flight akibat pertumbuhan
inflasi yang terlalu tinggi.

Inflasi kemudian bergerak turun
pada periode 2006 sebesar 6.60%.
Pada tahun 2008 tepatnya 24 mei
2008, pemerintah kembali menaikkan
harga BBM dari Rp. 4.500/liter ke
harga
Rp.6.000/liter
yang
menyebabkan
peningkatan inflasi
kembali mencapai double digit ke
11,06%
dan
Bank
Indonesia
menggunakan
haknya
untuk
mengintervensi
pasar

dengan
menaikkan suku bunga acuan dari 8%
ke 9,25% pada akhir tahun 2008.
Sepanjang tahun 2008, kurs Rupiah
melemah terhadap US Dollar dari
2063

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Rp.9.433,96 ke level Rp11.235,96 pada
akhir
tahun
2008.
Dalam
perkembangannya setiap tahun inflasi
terendah pada periode 2009 yaitu
sebesar 2,78% hingga pada periode
2013 naik sebesar 8,38% yang
berdampak

pada
naiknya
angka
kemiskinan di Indonesia.
Studi
yang
telah
dilakukan
menunjukkan kenaikan harga BBM
akan berdampak dengan meningkatnya
tingkat harga yang merepresentasikan
tingkat inflasi (ceteris paribus) selama
1 bulan dan menyebabkan penurunan
tingkat output selama 3 bulan (Putra,
2014). Sedangkan kenaikan nilai tukar
riil akan membuat tingkat inflasi
meningkat selama 5 bulan dan
menyebabkan
penurunan
tingkat

output selama 3 bulan. Penelitian ini
dudukung oleh penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Suparti, (2013)
dan Achasani et al (2009).
Penelitian yang dilakukan oleh
Studi
Pengembangan
Indikator
Ekonomi Makro (2001) mengamati
perubahan nilai tukar, jumlah uang
beredar dan harga BBM dalam negeri
yang dijadikannya sebagai leading
indikator yang cukup baik untuk
menaksir
laju
inflasi
bulanan.
Penelitian
ini
menemukan

bahwa
setiap kenaikan 1% harga BBM akan
memberikan tambahan inflasi sekitar
0,085%.
Yunus (2013) meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi inflasi di
Indonesia,
dari
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa variabel jumlah
uang beredar, harga minyak dunia,
subsidi BBM, dan tingkat suku bunga
riil
secara
simultan
mempunyai
pengaruh signifikan terhadap inflasi.
Secara parsial, hanya jumlah uang
beredar
berpengaruh
positif
dan

signifikan terhadap Inflasi, sedangkan
harga minyak dunia dan tingkat suku
bunga riil berpengaruh negatif dan
signifikan dan untuk variabel subsidi
BBM
tidak
berpengaruh
secara
signifikan, penelitian ini didukung
beberapa
penelitian
seperti
yang
dilakukan oleh Langi et al (2014) dan
Nizar (2012).
Rumusan pertanyaan penelitian
yaitu:
1. Bagaimana respon atau reaksi
yang diterima inflasi saat terjadi
fluktuasi terhadap seluruh variabel
yaitu harga bahan bakar minyak
jenis premium dan nilai tukar riil
Rupiah/US Dollar pada tahun
2005 triwulan I sampai dengan
tahun 2014 triwulan IV?
2. Bagaimana
varian
dekomposisi
atas perubahan nilai variabel
Inflasi
yang
disebabkan
oleh
fluktuasi dari variabel harga bahan
bakar minyak jenis premium dan
nilai tukar riil Rupiah/US Dollar
pada tahun 2005 triwulan I
sampai
dengan
tahun
2014
triwulan IV?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis respon inflasi atas
dampak suatu goncangan (shock)
terhadap seluruh variabel pada
tahun 2005 triwulan I sampai
tahuan 2014 triwulan IV.
2. Menganalisis dekomposisi varian
digunakan untuk menghitung dan
menganalisis
seberapa
besar
pengaruh acak guncangan dari
variabel tertentu terhadap variabel
endogen
atau
berapa
besar
perubahan nilai variabel inflasi
yang disebabkan oleh guncangan

2064

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

variabel itu sendiri dan goncangan
dari variabel lain yaitu harga BBM
dan nilai tukar riil pada tahun
2005 triwulan I sampai dengan
tahun 2014 triwulan IV.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi
pengembangan
keilmuan
yaitu menambah pengetahuan dari
segi
ilmu
ekonomi
yang
membahas
seputar
pengaruh
harga minyak dunia terhadap
perekonomian Indonesia.
2.
Bagi kalangan akademis
dan
mahasiswa,
sebagai
bahan
referensi yang berminat untuk
melakukan penelitian lebih lanjut
tentang masalah ini secara lebih
luas dan mendalam.
KAJIAN PUSTAKA
Harga Minyak Dunia
Jumlah
permintaan
(quantity
demanded) dari suatu barang adalah
jumlah barang yang rela dan mampu
dibayar oleh pembeli. Banyak hal yang
mempengaruhi jumlah
perintaan
barang, tetapi ketika kita menganalisis
bagaimana pasar bekerja, salah satu
penentunya adalah harga barang itu
sendiri. Karena jumlah permintaan
akan jatuh seiring dengan naiknya
harga dan akan meningkat seiring
turunnya
harga,
dapat
dikatakan
bahwa
jumlah
permintaan
berhubungan negatif terhadap harga.
Variabel-variabel yang mempengaruhi
permintaan suatu barang selain harga,
yaitu
pendapatan, harga
barangbarang terkait, selera, harapan, dan
jumlah pembeli.
Jumlah
penawaran
(quantity
supplied) dari suatu barang adalah
jumlah yang rela dan mampu dijual
oleh penjual atau produsen. Banyak
hal
yang
mempengaruhi
jumlah

penawaran barang, tetapi ketika kita
menganalisis bagaimana pasar bekerja,
salah satu penentunya adalah harga
dari barang itu sendiri. Karena jumlah
penawaran
akan
meningkat
dan
menurun seiring naik dan turunnya
harga.
Jumlah
penawaran
berhubungan positif terhadap harga.
Adapun
variabel-variabel
yang
mempengaruhi
penawaran
suatu
barang, selain harga barang itu
sendiri, antara lain harga input,
teknologi, harapan, dan jumlah penjual
(Mankiw, 2009:87-91).
BBM merupakan bahan dasar
untuk melakukan kegiatan di segala
sektor
dan kehidupan,
kenaikkan
harga
BBM
yang
drastis
akan
menaikkan harga barang dan jasa
termasuk kebutuhan sehari-hari rakyat
banyak.
Kelompok
rumah
tangga
miskin yang paling menderita atas
beban kenaikan harga BBM, karena
disamping kebutuhan bahan bakar dan
transportasi, kebutuhan-kebutuhan lain
naik pula, sedangkan penghasilan
relatif kecil (Suparmoko, 2002:199).
Faktor Penentu Harga Minyak
Fluktuasi harga minyak mentah
di pasar internasional pada prinsipnya
mengikuti aksioma yang berlaku umum
dalam ekonomi pasar, dimana tingkat
harga yang berlaku sangat ditentukan
oleh
mekanisme
permintaan
dan
penawaran
(demand
and
supply
sebagai
faktor
mechanism)
fundamental (Nizar, 2002). Faktorfaktor lain dianggap sebagai faktor
non-fundamental, terutama berkaitan
dengan
masalah
infrastruktur,
geopolitik dan spekulasi.
Dari sisi permintaan, perilaku
harga minyak sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan
ekonomi
dunia.
Pengalaman
menunjukkan
bahwa
2065

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

peningkatan
permintaan
terhadap
minyak yang kemudian mendorong
naiknya harga minyak didahului oleh
pertumbuhan ekonomi global yang
cukup tinggi. Sebelum terjadinya krisis
minyak (oil shock) pertama (tahun
1973) dan kedua (tahun 1978), laju
pertumbuhan ekonomi global yang
tinggi, lebih dari 4% per tahun, diikuti
dengan
permintaan
minyak
yang
cukup kuat, masing-masing dengan
pertumbuhan sekitar 8% dan 4%
(Kesicki, 2010). Kenaikan permintaan
minyak
terjadi
akibat
dorongan
pertumbuhan
ekonomi
yang
berlangsung dalam dekade 1960-an
sampai tahun 1973, terutama berasal
dari
negara-negara
maju
yang
tergabung dalam the Organization for

Economic
Development

Cooperation

and

(OECD). Setelah krisis
harga
minyak
kedua,
rata-rata
tahunan konsumsi minyak tumbuh
lebih dari 1 juta barel per hari,
kecuali pada awal 1990, dimana
konsumsi
global
stagnan
karena
runtuhnya Uni Soviet. Sejak tahun
2000, permintaan minyak yang tinggi
didorong oleh pertumbuhan ekonomi
di kawasan non-OECD, yaitu Asia,
terutama Cina dan India (Kesicki 2010
dan Breitenfellner et al, 2009) dalam
Nizar (2012:191)
Dari sisi penawaran fluktuasi
harga minyak mentah dunia sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan atau
pasokan minyak oleh negara-negara
produsen, baik negara-negara yang
tergabung dalam Organization of the
Petroleum Exporting Countries (OPEC)
maupun negara produsen non-OPEC.
Ketersediaan atau pasokan minyak
sangat
erat
kaitannya
dengan
kapasitas produksi, kapasitas investasi
dan infrastruktur kilang (Kesicki, 2010

dan Breitenfellner et al., 2009) dalam
Nizar (2012:191).
Teori Penentu Kurs
Teori Elastisitas
Teori elastisitas melihat bahwa
nilai tukar atau kurs antara dua mata
uang dari dua negara ditentukan oleh
besar kecilnya perdagangan barang
dan jasa yang berlangsung di antara
kedua negara tersebut atau disebut
sebagai
pendekatan
perdagangan
(trade approach) atau pendekatan
elastisitas terhadap pembentukan kurs
(elasticity approach to exchange rate
determination). Pada pendekatan ini,
kurs ekuilibrium adalah kurs yang
akan menyeimbangkan nilai impor dan
expor suatu negara. Jika nilai impor
negara tersebut lebih besar ketimbang
nilai expornya (artinya negara yang
bersangkutan
mengalami
defisit
perdagangan),
maka
kurs
mata
uangnya akan mengalami peningkatan
(atrinya mata uangnya mengalami
depresiasi atau penutunan nilai tukar)
itu akan berlangsung secara cepat
dalam sisitem kurs mengambang.
Peningkatan kurs (angka nominalnya)
atau penurunan nilai
tukar mata
uang tersebut akan membuat harga
dari
berbagai
komoditi
expornya
menjadi lebih murah bagi para
importir atau pihak asing sedangkan
barbagai produk barang dan jasa
impor menjadi lebih mahal bagi
penduduk domestik. Akibatnya expor
negara
tersubt
akan
mengalami
kenaikan sedangkan impornya akan
terus menurun sampai ada akhirnya
nilai
perdagangan
internasionalnya
benar-benar seimbang (impor sama
dengan expor). Akibatnya, nilai tukar
harus melakukan penyesuaian untuk
menghilangkan
defisit
neraca

2066

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

pembayaran
internasional.
Jika
elastisitas permintaan bersifat elastis,
pengaruh
penurunan
impor
dan
kenaikan
expor
akan
sangat
berpengaruh
bagi
keseimbangan
neraca
pembayaran
internasional
sehingga hanya diperlukan sedikit
penyesuaian
dalam
nilai
tukar
(Salvatore, 2996:43).
Teori Purchasing Power Parity (PPP)
Teori
Paritas
Daya
Beli
(purchasing
power
parityPPP)
menerangkan
hubungan
sempurna
antara tingkat inflasi relatif di antara
dua negara dengan nilai tukar. Teori
PPP
menyatakan bahwa setiap unit
dari mata uang seharusnya mampu
membeli sejumlah barang yang sama
banyaknya di semua negara (Mankiw,
2006:246).
Teori ini terbagi menjadi dua versi,
yaitu:
form)
a. Versi
absolut
(absolut
menyatakan bahwa keseimbangan
nilai mata uang dalam negeri
terhadap nilai mata uang luar
negeri merupakan perbandingan
harga absolut dalam dan luar
negeri. Teori paritas daya beli
dapat dinyatakan dalam:
S= P/Px
Keterangan:
S
= Nilai Kurs Valas
P
= Tingat harga
Px
= Variabel Luar Negeri
Konsep di atas adalah
hubungan
antara
nilai
tukar
dengan inflasi pada suatu negara.
Harga
barang-barang
impor
dipengaruhi oleh harga luar negeri
dan nilai tukar. Bahwa harga
barang yang sama atau identik
yang terdapat pada negara yang
berbeda mempunyai harga yang

b.

sama (one price) jika diukur
menggunakan valuta yang sama.
Jika setelah diukur menggunakan
valuta
yang
sama
terdapat
perbedaan
harga,
maka
permintaan dan penawaran pasar
akan
membuat
harga-harga
barang tersebut menjadi sama.
Sebagai contoh dua barang yang
sama diproduksi oleh Amerika dan
Indonesia, tetapi setelah diukur
menggunakan valas yang sama
terdapat perbedaan harga dimana
produk Indonesia lebih murah,
maka
pasar
akan
merespon
dengan
menaikkan
permintaan
produk Indonesia dan menurunkan
permintaan produk Amerika yang
pada akhirnya akan menaikkan
dan menurunkan harga barang
sampai mendekati atau setara
antara satu sama lain (Hakim,
2013:34).
form)
Versi
relatif
(relative
mempertimbangkan
adanya
ketidaksempurnaan pasar yang
terdapat
pada
negara
yang
berbeda,
seperti
adanya
perbedaan biaya transportasi, tarif,
dan kuota yang dikenakan oleh
negara yang bersangkutan. Harga
barang yang sama yang terdapat
pada negara yang berbeda akan
terdapat
perbedaan
harga.
Menurut versi relatif, perbedaan
harga yang ada seharusnya tidak
berbeda
jauh
selama
biaya
transportasi
dan
proteksi
perdagangan
tidak
berubah.
Sebagai
ilustrasi,
diasumsikan
bahwa
dua
negara
awalnya
memiliki tingkat inflasi nol dan
nilai tukar yang berjalan di dua
negara berada dalam ekuilibrium.
Seiring
dengan
meningkatnya
2067

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

inflasi, nilai tukar juga harus
disesuaikan untuk mengimbangi
inflasi
yang
terjadi,
dengan
adanya hal tersebut menjadikan
harga
barang-barang
yang
terdapat di kedua negara akan
tampak sama bagi konsumen
dikarenakan daya beli konsumen
di kedua negara tidak terlalu
berbeda jauh (Hakim, 2013:35).
Hukum Satu Harga (The Law Of One
Price)
Hubungan nilai tukar dengan
inflasi
dapat
dijelaskan
dengan
menggunakan teori the law of one
price atau hukum satu harga. Dalam
perekonomian tertutup, hukum ini
mengemukakan bahwa harga barangbarang yang sama jika dijual di dua
tempat yang berbeda, maka harganya
akan sama. Karena adanya perbedaan
penggunaan
tarif pada setiap kota
maupun daerah maka hukum the law
of one price lebih menitikberatkan
pergerakan harga yang sama dari
satu barang yang sejenis di dua
tempat (Mishkin, 2003:170).
Dalam perekonomian terbuka
atau negara yang melakukan transaksi
ekonomi dengan pihak luar negeri, the
law of one price diartikan tingkat
harga-harga
umum
barang-barang
yang
sejenis akan sama di setiap
negara. Pengertian ini sering disebut
dengan konsep absolute purchasing
(PPP).
(Mishkin,
power
parity
2003:170).
Mekanisme Nilai Tukar ke Inflasi
Analisis efek perubahan (passthrough effect analysis) umumnya
digunakan untuk mengetahui efek
perubahan
nilai
tukar
terhadap
perubahan tingkat harga, baik harga
ekspor-impor maupun harga di tingkat

konsumen. Pass-through effect akan
menimbulkan efek langsung dan tidak
langsung (direct and indirect pass
through effect). Svensson (2000)
mengembangkan
model
pengaruh
lintasan kurs terhadap perekonomian.
Analisis yang dilakukan oleh Svensson
menyatakan bahwa pengaruh lintasan
kurs terhadap perekonomian data
melalui efek langsung maupun tidak
langsung. Perubahan nilai tukar akan
berpengaruh langsung terhadap inflasi
melalui perubahan harga barangbarang impor merupakan jalur yang
terjadi pada efek langsung (direct
pass through), sedangkan jalur yang
terjadi pada efek tidak langsung,
perubahan
nilai
tukar
akan
mempengaruhi melalui jalur output,
yaitu melalui perubahan permintaan
agregat dan penawaran agregat.
Hartati (2004) menyatakan bahwa
dampak langsung perubahan nilai
tukar mempengaruhi inflasi melalui
perubahan
indeks
harga
barang
domestik yang berasal dari impor
barang-barang konsumsi (final goods).
Majardi (2000) menyatakan bahwa
dampak perubahan nilai tukar yang
langsung mempengaruhi inflasi dapat
digolongkan ke dalam dua kategori.
Pertama, first direct pass through,
yaitu
dampak
melalui
barang
konsumsi.
Barang
konsumsi
terpengaruh karena perubahan harga
barang
impor
dapat
langsung
mempengaruhi harga jual produk di
dalam negeri. Kelompok barang ini
memiliki nilai elastisitas yang tinggi
terhadap perubahan kurs. Kedua,
dampak tidak langsung (second direct
pass-through), yaitu dampak melalui
impor bahan baku dan barang modal.
Nilai tukar akan mempengaruhi
tingkat
harga
domestik
melalui

2068

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

guncangan permintaan dan penawaran
agregat. Secara teoritis, jalur tidak
langsung biasanya melalui transmisi
demand pull, yaitu ketika kenaikan
harga luar negeri ataupun kenaikan
mata uang asing terhadap rupiah
mengakibatkan kenaikan pendapatan
eksportir dalam negeri. Hasil akhirnya
adalah akan meningkatkan permintaan
eksportir terhadap barang dan jasa di
dalam negeri. Kedua faktor ini secara
bersamaan
akan
meningkatkan
permintaan
luar
negeri
yang
selanjutnya
meningkatkan
total
permintaan agregat dan akhirnya
meningkatkan laju inflasi (Darwanto,
2007:29).
Teori Inflasi
Teori yang menjelaskan mengenai
inflasi, yaitu:
1. Teori Keynes
Menurut
teori
keynes,
inflasi
terjadi karena masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan
ekonominya,
menyebabkan
permintaan
efektif
masyarakat
terhadap
barang-barang
(permintaan
agregat)
melebihi
jumlah
barang-barang
yang
tersedia
(penawaran
agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary
gap.
Keterbatasan
jumlah
persediaan
barang
(penawaran
agregat) ini terjadi karena dalam
jangka pendek kapasitas produksi
tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan
agregat. Keadaan ini akan terus
terjadi di masyarakat, sehingga
laju inflasi akan terhenti apabila
salah satu golongan masyarakat
tidak lagi memperoleh dana (tidak
lagi memiliki daya beli) untuk
membiayai pembelian barang pada
tingkat
harga
yang
berlaku,

2.

sehingga
permintaan
efektif
masyarakat secara keseluruhan
tidak lagi melebihi supply barang
(inflationary
gap
menghilang)
(Boediono, 1985:169-173).
Teori Strukturalis
Teori
strukturalis
menerangkan
proses inflasi jangka panjang di
negara-negara
sedang
berkembang.
Dalam
teori
ini
proses inflasi tersebut hanya bila
berlangsung terus apabila jumlah
uang beredar juga bertambah
terus. Tanpa kenaikan jumlah
uang,
proses
tersebut
akan
berhenti
dengan
sendirinya.
Menurut
Boediono
(1985:176),
teori ini ada beberapa hal yang
dapat menimbulkan inflasi dalam
perekonomian
negara-negara
sedang berkembang adalah :
a) Ketidakelastisan
dari
penerimaan ekspor, yaitu nilai
ekspor yang tumbuh secara
lamban dibandingkan dengan
pertumbuhan
pada
sektorsektor lain. Kelambanan ini
disebabkan karena supply atau
produksi barang-barang ekspor
yang tidak responsif terhadap
kenaikan harga. Kelambanan
pertumbuhan
penerimaan
ekspor ini berarti kelambanan
pertumbuhan
kemampuan
untuk
mengimpor
barangbarang yang dibutuhkan (untuk
konsumsi
dan
investasi).
Akibatnya
negara-negara
berkembang berusaha untuk
mencapai target pertumbuhan
tertentu
dan
mengambil
kebijakan pembangunan yang
menekankan pada penggalakan
produksi dalam negeri dari
yang
sebelumnya
diimpor
2069

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

3.

(substitusi impor), meskipun
seringkali
produksi
dalam
negeri
mempunyai
biaya
produksi yang lebih tinggi dari
barang-barang sejenis
yang
diimpor.
Apabila
proses
substitusi impor ini makin
meluas, maka kenaikan biaya
produksi juga makin meluas ke
berbagai
barang,
sehingga
dengan demikian inflasi terjadi
(Boediono, 1985:176).
b) Ketidakelastisan dari supply
atau produksi bahan makanan
di dalam negeri. Produksi
bahan makanan dalam negeri
tidak
tumbuh
secepat
pertumbuhan penduduk dan
pendapatan perkapita, sehingga
harga
bahan
makanan
di
dalam negeri cenderung naik
melebihi kenaikan harga-harga
lain. Kenaikan bahan makanan
ini mendorong kenaikan upah
karyawan,
sehingga
meningkatkan biaya produksi
yang nantinya akan menaikkan
harga barang. Kenaikan harga
barang-barang
ini
akan
menimbulkan kenaikan upah
lagi yang kemudian diikuti oleh
kenaikan harga-harga, proses
tersebut
akan
berhenti
seandainya
harga
bahan
makanan tidak terus naik
(Boediono, 1985:175).
Teori Kuantitas
Mankiw
(2003:87)
menyatakan
bahwa menurut teori kuantitas,
kenaikan
dalam
tingkat
pertumbuhan uang sebesar 1
persen menyebabkan kenaikan 1
persen dalam tingkat inflasi. Teori
ini menekankan pada peranan
jumlah uang beredar dan harapan

(ekspektasi) masyarakat mengenai
kenaikan
harga
terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini
adalah inflasi hanya dapat terjadi
jika ada penambahan volume
uang beredar, baik uang kartal
maupun giral dan laju inflasi juga
ditentukan oleh laju pertambahan
jumlah uang beredar dan oleh
harapan (ekspektasi) masyarakat
mengenai kenaikan harga di masa
mendatang.
Teori
kuantitas
membedakan
sumber inflasi menjadi 2, yakni teori
Demand Pull Inflation dan Cost Push
Inflation.
a) Demand Pull Inflation
Inflasi
tarikan
permintaan
(Demand Full Inflationi) muncul
ketika jumlah produksi barang
dan jasa yang dihasilkan oleh
seluruh produsen tidak sanggup
mengimbangi jumlah permintaan
oleh seluruh masyarakat (AD>AS).
Jenis Inflasi ini biasanya terjadi
pada saat perekonomian dalam
keadaan full employment disertai
dengan pertumbuhan ekonomi
yang cepat. Pada kondisi seperti
ini, tingkat produksi seluruh
perusahaan
sudah
mencapai
kapasitas
penuh,
sementara
permintaan
masyarakat
meningkat pesat. Jika kondisi
produksi telah berada pada
kesempatan kerja penuh, maka
kenaikan permintaan tidak lagi
mendorong
tingkat
output
(produksi)
tetapi
hanya
mendorong kenaikan harga-harga
yang biasa juga disebut sebagai
Inflasi Murni (Pure Inflation).
Namun
jika
pertambahan
permintaan melebihi GNP pada
kondisi kesempatan kerja penuh

2070

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

akan

mengakibatkan

terjadinya

Inflationary Gap dan selanjutnya
terjadilah
inflasi
2000:15-16).
b)

(Khalwaty,

Cost Push Inflation
Inflasi desakan biaya (Cosh push
Inflation) yakni terjadi kenaikan
harga-harga
yang
disebabkan
oleh kenaikan biaya produksi.
Peningkatan biaya produksi akan
mendorong
para
produsen
meningkatkan harga, meskipun
mereka
akan
menghadapi
kemungkinan
penurunan
permintaan
terhadap
produk
yang mereka hasilkan (Sukirno,
1999:305).
METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah suatu cara
untuk dapat memahami objek-objek
yang menjadi sasaran atau tujuan dari
suatu penelitian. Tipe penelitian yang
dirujuk
pada
penelitian
deskriptif
kuantitatif terapan yang merupakan
penelitian
yang
dilakukan
untuk
menguji pengaplikasian teori dalam
pemecahan masalah tertentu.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis fluktuasi harga BBM
premium
dan Nilai Tukar Rill
terhadap tingkat Inflasi di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data periode triwulan 1
tahun 2005 sampai dengan triwulan 4
tahun 2014.
Jenis dan Sumber Data
Jenis
data
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang dikumpulkan melalui
studi literatur dan pencarian di
berbagai situs internet dalam bentuk

angka mengenai harga BBM jenis
premium, Nilai Tukar Riil dan tingkat
Inflasi yang diambil runtun waktu (time
series) dengan kurun waktu 2005-2014
(10 tahun).
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder.
Data yang digunakan sesuai dengan
variabel-variabel
yang
dibutuhkan.
Data
dari
variabel-variabel
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
bersumber dari lembaga penyedia
data nasional (BPS) maupun dari
Laporan Keuangan Bank Indonesia,
berbagai instansi terkait dan internet.
Data yang digunakan untuk Data yang
digunakan
untuk
masing-masing
variabel
adalah
harga
BBM
jenispremium, Nilai Tukar Riil (RER)
dan inflasi (IHK). Data pengamatan
yang diambil adalah data tahun 2005
triwulan 1 sampai dengan tahun 2014
triwulan 4.
Data untuk penelitian BBM jenis
premium
diambil
sumbernya
dari
laporan pertamina melalui website
www.pertamina.go.id dan handbook of
energy dan statistic kementrian ESDM
berbagai edisi. Satuan pengukuran
dari variabel harga komoditas BBM
adalah dalam ribu Rupiah.
Metode Analisis
Analisis Vector Autoregression (VAR)
Metodologi VAR pertama kali
dikemukakan oleh Sims (1980). Model
VAR dibuat untuk mengatasi hal di
mana
hubungan
antar
variabel
ekonomi dapat tetap diestimasi tanpa
perlu
menitikberatkan
masalah
eksogenitas. Pada pendekatan ini,
semua variabel dianggap sebagai
endogen dan estimasi dapat dilakukan
secara
serentak
atau
sekuemsial
(Ariefianto, 2012:112).
2071

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Data time series pada umumnya
tidak stasioner pada level. Jika data
tidak stasioner di tingkat level namun
stasioner pada proses diferensi data,
maka harus diuji apakah data yang
digunakan dalam model mempunyai
hubungan jangka panjang atau tidak.
Ada
tidaknya
hubungan
jangka
panjang
dapat
diketahui
dengan
melakukan uji kointegrasi. Apabila
terdapat kointegrasi, maka model
yang digunakan adalah model Vector
Error Correction Model (VECM).
Model VECM merupakan model
VAR yang terestriksi (restricted VAR).
Adanya
kointegrasi
menunjukkan
adanya hubungan jangka panjang
antar variabel di dalam sistem VAR.

Tujuan
VECM
adalah
untuk
mengetahui hubungan jangka panjang
antar variabel dalam model.
Apabila data yang digunakan
stasioner pada perbedaan pertama
maka model VAR akan dikombinasikan
dengan model
koreksi kesalahan
menjadi Vector Error Correction Model
(VECM). Analisis impulse response
function dilakukan untuk melihat
respon
suatu
variabel
endogen
terhadap guncangan variabel lain
dalam model. Variance decomposititon
analysis juga dilakukan untuk melihat
kontribusi relatif suatu variabel dalam
menjelaskan
variabilitas
variabel
endogenusnya.

Sumber: Widarjono (2007:374)

Gambar 1. Proses Pembentukan VAR
Penelitian
ini
mengamati
3
variabel endogen yaitu Harga Bahan
Bakar Minyak jenis premum nilai
tukar riil Rupiah terhadap US Dollar
(RER)
dan
inflasi
(IHK),
maka

hubungan
interdependensi
antara
ketiga
variabel
tersebut
dispesifikasikan ke dalam sistem
persamaan yang terdiri dari tiga
persamaan berikut:

BHt

2072

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Keterangan:
BH
:
RER :
:
INFt
t
:
j
:

Harga BBM
Nilai Tukar Riil
Inflasi Indonesia
triwulan
Jumlah lag (kelambanan) triwulan yang dipilih berdasarkan estimasi
terbaik.
Φ
: Matriks autoregressive
ε , ε , dan ε , merupakan proses white noise (independen terhadap perilaku
historis HB, RER, dan INF).
sebelumnya.
Inflasi
dipengaruhi
Harga BBM dipengaruhi oleh
variabel Inflasi itu sendiri pada
variabel Harga BBM itu sendiri pada
periode sebelumnya dan oleh harga
periode sebelumnya, dan Nilai Tukar
BBM serta Nilai Tukar Riil periode
Rill serta Inflasi periode sebelumnya.
sebelumnya.
Persamaan-persamaan
Nilai tukar riil dipengaruhi oleh
dalam model VAR tersebut ditulis
variabel nilai tukar riil itu sendiri
kembali menjadi:
pada periode sebelumnya dan oleh
inflasi, serta Harga BBM periode
xt= A0 + Ai xt–1+ et
xt merupakan vektor (n*1) variabel observasi (HB, RER, dan INF); A adalah
vektor (n*1) intersept; A adalah matriks (n*n) koefisien; e adalah vektor (n*1) error
term.
1t

2t

3t

0

i

Proses Pengujian Model
Tahapan
pengujian
model
meliputi:
1.
Uji stasioner;
2.
Penetuan Lag;
3.
Uji Statistik Portmanteau;
4.
Uji Portmanteau Ljung-Box(QLB);
5.
Uji Portmanteau Monti (QMT);
6.
Uji Stabilitas;
7.
Uji Kointegrasi;
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perkembangan
Harga
BBM
di
Indonesia
Trend perkembangan harga BBM
dan
inflasi
meningkat
hingga
mencapai puncak pada bulan obtober
2005. Kenaikan harga BBM jenis
premium
membawa
peningkatan
inflasi sebesar 8,81%. Pada bulan
januari 2009 harga premium menjadi

t

8.
9.
10.
11.

Uji Granger Kausality Test;

Vector Error Correction Model
(VECM);
IRF (Impulse Response);
FEVD (Forecast Error Variance
Decomposition).

4.500 diikuti oleh turunnya tingkat
inflasi sebesar 2.78%.
Pada
bulan
juni
2013,
pemerintah kembali menaikkan haraga
premium sebesar 6.500 sehingga
tingkat inflasi juga meningkat menjadi
8.40%. Keadaan terakhir, pada bulan
november 2014 harga BBM kembali
naik menjadi Rp 8.500 sehingga
menyumbang inflasi sebesar 8.36%.

2073

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Tabel 1. Inflasi Pada Bulan Yang Bersamaan Dengan Terjadinya Perubahan
Harga BBM
Tahun

Tanggal

2014
2013
2009

18 November
22 Juni
15 Januari
15 Desember
1 Desember
24 Mei
1 Oktober
1 Maret

2008
2005

Bensin Premium
8.500
6.500
4.500
5.500
5.500
6.000
4.500
2.400

Inflasi (%)
8,36
8,40
2,78
11,06
11,06
11,03
17,11
8,81

Sumber: Handbook of Energy& Statistic berbagai edisi.

disesuaikan dengan tingkat harga,
artinya
hubungan
kurs
nominal
dengan nilai tukar riil dapat ditujukan
secara matematika dengan formula
berikut (Zuhroh, 2007:62).
RER= ER * PF/PD, atau
RER = 10.123x 196.6/124,33 =
16.007
RER adalah real exchange rate
atau nilai tukar riil, ER adalah nilai
tukar nominal (Rupiah terhadap US
Dollar), PF adalah IHK AS dan PD
adalah IHK Indonesia.

Perkembangan Nilai Tukar Rill di
Indonesia
Pergerakan nilai tukar riil Rupiah
terhadap USD selama tahun 2005
terdepresiasi pada triwulan III yang
berada pada level Rp. 16.133/USD
dengan kurs nominal sebesar Rp.
10.123/USD,
serta indeks harga
konsumen (IHK)
Amerika sebesar
196,89 basis poin dan indeks harga
konsumen (IHK) Indonesia sebesar
123,54 basis poin. Nilai tukar riil
Rupiah terhadap USD diperoleh dari
nilai tukar nominal yang telah

Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Riil Terhadap Dollar AS
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

I
14.982
13.188
12.629
12.219
21.636
17.022
15.557
15.744
16.336
24.096

Perkembangan Inflasi di Indonesia
Periode Triwulan I Tahun 2005Triuwlan IV tahun 2014.
Pada
tahun
2005,
inflasi
mencapai 17,11% year in year (yoy).
Disebabkan olah kuatnya tekanan
eksternal akibat melambungnya harga
minyak dunia, berlanjutnya kondisi
moneter ketat global dan respon
kenaikan harga bahan bakar minyak
2074

II
15.371
13.128
12.556
13.813
19.943
16.371
15.339
16.426
16.632
25.493

III
16.133
13.096
12.697
17.989
18.475
15.979
15.247
17.269
18.661
25.461

III
14.495
12.694
12.639
21.578
17.550
15.826
15.115
16.435
19.437
24.929

(BBM) domestik serta depresiasi nilai
tukar Rupiah (Laporan Perekonomian
Indonesia, 2005).
Selama tahun 2006, seluruh
bulan mengalami inflasi dengan inflasi
tertinggi terjadi pada triwulan I
sampai dengan triwulan III yang
dipicu oleh kenaikan harga beras.
Tingkat inflasi tahun 2006 kembali
terkendali pada triwulan IV yaitu

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

berada pada posisi 6,6% year on
year (yoy) atau berada di bawah
sasaran inflasi 2006 Bank Indonesia
sebaras 8% ± 1%. Penurunan inflasi
tidak terlepas dari penurunan inflasi
administred price terkait penundaan
pemerintah untuk menaikkan tarif
dasr listrik (TDL) serta perkembangan
nilai
tukar
Rupiah
yang
stabil
(Laporan
Perekonomian
Indonesia,
2006).
Pada
tahun
2008,
tekanan
inflasi cukup tinggi yaitu mencapai
11.06% yoy dibandingkan tahun 2007
yang sebesar 6,59% yoy. Disebabkan
oleh
kenaikan
harga
komoditas
intenasional terutama minyak mentah
dan bahan pangan. Kenaikan harga
tersebut
menyebabkan
kenaikan
barang administrered price seiring
dengan kebijkan pemerintah untuk
menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM)
bersubsidi
(Laporan
Perekonomian Indonesia, 2008).
Inflasi yang terjadi pada tahun
2010 mencapai 6.96% yoy atau
mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya (2009) yang sebesar
2,78% yoy. Laju inflasi ini melampaui
asumsi makro 2010 yang sebesar
5,3%, hal ini tidak lepas dari gejolak
kenaikan harga pangan yang terjadi
di Indonesia. Pada tahun 2011,tingkat

inflasi mengalami penurunan yaitu
yoy
berada
di
level
3,79%
dibandingkan
tahun
sebelumnya
(2010) yang sebesar 6,96%yoy. Laju
inflasi ini berada di bawah target
pemerintah yang sebesar 5,65%.
Tekanan inflasi pada desember 2011
masih dipengaruhi bahan makanan
dengan
kenaikan
hingga
1,62%
(Laporan
Perekonomian
Indonesia,
2010).
Analisis Hasil Pengujian dan Estimasi

Data Generating Proces (DGP)
Pada bagian ini akan diuraikan
alat analisis penelitian diantaranya
meliputi uji akar unit (unit root test),
pengujian lag optimal. Hal ini karena
dalam model multivariat time-series,
kebanyakan data yang digunakan
mengandung akar unit sehingga akan
membuat hasil estimasi menjadi palsu
(spurious regression) dan tidak valid.
Uji Stationer
Berdasarkan Tabel 3, diketahui
bahwa seluruh variabel stasioner
pada tingkat first difference karena
nilai ADF test statistic variabelvariabel itu secara aktual lebih kecil
dari nilai kritis Mac Kinnon. Hasil uji
akar unit selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Akar-akar Unit Variabel Penelitian
Variabel
BBM
Nilai Tukar Riil
Inflasi

Derajat

ADF

Prob.*

Level
First Difference
Level
First Difference
Level
First Difference

-1.982139
-6.498412
-5.160185
-10.00197
-2.008087
-5.255419

0.2932
0.0000
0.3128
0.0000
0.2830
0.0001

Ket: Signifikan pada taraf nyata 5%

Hasil pengujian akar unit pada
tingkat first difference menunjukkan
bahwa
semua
variabel
sudah
stasioner. Seluruh variabel yang akan

diestimasi
dalam
penelitian
ini
terintegrasi pada derajat pertama I(1).
Dapat diketahui karena nilai ADF
lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon.
2075

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Hasilnya menunjukkan bahwa lag
Penetapan Tingkat Kelambanan (lag)
Optimal
optimal untuk variabel-variabel yang
Hasil
tingkat
ingin diestimasi adalah lima.
lag
optimal
berdasarkan
berbagai
kriteria.
Tabel 4. Penentuan Lag Lenght
Lag

LogL

LR

FPE

AIC

SC

HQ

0

139.5486

NA

1.02e-07

-7.586036

-7.454076*

-7.539978

1

152.6881

23.35905*

8.12e-08*

-7.816006*

-7.288167

-7.631776*

2

161.2221

13.74926

8.43e-08

-7.790119

-6.866399

-7.467716

3

170.3031

13.11688

8.65e-08

-7.794614

-6.475015

-7.334039

Ket: lag optimum 1(*)
Berdasarkan tabel 4 lag ke-1 dipilih karena mempunyai kriteria nilai Akaike
Information Criterion (AIC) yang paling kecil diantara lag-lag yang lainnya dan
kemudian didukung juga dengan nilai LR, FPE yang paling kecil pada lag tersebut.
Uji Statistik Portmanteau
Setelah model diperoleh, langkah berikutnya adalah
Salah satu diagnostik terhadap residual yang dapat dilakukan
adanya korelasi serial antar residual pada beberapa lag. Pada
terlihat terlihat bahwa periode ke-12 tidak ada komponen
signifikan pada tingkat kesalahan 5% (semua pvalue > 5%).

memeriksa model.
adalah memeriksa
Uji Portmanteau Q
autokorelasi yang

Tabel 5. Portmanteau Autocorrelation Test
Lags
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Q-Stat
1.660782
10.09899
22.11478
25.80582
29.52603
31.81731
33.84310
37.00611
43.91069
47.77771
54.08513
58.86331

Prob.
NA*
0.3425
0.2269
0.5294
0.7686
0.9309
0.9856
0.9963
0.9964
0.9988
0.9990
0.9995

Uji Stabilitas Model
Kondisi
stabil
mensyaratkan
model VAR yang dibentuk memiliki
nilai akar karakteristik atau modulus
kurang dari 1 atau berada dalam

Adj Q-Stat
1.706915
10.62731
23.70331
27.84175
32.14325
34.87799
37.37648
41.41203
50.53594
55.83520
64.81114
71.88285

Prob.
NA*
0.3021
0.1650
0.4192
0.6526
0.8616
0.9587
0.9838
0.9743
0.9852
0.9792
0.9817

df
NA*
9
18
27
36
45
54
63
72
81
90
99

unit circle. Hasil uji stabilitas model
pada lag 1 dapat dilihat pada Tabel
6 dan diilustrasikan pada Gambar .2

Tabel 6. Hasil Uji Stabilitas
Root
0.475676
-0.093959 - 0.048116i
-0.093959 + 0.048116i

Modulus
0.475676
0.105562
0.105562

2076

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Tabel 6 terlihat bahwa nilai akar karakteristik atau modulus semuanya
menunjukkan angka lebih kecil dari 1, di sisi lain Gambar 2 menunjukkan bahwa
semua titik Inverse Roots ofAR Characteritic Polynomial beradadi dalam lingkaran.
Sehingga berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 6 model VAR yang akan diuji
stabil.
In v e r s e R o o ts o f AR C h a r a c te r is tic P o ly n o m ia l
1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Gambar 2. Hasil Uji Stabilitas
Uji Kointegrasi
Setelah data diketahui stasioner pada uji akar akar unit pada differensi
pertama, selanjutnya dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan jangka panjang antara variabel yang digunakan dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Johansen.
Tabel 7. Uji Kointegrasi Johansen
Hypothesized
No. of CE(s)

Max-Eigen
Statistic

0.05
Critical Value

Trace
Statistic

None **
At most 1 **
At most 2 **

35.24831
14.47248
12.47525

21.13162
14.26460
3.841466

62.19605
26.94773
12.47525

Hasil uji kointegrasi terlihat dari
trace test dan max-eigen test,
kemudian kedua nilai dibandingkan
dengan critical value sebesar 5% dan
apabila nilai trace statistic dan maxeigen value lebih besar daripada
critical
value
maka
terdapat
kointegrasi pada tingkat keyakinan
95%. Pada tabel 4.7 diatas dapat
diinterpretasikan adanya kointegrasi
pada
tingkat
kepercayaan
95%.
Dengan adanya kointegrasi pada uji
johansen
memperlihatkan
indikasi
adanya hubungan jangka panjang
antar variabel sehingga variabel ini
membentuk
satu
hubungan
yang
linear. Model yang akan digunakan

0.05
Critical
Value
29.79707
15.49471
3.841466

adalah Vector Error Correction Model
(VECM) karena terdapat persamaan
yang terkointegrasi.
Uji Granger Kausality Test
Uji kausalitas Granger (Granger
dilakukan
untuk
Causality
Test)
melihat apakah dua variabel memiliki
hubungan timbal balik atau tidak.
Dengan kata
lain, apakah satu
variabel memiliki hubungan sebab
akibat dengan variabel lainnya secara
signifikan,
karena
setiap
variabel
dalam
penelitian
mempunyai
kesempatan untuk menjadi variabel
endogen
maupun
eksogen.
Uji
kausalitas bivariate pada penelitian ini
menggunakan VAR Pairwise Granger
2077

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

Causality Test dan menggunakan taraf
nyata lima persen. Tabel 8 berikut

menyajikan hasil analisis uji Bivariate
Granger Causality.

Tabel 8. Uji Kausality Granger
Null Hypothesis:
LOGBBM does not Granger Cause LOGIHK
LOGIHK does not Granger Cause LOGBBM
LOGRER does not Granger Cause LOGIHK
LOGIHK does not Granger Cause LOGRER
LOGRER does not Granger Cause
LOGBBM
LOGBBM does not Granger Cause LOGRER

Obs
39
39

39

F-Statistic
2.41774
0.19102
5.22139
5.86446

Prob.
0.1287
0.6647
0.0283
0.0206

2.58085
3.32461

0.1169
0.0766

Kauslitas
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak

Ket. Signifikan Pada Taraf Nyata 5%

Berdasarkan
Tabel
8
dapat
dilihat bahwa terdapat satu hubungan
dua arah (bolak balik) yaitu antar nilai
tukar riil dan inflasi.
Hasil Empiris
Hasil Estimasi VECM
Tabel 9 menunjukkan hasil
estimasi VECM dengan menggunakan
lag 1. Dari hasil yang didapatkan,
apabila nilai t-hitung > nilai t-tabel,
maka hubungan variabel tersebut

signifikan (pada level 5%, t-hitung =
2,042).
Untuk VECM yang bernilai -1,33
mengindikasikan
sebesar
1,33%
mampu
mengoreksi
deviasi
keseimbangan jangka panjang setelah
lag pertama atau model ini mampu
mengoreksi
ketidaksesuaian
jangka
pendek
terhadap
jangka
panjang
sebesar 1,33% selama satu bulan.
Nilai error correction memperlihatkan
adanya koreksi dari pergerakan suatu
variabel menuju keseimbangan jangka
panjangnya.

Tabel 9. Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Pada Jangka Pendek
Error Correction:
CointEq1

Ket

D(LOGIHK,2)
-1.333983
(0.42871)
[-3.11161]
D(LOGIHK(-1),2)
0.407911
(0.27289)
[ 1.49475]
D(LOGBBM(-1),2)
-0.154713
(0.09271)
[-1.66871]
D(LOGRER(-1),2)
0.471536
(0.23615)
[ 1.99677]
C
0.000137
(0.01279)
[ 0.01070]
Signifikan pada taraf 5% = 2,04

D(LOGBBM,2)
2.239352
(0.86285)
[ 2.59528]
-1.383813
(0.54925)
[-2.51948]
-0.165840
(0.18660)
[-0.88874]
-0.197879
(0.47529)
[-0.41633]
0.007258
(0.02575)
[ 0.28184]

D(LOGRER,2)
0.280789
(0.43879)
[ 0.63991]
-0.380583
(0.27931)
[-1.36258]
0.060406
(0.09489)
[ 0.63657]
-0.271035
(0.24170)
[-1.12136]
-0.002034
(0.01310)
[-0.15531]

Dari hasil estimasi, dapat diidentifikasi bahwa dalam jangka pendek variabel
harga BBM berpengaruh negatif (-) kecuali nilai tukar riil dan signifikan terhadap
pembentukan inflasi di Indonesia. Sedangkan pada jangka panjang, hanya nilai
2078

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

tukar yang secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Hasil
ini sejalan dengan temuan dari Odusula dan Akinlo (2001) serta Berument dan
Pasaogullari yang menemukan adanya dampak kontraksi output yang diakibatkan
kejutan pertumbuhan nilai tukar riil.
Tabel 10. Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Pada Jangka Panjang
Cointegrating Eq:
D(LOGIHK(-1))
D(LOGBBM(-1))

CointEq1
1.000000
-0.241781
(0.05057)
[-4.78096]
0.559492
(0.06209)
[ 9.01103]
0.000532

D(LOGRER(-1))

C
Ket

Signifikan pada taraf 5% = 2.04

BBM terhadap tingkat inflasi. Untuk
memudahkan interepretasi, shock pada
harga BBM sebesar satu standar
deviasi terhadap inflasi ditunjukkan
dalam Gambar 2 dalam 40 periode,
berikut ini:

Simulasi Analisis IRF
Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi
Harga BBM
Analisis impuls respon (IRF)
pada model penelitian bertujuan untuk
menganalisis pengaruh fluktuasi harga

R e s p o n s e o f D (L O GIH K ) to D (L O GB B M)

R e s p o n s e o f D (L O G B B M) to D (L OG B B M)
.08

.16

.06
.12
.04
.02

.08

.00
.04
-.02
-.04

.00
5

10

15

20

25

30

35

40

5

10

15

20

25

30

35

40

Gambar 3. Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi Harga BBM di Indonesia
Hasil
IRF
inflasi
terhadap
fluktuasi
harga
BBM
menunjukka
respon
positif
dan
berfluktuatif.
Periode ke-2 merupakan periode yang
memiliki respon tertingggi. Selanjutnya
menurun dan berfluktuasi sampai
periode ke-10.
Jika terjadi kenaikan harga
BBM, maka akan terjadi inflasi.
Terjadinya inflasi tidak dapat dihindari
karena bahan bakar dalam hal ini
premium merupakan kebutuhan vital
bagi masyarakat dan merupakan jenis

barang komplementer. Meskipun ada
berbagai
cara
untuk
mengganti
penggunaan BBM, tetapi BBM tidak
dapat
dipisahkan
dari
kehidupan
masyarakat sehari-hari. Inflasi akan
terjadi jika subsidi BBM dicabut, harga
BBM akan naik. Jika harga BBM naik,
harga
barang
dan
jasa
akan
mengalami kenaikan pula. Inflasi yang
terjadi dalam kasus ini adalah “Cosh
Push Inflation”. Inflasi ini terjadi
karena adanya kenaikan dalam biaya
produksi dan dilihat berdasarkan
2079

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

sumbernya,
yang
terjadi
adalah
“Domestic Inflation”, sehingga akan
berpengaruh terhadap perekonomian
dalam negeri.
Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi Nilai
Tukar Riil

Hasil IRF yang menggambarkan
respon inflasi dalam 40 periode
mendatang terhadap pengaruh
fluktuasi nilai tukar riil yang
ditunjukkanpada Gambar 4 berikut

R e s p o n s e o f D (L OG R E R ) to D (L OGR E R )

R e s p o n s e o f D (L OGIH K ) to D (L OGR E R )
.08

.04
.06
.04

.00

.02
.00

-.04

-.02
-.08
5

10

15

20

25

30

35

40

-.04
5

10

15

20

25

30

35

40

Gambar 4. Respon Variabel Inflasi Saat Terjadi Shock/Gocangan Nilai Tukar Riil
Dari gambar 4. menggambarkan
fungsi
impulse
response
yang
mengamati
empat
puluh
kuartal
setelah
kejutan
selama
periode
pengamatan. Gambar 4 menunjukkan
pengamatan dampak respon yang
diterima oleh inflasi akibat fluktuasi
nilai tukar riil Rupiah terhadap US
Dollar selama empat puluh kuartal
adalah bersifat convergence. Hasil
penelitian
telah
sesuai
dengan
hipotesis dimana teradapat hubungan
yang positif antara inflasi dengan nilai
tukar
riil
sesuai
dengan
teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa
penurunan nilai tukar riil (yang berarti
menandakan terjadi apresiasi) akan di
ikuti oleh penurunan laju inflasi.

Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD)
Hasil analisis FEVD menunjukkan
sumber penting variasi inflasi adalah
kejutan terhadap inflasi itu sendiri
dengan proporsi paling besar diantara
variabel lainnya yaitu 81%. Variabel
lain yang mampu menjelaskan inflasi
dengan proporsi cukup besar adalah

harga BBM dengan rata-rata 10%.
Sedangkan nilai tukar riil tidak mampu
menjelaskan inflasi yang ditandai
dengan
sangat
kecil
proporsi
dekomposisi
varian
yaitu
hanya
sebesar 7,28%. Hasil ini menunjukkan
kejutan terhadap variabel lain hanya
mempunyai kemampuan yang kecil
dalam menjelaskan inflasi. Dengan
demikian
variabel
inflasi
dapat
dianggap sebagai variabel eksogen.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, IRF
memberikan
simpulan
bahwa
inflasi memberikan respon yang
berfluktuatif dengan harga BBM,
hal
ini
membuktikan
bahwa
variabel inflasi adalah variabel
yang volatil. Artinya, inflasi akan
selalu berfluktuasi pada ternnya
dari waktu ke waktu.
2. Hasil uji kausalitas Granger dan
dilanjutkan
dengan
Impulse
Response, respon inflasi akibat

2080

Jurnal IDEAL
Journal of Indonesia Development and Economics Analysis

3.

fluktuasi nilai tukar riil rupaih
menunjukkan adanya pergerakan
yang Convergence. Fluktuasi nilai
tukar
riil
Rupiah
hanya
berlangsung sementara dan tidak
menimbulkan
dampak
secara
permanen.
Dampaknya
adalah
searah
atau
kejutan
berupa
depresiasi nilai tukar Rupiah yang
mendorong
kenaikan
inflasi
Indonesia.
Hasil Analisis FEVD, menujukkan
bahwa sumber kejutan terbesar
yang
mempengaruhi
variabel
inflasi bersumber dari fluktuasi
harga BBM. Sehingga, variabel
harga
BBM
dapat
digunakan
sebagai variabel eksogen untuk
mempengaruhi variasi variabel lain
dalam penelitian ini.

Saran

Adapun saran yang diusulkan
adalah:
1. Pemerintah dan semua pemangku
kepentingan (stakeholders) perlu
meminimalisisr
dampak
guncangan harga minyak dunia di
dalam negeri melalui kebijakan
himbauan
moral
kepada
masyarakat.
2. Pemerintah
dengan
serius
mMendorong
pengembangan
sumber energi alternatif yang
komprehensif dari hulu sampai
hilir, berbasis sumber energi, baik
yang berasal dari panas bumi
seperti batu bara, matahari, angin
maupun
sumber
energi
yang
menggunakan minyak nabati.
3. Pemerintah
perlu
mencegah
dampak
berkepanjangan
dari
kejutan nilai tukar riil rupiah
terhadap inflasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ariefianto, Doddy, Moch. (2012), Ekonometrika Esensi dan Aplikasi Dengan
Menggunanaksn Eviews.
Anastia, Novelin, Judith (2012) “Perbandingan Tiga Uji Statistik Dalam Verifikasi Model
Runtun Waktu” Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu
Anugrah, D.F. 2012. “The Long and Short-term Determinants of Inflation in Indonesia’s
Regions”.
Apriani, Karina, Dian. 2007. “Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia
Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia Periode 1990-2006”. [Skripsi]. Fakultas
Ekonom