Pengaruh Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

(1)

PENGARUH KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANGAN

TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM MALAHAYATI

MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Evirina Simanjuntak 051101014

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Pengaruh Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Nama Mahasiswa : Evirina Simanjuntak

NIM : 051101014

Fakultas : Keperawatan

Tahun : 2010

ABSTRAK

Upaya pengembangan perawat sebagai tenaga profesional dapat dilakukan dengan cara pembinaan secara berkesinambungan. Supervisi adalah salah satu fungsi manajerial yang harus dijalankan oleh kepala ruangan. Supervisi yang tepat akan membantu pihak manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana khususnya dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan uraian tugas perawat pelaksana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan supervisi kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan pada tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain One-Group Pra-test-posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik totally sampling sebanyak 58 orang perawat pelaksana serta kepala ruangan sebanyak 6 orang yang telah diintervensi melalui pelatihan supervisi.

Hasil analisis data menunjukkan kemampuan supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan 93,10% baik dan sesudah pelatihan 100% baik. Kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan sesuai dengan Uraian Tugas Tenaga Perawatan di rumah Sakit 100% baik. Terdapat perbedaan kemampuan supervisi sebelum dan sesudah pelatihan supervisi secara keseluruhan (p = 0,015), terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi (p = 0,000). Rumah Sakit Islam Malahayati Medan masih perlu meningkatkan kemampuan supervisi kepala ruangan. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan observasi langsung mengenai pelaksanaan supervisi sebagai upaya peningkatan kinerja perawat pelaksana.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih setia dan anugerahNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan” sebagaimana lazimnya untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan penguji II yang telah memberikan masukan berharga dalam penyelesaian skripsi ini

3. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan perbaikan berharga dalam menyelesaikan skripsi ini 4. Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji II proposal dan

narasumber dalam pelatihan penelitian saya yang memberikan masukan berharga dalam penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan berharga bagi penulis


(5)

6. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns selaku dosen penasehat akademik saya dan Ibu Farida Linda Sari Siregar S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penasehat akademik saat ini

7. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama proses perkuliahan serta seluruh staf administrasi kampus Fakultas Keperawatan yang memberikan bantuan demi kemajuan kelancaran administrasi

8. Pihak Rumah Sakit Islam Malahayati Medan mulai dari direktur, kepala bagian administrasi umum, kepala personalia, kepala penunjang medis, kepala perawatan dan kepala ruangan dan seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

9. Ayahanda P.Simanjuntak dan Ibu M. Siahaan tercinta serta saudara-saudara saya yang selalu mendukung dalam kasih dan doa (Bang Maju, Kak Melva, Abang Ipar R. Purba, Bang Richard) serta keponakan Arjuna Wicaksana Purba

10. Teman-teman yang juga membantu dalam kasih dan doa serta dukungan semangat yang sangat berarti bagi penulis (Yuliar, Sondang, Eva, Polma, Ratih, Dormian, Dwi P, Septi), semua teman F.Kep 05 serta teman “Artha Kost” (Bang Dedy, Bang Gunawan, Agnes, Vera, Adi “Tri”, Robert).

11. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.


(6)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... 2

ABSTRAK ... 3

PRAKATA ... 4

DAFTAR ISI ... 7

DAFTAR TABEL ... 10

DAFTAR SKEMA ... 12

BAB I PENDAHULUAN ... 13

1.1 Latar Belakang ... 13

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 17

1.3 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Manfaat Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1 Supervisi ... 19

2.1.1 Pengertian Supervisi ... 19

2.1.2 Manfaat dan Tujuan Supervisi ... 21

2.1.3 Sasaran Supervisi ... 22

2.1.4 Prinsip Supervisi yang Efektif ... 23

2.1.5 Model-model Supervisi ... 30

2.1.6 Kompetensi yang Dimiliki Supervisor ... 31

2.1.7 Supervisor Keperawatan ... 34

2.1.8 Teknik Supervisi ... 35

2.1.9 Kegiatan Rutin Supervisor ... 40

2.2 Kinerja ... 43

2.2.1 Pengertian Kinerja ... 43

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 45

2.2.3 Kinerja Perawat Pelaksana ... 46

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 55

3.1 Kerangka Konseptual ... 55

3.2 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 56

3.3 Hipotesis Penelitian ... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 62

4.1 Desain Penelitian ... 62

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 63

4.2.1 Populasi Penelitian ... 63

4.2.2 Sampel Penelitian ... 63


(8)

4.5 Instrumen Penelitian ... 65

4.6. Validitas Instrumen ... 67

4.7 Proses Pengumpulan Data ... 69

4.8 Analisis Data ... 70

4.8.1 Analisis Univariat ... 70

4.8.2 Analisis Bivariat ... 71

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

5.1 Hasil Penelitian ... 73

5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 73

5.1.2 Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 74

5.1.3 Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 78

5.1.4 Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 79

5.1.5 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 81

5.2 Pembahasan ... 81

5.2.1 Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 81

5.2.2 Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 84

5.2.3 Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 85

5.2.4 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Lembar Persetujuan Validasi Modul Pelatihan 4. Izin Pengambilan Data Pendahuluan

5. Izin Penelitian dan Pengumpulan Data 6. Izin Melakukan Pelatihan


(9)

7. Lembar Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Islam Malahayati Medan 8. Daftar Hadir Pelatihan

9. Hasil Uji Validitas

10. Tabel Tabulasi Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum Pelatihan 11. Tabel Tabulasi Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan Sesudah Pelatihan 12. Tabel Tabulasi Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan 13. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan

Sebelum dan Sesudah Pelatihan

14. Hasil Uji Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan

15. Lembar Konsul Bimbingan Skripsi 16. Curriculum Vitae


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 56 Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan 2010 ... 74 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Berdasarkan Kompetensi Pengetahuan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 75 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Berdasarkan Kompetensi Entrepreneurial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 76 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Berdasarkan Kompetensi Intelektual di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 76 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Berdasarkan Kompetensi Sosioemosional di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 77 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Berdasarkan Kompetensi Berinteraksi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 77 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kategori Kemampuan Supervisi

Kepala Ruangan Secara Keseluruhan di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan 2010 ... 78 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana Berdasarkan “Uraian Pelaksana Perawatan di Ruang Rawat”

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 79 Tabel 5.9 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala

Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi Berdasarkan Kompetensi Supervisi Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati

Medan 2010 ... 80 Tabel 5.10 Hasil Analisis Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala

Ruangan Secara Keseluruhan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap


(11)

Tabel 5.11 Hasil Analisis Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati


(12)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman 3.1 Kerangka Penelitian Pengaruh Supervisi Kepala Ruangan tehadap

Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap


(13)

Judul : Pengaruh Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Nama Mahasiswa : Evirina Simanjuntak

NIM : 051101014

Fakultas : Keperawatan

Tahun : 2010

ABSTRAK

Upaya pengembangan perawat sebagai tenaga profesional dapat dilakukan dengan cara pembinaan secara berkesinambungan. Supervisi adalah salah satu fungsi manajerial yang harus dijalankan oleh kepala ruangan. Supervisi yang tepat akan membantu pihak manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana khususnya dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan uraian tugas perawat pelaksana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan supervisi kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan pada tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain One-Group Pra-test-posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik totally sampling sebanyak 58 orang perawat pelaksana serta kepala ruangan sebanyak 6 orang yang telah diintervensi melalui pelatihan supervisi.

Hasil analisis data menunjukkan kemampuan supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan 93,10% baik dan sesudah pelatihan 100% baik. Kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan sesuai dengan Uraian Tugas Tenaga Perawatan di rumah Sakit 100% baik. Terdapat perbedaan kemampuan supervisi sebelum dan sesudah pelatihan supervisi secara keseluruhan (p = 0,015), terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi (p = 0,000). Rumah Sakit Islam Malahayati Medan masih perlu meningkatkan kemampuan supervisi kepala ruangan. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan observasi langsung mengenai pelaksanaan supervisi sebagai upaya peningkatan kinerja perawat pelaksana.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rachman (2006) mengemukakan bahwa keperawatan sebagai profesi mengharuskan pelayanan keperawatan diberikan secara profesional oleh perawat dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral. Untuk menjadikan perawat sebagai tenaga profesional maka perlu dilakukan pembinaan secara terus menerus secara berkesinambungan, sehingga menjadikan perawat sebagai tenaga kerja yang perlu diperhatikan, diakui dan dihargai keprofesionalannya melalui penerapan sistem manajemen.

Gillies (1989) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan, melalui upaya staf keperawatan, untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman bagi pasien, keluarga dan masyarakat. Aditama (2003) menyatakan bahwa seorang manajer di rumah sakit mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi klinik dan fungsi manajerial. Fungsi klinik meliputi pengendalian mutu, koordinasi dan integrasi serta upaya membantu dokter yang menangani pasien dengan memberi tahu perhitungan cost-benefit. Sementara itu, fungsi manajerial meliputi upaya manajemen kebutuhan pasien, pengelolaan karyawan, pengelolaan anggaran serta perencanaan pengembangan. Fungsi manajerial yang menangani pelayanan keperawatan di


(15)

ruang rawat dikoordinatori oleh kepala ruang rawat. Kepala ruangan sebagai manajer harus dapat menjamin pelayanan yang diberikan oleh perawat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang aman dan mementingkan kenyamanan pasien. Kepala ruangan harus mempunyai kemampuan manajemen agar dapat mencapai keberhasilan dalam mengelola pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan yang diberikan perawat pelaksana secara terintegrasi (Rachman, 2006). Kemampuan manajerial yang harus dimiliki kepala ruangan antara lain perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan dan pelaksanaan (aktuasi), pengawasan serta pengendalian (controlling), evaluasi. Dari beberapa fungsi manajerial kepala ruangan tersebut terlihat bahwa salah satu yang harus dijalankan oleh kepala ruangan adalah bagaimana melakukan supervisi untuk meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan keperawatan (Arwani, 2005).

Swansburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas. Sementara itu, Kron dan Gray (1987, dalam Arwani (2005) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota. Supervisi dalam konteks keperawatan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber (resources) yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


(16)

Pelaksanaan supervisi bukan hanya ditujukan untuk mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Jadi, dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek. Perawat diposisikan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam melakukan asuhan keperawatan (Suyanto, 2008).

Supervisi yang tepat dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerja (Rachman, 2006). Namun, hal ini berbeda dengan fenomena supervisi yang terjadi di tatanan pelayanan (rumah sakit). Arwani (2005) mengatakan bahwa adanya kegelisahan dan kekeliruan persepsi tentang supervisi. Persepsi yang bersimpangan antara pimpinan keperawatan yang melakukan kegiatan supervisi dan anak buah (dalam hal ini perawat pelaksana) sebagai objek yang disupervisi merupakan masalah esensial mengapa kegiatan supervisi tidak mampu mengungkit dan memecahkan masalah. Pimpinan menganggap bahwa supervisi adalah kegiatan untuk mencari kesalahan atau penyimpangan anak buahnya, sedangkan anak buah mempersepsikan supervisi sebagai kegiatan yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh pimpinan. Akibatnya, terjadi proses pengerucutan kegiatan supervisi pada titik temu yang sama tidak pernah dicapai. Padahal sebenarnya supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan


(17)

(directing) dalam fungsi manajemen, yang seharusnya sebagai satu cara efektif untuk mencapai tujuan pelayanan di suatu tatanan rumah sakit termasuk tatanan pelayanan keperawatan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti Juni 2009 terhadap 10 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan didapatkan data bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan proses pengawasan terhadap tindakan asuhan keperawatan kepada klien yang dilakukan perawat pelaksana. Supervisi dilakukan oleh Menco, kepala ruangan maupun kepala keperawatan. Proses supervisi dilakukan setiap pertukaran dinas (shift) di setiap ruangan. Proses pelaksanaan supervisi dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses supervisi yang dilakukan secara langsung mengawasi kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan secara tidak langsung, dilakukan dengan memeriksa laporan atau catatan tindakan yang telah dilakukan perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan. Untuk mendukung kemampuan atau keterampilan tenaga medis, rumah sakit mengadakan proses pelatihan yang dilakukan di dalam maupun luar rumah sakit. Meskipun pelaksanaan proses supervisi tidak menggunakan format supervisi, perawat pelaksana tetap memandang positif terhadap supervisi yang dilakukan di rumah sakit. Dengan adanya persepsi positif antara pimpinan keperawatan (kepala ruangan) dan perawat pelaksana terhadap kegiatan supervisi, peneliti berasumsi bahwa kinerja perawat pelaksana akan baik.

Berdasarkan studi literatur di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan serta studi pendahuluan yang dilakukan, penulis tertarik untuk mengidentifikasi


(18)

sejauh mana kemampuan supervisi kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kemampuan supervisi kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan?

2. Bagaimana kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan?

3. Bagaimana pengaruh kemampuan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengaruh kemampuan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kemampuan supervisi kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang terdiri dari kompetensi pengetahuan, entrepreneurial, intelektual, sosioemosional, dan berinteraksi.


(19)

2. Mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

3. Mengidentifikasi sejauh mana kemampuan supervisi kepala ruangan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan menambah ilmu manajemen khususnya khususnya manajemen keperawatan terutama dalam melakukan supervisi di tatanan pelayanan (rumah sakit).

1.4.2 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian berikutnya terutama yang berhubungan dengan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di rumah sakit.

1.4.3 Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan untuk mengevaluasi kemampuan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana, serta mengevaluasi kebijakan manajemen keperawatan terkait proses pelaksanaan supervisi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Supervisi

2.1.1 Pengertian Supervisi

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama fungsi perencanaan (Hasibuan, 2001). Supervisi merupakan salah satu proses kegiatan atau pelaksanaan sistem manajemen yang merupakan bagian dari fungsi pengarahan serta pengawasan dan pengendalian (controlling) (Muninjaya, 1999; Arwani, 2005; Wiyana, 2008).

Banyak ahli mengemukakan tentang pengertian supervisi, antara lain Muninjaya (1999) mengatakan bahwa supervisi merupakan salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swansburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Kron dan Gray (1987, dalam Arwani, 2005) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota.


(21)

Supervisi sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber (resources) yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Wiyana (2008) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi, dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.

Berdasarkan pengertian tentang supervisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama penting. Pemimpin mampu melakukan pengawasan sekaligus menilai seluruh kegiatan yang telah direncanakan bersama, dan anggota mampu menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya (Arwani, 2005). Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung (Suyanto, 2008). Jadi dalam kegiatan supervisi semua orang yang terlibat bukan sebagai pelaksana pasif, namun secara bersama sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan diikutsertakan dalam usaha perbaikan proses kegiatan termasuk proses keperawatan. Dengan demikian, supervisi merupakan suatu kegiatan dinamis yang mampu meningkatkan motivasi


(22)

dan kepuasan di antara orang-orang yang terlibat baik pimpinan, anggota, maupun klien dan keluarganya (Arwani, 2005).

2.1.2 Manfaat dan Tujuan Supervisi

Muninjaya (1999) mengemukakan bahwa melalui pelaksanaan supervisi yang tepat, organisasi akan memperoleh manfaat yakni, 1) dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan program. 2) dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-tugasnya. Jika hal ini diketahui, pimpinan organisasi akan memberikan pelatihan lanjutan bagi stafnya. Latihan staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan staf yang terkait dengan tugas-tugasnya, 3) dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien, 4) dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan, 5) dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan.

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, melatih staf dan pelaksana keperawatan, memberikan


(23)

arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf, dan difokuskan pada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan (Arwani, 2005). Supervisi kinerja perawat dalam pendokumentasian bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya kepuasan kerja perawat dan kualitas pelayanan keperawatan (Wiyana, 2008).

2.1.3 Sasaran Supervisi

Arwani (2005) mengemukakan bahwa supervisi yang dilakukan memiliki sasaran dan target tertentu yang akan dicapai. Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hierarki tugas. Dengan demikian, sasaran yang menjadi target dalam kegiatan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas dan berkesinambungan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, tersedianya sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, adanya pembagian tugas dan wewenang yang proporsional, dan tidak terjadinya penyelewengan kekuasaan, kedudukan, dan keuangan. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan (Suarli dan Yanyan, 2009; Depkes, 2008).

Pekerja menjadi bagian dari budaya organisasi yang memiliki filosofi, nilai dan tujuan (Tappen, 1995). Oleh karenanya, pengawasan yang baik adalah pengawasan yang ditujukan kepada segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi. Pengawasan harus bersifat komprehensif dalam arti bahwa tidak ada satupun segi


(24)

pelaksanaan yang boleh luput dari sasaran dan cakupan pengawasan. Agar pengawasan terselenggara dengan efektif, dalam arti berhasil menemukan secara faktual hal-hal yang terjadi dalam penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional, baik yang sifatnya positif maupun yang berupa penyimpangan, penyelewengan atau kesalahan, diperlukan berbagai instrumen, seperti standar hasil yang direncanakan untuk dicapai, anggaran, data-data statistik, laporan, auditing, dan observasi langsung (Siagian, 1992).

Pelaksanaan supervisi haruslah dilakukan pada sasaran yang tepat. Adapun tugas dan tanggung jawab supervisor yaitu 1) merencanakan tugas sehari-hari:

pembagian beban kerja, perincian penggunaan waktu dan batas kewenangan, 2) menggunakan kewenangan dengan tepat: bertindak efektif dan efisien serta mampu mengatasi masalah, transformasi baik dari atasan maupun bawahan dan sebaliknya, melaksanakan petunjuk, menyaring dan menyampaikan informasi atasan, mengusahakan hasil kerja maksimal (Depkes, 2008).

2.1.4 Prinsip Supervisi yang Efektif

Siagian (1992) mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari efektivitas manajerial seorang pemimpin. Oleh karenanya, agar pengawasan terlaksana dengan baik diperlukan suatu sistem informasi yang andal sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan akan berlangsung dengan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Teknik pengawasan yang dilakukan harus sesuai dengan


(25)

informasi yang berkaitan dengan kegiatan pengawasan, seperti siapa yang melakukan pengawasan dan kegiatan apa yang menjadi sasaran pengawasan.

b. Pengawasan harus segera memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi atau penyimpangan dari rencana agar dapat segera ditangani atau dilakukan tindakan pencegahannya.

c. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategik tertentu. Manajer mampu menentukan kegiatan apa yang perlu dilakukan sendiri dan kegiatan apa yang didelegasikan pada orang lain, mampu melihat dan menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang langsung harus ditangani sendiri.

d. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Pengawasan dilaksanakan berdasarkan standar prestasi kerja yang memenuhi persyaratan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

e. Keluwesan pengawasan. Pengawasan harus bersifat fleksibel. Pelaksanaan pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun organisasi menghadapi perubahan karena timbulnya keadaan yang tidak diduga sebelumnya atau bahkan juga bila terjadi kegagalan.

f. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. Kemampuan dan tanggung jawab adalah hal yang penting dalam melakukan pengawasan baik dalam melakukan pembagian tugas, pendelegasian wewenang, pola pertanggungjawaban, jalur komunikasi dan jaringan informasi.


(26)

g. Efisiensi pelaksanaan pengawasan. Perhatian utama pengawasan ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai strategik bagi organisasi sehingga apabila terjadi penyimpangan dari rencana, dampaknya bagi organisasi akan bersifat negatif yang akan berpengaruh pada kemampuan organisasi mencapai tujuan dan sasaran kegiatan.

h. Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat. Para manajer selaku pelaksana kegiatan pengawasan harus dapat menentukan pengawasan bagaimana yang dibutuhkan dan alat bantu yang perlu dikuasai dan dimiliki.

i. Pengawasan mencari yang tidak beres. Pengawasan adalah merupakan usaha untuk mencari dan menemukan apa yang tidak beres dalam organisasi atau adanya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

j. Pengawasan harus bersifat membimbing. Apabila pada saat melakukan pengawasan ditemukan penyimpangan, siapa yang salah serta faktor-faktor penyebabnya, seorang manajer harus berani mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bersifat membimbing, mendidik, objektif dan rasional.

Muninjaya (1999) mengemukakan bahwa ada tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial, yaitu:

a. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur. Misalnya, tentang waktu dan tugas-tugas pokok


(27)

yang harus diselesaikan oleh staf harus dapat dipantau oleh pimpinan sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

b. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tanpa pengawasan, atau pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan mudah terjadi.

c. Standar unjuk kerja (standard of performance) harus dijelaskan kepada semua staf. Karena kinerja staf akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja. Jika hal ini dapat dilaksanakan, staf akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga pengawasan akan lebih objektif.

Adapun standar pengawasan yang dimaksud, antara lain 1) standar norma, yaitu standar yang dibuat berdasarkan pengalaman staf melaksanakan kegiatan program yang sejenis atau yang akan dilaksanakan dalam situasi yang sama di masa lalu, 2) standar kriteria, yaitu standar yang diterapkan untuk kegiatan pelayanan oleh petugas yang sudah mendapat pelatihan. Standar ini terkait dengan profesionalisme staf.

Swansburg (1999) mengemukakan bahwa supervisi merupakan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja. Pengawasan yang dilakukan dapat berupa aturan-aturan yang sifatnya mengikat. Pengendalian diri (self-control) merupakan elemen atau aspek penting dalam melakukan pengawasan. Adapun karakteristik sistem supervisi (pengawasan) yang baik, yaitu 1) pengawasan harus didasarkan pada sasaran dan tujuan kegiatan, 2) apabila terdapat kesalahan pada saat


(28)

melakukan pengawasan, segera dilaporkan, 3) pengawasan berorientasi pada tujuan masa yang akan dating, 4) pengawasan harus bersifat kritis, 5) pengawasan harus objektif, 6) pengawasan harus fleksibel, 7) pengawasan harus berdasarkan pola organisasi, 8) pengawasan harus ekonomis, 9) pengawasan harus dapat dipahami, 10) pengawasan mengarah pada tindakan perbaikan.

Sementara itu, menurut Arwani (2005), supervisi yang dilaksanakan oleh seorang manajer memiliki prinsip, antara lain didasarkan atas hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana, dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja perawat dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu, kegiatan supervisi dilaksanakan atas dasar data obyektif yang diperoleh dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, menggunakan berbagai instrumen pengumpulan data agar memperoleh hasil yang baik (angket, observasi, pedoman wawancara), dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus (Depkes, 2008).

Oleh karena itu, intensitas supervisi harus disesuaikan dengan persyaratan situasional, kebutuhan pegawai dan kecakapan kepemimpinan si manajer.


(29)

Supervisi harus tepat dalam jenis dan kuantitas bagi kelompok kerja untuk menjalankannya secara tepat. Intensitas supervisi sebaiknya disesuaikan secara perseorangan untuk mencocokkan kebiasaan perilaku kepribadian setiap pegawai guna mencegah adanya persepsi yang salah terhadap pelaksanaan supervisi. Selain itu, intensitas supervisi sebaiknya tidak bergantung hanya pada keingintahuan manajer menyangkut rincian penampilan perawat namun juga pada rasio supervisor dalam mengarahkan perawat (Gillies, 1989).

Suarli dan Yanyan (2009) mengemukakan bahwa supervisi harus dilakukan dengan frekuensi. Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu, agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut, yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan. Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Supervisi dilaksanakan bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan.

Wiyana (2008) mengatakan bahwa supervisi berfungsi untuk mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan kebijakan dan standar kerja. Selain itu, supervisi juga berfungsi untuk membimbing, memberikan contoh, mengarahkan, dan menilai atau mengevaluasi. Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan,


(30)

observasi, dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-tiap proses keperawatan. Agar fungsi supervisi dapat dicapai optimal, maka seorang supervisor seharusnya:

a. Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi perawat dalam bekerja

Supervisor dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dengan selalu mengingatkan pada perawat pelaksana untuk melengkapi dokumentasi asuhan keperawatan.

b. Mengembangkan rasa percaya dan keterbukaan perawat

Supervisor secara terbuka menjelaskan tujuan supervisi bukan untuk mencari kesalahan dan siap memberikan masukan dan arahan pada kegiatan supervisi asuhan keperawatan, memberikan kesempatan pada perawat mengungkapkan ide-ide dan permasalahan yang dihadapi dalam pendokumentasian.

c. Menggunakan teknik wawancara agar terjalin komunikasi dua arah

Supervisor melakukan supervisi dengan mengedepankan teknik diskusi. Artinya supervisor siap memberikan arahan dan siap mendengarkan umpan balik dari perawat yang disupervisi.

d. Mengumpulkan data secara terbuka dan obyektif

Supervisor menjelaskan setiap kegiatan supervisi pendokumentasian yang dilakukan.


(31)

e. Menilai secara obyektif

Supervisor memberikan penilaian hasil supervisi berdasarkan format yang sudah disosialisasikan dan memberikan kesempatan pada perawat yang disupervisi memberikan umpan balik terhadap hasil penilai.

2.1.5 Model-Model Supervisi

Selain teknik supervisi yang telah diuraikan, Suyanto (2008) mengemukakan bahwa beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain:

a. Model konvensional

Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

b. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik antara lain 1) dilakukan secara berkesinambungan, 2) dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku, 3) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat


(32)

diberikan umpan balik dan bimbingan, 4) menggunakan rating scale, check list, pedoman wawancara, 5) berkaitan erat dengan penelitian.

c. Model klinis

Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

d. Model artistik

Supervisi model artistik dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat dan supervisor akan terbuka yang mempermudah supervisi.

2.1.6 Kompetensi yang Dimiliki Supervisor

Arwani (2005) mengemukakan bahwa seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki:

a. kemampuan memberikan saran, nasehat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

b. kemampuan dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan.


(33)

c. kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

d. kemampuan dalam melakukan penilaian secara objektif dan benar terhadap kinerja keperawatan.

Sementara itu, Bittel (1987, dalam Wiyana, 2008) mengemukakan bahwa untuk menjadi supervisor yang baik, diperlukan kompetensi yang harus dimiliki dalam melaksanakan supervisi:

a. Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies), adalah kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu mengenai pekerjaan baik berupa keluasan wawasan atau informasi terutama berkaitan dengan bidang profesinya. Kompetensi pengetahuan yang digunakan bertujuan agar seseorang dapat bekerja lebih baik. Seorang supervisor akan lebih sukses apabila dilandasi ilmu pengetahuan yang cukup.

b. Kompetensi entrepreneurial (Entrepreneurial Competencies), adalah kompetensi yang meliputi 2 bagian yaitu, orientasi efisiensi dan produktivitas. Orientasi efisiensi adalah kemampuan atau keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu dan tenaga serta biaya) dengan cara menggunakan dan menggabungkan sumber daya yang ada (seperti penggunaan peralatan, dan lain-lain). Produktif artinya kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Seseorang harus memiliki inisiatif dalam mengembangkan diri dan


(34)

lingkungannya melalui kreativitas misalnya menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.

c. Kompetensi intelektual (Intelectual Competencies), adalah kemampuan dalam melaksanakan atau mengerjakan sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kemampuan ini meliputi tiga bagian penting yaitu: berfikir logis dengan mencari penyebab dari suatu kejadian; konseptual yaitu mampu untuk mengumpulkan informasi dan dapat membedakan hal-hal di luar konsep; keterampilan mendiagnosis yaitu mampu mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi kehidupan yang nyata.

d. Kompetensi sosioemosional (Sosio-emotional Competencies), adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan secara teliti termasuk mengambil suatu tindakan/keputusan secara matang. Kompetensi ini meliputi lima bagian yaitu: kepercayaan diri, mengembangkan rasa tanggung jawab dan menanamkan kedisiplinan, persepsi objektif (penilaian objektif), pengkajian diri akurat (kesediaan untuk dikritik) dan adaptasi stamina (ketabahan/kesabaran; keuletan/kegigihan).

e. Kompetensi berinteraksi (Interpersonal Competencies), adalah kemampuan untuk bersosialisasi atau menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan ini mencakup kepercayaan diri, pengembangan diri (kesediaan menerima usul), mempertahankan dan mempelajari semua perilaku atau respon terhadap kebijakan/keputusan organisasi serta


(35)

mengelola proses kelompok dengan cara menunjukkan sikap keterbukaan, menghargai orang lain, memberikan reward/penghargaan).

Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki supervisor dalam melakukan supervisi kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan adalah mempunyai pengetahuan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan berdasarkan proses keperawatan. Kemampuan lain yang harus dimiliki adalah kemampuan menyampaikan informasi atau pengarahan, penilaian kualitas dokumentasi dan penerapan pendokumentasian (Wiyana, 2008).

2.1.7 Supervisor Keperawatan

Depkes (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi di rumah sakit dapat dilakukan oleh:

a. Kepala ruangan

Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk klien. Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.

b. Pengawas perawatan

Beberapa ruang atau unit pelayanan berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang di UPF bersangkutan.


(36)

c. Kepala seksi

Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi (Kasie). Kepala seksi mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan tugasnya secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

d. Kepala bidang

Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Jadi supervisi berkaitan dengan struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi.

2.1.8 Teknik Supervisi

Kepemimpinan merupakan aspek penting dari pekerjaan supervisor. Para supervisor bertanggung jawab atas kualitas kinerja para karyawan yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kemampuan memimpin sangat diperlukan untuk mengemban tanggung jawab itu. Kemampuan supervisor untuk memimpin bawahannya akan mempengaruhi produktivitas unit kerjanya. Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor diukur oleh dua faktor utama, yaitu faktor keluaran (output) dan faktor manusia. Faktor keluaran adalah tingkat hasil yang dicapai unit kerja yang merupakan petunjuk seberapa baik pencapaian sasaran yang telah direncanakan. Faktor keluaran ini mencakup produktivitas, kualitas, kemampulabaan (profitability), dan efisiensi. Faktor manusia menunjukkan tingkat kerja sama di kalangan karyawan dan kepuasan bekerja. Ini termasuk


(37)

kadar antusiasme, jumlah dan jenis komunikasi, tinggi rendahnya motivasi, komitmen serta konflik antarpribadi dan antarkelompok (Dharma, 2003).

Swansburg (1999) mengatakan bahwa ada beberapa teknik yang diperlukan dalam melaksanakan supervisi dalam keperawatan antara lain:

a. Proses supervisi

1) standar asuhan keperawatan sebagai acuan

2) fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk pencapaian/kesenjangan

3) tindak lanjut yaitu sebagai upaya mempertahankan kualitas atau memperbaiki

b. Area supervisi

1) pengetahuan dan pengertian tentang tugas yang akan dilaksanakan 2) keterampilan yang dilakukan sesuai standar

3) sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan

Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: a. Cara langsung

Dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam kegiatan secara langsung agar proses pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai suatu “perintah”. Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus dilakukan tanpa bawahan merasakan sebagai suatu beban. Proses supervisi langsung, dapat dilakukan dengan cara perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan keperawatan didampingi supervisor.


(38)

Selama proses supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatu yang dianggap masih kurang. Agar pengarahan, petunjuk, dan reinforcement efektif maka harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti pengarahan harus lengkap tidak terputus dan bersifat partial, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat dan alur yang logis, dan jangan terlalu kompleks, berbicara dengan jelas, berikan arahan yang logis, hindari memberikan banyak arahan pada satu saat, pastikan bahwa arahan anda dipahami,

serta yakinlah bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut (Arwani 2005; Depkes 2008).

Selain itu, Dharma (2003) mengemukakan bahwa agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu melakukan empat teknik, antara lain 1) berkomunikasi dengan jelas dengan cara menggunakan kata-kata atau istilah yang dapat dimengerti, langsung tanpa membuang-buang waktu dengan membicarakan hal-hal lain yang dapat mengaburkan isi pesan yang akan disampaikan, ringkas serta menghindarkan pesan-pesan yang bertolak belakang, 2) mengharapkan yang terbaik dari karyawan dengan cara menghargai martabat karyawan, menyampaikan sebuah harapan dengan penuh keyakinan, serta menekankan pada kebutuhan masa datang, bukan pada masalah di waktu lampau, 3) berpegang pada tujuan dengan cara berbicara atau berfokus pada satu topik, mengarahkan kegiatan dan topik pembicaraan (perilaku) sesuai dengan tujuan pekerjaan, serta membatasi adanya interupsi pada saat berbicara, 4) berusaha


(39)

memperoleh komitmen dengan cara meringkas dan mengulangi kembali hal-hal yang telah dibicarakan, minta keikutsertaan, mendengarkan sungguh-sungguh pada saat orang lain sedang berbicara, pastikan bahwa semua orang telah memahami hal-hal yang telah dibicarakan atau didiskusikan, minta persetujuan atau komitmen secara langsung serta menindaklanjuti hal-hal yang telah disepakati.

Wiyana (2008) mengemukakan bahwa supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkah-langkah supervisi langsung sebagai berikut:

1. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi.

2. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung di hadapan perawat yang mendokumentasikan.

3. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

4. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi setiap komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang melakukan pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan.


(40)

5. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.

b. Cara tidak langsung

Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Kepala ruangan tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1987 dalam Wiyana, 2008).

Melalui laporan lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat. Sedangkan, melalui laporan tertulis, informasinya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Hal ini dikarenakan staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan program yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik (Muninjaya, 1999).

Wiyana (2008) mengemukakan langkah-langkah supervisi tidak langsung sebagai berikut:

1. Lakukan supervisi tidak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik.

2. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.

3. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit.


(41)

4. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan catatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan.

5. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar.

2.1.9 Kegiatan Rutin Supervisor

Wiyana (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi diperlukan suatu prosedur antara lain a) supervisi pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan, b) waktu supervisi adalah saat perawat melakukan pendokumentasian, satu pasien minimal satu penilaian untuk satu tindakan. Dapat diulang jika nilai tidak memuaskan.

Depkes (2008) mengatakan bahwa kegiatan rutin dalam supervisi sebagai berikut:

a. Sebelum pertukaran shif (15-30 menit)

1) Mengecek kecukupan fasilitas/sarana/peralatan hari itu 2) Mengecek jadwal kerja

b. Pada waktu mulai shif (15-30 menit) 1) Mengecek personil yang ada

2) Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaannya 3) Mengatur pekerjaannnya

4) Mengidentifikasi kendala yang muncul, dan 5) Mencari jalan agar pekerjaan dapat diselesaikan


(42)

c. Sepanjang hari (6-7 jam)

1) Mengecek pekerjaan personil 2) Mengarahkan sesuai kebutuhan

3) Mengecek kemajuan pekerjaan personil 4) Mengecek pekerjaan rumah tangga

5) Menciptakan kenyamanan kerja khususnya personil baru

6) Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan bantuan 7) Mengatur istirahat jam personil

8) Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul saat itu serta solusinya 9) Mengecek kecukupan alat/sarana/fasilitas sesuai kondisi operasional 10) Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya 11) Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja

d. Sekali dalam sehari (15-30 menit)

1) Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15 menit

2) Melihat dengan seksama hal-hal yang terjadi misal: keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan

e. Sebelum pulang ke rumah (15 menit)

1) Membuat daftar masalah yang belum diselesaikan

2) Berusaha menyelesaikan persoalan tersebut besok harinya

3) Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dan hasilnya 4) Lengkapi laporan harian sebelum pulang


(43)

6) Membawa pulang dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja.

Sedangkan menurut Wiyana (2008), kegiatan dalam supervisi sebagai berikut:

1)Persiapan

Kegiatan kepala ruangan (supervisor): a) menyusun jadual supervisi

b) menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pendokumentasian)

c) mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana 2) Pelaksanaan supervisi

Kegiatan kepala ruangan (supervisor):

a) mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi

b) membuat kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan

c) bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap

d) mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan

e) mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap

f) memberikan bimbingan/arahan pendokumentasian asuhan keperawatan g) mencatat hasil supervisi


(44)

3) Evaluasi

Kegiatan kepala ruangan (supervisor):

a) menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja diarahkan

b) memberikan reinforcement pada perawat c) menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Banyak ahli mengemukakan tentang pengertian kinerja, antara lain Stoner (1978, dalam Tika, 2006) mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993, dalam Tika, 2006) mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Prawiro Suntoro (1999, dalam Tika, 2006) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Berdasarkan berbagai pengertian kinerja yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksud adalah pelaksanaan hasil pekerjaan atau


(45)

kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawab dalam suatu organisasi (Tika, 2006).

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan (Mangkuprawira, 2007).

Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya (Mangkuprawira, 2007). Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerja (Rachman, 2006).

Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: (a) kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan, kemampuan menghadapi tekanan, (b) status dan senioritas, makin tinggi hierarkis di dalam perusahaan lebih mudah individu tersebut untuk puas, (c) kecocokan dengan minat, semakin cocok minat individu semakin tinggi kepuasan kerjanya,


(46)

(d) kepuasan individu dalam hidupnya, yaitu individu yang mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi (Mangkuprawira, 2007).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Tika (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaan atau prestasi kerja seseorang atau kelompok, terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi kinerja karyawan atau kelompok terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristik kelompok kerja. Sedangkan faktor ekstern antara lain berupa peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar.

Selain itu, menurut Gibson (1987) menyatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi, dan faktor organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu sedangkan variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya,


(47)

dan variabel demogafis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

2.2.3 Kinerja Perawat Pelaksana

Kusnanto (2004) mengemukakan bahwa kinerja seorang perawat merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, bentuk pelayanan biopsikososialspritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat sebagai pelayanan professional yang bersifat humanistik, terintegrasi di dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat independen dan interdependen serta dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan objektif klien. Dalam melakukan pelayanan keperawatan, perawat perlu mengetahui adanya pembagian tugas (job discription). Hal ini akan memudahkan perawat pelaksana untuk berfungsi sesuai dengan tugas dan tahu apa yang diharapkan dan tidak diharapkan (Priharjo, 1995).

Depkes (1998) mengatakan bahwa uraian tugas tenaga perawatan sangat penting dan banyak manfaatnya yaitu: (1) membantu tenaga perawatan untuk mengetahui dengan pasti tanpa ragu-ragu apa tugasnya dan apa yang diharapkan dapat dicapai, (2) mencegah tumpang tindih maupun terlupakannya suatu tugas,


(48)

serta membantu mencegah perdebatan antar sejawat tentang siapa harus bekerja apa, (3) dapat untuk menganalisa jenis latihan yang diperlukan untuk staf, (4) berperan penting sebagai dasar penilaian individu tenaga perawatan. Adapun uraian tugas (job discription) kepala ruangan dan perawat pelaksana di ruang rawat sebagai berikut:

1. Kepala Ruangan

a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:

1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan

2) Merencanakan jumlah jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sesuai kebutuhan

3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien

b. Melaksanakan fungsi penggerakan dan pelaksanaan, meliputi:

1) Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat

2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain, sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan yang berlaku (bulanan, mingguan, harian dan lain-lain)

3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga perawatan baru atau tenaga lain yang akan bekerja di ruang rawat

4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai ketentuan/standar


(49)

5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan di ruang rawat

6) Mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana perawatan dan tenaga lain yang berada di wilayah tanggung jawabnya

7) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang keperawatan, antara lain, melalui pertemuan ilmiah

8) Mengenal jenis dan kegunaan barang/peralatan serta mengusahakan pengadaannya sesuai kebutuhan pasien, agar tercapai pelayanan optimal

9) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat dan bahan lain yang diperlukan di ruang gawat

10) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan agar selalu dalam keadaan siap pakai

11) Mengatur dan mengawasi pelaksanaan inventarisasi peralatan

12) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya meliputi penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan

13) Mendampingi dokter selama kunjungan keliling (visite dokter) untuk memeriksa pasien dan mencatat program pengobatan, serta menyampaikannya kepada staf untuk melaksanakannya


(50)

14) Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat menurut tingkat kegawatan, infeksi dan non infeksi, untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan

15) Mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat, untuk mengetahui keadaannya dan menampung keluhan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapinya

16) Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan berlangsung

17) Memberi penyuluhan kesehatan terhadap pasien/keluarga dalam batas wewenangnya

18) Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan berlangsung

19) Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan dan kegiatan lain yang dilakukan, secara tepat dan benar. Hal ini sangat penting untuk tindakan perawatan selanjutnya

20) Mengadakan kerja sama yang baik dengan Kepala Ruang Rawat lain, seluruh Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Instalasi dan Kepala UPF di rumah sakit

21) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan

22) Memberi motivasi tenaga non perawatan dalam memelihara kebersihan ruangan dan lingkungannya


(51)

23) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien di ruangan

24) Memeriksa dan meneliti pengisian daftar permintaan makanan, berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa/meneliti ulang pada saat penyajiannya sesuai dengan dietnya

25) Memelihara buku register dan berkas catatan medik

26) Membuat laporan harian dan bulanan mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan serta kegiatan lain di ruang rawat. Selanjutnya menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perawatan/Kepala Bidang Perawatan

c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penilaian, meliputi: 1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah

ditentukan

2) Melaksanakan penilaian terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan

3) Mengawasi peserta didik dari institusi pendidikan untuk memperoleh pengalaman belajar, sesuai tujuan program pendidikan yang telah ditentukan oleh institusi pendidikan

4) Melaksanakan penilaian dan mencantumkannya ke dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai (DP3), bagi pelaksana perawatan dan tenaga lain di ruang rawat yang berada di bawah tanggung jawabnya, untuk berbagai kepentingan (kenaikan pangkat/golongan dan melanjutkan sekolah)


(52)

5) Mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan perawatan serta oba-obatan secara efektif dan efisien

6) Mengawasi pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat

2. Perawat Pelaksana

a. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungan

b. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku

c. Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai

d. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan, lingkungan, peraturan/tata tertib yang berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan

e. Menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan keluarganya

f. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien, sesuai batas kemampuannya, dengan cara:

1) Mengamati keadaan pasien (tanda vital, kesadaran, keadaan mental dan keluhan utama)

2) Melaksanakan anamnesa

g. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya

h. Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya, antara lain:


(53)

2) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya

i. Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi kepada pasien

j. Membantu merujuk pasien kepada petugas kesehatan atau institusi pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu, untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi

k. Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan, serta PROTAP yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan, kepada dokter ruang rawat/dokter penanggung jawab ruangan

l. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya m. Memantau dan menilai kondisi pasien. Selanjutnya melakukan tindakan

yang tepat berdasarkan hasil pemantauan tersebut, sesuai batas kemampuannya

n. Menciptakan dan memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan anggota tim kesehatan (dokter, ahli gizi, analis, pekarya kesehatan, pekarya rumah tangga dan lain-lain)

o. Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan

p. Melaksanakan tugas pagi, sore, malan dan hari libur secara bergilir sesuai jadwal dinas

q. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik dengan pasien dan keluarganya, sehingga tercipta ketenangan


(54)

r. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh Kepala Ruang Rawat s. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang keperawatan,

antara lain, melalui pertemuan ilmiah dan penataran

t. Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta sistem informasi rumah sakit yang dapat dipercaya (akurat)

u. Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis, pada saat pergantian dinas

v. Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi:

1) Menyediakan formulir untuk penyelesaian administrasi, seperti: a) Surat izin pulang

b) Surat keterangan istirahat sakit c) Petunjuk diet

d) Resep obat untuk di rumah, jika diperlukan e) Surat rujukan atau pemeriksaan ulang

f) Surat keterangan lunas pembayaran dan lain-lain

2) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien, mengenai:

a) Diet

b) Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara penggunaanya

c) Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit, Puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan lain


(55)

d) Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan yang bergizi atau bahan pengganti sesuai dengan keadaan sosial ekonomi

3) Melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan, seperti: a) Rollstoel

b) Tongkat penyangga c) Protesa

4) Melatih pasien untuk melaksanakan tindakan keperawatan di rumah sakit, misalnya:

a) Merawat luka

b) Melatih anggota gerak

5) Mengantar pasien yang akan pulang sampai pintu keluarga ruang rawat


(56)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kemampuan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Dalam hal ini, supervisi diartikan sebagai kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi, dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Wiyana, 2008).

Fokus utama yang diteliti yaitu kemampuan supervisi kepala ruangan terutama dalam memberikan pengarahan kepada perawat pelaksana. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner kompetensi supervisi kepala ruangan menurut perawat pelaksana (untuk mengukur sifat-sifat atau kualitas kompetensi atau kemampuan yang meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi entrepreneurial, kompetensi intelektual, kompetensi sosioemosional, kompetensi berinteraksi), kuesioner kinerja perawat pelaksana, dan modul pelatihan supervisi. Kuesioner kompetensi supervisi kepala ruangan dan kinerja perawat pelaksana diberikan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi kepala ruangan dan kinerja perawat pelaksana diberikan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi kepala ruangan. Sedangkan modul pelatihan diberikan kepada kepala ruangan pada saat pelatihan supervisi dilaksanakan.


(57)

Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Variabel Independen: Kompetensi Supervisi Kepala Ruangan Kemampuan yang dimiliki kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan dalam Kuesioner sebanyak 24 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak 2. Ya

1. Kurang baik = 24-35 2. Baik

= 36-48 Ordinal Test Awal (Pre-test) Kinerja Perawat Pelaksana Pelatihan tentang Supervisi: Kompetensi Supervisi Test Akhir (Post-test) Kinerja Perawat Pelaksana


(58)

a. Kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) mengarahkan perawat pelaksana melaksanakan tindakan keperawatan yang terdiri dari kompetensi pengetahuan, kompetensi entrepreneurial, kompetensi intelektual, kompetensi sosioemosional, kompetensi berinteraksi Kemampuan kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan untuk

Kuesioner sebanyak 3 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak

1. Kurang baik = 3-4 2. Baik

= 5-6


(59)

b. Kompetensi entrepreneurial (Entrepreneurial Competencies)

c. Kompetensi intelektual (Intelectual Competencies) mengetahui segala sesuatu mengenai pekerjaan. Kemampuan atau keinginan kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan dalam melakukan pekerjaan dengan baik dan tepat untuk menghasilkan sesuatu. Kemampuan dalam kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati 2. Ya Kuesioner sebanyak 3 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak 2. Ya Kuesioner sebanyak 3 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak 1.Kurang baik = 3-4 2. Baik = 5-6 1.Kurang baik = 3-4 2. Baik = 5-6 Ordinal Ordinal


(60)

d. Kompetensi sosioemosional

(Sosio-emotional Competencies)

e. Kompetensi berinteraksi (Interpersonal Competencies) Medan melaksanakan atau mengerjakan sesuatu berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kemampuan kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan untuk melakukan pekerjaan secara teliti. Kemampuan kepala ruangan ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan untuk bersosialisasi atau 2. Ya Kuesioner sebanyak 8 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak 2. Ya Kuesioner sebanyak 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban D1. Tidak 2. Ya 1.Kurang baik = 8-11 2. Baik =12-16 1.Kurang baik = 7-10 2. Baik = 11-14 Ordinal Ordinal


(61)

2 Variabel Dependen: Kinerja Perawat Pelaksana menjalin hubungan dengan orang lain. Suatu bentuk uraian tugas yang dilakukan

perawat

pelaksana setiap hari di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Kuesioner sebanyak 31 pertanyaan dengan pilihan pertanyaan: . 1.Tidak pernah 2.Kadang-kadang 3. Sering 4. Selalu 1.Kurang baik = 31-77 2. Baik =78-124 Ordinal

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Terdapat perbedaan kemampuan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan


(62)

a. Terdapat perbedaan kompetensi pengetahuan tentang supervisi sebelum dan sesudah diberikan pelatihan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

b. Terdapat perbedaan kompetensi entrepreneurial sebelum dan sesudah diberikan pelatihan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

c. Terdapat perbedaan kompetensi intelektual sebelum dan sesudah diberikan pelatihan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

d. Terdapat perbedaan kompetensi sosioemosional sebelum dan sesudah diberikan pelatihan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

e. Terdapat perbedaan kompetensi berinteraksi sebelum dan sesudah diberikan pelatihan supervisi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

2. Terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan


(63)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan pra-pasca test dalam satu kelompok (One-Group Pra-test-posttest Design) yaitu rancangan yang berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan satu kelompok intervensi tanpa kelompok kontrol. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemampuan supervisi kepala ruangan dapat mempengaruhi kinerja perawat pelaksana. Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan yaitu pelatihan supervisi kepada kepala ruangan ruang rawat inap. Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Pre-tes Perlakuan Post-tes

I P-1 T P-2

Penelitian ini terdiri dari satu kelompok yang merupakan kelompok eksperimen yang diberikan intervensi berupa pelatihan supervisi kepada kepala ruangan. Kelompok (I) terdiri dari dua bagian yaitu kepala ruangan dan perawat pelaksana di ruang rawat inap. Pada kelompok diawali dengan pre-test (P-1) untuk mengetahui kinerja perawat pelaksana sebelum diberikan pelatihan supervisi. Kemudian diberikan pelatihan supervisi kepada kepala ruangan dan setelah itu


(64)

akan dilakukan kembali post-test (P-2) untuk mengetahui kinerja perawat pelaksana setelah diberikan pelatihan. Pre-test dan post-test dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner kompetensi supervisi kepala ruangan menurut perawat pelaksana dan kinerja perawat pelaksana. Kedua kuesioner ini diisi oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap. Pelatihan supervisi yang diberikan kepada kepala ruangan menggunakan modul pelatihan dengan bantuan seseorang yang ahli dalam bidangnya (supervisi).

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002). Berdasarkan pengertian di atas, populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan dengan jumlah 58 orang dan kepala ruangan di ruang rawat inap berjumlah 6 orang (Bidang keperawatan, 2009).

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau yang mewakili dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2002). Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 64 orang, yaitu 58 orang perawat pelaksana dan 6 orang kepala ruangan di ruang rawat inap. Pengambilan sampel dilakukan dengan totally sampling dimana keseluruhan populasi di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan


(65)

dijadikan sebagai sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan pada 6 ruangan rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

Perawat pelaksana diberi pre-test dan post-test. Pre-test dan post-test dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner kompetensi supervisi kepala ruangan dan kinerja perawat pelaksana. Sedangkan, kepala ruangan diberi suatu pelatihan supervisi oleh seorang yang ahli dalam bidangnya (supervisi).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 58 orang perawat pelaksana dan 6 orang kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang berada di Jalan P. Diponegoro No. 2 - 4 Medan. Rumah Sakit Islam Malahayati Medan dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian, karena pertimbangan rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit tipe C di Medan dengan pelayanan dan fasilitas serta jumlah perawat yang memadai untuk dijadikan sebagai responden penelitian. Selain itu, di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai pelatihan supervisi sehingga cocok untuk dijadikan lokasi penelitian. Penelitian ini dimulai sejak November 2009 sampai Januari 2010.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan direktur Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan, dan kerahasiaan menjadi responden.


(66)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden ataupun dengan pernyataan lisan. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian yang dilakukan. Selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden. Jika bersedia, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi perawat dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data responden dalam penelitian ini adalah kuesioner dan modul pelatihan supervisi. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian pertama adalah kuesioner data demografi, kuesioner supervisi kepala ruangan, kuesioner kinerja perawat pelaksana.

Kuesioner data demografi perawat pelaksana akan mengkaji tentang data demografi perawat pelaksana meliputi: nama (inisial), jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan terakhir, lama kerja, pernah mengikuti pelatihan manajemen keperawatan.

Kuesioner kompetensi supervisi kepala ruangan berisi 24 pertanyaan, yang terdiri dari pertanyaan kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) 3 pertanyaan, kompetensi entrepreneurial (Entrepreneurial Competencies) 3


(67)

pertanyaan, kompetensi intelektual (Intelectual Competencies) 3 pertanyaan, kompetensi sosioemosional (Sosio-emotional Competencies) 8 pertanyaan, kompetensi berinteraksi (Interpersonal Competencies) 7 pertanyaan.

Kuesioner ini berisi tentang kompetensi supervisor kepala ruangan menurut perawat pelaksana (untuk mengukur sifat-sifat atau kualitas kompetensi atau kemampuan). Kuesioner ini diisi oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap. Pengukuran supervisi kepala ruangan dengan menggunakan skala Guttman yang terdiri dari 2 bentuk pilihan jawaban, yaitu “tidak” dan “ya”. Cara pemberian skor pada pernyataan yang diajukan adalah nilai 1 untuk ”tidak”, nilai 2 untuk ”ya”. Penentuan skor total adalah dengan penjumlahan skor tertinggi yaitu 48 point dan skor terendah adalah 24 point. Kompetensi supervisi kepala ruangan dibagi menjadi 2 kategori yaitu kompetensi supervisi kepala ruangan yang baik dan kompetensi supervisi kepala ruangan yang kurang baik.

Kuesioner kinerja perawat pelaksana disusun berdasarkan buku ”Pedoman Uraian Tugas Tenaga Perawatan di Rumah Sakit” oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari 31 pernyataan yang berisi tentang uraian tugas pelaksana perawatan di ruang rawat. Pengukuran kinerja perawat pelaksana dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban. Cara pemberian skor pada pernyataan yang diajukan adalah nilai 4 untuk ”selalu”, 3 untuk ”sering”, nilai 2 untuk ” kadang – kadang”, nilai 1 untuk ”tidak pernah dilakukan”. Penentuan skor total adalah dengan penjumlahan skor tertinggi yaitu 124 point dan skor terendah adalah 31 point. Kinerja perawat


(68)

pelaksana dibagi menjadi 2 kategori yaitu kinerja perawat yang baik dan kinerja yang kurang baik.

Selain itu, penelitian ini juga dilakukan pelatihan supervisi terhadap kepala ruangan. Penelitian ini menggunakan modul pelatihan ini dilakukan dengan bantuan seseorang yang ahli dalam bidangnya (supervisi). Modul pelatihan ini disusun oleh peneliti dengan bantuan seseorang yang ahli dalam bidangnya (yang memberi pelatihan supervisi) yang mengacu pada tinjauan pustaka. Adapun pelatihan yang diberikan berupa penyampaian beberapa materi atau teori mengenai supervisi serta diskusi maupun studi kasus. Pelatihan ini dipimpin oleh Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M. Kep.

4.6. Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002). Uji validitas pada kompetensi kepala ruangan dilakukan dengan metode validitas isi isi (content validity), yaitu instrumen dibuat mengacu pada isi dengan memberikan konsep yang digunakan dan instrumen yang telah disusun pada ahli dalam bidangnya. Ahli yang diminta untuk melakukan uji validitas adalah seorang narasumber yang akan memberikan pelatihan supervisi kepala ruangan dan juga sebagai staf perawat di Bidang Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M. Kep.


(1)

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks K.INTELEKTUAL.POST -

K.INTELEKTUAL.PRE

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 13b 7.00 91.00

Ties 45c

Total 58

a. K.INTELEKTUAL.POST < K.INTELEKTUAL.PRE b. K.INTELEKTUAL.POST > K.INTELEKTUAL.PRE c. K.INTELEKTUAL.POST = K.INTELEKTUAL.PRE

Test Statisticsb

K.INTELEKTUAL.POST - K.INTELEKTUAL.PRE

Z -3.500a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

K. Sosioemosional

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks K.SOSIOEMOSIONAL.POS

T -

K.SOSIOEMOSIONAL.PRE

Negative Ranks 29a 18.00 522.00 Positive Ranks 18b 33.67 606.00

Ties 11c

Total 58

a. K.SOSIOEMOSIONAL.POST < K.SOSIOEMOSIONAL.PRE b. K.SOSIOEMOSIONAL.POST > K.SOSIOEMOSIONAL.PRE c. K.SOSIOEMOSIONAL.POST = K.SOSIOEMOSIONAL.PRE


(2)

Test Statisticsb

K.SOSIOEMOSIONAL.POST - K.SOSIOEMOSIONAL.PRE

Z -.469a

Asymp. Sig. (2-tailed) .639

a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

K. Berinteraksi

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks K.BERINTERAKSI.POST -

K.BERINTERAKSI.PRE

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 20b 10.50 210.00

Ties 38c

Total 58

a. K.BERINTERAKSI.POST < K.BERINTERAKSI.PRE b. K.BERINTERAKSI.POST > K.BERINTERAKSI.PRE c. K.BERINTERAKSI.POST = K.BERINTERAKSI.PRE

Test Statisticsb

K.BERINTERAKSI.POST -K.BERINTERAKSI.PRE

Z -4.000a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks.


(3)

Total Kompetensi

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks TOTAL.KOMP.POST -

TOTAL.KOMP.PRE

Negative Ranks 22a 14.00 308.00 Positive Ranks 23b 31.61 727.00

Ties 13c

Total 58

a. TOTAL.KOMP.POST < TOTAL.KOMP.PRE b. TOTAL.KOMP.POST > TOTAL.KOMP.PRE c. TOTAL.KOMP.POST = TOTAL.KOMP.PRE

Test Statisticsb

TOTAL.KOMP.P OST - TOTAL.KOMP.P

RE

Z -2.430a

Asymp. Sig. (2-tailed) .015 a. Based on negative ranks.


(4)

Lampiran 14

Hasil Uji Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana

Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Wilcoxon Signed Ranks Test

Kinerja

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks KINERJA.POST -

KINERJA.PRE

Negative Ranks 6a 18.08 108.50

Positive Ranks 40b 24.31 972.50

Ties 12c

Total 58

a. KINERJA.POST < KINERJA.PRE b. KINERJA.POST > KINERJA.PRE c. KINERJA.POST = KINERJA.PRE

Test Statisticsb

KINERJA.POST - KINERJA.PRE

Z -4.724a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on negative ranks.


(5)

(6)

Lampiran 16

CURRICULUM VITAE

Nama

:

Evirina

Simanjuntak

Tempat Tanggal Lahir

: Pematangsiantar, 05 Oktober 1987

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

:

Kristen

Protestan

Alamat

: Jalan Jamin Ginting Gg. Sedar 3B P. Bulan

Medan

Riwayat Pendidikan

:

1.

SD RK Budi Mulia No. 2 Pematngsiantar (1993-1999)

2.

SLTP RK Budi Mulia Pematangsiantar (1999-2002)

3.

SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar (2002-2005)