PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PENGAJARAN LANGSUNG.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

DAN PENGAJARAN LANGSUNG

Tesis

Oleh

Jahinoma Gultom

NIM : 081188710047

Diajukan Untuk Memenuhi Persyratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2013


(2)

(3)

(4)

(5)

PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT DAN MEMALSUKAN DATA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Jahinoma Gultom

NIM : 081188710047

Angkatan : IX A (BAPEDA) Prodi : Pendidikan Matematika

Judul Tesis : Perbedaan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Benar tesis saya adalah karya saya sendiri, bukan dikerjakan orang lain. 2. Saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan tesis saya.

3. Saya tidak merubah atau memalsukan data penelitian saya.

Jika ternyata dikemudian hari terbukti saya telah melakukan salah satu hal di atas, maka saya bersedia sanksi yang berlaku berupa pencopotan gelar saya.

Demikianlah Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Medan, 20 Mei 2013

Saya yang Membuat Pernyataan


(6)

ii

ABSTRACT

JAHINOMA Gultom. Ability differences connection between mathematics and problem solving of students Considering Cooperative Learning Jigsaw Type With Direct Teaching. Thesis. Field: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan 2013.

This study aimed to determine the differences: (1) the ability of the mathematical relationships between students with a jigsaw cooperative learning, where students were given direct instructions were. (2) The ability of mathematical problem solving among students with a jigsaw cooperative learning, where students were given direct instructions were. This study is a quasi-experimental study. The study population was a student of class XI Science SMAN 2 Lubukpakam. Selection of the sample randomly occur. The instrument consisted of: (1) examines the ability of compounds of mathematical. (2) tests the ability to solve problems around the topic opportunities. The test is used to obtain the data that is in the form description. The data in this study were descriptive statistics and inferential analysis. Descriptive analysis is to describe the result of the acquisition value of the pretest and posttest in the experimental class and the control class. Inferential analysis of the data performed by the analysis of covariance (Anacova). The results showed that: (1) there are differences in the ability of the mathematical connections between students who were given a jigsaw cooperative learning with hands-on instruction. This follows from the results of analysis of covariance (Anacova) for F siginifikansi count 20.93 with 0.000 <0.05. Regression equation constants for cooperative learning jigsaw puzzle of 38.88 is greater than the direct placement of 25.93. (2) there are differences in mathematical problem solving skills among students, a jigsaw cooperative learning were given with hands-on instruction. This follows from the results of analysis of covariance (Anacova) for F siginifikansi count 687.11 with 0.000 <0.05. Regression equation constants for cooperative learning jigsaw puzzle of 61.73 is greater than the direct placement of 48.60. Based on these results, the researchers suggested that the Jigsaw cooperative learning model to learning mathematics as an alternative for mathematics teachers can be used to improve math skills and the ability to connect students mathematical problem solving as an alternative for the implementation of innovative learning mathematics


(7)

i

ABSTRACT

JAHINOMA GULTOM. Perbedaan Kemampuan Koneksi Dan Pemecahan Masalah Matematik Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pengajaran Langsung. Tesis. Medan : Program Studi

Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan : (1) Kemampuan Koneksi Matematik antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diberi pengajaran langsung. (2) Kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diberi pengajaran langsung. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Lubuk Pakam. Pemilihan sampel dilakukan secara random. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan koneksi matematika. (2) tes kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan peluang. Adapun test yang digunakan untuk memperoleh data adalah berbentuk uraian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan hasil perolehan nilai pada pretest dan postest pada kelas eksprimen maupun kelas kontrol. Analisis inferensial data dilakukan dengan analisis kovarians (ANAKOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pengajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis kovarians (ANAKOVA) untuk F hitung adalah 20,93 dengan siginifikansi 0,000 < 0,05. Konstanta persamaan regresi untuk pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebesar 38,88 lebih besar dari pengajaran langsung yaitu 25,93. (2) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pengajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil analisis kovarians (ANAKOVA) untuk F hitung adalah 687,11dengan siginifikansi 0,000 < 0,05. Konstanta persamaan regresi untuk pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebesar 61,73 lebih besar dari pengajaran langsung yaitu 48,60. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan agar model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran matematika dapat dijadikan alternatif bagi guru matematika untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan waktu, kesehatan dan kesempatan sehingga tesis yang berjudul “PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PENGAJARAN LANGSUNG” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku pembimbing I dan Dr. Waminton Rajagukguk, M. Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan arahan serta bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNIMED.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, namun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, maka untuk itu selaku penulis pada kesempatan ini mengharapkan kritik dan saran ataupun masukan dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaannya. Kiranya tesis ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih

Medan, Mei 2013


(9)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 14

1.3. Pembatasan Masalah ... 15

1.4. Rumusan Masalah ... 15

1.5. Tujuan Penelitian... 15

1.6. Manfaat Penelitian... 16

1.7. Defenisi Operasional ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

2.1 Pengertian, Prinsip dan Hakekat Pembelajaran matematika... 19

2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw... 21

2.2.1 Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsw... 23

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw... 27

2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 29

2.2.4 Kelebiahn dan kekurangan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw ... 32

2.3 Model Pengajaran Langsung ... 34

2.4 Keefektifan Pembelajaran ... . 37

2.5 Koneksi Matematika... 39

2.5.1 Pengertian Koneksi Matematika ... 39

2.5.2 Tujuan dan Jenis Koneksi Matematika ... 40

2.6 Pemecahan Masalah Matematika ... 43

2.6.1 Pengertian Problem, Solving a Problem, dan Problem Solving ... 43

2.6.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah matematika .... 46


(10)

v

2.8 Penelitian yang Relevan ... . 55

2.9 Kerangka Konseptual ... 56

2.10 Hipotesisi Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN... 60

3.1 Jenis Penelitian ... 60

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 60

3.2.1 Tempat Penelitian... 60

3.2.2 Waktu Penelitian ... .. 60

3.3 Populasi dan Sampel ... 61

3.4 Desain Penelitian ... 61

3.4.1 Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Desain Penelitian ... 62

3.4.2 Tahap Uji Coba Perangkat dan instrumen Penelitian ... 66

3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 73

3.6 Tahapan Penelitian ... 74

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... .. . 76

3.8 Teknik Analisa Data ... . 86

3.9 Prosedur Penelitian ... 102

3.10 Jadwal Penelitian ... ... 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 105

4.1 Statistik Deskripsi ... 105

4.1.1 Deskripsi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 106

4.1.2 Deskripsi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Kontrol ... 108

4.1.3 Deskripsi Postest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 111

4.1.4 Deskripsi Postest Kemampuan Koneksi Matematika Pada Kelas Kontrol ... 113

4.1.5 Deskripsi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 118


(11)

vi

4.1.6 Deskripsi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Kelas Kontrol ... 120

4.1.7 Deskripsi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Kelas Eksprimen ... 124

4.1.8 Deskripsi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Kelas Kontrol ... 126

4.1.9 Proses Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan soal Koneksi Matematik Maupun Pemecahahan Masalah. . ... 131

4.2 Statistik Inferensial Data Penelitian... ... 139

4.2.1 Pengujian Hipotesis I ... 139

4.2.1.1 Uji Normalitas Data ... 140

4.2.1.2 Uji Homogenitas Data... 142

4.2.1.3 Uji Hubungan Linier antara X dan Y... 144

4.2.1.4 Uji Kesejajaran dan Kesamaan ... 150

4.2.2 Pengujian Hipotesis II ... 154

4.2.1.1 Uji Normalitas Data ... 154

4.2.1.2 Uji Homogenitas Data... 157

4.2.1.3 Uji Hubungan Linier antara X dan Y... 159

4.2.1.4 Uji Kesejajaran dan Kesamaan ... 164

4.1 Hasil Respon Siswa ... 169

4.2 Keterbatasan Penelitian ... 170

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 172

5.1 Simpulan ... 172

5.2 Saran... 174


(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw …………... 33

Tabel 2.2 Sintak Model Pengajaran Langsung ………... 35

Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik antara pemebelajaran Kooperatif tipe Jigsaw………... 36

Tabel 3.1 Hasil Validasi Perangkat pembelajran ……….... 65

Tabel 3.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Koneksi Matematika …… 65

Tabel 3.3 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah ………... 66

Tabel 3.4 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 68

Tabel 3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 71

Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika ... 72

Tabel 3.7 Rancangan Penelitian ... 75

Tabel 3.8 Kisi-kisi Kemampuan Koneksi Matematika ………... 77

Tabel 3.9 Pedoman Pemberian Skor Soal Koneksi Matematika ………... 78

Tabel 3.10 Kisi-kisi Kema mpuan Pemecahan Masalah Matematika. ... .. 81

Tabel 3.11 Skor Alternatif Pemecahan Masalah Matematika…………... 82

Tabel 3.12 Rentang Nilai Menentukan Tingkat Kemampuan siswa ... 87

Tabel 3.13 Rancangan Analisa Data Untuk ANAKOVA ... 89

Tabel 3.14 Weinner Tentang Keterkaitan antara variabel bebas dan terikat dan kontrol Matematika ... 90

Tabel 3.15 Antara Rumusan Masalah Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji statistik ... 101

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian yang direncanakan …………... 105

Tabel 4.1 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Koneksi Matematika Kelas Eksprimen ... 106

Tabel 4.2 Kategori Hasil Pretest kemampuan Koneksi Matematika Kelas Eksprimen ... 107


(13)

viii

Tabel 4.3 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Konoksi Matematika

Kelas Kontrol ... 108 Tabel 4.4 Kategori Hasil Pretest kemampuan Koneksi Matematika pada

Kelas Kontrol ... 109 Tabel 4.5 Data-data Statistik Tiap deskriptor pada ketiga soal pretest ... 110 Tabel 4.6 Data-data Statistik Postest Kemampuan Konoksi Matematika

Kelas Eksprimen ... 111 Tabel 4.7 Kategori Hasil Postest kemampuan Koneksi Matematika Pada

Kelas Eksprimen ... 112 Tabel 4.8 Data-data Statistik Postest Kemampuan Konoksi Matematika

Kelas Kontrol ... 113 Tabel 4.9 Kategori Hasil Postest kemampuan Koneksi Matematika Pada

Kelas Kontrol ... 114 Tabel 4.10 Data-data Statistik Tiap deskriptor pada ketiga soal postest

koneski matematika ... 115 Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Kemampuan Koneski Matematika ... 116 Tabel 4.12 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksprimen ...118 Tabel 4.13 Kategori Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksprimen ... 119 Tabel 4.14 Data-data Statistik Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol ... 120 Tabel 4.15 Kategori Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol ... 121 Tabel 4.16 Data-data Statistik untuk langkah langkah Penyelesaian

Masalah Pada Keempat Soal pre stest ... 122 Tabel 4.17 Data-data Statistik Postest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksprimen ...124 Tabel 4.18 Kategori Hasil Postest kemampuan Pemecahan Masalah


(14)

ix

Tabel 4.19 Data-data Statistik Postest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol ... 126 Tabel 4.20 Kategori Hasil Postest Kemampuan Pemecahan Masalah

Pada Kelas Kontrol ... 127 Tabel 4.21 Data-data Statistik untuk langkah langkah Penyelesaian

Masalah Pada Keempat Soal Postest ... 128 Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 129 Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Eksprimen ... 140 Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Kontrol ... 141 Tabel 4.25 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Eksprimen ... 141 Tabel 4.26 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Kontrol ... 142 Tabel 4.27 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 143 Tabel 4.28 Hasil Uji Homogenitas Postest Kemampuan Koneksi

Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 144 Tabel 4.29 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika

Kelas Eksprimen ... 145 Tabel 4.30 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Koneksi Matematika

Kelas Kontrol ... 145 Tabel 4.31 Analisis Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Koneksi

Matematika Kelas Eksprimen ... 146 Tabel 4.32 Analisis Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Koneksi Matematika Kelas Kontrol ... 147 Tabel 4.33 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan


(15)

x

Tabel 4.34 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan

Koneksi Matematika Kelas Kontrol ... 149 Tabel 4.35 Uji Kesamaan Koefisien Regresi Kemampuan

Koneksi Matematika ... 151 Tabel 4.36 Analisis Kovarian Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Koneksi Matematika ... 153 Tabel 4.37 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Kelas Eksprimen ... 155 Tabel 4.38 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 155 Tabel 4.39 Hasil Uji Normalitas Postest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas Eksprimen ... 156 Tabel 4.40 Hasil Uji Normalitas Postest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol... 156 Tabel 4.41 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kemampuan Pemecahan

Matematik Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 158 Tabel 4.42 Hasil Uji Homogenitas Postest Kemampuan Pemecahan

Matematik Matematik Kelas Eksprimen dan Kelas Kontrol ... 158 Tabel 4.43 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Eksprimen ... 159 Tabel 4.44 Koefisien Regresi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Kelas Kontrol ... 160 Tabel 4.45 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksprimen ... 161 Tabel 4.46 Analisi Varian Untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 162 Tabel 4.47 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalaj Matematika Kelas Eksprimen... 163 Tabel 4.48 Analisi Varian Untuk Uji Keberartian Regresi Kemampuan


(16)

xi

Tabel 4.49 Uji Kesamaan Koefisien Regresi Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika ... 166 Tabel 4.50 Analisis Kovarian Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan

Pemecahan Matematika ... 168 Tabel 4.51 Presentase Respon Siswa Terhadap Keg iatan pembelajaran


(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pembentukan Kelompok Kooperatif Tipe Jigsaw …………... 30 Gambar 3. 1 Tahap Alur Kerja Penelitian ………... 103 Gambar 4. 1 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan

Koneksi Matamatika Kelas Eksprimen ... 107 Gambar 4. 2 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan

Koneksi Matamatika Kelas Kontrol ... 109 Gambar 4. 3 Digram Batang Hasil Pretest Kemampuan Koneksi

Matamatika Kelas Kontrol untuk masing-masing deskriptor... 110 Gambar 4. 4 Digram Batang Tingkatan Perolehan Nilai postest

Kemampuan Koneksi Matamatika pada kelas Eksprimen .... 112 Gambar 4.5 Digram Batang Tingkatan Nilai Postest Kemampuan

Koneksi Matamatika Kelas Kontrol ... 114 Gambar 4. 6 Digram Batang Tingkatan Perolehan Nilai postest

Kemampuan Koneksi Matamatika untuk masing-masing

deskriptor ...115 Gambar 4.7 Digram Batang Hasil Rekapitulasi Kemampuan

Koneksi Matamatika ...117 Gambar 4. 8 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Eksprimen ... 119 Gambar 4. 9 Digram Batang Tingkatan Nilai Pretest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Kontrol... 121 Gambar 4.10 Digram Batang Nilai Pretest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matamatika untuk masing-masing Aspek ... 123 Gambar 4.11 Digram Batang Tingkatan nilai Postest kemampuan

Pemecahan Masalah Matamatika pad a kelas Eksprimen ... 125 Gambar 4.12 Digram Batang Tingkatan Nilai Postest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matamatika Kelas Kontrol... 127 Gambar 4.13 Digram Batang Data-data Statistik Langkah-langkah


(18)

xiii

Gambar 4.14 Digram Batang Rekapitulasi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matamatika ... 130 Gambar 4.15 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika

soal n o .1 ... 131 Gambar 4.16 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika

soal n o .1 ... 132 Gambar 4.17 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika

soal n o .2 ... 132 Gambar 4.18 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika

soal n o .2 ... 133 Gambar 4.19 Jawaban siswa pada pretest koneksi Matamatika

soal n o .3 ... 133 Gambar 4.20 Jawaban siswa pada postest koneksi Matamatika

soal n o .3 ... 134 Gambar 4.21 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah

soal n o .1 ... 135 Gambar 4.22 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah

soal n o .1 ... 135 Gambar 4.23 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah

soal n o .2 ... 136 Gambar 4.24 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah

soal n o .2 ... 136 Gambar 4.25 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah

soal n o .3 ... 137 Gambar 4.26 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah

soal n o .3 ... 137 Gambar 4.27 Jawaban siswa pada pretest pemecahan masalah

soal n o .4 ... 138 Gambar 4.28 Jawaban siswa pada postest pemecahan masalah


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang semakin cepat dewasa ini, kita perlu melakukan berbagai upaya melalui peningkatan mutu pendidikan, baik itu prestasi belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Salah satu bidang studi yang menjadi perhatian utama para pemerhati pendidikan adalah pendidikan matematika, karena matematika memegang peranan penting dan merupakan ilmu dasar untuk menumbuh kembangkan teknologi. Seperti yang dinyatakan Herman hudoyo (1998:1) bahwa matematika berfungsi mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi.

Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua siswa agar kelak dalam hidupnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Selanjutnya Sujono (1988:20) mengemukakan bahwa, dalam perkembangan peradaban moderen, matematika memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan alat yang efisien yang diperlukan oleh semua pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Dengan demikian jelaslah bahwa matematika menempati posisi yang penting dalam sistem pendidikan, dimana kualitasnya harus diupayakan peningkatannya.


(20)

2

Tujuan pembelajaran matematika (NCTM,1989) adalah : 1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi; 2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imaginasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; 3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah; 4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasi-kan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Dari tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dituntut memiliki suatu kemampuan berpikir serta kemampuan dalam pemecahan masalah sebagai salah satu bagian dari standar kompetensi, bagian dari kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan. Oleh karenanya diharapkan siswa dapat menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat atau merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah . Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai (Utari, 2002 : 14)

Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pihak yang berhubungan dengan pendidikan matematika. Dalam hal ini guru sebagai garda terdepan dalam mewujudkan keberhasilan suatu pengajaran dituntut harus professional dalam penguasaan materi, penguasaan strategi, dan perencanaan, maupun dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem


(21)

3

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sipritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut maka ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam menunaikan tugasnya yakni: Pertama, pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa (student aktive learning).

Namun kenyataannya, pentingnya pendidikan matematika tidak sejalan dengan kualitas pendidikan matematika yang sesungguhnya. Marpaung (2004) menyatakan kualitas pendidikan matematika Indonesia dalam skala Nasional masih rendah, begitu pula Hadi (2005) walaupun sekolah-sekolah di tanah air sudah mempunyai pengalaman cukup lama dalam menerapkan mata pelajaran matematika, ternyata hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan.


(22)

4

Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan matematika selama ini, salah satu penyebabnya adalah lemahnya proses pembelajaran, kurang relevannya strategi pembelajaran dengan tujuan dan karakteristik matematika, dimana kebanyakan guru mengajar masih menggunakan cara-cara konvensional dan jarang sekali menerapkan pendekatan belajar yang sesuai dengan topik pelajaran matematika itu sendiri. Beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses pembelajaran yang demikian, guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa (pengajaran langsung). Guru sendiri merasa belum mengajar kalau tidak menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Guru yang baik adalah guru yang menguasai bahan, dan selama proses belajar mengajar mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Guru yang baik adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang menyampaikan apa yang telah tertulis di dalam buku paket. Praktik pendidikan yang seperti ini sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan pengetahuan lebih lanjut untuk kepentingan dirinya sendiri.


(23)

5

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan (Wina Sanjaya, 2008:1) yaitu salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi; otak anak dipaksa untuk mengigat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari serta untuk memecahkan masalah. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin aplikasi. Tentu pembelajaran seperti ini tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menjadi sangat rendah yang pada akhirnya menyebabkan prestasi belajar siswa sangat rendah.

Sesuai dengan pendapat Ruspiani (2000:46) yang mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah masih rendah, nilai nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,25 % untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 67,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Dan juga yang dikemukakan oleh Sumarno (1995) bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas I SMA pada aspek menyelesaikan masalah umumnya belum memuaskan. Kesulitan atau kesalahan yang paling banyak dialami siswa adalah pada strategi melaksanakan perhitungan, memeriksa proses dan hasil perhitungan. Penelitian lain yang


(24)

6

dilakukan Hafriani (2004) dan Firdaus (2004) melaporkan bahwa kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika masih kurang maksimal terutama dalam pokok bahasan yang dianggap sulit oleh siswa. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Yuniawatika (2011) mengatakan bahwa kemampuan koneksi dan representase matematika ditingkat pendidikan dasar belum tertangani dengan baik akibatnya kemampuan koneksi dan representase matematika siswa rendah. Oleh karena itu, guru harus menentukan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mempermudah siswa mengaitkan konsep matematika (koneksi) dan pengembangan kemampuan representase matematika.

Salah satu bukti rendahnya koneksi matematika dan pemecahan masalah siswa di SMA adalah dari hasil tes yang diberikan ke pada siswa di SMA Negeri 2 Lubuk Pakam untuk kelas XI IPA3 dari 2 soal yakni:

1. Sebidang tanah terletak bersisian dengan tembok batu yang lurus. Tanah ini akan dimanfaatkan untuk daerah peternakan. Apabila daerah peternakan berbentuk persegi panjang dan tersedia pagar kawat sepanjang 1.200 m, maka tentukanlah luas maksimum daerah peternakan yang mungkin ? (dimodifikasi dari soal UN no.2 thn. 2004.)

2. Diketahui 3 tahun lalu, umur A sama dengan 2 kali umur B. Sedangkan dua tahun yang akan datang, 4 kali umur A sama dengan umur B ditambah 36 tahun. Hitunglah umur A sekarang? (dimodifikasi dari soal UN no. 4, thn. 2010)

Untuk mengerjakan soal no 1 seharusnya siswa mampu mengaplikasikan tentang persegi panjang, membentuk model matematika sehingga ditemukan


(25)

7

fungsi kuadrat sebagi luas persegi panjang, dan mengoneksikannya dengan, nilai maksimum suatu fungsi kuadrat. Atau salah satu alternatif pemecahannya adalah membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang kemudian memisalkan panjang peternakan dengan variabel y dan lebar peternakan sebagai x, kemudian menuliskan variabel y dalam persamaan yang memuat x yakni y = 1200x , lalu

menuliskan luas persegi panjang sebagai berikut : L = p. l = y. x = (1200–x ). x

Dan Luas maksimum adalah nilai maksimum fungsi kuadrat f(x) = 1200x 2x2.

Ternyata dari 30 orang siswa ada 3 orang siswa hanya mampu mengerjakan soal no 1 sampai dengan membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang, dan memisalkan panjang peternakan sebagai y dan lebar sebagai x , 10 siswa hanya mampu membuat sketsa peternakan berbentuk persegi panjang namun tidak mampu untuk melanjutkannya sementara 17 siswa tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam hal ini siswa tidak mampu mengkoneksikan luas persegi panjang dengan fungsi kuadrat, nilai maksimum suatu fungsi kuadrat untuk mendapatkan luas maksimum, (tidak mampu mengkoneksikan topik matematika yang satu dengan topik yang lain).

Dari soal no 2, merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dituliskan dalam bahasa verbal. Jadi siswa semestinya mampu memahami masalah, merencenakan pemecahan, melakukan perhitungan, kemudian yakin jawaban yang diperoleh benar dengan cara memeriksa kembali jawaban yang diperolehnya dengan cara lain. Sebagai alternatif pemecahannya sebagai berikut:


(26)

8

 Memahami masalah

Dik : Tiga tahun lalu, umur A = 2 kali umur B

Dua tahun yang datang, 4 kali umur A = umur B + 36 tahun. Dit : Umur A dan B sekarang.

 Merencanakan pemecahan

Apa yang diketahui dan ditanya dapat dinyatakan dalam bentuk lain yaitu, misalkan umur A = x, umur B = y, tiga tahun lalu berarti x 3 = 2 ( y 3 )

dua tahun yang akan datang berarti, 4(x + 2) = (y + 2) + 364x + 8) = y + 38  Melakukan perhitungan

x–3 = 2 ( y–3 ) x–2y =–3 x 4 4x–8y = - 12

4x + 8 = y + 38 4xy = 30 x 1 4x y = 30 _

7y = 42 y = 6

Jadi x = 9 artinya umur A sekarang = 9 tahun dan y = 6 artinya umur B sekarang = 6 tahun  Memeriksa kembali

Karena umur A sekarang adalah 9 tahun, maka tiga tahun lalu umur A = 93

= 6 tahun dan umur B sekarang adalah 6 tahun, maka tiga tahun yang lalu umur B = 6 3 = 3 tahun. Ternyata benar tiga tahun lalu, umur A adalah 2

y = 6 sub ke 4x y = 30 4x = 30 + 6

4x = 36 x = 9


(27)

9

kali umur B. Demikian juga dua tahun yang akan datang umur A= 9 + 2 = 11 tahun dan umur B = 6 + 2 = 8 tahun. Ternyata benar 4 x 11 = 8 + 36 = 44.

Kemudian peneliti mencoba mengubah soal tersebut menjadi 1. Tentukanlah nilai maksimum fungsi y = - 2x2+ 1200x 2. Diketahui sistem persamaan linier sebagai berikut :

1. x–3 = 2 ( y–3 )

2. 4(x + 2) = y + 38

Maka dari 30 siswa didapat 22 siswa mampu mengerjakan dengan benar atau bernilai 100, dan yang lain bernilai 70. Ini menunjukkan bahwa siswa-siswa tersebut hanya dapat menggunakan rumus-rumus yang telah ada tanpa memiliki makna.

Oleh karena itu para pembaharu pendidikan matematika sepakat bahwa matematika harus dibuat bermakna (accessible) bagi seluruh siswa (House, 1995:123). Artinya, matematika hendaknya ditampilkan sebagai disiplin ilmu yang berkaitan (connected), dan bukan sebagai sekumpulan topik yang terpisah-pisah. Matematika harus dipelajari dalam konteks yang bermakna yang mengaitkannya dengan subyek lain dan dengan minat dan pengalaman siswa. Para peneliti maupun pendidik harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kemampuan berpikir matematika, perhatian yang difokuskan pada batasan dalam pemahaman siswa terhadap konsep dan juga pada keterampilan berpikir, penalaran, dan penyelesaian masalah mereka dalam matematika (Henningsen dan Stein; 1997). Gagasan aktivitas matematika yang berfokus pada kemampuan tersebut memandang matematika sebagai proses aktif dinamik,

Hitunglah nilai x dan y !


(28)

10

generatif, dan eksploratif. Proses matematika itu dinamakan dengan istilah bernalar dan berpikir matematika tingkat tinggi (high-level mathematical thinking and reasoning). Beberapa aspek berpikir matematika tingkat tinggi adalah pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik dan koneksi matematik (Romberg dalam NCTM, 1989; NCTM. 2000).

Dari uraian tersebut di atas, diperoleh kesimpulan yaitu perlunya suatu presepsi yang sama yaitu bahwa konsep matematika merupakan konsep-konsep yang saling berkaitan dan haruslah meresap dalam pembelajaran matematika di sekolah. Jika presepsi ini sebagai landasan guru dalam pembelajaran matematika, maka setiap mengkaji materi selalu mengaitkan dengan materi lain pada matematika dan bidang studi lain maupun pada kehidupan sehari-hari. Guru harus memiliki kemampuan menyampikan materi dengan cara-cara yang menyenangkan dan memiliki pengetahuan konsep matematika yang benar. Karena seorang guru yang tidak menguasai konsep matematika dengan benar tidak mungkin dapat mengajarkannya dengan baik, sedangkan guru yang tidak menguasai berbagai cara dalam menyampaikan materi, guru hanya mengejar terselesaikannya materi yang ada dalam kurikulum tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan siswa.

Maka salah satu jalan keluar untuk memperbaiki persoalan di atas adalah guru mestinya memperhatikan betul strategi pembelajaran yang sesuai dengan topik materi ajar yang akan diajarkan. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, pembelajaran berpusat pada siswa, dan materi pelajaran diperoleh melalui proses kerjasama dengan teman sebaya atau dari tutor


(29)

11

sebaya dan bukan diberitahukan oleh guru secara langsung tetapi ditemukan dan dikonstruksi anak itu sendiri. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan. (Nurhadi, 2004: 104). Menurut pandangan konsstruktivisme bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada siswa, karena setiap siswa mempunyai skhema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai sesuatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skhemata yang baru.

Slavin (1994:256), mengatakan bahwa :

The essence of constructivist theory is the idea that learners must individually discover and transform complex information if they are to make it their own. Constructivist theory sees against old rules and then revising rules when they no longer work. This view has profound implications for teaching, as it suggests a far more active role for student in their own instruction than is typical in many of classroom. Because of the emphasis on student as active learners. Constructivist strategies are often called student centered instruction.

Kutipan di atas mengandung arti bahwa pandangan kontruktivis menganjurkan siswa harus belajar menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan aturan lama dan merevisinya apabila aturan tersebut tidak lagi sesuai. Siswa dituntut benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kepentingannya, berusaha dengan ide-ide.


(30)

12

Prinsip-prinsip konstruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika, antara lain : (1) pengetahuan dibangun siswa sendiri, baik secara personal maupun social, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar, (3) murid aktif mengonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah (4) guru sekadar membantu penyediaan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Suparno, 1997). Menurut filsafat konstruktivis berfikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berfikir yang baik, dalam arti bahwa cara berfikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Jadi menurut peneliti salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah matematik siswa adalah Kooperatif tipe jigsaw.

Penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran di kelas didasarkan pada teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep sulit apabila mereka saling mendiskusikan dan sharing pengetahuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan akan penghargaan, dan pengembangan keterampilan sosial. Dengan pembelajaran model ini, diharapkan dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain dan


(31)

13

merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas kelompok dapat memacu semangat belajar siswa untuk bekerja sama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif. Siswa belajar membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika. Terjadinya interaksi dalam kelompok, dapat melatih siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Melalui Strategi pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan didukung oleh perangkat belajar dan materi pembelajaran kontekstual yang dirancang oleh guru. Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.

Para siswa yang bekerja di dalam kelompok kooperatif bisa belajar lebih berhasil dari pada mereka yang belajar dalam kelas-kelas pengajaran langsung karena belajar pada kelompok kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apapun guna membuat kelompok mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal.


(32)

14

Beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok. Di dalam kelas yang kooperatif siswa berusaha keras, selalu hadir di kelas, dan membantu yang lainnya belajar akan dipuji dan didukung oleh teman satu timnya, ini bertolak belakang dengan situasi di kelas pengajaran langsung (Slavin, 2009: 35)

1.2 Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya mutu pendidikan matematika yaitu :

1. Strategi Pembelajaran matematika selama ini kurang relevan dengan tujuan dan karakteristik matematika.

2. Strategi pembelajaran yang selama ini diterapkan kurang meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah.

3. Strategi pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif jarang digunakan oleh guru.

4. Strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw jarang diterapkan di sekolah. 5. Guru mengajar dengan pendekatan konvensional yaitu metode ceramah

dan ekspositori yang lebih berpusat pada guru. 6. Kemampuan koneksi matematika masih rendah. 7. Kemampuan pemecahan masalah masih rendah. 8. Hasil belajar matematika siswa rendah.


(33)

15

1.3 Pembatasan Masalah

Rendahnya penguasaan kompetensi matematika siswa dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain adalah kurangnya kemamapuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan pengetahuan peneliti, maka permasalahan penelitian ini dibatasi sabagai berikut :

1. Kemampuan koneksi matematika siswa masih rendah 2. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah disimpulkan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang diberi pengajaran langsung?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang diberi pengajaran langsung?

3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan siswa yang diberi pengajaran langsung


(34)

16

2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dengan siswa yang diberi pengajaran langsung

3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi guru, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan informasi penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dan belajar lebih bermakna melalui pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

3. Bagi peneliti diharapkan dapat memberikan suatu wacana pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan matematika nantinya.

4. Bagi lembaga, untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika dan peningkatan mutu pendidikan di SMA

5. Melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai peningkatan kemampuan koneksitas matematika dan pemecahan masalah siswa.


(35)

17

1.7 Defenisi Operasional

Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara operasional dengan tujuan agar tidak terjadi salah paham terhadap beberapa istilah yang digunakan di dalam penelitian ini agar penelitian menjadi lebih terarah. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah suatu pembelajaran dimana guru melatih siswa dalam kelompok ahli yang beranggotakan 4-6 orang yang akan dijadikan menjadi tutor sebaya. Sintaks pembelajaran koperatif tipe Jigsaw adalah memotivasi siswa, menyampaikan informasi pada siswa, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Model pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat teaching center (berpusat pada gurua), yang dirancang khusus menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.

3. Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan seseorang dalam memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang meliputi koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini diukur dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan deskriptor sebagai berikut :


(36)

18

a. Menuliskan koneksi terhadap topik matematika dengan tepat b. Merumuskan koneksi dengan jelas.

c. Menyelesiakan dengan lengkap.

4. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu :

a. Memahami masalah.

b. Merencanakan penyelesaian/memilih strategi penyelesaian yang sesuai.

c. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi yang direncanakan.

d. Memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh dengan cara yang lain.


(37)

172

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran koperatif tipe jigsaw dengan menekankan pada kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematika antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pengajaran langsung. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibanding dengan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pengajaran langsung.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik anatara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pengajaran langsung. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibanding dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pengajaran langsung.


(38)

173

3. Dari respon siswa kepada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw didapat rata-rata perasaan siswa senang terhadap perangkat pembelajaran 94,00%., menyatakan baru terhadap komponen pemebelajaran 96,00% , menyatakan berminat untuk mengikuti pembelajaran koopertif tipe jigsaw pada pemebelajaran berikutnya 90,00% maka disimpulkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran yang baru dan disenangi oleh siswa.

4. Peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa tertinggi terdapat pada deskriptor I yaitu menuliskan koneksi terhadap topik matematika dengan tepat.

5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tertinggi terdapat pada memahami masalah.


(39)

174

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran kooperarif tipe jigsaw pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi peluang.

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pokok bahasan peluang.

c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menekankan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu


(40)

175

disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah matematika siswa.

b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara maksimal

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam jumlah sampel yang lebih luas, yang berasal dari dua atau lebih sekolah.


(41)

176

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. (2008 ), Learning to Tech. Seventh Edition. New York : Mc Grow Hill Company.

Arikunto, S. (2012), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Dahar,Ratna Wilis (1988), Teori-Teori Belajar,Jakarta, P2LPTK.

Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin. Penerbit Tulip. Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549

Ibrahim, M dan Nur, M (2000) Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA University Press.

Ismail, (2003). Matematikadan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta Depdikbud Johnson, D.W, Johnson RT dan Holubec, EJ (1994). Cooperative Laerning in the

Clasroom. Alexandria: ASCD

Lie, A, (2010), Cooperative Learning. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

NCTM (1989), Curriculum and Evaluation Standart for School Mathematics. Virginia. The National Council of Teacher Mathematic Inc.

NCTM, (2000) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Pallant, Julie. SPSS Survival Manual. Allen&Unwin

Polya, George (1985). On Solving Mathematichal Problem in High School, dalam Krulik Stephen & Rays, Robert E. (ens). Problem Solving in School Mathematics. Reston-Virginia, NCTM.


(42)

177

Ratumanan, T.G ( 2002). Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: UNESA University Press. Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Tesis : UPI.

Bandung : Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

---(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sanjaya Wina. (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta, Kencana, Prenada Media Group.

Saragih, S. 2007 Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Sudjana. 1983. Teknik Analisi Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Bandung: Tarsito. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta, Kanisius Sumarno U dkk (l994), Suatu alternative Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP, Laporan Penelitian FMIPA IKIP Bandung.

Slavin, R E. (1994). Education Psychology. Theories and Practice. Fourth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.

--- (2009). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.

Suparlan (2007). Sepuluh Kaidah untuk meniongkatkan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan , (online) (http:// www. Suparlan. Com/pages/posts/sepuluh kaidah untuk meningkatkan-citra-matematika-sebagai-mata-pelajaran-yang menyenangkan26.php, diakses April 2009)

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud. Turmandi, (2008). Landasan Filsapat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta:Leuser

Citra Pusaka.


(43)

178

Utari Sumarno (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan

________ (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Indonesia.

Neter, J. 1974. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D. Erwin, INC

Yuniawatika, (2011), Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi React Untuk meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Matematika UPI, Edisi Khusus no.1, Agustus 2011


(1)

3. Dari respon siswa kepada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw didapat rata-rata perasaan siswa senang terhadap perangkat pembelajaran 94,00%., menyatakan baru terhadap komponen pemebelajaran 96,00% , menyatakan berminat untuk mengikuti pembelajaran koopertif tipe jigsaw pada pemebelajaran berikutnya 90,00% maka disimpulkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran yang baru dan disenangi oleh siswa.

4. Peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa tertinggi terdapat pada deskriptor I yaitu menuliskan koneksi terhadap topik matematika dengan tepat.

5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tertinggi terdapat pada memahami masalah.


(2)

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran kooperarif tipe jigsaw pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan koneksi matematika dan pemecahan masalah matematika siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi peluang.

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pokok bahasan peluang.

c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menekankan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu


(3)

disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa dan pemecahan masalah matematika siswa.

b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada peneliti lanjutan

a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara maksimal

b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam jumlah sampel yang lebih luas, yang berasal dari dua atau lebih sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. (2008 ), Learning to Tech. Seventh Edition. New York : Mc Grow Hill Company.

Arikunto, S. (2012), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Dahar,Ratna Wilis (1988), Teori-Teori Belajar,Jakarta, P2LPTK.

Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin. Penerbit Tulip. Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997) Mathematical Task and Student Cognition : Classroom based factors that Support and inhibit High-level Thinking and Reasoning, JRME,28,524-549

Ibrahim, M dan Nur, M (2000) Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA University Press.

Ismail, (2003). Matematikadan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta Depdikbud Johnson, D.W, Johnson RT dan Holubec, EJ (1994). Cooperative Laerning in the

Clasroom. Alexandria: ASCD

Lie, A, (2010), Cooperative Learning. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

NCTM (1989), Curriculum and Evaluation Standart for School Mathematics. Virginia. The National Council of Teacher Mathematic Inc.

NCTM, (2000) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Pallant, Julie. SPSS Survival Manual. Allen&Unwin

Polya, George (1985). On Solving Mathematichal Problem in High School, dalam Krulik Stephen & Rays, Robert E. (ens). Problem Solving in School Mathematics. Reston-Virginia, NCTM.


(5)

Ratumanan, T.G ( 2002). Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: UNESA University Press. Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Tesis : UPI.

Bandung : Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

---(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sanjaya Wina. (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta, Kencana, Prenada Media Group.

Saragih, S. 2007 Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Sudjana. 1983. Teknik Analisi Regresi dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Bandung: Tarsito. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta, Kanisius Sumarno U dkk (l994), Suatu alternative Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik pada Guru dan Siswa SMP, Laporan Penelitian FMIPA IKIP Bandung.

Slavin, R E. (1994). Education Psychology. Theories and Practice. Fourth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.

--- (2009). Cooperative Learning. Bandung : Nusa Media.

Suparlan (2007). Sepuluh Kaidah untuk meniongkatkan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan , (online) (http:// www. Suparlan. Com/pages/posts/sepuluh kaidah untuk meningkatkan-citra-matematika-sebagai-mata-pelajaran-yang menyenangkan26.php, diakses April 2009)

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud. Turmandi, (2008). Landasan Filsapat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta:Leuser

Citra Pusaka.


(6)

Utari Sumarno (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Guru dan Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : Tidak Dipublikasikan

________ (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Indonesia.

Neter, J. 1974. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D. Erwin, INC

Yuniawatika, (2011), Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Strategi React Untuk meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Matematika UPI, Edisi Khusus no.1, Agustus 2011


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMP NEGERI 4 PERCUT.

0 1 38

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 3 19

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA.

0 3 39

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 1 48

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN METAKOGNISI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI.

4 15 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA ANTARA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENGAJARAN LANGSUNG.

0 3 48

PENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF.

0 1 24

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 5 59

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF.

1 3 36

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENGAJARAN LANGSUNG.

0 1 28