PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG

DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi

Pendidikan Matematika

Oleh

:

FENNY ANGGRENI

NIM: 8126172013

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

FENNY ANGGRENI.PerbedaanKemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa antaraSiswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TPS di SMP Negeri 5 Kota Langsa.Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2014.

Kata Kunci:kooperatif tipe STAD dan TPS, pemecahan masalah, kecerdasan emosional.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD denganTPS (2) perbedaan kecerdasan emosional siswa antarasiswa yang diberipembelajaran kooperatif tipe STAD denganTPS (3) ketuntasan belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS.Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Langsa yang berakreditasi B. Instrument yang digunakan terdiri dari : (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan (2) angket kecerdasan emosional. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif dengan persentase dan statistik inferensial menggunakan uji-t dan Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD denganTPS. (2) terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD denganTPS. (3) ketuntasan hasil belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada pembelajaran kooperatif tipe TPS.


(7)

ABSTRACT

FENNY ANGGRENI. Differences Mathematical Problem Solving Ability and Emotional Intelligence of Students that given Cooperative Learning of the type STAD with TPS in SMPN 5 Langsa.Thesis.Medan: Mathematics Education Study Program Postgraduate, School of University of Medan, 2014.

Keywords :Cooperative Learning of the type STAD with TPS, Mathematical Problem Solving Ability and Emotional Intelligence of Students.

The purpose of this study to determine : (1) differences mathematical problem solving ability of students who given Cooperative Learning of the type STAD with TPS, (2) differences emotional intelligence of students who given Cooperative Learning of the type STAD with TPS, (3) mastery learning of students to mathematical problem solving ability of students who given Cooperative Learning of the type STAD with TPS. This research is a quasi experiment. This study population is all of students class VIII in SMPN 5, acredited B in Langsa. The instrument used consist of: (1) test of mathematical problem solving ability of students, and (2) emotional intelligence questionnaire. The data were analyzed by descriptive statistical analysis with percentages and inferential statistics using t-test and Mann-Whitney. The result of research showed that: (1) there is difference mathematical problem solving ability of students who given Cooperative Learning of the type STAD with TPS. (2) there is a difference emotional intelligence of students who given Cooperative Learning of the type STAD with TPS. (3) mastery learning of students to mathematical problem-solving ability using cooperative learning of the type STAD is better than the cooperative learning of the type TPS.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa antara Siswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TPS di SMP Negeri 5 Kota Langsa”. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS. Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika


(9)

Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

2. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd , Dr. Elvis Napitupulu, M.Pd dan Prof. Sahat Saragih, M. Pd selaku Narasumber yang telah banyak

memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Kota Langsa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

6. Ayahanda Alm. M.A.Rasyid, Ibunda Mariani, S.Pd, Kakakku Fenti Irawati, SE, abangku Fery agus dan Adikku Wali Ramadhani yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini. 7. Cahaya hatiku: Suamiku Apriali Ramadan dan anakku Qisya Aqila Syahirah

yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini serta memberikan semangat dan doa dan yang selalu setia menemani mama dalam penyusunan tesisi ini.

8. Ketua Prodi Pendidikan matematika STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa ibu Yenny Suzana, M.Pd dan Staf ibu Jelita M.Pd yang telah memberikan rasa


(10)

kasih sayang, perhatian dan dukungan moril sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.

9. Kakak-kakakku sekalian Kak Amel, Kak Sri, Anggi, Fitri dan teman-teman kuliah semua serta semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Juli 2014

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ...i

ABSTRACT ... ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI…… ...vi

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...14

1.3 Batasan Masalah ...15

1.4 Rumusan masalah ...15

1.5 Tujuan Penelitian ...15

1.6 Manfaat Penelitian ...16

1.7 Definisi Operasional ...16

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar ... 19

2.2 Hakikat Matematika ... 21

2.3 Tujuan Mata Pelajaran Matematika di Sekolah ... 28

2.4 Karakteristik Matematika ... 29

2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 31

2.6 Kecerdasan Emosional ... 38

2.7 Model Pembelajaran ... 42

2.8 Model Pembelajaran Kooperatif ... 43

2.9 Pembelajaran Tipe STAD ... 47

2.10 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ... 50

2.11 Teori Belajar Pendukung ... 52

2.12 Penelitian yang Relevan ... 55

2.13 Kerangka Konseptual ... 57

2.14 Tinjauan Materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok di Kelas VIII SMP ... 62

2.15 Hipotesis Penelitian ... 65

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 66

3.2 Populasi dan Sampel ... 66

3.3 Desain Penelitian ... 68

3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 79

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 80

3.6 Prosedur Penelitian ... 84


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 91

4.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 91

4.1.2 Kecerdasan Emosional Siswa ... 113

4.1.3 Ketuntasan Belajar Siswa ... 117

4.2 Pembahasan ... 118

4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 118

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 126

4.2.3 Kecerdasan Emosional Siswa ... 127

4.2.4 Ketuntasan Belajar Siswa ... 129

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 131

5.2 Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(13)

DAFTAR TABEL Tabel

2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...46

2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...49

2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ...52

3.1 Populasi Penelitian ...67

3.2 Daftar Peringkat Akreditasi SMP Negeri di Kota Langsa ...67

3.3 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...70

3.4 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...70

3.5 Rancangan uji Coba ...71

3.6 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ...72

3.7 Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Matematis Siswa ...73

3.8 Validasi Butir Soal Angket Kecerdasan Emosional Siswa ...74

3.9 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ...76

3.10 Hasil Perhitungan Daya Pembeda ...77

3.11 Rancangan Penelitian ...78

3.12 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel dalam Penelitian ...79

3.13 Kisi-Kisi Pemecahan Masalah Matematika ...81

3.14 Rubrik Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 81

3.15 Jabaran Variabel, Indikator, dan Nomor Butir Angket ...83

3.16 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistika ...90

4.1 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Pemecahan Masalah ...92

4.2 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...93

4.3 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...94

4.4 Hasil Uji-t Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...95

4.5 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Memahami Masalah ...92

4.6 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Memahami Masalah Matematis ...93

4.7 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Memahami Masalah Matematis ... 98

4.8 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Memahami Masalah Matematis Siswa ...100

4.9 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Menyusun Rencana ...100

4.10 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Menyusun Rencana ...102

4.11 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Menyusun Rencana 102 4.12 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Menyusun Rencana ...104

4.13 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Penyelesaian Masalah ... ...105


(14)

4.15 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Penyelesaian Masalah

...107

4.16 Hasil Uji Mann-Whitney Penyelesaian Masalah ...108

4.17 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Memeriksa Kembali ...109

4.18 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Memeriksa Kembali ...110

4.19 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Memeriksa Kembali ...111

4.20 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Memeriksa Kembali ...112

4.21 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Angket Kecerdasan Emosional Siswa ...113

4.22 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ...114

4.23 Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ...115

4.24 Hasil Uji-t Kecerdasan Emosional Siswa ... 116


(15)

DAFTAR GAMBAR Gambar

1.1 Jawaban Siswa ... 5

2.1 Gambar Kubus ... 62

2.2 Gambar Balok ... 63

2.3 Gambar Kubus dan Balok ... 64

4.1 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 92

4.2 Diagram Batang Kemampuan Memahami Masalah ... 97

4.3 Diagram Batang KemampuanMenyusun Rencana ... 101

4.4 Diagram Batang Kemampuan Penyelesaian Masalah ... 105

4.5 Diagram Batang Kemampuan Memeriksa Kembali ... 109

4.6 Diagram Batang Angket Kecerdasan Emosional Siswa ... 113


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

A1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP (Kelas Eksperimen I) ... 137

A2. Rencana PelaksanaanPembelajaran(RPP) (Kelas Eksperimen II ) ... 164

A3. Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Kelas Eksperimen ... 191

A4. Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Kelas Eksperimen II ... 210

LAMPIRAN B B1. Kisi-kisi Pemecahan Masalah Matematis ...255

B2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...256

B3. Alternatif Jawaban Tes Pemecahan Masalah Matematika ...260

B4. Kisi-kisi Instrumen Angket ...265

B5. Angket Kecerdasan Emosional ...266

LAMPIRAN C C1. Hasil Validasi Ahli Terhadap Perangkat Pembelajaran ...270

C2. Hasil Ujicoba Instrumen Perangkat Pembelajaran ...281

LAMPIRAN D D1. Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen I... 313

D2. Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen II... 314

D3. Nilai Postes Per Soal Kelas Eksperimen I... 315

D4. Nilai Postes Per Soal Kelas Eksperimen II... 316

D5. Nilai Postes Per Indikator Pemecahan Masalah Kelas Eksperiemen I... 317

D6. Nilai Postes Per Indikator Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen II... 318

D7. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 320

D8. Nilai Angket Kelas Eksperimen I... 326

D9. Nilai Angket Kelas Eksperimen II... 327

D10. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Uji Perbedaan Rata-Rata Angket Kelas Eksperimen I dan II... ... 329

LAMPIRAN E E1. Foto-Foto Penelitian ...332 E2. Riwayat Hidup Penulis ...


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang penting peranannya di dalam proses kehidupan dan perkembangan suatu bangsa. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, peningkatan kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan agar menghasilkan manusia yang berpotensi yang nantinya akan berguna bagi nusa dan bangsa. Sebagaimana ditetapkannya tujuan pendidikan nasional, yang rumusannya ada pada Undang-Undang Sisdiknas Bab I pasal 3 tertulis sebagai berikut “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Dakir, 2004: 24).

Salah satu indikator pendidikan yang berkualitas dapat dilihat dari perolehan nilai belajar siswa. Nilai belajar siswa dapat ditingkatkan apabila pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dengan ditunjang oleh tersedianya sarana dan prasarana pendukung serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan dalam menggunakan strategi yang tepat. Hal ini senada dengan pendapat Slameto (2010:

92) “Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar, variasi metode

mengakibatkan penyajian bahan ajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah

diterima siswa, dan kelas menjadi hidup”. Oleh karena itu, Guru lebih


(18)

perhatian dan minat siswa di dalam belajar sehingga siswa tidak bosandi dalam belajar.

Perkembangan dalam pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dipahami, karena tujuan pendidikan antara lain adalah untuk mempersiapkan manusia yang mampu hidup layak ditengah masyarakat. Tujuan pendidikan matematika bagi pendidikan dasar dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan sehari-hari dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting. Pengetahuan matematika harus dikuasai sedini mungkin oleh para siswa. Pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika (Wardhani, 2010: 1). Berdasarkan salah satu tujuan dari pelajaran matematika di atas, maka siswa diharapkan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari menggunakan pembelajaran matematika.

Pemecahan masalah menurut Suherman,dkk (2001: 83) merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Dalam pemecahan masalah siswa


(19)

didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.

Matematika adalah cara berpikir yang dibentuk berdasarkan kemampuan untuk memahami situasi dan masalah, menjelaskan konsep mendasari masalah ini, mengatur dan mengelompokkan informasi dan menjelaskan bagaimana masalah ini dipecahkan. Tujuan akhir pendidikan, tidak hanya di matematika tetapi juga dalam ilmu-ilmu lain adalah untuk membantu peserta didik untuk memecahkan masalah yang dapat dibahas dalam bidang studi khusus. Ganieh dalam (Sharei, 2012: 844) menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai bentuk tertinggi dari belajar dan mendefinisikan "pemecahan masalah adalah proses belajar untuk menemukan kombinasi baru dari apa yang telah ia pelajari sebelumnya dalam rangka untuk menemukan cara untuk memecahkan masalah yang baru".

Beberapa berpendapat bahwa esensi matematika adalah pemecahan masalah, sementara yang lain menganggap matematika sebagai alat untuk berpikir yang tersedia untuk pembelajar dalam proses pemecahan masalah. COCK Craft (Sharei, 2012: 845) menyatakan bahwa pemecahan sebagai kemampuan untuk menggunakan masalah matematika dalam situasi yang berbeda.

Masalah dalam matematika meliputi dua hal, masalah internal dan masalah eksternal. Masalah internal berkenaan dengan pengembangan teori-teori yang ada dalam matematika, artinya bagaimana menggunakan teori-teori yang ada untuk menghasilkan atau membuktikan teori baru dalam matematika. Masalah eksternal berkenaan dengan bagaimana konsep-konsep yang ada dalam matematika dapat diterapkan pada ilmu pengetahuan yang lain atau pada kehidupan sehari-hari. Oleh


(20)

karenanya, pemecahan masalah dalam hal ini dimaksudkan sebagai penggunaan matematika untuk memecahkan masalah baik dalam matematika itu sendiri, dalam ilmu pengetahuan lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Prihandoko, 2006: 201).

Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang siswa tidak terlepas dari masalah. Kemampuan yang terkandung dalam matematika seluruhnya bermuara pada penguasaan konsep dan memampukan siswa memecahkan masalah dengan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan terstruktur. Belajar pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika. Dengan memecahkan masalah, siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri disamping belajar mengaitkan antara konsep atau prinsip yang sudah dipunyainya dan bersesuaian dengan masalah yang dihadapi. Melalui pemecahan masalah anak dituntut untuk dapat memilih dan menemukan strategi yang sesuai lalu menerapkannya untuk memecahkan masalah itu.

Namun fakta dilapangan memperlihatkan keadaan yang masih jauh dari harapan itu. Berdasarkan hasil analisis awal yang peneliti lakukan pada 20 siswa SMP kelas VIII di Langsa berupa pemberian tes terhadap kemampuan pemecahan masalah menunjukkan bahwa 70% dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal yang berbentuk pemecahan masalah.

Contohnya soal yang penulis berikan kepada siswa di SMP pada materi volume kubus adalah


(21)

Dibawah ini merupakan salah satu proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal tersebut

Gambar 1.1 Jawaban Siswa

Dari jawaban siswa diatas dapat diketahui bahwa siswa tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk menjawab soal tersebut. Mereka tidak bisa membuat model matematika dari soal di atas, mereka hanya menjawab dengan menebaknya. Siswa tidak memahami masalah yaitu mengetahui apa yang diketahui dan ditanya atau mengubah soal ke model matematika dan siswa juga tidak mengetahui bagaimana perencanaan penyelesaiaan masalahnya sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan soal tersebut. Seharusnya jawaban siswa yang diharapkan adalah :

(1) Siswa mampu memahami masalah yaitu membuat apa yang diketahui dan ditanya. Pada soal diketahui bak mandi berukuran kubus. dengan ukurannya

“Budi diminta ayah untuk mengisi bak mandi ¾ bagian. Ukuran bak mandi Budi adalah 100 cm x 100 cm x 100 cm, berapa literkah volume bak mandi Budi jika Budi mengisinya ¾ bagian?


(22)

adalah 100 cm x 100 cm x 100 cm. Ditanya adalah berapa literkah volume bak mandi Budi jika Budi mengisinya ¾ bagian.

(2) Siswa mampu merencanakan penyelesaian masalah yaitu dengan mengingat rumus mencari volume kubus yaitu V (kubus) = s x s x s

(3)Selanjutnya siswa melaksanakan penyelesaian dengan menghitungnya menggunakan rumus volume kubus yaitu V (bak mandi) = s x s x s = 100 cm x 100 cm x 100 cm = 1000000 cm3, karena pada soal diminta pada satuan liter, maka jawabnnya dirubah dalam bentuk satuan liter menjadi 1000 liter. Kemudian yang diminta pada soal volume bak mandi Budi jika Budi mengisinya ¾ bagian yaitu dengan mengalikan ¾ dengan volume dari pada bak mandi, sehingga V (¾ bagian) = ¾ V (bak mandi) = ¾ x 1000 liter= 750 liter. Jadi volume bak mandi jika diisi ¾ adalah 750 liter.

(4) Siswa mampu melakukan pengecekan kembali yang telah dibuat apakah sudah benar yaitu dengan mengingat bahwa yang didapat dari jawaban adalah volume bak mandi keseluruhan dan ¾ bagian. Berarti jika volume keseluruhan dikurang dengan volume ¾ bagian maka hasilnya yaitu ¼ bagian. Kemudian siswa mencari volume ¼ bagian yaitu V (¼ bagian) = V (seluruhnya) – V (¾ bagian) = 1000 liter – 750 liter = 250 liter, setelah di dapat kemudian siswa mampu membuktikan bahwa V (¼ bagian) + V (¾ bagian) maka hasilnya harus sama dengan V (seluruhnya) yaitu V (¼ bagian) + V (¾ bagian) = 250 liter + 750 liter= 1000 liter, karena hasilnya sama dengan volume bak mandi seluruhnya, maka jawaban siswa sudah benar.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan jumlah siswa yang memahami masalah adalah 5 orang dari 20 siswa atau 25% dari jumlah siswa, merencanakan penyelesaian masalah berjumlah 8 orang atau 40%, melaksanakan penyelesaian 6


(23)

0rang atau 30% serta tidak ada siswa yang melakukan pengecekan kembali. Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa tidak mampu menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat rendah.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis tanyakan dengan beberapa guru matematika yang mengajar di kelas VIII SMP di Langsa menyatakan bahwa kebanyakan siswa lemah dalam memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan wawancara dengan siswa karena siswa kurang diberikan kesempatan dan tidak dibiasakan oleh gurunya dalam pembelajaran matematika, yaitu menyelesaikan soal berdasarkan kemampuan pemecahan masalah. Kemudian siswa juga memberi argumen bahwa kebiasaan gurunya memberikan permasalahan rutin pada saat belajar matematika. Sehingga dalam menyelesaikan masalah siswa tidak terbiasa dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan cara apa yang harus dipakai. Salah satu kegagalan yang dialami siswa dalam belajar matematika adalah kegagalan dalam menyelesaikan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah seperti soal pada materi kubus di atas. Siswa dapat menyelesaikan soal yang rutin dengan cepat sedangkan jika soal berbentuk cerita kebanyakan siswa tidak bisa menjawabnya. Banyak siswa SMP Kelas VIII mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut karena siswa tidak diarahkan oleh gurunya bagaimana memecahkan permasalan sehari-hari. Siswa sangat kesulitan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan, siswa juga belum bisa menulis apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal sehingga


(24)

siswa tidak mampu mengganti kata-kata sehingga berbentuk simbol-simbol dalam matematika.

Siswa sebagai input dalam proses pembelajaran sangat berperan dalam keberhasilan pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat diukur dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan itu dapat dilihat dari pemahaman siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa setelah proses pembelajaran. Proses pembelajaran matematika akan lebih baik apabila siswa berperan aktif dan siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.

Para ahli matematika telah mengupayakan agar kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dikuasai siswa dengan baik. Namun, hasilnya masih banyak siswa yang belum memahami soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah matematis dari setiap kelasnya. Berbagai usaha keras telah dilakukan oleh Pemerintah seperti melaksanakan perubahan kurikulum dan memberikan penataran kepada guru matematika.

Pemecahan masalah merupakan masalah pribadi yang mengubah keadaan yang sulit agar menjadi jelas. Menurut Sharei (2012: 845) kemampuan untuk memecahkan masalah tidak tergantung hanya pada kemampuan kognitif saja tetapi juga berpengaruh pada kecerdasan emosional sebagai relatif baru membangun psikologi siswa pada prestasi akademik, keterampilan sosial , karir, dan kehidupan pribadi.


(25)

Kecerdasan emosional menurut (Meshkat, 2011: 201) didefinisikan sebagai konstruksi yang melibatkan kemampuan individu untuk memantau emosi mereka sendiri dan emosi orang lain, untuk membedakan antara efek positif dan negatif dari emosi dan menggunakan informasi emosi untuk memandu pikiran dan tindakan mereka.

Goleman (Sunar, 2010: 50) menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual cenderung bawaan sehingga kita tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkannya. Sementara itu kecerdasan emosional dapat dilatih, dipelajari dan dikembangkan pada masa kanak-kanak, sehingga masih ada peluang untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkannya untuk memberikan sumbangan bagi sukses hidup seseorang. Tujuan dari pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan matematika dalam kehidupannya,dengan demikian matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda tentang pelajaran matematika. Ada yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang menyenangkan dan ada juga yang memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit. Bagi yang menganggap matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi dalam diri individu tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pelajaran matematika. Sebaliknya, bagi yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, maka individu tersebut akan


(26)

bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang terhadap apa yang dihadapinya.

Studi yang dilakukan oleh Somerville 450 Massachusetts (Sunar, 2010: 142) menyatakan bahwa IQ terbukti memiliki dampak kecil pada kesuksesan anak dikemudian hari, anak yang dapat menangani frustasi, emosinya terkontrol, dan dapat bergaul dengan orang lain berpengaruh untuk sukses dikemudian hari. Kemudian menurut Bharwaney (Erasmus, 2013: 98) kecerdasan emosional memainkan peran penting dalam kesiapan sekolah anak dan keberhasilan akademis dan keberhasilan di tempat kerja.

Namun fakta dilapangan berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan memperlihatkan bahwa kebanyakan siswa di kelas masih mementingkan sifat emosionalnya dalam menyelesaikan soal dalam matematika, siswa juga sering menyerah ketika menghadapi soal-soal yang rumit padahal soal yang rumit dapat membuat siswa lebih pintar dalam menyelesaikan soal, siswa juga tidak mau bekerja sama dengan siswa yang lain terutama siswa yang pintar, sedangkan siswa yang kurang akan semakin minder dan merasa kecil hati karena kurang mampu dalam menyelesaikan soal dalam matematika. Seharusnya siswa harus cerdas dalam mengatur emosinya dan dapat bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga siswa tidak akan pantang menyerah dalam menyelesaikan soal matematika.

Fakta disekolah saat ini bahwa stigma anak cerdas diberikan kepada mereka yang memiliki nilai rapor tinggi, ranking 10 besar di kelas ataupun nilai UAN yang tinggi. Walaupun di satu sisi di kelas mereka termasuk anak yang mau menang


(27)

sendiri, tidak dapat bergaul dengan teman ataupun suka menyediri. Tidak ada label cerdas bagi anak yang suka bergaul, perhatian dengan teman dan suka menolong tetapi memiliki angka rapor yang rendah. Padahal untuk mencapai keberhasilan hidup tidak cukup hanya dengan bekal cerdas secara intelektual tetapi rendah dalam kecerdasan emosional.

Perhatian pendidikan terhadap persoalan pengembangan kecerdasan emosional memang dirasa masih kurang, sehingga pendidikan perlu berbenah guna meningkatkanya. Demikian halnya dengan mainstream masyarakat perlu diubah bahwa cerdas tak cukup hanya cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas secara emosional. Pendidikan kecerdasan emosional hendaknya dilakukan pada semua jalur pendidikan baik pendidikan formal, non formal maupun informal, masing-masing dengan strategi dam implementasi yang sesuai.

Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional siswa disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif.

Menurut Anita Lie (Wena, 2011: 189) “model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan


(28)

masalah-masalah yang kompleks. Hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011: 56).

Berdasarkan hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran oleh teman sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif dari pada pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 189). Beberapa penelitian membuktikan bahwa hasil belajar pada pembelajaran kooperatif memiliki upaya yang lebih besar dalam mencapai hasil belajar yang lebih baik, hubungan yang lebih positif, dan spikologis siswa akan lebih baik (Johnson,Johnson & Holubec dalam Carlan, dkk, 2012: 2). Kemudian berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2012) menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Selanjutnya Suherman, dkk (2001: 218) yang

menyatakan bahwa “model pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan

taraf berfikir kritis siswa serta meningkatkan kemampuan prestasi belajar siswa dalam pemecahan masalah”.

Melalui model pembelajaran kooperatif ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan dan kecerdasan emosional siswa juga lebih bisa terarahkan jika mereka bekerja secara kelompok. Lie (Wena, 2011: 189) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari. Toumasis dalam (Nebesniak, 2007: 7) mengemukakan bahwa bekerja secara


(29)

kooperatif dapat membantu siswa membentuk persahabatan baru dan belajar menghargai dalam perbedaan kemampuan karakteristik pribadi dan pendapat.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2009: 14). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan emosional siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa–siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut (Rusman, 2010: 213). Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dilatih untuk bekerja sendiri dahulu dalam menyelesaikan masalah, kemudian berpasangan dengan siswa yang lain mendiskusikan jawaban masing-masing dan kemudian berbagi dengan pasangan kelompok yang lain (Trianto, 2011).

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS membawa konsep pemahaman inovatif dalam pemecahan masalah matematis dan menekankan pada kecerdasan emosional yang lebih baik. Siswa bekerja secara kelompok untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantungan antaranggota kelompok dalam


(30)

menyelesaikan tugas dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah dan kecerdasan emosional.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan

Kecerdasan Emosional Siswa antara Siswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TPS di SMP Negeri 5 Kota Langsa”.

1.2.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, identifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

a. Siswa lemah dalam memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan masalah sehari-hari.

b. Siswa kurang diberi kesempatan dan tidak dibiasakan oleh gurunya dalam pembelajaran matematika, yaitu menyelesaikan soal berdasarkan kemampuan pemecahan masalah

c. Kebiasaan guru dikelas selalu memberikan permasalahan rutin pada saat belajar matematika

d. Siswa sulit dalam membuat model matematika dari suatu masalah, siswa belum bisa menulis apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal sehingga siswa tidak mampu mengganti kata-kata sehingga berbentuk simbol-simbol dalam matematika

e. Kebanyakan siswa dikelas masih mementingkan sifat emosionalnya dalam menyelesaikan soal matematika


(31)

g. Siswa tidak mau bekerjasama dengan siswa yang lain terutama siswa yang pintar

1.3.Batasan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan emosional siswa. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah danpembatasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS? b. Apakah terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang

diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS?

c. Bagaimana ketuntasan belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang menjadi maksud diadakannya penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS.


(32)

b. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS. c. Untuk mengetahui bagaimana ketuntasan belajar siswa terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS.

1.6. Manfaat Penelitian

Dari pelaksanaan penelitian ini penulis menguraikan beberapa manfaat yang akan diuraikan sebagai berikut :

a. Bagi Siswa, dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Bagi Guru, sebagai masukan dalam menciptakan pembelajaran yang efektif bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta menciptakan suasana kelas yang interaktif dalam pembelajaran.

c. Bagi Penulis, sebagai pengalaman yang nantinya akan menjadi bekal dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikemudian hari.

d. Bagi pihak yang berkompeten di Sekolah, sebagai bahan masukan agar dapat lebih kompeten dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, diberikan batasan masalah seperti yang tersebut berikut ini :

a. Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan


(33)

kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen yang mengacu pada enam fase pembelajaran yaitu (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (2) Menyajikan/menyampaikan informasi, (3) Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, (4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, (5) Evaluasi, (6) Memberikan penghargaan. b. Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi adalah

jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang mengacu pada tiga langkah (fase) dalam pembelajaran yaitu (1) Thinking (Berpikir) dimana guru mengajukan pertanyaan yang tertera pada LAS dan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu 20 menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban dari LAS tersebut, (2) Pairing (Berpasangan) dimana guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain dan mendiskusikan segala yang sudah mereka pikirkan pada tahap I, diharapkan siswa dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Guru memberikan waktu 20 menit untuk berpasangan (pairing) (3) Sharing (Berbagi) dimana guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi atau bekerja sama sesuatu yang sudah dibicarakan (diskusi) bersama pasangannya masing-masing dengan seluruh kelas.

c. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kecakapan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memenuhi proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, (4) melakukan pengecekan.


(34)

d. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya berdasarkan lima dasar-dasar kecakapan emosional yaitu (1) Kesadaran diri, (2) Pengaturan diri, (3) Motivasi, (4) Empati dan (5) Keterampilan sosial.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Beradasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS, maka peneliti memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS pada indikator menyusun rencana, penyelesaian masalah dan memeriksa kembali. b. Terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang diberi

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS.

c. Ketuntasan hasil belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada pembelajaran kooperatif tipe TPS, hal ini terlihat dari persentase kertuntasan kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 86,96% sedangkan pada kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS hanya 57,69% dengan selisih sebesar 29,27%.

5.2 Saran

Setelah diperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti memberi beberapa saran antara lain:

a. Bagi guru mata pelajaran matematika untuk dapat memperbaharui model pembelajaran pada materi kubus dan balok dengan menggunakan model


(36)

pembelajaran kooperatif tipe STAD karena dari hasil penelitian telah diketahui terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

b. Bagi peneliti yang ingin meneliti permasalahan yang sama dengan lokasi penelitian yang berbeda diharapkan untuk lebih memahami pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS sehingga diperoleh hasil yang lebih baik lagi untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan emosional.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto,Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara Carlan, Veronica Galvan, Renée Rubin, and Bobbette M. Morgan. 2012. Cooperative

Learning, Mathematical Problem Solving, and Latinos. The University of Texas at Brownsville and Texas Southmost College . (Online) (http://www.cimt.plymouth.ac.uk/morgan.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Culver, Dick. 2011. A Review of Emotional Intelligence by Daniel Goleman:Implications for Technical Education.Watson School of Engineering and Applied Science (Online) (http://fie-conference.org/fie98/papers/1105.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta Eramus, Petro. 2013. Relationship Between Emotional Intelligence, Study

Orientation In Maths And Maths Achievement Of Middle Adolescent Boys And Girls, Proceeding of the Global Summit on Education (GSE2013) (Online)

(http://worldconferences.net/proceedings/gse2013/papers_gse2013/041%20P etro%20Erasmus.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Festus, Azuka Benard. 2012. The Relationship between Emotional Intelligence and Academic Achievement of Senior Secondary School Students in the FederalCapital Territory, Abuja,Journal of Education and Practice (Online) Vol 3, No 10, (www.iiste.orgdiakses 3 Oktober 2013)

Habibah,Elias. 2007. Emotional Intelligence of at Risk Students in Malaysian Secondary Schools, International Journal of Learning (Online) Vol. 14 No. 8 (http://www.Learning-Journal.com,diakses 3 Oktober 2013)

Hude, Darwis. 2006. Emosi. Jakarta: Erlangga

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mahmudi, Ali. 2011.Pengembangan Pembelajaran Matematika. (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Pengembangan%20Pemb%20Mat ematika_1.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Meshkat, Maryam. 2011. The Relationship Between Emotional Intelligence and Academic Success, Journal of Technology & Education, (Online) Vol. 5, No.3,(http://jte.srttu.edu/browse.php?a_id=284&slc_lang=fa&sid=1&ftxt=1di akses 3 Oktober 2013)


(38)

Nebesniak, Amy. 2007. Using Cooperative Learning to Promote a Problem-Solving Classroom, Math in the Middle Institute Partnership Action Research Project

Report, (Online)

(http://scimath.unl.edu/MIM/files/research/NebesniakA.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Nuharini, Dewi, Tri Wahyuni, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya: untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Prie Gs. 2009. 3 Pil Kecerdasan Dosis Tinggi. Jakarta: Trans Media Pustaka

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik.. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press

Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal, Instrumen Tes dan Non Tes. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Yokyakarta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran.Jakarta: Kencana

Shadiq,Fadjar. 2004.Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalahdisajikan dalam Diklat Instruktur/Pengembang matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika, Yogyakarta, 6 -19 Agustus

Sharei, Majeed. 2012. Investigation the effect of motional intelligence skills and metacognitive capabilities on student's mathematical problem solving. Educational Research, (Online) Vol. 3 No. 11, (http://interesjournals.org/full-

articles/-investigation-the-effect-of-emotional-intelligence-skills-and- metacognitive-capabilities-on-studentsmathematical-problem-solving.pdf?view=inlinediakses 3 Oktober 2013)

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta

Suherman, Erman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang herman, Suhendra, Sufyani Prabawanto, Nurjanah, dan Ade Rohayati. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)


(39)

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Matematika. (Online)

http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_KarMtk.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Sunar, Dwi. 2010. IQ, EQ & SQ. Jogjakarta:FlashBooks

Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tanjung, Roslina. 2013. Kemampuan berpikir Kreatif Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada SMK Percut Sei Tuan. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Usman, Husaini & Purnomo Setyady. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara

Wahyuni, Rahmi. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Wardhani, Sri. 2010. Implikasi Karakteristik Matematikadalam Penacapaian TujuanMata Pelajaran MatematikaDi SMP/MTs. (Online) (http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/karakteristik-mat-smp.pdf, diakses 20 Juni 2013)


(1)

d. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya berdasarkan lima dasar-dasar kecakapan emosional yaitu (1) Kesadaran diri, (2) Pengaturan diri, (3) Motivasi, (4) Empati dan (5) Keterampilan sosial.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Beradasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS, maka peneliti memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS pada indikator menyusun rencana, penyelesaian masalah dan memeriksa kembali. b. Terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang diberi

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS.

c. Ketuntasan hasil belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada pembelajaran kooperatif tipe TPS, hal ini terlihat dari persentase kertuntasan kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 86,96% sedangkan pada kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS hanya 57,69% dengan selisih sebesar 29,27%.

5.2 Saran

Setelah diperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti memberi beberapa saran antara lain:

a. Bagi guru mata pelajaran matematika untuk dapat memperbaharui model pembelajaran pada materi kubus dan balok dengan menggunakan model


(3)

pembelajaran kooperatif tipe STAD karena dari hasil penelitian telah diketahui terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

b. Bagi peneliti yang ingin meneliti permasalahan yang sama dengan lokasi penelitian yang berbeda diharapkan untuk lebih memahami pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS sehingga diperoleh hasil yang lebih baik lagi untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan emosional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto,Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara Carlan, Veronica Galvan, Renée Rubin, and Bobbette M. Morgan. 2012. Cooperative

Learning, Mathematical Problem Solving, and Latinos. The University of Texas at Brownsville and Texas Southmost College . (Online) (http://www.cimt.plymouth.ac.uk/morgan.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Culver, Dick. 2011. A Review of Emotional Intelligence by Daniel Goleman:Implications for Technical Education.Watson School of Engineering and Applied Science (Online) ( http://fie-conference.org/fie98/papers/1105.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta Eramus, Petro. 2013. Relationship Between Emotional Intelligence, Study

Orientation In Maths And Maths Achievement Of Middle Adolescent Boys And Girls, Proceeding of the Global Summit on Education (GSE2013) (Online)

(http://worldconferences.net/proceedings/gse2013/papers_gse2013/041%20P etro%20Erasmus.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Festus, Azuka Benard. 2012. The Relationship between Emotional Intelligence and Academic Achievement of Senior Secondary School Students in the FederalCapital Territory, Abuja,Journal of Education and Practice (Online) Vol 3, No 10, (www.iiste.orgdiakses 3 Oktober 2013)

Habibah,Elias. 2007. Emotional Intelligence of at Risk Students in Malaysian Secondary Schools, International Journal of Learning (Online) Vol. 14 No. 8 (http://www.Learning-Journal.com,diakses 3 Oktober 2013)

Hude, Darwis. 2006. Emosi. Jakarta: Erlangga

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mahmudi, Ali. 2011.Pengembangan Pembelajaran Matematika. (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Pengembangan%20Pemb%20Mat ematika_1.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Meshkat, Maryam. 2011. The Relationship Between Emotional Intelligence and Academic Success, Journal of Technology & Education, (Online) Vol. 5, No.3,(http://jte.srttu.edu/browse.php?a_id=284&slc_lang=fa&sid=1&ftxt=1di akses 3 Oktober 2013)


(5)

Nebesniak, Amy. 2007. Using Cooperative Learning to Promote a Problem-Solving Classroom, Math in the Middle Institute Partnership Action Research Project

Report, (Online)

(http://scimath.unl.edu/MIM/files/research/NebesniakA.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Nuharini, Dewi, Tri Wahyuni, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya: untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Prie Gs. 2009. 3 Pil Kecerdasan Dosis Tinggi. Jakarta: Trans Media Pustaka

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik.. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press

Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal, Instrumen Tes dan Non Tes. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Yokyakarta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran.Jakarta: Kencana

Shadiq,Fadjar. 2004.Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalahdisajikan dalam Diklat Instruktur/Pengembang matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika, Yogyakarta, 6 -19 Agustus

Sharei, Majeed. 2012. Investigation the effect of motional intelligence skills and metacognitive capabilities on student's mathematical problem solving. Educational Research, (Online) Vol. 3 No. 11, ( http://interesjournals.org/full-

articles/-investigation-the-effect-of-emotional-intelligence-skills-and- metacognitive-capabilities-on-studentsmathematical-problem-solving.pdf?view=inlinediakses 3 Oktober 2013)

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta

Suherman, Erman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang herman, Suhendra, Sufyani Prabawanto, Nurjanah, dan Ade Rohayati. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)


(6)

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Matematika. (Online)

http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_KarMtk.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Sunar, Dwi. 2010. IQ, EQ & SQ. Jogjakarta:FlashBooks

Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tanjung, Roslina. 2013. Kemampuan berpikir Kreatif Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada SMK Percut Sei Tuan. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Usman, Husaini & Purnomo Setyady. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara

Wahyuni, Rahmi. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Wardhani, Sri. 2010. Implikasi Karakteristik Matematikadalam Penacapaian TujuanMata Pelajaran MatematikaDi SMP/MTs. (Online) ( http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/karakteristik-mat-smp.pdf, diakses 20 Juni 2013)


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF EFFICACY SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS) DI SMP SABILINA.

1 4 36

PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI DENGAN TIPE STAD DI SDN 112292 KUALABERINGIN.

0 2 42

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TGT DI SMPN 1 BATANG KUIS T.A. 2016/2017.

3 16 27

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMP NEGERI 4 PERCUT.

0 1 38

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 17 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD.

0 4 17

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 3 19

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN PAIKEM.

0 3 58

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SIKAP SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN TIPE THINK PAIR SQUARE PADA SMP NEGERI PEMATANG SIANTAR.

0 3 46

PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN PENGAJARAN LANGSUNG.

0 1 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 0 7