Penyusunan Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

(1)

NASKAH AKADEMIK

RANPERDA

PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN

KERJASAMA

DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT KABUPATEN

JEMBRANA

DAN

FAKULTAS HUKUM UNUD

2015


(2)

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN JEMBRANA

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

JEMBRANA TENTANG PENYELENGGARAAN


(3)

TIM PENELITI

1. I Ketut Sudiarta.,SH.,MH

2. Ni Luh Gede Astariyani.,SH.,MH 3. AA I Ari Atu Dewi.,SH.,MH

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA BEKERJA SAMA

DENGAN PUSAT PERANCANGAN HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

2015

PUSAT PERANCANGAN HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Jalan Bali Nomor 1 Denpasar


(4)

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, menyebutkan bahwa Bupati/ Walikota berhak membentuk kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah di bidang pendidikan. Sekalipun ada dasar hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi) membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar >> i

Daftar Isi >> ii

Daftar Tabel >>iv

BAB I. PENDAHULUAN >> 1

A. Latar Belakang >> 1

B. Identifikasi Masalah >>>9

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

>> 10

D. Metode Penelitian >>11

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS >>12

A. Kajian Teoritis >>12

B. Kajian Terhadap Asas yang Terkait Dengan

Penyusunan Norma >>15

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan >>18 D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan

Terhadap Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Beban Keuangan Daerah

>>19 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT >>21

A. Kondisi Hukum Yang Ada dan Statusnya >>21 B. Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan

Peraturan Perundang-undangan Yang Lain >>21 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN

YURIDIS

>>23 A. Validitas Peraturan Perundang-undangan :

Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis. >>23 B. Relevansi Validitas Dalam Penyusunan

Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

>>28 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN

DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

>>33 A. Arah dan Jangkauan Pengaturan >>33 B. Ruang Lingkup Materi Muatan >>33

BAB VI PENUTUP >>33

A. RANGKUMAN >>>78

B. KONKLUSI >>>81

C. REKOMENDASI >>>82

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN >>>83


(6)

LAMPIRAN

1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Jembrana

2. Rancangan Penjelasan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Jembrana


(7)

(8)

Tabel 1 : Murid Berdasarkan Usia Tahun 2009-2013 2 Tabel 2 : Jumlah Murid Tiap jenjang Pendidikan Tahun 2009-2013 2 Tabel 3 : Jumlah Sekolah dan Tenaga Pengajar Tahun 2013 3 Tabel 4 : Rasio Guru Terhadap Murid di Kab. Jembrana Tahun 2013 4 Tabel 5 : Penduduk Jembrana Berdasarkan Pendidikan Akhir

(Tingkat Pendidikan)

4 Tabel 6 : APK (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2008 –

2013

6 Tabel 7 : APM (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2008–

2013

7 Tabel 8 : Perkembangan Rata – rata Lama Sekolah di Kabupaten

Jembrana

8 Tabel 9 : Jumlah Murid Tiap jenjang Pendidikan di Kabupaten

Jembrana Tahun 2009-2013

9 Tabel 10. : Keterkaitan dengan Undang-Undang Lainnya. 21


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menentukan bahwa :

(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 29 Ayat (2) Huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/ Walikota berhak membentuk kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah di bidang pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Dalam Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa Penyelenggaraan Pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sekalipun ada dasar hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi) membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU P3 2011) menentukan, Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik (Pasal 63 jo Pasal 56 ayat (2) UU


(10)

Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan) dan Naskah Akademik; atau (2) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan) atau Naskah Akademik. Pilihan kedua juga memuat pilihan, memilh Naskah Akademik atau keterangan (atau penjelasan)Jumlah penduduk yang bersekolah berdasarkan usia dini.

Di Kabupaten Jembrana terbagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu :7- 12 tahun (SD/MI) ; 13 – 15 tahun (SLTP/ MTs) dan 16 – 18 (SMU/SMK/MA). Distribusi penduduk terbanyak pada tahun 2013adalah pada kelompok usia 7 – 12 tahun (SD/ MI) sebanyak 28.353 penduduk sedangkan paling sedikit adalah pada kelompok usia 16 – 18 tahun (SMU/SMK/MA) dengan jumlah sebanyak 12.505 penduduk. Berikut adalah disajikan tabel jumlah penduduk yang bersekolah berdasarkan usia di Kabupaten Jembrana

Tabel 1. Murid Berdasarkan Usia Tahun 2009-2013

No. TAHUN

Murid SD usia 7 - 12

tahun

Murid SLTP usia 13 - 15

tahun

Murid SLTA usia 16 - 18

tahun

1 2009 25.527 10.363 7.860

2 2010 25.729 11.034 8.291

3 2011 25.944 10.811 8.606

4 2012 25.952 10.580 9.686

5 2013 28.353 12.505 12.505

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana

Jenjang pendidikan di Kabupaten Jembrana adalah terbagi menjadi : SD/Sederajat, SLTP/Sederajat dan SMA/Sederajat. Jumlah murid paling banyak pada tahun 2013 adalah jenjang pendidikan SD/Sederajat dengan jumlah sebanyak 28.353 siswa sedangkan paling sedikit adalah jenjang SMA/ Sederajat dengan jumlah sebanyak 12.505 siswa.

Tabel 2. Jumlah Murid Tiap jenjang Pendidikan Tahun 2009-2013

No. TAHUN Jumlah Murid SD Jumlah Murid SLTP Jumlah Murid SLTA

1 2009 29.258 12.437 7.775

2 2010 29.485 12.852 10.496


(11)

No. TAHUN Jumlah Murid SD Jumlah Murid SLTP Jumlah Murid SLTA

4 2012 29.907 12.674 10.957

5 2013 29.472 13.018 11.275

J u m l a h

148.555 63.826 51.156

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana

Fasilitas pendidikan berupa sekolah merupakan persyaratan utama agar kegiatan belajar dan mengajar dapat berjalan. Dengan adanya fasilitas tersebut, guru yang merupakan tenaga pendidik utama dapat melaksanakan tugasnya sehingga kegiatan belajar dan mengajar dapat berjalan dengan baik. Berikut disajikan jumlah sekolah dan jumlah guru tiap jenjang pendidikan di Kabupaten Jembrana.

Tabel 3. Jumlah Sekolah dan Tenaga Pengajar Tahun 2013

NO.

JENIS JUMLAH JUMLAH JUMLAH GURU

PER KELAS

JUMLAH JUMLAH RATA-RATA MURID

PER KELAS

SEKOLAH SEKOLAH GURU KELAS MURID

1 SD 197 1.428 238 1.128 29.472 26,5

2 SLTP 34 865 811 323 13.018 34,4

3 SLTA/SMU 29 907 820 171 11.275 34,0

Sumber : Jembrana Dalam Angka, Tahun 2014

Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan dasar per 1.000 jumlah murid pendidikan dasar. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar. Di samping itu juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Berikut adalah rasio guru terhadap murid di Kabupaten Jembrana pada tahun 2013.

Tabel 4. Rasio Guru Terhadap Murid di Kab. Jembrana Tahun 2013

No. Jenis Jumlah Jumlah Guru

Rasio

Sekolah Murid

1 SD 29.472 1.428 20,64


(12)

3 SLTA/SMU 6.731 544 12,37

4 SMK 4.454 363 12,27

Sumber : Jembrana Dalam Angka, Tahun 2014

Tingkat pendikan yang dimiliki oleh penduduk Kabupaten Jembrana berjenjang mulai belum pernah menginjak bangku sekolah hingga sarjana. Jumlah tertinggi adalah penduduk dengan tingkat pendidikan Tamat SD sebesar 29%, kemudian posisi kedua diikuti dengan belum pernah sekolah sebesar 23% dan hanya sebagian kecil saja prosentase jumlah penduduk yang tamat akademi/Universitas yaitu sebesar 2 %.

Tabel 5. Penduduk Jembrana Berdasarkan Pendidikan Akhir (Tingkat Pendidikan)

Tahun 2013 No.

Pendidikan Akhir Yang Ditamatkan

Jenis kelamin

Total

Negara Mendoyo Pekutatan Melaya Jembrana 1. Tidak/Belum

Sekolah

18.076 11.900 5.218 12.003 11.329 58.526

2. Belum Tamat SD

10.830 8.007 3.628 7.917 7.453 37.835

3. Tamat SD 27.034 20.968 10.375 18.274 17.470 94.121

4. Tamat SMP 12.228 9.675 4.154 9.020 7.412 42.489

5. Tamat SMU 18.723 16.672 6.195 12.075 14.419 68.084

6. Tamat D1/D2 772 709 403 601 735 3.220

7. Tamat D3 1.039 946 366 693 931 3.975

8. Tamat S1 2.411 1.564 678 1.361 2.290 8.304

9. Tamat S2 154 88 34 71 179 526

1 0.

Tamat S3 13 5 1 12 6 37


(13)

Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Akhirdi Kabupaten Jembrana Tahun 2013

Indikator Pencapaian Pendidikan

A. Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu makin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan.

Angka Partisipasi Kasar selama lima tahun terakhir pada semua jenjang pendidikan mengalami fluktuasi dalam pencapaiannya. Pada tahun 2013 rata-rata pencapaian Angka Partisipasi Kasar tingkat Sekolah Dasar mencapai 114,03 %. Sedangkan pada tingkat SLTP mencapai 118,04 % dan pada tingkat SLTA mencapai 98,71 %. Hal ini menunjukkan bahwa


(14)

partisipasi masyarakat pada tingkat SLTA masih perlu ditingkatkan.

Tabel 6. APK (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2008 – 2013

No. Angka Partisipasi Kasar

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. SD/ MI 110,27 110,63 115,55 115,55 113,95 114,03

2. SLTP/ Mtsn 105,38 106,46 110,50 110,50 117,01 118,04

3. SMA/ SMK/ MA 82,90 81,35 95,00 95,00 98,21 98,71

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana, Tahun 2014

Gambar 2. Perkembangan Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Jembrana

Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai. Semakin tinggi APM berarti banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah pada tingkat pendidikan tertentu.Angka Partisipasi Murni dalam lima tahun terkahir di Kabupaten Jembrana mengalami fluktuasi dalam pencapaiannya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2012 APM pada masing – masing jenjang pendidikan, hanya APM pada tingkat SLTA/SMA/MA mengalami kenaikan.


(15)

Berikut adalah APM di Kabupaten Jembrana selama lima tahun terakhir.

Tabel 7.APM (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2008– 2013

No. Angka Partisipasi Murni

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. SD/ MI 96,01 96,45 98,50 98,50 93,97 98,94 2. SLTP/ MTSn 80,13 85,89 90,00 90,00 86,03 94,02 3. SLTA/ SMA/ MA 64,37 69,78 75,60 75,60 100,00 89,10

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana, Tahun 2014

Grafik Perkembangan Angka Partisipasi Murni di KabupatenJembrana

Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti. Untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.


(16)

Keterangan

Tahun

2008 200 9

201 0

201 1

201 2

201 3

Rata-rata Lama Sekolah

6,50 7,00 7,80 7,80 7,80 7,87

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana, Tahun 2014

Salah satu indikator terlaksananya dengan baik pendidikan untuk masyarakat dapat diketahui dengan meningkatnya angka melek huruf atau kemampuan baca tulis dalam masyarakat tersebut. Indikator ini juga dapat menggambarkan mutu dari SDM yang ada di suatu wilayah yang diukur dalam aspek pendidikan, karena semakin tinggi angka kecakapan baca tulis maka semakin tinggi pula mutu dan kualitas SDM. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan, Pemuda Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana, Angka Melek Huruf di Kabupaten Jembrana setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Angka Melek Huruf paling tinggi adalah pada tahun 2013 dengan angka 92,65 %. Berikut adalah Angka Melek Huruf di Kab. Jembrana selama 5 (lima) tahun terakhir.

Tabel 8. Angka Melek Huruf di Kab. Jembrana Tahun 2008-2013

Tahun Angka Melek Huruf ( % )

2008 88,96

2009 89,60

2010 89,82

2011 90,69

2012 91,36

2013 92,65


(17)

Gambar 6.4Perkembangan Angka Melek Huruf di Kabupaten Jembrana Tabel 9 Jumlah Murid Tiap jenjang Pendidikan di Kabupaten Jembrana

Tahun 2009-2013

No. TAHUN Jumlah Murid SD

Jumlah Murid

SLTP

Jumlah Murid SLTA

1 2009 29.258 12.437 7.775

2 2010 29.485 12.852 10.496

3 2011 30.433 12.845 10.753

4 2012 29.907 12.674 10.957

5 2013 29.472 13.018 11.275

J u m l a h

148.555 63.826 51.156

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Jembrana

Berdasarkan daya dukung yang dimiliki di Kabupaten Jembrana dan dasar kewenangan pendelegasian pembentukan Peraturan Daerah yang sangat penting dimana posisi Penyelenggaraan Pendidikan baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah, maka diperlukan penyusunan Naskah Akademik.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang diuraikan dalam Naskah Akademik ini meliputi 4 (empat) masalah pokok:


(18)

1. Penentuan kebijakan penyelenggaraan pendidikan, yang pada prinsipnya meliputi kepastian tentang penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Jembrana.

2. Perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

4. Arah, jangkauan, dan ruang lingkup pegaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan dirumuskan sebagai berikut:

1. Menjelaskan penentuan kebijakan penyelenggaraan pendidikan. 2. Menjelaskan perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang

Penyelenggaraan Pendidikan sebagai dasar untuk memastikan objek dan subjek penyelenggaraan pendidikan.

3. Merumuskan perimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

4. Merumuskan arah, jangkauan, dan ruang lingkup pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Kegunaan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah sebagai acuan:

1.Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

2.Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.


(19)

Partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan tertulis dan/atau masukan lisan baik dalam penyusunan maupun pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

D. Metode Penelitian

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan berbasiskan metode penelitian hukum, dalam pengertian sumber bahannya adalah norma hukum (dalam peraturan perundang-undangan) dan dianalisis secara hermeneutika hukum yang berbasiskan pada penggunaan interpretasi hukum secara holistik dalam memahami norma hukum baik sebagai keseluruhan maupun sebagai bagian-bagiannya yang membentuk sebagai keseluruhan itu.

Sumber bahan hukum tersebut di atas disebut juga sumber bahan hukum otoritatif (atau bahan hukum primer) karena berasal dari lembaga yang berkewenangan. Selain itu, digunakan juga sumber bahan hukum persuasif yakni dari pandangan para ahli, dan didukung dengan sumber bahan informatif (informasi dari masyarakat dan/atau pejabat publik) mengenai tematik terkait dengan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan.


(20)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata

pendidikan berasal dari kata „didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.

Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan. Paradigma filsafat pendidikan, telah berulang kali dinyatakan bahwa pendidikan adalah persoalan yang melekat secaca kodrati di dalam diri manusia.1Pendidikan terbesar di seluruh sektor baik kegiatan kehidupan masyarakat baik dalam dimensi horizontal maupun vertikal, ketika manusia berinteraksi dengan dirinya disitulah ada pendidikan.Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam setiap kegiatan kemasyarakatan disitu ada pula pendidikan ketika manusia berinteraksi dengan alamnya disitu juga ada pendidikan. Antara pendidikan dan manusia bagaikan wadah dengan isinya. Dengan kata lain hubungan kodrat pendidikan dan manusia, pada taraf eksistensial, bagaikan hubungan antara jiwa dan badan manusia. Jika jiwa berpotensi menggerakkan badan kehidupan manusiapun digerakkan oleh pendidikan ke arah pencapaian tujuan akhir, tanpa pendidikan manusia kehilangan roh penggerak kehidupan sehingga kehidupan menjadi tidak kreatif dan pada akhirnya mengancam kelangsungan seluruh kehidupan itu sendiri.


(21)

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi anak didik menyangkut intelektual, keterampilan serta kepribadiannya untuk memerankan dirinya ditengah-tengah masyarakat.

Tujuan pendidikan menurut Langeveld adalah pendewasaan diri dengan ciri-ciri yaitu : kematangan berfikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.

Tujuan pendidikan menurut Jacques Delors,cs.,dikenal Empat Pilar Pendidikan versi UNESCO sebagai berikut:

a. Learning to know(belajar untuk mengetahui); b. Learning to do(belajar untuk dapat berbuat);

c. Learning to be(belajar untuk menjadi dirinya sendiri); dan

d. Learning to live together(belajar untuk hidup bersama dengan orang lain)2

Upaya menyiapkan sumber daya manusia masa depan untuk membangun karakter bangsa (national character building), tujuan pendidikan harus ada keseimbangan antara membangun intelektual, emosional dan spiritualitas. Terlebih-lebih lagi dalam Negara yang berdasarkan Pancasila, tugas pendidikan adalah untuk mengembangkan pribadi yang bersusila, dan berada sebagai anggota dalam masyarakatnya, masyarakat sekitarnya, masyarakat etnisnya, masyarakat bangsanya yang bhinneka dan sebagai anggota masyarakat yang beradab.3

Menurut Dale ( 1989: 39-43) kontrol Negara terhadap pendidikan umumnya dilakukan melalui 4 cara antaral lain :

1. Sistem pendidikan diatur secara legal;

2. Sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi menekankan pada ketaatan pada aturan dan obyektivitas;

3. Penerapan wajib pendidikan (compulsory education); dan

2 JacquesDelors, 1996, “Learning: The Treasure Within” dikutip dari Ali Muhdi

Amnur (ed), Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional, Pustaka Fahima, Yogyakarta, 2007, h.6.

3 H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, “Kebijakan Pendidikan (Pengantar Untuk

Memahami Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik)”, 2008, Pustaka Pelajar, h. 30.


(22)

4. Reproduksi politik dan ekaonomi yang berlangsung disekolah berlangsung dalam konteks politik tertentu.4

Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak manusia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Pasal 31 ayat(1,2,3,4,5).

Dengan demikian, maka penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan, merupakan sesuatu yang amat urgen dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah di bidang pendidikan, yaitu dengan tujuan untuk menjadi acuan bersama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan guna mewujudkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada hakikatnya dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa/negara,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

4 M Sirozi, Politik pendidikan, “ Dinamika Hubungan Antara kepentingan


(23)

B. KAJIAN TERHADAP ASAS YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN NORMA

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang secara teoritik meliputi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat materiil.5

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal dituangkan dalam Pasal 5 UU P3 2011 (khususnya dalam pembentukan Peraturan Daerah, asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 137 UU Pemda), dengan sebutan “asas pembentukan Peraturan Perundang

-undangan yang baik”, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU P3 2011 (khususnya berkenaan dengan Perda diatur dalam Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni: materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:

a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika;

5 A. Hamid S. Attamimi; “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi, (Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990), hlm. 345-346. I.C. Van Der Vlies, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan, terjemahan, (Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2005), hlm. 238-309.


(24)

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU P3 2011, yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara lain:

a. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; dan

b. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dengan pengaturan penyelenggaraan pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, kejelasan tujuan. Penyelenggaraan pendidikan bertujuan: (1) memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa yang bertanggung jawab dan apa tanggung jawabnya terhadap pengelolaan pendidikan; dan (2) memperkuat dasar hukum bagi Pemerintah Daerah melakukan penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat.Tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.

Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh: Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh WaliKabupaten Jembrana dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten Jembrana. Rancangan dapat berasal dari Bupati atau dari DPRD.


(25)

Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Penyelenggaraan Pendididkan harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah.

Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah harus memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam pengenaan penyelenggaraan pendidikan; (2) yuridis, adanya jaminan kepastian dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (3) sosiologis, pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum.

Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas ini dapat diwujudkan sepanjang pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu indikasi pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya wajib penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana telah dikemukakan dalam kondisi eksisting di atas.

Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai persyaratan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya, rumusan aturan hukum dalam Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan yang menjamin kepastian.

Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi


(26)

masyarakat itu, maka terlebih dulu Pemerintah Daerah memberikan informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan.

Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) UU P3 2011, dalam pengaturan tentang penyelenggaraan pendidikan , yakni:

1. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat.

2. secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk melaksanakan pendidikan.

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN

Pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat diukur dari tingkat pemenuhan kewajiban pemerintah daerah yang diukur dari layanan pendidikan pada semua anak yakni: a) Apakah anak-anak yang masuk SD/MI sudah siap bersekolah, b) Apakah anak-anak yang berusia SD/MI sudah bersekolah, c) Apakah anak-anak yang lulus SD/MI melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/MTs. Kondisi ini jika dimaknai bahwa sesungguhnya bila ditinjau dari segi kesiapan secara fisik maupun mental dan intelengensi anak-anak tersebut belum siap untuk memasuki jenjang SD/MI . Hal tersebut berdampak pada prestasi belajar anak, utamanya di kelas 1 ketika baru mulai beradaptasi dengan lingkungan pembelajaran di tingkat SD/MI. Tingginya jumlah kelurahan/desa yang masih mempunyai APS tinggi dapat di sebabkan oleh salah satu atau keduanya dari dua faktor yaitu ketersediaan layanan yang masih rendah atau karena kemampuan masyarakat yang rendah.

Mutu Pendidikan menjadi salah satu hal penting di dalam menilai keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan yakni bahwa mutu pendidikan dapat dinilai dengan indicator: a) Angka Mengulang Kelas (AMK), b) Angka Putus Sekolah (APS), c) Mutu dan Pemerataan input Pendidikan,dan d) Mutu Lulusan. Berdasarkan hal tersebut maka realitas mutu pendidikan dalam 3 tahun terakhir berupa nilai angka mengulang


(27)

bagi anak-anak SD dan SMP, serta SLTA, dan angka putus sekolah masih cukup besar.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas terlihat jelas bahwa terdapat sejumlah masalah dalam bidang pendidikan yang tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus, karena hal tersebut jika diabaikan akan menghambat pelaksanaan visi dan misi serta garis-garis besar program pembangunan khususnya di bidang pendidikan, yang pada akhirnya akan semakin jauh dari cita-cita bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan kehidupan bangsa Indonesia.Berdasarkan paparan tersebut dapat diperoleh pemahaman, bahwa beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik penyelenggaraan Penyelenggaraan Pendidikan, yang juga merupakan permasalahan yang dihadapi masyarakat, perlu mendapat perhatian.

Selain hal tersebut, pembangunan pendidikan di diarahkan sejalan dengan rencana strategis program pendidikan yakni pada pelayanan di bidang pendidikan akan mencakupi:

1. Pendidikan anak usia dini (PAUD);

2. Wajib belajar Sembilan Tahun pada jenjang Sekolah Dasar dan jenjang Sekolah Menengah Pertama;

3. Pendidikan Menengah; 4. Pendidikan Non formal;

5. Peningkatan Mutu Pendidik dan ke Pendidikan; dan 6. Manajemen Layanan Pendidikan.

Dengan demikian ada 6 (dua) isu hukum tentang kepastian hukum yang perlu mendapat perhatian.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN TERHADAP

MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP BEBAN KEUANGAN DAERAH

Dalam lingkup pengaturan penyelenggaraan pendidikan, terdapat dua komponen yaitu komponen yang sifatnya statis, dan komponen yang sifatnya dinamis. Komponen yang sifatnya statis meliputi:


(28)

a. Asas, fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan;

b. Struktur atau kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan;

c. Tugas dan wewenang kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan;

d. Komposisi keanggotaan di dalam setiap kelembagaan penyelenggaraan pendididkan;

e. Kelengkapan organisasi/kelembagaan penyelenggaraan pendidikan;

f. Ketenagaan; g. Kekayaan; dan h. Sanksi.

Sedangkan yang dimaksud pengaturan penyelenggaran pendidikan yang sifatnya dinamis adalah pengaturan kelembagaan pendidikan yang meliputi tata cara atau prosedur, yang antara lain meliputi:

a. Pendirian sekolah;

b. Pengisian kelembagaan pendidikan;

c. Pengambilan keputusan di dalam satuan pendidikan; d. Kerja sama sekolah dengan institusi lain;

e. Status aset sekolah;

f. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan; g. Pengadaan ketenagaan;

h. Penggabungan dan pembubaran sekolah; dan i. Pengalihan bentuk sekolah.

Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka adanya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan ini tidak akan menimbulkan dampak terhadap beban keuangan daerah, justru sebaliknya, akan ada penambahan target penerimaan PAD dari sektor ini.


(29)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT A. KONDISI HUKUM YANG ADA DAN STATUSNYA

Kabupaten Jembrana belum memiliki Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan, berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menentukan bahwa :

(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Dalam Pasal 29 Ayat (2) Huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/ Walikota Berhak Membentuk Kebijakan Daerah Dalam Bentuk Peraturan Daerah di Bidang Pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.Dalam pasal itu juga disebutkan bahwa Penyelenggaraan Pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sekalipun ada dasar hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan, diperlukan pula argumentasi tentang urgensi membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis.

B. KETERKAITAN PERATURAN DAERAH BARU DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN

Materi Pokok Penyelenggaraan pendidikan yang hendak diatur dalam Peraturan Daerah yang sedang disusun Naskah Akademiknya, mempunyai keterkaitan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan.


(30)

Tabel 10. Keterkaitan dengan Undang-Undang Lainnya.

Materi Muatan KETERKAITAN DENGAN

UU Pendidikan UU 23 Tahun 2014 Pasal 29 ayat (2) PP No.

17 Tahun 2010

Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang b. kabupaten/kota; c. rencana pembangunan jangka menengah d. kabupaten/kota; e. rencana strategis

pendidikan kabupaten/kota; f. rencana kerja

pemerintah kabupaten/kota; g. rencana kerja dan

anggaran tahunan h. kabupaten/kota; i. peraturan daerah

di bidang pendidikan; dan j. peraturan bupati/ k. walikota di bidang l. pendidikan

Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menentukan bahwa : (5) Pemerintah

Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Dalam Pasal 12 ayat

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan

Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. pendidikan;

Lampiran, huruf a.Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan

Sub Bidang: Manajemen pendidikan

Meliputi :

a. Pengelolaan pendidikan dasar.

b. Pengelolaan pendidikan anak usia dini dan pendidikan non formal

Sumber : Diolah dari UU Pemda, UU Sisdiknas, PP Penyelenggaraan Pendidikan

Keterkaitan dengan hukum positif lainnya tidak saja dengan UU Sisdiknas, melainkan juga dengan peraturan perundang-undangan pelaksanaannya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang PengelolaanPeraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Jembrana.


(31)

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

YURIDIS

A. VALIDITAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: LANDASAN FILOSOFIS. SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Istilah validitas atau geldigheid berarti keabsahan. Selain itu ada istilah gelding yang berarti keberlakuan. Banyak penulis yang mensinonimkan istilah validitas atau geldigheid dan istilah gelding, ungkap Bruggink. Menurutnya, bahwa istilah validitas digunakan untuk logika, yakni tentang penalaran yang sah (valid) jika suatu penalaran memenuhi syarata-syarat yang dituntut oleh kaidah dan aturan logikal.6

Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlaku hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan, kegunaan (zweckmaszigkeit), dan kepastian hukum.7

Satjipto Rahardjo menguraikan timbulnya masing-masing nilai-nilai dasar dari hukum itu. Pertama, hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan ke mana harus diarahkan. Oleh karena itu, pertama-tama hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan. Kedua, hukum yang sengaja dibuat itu mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Ini berarti, bahwa ia harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan anggota-anggota masyarakat

6 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari judul asli:

Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996), h. 147.

7 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal.

19, yang mendasarkan pada Gustav Radbruch, Einfuhrung in die Rechtswissenschaft, (Sttugart: K.F. Koehler, 1961), h. 36.


(32)

serta memberikan pelayanan kepadanya. Meski tidak disebutkan oleh Satjipto Rahardjo, inilah yang dimaksud dengan kemanfaatan sebagai salah satu nilai-nilai dasar dari hukum. Ketiga, masyarakat tidak hanya ingin keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan juga menginginkan agar dalam masyarakat terdapat peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain.8

Gustav Radbruch memahami hukum sebagai konsep budaya, yaitu konsep yang berkenaan dengan nilai. Hukum sebagai konsep budaya berurusan dengan nilai hukum dan ide hukum, yaitu hukum yang diartikan sebagai gagasan untuk menjabarkan ide hukum. Gustav Radbruch mengetengahkan 3 (tiga) ide hukum/cita hukum (the idea of the law), yakni keadilan (justice), kelayakan/kemanfaatan (expediency), dan kepastian hukum (legal certainty). Masing-masing ide dasar hukum itu adalah:

1.Hakekat keadilan sebagai keadilan distributif atau kesetaraan yaitu suatu bentuk perlakuan yang setara terhadap mereka yang memiliki keadaan setara, dan perlakuan yang tidak setara bagi mereka yang berada dalam keadaan yang berbeda, baik terhadap sesama manusia maupun hubungan-hubungan diantara mereka.

2.Kemanfaatan atau kelayakan atau tujuan bersifat relatif, yaitu tergantung pada pandangan-pandangan yang berbeda dari pihak-pihak yang terlibat di dalam perkembangan sistematis tentang hukum dan negara. Hukum sebagai pengatur kehidupan bersama tidak dapat diserahkan kepada keinginan-keinginan perseorangan dalam masyarakat itu, melainkan haruslah berlaku satu hukum bagi kehidupan mereka.

3.Kepastian hukum menghendaki (1) hukum dalam bentuk positif dalam artian jika ada sesuatu yang tidak dapat diselesaikan, maka apa yang seharusnya atau apa yang dianggap benar yang harus diberlakukan; dan (2) ini harus dilakukan oleh suatu badan atau


(33)

petugas yang mampu menerapkan apa yang diharuskan diberlakukan.9

Gagasan hukum dari Gustav Radbruch tersebut diuraikan pula oleh W. Friedmann. Menurut Radbruch, gagasan hukum sebagai gagasan kultural tidak bisa formal, tetapi harus diarahkan kepada cita-cita hukum, yakni keadilan. Selanjutnya dikemukakan:

1.Keadilan sebagai suatu cita ─ seperti telah ditunjukkan oleh

Aristoteles ─ tidak dapat mengatakan lain kecuali yang sama harus

diperlakukan sama, yang tidak sama diperlakukan tidak sama.

2.Pengertian kegunaan hanya dapat dijawab dengan menunjukkan pada konsepsi-konsepsi yang berbeda tentang negara dan hukum. Untuk mengisi cita keadilan ini dengan isi yang konkret, harus menoleh pada kegunaannya sebagai unsur kedua dari cita hukum. 3.Untuk melengkapi formalitas keadilan dan relativitas kegunaan,

keamanan dimasukkan sebagai unsur ketiga dari cita hukum. Kegunaan menuntut kepastian hukum. Hukum harus pasti. Tuntutan akan keadilan dan kepastian merupakan bagian-bagian yang tetap dari cita hukum, dan ada di luar pertentangan-pertentangan bagi pendapat politik. Kegunaan memberi unsur relativitas. Tetapi tidak hanya kegunaan sendiri yang relatif, hubungan antara tiga unsur dari cita hukum itu juga relatif. Seberapa jauh kegunaan lebih kuat dari keadilan, atau keamanan lebih penting dari kegunaan, merupakan masalah yang harus diputuskan oleh sistem politik masing-masing.10

Ketiga elemen dari ide hukum itu bersifat saling melengkapi antara satu dengan lainnya – dan pada keadaan yang lain saling bertentangan satu dengan yang lainnya.11Satjipto Rahardjo menanggapi hubungan yang demikian dapat dimengerti, oleh karena ketiga-tiganya berisi tuntutan yang berlain-lainan dan yang satu sama lain mengandung potensi untuk

9 Gustav Radbruch, “Legal Philosophy”, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal Philosophies Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard University Press, 1950), hlm. 107-109.

10W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan

(susunan II), terjemahan Muhamad Arifin dari judul asli: Legal Theory, (Jakarta: Penerbit CV Rajawali, 1990), hal. 43.


(34)

bertentangan. Sebagai contoh, kepastian hukum, sebagai nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan ke samping. Yang utama bagi kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya, adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum.12

Teori tentang validitas berpengaruh pada hukum positif di Indonesia. Ini tampak pada keharusan adanya pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.UU P3 2011 memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai muatan konsiderans menimbang. Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) UU P3 2011) menentukan konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan. Pokok pikiran pada konsiderans Undang–Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. Kemudian masing-masing unsur-unsur ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. 3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.


(35)

Pemahaman mengenai unsur-unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis, dapat pula diperoleh dari teknik penyusunan naskah akademik rancangan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum teknik penyusunan naskah akademik rancangan peraturan perundang-undangan terdapat dalam Pasal 57 12/2011, yang menentukan:

(1) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Berikutnya dalam Pasal 63 12/2011 ditentukan bahwa ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Artinya, ketentuan tentang teknik penyusunan Naskah Akademik yang berlaku bagi Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, berlaku pula bagi Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penjelasan masing-masing unsur-unsur tersebut, yang disebut landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis, adalah sebagai berikut:

1. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

3. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan


(36)

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Aspek sosiologis dalam perancangan peraturan perundang-undangan dimanfaatkan dalam konteks pembentukan dan bukan dalam konteks pelaksanaan peraturan perundang-undangan, seperti tampak dalam bagan berikut:

Bagan: Unsur sosiologis dalam konteks pembentukan dan pelaksanaan UU atau Perda.

B. RELEVANSI VALIDITAS DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Berdasarkan pemahaman tentang validitas tersebut, maka unsur filosofis, sosiologis dan yuridis, yang menjadi latar belakang pembuatan undang-undang atau peraturan daerah, dapat dimaknai sebagai berikut:

1.Unsur filosofis adalah nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara (bagi Indonesia yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945) yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.


(37)

2.Unsur yuridis adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah, yang meliputi:

a. Dasar hukum formal, yakni peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Termasuk keharusan mengikuti prosedur tertentu.

b. Dasar hukum substansial, yakni peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan materi muatan tertentu diatur dalam suatu Peraturan Perundang-undangan.Termasuk kesesuaian jenis dan materi muatan.

3.Unsur sosiologis adalah gejala dan masalah sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.

Relevansilandasan keabsahan tersebut dengan pengaturan penyelenggaraan pendidikan adalah pengaturan penyelenggaraan pendidikan mendasarkan pada tiga landasan keabsahan, yakni filofofis, yuridis, dan sosiologis, sebagaimana diamanatkan UU P3 2011.

Pertama, Landasan Filosofis. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-masing pemerintahan daerah itu mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah otonomi seluas-luasnya.

Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana


(38)

telah diubah beberapa kali terakhir denganUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Penyelenggaraan pendidikan daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek penyelenggaraan pendidikan daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan daerah dan penyelenggaraan pendidikan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.13

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, landasan filosofis pengaturan penyelenggaraan pendidikan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu pengaturan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Jadi, Pemerintahan Daerah membuat Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan, berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peranserta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan pembentukan Peraturan Daerah ini adalah sebagai landasan hukum pemungutan penyelenggaraan pendidikan, yang merupakansalah satu

13 Didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan


(39)

sumber pendapatan Kabupaten Jembrana yang penting gunamembiayai pelaksanaan pemerintahan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten Jembrana.

Kedua, Landasan Yuridis. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Penyelenggaran Pemerintahan Daerah selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasiona, l Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 TAHUN 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD 1945, dan kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang, ditentukan sebagai urusan pemerintah (pusat). Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah untuk kabupaten dan kota yaitu, meliputi:

a. Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan;


(40)

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang kesehatan;

f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulangan masalah social; h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup;

k. Pelayanan pertanahan;

l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

m.Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal;

o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.


(41)

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN JEMBRANA TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

A. ARAH DAN JANGKAUAN PENGATURAN

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka arah pengaturan adalah mengarahkan agar pengaturan penyelenggaraan pendidikan dirumuskan secara berkeadilan, berkemanfaatan, dan berkepastian hukum.

Jangkauan pengaturannya adalah agar penyelenggaraan pendidikan secara abasah berdasarkan Peratruran Daerah. Jadi, pentingnya disusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan pendidikan ini adalah memberikan landasan hukum penyelenggaraan pendidikan, yang disusun berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis, untuk pencapaian keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.

B. RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

Ruang lingkup materi muatan raperda penyelenggaraan pendidikan adalah jangkauan materi pengaturan yang khas yang dimuat dalam raperda penyelenggaraan pendidikan, yang meliputi materi yang boleh dan materi yang tidak boleh dimuat dalam raperda penyelenggaraan pendidikan.14 Jadi, yang dimaksud dengan materi muatan baik mengenai batas materi muatan maupun lingkup materi muatan.

Lingkup materi yang boleh dimuat ditentukan oleh asas otonomi daerah dan tugas pembantuan maupun yang ditentukan secara objektif-normatif dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai materi muatan Perda tentang penyelenggaraan pendidikan.

14 Pengertian ruang lingkup materi muatan diadaptasi dari Gede Marhaendra Wija Atmaja, ”Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Tingkat II (Kasus Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan Kotamadya Daerah Tingkat II Jembrana), Tesis Magister, (Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995),hlm. 14.


(42)

Pengelompokan tersebut mesti mengacu pada Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, angka 1 dan angka 62 TP3, mengenai kerangka Peraturan Perundang-undangan dan pengelompokkan batang tubuh Peraturan Perundang-undangan, yakni:

1. Judul

2. Konsiderans ( Menimbang) 3. Dasar hukum Mengingat 4. Bab I Ketentuan Umum

5. Bab II Tujuan, Ruang Lingkup dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan

6. Bab III Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah dan Masyarakat 7. Bab IV Satuan Pendidikan

8. Bab V Peserta Didik

9. Bab VI Pendidikan Formal 10.Bab VII Pendidikan Non Formal 11.Bab VIII Pendidikan Anak Usia Dini

12.Bab IX Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus 13.Bab X Pendidikan Keagamaan

14.Bab XI Pendidikan Bertaraf Internasional dan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal

15.Bab XII Penyelenggaraan Pendidikan Oleh Lembaga Asing 16.Bab XIII Pendidik dan Lembaga Kependidikan

17.Bab XIV Sarana dan Prasarana Pendidikan 18.Bab XV Evaluasi

19.Bab XVI Akreditasi 20.Bab XVII Pengawasan 21.Bab XVIII Wajib Belajar

22.Bab XIX Partisipasi Masyarakat 23.Bab XX Pendanaan Pendidikan 24.Bab XXI Penyidikan

25.Bab XXII Sanksi Administrasi 26.Bab XXIII Ketentuan Pidana 27.Bab XXIV Ketentuan Penutup


(43)

Adapun uraian dari seting produk hukum baru mengenai Penyelenggaraan Pendidikan dalam bentuk Peraturan Daerah adalah sebagai berikut :

1.Judul.

Sesuai dengan lampiran TP3 angka 2 dan 3 Judul Perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama peraturan perundang-undangan dan nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi Peraturan Perundang-undangan.

Judul yang digunakan adalah sesuai dengan jenis yang hendak diatur. Sehingga judul yang digunakan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor…..Tahun…..tentang Penyelenggaraan Pendidikan

2. Konsiderans ( Menimbang).

Dasar pertimbangan yang digunakan dalam Rancangan Peraturan Daerah ini meliputi pertimbangan yang bersifat filosofis, yuridis dan sosiologis yakni :

a. bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga negara Indonesia;

b. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah Pemerintah Kabupaten Jembrana berwenang dalam Penyelenggaraan Pendidikan;

c. bahwa Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Jembrana diarahkan untuk mewujudkan upaya peningkatan sumber daya manusia yang memiliki daya saing global;

d. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan;

3. Dasar hukum Mengingat.

Dalam merumuskan dasar hukum yang mengacu Pedoman angka 28 TP3, bahwa dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan, dengan ungkapan lain dasar hukum peraturan daerah memuat dasar hukum formal yakni yang berkaitan dengan kewenangan pembentukan peraturan daerah, dan dasar hukum


(44)

substansial yakni yang berkaitan dengan substansi peraturan daerah Dasar hukum formal maupun substansial yang dipergunakan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1555);

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara


(45)

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3641) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Kabupaten Jembrana (Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan


(46)

Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 4);

15. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah;

16. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 087/U/2002 tentang Akreditasi Sekolah;

17. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4960);

19. Peraturan WaliKabupaten Jembrana Nomor 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jembrana Tahun 2010 – 2015.

4. Bab Ketentuan Umum.

Adapun isi ketentuan umum sesuai dengan Pedoman angka 98 TP3 adalah sebagai berikut:

a. Batasan pengertian atau definisi;

b. Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan

c. Hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan tujuan tanpa dirumuskan sendiri dalam pasal atau bab.

Bertitik tolak dari ketentuan tersebut, maka Ketentuan Umum dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan pendidikan menyangkut batasan pengertian

1. belajar, hasil belajar, kinerjatenaga kependidikan dan kelembagaan.

2. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan nonformal.


(47)

3. Satuan pendidikan negeri adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten.

4. Satuan pendidikan swasta adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasi masyarakat atau yayasan yang berbadan hukum.

atau difinisi sebagai berikut:

5. Kabupaten adalah Kabupaten Jembrana.

6. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Jembrana. 7. Bupati adalah Bupati Kabupaten Jembrana.

8. Dinas adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Jembrana.

9. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Jembrana.

10.Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

11.Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

12.Penyelenggaraan Pendidikan adalah pengelolaan pendidikan yang mencakup seluruh kegiatan pendidikan formal dan pendidikan non formal baik yang diselenggaraakan Pemerintah Kabupaten dan masyarakat dalam lingkup Dinas maupun departemen Agama sesuai urusan daerah.

13.Manajemen dan kelembagaan pendidikan adalah seperangkat pengaturan mengenai pendirian dan pengelolaan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal.

14.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan


(48)

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

15.Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

16.Standar kompetensi adalah kemampuan minimal yang diharapkan dapat dicapai peserta didik melalui pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.

17.Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

18.Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian suatu sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh badan akreditasi sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.

19.Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

20.Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

21.Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

22.Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

23.Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.


(49)

24.Evaluasi adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap proses

25.Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

26.Wajib belajar adalah program pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan menengah 3 tahun yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

27.Manajemen berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan potensi masyarakat.

28.Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

29.Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

5. Bab Materi Pokok Yang Diatur

a. Tujuan, Ruang Lingkup dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Tujuan Penyelenggaraan pendidikan adalah pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar danmengembangkan manajemen pendidikan bertumpu pada partisipasi masyarakat, transparansi anggaran pendidikan dan akuntabilitas penyelengaraan pendidikan secara keseluruhan.

Ruang lingkup penyelenggaraan pendidikan meliputi: a. peserta didik;

b. penyelenggaraan pendidikan formal; c. penyelenggaraan pendidikan non formal; d. pendidikan anak usia dini;

e. pendidikan khusus; f. pendidikan keagamaan;


(50)

keunggulan lokal;

h. penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga asing; i. pendidik dan tenaga kependidikan;

j. sarana dan prasarana pendidikan; k. evaluasi;

l. akreditasi; m.pengawasan; n. wajib belajar;

o. partisipasi masyarakat; dan

p. pendanaan pendidikan yang menjadi batas kewenangan Pemerintah Kabupaten.

Prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah :

a. pendidikan diselenggarakan sebagai investasi sumber daya manusia jangka panjang;

b. pendidikan diselenggarakan sebagai kesatuan yang sistematik, terbuka, demokratis dan adil melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan masyarakat meliputi penyelenggaraan dan pengendalian layanan mutu pendidikan;

c. pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, lingkungan dan kemajemukan bangsa yang berlangsung sepanjang hayat;

d. pendidikan diselengarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; e. pengelolaan pendidikan harus berdasarkan penerapan

prinsip-prinsip manajemen pendidikan yang aktual;

f. Pemerintah Kabupaten bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah; g. Pemerintah Kabupaten memfasilitasi terselenggaranya satuan

pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dan pendidikan luar biasa;

h. Pemerintah Kabupaten wajib menyusun dan melaksanakan Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Standar


(51)

Pelayanan Minimal (SPM);

i. Satuan Pendidikan wajib menyusun dan melaksanakan Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan

j. Satuan Pendidikan wajib melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

b.Hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Pemerintah Kabupaten berhak mengelola, memantau dan mengendalikan penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pemerintah Kabupaten berkewajiban:

a. menyelenggarakan pendidikan, mendayagunakan dan mengembangkan pendidik, tenaga kependidikan, kurikulum, buku ajar, peralatan pendidikan, tanah dan bangunan atau gedung serta pemeliharaannya untuk sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten;

b. membantu penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

c. menjamin terlaksananya sistem pendidikan yang berkualitas melalui layanan dan kemudahan pendidikan;

d. menyediakan anggaran pendidikan; dan e. menyelenggarakan wajib belajar.

Masyarakat mempunyai hak dan kedudukan yang sama untuk memperoleh pendidikan sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan.Masyarakat wajib berpartisipasi demi kemajuan pendidikan guna mendukung terlaksananya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

c. Satuan Pendidikan

Setiap satuan pendidikan berhak untuk :

a. memperoleh dana operasional dan pemeliharaan pendidikan bagi Satuan Pendidikan Negeri;


(1)

mempunyai dua arti. Dalam arti formal keadilan menuntut norma hukum dalam Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan berlaku umum. Dalam arti materiil dituntut agar norma hukum dalam Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat.

2. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Materi muatan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan tidak berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan kewajibannya.

3. Asas ketertiban dan kepastian hukum. Materi muatan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan dituntut dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum mempunyai dua arti. Dalam artian, norma hukum Penyelenggaraan Pendidikan harus sedemikian jelas sehingga masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman padanya. Terutama masyarakat dapat dengan jelas mengetahui hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan pendidikan, termasuk norma hukum penyelenggaraan pendidikan dan sanksinya atas pelanggarannya tidak boleh berlaku surut.

4. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Norma hukum dalam Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan pendidikan harus mengandung keseimbangan beban dan manfaat, atau, kewajiban membayar penyelenggaraan pendidikan dengan hak yang didapatkannya dengan membayar penyelenggaraan pendidikan.

B. Konklusi

Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di bab-babsebelumnya, dapat ditarik konklusi sebagai berikut :

1.Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana belum mempunyai Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20


(2)

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/ Bupati Berhak Membentuk Kebijakan Daerah Dalam Bentuk Peraturan Daerah di Bidang Pendidikanterlebihdahulu dipersiapkan konsep awal rancangannya.

2.Dalam Pasal 29 Ayat (2) Huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/ Bupati Berhak Membentuk Kebijakan Daerah Dalam Bentuk Peraturan Daerah di Bidang Pendidikan.

C. Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diajukan dalam rangka pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan pendidikan, yang diawali dengan penyusunan konsep awal rancangannya, adalah:

1. Agar segera disusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan, sesuai dengan asas keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 354 ayat (1) UU Pemerintahan Daerah 2014.


(3)

DAFTAR PERATURAN

PERUNDANG-PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

………, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);.

…….., Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

…….., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 TAHUN 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron, Kebijaksanaa Pendidikan Di Indonesia ( Proses, Produk dan Masa depan), (Bumi Aksara, 2002)

Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta dari judul asli: Rechts Reflecties, (Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996).

Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Moden, (Gramedia, Jakarta, 1987).

Friedmann, W., Teori & Filsafat Hukum: Idealisme Filosofis & Problema Keadilan

(susunan II), terjemahan Muhamad Arifin dari judul asli: Legal Theory,

(Jakarta: Penerbit CV Rajawali, 1990).

Gustav Radbruch, “Legal Philosophy”, dalam Kurt Wilk, ed., The Legal Philosophies

Of Lask, Radbruch, And Dabin, (Cambridge: Havard University Press, 1950).

Hamid S. Attamimi A., “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Disertasi, (Fakultas Pascasarjana

Universitas Indonesia, Jakarta, 1990).

..., ”Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Tingkat II (Kasus


(5)

Jembrana), Tesis Magister, (Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1995).

M Sirozi, Politik pendidikan, Raja Grafindo Persada, 2005.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000). Suparlan Suhartono, AR-RUZZ Media, 2005, hal 91Filasat Pendidikan

Van Der Vlies, I.C., Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan, terjemahan, (Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2005.

Ali Muhdi Amnur,ed., Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional, Pustaka Fahima, Yogyakarta, 2007.

H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan (Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,


(6)

Lampiran 1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Penyelenggaraan Pendidikan