UPAYA NASAKOMISASI TNI-AD DAN DAMPAKNYA PADA SITUASI POLITIK INDONESIA TAHUN 1960-1967.

(1)

Adam, A. W. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah Kontroversi Pelaku dan Peristiwa. Jakarta: Kompas.

Adams, C. (1965). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gita Karya

Anwar, R. (2006). Sukarno, Tentara, PKI Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Caldwell, M, dan Ernest U. (2001). Sejarah Alternatif Indonesia. Yogyakarta: Djaman Baroe.

Crouch, Harold. (1999). Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Dake, A. C. A. (2005). Soekarno File: Berkas-berkas Soekarno 1965-1967 dan Kronologi Suatu Keruntuhan. Jakarta: Aksara Karunia.

Dinas Sejarah TNI AD. (1985). Pemberontakan G30S/PKI dan Penumpasannya. Bandung: Disjarah AD.

(1985). Komunisme dan Kegiatannya di Indonesia. Bandung: Disjarah AD.

Dydo, T. (1993). Pergolakan Politik Tentara Sebelum dan Sesudah G 30 S/ PKI. Jakarta: PT Golden Terayon Press.

Elson, R. E. (2009). The Idea Of Indonesia Sejarah Pemikiran dan Gagasan. Jakarta: Serambi.

Fic, V. M. (2005). Kudeta 1 Oktober 1965 Sebuah Studi Tentang Konspirasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Hariyono. (1995). Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya. Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press.

Kartodirdjo, S, dkk. (1976). Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(2)

Bogor: Insan Merdeka.

Nasution, A. H. (1989). Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama. Jakarta: CV Masaji Agung.

. (1971). Kekarjaan ABRI. Djakarta: Seruling Massa.

. (1966). ABRI Penegak Demokrasi UUD 45. Djakarta: Seruling Masa

Perlmutter, A. (1977). Militer dan Politik. Jakarta: CV Rajawali

Poesponegoro, M. D dan Nugroho. N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusjarah TNI. (2009). Komunisme di Indonesia Jilid 1-5. Jakarta: Yayasan Kajian Citra Bangsa (YKCB).

Pusat Sejarah Militer Angkatan Darat. (1965). Sejarah TNI-AD 1945-1965. Bandung: Pussemad.

Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Roeder, O. G. (1969). Soeharto dari Pradjurit sampai Presiden. Djakarta: Gita Karya. Samsudin. (2005). Mengapa G30S/PKI Gagal? Suatu Analisis. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Sekertariat Negara Republik Indonesia. (1994). Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar Belakang, Aks,i dan Penumpasannya. Jakarta: PD Besar.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sjamsuddin, N. (1993). Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekarno. (1964). Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I. Djakarta: Djembatan.

Soerojo, S. (1988). Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai G30S-PKI dan Peran Bung Karno. Jakarta: CV Sri Murni.

Sophiaan, M. (2008). Kehormatan Bagi Yang Berhak Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI. Jakarta: Visi Media.

Sundhaussen, U. (1986). Politik Militer Indonesia 1945-1967; Menuju dwifungsi Abri. Jakarta: LP3ES.

Sulastomo. (2008). Hari-hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru Sebuah Memoar. Jakarta: Kompas.


(3)

Tashadi, dkk. (1999). Tokoh-tokoh Pemikir Paham Kebangsaan Ir. Soekarno dan K. H. Ahmad Dahlan. Jakarta: C. V. Ilham Bangun Karya.

UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Weiner, T. (2008). Kegagalan CIA: Spionase Amatiran Sebuah Negara Adidaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum selesai dengan berpedoman pada Pancasila. Nasakom merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama dan Komunisme meskipun sebelumnya pada tahun 1920-an Presiden Soekarno menyebutnya dengan persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme yang digunakan dalam melawan imprealisme dan kolonialisme penjajah.

Gagasan Nasakom dan proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dikeluarkan pada masa Demokrasi Terpimpin yang terkandung dalam pidato yang selanjutnya dikenal sebagai Manipol USDEK. Ketika munculnya periode Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno muncul sebagai tokoh pemimpin yang merupakan

pusat kekuasaan untuk mencerminkan konsep “terpimpin” dalam penamaan

Demokrasi Terpimpin tersebut. Menurutnya, Demokrasi Terpimpin ialah suatu demokrasi yang dipimpin, dalam hal ini ialah Presiden Soekarno sebagai pusat kekuasaan yang harus diikuti oleh rakyat. Oleh sebab itu semua gagasan yang ia keluarkan pun harus diikuti dan dijadikan ideologi bersama termasuk ideologi Nasakomnya.


(5)

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mulai memberi penekakan pada gagasannya yang kini dinamakan Nasakom. Tampaknya, gagasan ini mengandung makna bahwa PNI (untuk nasionalisme), NU (untuk agama), dan PKI (untuk komunisme) agar dapat bersama-sama berperan dalam pemerintahan di segala tingkatan, sehingga menghasilkan suatu sistem yang antara lain akan didasarkan pada koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa (Ricklefs, 2008: 556).

Menurut Presiden Soekarno, Nasakom merupakan perasaan dari Pancasila yang diperas kembali menjadi Trisila dan kemudian menjadi Ekasila. Jadi, siapa yang anti Nasakom berarti ia anti Pancasila. Sebenarnya, Presiden Soekarno membiarkan masyarakat untuk membuat interpretasi sendiri terhadap konsep/ideologinya itu. beliau hanya mengatakan, bahwa dirinya merupakan perasaan dari Nasakom (Soerojo, 1988: 108).

Nasakomisasi adalah suatu upaya menerapkan konsep Nasakom dalam segala bidang untuk seluruh lapisan masyarakat di Indonesia atau dengan kata lain bahwa Nasakomisasi adalah menjadikan hal-hal yang ada dibuat menjadi bersifat Nasakom. Begitu pun dengan Presiden Soekarno yang mengeluarkan gagasan Nasakom tersebut, ia menginginkan bahwa ideologi atau nasakomnya dijadikan salah satu ideologi bangsa Indonesia yaitu dengan cara mensejajarkan kedudukan Nasakom dengan Pancasila. Demi mewujudkan cita-citanya, ia mencoba melakukan penyisipan misi Nasakom pada semua gerakan, partai, organisasi masa bahkan dalam tubuh angkatan bersenjata Negara Republik Indonesia khususnya TNI-AD yang bertujuan sebagai alat penyeimbang kekuatan tentara/TNI-AD pada masa Demokrasi Terpimpin. Salah satu bentuk Nasakomisasi ini terlihat pada pidato-pidato Presiden


(6)

Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin dan diadakannya kursus kilat kader Nasakom pada tahun 1965.

Menurut penulis, Nasakomisasi dalam tubuh TNI-AD merupakan salah satu yang paling menarik untuk dikaji, karena seperti yang kita ketahui bahwa telah lama TNI-AD sangat tidak menyetujui adanya komunis (PKI) di Indonesia. Tetapi, ketika Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang dapat dikatakan mutlak berdasarkan konsep Demokrasi Terpimpinnya itu Presiden Soekarno mencoba merubah visi atau paradigma dari TNI-AD dengan memasukan konsep Nasakom sebagai alat penyeimbang kekuatan TNI-AD. Menurutnya, untuk mewujudkan persatuan dari masyarakat Indonesia harus ada persatuan dari kekuatan-kekuatan yang muncul di Indonesia yang salah tiganya yaitu Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Anwar, 2006: xi).

Alasan lain disisispkannya misi Nasakom itu ialah berawal dari tujuan Presiden Soekarno untuk mengimbangi kekuatan militer dalam menghadapi PKI. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh Elson (2009: 346) yang menyatakan bahwa:

Jadi Nasakom yang katanya adalah perpaduan nasionalisme, agama, dan komunisme (dan karena itu suatu langkah mundur dari sikap anti partai Soekarno sebelumnya) merupakan suatu sarana menyeimbangkan, mengacaukan serta mengekang kekuatan militer (TNI AD) yang makin besar dan mengancam dengan cara membuka jalan untuk PKI.

Namun proses penyisipan misi Nasakom ini mengalami banyak hambatan meskipun Presiden Soekarno seorang pemimpin Negara yang seharusnya disegani dan diikuti. Hambatan-hambatan tersebut muncul karena adanya penolakan terhadap gagasan Nasakom terutama pada konsep Komunisme yang telah lama ditentang oleh


(7)

sebagian besar masyarakat Indonesia. Termasuk penentangan dari pihak TNI-AD, ternyata proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD tersebut tidak disambut baik, bahkan ketika awal dikeluarkannya konsep Nasakom itu pun sebagian besar pihak TNI-AD menunjukan sikap oposisinya. Meskipun terdapat beberapa perwira TNI-AD yang mengikuti konsep Nasakom tersebut yaitu para perwira yang loyal terhadap Presiden Soekarno. Namun, para perwira yang loyal tersebut pun tidak mau menyebutnya sebagai Nasakom. Nasakomisasi dibelokkan menjadi Nasasos (Nasionalis, Agama dan Sosialis) sebab Komunisme tidak sesuai dengan Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa (Sulastomo, 2008: 215).

Sebenarnya dengan dikeluarkannya dan disisipkannya misi Nasakom ini menempatkan tentara/TNI-AD dalam posisi yang dilematis karena dalam satu sisi berdasarkan doktrin saptamarga dan falsafah TNI-AD menempatkan Bung Karno menjadi tokoh sentral, yang kehadirannya menjadi tumpuan. Namun di sisi lain AD menolak kehadiran Komunis di Indonesia karena tidak sesuai dengan misi TNI-AD. Sebagai alat revolusi, sebenarnya TNI-AD bersikap netral, ia tidak secara tegas menerima dan tidak secara tegas pun menolaknya. Seperti yang diungkapakan oleh Sulastomo (2008: 295) menyatakan bahwa:

Tetapi, sebagaimana kita semua mengetahui, banyak kebijaksanaan Bung Karno yang justru menempatkan ABRI/AD dalam posisi yang dilematis. Konsep Nasakom (misalnya) menyebabkan PKI menyebabkan PKI masuk di segala bidang kehidupan. Menghadapi kenyataan itu, ABRI/AD tidak dapat berbuat apa-apa. Demikian juga isu komunistofobia, yang diidentikan dengan sikap anasional, telah memberi jalan pada PKI untuk mengadakan infiltrasi pada segala bidang kehidupan termasuk pada ABRI/AD (Sulastomo, 2008: 295).


(8)

Lalu sebenarnya apa yang mendasari Presiden Soekarno memasukan kembali pihak komunisme (PKI) kedalam ruang pemerintahan Indonesia khususnya dalam gagasan Nasakomnya yang digunakan saat memimpin negara ini pada masa demokrasi terpimpin. Sedangkan dalam kenyataannya PKI telah terbukti melakukan gerakan radikalisme yang menewaskan banyak korban sehingga dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama oleh pihak TNI-AD. Penentangan piahk TNI-AD terhadap konsep Nasakom Presiden Soekarno ini telah menjadikan adanya pertentangan tiga kekuatan besar yang ada di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu antara Presiden Soekarno, PKI dan TNI-AD yang selanjutnya berubah menjadi prahara politik yang mewarnai masa Demokrasi Terpimpin.

Pertentangan antara Soekarno dengan militer (TNI AD) sebenarnya sudah terlihat sejak awal Demokrasi Terpimpin yaitu ketika munculnya perbedaan pandangan mengenai konsep Demokrasi Terpimpin atau mengenai penyelesaian masalah PRRI. Sedangakan penolakan TNI AD terhadap gagasan Nasakom merupakan puncak dari pertentangan antara Presiden Soekarno dengan TNI AD. Menurut Donald Hindley dalam Sjamsuddin (1993: 25) berpendapat bahwa pada suatu saat telah terjadi persaingan kekuatan antar Presiden Soekarno dan TNI AD. Untuk dapat mempertahankan persaingan ini, Presiden Soekarno mencoba menarik dukungan dari PKI, PNI, dan NU dengan menyatukan ketiganya. Namun pihak TNI AD tidak setuju karena Komunis dimasukan didalamnya yang sangat bertentangan


(9)

dengan misi TNI AD. Tetapi kondisi ini dimanfaatkan PKI untuk mendekati Presiden Soekarno dalam menentang TNI AD. Menurut Feith dalam Sjamsuddin (1993: 25) mengemukakan bahwa masa Demokrasi Terpimpin Indonesia ditandai dengan konflik antara Soekarno dan pihak militer (TNI AD) yang selanjutnya berkembang pada persaingan tiga kekuatan besar di Indonesia yaitu Presiden Soekarno, TNI AD dan PKI (Sjamsuddin, 1993: 24-25).

Masalah serius yang kemudian timbul oleh adanya gagasan Nasakom Presiden Soekarno pada masa ini ialah diberikannya jabatan menteri kepada anggota PKI dalam kabinet. Hal inilah yang tidak disetujui oleh pihak militer khususnya TNI AD. Salah satu penolakan TNI AD terhadap gagasan Nasakom Presiden Soekarno ialah menolak disatukannya konsep Komunisme dengan konsep lainnya khususnya dengan agama (Islam) karena Komunis dianggap sebagai penganut Atheis. Selain itu pihak TNI AD pula berpendapat bahwa sebenarnya paham Komunisme tidak pantas untuk disebarkan di Indonesia karena ideologinya yang kiri tersebut tidak sesuai dengan alam masyarakat Indonesia.

Prahara politik yang timbul akibat gagasan Nasakom tersebut terlihat ketika pertengahan tahun 1960an PKI mencoba kekuatannya yang didukung oleh Presiden Soekarno untuk menghadapi TNI AD dengan melancarkan kritik dan tuduhan keras bahwa TNI-AD tidak bersungguh-sungguh dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta. Selain itu PKI juga melancarkan kecaman-kecaman terhadap kabinet, terutama Subandrio yang dituduh menghina Cina.


(10)

Pimpinan TNI AD menilai bahwa kritik dan tuduhan yang tidak berdasarkan pada kebenaran itu sebagai upaya untuk mengacaukan keadaan apalagi dengan adanya bukti kekacauan yang dilakukan PKI di berbagai daerah di Indonesia tidak lama setelah kritikan itu dilancarkan. Setelah itu pihak TNI AD melalui wewenangnya selaku Penguasa Perang Daerah (Perperda) menghentikan dan membekukan berbagai kegiatan PKI atas dasar Undang-Undang Keadaan Bahaya yang sedang berlaku pada waktu itu. selain itu, dilakukan pula penangkapan dan pemeriksaan terhadap tokoh-tokoh PKI serta melarang media massa PKI terbit dan beredar. Tetapi Presiden Soekarno berhasil mendesak Nasution supaya membebaskan mereka dan memperingatkan TNI AD agar tidak bersikap fobia terhadap PKI (Indonesia, 1994: 30).

Batasan waktu dalam penelitian ini dimulai sejak tahun 1960 karena pada tahun ini Presiden Soekarno mulai menanamkan pengaruhnya di Indonesia dengan menggunakan konsep terpimpinnya dan menjalankan sistem Demokrasi Terpimpin dalam praktek pemerintahannya. Sebenarnya Demokrasi Terpimpin dimulai sejak tahun 1959 dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi tentang ketidakpuasan Presiden Soekarno dalam peran dan tugasnya pada masa Demokrasi Liberal. Setelah keluarnya Dekrit tersebut Presiden Soekarno menjadikan dirinya sebagai penguasa tunggal yaitu sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan Kepala Staf Angkatan Darat. Oleh karena itu setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden maka harus diikuti oleh setiap rakyatnya. Termasuk pada slogan atau konsep atau propaganda yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin yang ditanamkan pengaruhnya pada masyarakat Indonesia dengan tujuan agar masyarakat Indonesia memiliki pemikiran yang sama dengan konsep yang disebarkannya.

Pada tahun 1960 Presiden Soekarno mulai memberi penekanan pada konsep yang telah dibuatnya sejak tahun 1926 yaitu konsep Nasakom. Pada tahun ini pula


(11)

konsep Nasakom tersebut mulai disebarkan dan Presiden Soekarno mulai melakukan indoktrinasi Nasakom pada masyarakat Indonesia termasuk pada kalangan TNI-AD. Proses indoktrinasi konsep Nasakom ini terkandung dalam pidato presiden Soekarno

yang berjudul ”Jalannya Revolusi Kita” pada tahun 1960. Selanjutnya dalam pidato-pidato lainnya, Presiden Soekarno selalu mengemukakan pentingnya konsep Nasakom untuk dipahami dan ditanamkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai pada tahun 1965, Presiden Soekarno mengadakan kader kilat Nasakom. Namun proses indoktrinasi Nasakom atau penyisipan misi Nasakom khususnya pada TNI-AD tidak diperlihatkan secara nyata sebagai sebuah proses penyisipan misi Nasakom. Presiden Soekarno melakukannya melalui propaganda-propaganda yang ditekankan pada setiap anggota TNI-AD. Salah satu contohnya ialah dengan mensejajarkan Nasakom dengan Pancasila yang dijujung tinggi TNI-AD.

Pada perkembangannya proses penyisipan misi Nasakom ini tidak berjalan seperti apa yang diharapkan oleh Presiden Soekarno karena banyak pihak khususnya pihak Angkatan Darat yang menentang disebarkannya konsep Nasakom. Penentangan ini lebih ditujukan pada tidak sesuainya konsep Nasionalisme dan konsep Agama disetarakan bahkan disatukan dengan konsep komunis. Selain itu, pihak Angkatan Darat sendiri telah sejak lama bersebrangan dengan PKI. Oleh karena itu sejak dikeluarkannya konsep Nasakom banyak pihak Angkatan Darat yang menilai bahwa Presiden Soekarno memiliki haluan komunis dalam pemikirannya. Sehingga dalam perkembangannya pihak TNI-AD terbagi kedalam dua kubu yaitu kubu yang pro terhadap Presiden Soekarno dan pihak yang kontra terhadap Presiden Soekarno.


(12)

Namun disisi lain, dalam menjalankan misinya pihak TNI-AD bersikap untuk lebih netral yaitu sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pengatur keamanan negara.

Penyisipan misi Nasakom dalam tubuh Angkatan Darat ini ternyata menimbulkan hubungan yang tidak baik antara Angkatan Darat dengan PKI pada masa ini serta antara Angkatan Darat dengan Presiden Soekarno. Hubungan yang tidak baik ini menimbulkan kekuatan politik yang ingin ditunjukan oleh setiap kepentingan sehingga terbentuklah tiga kekuatan politik besar yang saling bersaing pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu antara Presiden Soekarno, TNI-AD dan PKI. Pertentangan ini berpuncak pada peristiwa G30S/PKI tahun 1965 dan sampai pada munculnya Surat Perintah 11 Maret tahun 1966 yang dianggap sebagai sebuah kudeta pemerintahan Presiden Soekarno oleh Mayor Jenderal Soeharto, seorang Jenderal yang baru terdengar namanya pada peristiwa ini. akhir dari peristiwa ini mengakhiri pula kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Sehingga pada akhirnya berdasarkan Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pemerintahan Presiden Soekarno berakhir dan mulailah pemerintahan baru dibawah kekuasaan Mayor Jenderal Soeharto.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengakaji lebih lanjut permasalahan mengenai penyisipan misi Nasakom dan prahara politik pada tahun 1960-1967. Agar penelitian ini lebih sistematis dan spesifik, penulis mengambil judul

“Upaya Nasakomisasi TNI AD dan Dampaknya pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967.”


(13)

1.2Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan pokok pemikiran yang dipaparkan pada sub-bab sebelumnya, terdapat satu permasalahan utama yang akan menjadi kajian dalam penulisan

penelitian ini yaitu “Bagaimana upaya Nasakomisasi TNI-AD dan Dampaknya pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967?”

Agar permasalahan yang akan dikaji lebih jelas dan hanya bertitik pada satu tema, maka penulis membatasi permasalahan dengan merumuskan permasalahnnya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD?

2. Bagaimana proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD?

3. Bagaimana reaksi TNI-AD terhadap proses penyisipan Nasakom (Nasakomisasi)?

4. Bagaimana dampak Nasakomisasi TNI-AD terhadap situasi politik Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang meyebabkan seseorang melakukan tindakan. Begitupun dalam penulisan ini penulis memeiliki tujuan tertentu. Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penulisan ini ialah:

1. Mendeskripsikan latar belakang penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD.


(14)

2. Mendeskripsikan proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD.

3. Menjelaskan reaksi TNI-AD terhadap proses penyisipan Nasakom (Nasakomisasi).

4. Menganalisis dampak Nasakomisasi TNI AD terhadap situasi politik Indonesia.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

Dari sisi kesejarahan, penulis berharap agar penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) sebagai alat penyeimbang kekuatan TNI AD yang berubah menjadi prahara politik di Indonesia pada tahun 1960-1967 yang ditujukan bagi masyarakat luas pada umumnya dan para akademisi khususnya. Secara umum penulis berharap bahwa dengan adanya tulisan ini dapat memperkaya khazanah kepustakaan mengenai sejarah politik Indonesia terutama sejarah perpolitikan TNI-AD.

1.5 Metode dan Teknik Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis atau metode sejarah. Metode historis adalah suatu usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-fakta serta menyusun kesimpulan mengenai peristiwa masa lampau. Dalam


(15)

penelitian ini dituntut menemukan fakta, menilai dan manfsirkan fakta-fakta yang diperoleh secara sistematis dan objektif untuk memahami masa lampau. Selain itu metode historis juga mengandung pengertian sebagai suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 2008: 39).

Adapun langkah-langkah yang akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50).

1. Heuristik

Di dalam heurristik, peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dan sesuai dengan masalah yang diangkat oleh peneliti. Sumber-sumber tersebut hanya berasal dari sumber buku, dokumen/ arsip dan hasil browsing internet.

2. Kritik

Setelah tahap mencari dan mengumpulkan sumber, berikutnya peneliti melakukan kritik atas sumber, yaitu dengan melakukan analisis terhadap sumber yang telah peneliti peroleh apakah sesuai dengan masalah. Pada tahap ini, kritik yang dilakukan dibagi menjadi dua, Eksternal dan Internal. Kritik Eksternal ditunjukan untuk melihat orientasi sumber. Dalam kritik Eksternal dipersoalkan tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, daya ingat. Sedangkan dalam kritik Internal lebih ditunjukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan perbuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Pada tahap ini peneliti


(16)

membandingkan isi dari buku satu dengan buku yang lainnnya apakah ada kesesuaian dengan masalah yang peneliti angkat.

3. Interpretasi

Tahap yang ketiga adalah interpretasi, dalam tahap ini penelisi melakukan proses penafsiran dan menyusun makna kata-kata yang diperoleh setelah proses kritik sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai proses Nasakomisasi dalam tubuh TNI-AD yang berdampak pada situasi politik Indonesia tahun 1960-1967. Di dalam interpretasi juga terdapat eksplanasi yaitu penjelasan mengenai hasil penelitian dan analisis.

4. Historiografi

Tahap terakhir dalam metode historis adalah historiografi, yakni proses penelitian yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya mengenai Upaya Nasakomisasi dalam tubuh TNI-AD dan Dampaknya pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967.

1.5.2. Teknik Penelitian

Adapun teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan memakai studi literatur. Studi literatur merupakan teknik yang digunakan oleh peneliti dengan membaca berbagai sumber buku dan mencari sumber lewat browsing internet yang berhubungan, serta mengkaji sumber lain berupa dokumen seperti arsip yang mendukung penulisan karya ilmiah ini. Setelah sumber-sumber ditemukan, dianalisis, ditafsirkan kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan yang ilmiah sesuai


(17)

dengan kaidah penulisan yang berlaku di universitas pendidikan Indonesia (Ismaun, 2005: 125-131). Dalam upaya mengumpulkan bahan untuk keperluan penyusunan proposal skripsi, penulis melakukan teknik penelitian dengan menggunakan studi literatur, teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang dapat menunjang penelitian.

1.6 Sistematika Penelitian

Adapun sistematika dalam penulisan karya ilmiah yang akan dilakukan oleh peneliti adalah:

BAB I Pendahuluan, bab ini berisi ringkasan secara rinci mengenai latar belakang penulisan yang menjadi alasan penulis sehingga merasa tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian mengenai upaya Nasakomisasi dalam tubuh TNI AD dan dampaknya pada situasi politik Indonesia yang ditujukan sebagai bahan penulisan skripsi, rumusan dan pembatasan masalah yang diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi.

BAB II Tinjauan Pustaka, di dalam bab ini dijelaskan secara terperinci mengenai materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan penelitian yaitu materi yang berkaitan dengan upaya Nasakomisasi TNI AD dan dampaknya pada situasi politik Indonesia Tahun 1960-1967. Penjelasan materi-materi tersebut adalah berupa informasi-informasi yang diperoleh dari hasil kajian pustaka. Dari hasil kajian pustaka ini dipaparkan


(18)

beberapa konsep. Konsep-konsep yang dikembangkan dalam bab ini adalah konsep-konsep yang relevan dengan bahan penelitian yang dilakukan.

BAB III Metodologi Penelitian, di dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian. Penulis menguraikan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian yang berisi langkah-langkah penelitian, dimulai dari persiapan sampai langkah terakhir dalam menyelesaikan penelitian ini. Pada tahap ini penulis melakukan langkah-langkah penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi mengenai upaya Nasakomisasi TNI AD dan dampaknya pada situasi politik Indonesia tahun 1960-1967 .

BAB IV Nasakomisasi terhadap TNI AD tahun 1960-1967, dalam bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berisi mengenai seluruh informasi dan data-data yang diperoleh penulis tentang upaya Nasakomisasi TNI AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia 1960-1967 melalui penelitian yang telah dilakukan. Pemaparan dalam bab ini berupa hasil penelitian yang diuraikan dalam bentuk uraian deskriptif yang bertujuan agar semua keterangan yang diperoleh dalam bab hasil penelitian dan pembahasan ini dapat dijelaskan secara rinci. Dalam bab ini juga ditemukan jawaban-jawaban dari permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah. Adapun pemaparan dalam tahap ini antara lain: Pertama, mengenai kondisi politik Indonesia pada Tahun 1960-1967. Kedua, mengenaiproses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI AD. Ketiga, mengenai reaksi TNI AD terhadap proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi). Keempat mengenai perubahan proses Nasakomisasi menjadi prahara politik berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno.


(19)

BAB V Kesimpulan. Pada bab ini merupakan pembahasan terakhir dimana peneliti memberikan suatu kesimpulan dari hasil interpretasi terhadap kajian yang menjadi bahan penelitian. Interpretasi peneliti ini disertai dengan analisis peneliti dalam membuat kesimpulan atas jawaban-jawaban dari permasalahan-permasalahan yang dirumuskan dalam suatu rumusan masalah. Selain itu, dalam bab ini juga berisikan saran dari peneliti yang diajukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan pemaparan mengenai metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini. Metode penelitian adalah prosedur, teknik atau cara-cara yang digunakan suatu penyelidikan (Sjamsuddin, 2007: 15). Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga penulisan laporan penelitian.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengkaji permasalahan yang berjudul Upaya Nasakomisasi TNI AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967 adalah metode historis. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gosttchlak, 2006: 39). Begitupula pengertian metode historis menurut Ismaun (2005: 48-50) yaitu metode yang digunakan oleh para sejarawan untuk merekontruksi masa lalu. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian sejarah merupakan suatu metode yang tepat digunakan untuk mengkaji suatu peristiwa atau permasalahan secara empirik, deskriptif, dan analisis. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena dalam hal ini, penulisan sejarah tidak hanya mengungkapkan suatu peristiwa secara kronologis, melainkan juga dilakukan atas fakta-fakta yang bersifat analisis. Di dalamnya termasuk metode menggali sumber, memberikan penilaian, mengartikan, serta menafsirkan fakta-fakta masa lampau untuk kemudian dapat


(21)

dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan mengenai peristiwa tersebut. Penggunaan metode historis karena berkenaan dengan data-data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang berasal dari masa lampau.

Di dalam metode historis terdapat empat langkah penting, yaitu: (1) heuristik; pengumpulan sumber-sumber sejarah

(2) kritik; memberi penilaian atas kelayakan sumber

(3) interpretasi; memberikan penafsiran atas fakta-fakta yang ditemukan (4) historiografi; penulisan sejarah (Ismaun, 2005: 48-50).

Pendapat lain dikemukakan oleh Kuntowijoyo (2003) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan penelitian sejarah terdapat lima tahapan yang harus ditempuh yaitu:

1. Pemilihan topik 2. Pengumpulan sumber

3. Verifikasi (kritik sejarah atau keabsahan sumber) 4. Interpretasi, analisis dan sintesis

5. Penulisan

Selain metode, dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan sebuah pendekatan untuk membantu menggambarkan peristiwa yang menjadi topik kajian dari penulis. Seperti yang diungkapkan oleh Kartodirdjo (1993:4) bahwa dalam menggambarkan suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan yaitu dari perspektif mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan dan lain sebagainya.

Adapun pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner yang dimaksud adalah dengan menggunakan ilmu bantu sejarah


(22)

seperti ilmu sosiologi dan politik yang masih serumpun ke dalam ilmu sosial. Penelitian ini menekankan pada aspek sosial politik. Pendekatan sosial dan politik digunakan untuk memahami bagaimana latar belakang terjadinya upaya penasakomisasian di Indonesia dan memahami latar belakang terjadinya prahara politik di Indonesia Tahun 1960-1967 yang juga menjadi bagian dari penelitian penulis.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tahapan penelitian yang dikembangkan oleh Sjamsudin (1996: 25), yaitu:

1. Memilih satu topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang evidensi atau bukti yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang dilakukan. 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang sudah dikumpulkan

(kritik sumber), baik secara ekstern maupun intern.

5. Menyusun semua hasil penelitian dalam suatu pola yang benar dan berarti.

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada pembaca sehingga dapat dimengerti (historiografi).

Selanjutnya, langkah-langkah penelitian tersebut penulis bagi ke dalam tiga bagian pembahasan, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian.


(23)

3.1 Persiapan Penelitian

Tahapan ini merupakan kegiatan awal bagi penulis untuk melakukan penelitian. Kegiatan ini dimulai dengan penentuan metode dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan selama penelitian. Metode yang digunakan adalah metode historis dengan menggunakan teknik penelitian studi literatur. Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis pada tahap ini, ialah sebagai berikut.

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian ialah menentukan tema atau memilih topik penelitian yang sesuai keinginan dan kemampuan penulis yaitu mengenai sejarah politik yang dikhususkan pada pemikiran politik Soekarno dan hubungannya dengan TNI-AD. Awal ketertarikan penulis untuk mengkaji masalah Nasakomisasi dalam tubuh TNI-AD bermula dari perkuliahan Sejarah Kebangkitan Negara-negara Asia, pada saat itu dosen mata kuliah tersebut sedang menjelaskan mengenai pemikiran Dr. Sut Yan Sen yang juga diadaptasi oleh Ir. Soekarno. Pembahasan ini terus berkembang sampai pada penjelasan sekilas tentang konsep Nasakom Ir. Soekarno dan sejak saat itu lah penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gagasan Nasakom Ir. Soekarno yang juga dijadikan sebuah doktrin untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kemudian penulis mencoba mencari buku yang berkaitan dengan hal itu dan mencari dalam jurnal-jurnal ilmiah di internet untuk dibaca oleh penulis.

Dari hasil bacaan itulah penulis kemudian meraasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai permasalahan paya Nasakomisasi TNI-AD dan


(24)

dampaknya pada situasi politik Indonesia Tahun 1960-1967. Pertanyaan awal penulis adalah mengapa gagasan Nasakom Ir. Soekarno pada masa demokrasi terpimpin harus dijadikan sebuah indoktrinasi pada masyarakat Indonesia khususnya dalam TNI-AD. Dari ide tersebut kemudian penulis mulai mencari dan membaca berbagai literatur mengenai pemikiran politik Ir. Soekarno, khususnya yang berhubungan dengan TNI-AD. Dari hasil pencarian akhirnya penulis menemukan beberapa literatur yang membahas secara khusus mengenai pemikiran politik Ir. Soekarno dan situasi politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.

Setelah penulis merasa yakin untuk menulis permasalahan Nasakomisasi pada TNI-AD, maka sebelum diajukan ke-TPPS, penulis terlebih dahulu mengkonsultasikan judul dengan dosen mata kuliah Sejarah Demokrasi Liberal dan Demokrasi terpimpin, Bapak Didin Saripudin dan Ibu Farida Sarimaya. Selain itu penulis juga mengkonsultasikannya pada Bapak Achmad Iriyadi dan Bapak Andi Suwirta. Awalnya, penulis megajukan judul “Upaya Nasakomisasi dalam tubuh TNI-AD dan dampaknya pada sistem politik Indonesia (Analisis Politik Tiga Kaki)”. Namun setelah dikonsultasikan kepada para dosen, penulis lalu mengganti judul yang akan diajukan ke-TPPS menjadi “Upaya Nasakomisasi

TNI-AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967”.

Pengajuan judul skripsi ke-TPPS dilakukan pada awal Januari 2012, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian. Adapun isi dari proposal tersebut antara lain:


(25)

2. Latar Belakang Masalah 3. Rumusan dan Batasan Masalah 4. Tujuan Penelitian

5. Manfaat Penelitian

6. Metode dan Teknik Penelitian 7. Tinjauan Pustaka

8. Sistematika Penulisan 9. Daftar Pustaka

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah pengajuan judul ke-TPPS dilakukan, kemudian penulis menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan dengan TPPS. Hal ini dilakukan agar proposal yang diajukan oleh penulis dapat dikritisi dan dilihat kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah. Setelah proposal disetujui oleh TPPS, penulis akhirnya diizinkan untuk melakukan seminar proposal skripsi yang dilakukan pada tanggal 18 Maret 2012 berdasarkan Surat Keputusan No. 008/TPPS/JPS/2012 di Labolatorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai 4 Gedung FPIPS Baru, Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil dari seminar proposal skripsi tersebut diantaranya adalah perubahan pada rumusan masalah, serta manfaat penelitian. Perubahan tersebut harus dilakukan agar memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ke depannya.


(26)

3.1.3 Proses Bimbingan

Konsultasi atau proses bimbingan dalam penulisan skripsi dilaksanakan dengan dua orang dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai dengan tema permasalahan yang penulis kaji. Dalam hal ini, kompetensi yang dimiliki oleh kedua dosen pembimbing itu adalah kajian dalam sejarah Politik pada masa Demokrasi Terpimpin. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang telah dikeluarkan oleh Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Bapak H. Didin Saripudin, M. Si. Ph. D sebagai pembimbing I dan Drs. R. H. Achmad Iriyadi sebagai pembimbing II. Kosultasi merupakan proses yang harus dilakukan oleh penulis guna mendapatkan masukan-masukan yang sangat membantu dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Konsultasi dilakukan oleh penulis dengan dosen pembimbing setelah sebelumnya menghubungi masing-masing dosen pembimbing dan kemudian membuat jadwal pertemuan.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan faktor terpenting dari proses penyusunan skripsi ini, terdapat serangkaian langkah-langkah yang harus dilakukan berdasarkan metode historis. Langkah-langkah tersebut dibagi kedalam beberapa bagian yaitu sebagai berikut:


(27)

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan berbagai sumber sejarah, dalam hal ini sumber tulisan, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber-sumber yang penulis kumpulkan merupakan sumber tulisan yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu mengenai upaya Nasakomisasi dalam TNI-AD.

Sejalan dengan teknik penelitian yang penulis gunakan yaitu dengan menggunakan teknik studi literatur, maka sumber yang penulis gunakan adalah sumber tulisan. Sumber tulisan yang penulis gunakan berupa buku-buku dan arsip-arsip. Proses pencarian sumber-sumber tersebut ialah dengan mengunjungi berbagai perpustakaan. Perpustakaan yang pertama kali dikunjungi oleh penulis ialah perpustakaan yang berada di wilayah Bandung. Perpustakaan yang dikunjungi oleh penulis, diantaranya ialah:

a. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis menemukan banyak sumber literatur berupa buku. Buku-buku tersebut berjudul The Idea Of Indonesia Sejarah Pemikiran dan Gagasan karya R.E. Elson, Kudeta 1 Oktober 1965 Sebuah Studi Tentang Konspirasi karya Victor M. Fic, Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek karya Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, buku Membongkar Manipulasi Sejarah Kontroversi Pelaku dan Peristiwa karya Asvi Warman Adam.


(28)

b. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis banyak menemukan buku mengenai TNI-AD, diantaranya ialah buku yang berjudul Memenuhi Panggilan Tugas Jilid VI Kenangan Masa Orde Baru dan buku yang berjudul Kekarjaan ABRI keduanya merupakan karya Dr. A. H. Nasution.

c. Perpustakaan TNI-AD (Disjarah TNI-AD). Di perpustakaan ini penulis menemukan buku yang berjudul cuplikan Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat karya F.A. Mahjuma dan buku yang berjudul Ahmad Yani Sebuah Kenang-kenangan yang ditulis langsung oleh Ibu A. Yani, buku yang berjudul Sejarah TNI Jilid III (1959-1966) yang diterbitkan oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Pusat Sejarah dan Tradisi TNI. d. Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Di perpustakaan ini

penulis menemukan buku yang berjudul Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai Peristiwa G 30 S dan Peran Bung Karno yang ditulis oleh Soegiarso Soerojo.

e. Perpustakaan Batu Api Jatinangor. Di perpustakaan ini penulis menemukan buku yang berjudul Api Sejarah Jilid 2 karya Ahmad Mansur Suryanegara.

Selain dari perpustakaan penulis juga meminjam buku dari Bapak Achmad Iriyadi, yaitu buku yang berjudul Pergolakan Politik Tentara Sebelum dan Sesudah G30S/PKI yang ditulis oleh Todiruan Dydo. Penulis juga menggunakan buku-buku koleksi penulis sumber rujukan dalam penulisan skripsi ini, antara lain buku Di Bawah Bendera Revolusi yang ditulis oleh Ir. Soekarno, buku Kumpulan


(29)

Pidato Soekarno: Dari Proklamasi Sampai Gesuri yang diterbitkan oleh Jajasan Prapantja, buku Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama dan buku Kekarjaan ABRI keduanya ditulis oleh Dr. A. H. Nasution dan buku Komunisme di Indonesia yang diterbitkan oleh Pusjarah TNI.

3.2.2 Kritik Sumber

Setelah upaya pencarian dan pengumpulan sumber dilakukan, penulis selanjutnya melakukan langkah berikutnya yaitu kritik terhadap sumber-sumber sejarah yang digunakan sebagai bahan penulisan skripsi ini. Kritik sumber sangat penting dilakukan karena sangat erat hubungannya dengan dengan tujuan sejarawan mencari kebenaran (Sjamsuddin, 2007: 131). Kritik terhadap sumber ini dibagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.

3.2.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal merupakan upaya melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 132). Kritik eksternal dilakukan untuk menilai kelayakan sumber-sumber sejarah dijadikan bahan penunjang dalam penulisan skripsi ini dari aspek luarnya sebelum melihat isi dari sumber tersebut. Kritik eksternal juga dilakukan untuk meminimalisasi subjektivitas dari berbagai sumber yang penulis dapatkan.

Dalam kritik eksternal penulis melakukan perlakuan yang berbeda terhadap jenis sumber yang penulis lakukan. Penulis sangat memahami bahwa sumber yang penulis temukan merupakan sumber sekunder, karena untuk mendapatkan sumber primer berupa dokumen-dokumen mengenai Upaya Nasakomisasi dalam Tubuh TNI-AD penulis rasa sangat sulit. Hal itu dikarenakan


(30)

keterbatasan relasi penulis dengan pihak TNI-AD. Namun penulis mencoba untuk mendatangi Perpustakaan TNI-AD dan Lembaga Veteran Indonesia untuk mencari informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tema penelitian penulis. Tetapi sampai saat ini penulis belum menemukan pelaku sejarah yang akan penulis wawancara. Namun untuk menulis penelitian di bab isi/bab empat penulis akan terus berusaha mencari pelaku atau saksi sejarah untuk dijadikan sumber primer dan melakukan oral history. Oleh karena itu sumber yang penulis gunakan sampai saat ini hanyalah sumber tertulis berupa buku yang berkaitan dengan Nasakomisasi dalam tubuh TNI AD tahun 1960-1967. Selain dari buku, penulis juga menggunakan arsip-arsip atau dokumen yang berkaitan dengan tema penelitian penulis.

Untuk kategori arsip/dokumen seperti pidato Bung Karno dan dokumen TNI-AD Doktrin Perdjuangan TNI Tri Ubaya Cakti, penulis melakukan kritik dari aspek luar dokumen tersebut seperti kertas yang digunakan dan tahun pembuatan dokumen tersebut untuk melihat keotentitasannya sehubungan dengan tema penulisan skripsi ini. Kritik terhadap penulis dari buku yang dijadikan sebagai sumber dilakukan untuk melihat asal usul latar belakang penulis tersebut. Maksudnya apakah penulis sumber tersebut seorang sejarawan atau bukan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk meminimalisasi tingkat subjektivitas dalam penulisan skripsi ini.

Sedangkan kritik eksternal terhadap sumber buku yang wujudnya memang ada, selain dari penulis dan tahun terbit buku tersebut, kritik juga dilakukan terhadap jenis kertas yang digunakan apakah buram atau putih bersih, serta


(31)

melihat cover dari dari buku tersebut apakah asli atau fotocopian. Penulis melakukan kritik eksternal terhadap beberapa buku yang penulis anggap memang layak untuk dilakukan kritik eksternal, diantaranya penulis lakukan terhadap buku-buku dibawah ini:

1. Di Bawah Bendera Revolusi yang ditulis oleh Ir. Soekarno, pertama-tama penulis melihat bagaimana kondisi fisik buku tersebut. Penulis mendapatkan buku tersebut dalam kondisi yang rapi meskipun telah dimakan usia, kertas yang digunakannya pun memakai kertas buram sehingga terlihat sudah agak lusuh. Buku tersebut merupakan terbitan tahun 1964 sebagai cetakan ketiga, dengan sampul yang masih asli dan tulisannya masih dapat dibaca dengan jelas walaupun kertasnya sudah kekuning-kuningan. Hanya saja dalam segi bahasa, buku tersebut menggunakan bahasa Indonesia ejaan lama sehingga membuat penulis cukup kesulitan dalam membacanya. Buku ini penulis jadikan sebagai sumber primer dalam penelitian ini karena ditulis langsung oleh tokohnya.

2. Buku selanjutnya ialah buku karya Nazaruddin Sjamsuddin yang berjudul Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Buku ini diterbitkan tahun 1993 sebagai cetakan kedua sehingga penulis anggap sudah lebih objektif karena tahun penerbitannya mempunyai jarak yang cukup panjang dengan tahun 1960-1967. Kondisi fisik buku ini masih layak untuk dibaca dan dapat menjadi sumber utama untuk tema penelitian ini. Para penulis yang menulis tulisan buku ini pun


(32)

merupakan tokoh atau ahli dalam ilmu kesejarahan dan sebagian besar merupakan saksi sejarah dari apa yang dituliskannya. Termasuk Sjamsuddin yang merupakan sarjana dibidang politik dan pernah menyaksikan beberapa peristiwa yang dituliskan kembali dalam tulisannya.

3. Buku selanjutnya ialah buku karya Sugiarso Soerojo yang berjudul Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai G30S-PKI dan Peran Bung Karno. Buku ini diterbitkan pada tahun 1988 sebagai cetakan kedua. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap buku ini penulis hanya melihat kondisi fisik buku dan pengarang buku. Kondisi buku ini masih bagus tetapi menggunakan ejaan lama sehingga harus lebih teliti dalam membacanya. Pengarang dari buku ini pun merupakan saksi sejarah dari apa yang telah dituliskannya. Oleh karena itu penulis juga harus lebih teliti dalam menilai keobjektifitasan buku ini.

4. Buku karya Victor M. Fic yang berjudul Kudeta 1 Oktober 1965 Sebuah Studi Tentang Konspirasi. Buku ini diterbitkan tahun 2005 sehingga penulis menilai bahwa buku ini bersifat kekinian dan sudah lebih objektif karena ditulis oleh pihak asing yang meneliti tentang peristiwa 1 oktober 1965 di Indonesia. Kondisi buku ini masih sangat bagus dan memakai ejaan yang telah disempurnakan sehingga mudah terbaca.

5. Buku yang diterbitkan oleh Pusjarah TNI-AD yang berjudul Komunisme di Indonesia Jilid I-V. Buku ini diterbitkan tahun 2005


(33)

sehingga sudah bersifat kekinian. Namun penulis juga tetap menilai keobjektifan dari buku ini karena dikeluarkan oleh pihak TNI-AD yang merupakan rival dari PKI.

6. Buku karya Tudiruan Dydo yang berjudul Pergolakan Politik Tentara Sebelum Sesudah G 30 S / PKI. Buku ini diterbitkan tahun 1993 sebagai cetakan keempat. Pengarang dari buku ini merupakan saksi sejarah dari peristiwa yang ditulisnya. Namun tetap penulis juga harus menilai lebih dalam aspek keonjektifan buku ini.

7. Buku karya A.H. Nasution yang berjudul Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan masa Orde Lamai. Buku ini merupakan memoar yang ditulis langsung oleh tokoh yang terlibat didalam peristiwa yang ditulisnya dalam hal ini ialah A. H. Nasution, sehingga penulis juga menjadikan buku ini sebagai referensi utama dalam penelitian ini. kondisi fisik buku ini masih bagus dan dapat terbaca namun tulisan yang digunakan masih berupa ejaan lama sehingga harus lebih teliti dalam membacanya.

3.2.2.2 Kritik Internal

Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal merupakan penilaian terhadap aspek “dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah setelah sebelumnya disaring melalui kritik eksternal (Sjamsuddin, 2007: 143). Dalam melakukan kritik internal penulis melakukan perbandingan isi buku yang penulis jadikan sebagai sumber. Sebagai contoh penulis melakukan perbandingan isi dari buku Tokoh-tokoh Pemikir Paham Kebangsaan: Ir. Soekarno dan K.H Ahmad


(34)

Dahlan karya Drs. Tashadi, dkk dan buku Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek yang ditulis oleh Dr. Nazaruddin Sjamsuddin. Kedua penulis tersebut sepakat bahwa konsep Nasakom dikeluarkan sejak tahun 1926 dalam tulisan Bung Karno. Tashadi menjelaskan bahwa gagasan atau konsep pemikiran politik Bung Karno yang paling tua tertulis dalam tulisannya yang merupakan perpaduan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Senada dengan Tashadi, Sjamsuddin menjelaskan bahwa Nasakom dikeluarkan dalam upaya untuk menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat untuk mewakili berbagai aliran yang ada di Indonesia agar bersatu. Menurut Sjamsuddin pemikiran Nasakom Soekarno perlu ditekankan lagi pada masa Demokrasi Terpimpin karena pada masa itu di Indonesia muncul kekuatan-kekuatan besar yaitu Nasionalis (PNI), Agama (NU), dan Komunis (PKI).

Contoh dari kritik internal selanjutnya adalah perbandingan isi dari buku Komunisme di Indonesia yang diterbitkan oleh Pusjarah TNI-AD dan buku Kudeta 1 Oktober1965 Sebuah Studi Tentang Konspirasi yang ditulis oleh Victor M. Fic. Penulis dari kedua buku tersebut sepakat bahwa dibalik peristiwa G 30 S PKI merupakan puncak dari pertentangan antara 3 kekuatan besar yang ada di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu antara Presiden Soekarno, PKI dan TNI-AD. Ketiganya memiliki kepentinganyang berbeda dalam negara Indonesia sehingga mencoba untuk mempertahankan kepentingannya masing-masing. Hasil dari kritik eksternal dan internal menurut penulis merupakan data yang valid. Kemudian data-data inilah yang akan penulis jadikan sebagai bahan bagi penulisan skripsi.


(35)

Selain itu penulis juga melakukan kritik internal terhadap buku karya Todiruan Dydo yang berjudul Pergolakan Politik Tentara dan buku karya A.H. Nasution yang berjudul Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama dengan membandingkan isi atau pembahasan dari buku ini. kedua buku ini sama-sama membahas mengenai peran tentara pada masa Demokrasi Terpimpin. Selain itu juga kedua buku ini membahas mengenai hubungan antara tentara dengan Presiden Soekarno dan PKI. Dalam kedua buku ini juga digambarkan munculnya tiga kekuatan politik besar pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu Tentara, Presiden Soekarno dan PKI. Jika dalam buku A. H. Nasution digambarkan penentangan dari pihak tentara terhadap gagasan Presiden Soekarno, tetapi berbeda dengan buku Todiruan Dydo yang menggambarkan bahwa sikap tentara cenderung lebih netral.

3.2.3 Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran terhadap fakta-fakta yang penulis dapatkan dari sumber-sumber sehingga nantinya tercipta suatu penafsiran yang relevan dengan permasalahan yang penulis kaji. Interpretasi perlu dilakukan agar data-data atau fakta-fakta yang telah penulis kumpulkan sebelumnya dapat digunakan sebagai bahan dari penulisan skripsi. Sjamsuddin (2007: 158-159) menjelaskan disadari atau tidak para sejarawan berpegang pada pada salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar penafsirannya.

Dalam melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah yang penulis temukan, penulis menggunakan pemikiran deterministik. Filsafat sejarah


(36)

determenistik menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan menjadikan manusia semacam robot yang kekuatannya ditentukan oleh kekuatan yang berasal dari luar dirinya. Tenaga-tenaga yang berada di luar diri manusia berasal dari dunia fisik seperti faktor geografis, faktor etnologi, dan faktor dalam lingkungan budaya manusia seperti sistem ekonomi dan sosial (Romein dan Lucey dalam Sjamsuddin, 2007: 163). Filsafat deterministik digunakan oleh penulis karena semua peristiwa yang dibahas dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh faktor dari luar individu manusia, yaitu kondisi sosial dan politik yang menyebabkan manusia mengambil kebijakan dan keputusan sejarah.

Diantara bentuk-bentuk penafsiran deterministik, penulis memilih untuk menggunakan penafsiran sintesis. Sjamsuddin (2007: 170) menjelaskan bahwa dalam penafsiran sintesis tidak ada sebab tunggal dalam suatu peristiwa dalam sejarah. Perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh beberapa faktor dan tenaga secara bersamaan dan menjadikan manusia sebagai pemeran utamanya. Pemilihan penafsiran sintesis dilakukan karena proses upaya Nasakomisasi TNI-AD dan dampaknya pada situasi politik Indonesia Tahun 1960-1967 tidak terlepas dari faktor-faktor pendorong seperti terjadinya perubahan sistem pemerintahan dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin, selain itu upaya Nasakomisasi yang berdampak pada prahara politik masa Demokrasi terpimpin telah memunculkan peristiwa puncak dari semua proses ini yaitu terjadinya peristiwa G30S/PKI 1965.


(37)

Latar belakang dijadikannya Nasakom sebagai indoktrinasi untuk masyarakat Indonesia khususnya bagi TNI-AD ialah karena munculnya PKI sebagai kekuatan baru dalam perpolitikan Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin PKI muncul sebagai empat besar memenangkan Pemilu 1955. Kedekatan antara komunis dengan Presiden Soekarno yang sudah terjalin sejak lama memunculkan fenomena baru pada masa Demokrasi Terpimpin. Ir. Soekarno butuh dukungan PKI dalam pemerintahannya karena sebagian besar pemikiran politi Soekarno dipengaruhi oleh pemikiran Marx / Marxisme dan Komunisme. Namun Presiden Soekarno menolak jika gagasannya disamakan dengan Komunisme. Ia juga menolak jika disebut sebagai seorang komunis. Sebaliknya PKI juga membutuhkan perlindungan dari Presiden Soekarno dalam menghadapi TNI-AD yang memang sudah bersebrangan sejak dahulu. Menurut TNI-AD konsep komunis dan PKI tidak sesuai dengan alam masyarakat Indonesia.

Dikeluarkannya konsep Nasakom, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh PKI untuk melawan TNI-AD dan bahkan untuk menguasai pemerintahan Indonesia. Konsep Nasakom yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno memunculkan gagasan untuk menasakomisasi seluruh lapisan masyarakat Indonesia khususnya TNI-AD yang sejak dulu anti komunis. Namun dari upaya Nasakomisasi ini memunculkan kekuatan tiga besar di Indonesia yang saling bertentangan yaitu antara Presiden Soekarno, PKI dan TNI-AD yang memuncak pada peristiwa G-30-S/PKI sampai akhirnya turunya Presiden Soekarno dari pemerintahan.


(38)

3.2.2.1 Pendekatan

Dalam melakukan interpretasi, penulis menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan ini merupakan pendekatan dalam ilmu sejarah dengan menggunakan bantuan dari berbagai disiplin ilmu yang serumpun (ilmu-ilmu sosial). Oleh karena itu, dalam hal ini penggunaan ilmu sejarah tetap menjadi prioritas, namun untuk mempertajam hasil analisis penulis menggunakan ilmu bantu dari disiplin ilmu yang serumpun. Dalam pendekatan interdisipliner ini, penulis menggunakan ilmu bantu berupa ilmu politik dan sosiologi. Ilmu politik yang penulis gunakan antara lain konsep konflik, konsep revolusi, dan konsep indoktrinasi. Sedangkan dalam ilmu sosiologi penulis gunakan konsep interaksi dan konflik.

Konsep indoktrinasi digunakan oleh penulis karena awal penelitian ini diuraikan pembahasan mengenai upaya penasakomisasian yaitu salah satu upaya yang diterapkan untuk menasakomisasikan seluruh masyarakat atau dengan kata lain menjadikan seluruhnya bersifat Nasakom. Konsep konflik digunakan oleh penulis karena pada intinya permasalahan yang penulis kaji dalam skripi ini adalah masalah konflik, yaitu mengenai konflik antara tiga kekuatan besar. Konsep revolusi penulis gunakan karena gagasan Nasakom ini berwal dari pernyataan Presiden Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “Revolusi Kita Belum Selesai” dan” Jalannya Revolusi”. Sehingga, menurut Presiden Soekarno masa Demokrasi Terpimpin ialah masa bangsa Indonesia melanjutkan revolusinya.


(39)

3.2.4 Historiografi

Menurut Hariyono (1995: 102) historiografi adalah kisah masa lampau yang direkontruksi oleh sejarawan berdasarkan fakta yang ada. Dengan kata lain historiografi merupakan penulisan hasil penelitian yang dilakukan setelah selesai melakukan analisis dan penafsiran terhadap data dan fakta sejarah. Dalam historiografi penulis menceritakan hal-hal yang didapat disertai dengan penafsiran-penafsirannya sehingga hasil dari historiografi berupa rekonstruksi dari peristiwa sejarah.

Seorang sejarawan ketika memasuki tahap historiografi diharapkan memiliki kemampuan analitis dan kritis sehingga hasil tulisannya tidak hanya berupa karya tulis biasa, tetapi menjadi karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah karya tulis dapat dikatakan ilmiah apabila memenuhi syarat-syarat keilmuan. Selain itu, tata bahasa yang digunakan oleh sejarawan harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku serta sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah.

3.3. Laporan Penelitian

Langkah ini merupakan tahap akhir dari prosedur penelitian yang penulis lakukan. Hal ini dilakukan setelah penulis menemukan sumber-sumber, menganalisisnya, menafsirkannya, lalu menuangkannya dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.


(40)

BAB I, Pendahuluan BAB II, Tinjauan Pustaka BAB III, Metodologi Penelitian

BAB IV, Dampak Nasakomisasi TNI AD Terhadap Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang dibahas.

Nasakom merupakan hasil pemikiran Ir. Soekarno pada masa pergerakan yang dimaknai sebagai Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Namun pada masa Demokrasi Terpimpin konsep Marxisme dikembangkan menjadi konsep Komunisme karena disesuaikan dengan perkembangan politik pada saat itu. Pada masa Demokrasi Terpimpin Nasakom memiliki makna sebagai singkatan dari Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme. Kedudukan presiden sebagai tokoh sentral dalam pemerintahan pada masa Demokrasi Terpimpin menyebabkan pemerintahan didominasi oleh pemikiran dan kepentingan presiden.

Latar belakang disisipkannya misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu dengan melihat situasi dan kondisi politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin dan dengan melihat penjelasan dari pemikiran politik Nasakom Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin, Kondisi dan situasi politik pada masa Demokrasi Terpimpin sangat berpengaruh terhadap latar belakang penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) karena dikeluarkannya kembali konsep Nasakom pada masa


(42)

Demokrasi Terpimpin dipengaruhi oleh berkembangnya tiga kekuatan partai besar di Indonesia yaitu diantaranya PNI, NU dan PKI.

Proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) terhadap TNI-AD dapat dilihat secara meluas yaitu dari sisi kedudukan Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin yang dijadikan sebagai tokoh sentral dalam pemerintahan memudahkan dirinya untuk menanamkan pengaruh dan kepentingannya pada masyarakat Indonesia termasuk dalam menyisipkan misi Nasakom untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun disatukannya konsep komunis dalam kesatuan konsep Nasakom presiden yang harus diamalkan menimbulkan munculnya pertentangan dari berbagai kalangan yang memang menolak keberadaan PKI di Indonesia. Salah satu pihak tersebut ialah pihak TNI-AD yang sejak dahulu berprinsip bahwa paham komunis tidak sesuai dengan alam masyarakat Indonesia khusunya dalam sila pertama Pancasila. Berbagai upaya dilakukan oleh presiden dan pengikutnya khususnya PKI dalam rangka menasakomkan TNI-AD. Upaya tersebut dilakukan baik secara langsung melalui indoktrinasi maupun secara tidak langsung atau praktek terselubung. Salah satu upaya yang dilakukan secara nyata ialah dengan pidato-pidato yang dilakukan oleh Presiden dan D. N. Aidit yang menyatakan pentingnya Nasakom. Upaya lainnya yang dilakukan yaitu dengan mensejajarkan Nasakom dengan Manipol dan Pancasila. Hal itu lah yang sama sekali tidak dapat ditolelir oleh TNI-AD karena dianggap telah menodai Pancasila.

Upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD tersebut menimbulkan berbagai macam reaksi dari pihak TNI-AD. Setiap bentuk upaya Nasakomisasi yang


(43)

dilakukan terhadap TNI-AD mendapat berbagai tanggapan dan reaksi tersendiri dari pihak TNI-AD. Reaksi yang muncul dari TNI-AD terhadap upaya Nasakomisasi menggambarkan hubungan antara TNI-AD dengan Presiden Soekarno dan PKI pada perkembangannya. Dilakukannya upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD menyebabkan posisi TNI-AD berada dalam sikap yang dilematis karena disatu sisi pihak TNI-AD ialah salah satu pihak yang harus taat dan patuh terhadap pimpinannya yaitu Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang dijabat oleh presiden. Namun di sisi lain, pihak TNI-AD merupakan salah satu pihak yang menentang keras keberadaan komunis atau PKI di Indonesia.

Reaksi yang paling mendominasi ialah reaksi penentangan dari pihak TNI-AD terhadap upaya Nasakomisasi yang dilakukan Presiden Soekarno. konsep komunis yang dipersatukan dalam Nasakom tidak sesuai dengan misi TNI-AD. Selain itu kepribadian TNI-AD sendiri tidak mudah untuk di Nasakomisasi karena TNI-AD merupakan salah satu pihak yang memiliki kesetiaan ideologi yang tinggi. Meskipun di sisi lain terdapat satu pihak atau golongan yang dapat menerima Nasakomisasi bahkan dapat menjalankannya.

Dari berbagai reaksi ini, pihak TNI-AD terbagi menjadi dua pihak yaitu pihak yang pro terhadap Presiden Soekarno atau yang loyal terhadap kebijakan presiden dan pihak yang kontra terhadap pemikiran dan kebijakan presiden. Pihak yang dianggap sebagai pihak yang loyal terhadap presiden ialah kubu Jenderal Letnan Achmad Yani. Achmad Yani sendiri menyatakan bahwa ia setuju dengan Nasakom namun tidak setuju dengan Nasakomisasi. Sedangkan pihak yang lebih


(44)

dinilai selalu mengkritik kebijakan Presiden terutama konsep Nasakom dan Nasakomisasi ialah kubu Jenderal A. H. Nasution.

Presiden dan pengikutnya khususnya PKI telah menyusun strategi untuk menyikapi siapa saja yang menentang Nasakom. Mereka beranggapan bahwa barang siapa yang menolak Nasakom maka ia harus siap untuk di ganyang. Namun isu tersebut hanya pembicaraan semata di kalangan TNI-AD karena yang berhasil diganyang ialah hanya sekumpulan kelompok mahasiswa yang mengkritik pemerintahan Presiden. Sedangkan pihak TNI-AD yang menentang tersebut tidak berhasil diganyang karena memiliki banyak pendukung dan masa di kalangan perwira. Perbedaan reaksi dari pihak TNI-AD juga menyebabkan terjadinya berbagai pertentangan antara Presiden Soekarno, PKI, TNI-AD (kiri) dan TNI-AD (kanan). Pertentangan tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap golongan.

Berbagai upaya Nasakomisasi dan berbagai reaksi yang muncul dari kalangan TNI-AD menimbulkan suatu dampak umum dalam hubungan antara ketiga pelakunya. Dampak tersebut dapat dilihat dari dua aspek yaitu dampak dalam bidang politik dan dampak terhadap TNI-AD. Dampak dalam bidang politik yaitu dapat terlihat dengan munculnya pertentangan politik tiga kaki atau segitiga kekuasaan antara Presiden Soekarno, TNI-AD dan PKI yang telah diprediksi sejak lama akan terjadi. Pertentangan tersebut munculnya karena adanya masing-masing kepentingan dari setiap golongan yang ingin dicapai. Perbedaan kepentingan tersebut mencapai puncaknya pada peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965 yang bermuara di Lubang Buaya.


(45)

Peristiwa tersebut menewaskan tujuh orang perwira Angkatan Darat . Sampai saat ini peristiwa tersebut masih menjadi fenomena kontroversial mengenai siapa yang mendalanginya. Namun yang pasti bahwa dengan adanya peristiwa ini maka tentara khususnya pihak TNI-AD dapat melumpuhkan dan menumpas PKI di Indonesia melalui Supersemar 1966. Dari segi politik, dengan dibubarkannya PKI maka Presiden Soekarno terlihat kehilangan pendukung terbesarnya sehingga menyebabkan turun pamornya sebagai presiden sampai pada akhirnya Soekarno turun dari jabatannya sebagai presiden dan digantikan oleh Mayjen Soeharto melalui Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.

Dampak secara nyata pun terlihat dalam tubuh TNI-AD sebagai objek dari Nasakomisasi. Tidak tuntasnya Nasakomisasi dalam TNI-AD dan bahkan berubah menjadi pertentangan antara tiga kekuatan besar di Indonesia meruncing pada suatu peristiwa permasalahan internal Angkatan Darat yaitu Peristiwa G30S/PKI. Peristiwa ini membawa dampak yang baik terhadap tentara. Nasakomisasi yang dilakukan terhadap TNI-AD pun tidak berhasil dilaksanakan dan dijalankan. Selain itu tentara berhasil untuk membubarkan PKI maka nama tentara pun kembali bersinar di mata masyarakat. Kehidupan politik TNI-AD pun mulai kembali tegak dalam pemerintahan Indonesia bahkan setelah masa Demokrasi Terpimpin yaitu pada masa Orde Baru.


(46)

5.2 Rekomendasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi pada pembelajaran sejarah di sekolah khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas karena materi pembahasan dalam penelitian ini termasuk dalam materi pembelajaran di sekolah. Materi dari penelitian ini sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) kelas XII program IPS semester I yaitu dengan SK menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru dan KD menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan. Selain itu SKKD kelas XI program IPA semester II dan kelas XII program Bahasa semester I dengan SK merekontruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru dan KD merekontruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin.

Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam penelitian ini ialah nilai Nasionalisme, cinta tanah air, saling menghargai dan menghormati, religius, persatuan, dan kerjasama. Setelah mempelajari materi pembahasan penelitian ini melalui pembelajaran sejarah di kelas diharapkan siswa mampu untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam penelitian ini. Pengamalan nilai-nilai ini pada kepribadian siswa dapat diamati oleh guru setelah guru dan siswa mempelajari dan membahas materi pembelajaran ini. Cara penyampaian materi ini bisa disampaikan dengan metode ceramah yang dilanjutkan dengan metode debat mengenai konsep Nasakom. Dari proses debat tersebut dapat diamati sebesar apa siswa menanggapi Nasakom dan dapat diamati


(47)

pula mengenai hal yang pro dan kontra dari para siswa terhadap Nasakom dan Nasakomisasi. Selain itu, guru juga dapat mengamati pengamalan nilai-nilai tersebut dalam diri siswa dengan menggunakan metode checklist. Pengamatan tersebut dapat dilakukan dengan mengamati kehidupan sehari-hari mereka di sekolah khususnya di kelas.

Selain itu, melalui penelitian ini penulis juga memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya melalui kerangka berpikir penulis mengenai pembahasan yang belum dipecahkan atau belum dibahas secara jelas dalam penelitian ini. pembahasan tersebut ialah mengenai bentuk-bentuk penentangan TNI-AD terhadap upaya Nasakomisasi yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dan pengikutnya khususnya PKI. Selain itu mengenai pertentangan antara pihak TNI-AD (kiri) dan pihak TNI-AD (kanan) dalam menilai dan menghadapi konsep Nasakom presiden Soekarno. penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat membantu peneliti selanjutnya untuk lebih dalam membahas bagian yang belum terselesaikan secara lebih khusus atau spesifik.


(48)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMAKASIH ...iii

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah ...10

1.3 Tujuan Penelitian ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...11

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ...11

1.5.1 Metode Penelitian ...11

1.5.2 Teknik Penelitian ...13

1.6 Sistematika Penelitian ...14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gagasan Politik Soekarno ...18

2.2 Sistem Demokrasi Terpimpin Indonesia ...29

2.3 Hubungan antara Soekarno dengan PKI ...39

2.4 Hubungan antara Soekarno dengan TNI-AD ...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian ...56

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian ...56

3.1.2 Penyusunan rancangan Penelitian ...58

3.1.3 Proses Bimbingan ...59

3.2 Pelaksanaan Penelitian ...59

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ...60

3.2.2 Kritik Sumber ...62

3.2.2.1 Kritik Eksternal ...62

3.2.2.2 Kritik Internal ...66

3.2.3 Interpretasi ...68

3.2.3.1 Pendekatan ...71

3.2.4 Historiografi ...72


(49)

BAB IV NASAKOMISASI TERHADAP TNI-AD TAHUN 1960-1967

4.1 Latar Balakang Penyisipan Misi Nasakom (Nasakomisasi) ...75 4.1.1 Situasi dan Kondisi Politik Indonesia pada Masa Demokrasi

Terpimpin ...75 4.1.2 Pemikiran Politik Nasakom Presiden Soekarno ...86 4.2 Proses Penyisipan Misi Nasakom (Nasakomisasi) ...104

4.2.1 Kedudukan Presiden Soekarno dalam Demokrasi Terpimpin 104 4.2.2 Kedudukan TNI-AD dalam Demokrasi Terpimpin ...112 4.2.3 Nasakomisasi terhadap TNI-AD ...122 4.3 Reaksi TNI-AD terhadap Proses Penyisipan Misi Nasakom

(Nasakomisasi) ...133 4.4 Dampak Nasakomisasi TNI-AD terhadap Situasi Politik Indonesia ..149 4.4.1 Dampak Upaya Nasakomisasi dalam Bidang Politik ...149 4.4.2 Dampak Upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD ...162 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ...167 5.2 Rekomendasi ...172 DAFTAR PUSTAKA ...173 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(1)

dinilai selalu mengkritik kebijakan Presiden terutama konsep Nasakom dan Nasakomisasi ialah kubu Jenderal A. H. Nasution.

Presiden dan pengikutnya khususnya PKI telah menyusun strategi untuk menyikapi siapa saja yang menentang Nasakom. Mereka beranggapan bahwa barang siapa yang menolak Nasakom maka ia harus siap untuk di ganyang. Namun isu tersebut hanya pembicaraan semata di kalangan TNI-AD karena yang berhasil diganyang ialah hanya sekumpulan kelompok mahasiswa yang mengkritik pemerintahan Presiden. Sedangkan pihak TNI-AD yang menentang tersebut tidak berhasil diganyang karena memiliki banyak pendukung dan masa di kalangan perwira. Perbedaan reaksi dari pihak TNI-AD juga menyebabkan terjadinya berbagai pertentangan antara Presiden Soekarno, PKI, TNI-AD (kiri) dan TNI-AD (kanan). Pertentangan tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap golongan.

Berbagai upaya Nasakomisasi dan berbagai reaksi yang muncul dari kalangan TNI-AD menimbulkan suatu dampak umum dalam hubungan antara ketiga pelakunya. Dampak tersebut dapat dilihat dari dua aspek yaitu dampak dalam bidang politik dan dampak terhadap TNI-AD. Dampak dalam bidang politik yaitu dapat terlihat dengan munculnya pertentangan politik tiga kaki atau segitiga kekuasaan antara Presiden Soekarno, TNI-AD dan PKI yang telah


(2)

172

Nur Fitri Hermayati, 2012

Upaya Nasakomisasi TNI-AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peristiwa tersebut menewaskan tujuh orang perwira Angkatan Darat . Sampai saat ini peristiwa tersebut masih menjadi fenomena kontroversial mengenai siapa yang mendalanginya. Namun yang pasti bahwa dengan adanya peristiwa ini maka tentara khususnya pihak TNI-AD dapat melumpuhkan dan menumpas PKI di Indonesia melalui Supersemar 1966. Dari segi politik, dengan dibubarkannya PKI maka Presiden Soekarno terlihat kehilangan pendukung terbesarnya sehingga menyebabkan turun pamornya sebagai presiden sampai pada akhirnya Soekarno turun dari jabatannya sebagai presiden dan digantikan oleh Mayjen Soeharto melalui Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.

Dampak secara nyata pun terlihat dalam tubuh TNI-AD sebagai objek dari Nasakomisasi. Tidak tuntasnya Nasakomisasi dalam TNI-AD dan bahkan berubah menjadi pertentangan antara tiga kekuatan besar di Indonesia meruncing pada suatu peristiwa permasalahan internal Angkatan Darat yaitu Peristiwa G30S/PKI. Peristiwa ini membawa dampak yang baik terhadap tentara. Nasakomisasi yang dilakukan terhadap TNI-AD pun tidak berhasil dilaksanakan dan dijalankan. Selain itu tentara berhasil untuk membubarkan PKI maka nama tentara pun kembali bersinar di mata masyarakat. Kehidupan politik TNI-AD pun mulai kembali tegak dalam pemerintahan Indonesia bahkan setelah masa Demokrasi Terpimpin yaitu pada masa Orde Baru.


(3)

5.2 Rekomendasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi pada pembelajaran sejarah di sekolah khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas karena materi pembahasan dalam penelitian ini termasuk dalam materi pembelajaran di sekolah. Materi dari penelitian ini sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) kelas XII program IPS semester I yaitu dengan SK menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru dan KD menganalisis perkembangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan. Selain itu SKKD kelas XI program IPA semester II dan kelas XII program Bahasa semester I dengan SK merekontruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru dan KD merekontruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin.

Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam penelitian ini ialah nilai Nasionalisme, cinta tanah air, saling menghargai dan menghormati, religius, persatuan, dan kerjasama. Setelah mempelajari materi pembahasan penelitian ini melalui pembelajaran sejarah di kelas diharapkan siswa mampu untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam penelitian ini. Pengamalan nilai-nilai ini pada kepribadian siswa dapat diamati oleh guru setelah


(4)

174

Nur Fitri Hermayati, 2012

Upaya Nasakomisasi TNI-AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pula mengenai hal yang pro dan kontra dari para siswa terhadap Nasakom dan Nasakomisasi. Selain itu, guru juga dapat mengamati pengamalan nilai-nilai tersebut dalam diri siswa dengan menggunakan metode checklist. Pengamatan tersebut dapat dilakukan dengan mengamati kehidupan sehari-hari mereka di sekolah khususnya di kelas.

Selain itu, melalui penelitian ini penulis juga memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya melalui kerangka berpikir penulis mengenai pembahasan yang belum dipecahkan atau belum dibahas secara jelas dalam penelitian ini. pembahasan tersebut ialah mengenai bentuk-bentuk penentangan TNI-AD terhadap upaya Nasakomisasi yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dan pengikutnya khususnya PKI. Selain itu mengenai pertentangan antara pihak TNI-AD (kiri) dan pihak TNI-AD (kanan) dalam menilai dan menghadapi konsep Nasakom presiden Soekarno. penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat membantu peneliti selanjutnya untuk lebih dalam membahas bagian yang belum terselesaikan secara lebih khusus atau spesifik.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMAKASIH ...iii

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah ...10

1.3 Tujuan Penelitian ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...11

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ...11

1.5.1 Metode Penelitian ...11

1.5.2 Teknik Penelitian ...13

1.6 Sistematika Penelitian ...14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gagasan Politik Soekarno ...18

2.2 Sistem Demokrasi Terpimpin Indonesia ...29

2.3 Hubungan antara Soekarno dengan PKI ...39

2.4 Hubungan antara Soekarno dengan TNI-AD ...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian ...56

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian ...56

3.1.2 Penyusunan rancangan Penelitian ...58

3.1.3 Proses Bimbingan ...59

3.2 Pelaksanaan Penelitian ...59

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ...60

3.2.2 Kritik Sumber ...62


(6)

Nur Fitri Hermayati, 2012

Upaya Nasakomisasi TNI-AD dan Dampaknya Pada Situasi Politik Indonesia Tahun 1960-1967

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB IV NASAKOMISASI TERHADAP TNI-AD TAHUN 1960-1967

4.1 Latar Balakang Penyisipan Misi Nasakom (Nasakomisasi) ...75

4.1.1 Situasi dan Kondisi Politik Indonesia pada Masa Demokrasi

Terpimpin ...75

4.1.2 Pemikiran Politik Nasakom Presiden Soekarno ...86

4.2 Proses Penyisipan Misi Nasakom (Nasakomisasi) ...104

4.2.1 Kedudukan Presiden Soekarno dalam Demokrasi Terpimpin 104

4.2.2 Kedudukan TNI-AD dalam Demokrasi Terpimpin ...112

4.2.3 Nasakomisasi terhadap TNI-AD ...122

4.3 Reaksi TNI-AD terhadap Proses Penyisipan Misi Nasakom

(Nasakomisasi) ...133

4.4 Dampak Nasakomisasi TNI-AD terhadap Situasi Politik Indonesia ..149

4.4.1 Dampak Upaya Nasakomisasi dalam Bidang Politik ...149

4.4.2 Dampak Upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD ...162

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ...167 5.2 Rekomendasi ...172 DAFTAR PUSTAKA ...173 LAMPIRAN-LAMPIRAN