PEMETAAN LAPISAN TANAH YANG TERKONTAMINASI AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMATAN ASEMBAGUS DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

(1)

commit to user

i

AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMATAN ASEMBAGUS

DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

Disusun oleh :

SYAFI’AH ISNAINI

M 0206071

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I

Budi Legowo, M.Si. NIP. 19611217 198903 1 003

Pembimbing II

Dra. Sri Sumarti NIP. 19610706 199003 2 003

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 6 Januari 2011

Anggota Tim Penguji :

1. Darsono, S.Si., M.Si.

NIP. 19700727 199702 1 001

(...)

Viska Inda Variani, S.Si., M.Si. NIP. 19720617 199702 2 001

(...)

Disahkan oleh Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Fisika

Drs. Harjana, M.Si., Ph.D NIP. 19590725 198601 1 001


(3)

commit to user

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PEMETAAN LAPISAN TANAH YANG TERKONTAMINASI AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMATAN ASEMBAGUS DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Desember 2010


(4)

commit to user

MOTTO

Barang siapa memudahkan kesukaran seseorang, Allah akan

memudahkan baginya di dunia dan akhirat

(H.R Muslim)

Kalau dengan ilmu pengetahuan,

Kita yang mendaki mencari kebenaran,

Maka dengan wahyu dan ilham,

Kebenaran yang menurun menghinggapi kita.

(Prof. Dr. Hamka)


(5)

commit to user

v

Dengan rahmat Allah SWT, karya ini kupersembahkan kepada:

1.

Allah SWT atas semua nikmat yang terus diberikan sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan lancar.

2.

Orang tua dan semua keluarga tercinta.

3.

Almamater yang kubanggakan, khususnya Jurusan Fisika Fakultas

MIPA Universitas Sebelas Maret.


(6)

commit to user

AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMTAN ASEMBAGUS

DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

SYAFI’AH ISNAINI

Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Metode geolistrik memanfaatkan variasi resistivitas batuan berdasarkan pengukuran beda potensial karena injeksi arus kedalam bumi. Pengukuran geolistrik dapat digunakan untuk mengetahui struktur lapisan tanah, air tanah dan pencemaran suatu unsur kimia tertentu di dalam batuan. Survei geolistrik dilakukan di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar, Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo. Sebanyak 13 titik sounding diambil menggunakan

konfigurasi Schlumberger dengan panjang bentangan elektroda arus AB/2 = 2 –

200 m. Hasil penafsiran tahanan jenis menunjukkan daerah di 13 titik sounding

memiliki nilai resistivitas antara 1,28 Ωm – 826,00 Ωm. Daerah yang terindikasi

mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen, memiliki nilai resistivitas batuan yang lebih rendah dibandingkan daerah yang netral.


(7)

commit to user

vii

CONTAMINATED BANYUPUTIH RIVER WATER IN

ASEMBAGUS DISTRICT MITH USED GEOELECTRICAL

RESISTIVITY METHOD

SYAFI’AH ISNAINI

Department of Physics. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

Geoelectrical method utilizes resistivity of rocks by measuring potential difference causes to electrical current which is injected into the ground. Measurement of geoelectrical can be used to indification the structure of the layer soil, groundwater and chemical contaminated at rock. Geoelectrical survey was done in the Asembagus district, Jangkar district, Banyuputih district at Situbondo. Thirteen vertical electrical sounding of Schlumberger configuration were

measured current electrode with AB/2 = 2 –200 m. Result show regional

interpretation of resistivity sounding on thirteen points has a value of resistivity of

1,28 – 826,00 Ωm. Slate that indicated of pollution by Ijen crater lake, have rock

resistivity more lower than netral slate.


(8)

commit to user

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini dapat diselasaikan karena adanya bimbingan, pendampingan, saran, dan bantuan baik bantuan pemikiran maupun bantuan materiil dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-salamnya kepada:

1. Bapak Budi Legowo, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, masukan, memberi motivasi dan saran dalam penyusunan skripsi.

2. Ibu Dra Sri Sumarti selaku Pembimbing II yang telah mendampingi selama

penelitian, memberi bimbingan dan saran dalam penyelesaian skripsi.

3. Bapak Drs Subandriyo, M.Si, selaku kepala BPPTK yang telah memberikan

ijin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data.

4. Ibu Utari, S.Si, M.Si, selaku pembimbing akademis, yang telah memberikan

saran dan pendapat dalam pelaksanaan penelitian.

5. Tim geofisik (Novan, Havet dan Tatag) yang telah membantu dan bekerja

sama selama kegiatan lapangan.

6. Bapak, Ibu, Kakak, Adik dan seluruh keluarga saya, yang telah memberikan

dukungan moral dan material.

7. Tri Wisnu, Nevi Mughniyati, Chusnul, Laila Marlina, Noer Cholik, Febri

Sadana, Latifah, Rahma, Watik, Isti dan semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dan bantuan yang

telah diberikan. Semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi

penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, Desember 2010


(9)

commit to user


(10)

commit to user

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Gunung Ijen merupakan salah satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia dan gunung ini termasuk gunung api strato di Jawa Timur yang membentang di tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo. Gunung Ijen terletak di dinding timur Kaldera Ijen dan memiliki danau kawah dipuncaknya. Danau kawah berukuran 600 m x 900 m terbentuk karena adanya akumulasi air hujan. Interaksi antara air danau dan gas vulkanik yang dilepaskan di dasarnya mengakibatkan air danau bersifat asam dengan derajat keasaman (pH) ~0,2.

Air kawah Ijen merembes melalui dinding kawah di bagian barat dan membentuk hulu Sungai Banyupahit-Banyuputih. Sungai ini mengalir melewati tengah Kaldera Ijen dan wilayah Kecamatan Asembagus dan Kecamatan Banyuputih sampai ke pantai utara Pulau Jawa. Di sepanjang perjalanannya, air Sungai Banyupahit-Banyuputih bercampur dengan air permukaan (Sungai Sat dan Sungai Sengon), air hujan dan air tanah sehingga debit air sungai semakin besar di hilir. Oleh karena pengenceran dengan air yang bersifat netral (pH ~7) dan peningkatan debit air, air Sungai Banyuputih memiliki air yang bersifat asam dengan pH antara 3-4,5 (Sri Sumarti, 2006). Selain pH yang rendah, air sungai Banyupahit-Banyuputih juga mengandung berbagai macam elemen dengan

konsentrasi yang tinggi seperti Al, Fe, Si, Ca,F, K, Mg, Na, P, HCO3, Ca, SO4, Cl,

(Sri Sumarti, 1998). Pada Juli 2000, kandungan F disepanjang Sungai Banyupahit-Banyuputih berkisar antara 15-500 mg/kg (Alex H, 2004). Di hulu (Sungai Banyupahit) kadar F dalam air Sungai sangat tinggi mencapai 500 mg/kg dan di hilir ( Sungai Banyuputih di Kecamatan Asembagus) 7 mg/kg. Di hilir, Sungai Banyuputih dimanfaatkan untuk irigasi baik oleh penduduk maupun pabrik gula Asembagus. Air Sungai Banyuputih terdistribusi ke Kecamatan Asembagus,


(11)

commit to user

air Sungai Banyuputih merembes ke dalam tanah, air tanah, dan sumur di sekitar sungai sehingga tanah dan sumur tercemar unsur-unsur berbahaya dari Kawah Ijen. Air sumur penduduk memiliki kadar F yang tinggi (0,1-4 mg/kg), dimana berdasarkan standar WHO kandungan F air sumur yang layak untuk diminum adalah 1,5 mg/kg (Sri Sumarti dkk,2000). Oleh karena itu, Penduduk yang mengkonsumsi air sumur yang mengandung F lebih dari 1,5 mg/kg di Kecamatan Asembagus dan sekitarnya mengalami fluorosis gigi. Sebagai akibat pencemaran dalam penggunaannya sebagai air irigasi, hasil pertanian di Kecamatan Asembagus dan sekitarnya mengalami penurunan produksi. Komposisi kimia air sumur di daerah penelitian disajikan pada Tabel 1.1:

Tabel 1.1 kualitas air irigasi di Asembagus pada bulan Juni 2000 (Sri Sumarti dkk, 2006) Air sumur di area irigasi

(mg/kg)

Standar WHO (mg/kg)

SO4 264 250

Cl 257 250

F 3.2 1.5

Al < d.l 0.2

B 1.1 0.5

Ca 189

Co 0.0001 0.002

Cu 0.0006 0.002

Fe < d.l. 0.3

K 29

Na 81

Oleh karena itu, penelitian pemetaan lapisan tanah yang terkontaminasi air Sungai Banyuputih di Kecamatan Asembagus, Kecamtan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih dilakukan. Penelitian dilakukan menggunakan metoda geofisika yaitu metode geolistrik resistivitas sounding. Prinsip dari metode geolistrik resistivitas sounding adalah mengetahui kondisi lapisan tanah berdasarkan nilai resistivitas dari suatu batuan. Metode ini dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, dan beda potensial yang terjadi ditangkap melalui dua elektroda potensial (Lilik H dan IdamA, 1990). Dengan metode ini bisa diketahui jenis lapisan tanah di bawah permukaan bumi berdasarkan besarnya resistivitas perlapisan dan untuk mengetahui pencemaran suatu material dalam


(12)

commit to user

metode geolistrik untuk mengetahui pencemaran Flouride pada air tanah di Nalgonda, India. Dalam penelitian ini, metode geolistrik dengan konfigurasi

Schlumberger digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan tanah di daerah Asembagus yang terkontaminasi unsur berbahaya dari Sungai Banyuputih.

I.2. Perumusan Masalah

Bagaimana mengidentifikasi kondisi perlapisan batuan di bawah permukaan tanah pada daerah yang terkontaminasi oleh unsur-unsur Sungai Banyuputih, Kawah Ijen di daerah Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamtan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.

I.3. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah pengukuran resistivitas di bawah permukaan tanah di wilayah Kecamatan Asembagus dengan metode geolistrik

resistivitas sounding konfigurasi Schlumberger dan pengolahan data

menggunakan software IPI2Win Ver. 2.6.3.a.

I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan lapisan batuan yang terkontaminasi elemen-elemen Kawah Ijen di Kecamatan

Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih dengan

menggunakan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger.

I.5. Manfaat Penelitian

Memetakan lapisan tanah yang terkontaminasi Sungai Banyupahit-Banyuputih di Kecamatan Asembagus, Jangkar dan Kecamatan Banyupahit-Banyuputih untuk dapat dijadikan informasi instansi pemerintah sebagai dasar membuat kebijakan memberikan solusi pencemaran.


(13)

commit to user

Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan.

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Metode Penelitian

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V Kesimpulan dan saran

Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. Bab II tentang dasar teori. Bab ini berisi teori dasar dari penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu, tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya dan saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini.


(14)

BAB II DASAR TEORI

II.1. Dasar Kelistrikan

Arus listrik adalah gerak elektron pada materi dalam proses mengatur diri menuju kesetimbangan. Sedangkan arus listrik yang mengalir melalui suatu kawat penghantar adalah banyaknya muatan elektron yang menembus penampang kawat penghantar tiap satuan waktu. Hal ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

Dengan I = arus listrik (ampere) dQ = jumlah elektron dt = waktu

Sedangkan rapat arus (J) adalah arus persatuan luas penampang (A) yang ditembus. Hal ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

Di dalam Hukum Ohm memberikan gambaran hubungan antara besarnya kuat arus (I), beda potensial (V) dan tahanan listrik/resistansi (R) kawat penghantar Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

(3) R merupakan tahanan dari kawat listrik penghantar (ࢹ) (Lilik H dan Idam, 1990).

Hubungan antara rapat arus (J), medan listrik (E) dan potensial (V) (Lilik H dan IdamA, 1990) adalah sebagai berikut:

Ditinjau dari energi potensial listrik (U) dan potensial listrik (V) adalah :

Didefinisikan bahwa energi potensial listrik suatu muatan di suatu tempat tertentu dalam medan listrik adalah sama dengan usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan tersebut dari titik tak berhingga ke titik tersebut (r), secara matematis ditulis sebagai berikut:


(15)

Sedangkan potensial listrik adalah energi potensial ( U ) persatuan muatan uji.

Berdasarkan persamaan (3) dan (5) dapat ditulis hubungan arus dengan medan listrik sebagai berikut:

(6) Secara umum besarnya rapat arus (J) adalah:

(7) Dari persamaan (6) dan (7) diperoleh:

(8)

Besaran menunjukkan karakteristik suatu bahan penghantar, yang disebut sebagai konduktivitas listrik bahan (࣌), sehingga:

(9)

Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas. Resistivitas merupakan besaran/parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Jika suatu bahan memiliki resistivitas yang semakin besar maka semakin sulit ia menghantarkan arus listrik. Resistivitas (ρ) dapat ditulis secara matematis adalah sebagai berikut:

(10)

Dengan ߩ: tahanan jenis (resistivitas) dalam satuan ohm meter (ࢹm) E: medan listrik

J : rapat arus (ampere/m2)


(16)

II.2. Sifat Kelistrikan Batuan

Pada semua material baik padatan, cairan maupun gas terjadi interaksi antara satu atom dengan atom lainnya. Interaksi ini dapat mengakibatkan beberapa elektron lepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Semakin banyak material yang memiliki elektron bebas maka material semakin mudah menghantarkan arus listrik. Material yang memiliki banyak elektron bebas tersebut disebut konduktor dan material yang memiliki sedikit elektron bebas disebut material isolator.

Batuan merupakan salah satu material yang memiliki sifat-sifat kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan ditunjukkan oleh respon dari batuan saat dialiri oleh arus listrik baik kemudahan maupun kesulitan mengalirkan arus listrik. Arus listrik ini bisa berasal dari alam karena adanya ketidakseimbangan dengan lingkungan atau arus listrik yang sengaja diinjeksikan kedalamnya.

Sifat kelistrikan batuan tidak lepas dari konduktivitas batuan itu sendiri. Pada bagian batuan, atom-atom terikat secara ionik maupun kovalen. Dengan adanya ikatan ini batuan dapat menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Konduksi elektronik

Konduksi elektronik terjadi pada batuan/mineral yang memiliki banyak elektron bebas, sehingga arus listrik akan sangat mudah mengalir pada batuan ini.

Batuan yang bersifat konduksi elektronik dapat dijumpai pada batuan yang mengandung banyak logam.

2. Konduksi elektrolitik

Konduksi elektrolitik banyak terjadi pada batuan yang bersifat porus dimana pori-pori tersebut terisi oleh larutan elektrolit sehingga arus listrik mengalir dibawa oleh ion-ion larutan elektrolit. Konduksi pada jenis ini lebih lambat dari pada konduksi elektronik.


(17)

3. Konduksi dielektrik

Konduksi dielektrik terjadi pada batuan yang memiliki electron bebas sedikit atau tidak ada sama sekali. Tetapi pengaruh medan listrik dari luar dapat menyebabkan elektron-elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah dengan intinya sehingga terjadi polarisasi (Lilik H dan Idam A, 1990).

Konduktivitas batuan tergantung pada: volume, susunan pori, kandungan air didalamnya dan koefisisen anisotrop batuan itu sendiri (Lilik H dan Idam A., 1990). Untuk konduktivitas listrik batuan dekat permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh jumlah air, kadar garam/salinitas air serta bagaimana cara air didistribusikan dalam batuan. Konduktivitas batuan berpori yang mengandung banyak air, nilai resistivitas listriknya akan semakin berkurang/kecil. ( Ngadimin dan Gunawan H, 2000)

Sedangkan berdasarkan harga resistivitasnya, batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:

a. Konduktor baik : 10-8 < ߩ< 1 ࢹm b. Konduktor pertengahan : 1< ߩ< 107 ࢹm c. Isolator : ߩ> 107 ࢹm II.3 Aliran Listrik dalam Bumi

Saat bumi dianggap sebagai medium homogen isotropis dengan luas A, kemudian dialiri oleh arus listrik searah I ( diberi medan listrik E), maka besarnya arus ࢾI yang melewati daerah ࢾA dengan kerapatan arus J adalah:

(11) (Lilik H dan Idam A, 1990) Berdasarkan persamaan (8) dapat ditulis hubungan antara rapat (J) arus, konduktivitas (σ), dan medan listrik (E) sebagai berikut:


(18)

Medan listrik (E) merupakan gradient dari potensial skalar (V) yang dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

Dari persamaan (12) dan (13) diperoleh persamaan:

(14)

Apabila pada medium yang dilingkupi oleh permukaan A tidak terdapat arus maka:

(15) Berdasarkan hukum Gauss

(16) (17) Atau

(18) Untuk koordinat bola, operator Laplacian dalam bentuk sebagai berikut:

(19) Jika bumi dianggap sebagai medium homogen isotropis, dimana bumi memiliki simetri bola maka poyensial V merupakan fungsi jarak saja. Sehingga persamaan (16) dalam kondisi ini menjadi:

(20) Sehingga persamaan Laplace untuk kasus ini adalah:

(21) C1 dan C2 merupakan konstanta dengan memasukkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial yaitu pada r =  maka sehingga C2 = 0 dan besarnya V(r) menjadi:


(19)

II.3.1 Titik arus di dalam bumi

Apabila sumber arus di dalam bumi maka penjalarannya akan segala arah, hal ini bisa digambarkan seperti gambar 2.2:

Gambar 2.2 potensial disekitar titik arus dalam bumi.

Jika bumi dianggap bidang homogen isotropis maka penjalarannya ke segala arah membentuk simetri bola dan sama besar. Pada gambar 2.2 arus keluar dari sumber arus secara radial sehingga jumlah arus yang keluar melalui permukaan bola dengan luas A dan jari-jari r adalah:

(23)

(24)

(25)

Sehingga (26)

(27)

Dan (28)

(29) (Telford, 1976: Lilik H dan Idam A,1990) II.3.2 Satu titik sumber arus listrik di permukaan

Suatu elektroda yang berada dipermukaan tanah dialiri arus listrik kemudian diinjeksikan ke dalam bumi, maka arus listrik yang mengalir ke dalam


(20)

bumi akan menyebar ke segala arah secara radial. Penjalaran arus listrik ini akan membentuk simetri setengah bola. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.3

Jumlah arus yang keluar melalui melalui permukaan bola A dengan jari-jari r adalah:

(32)

Sehingga potensial listrik dapat ditulis:

(Telford, 1976: Lilik H dan Idam A,1990)

Gambar 2.3 satu titik sumber arus di permukaan bumi II.3.3 Dua titik sumber arus dipermukaan bumi

Gambar 2.4. Dua titik sumber arus yang berlawanan polaritasnya di permukaan bumi (Telford dkk,1976)

C1

Aliran Arus

Permukaan teganganSumber

Bidang ekipotensial


(21)

Saat arus diinjeksikan ke dalam bumi melalui elektroda A dan elektroda B maka akan menimbulkan beda potensial yang ditangkap oleh elektroda potensial M dan N.

Gambar 2.3 Injeksi arus listrik ke dalam bumi melalui dua buah elektroda

Besarnya beda potensial yang terjadi antara M dan N karena adanya injeksi arus listrik adalah:

(37)

(38)

Untuk disebut dengan faktor geometri K

sehingga persamaan (32) menjadi :

(39)

Dengan ρ adalah resistivitas dari material yang merupakan suatu karakteristik dari material tidak bergantung dengan bentuk amaupun ukuran material tadi. Persamaan (29),(36) dan (38) merupakan persamaan untuk menghitung besarnya ρ resistivitas pada bumi yang dianggap homogen isotropis. Dalam kenyataan yang sebenarnya bumi merupakan material yang berlapis-lapis sehingga besarnya ρ yang diperoleh dari persamaan tadi merupakan resistivitas semu.

V

I

A M N B

r1 r2


(22)

II.3.4. Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger

Dalam metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan besarnya potensial yang terjadi diukur dipermukaan bumi melalui dua buah elektroda potensial (gambar 2.3). Susunan elektroda arus dan potensial konfigurasi Schlumberger adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4. Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger

Dengan A dan B merupakan elektroda arus sedangkan M dan N merupakan elektroda potensial. Untuk konfigurasi Schlumberger, keempat elektroda bergerak secara simetri. Dengan elektroda arus sering diubah-ubah jaraknya sedangkan elektroda potensial jarang diubah-ubah jaraknya. Besarnya perubahan jarak elektroda arus dengan potensial mengikuti ketentuan berikut

Dalam menentukan resistivitas bawah permukaan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (38) sebagai berikut :

(39)


(23)

(40)

Atau

(41)

Dengan merupakan faktor geometri dari konfigurasi Schlumberger.

Sehingga persamaan (41) bisa ditulis :

II.3.5. Resistivitas Batuan

Terdapat beberapa faktor geologi yang mempengaruhi resistivitas batuan, yaitu:

1. Asal-asul batuan

Batuan sedimen secara umum lebih konduktif karena porositas dan kandungan fluida pada pori-porinya. Untuk batuan beku cenderung lebih resistif (memiliki resistivitas paling tinggi), sedangkan batuan metamorf memiliki resistivitas menengah akan tetapi bisaoverlapdengan batuan beku maupun batuan sedimen.

2. Umur batuan

Batuan dengan umur yang lebih tua akan cenderung bersifat lebih resisistif bila dibandingkan dengan batuan dari jenis yang sama namun berumur lebih muda. Hal ini dikarenakan batuan yang berumur lebih tua mengalami proses mineralisasi sekundar dan proses kompaksi sehingga porositasnya menurun.

Pada batuan sedimen memilki rentang nilai resistivitas yang bervariasi. Resistivitas yang rendah ditemukan pada jenis batuan lempung (Emenike,2000 dalam jurnal Oseji, 2006). Resistivitas untuk jenis batuan yang lain dapat dilihat pada lampiran B.


(24)

Selain dua faktor diatas, besarnya resistivitas batuan juga dipengaruhi oleh porositas batuan, kandungan air, dan konsentrasi dari kadar garam ( Sikandar dkk, 2009).

II.4.Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Formasi Qa berupa aluvium : kerakal, kerikil, pasir dan lempung, pasir-lepas. Endapan aluvium berasal dari endapan sungai, endapan pantai dan endapan delta. Endapan sungai melampar di sepanjang sungai-sungai besar. Endapan pantai melampar disekitar pantai.

Qhsb merupakan formasi Bagor: perselingan antara breksi aneka bahan, breksi batu apung, batupasir tufan dan batu pasir. Breksi aneka bahan berwarna kelabu kecoklatan, komponen terdiri dari batuan gunung api andesit-basal, tuf, batu apung dan obsidian, berbutir kerikil hingga kerakal.

Breksi batu apung pada formasi Bagor berwarna kecoklatan, lapuk, berbutir kerikil-kerakal dengan tebal lapisan lebih dari 3 m. batu pasir tufan tersusun oleh pecahan batuan, tuf, felspar dan obsidian serta mengandung sisipanbatu pasir gampingan setebal 2-5 cm. Untuk batu pasir pada formasi Bagor tersusun oleh pecahan batuan dan obsidian, repui dengan tebal lapisan 5 m.

Pada formasi Bagor dijumpai struktur silang-siur, perarian sejajar dan

lapisan bersusun gradded bedding terutama dalam lapisan batupasir. ( Agustiyanto dan Santoso, 1993)


(25)

commit to user

METODOLOGI PENELITIAN III. 1. Metode Penelitian

Dalam eksplorasi geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan bumi bisa menggunakan metode geolistrik resistivitas. Dalam penelitian ini metode geolistrik resistivitas digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan batuan yang tercemar elemen-elemen air Sungai Banyuputih berdasarkan nilai resistivitas batuan.

Besarnya nilai resistivitas ditentukan dengan menggunakan metode sounding. Metode sounding yaitu metode geolistrik resistivitas untuk mengetahui variasi lapisan bawah permukaan tanah secara vertikal (Sultan A.S.A, 2009). Pengukuran titik sounding dilakukan dengan merubah jarak elektroda. Perubahan jarak elektroda dimulai dari jarak terkecil kemudian membesar. Semakin jauh bentangan elektroda maka informasi lapisan batuan di bawah titik ukur akan semakin dalam. Dalam penelitian ini konfigurasi elektroda yang digunakan adalah

konfigurasi sounding Schlumberger. Konfigurasi sounding Schlumberger

dilakukan dengan merubah elektroda arus dan potensial (elektroda potensial jarang diubah-ubah). Besarnya perubahan jarak elektroda arus disesuaikan dengan daerah penelitian (Waluyo,2001).

Besarnya nilai arus dan beda potensial yang terukur disetiap titik pengukuran nantinya digunakan untuk menghitung nilai resistivitas batuan. Nilai resistivitas yang terukur pada suatu titik sounding kemudian diolah menggunakan

software IPI2Win Ver. 2.6.3a. Data analisis hasil pengolahan software digunakan untuk mengetahui besarnya nilai resistivitas sebenarnya, kedalaman, dan tebal lapisan. Nilai resistivitas yang diperoleh di lapangan kemudian dibandingkan dengan nilai resistivitas batuan dari referensi.

III.2. Peralatan

Dalam penelitian ini digunakan satu set resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL (Gambar 3.1). Jenis dan fungsi masing-masing peralatan yang digunakan dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:


(26)

commit to user

utama pada pengambilan data geolistrik. Alat ini terdiri dari dua unit pokok yaitu: komutator dan potensiometer. Unit pertama, komutator

berfungsi sebagai pemancar (transmitter) dan penerima (receiver). Unit ini

berfungsi mengubah arus searah menjadi arus bolak-balik dengan bantuan dua buah transistor bertegangan tinggi dan sebagai penyearah mekanis dari arus bolak-balik yang diterima oleh elektroda potensial. Unit kedua adalah potensiometer, berfungsi sebagai pengukur beda potensial antara tegangan searah dan system potensiometer. Pada unit ini dilengkapi dengan galvanometer dan potensiometer searah.

b. Elektroda, digunakan untuk menginjeksikan arus ke dalam bumi dan

menangkap beda potensialnya. Elektroda yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat buah elektroda, dua elektroda untuk menginjeksikan arus dan dua buah elektroda lainnya untuk mengukur beda potensial yang terjadi.

c. Kabel gulungan berjumlah empat buah yang masing-masing memiliki

panjang 400 m, berfungsi sebagai penghubung instrumen resistivitimeter dan elektroda-elektroda.

d. Power supply (accu 12 V) sebagai sumber tegangan bagi instrumen

resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL.

e. Meteran berfungsi untuk mengukur jarak antar titik ukur dan jarak antar

elektroda-elektroda.

f. Palu berjumlah empat buah yang berfungsi untuk membantu menancapkan

elektroda.

g. Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk menentukan posisi titik

ukur.

h. Handy talky befungsi untuk alat komunikasi antara operator instrument

resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL dan operator elektroda.

i. Kompas untuk membantu mengontrol kelurusan lintasan pengukuran dan


(27)

commit to user

resistivitimeter dan elektroda-elektroda.

k. Kalkulator, lembar tabel data, kertas bilog, alat tulis.

Gambar 3.1 satu set peralatan geolistrik resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL

III.3. Survey Lapangan

Kegiatan survey lapangan terdiri dari kegiatan persiapan, penentuan titik-titik pengukuran sounding dan arah bentangan elektroda-elektroda.

III.3.1 Kegiatan Persiapan

Kegiatan persiapan terdiri dari tiga tahap. Pertama mencari informasi tentang lokasi penelitian dan laporan penelitian terdahulu. Kedua menentukan lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan langsung daerah penelitian. Hal ini dilakukan untuk mencari lokasi yang representative dalam menentukan titik sounding. Lokasi yang dipilih adalah daerah yang sudah diketahui mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dan daerah yang netral. Tahap yang ketiga adalah menentukan titik sounding berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan.


(28)

commit to user

Pengambilan data dilakukan tanggal 16-20 Mei 2010 di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.

III.3.3 Lokasi Pengambilan Data

Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan Data Sounding di Kecamatan Asembagus dan sekitarnya

Daerah penelitian dipilih di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo dimana sebagian besar wilayahnya mengalami kontaminasi elemen-elemen Air Kawah Ijen yang dibawa oleh air Sungai Banyuputih. Air Sungai Banyuputih terdistribusi di tiga kecamatan tersebut melalui Sungai Banyuputih dan saluran irigasi.

Berdasarkan kegiatan persiapan telah dipilih 13 titik sounding yang tersebar di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih (gambar3.2). Pemilihan titik sounding (TS) didasarkan pada lokasi


(29)

commit to user

13 titik sounding tersebut disajikan pada tabel 3.1: Tabel 3.1. Lokasi Titik Sounding

Titik Sounding (TS) Lokasi Keterangan Titik sounding 1

Titik sounding 2 Titik sounding 3 Titik sounding 4 Titik sounding 5 Titik sounding 6 Titik sounding 7 Titik sounding 8 Titik sounding 9 Titik sounding 10

Titik sounding 11 Titik sounding 12 Titik sounding 13

Desa Perante Desa Bantal 2 Desa Awar-Awar 1 Desa Bantal 3 Desa Awar-Awar 2 Desa Randu Agung Desa Trigonco 1 Desa Trigonco 2 Desa Wringin Anom Desa Jangkar

Desa Sopet Desa Mojosari Desa Gudang

Sebagai titik referensi daerah netral

III.4 Akuisisi Data

III.4.1 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode

geolistrik sounding Schlumberger yang susunan elektrodanya disajikan pada

Gambar 2.4. Ilustrasi teknik pengambilan data sounding dapat dilihat dalam Gambar 3.3 berikut:


(30)

commit to user

Gambar 3.3 Teknik akusisi vertikal sounding Schlumberger

Pada konfigurasi Schlumberger, empat elektroda bergerak secara simetri,

dengan ketentuan dua elektroda potensial yaitu M dan N dan elektroda arus adalah

A dan B, dengan > . Perpindahan jarak elektroda arus dalam

penelitian ini dilakukan dengan jarak minimun 1,5 m dan jarak malsimum 200 m

dari titik ukur. Untuk elektroda potensial dilakukan dengan jarak minimum

0,5 m dan maksimum 10 m dari titik sounding.

Pada saat pengukuran sounding, diperoleh data berupa nilai , , I

dan . Data tersebut dihitung menggunakan persamaan (41) sehingga didapatkan

nilai resistivitas semu untuk setiap kedalaman. Nilai resistivitas semu yang sudah

dihitung, selanjtnya diplot kedalam grafik bilog, dengan sumbu x adalah dan

sumbu y adalah resistivitas semu (ρs). Hal ini bertujuan untuk mengontrol data

yang diperoleh. Dalam pengukuran geolistrik, data yang akurat adalah data dalam

kurva bilog memiliki kemiringan maksimum 450 dan mengikuti trend kurva

(smooth). Penyimpangan data dari trend kurva dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kontak antara elektroda dengan material yang tidak baik sehingga elektroda perlu dipancapkan lebih dalam atau elektroda bisa digeser dan ditancapkan pada bagian permukaan tanah yang lebih baik, selain itu kemungkinan aliran arus dari resistivitimeter ke elektroda terputus sehingga perlu

n = 1

C1 P1 P2 C2

n =2

n = 3

M N

M


(31)

commit to user

saat pembesaran jarak elektroda, maka jarak elektroda potensial perlu diperbesar.

III.4.2 Pengolahan Data Sounding

Data sounding yang diperoleh di lapangan berupa nilai resistivitas semu pada setiap titik sounding. Besarnya resistivitas yang sebenarnya, diolah menggunakan software IPI2Win ver.2.6.3a. Software ini bekerja dengan membuat

kurva model ( / garis kurva dalam kotak tanpa ada titik-titik) yang dimatchkan

dengan kurva lapangan ( garis kurva dalam kotak yang terdapat titik-titik). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan akurasi yang tinggi. Selanjutnya melakukan inversi dengan mengaktifkan tombol inversi yang ada di jendela program, langkah

ini dikakukan secara berulang hingga kecocokan/ matching > 90 % atau error <

10 % yang merupakan batas maksimum kesalahan dalam kajian penelitian ilmiah yang dapat diterima. Hasil inversi data sounding diperoleh resistivitas sebenarnya, kedalaman dan tebal lapisan. Hasil pengolahan disajikan pada lampiran D.

III.4.3 Interprestasi Data

Interprestasi data sounding dilakukan dengan mengkorelasikan nilai resistivitas dari sounding dan nilai resistivitas batuan/mineral referensi ( lampiran B). Dari lampiran B menunjukkan bahwa resistivitas batuan/mineral referensi saling tumpang tindih sehingga diperlukan informasi geologi struktur ataupun sejarah pembentukan batuan daerah penelitian untuk mengetahui jenis batuan hasil penelitian berdasarkan survei geolistrik.

III.4.4. Pemetaan Nilai Resistivitas

Hasil pemetaan berupa data resitivitas hasil pengolahan sounding di plot

dengan software Surface Mapping System Surfer Versi 8.0. Surfer merupakan

seperangkat lunak yang digunakan untuk membuat peta kontur. Perangkat lunak ini melakukan plotting data tabular XYZ yang tidak beraturan menjadi titik-titik segi empat (grid) yang beraturan (Eko B, 2005).

Pemetaan hasil penelitian dilakukan dengan cara menghubungkan

titik-titik nilai ρ hasil sounding pada kedalaman tertentu menggunakan software surfer


(32)

commit to user

pada peta kontur.

3.5 Diagram Alir Penelitian

Survey lapangan

Kedalaman (d), Ketebalan(h), resistivitas (ρ)

Program IPI2Win

Interprestasi data sounding Pemetaan kontur resistivitas

kesimpulan Informasi geologi

Kurva lapangan: AB/2, ρ, V, I


(33)

(34)

commit to user

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Interprestasi Sounding dan Korelasi Pencemaran Elemen-Elemen Berbahaya Kawah Ijen.

Hasil survey geolistrik berdasarkan data titik sounding di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo diperoleh tebal dan kedalaman lapisan batuan, serta resistivitas batuan. Interprestasi data setiap titik sounding dapat dijelaskan sebagai berikut:

IV.1.1. Titik Sounding Desa Perante

Titik sounding Desa Perante, Kecamatan Asembagus pada posisi 70 45’

51,80’’ LS dan 1140 13’ 9,03’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa

dengan kiri-kanan jalan berupa kebun tebu. Jarak sumur penduduk dari lokasi titik sounding adalah 60 m. Hasil pengolahan data titik sounding Perante disajikan pada Gambar 4. 1.

100 100

10 1000

AB/2

10

1

ρ

Gambar 4.1 Kurva Resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Perante


(35)

commit to user

lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 11,26 Ωm berada pada kedalaman 1 m,

ditafsirkan sebagai soil.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 87,22 Ωm berada pada kedalaman 3,2 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 4,64 Ωm berada pada kedalaman 4,99 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 9,87 Ωm berada pada kedalaman 29,01 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 31,00 Ωm berada pada kedalaman 196,30

m ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Perante diperoleh rentang resistivitas 4,64 - 87,22

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 196,30 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 31,00 Ωm. Secara geokimia, air

sumur di Desa Perante berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya berdasarkan kadar F sebesar ~ 2,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Perante pada kedalaman 29,01-196,3 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.2. Titik Sounding Desa Bantal 2

Titik sounding Desa Bantal 2 berada pada posisi 70 46’ 40,90’’LS dan

114013’40,92’’ terletak. di pinggir jalan desa dengan jarak sumur penduduk dan titik sounding 15 m. Hasil pengolahan data sounding disajikan pada Gambar 4. 2.


(36)

commit to user

AB/2

10

10

1 1

1000 AB/2

10

10

1 1

1000

Gambar 4.2 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Bantal 2

Hasil inversi data sounding Bantal 2 (Gambar 4.2) diperoleh empat lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 3,65 Ωm berada pada kedalaman 1 m,

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 826.00 Ωm berada pada kedalaman 1,52 m

ditafsirkan sebagai breksi lava basal.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 1,89 Ωm berada pada kedalaman 6,24 m

ditafsirkan sebagai batu batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 23,10 Ωm berada pada kedalaman 170 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Bantal 2 diperoleh rentang resistivitas 1,67-1183,00

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 169 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 23,00 Ωm. Secara geokimia, air

sumur di Desa Bantal 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 2,20 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini


(37)

commit to user

170 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.3. Titik Sounding Desa Awar-Awar 1

Titik sounding Desa Awar-Awar 1 pada posisi 70 45’ 49,28”LS dan 1140

13’ 42,27’’ BT. Lokasi titik sounding di sekitar kebun. Hasil pengolahan data

sounding disajikan pada Gambar 4. 3.

100

10

1

10 100 1000

AB/2

Gambar 4.3 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman pada titik sounding Desa Awar-Awar I

Berdasarkan hasil inversi titik sounding Desa Awar-Awar I, diperoleh informasi enam lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 16,80 Ωm berada pada kedalaman 1,01 m

ditafsirkan sebagai soil.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 1,28 Ωm berada pada kedalaman 1,02 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Kedalaman (m)

ρ


(38)

commit to user

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 8,96 Ωm berada pada kedalaman 30,80 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 98,20 Ωm berada pada kedalaman 60,80 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 2,00 Ωm berada pada kedalaman 132 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Awar-Awar 1 diperoleh rentang resistivitas

1,28-98,00 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 132 m. Lapisan

batuan didominasi oleh dua jenis batuan yaitu batu pasir tufan dengan resistivitas

98,20 Ωm, batu pasir dengan resistivitas 8,96 Ωm dan batu pasir dengan

resistivitas 2,00 Ωm. Sumur di Desa Awar-Awar memiliki kedalaman 30-40 m

dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Awar-Awar 1 terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Awar-Awar 1 pada kedalaman 1,91-30,80 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.4. Titik Sounding Desa Bantal 3

Lokasi titik sounding Desa Bantal 3 pada posisi 70 47”4,91” LS dan 1140

13’ 47,71’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan perkampungan dengan kondisi

sekitar kebun tebu dan rumah penduduk. Hasil pengolahan data sounding Desa Bantal 3 disajikan pada Gambar 4.4.


(39)

commit to user

1000 100

100 10

10 1

AB/2

Gambar 4.4 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Bantal 3

Hasil inversi titik sounding Desa Bantal 3, diperoleh informasi enam lapisan batuan di titik sounding Desa Bantal 3, yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,70 Ωm berada pada kedalaman 1,30 m

diinterprestasikan sebagai soil.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 6,91 Ωm berada pada kedalaman 2,79 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 41,40 Ωm berada pada kedalaman 5,69 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 7,23 Ωm berada pada kedalaman 25,80 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 156,00 Ωm berada pada kedalaman 38,80

m diinterprestasikan sebagai breksi.

f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 14,20 Ωm berada pada kedalaman 91,20 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Bantal 3 diperoleh rentang resistivitas 1,91-156,00

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 91,20 m. Lapisan batuan Kedalaman (m)


(40)

commit to user

Bantal 3 memiliki kedalaman 30-40 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Awar-Awar 1 terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 2,20 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Bantal 3 pada kedalaman 38,80-91,20 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen

IV.1.5. Titik Sounding Desa Awar-Awar 2

Lokasi titik sounding Desa Awar-Awar 2 pada posisi 70 45’ 14,96” LS dan

1140 13’ 16,77’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan perkampungan dengan kondisi

sekitar berupa rumah penduduk. Hasil pengolah data sounding disajikan pada Gambar 4. 5.

100

100 10

10 1

AB/2 1000

ρ

Gambar 4.5 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa Awar-Awar 2


(41)

commit to user

informasi empat lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 9,08 Ωm berada pada kedalaman 2,67 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 43,90 Ωm berada pada kedalaman 8,65 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,94 Ωm berada pada kedalaman 21,20 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 18,90 Ωm berada pada kedalaman 178 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Awar-Awar 2 diperoleh rentang resistivitas 5,94-43,90 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 178 m. Lapisan

batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 18,90 Ωm. Secara geokimia,

air sumur di Desa Awar-Awar 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Awar-Awar 2 pada kedalaman 21,20-178,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.6. Titik Sounding Desa Randu Agung

Lokasi titik sounding Desa Randu Agung pada posisi 70 46’ 10,16” LS

dan 1140 14” 5,49” BT. Lokasi titik sounding di jalan desa dengan kondisi sekitar

perumahan penduduk dan kebun tebu. Hasil pengolahan data sounding disajikan pada Gambar 4.6.


(42)

commit to user

100

100

1 10

10

1000 AB/2

ρ

Gambar 4.6 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Randu Agung

Berdasarkan hasil inversi titik sounding Desa Randu Agung diperoleh enem lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 21,80 Ωm berada pada kedalaman 1 m

diinterprestasikan sebagai soil.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 36,10 Ωm berada pada kedalaman 7,18 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 312 Ωm berada pada kedalaman 7,47 m

diinterprestasikan sebagai breksi batu apung.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 1,91 Ωm berada pada kedalaman 9,07 m

diinterprestasikan sebagai lempung.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 19,20 Ωm berada pada kedalaman 30,70 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 9,71 Ωm berada pada kedalaman 138 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir. Kedalaman (m)


(43)

commit to user

312,00 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 138 m. Lapisan

batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 9,71 Ωm. Secara geokimia,

air sumur di Desa Randu Agung berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,00 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Randu Agung pada kedalaman 30,70-138,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.7. Titik Sounding Desa Trigonco I

Lokasi titik sounding desa Trigonco I pada posisi 70 45’ 20,62” LS dan

1140 13’ 45,89” BT. Lokasi titik sounding di belakang Pabrik Gula Asembagus.

Hasil pengolah data sounding disajikan pada Gambar 4.7.

100

100 1

10

10

AB/2

1000

ρ

Gambar 4.7 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Trigonco 1


(44)

commit to user

informasi empat lapisan batuan yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 6,93 Ωm berada pada kedalaman 1,09 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 45,31 Ωm berada pada kedalaman 5,74 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 17,70 Ωm berada pada kedalaman 56,50 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 9,59 Ωm berada pada kedalaman 87,90 m

diinterprestasikan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Trigonco 1 diperoleh rentang resistivitas 6,93-45,31

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 87,90 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir tufan dengan resistivitas 17,70 Ωm. Sumur di Desa

Bantal 3 memiliki kedalaman diatas 30 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Trigonco 1 terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Trigonco 1 pada kedalaman 56,50-87,90 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.8. Titik Sounding Desa Trigonco 2

Lokasi titik sounding Desa Trigonco 2 pada posisi 70 45’ 29,07’’ LS dan

1140 13’ 50,56’’ BT. Kondisi di sekitar lokasi titik sounding kebun tebu. Hasil


(45)

commit to user

100

100 1

ρ

10

10 AB/2

1000

Gambar 4.8 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari Titik Sounding Desa Trigonco 2

Hasil inversi data sounding Desa Trigonco 2 diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,00 Ωm berada pada kedalaman 1 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 128,00 Ωm berada pada kedalaman 1,31 m

ditafsirkan sebagai breksi.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 17,20 Ωm berada pada kedalaman 10,70 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 5,46 Ωm berada pada kedalaman 13,10 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 17,60 Ωm berada pada kedalaman 155 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Trigonco 2 diperoleh rentang resistivitas 5,46-128,00

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 155 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 17,60 Ωm. Secara geokimia, air

sumur di Desa Trigonco 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen


(46)

commit to user

inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Trigonco 2 pada kedalaman 130,10-155,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.9. Titik Sounding Desa Wringin Anom

Lokasi titik sounding Desa Wringin Anom pada posisi 70 45’ 29,07’’ LS

dan 1140 13’ 50,63’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan Desa. Hasil

pengolah data sounding disajikan pada Gambar 4. 9.:

100

100

ρ

1 1 10

10

AB/2

1000

Gambar 4.9 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari Titik Sounding Desa Wringin Anom

Hasil inversi data sounding Desa Wringin diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:

a. Lapisan 1 diperoleh resistivitas 35,90 Ωm berada pada kedalaman 2,34 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 diperoleh resistivitas 80,30 Ωm berada pada kedalaman 2,73 m

ditafsirkan sebagai breksi.

c. Lapisan 3 diperoleh resistivitas 21,90 Ωm berada pada kedalaman 29,20

m ditafsirkan sebagai batu pasir.


(47)

commit to user

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 diperoleh resistivitas 58,90 Ωm berada pada kedalaman 122 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Wringin Anom diperoleh rentang resistivitas

1,95-80,30 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 122 m. Lapisan

batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 58,90 Ωm. Sumur di Desa

Wringin Anom memiliki kedalaman diatas 15 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Wringin Anom terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 2,60 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Wringin Anom pada kedalaman 2,73-29,20 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.10. Titik Sounding Desa Jangkar

Lokasi titik sounding Desa Jangkar pada posisi 70 43’ 36,47’’ LS dan 1140

12’ 25,57’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa denagan kiri-kanan

berupa sawah. Hasil pengolahan data titik sounding Desa Jangkar disajikan pada Gambar 4. 10.:


(48)

commit to user

100 100

1

1 10

10

1000 AB/2

Gambar 4.10 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari titik sounding Desa Jangkar

Hasil inversi data sounding Desa Jangkar diperoleh informasi empat lapisan batuan, yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 6,07 Ωm berada pada kedalaman 3,02 m

ditafsirkan sebagai pasir lepas.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 18,10 Ωm berada pada kedalaman 17 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,01 Ωm berada pada kedalaman 40,40 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 65,60 Ωm berada pada kedalaman 88,30 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Jangkar diperoleh rentang resistivitas 1,95-80,30 Ωm

dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 88,30 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 65,60 Ωm. Dalam penelitian ini

titik sounding di Desa Jangkar digunakan sebagai referensi karena tidak mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.


(49)

commit to user

Lokasi titik sounding Desa Sopet pada posisi 70 45’ 15,11’’ LS dan 1140

10’ 30,88’’BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan dengan kondisi sekitar

berupa kebun tebu. Hasil pengolah data disajikan pada Gambar 4. 11.

100 1

10

10

AB/2

ρ

Gambar 4.11 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman pada Titik Sounding Desa Sopet

Hasil inversi data Sounding Desa Sopet diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,70 Ωm berada pada kedalaman 1,49 m

ditafsirkan sebagai soil.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 24,80 Ωm berada pada kedalaman 4,96 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 54,20 Ωm berada pada kedalaman 8,77 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 5,69 Ωm berada pada kedalaman 27 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 43,10 Ωm berada pada kedalaman 100 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.


(50)

commit to user

dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 100 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 43,10 Ωm. Sumur di Desa Sopet

memiliki kedalaman diatas 15 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Sopet terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 0,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Wringin Anom pada kedalaman 27-100 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.12. Titik Sounding Desa Mojosari

Lokasi titik sounding Desa Mojosari pada posisi 70 45’ 36,60’’ LS dan

1140 11’ 43,88’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa. Hasil pengolahan

data titik sounding Desa Mojosari disajikan pada Gambar 4.12.:

ρ

100

100 1000

AB/2 10

10

1

Gambar 4.12 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa Mojosari

Hasil inversi data sounding Desa Mojosari diperoleh informasi empat lapisan batuan, yaitu:


(51)

commit to user

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 12,90 Ωm berada pada kedalaman 25,20 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,56 Ωm berada pada kedalaman 50,90 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 82,80 Ωm berada pada kedalaman 95,10 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Mojosari diperoleh rentang resistivitas 5,56-82,80

Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 95,190 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 82,80 Ωm. Sumur di Desa Mojosari

memiliki kedalaman 15-20 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Mojosari terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 0,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Mojosari pada kedalaman 4,12 -25,20 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

IV.1.13. Titik Sounding Desa Gudang

Lokasi titik sounding Desa Gudang pada posisi 70 44’11,42’’ LS dan 1140

13’ 8,58’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan desa yang sampingnya berupa parit dan rumah penduduk. Hasil pengolah data titik sounding Desa Gudang disajikan pada Gambar 4.13.:


(52)

commit to user

1000 AB/2 100

100

10 10

1

Gambar 4.13 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa Gudang

Hasil inversi data sounding Desa Gudang diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:

a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13 Ωm berada pada kedalaman 1,10 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 60 Ωm berada pada kedalaman 2,69 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 4,95 Ωm berada pada kedalaman 3,46 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 10,30 Ωm berada pada kedalaman 55,6 m

ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.

e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 15,90 Ωm berada pada kedalaman 181 m

ditafsirkan sebagai batu pasir.

Hasil sounding Desa Gudang diperoleh rentang resistivitas 4,95-60,00 Ωm

dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 181 m. Lapisan batuan

didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 15,90 Ωm. Secara geokimia, air

sumur bor di Desa Sumberejo (sebelah timur titik sounding Desa Gudang) berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman diatas 100 m terindikasi mengalami

Kedalaman (m)


(53)

commit to user

2,30 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Gudang pada kedalaman 55,60-181,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

Dari uraian hasil 13titik sounding di Kecamatan Asembagus, kecamatan

Jangkar, dan Kecamatan Banyuputih diperoleh rentang resistivitas 1,28 Ωm –

826,00 Ωm. Kedalaman maksimum terukur 196,30 m di Desa Perante. Secara regional kawasan penelitian didominasi oleh batu pasar dengan ketebalan maksimum 125,4m. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Daerah Asembagus, Jangkar dan Banyuputih tercemar oleh air Kawah Ijen yang diindikasikan olah kadar F yang tinggi pada air sumur warga. Berdasarkan hasil survei geolistrik diperoleh 12 titik sounding mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen pada kedalaman diatas 15 m.

Pada peneliatian ini, titik sounding Jangkar dipilih sebagai referensi karena air sumur di wilayah Jangkar netral dan tidak terkontaminasi ole air Kawah Ijen. Hal ini didukung penelitian geokimia pada air sumur bor di Jangkar tidak mengandung elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen.


(54)

commit to user

Hasil penelitian geolistrik berupa nilai resistivitas batuan dan kedalaman lapisan batuan di bandingkan dengan data kedalaman sumur penduduk dan kadar F disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel Resistivitas batuan dengan Sumur Penduduk di Area Irigasi Titik

sounding

Lokasi Kedalaman sumur (m) F (mg/Kg) Resistivitas (Ωm) batu pasir Kedalaman lapisan (m)

TS 1 Perante 30-40 2,50 N5 31 29,01-196,30 TS 2 Bantal II 30-40 2,20 N4 23 4,65-169 TS 3 Awar-Awar I 30-40 3,50 N1 1,28

N4 8,96 N6 2,00

0-1,02 1,91-30,8 60,80-132 TS 4 Bantal III 30-40 2,20 N6 14,20 38,80- 91, TS 5 Awar-Awar II 30-40 3,50 N4 18,90 21,20-178 TS 6 Randu Agung 30-40 3,0 N6 9,71 30,70-138 TS 7 Trigonco I 30-40 3,50 N2 45,31

N4 9,59

1,09-5,70 56,50-87,90 TS 8 Trigonco II 30-40 3,50 N5 17,60 13,10-155 TS 9 Wringin Anom 20-30 2,60 N3 21,90

N4 1,95

2,73-29,20 46,50-122 TS 10 Jangkar (netral) >8 0 N4 65,60 40,40-88,30 TS 11 Sopet 30-40 0,50 N5 43,10 27-100 TS 12 Mojosari 20-40 0,50 N2 12,90 4,12 -25,20 TS 13 Gudang 2,6 2,60 N2 4,95

N5 15,90

2,69-3,46 55,60-181 Sumur bor di Desa

Sumberejo

100-200 m 2,30


(55)

commit to user

mengalami pencemaran elmenen-elemen Kawah Ijen memiliki rentang antara

1,28-43,10 Ωm sedangkan resistivitas di Jangkar (referensi) 65,60 Ωm.

Berdasarkan nilai resistivitas di 12 titik sounding dan resistivitas di Jangkar (netral) diketahui bahwa nilai resistivitas di daerah yang tercemar lebih rendah dibandingkan nilai resistivitas di daerah netral (Jangkar). Oleh karena itu

resistivitas batu pasir di bawah 65,60 Ωm terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.

Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa air sumur di 12 titik sounding mengandung elemen-elemen Kawah Ijen berdasarkan kandungan F di dalamnya. Kandungan F pada air sumur warga berkisar antara 0,5-3,5 mg/kg. Berdasarkan WHO, kandungan F yang diperbolehkan dalam air sumur adalah 1,5 mg/kg. Sehingga daerah dengan F diatas 1,5 mg/kg diindikasikan mengalami pencemaran. Berdasarkan tabel 4.1. daerah yang mengalami pencemaran adalah Perante, Bantal, Awar-Awar, Trigonco, Randu Agung, Wringin Anom dan

Gudang dengan resistivitas batu pasir di daerah tersebut berkisar 1,28-31 Ωm.

Daerah yang mengalami pencemaran sebagian adalah Mojosari dan Sopet dengan

resistivitas batu pasir ~ 40 Ωm. Daerah yang tidak terindikasi mengalami

pencemaran adalah Jangkar.

Pencemaran yang terjadi di daerah penelitian berada pada lapisan batu pasir, yang memiliki porositas sedang dan permeabilitas yang tinggi. Oleh karena itu fluida pada lapisan batu pasir akan mudah bergerak dan meresap. Berdasarkan data korelasi sumur diketahui lapisan batu pasir yang terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen berada pada lapisan tanah yang dalam. Namun pada lapisan atas juga terdapat lapisan batu pasir dengan resistivitas di

bawah 65,6 Ωm. Sehingga pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen bisa terjadi di lapisan tanah atas maupun lapisan tanah bawah. Sumber pencemaran untuk masing-masing lapisan berasal dari elemen-elemen Kawah Ijen yang di bawa oleh air irigasi Sungai Banyuputih dan air Sungai Bayuputih. Karena Sungai


(56)

commit to user

tanah yang lebih dalam karena adanya gaya grafitasi. Sehingga pencemaran pada lapisan yang dalam secara umum disebabkan karena air Sungai Banyuputih. Pencemaran lapisan yang dalam secara umum terjadi pada lapisan 10 m lebih. Pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen pada lapisan tanah atas dipengaruhi oleh air irigasi dari Sungai Banyuputih dan secara umum terjadi pada kedalaman ~ 1-9 m. Daerah yang mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen karena air Sungai Banyuputih adalah Randu Agung dan Bantal 2. Daerah yang terindikasi mengalami pencemaran karena air irigasi dan air Sungai Banyuputih adalah Perante, Awar-Awar 1 dan 2, Bantal 2, Trigonco 1 dan 2, Wringin Anom, Sopet, Mojosari dan Gudang.

Dalam penelitian ini diketahui tidak semua lapisan batuan dari permukaan hingga lapisan yang dalam tercemari oleh elemen-elemen Kawah Ijen. Pada kedalaman tertentu menunjukkan bahwa pada lapisan tersebut tidak mengalami pencemaran. Hal ini dikarenakan pada lapisan yang tercemar dibatasi oleh jenis batuan pasir tufaan yang bersifat kurang porus dan permeabilitas yang rendah sehingga fluida hanya akan tertampung pada lapisan tersebut dan kemungkinan merembes ke lapisan di bawahnya sangat kecil.

Berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil survei geolistrik, diketahui daerah yang mengalami pencemaran hingga kedalaman diatas 100 m adalah Perante, Bantal 2, Awar-Awar 1 dan 2, Randu Agung, Trigonco 2, Wringin Anom dan Gudang. Daerah-daerah tersebut mengalami pencemaran hingga lapisan tanah yang dalam dikarenakan lapisan batu pasir di daerah tersebut berada pada kedalaman di atas 10 m dan memiliki ketebalan hingga lebih dari 30 m.


(57)

commit to user

10 m

20 m

30 m

80 m 50 m

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

U

Nilai resistivitas hasil sounding dan posisi serta kedalaman dari titik sounding diplot dengan menggunakan software surfer. Hasil pengeplotan disajikan pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14. Peta kontur resistivitas terhadap Kedalaman


(58)

commit to user

warna kontur yang gelap. Untuk warna kontur terang menunjukkan resistivitas yang tinggi.

Berdasarkan peta kontur resistivitas, penampang geologi pada kedalaman 10 m menunjukkan bahwa semakin ke selatan resistivitas batuan semakin mengecil hal ini dikarenakan semakin ke selatan dari daerah telitian, wilayah tersebut dekat dengan Sungai Banyuputih dan dam dari Sungai Banyuputih sehingga pengaruh air Sungai Banyuputih di daerah bagian selatan telitian lebih besar di bandingkan daerah utara telitian. Pada kedalaman 10 m, daerah telitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah Awar-Awar I, Trigonco II, Bantal II, Wringin Anom, dan Mojosari dengan resistivitas batuan

8,96-23,00 Ωm.

Untuk kedalaman 20 meter terlihat penampang geologi di kedalaman ini hampir sama dengan penampang geologi pada kedalaman 10,00 m. Pada kedalaman 20,00 m terlihat beberapa daerah telitian dan daerah di bagian utara dan barat dari daerah telitian mengalami penurunan resistivitas. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 20,00 m hampir seluruh regional didominasi batuan pasir tufaan yang menyebabkan air irigasi dari Sungai Banyuputih sulit untuk merembes ke dalam lapisan tanah, sehingga air irigasi hanya mencemari di permukaan saja. Daerah telitian yang terkontaminasi elemen-elemen Kawah Ijen pada kedalaman 20,00 m adalah Bantal II, Awar-Awar I, Wringin Anom, Trigonco II, dan Mojosari dengan resistivitas batuan di aerah tersebut adalah

8,96-23,00 Ωm.

Penampang geologi dari barat ke timur pada kedalaman 30 m menunjukkan bahwa hampir seluruh regional memiliki nilai resistivitas yang rendah. Dengan resistivitas yang rendah menunjukkan bahwa hampir semua regional mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Hal ini didukung


(59)

commit to user

yang terindikasi mengalami pencemaran berada pada rentang 9,71 – 43,10 Ωm.

Untuk penampang pada kedalaman 50 m menunjukkan resistivitas rendah berada di selatan dan Barat dari daerah telitian daerah telitian, sedangkan daerah di sekitar lokasi telitian, nilai resistivitas hampir tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan tanah, regional daerah yang terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen semakin sedikit, pada peta kontur resistivitas ditunjukkan di daerah-daerah telitian saja. Hal ini dikarenakan elemen-elemen Kawah Ijen yang mencemari lapisan tanah dalam dan air tanah dibawa oleh air Sungai Banyuputih. Air Sungai Banyuputih meresap kedalam lapisan tanah melalui lapisan batu pasir dan bergerak melalui pori-pori batuan yang ada di dalam batuan tersebut. Sehingga air Sungai Banyuputih akan mencemari lapisan batuan yang sama dalam hal ini adalah batu pasir. Pada kedalaman 50 m banyak didominasi oleh batuan pasir tufaan sedangkan batu pasir hanya berada disekitar daerah telitian, sehingga untuk daerah telitian mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen yang dibawa oleh Sungai Banyuputih,. Daerah telitian yang terindikasi mengalami pencemaran pada kedalaman 50 m adalah Perante, Bantal 2, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco 2 dan Sopet. Pada kedalaman 50 m resistivitas batuan yang mengalmi pencemaran

elemen-elemen Kawah Ijen berada pada rentang 9,71-43,1 Ωm.

Pada kedalaman 80 m menunjukkan bahwa resistivitas batuan di regional bagian barat, barat daya dan utara dari daerah telitian mengalami peningkatan resistivitas, sehingga untuk daerah di bagian barat dan barat daya dari daerah telitian pada kedalaman 80 m hampir tidak mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Pencemaran elemen-elemen-elemen-elemen Kawah Ijen masih terkonsentrasi di daerah telitian dan regional sebelah selatan dari daearah telitian. Daerah-daerah telsitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah Perante, Bantal 2, Awar-Awar 1, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco 1, Trigonco 2, Sopet dan Gudang. Resistivitas batuan pada kedalaman 80 m yang terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen kawah Ijen adalah 2-43,10 m.


(60)

commit to user

pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dengan konsentrasi yang tinggi adalah Awar-Awar I. Hal ini ditunjukkan dengan resistivitas batuan pada kedalaman 80

m di daerah Awar-Awar adalah 2 Ωm.

Hasil pendugaan geolistrik menunjukkan bahwa pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dari selatan ke utara mengalami penurunan pada kedalaman 10-20 m. Pada kedalaman 10-20 m daerah telitian di sebelah selatan masuk dalam daerah yang terindikasi mengalami pencemaran. Pencemaran yang terjadi di permukaan hingga kedalaman 10 m, disebabkan karena air irigasi. Selanjutnya pola pencemaran mengalami perluasan hingga merata ke seluruh daerah regional pada kedalaman 30 m. Karena pada kedalaman 30 m, daerah regional didominasi oleh lapisan batu pasir yang membawa elemen-elemen Kawah Ijen dari Sungai Banyuputih. Sifat dari batu pasir yang porus dan memiliki sifat permeabilitas 10,42-187,5 cm/jam sehingga fluida dari air Sungai Banyuputih akan mudah terdistribusi keseluruh daerah yang tercakup di regional termasuk di dalamnya daerah telitian. Pada kedalaman 50 m pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen mulai menyempit yang mencakup sebagian daerah teltian bagian selatan dan timur. Untuk wilayah regional di sebelah barat mengalami penurunan tingkat pencemaran, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan resistivitas di daerah bagian barat termasuk di dalamnya daerah telitian yaitu Desa Mojosari.

Semakin dalam lapisan tanah menunjukkan pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dari timur ke barat mengalami penurunan yang diunjukkan dengan peningkatan resistivitas di beberapa daerah regional di sebelah barat. Daerah regional bagian selatan yang mencakup daerah telitian yaitu Desa Bantal, Awar-Awar, Randu Agung, Trigonco, dan Perante hampir di setiap kedalaman menunjukkan pola penyebaran pencemaran yang relatif sama, sehingga pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen yang dibawa oleh air Sungai Banyuputih banyak terjadi di regional selatan.


(61)

commit to user


(62)

commit to user

SIMPULAN

Dari hasil penelitian berdasarkan survey geolistrik di Kecamatan Asembagus, Jangkar dan Banyuputih diperoleh nilai resistivitas batuan antara

1,28 Ωm – 826,00 Ωm.. Titik Sounding Jangkar memiliki resistivitas batu pasir

65,6 Ωm digunakan sebagai referensi. Nilai resistivitas lebih rendah dibandingakan resistivitas di Jangkar menunjukkan daerah tersebut tercemar.

Hasil pemetaan resistivitas menunjukkan pola resistivitas pada kedalaman 20-30 m secara regional memiliki resistivitas yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut tercemar air Kawah Ijen. Desa Trigonco, Awar-Awar dan Wringin Anom terindikasi mengalami pencemaran yang signifikan dengan

resistivitas batu pasir pada kedalaman tersebut di bawah 10 Ωm.

Berdasarkan interpresi data sounding daerah yang mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen karena air Sungai Banyuputih adalah Randu Agung dan Bantal 2. Daerah yang terindikasi mengalami pencemaran karena air irigasi dan air Sungai Banyuputih adalah Perante, Awar-Awar 1 dan 2, Bantal 2, Trigonco 1 dan 2, Wringin Anom, Sopet, Mojosari dan Gudang.


(1)

commit to user

10 m

20 m

30 m

80 m 50 m

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150

U

IV. 4. Interprestasi Peta Kontur Resistivitas

Nilai resistivitas hasil sounding dan posisi serta kedalaman dari titik sounding diplot dengan menggunakan software surfer. Hasil pengeplotan disajikan pada Gambar 4.14.


(2)

commit to user

Pola kontur yang mengindikasikan resistivitas rendah ditunjukkan dengan warna kontur yang gelap. Untuk warna kontur terang menunjukkan resistivitas yang tinggi.

Berdasarkan peta kontur resistivitas, penampang geologi pada kedalaman 10 m menunjukkan bahwa semakin ke selatan resistivitas batuan semakin mengecil hal ini dikarenakan semakin ke selatan dari daerah telitian, wilayah tersebut dekat dengan Sungai Banyuputih dan dam dari Sungai Banyuputih sehingga pengaruh air Sungai Banyuputih di daerah bagian selatan telitian lebih besar di bandingkan daerah utara telitian. Pada kedalaman 10 m, daerah telitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah Awar-Awar I, Trigonco II, Bantal II, Wringin Anom, dan Mojosari dengan resistivitas batuan

8,96-23,00 Ωm.

Untuk kedalaman 20 meter terlihat penampang geologi di kedalaman ini hampir sama dengan penampang geologi pada kedalaman 10,00 m. Pada kedalaman 20,00 m terlihat beberapa daerah telitian dan daerah di bagian utara dan barat dari daerah telitian mengalami penurunan resistivitas. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 20,00 m hampir seluruh regional didominasi batuan pasir tufaan yang menyebabkan air irigasi dari Sungai Banyuputih sulit untuk merembes ke dalam lapisan tanah, sehingga air irigasi hanya mencemari di permukaan saja. Daerah telitian yang terkontaminasi elemen-elemen Kawah Ijen pada kedalaman 20,00 m adalah Bantal II, Awar-Awar I, Wringin Anom, Trigonco II, dan Mojosari dengan resistivitas batuan di aerah tersebut adalah

8,96-23,00 Ωm.

Penampang geologi dari barat ke timur pada kedalaman 30 m menunjukkan bahwa hampir seluruh regional memiliki nilai resistivitas yang rendah. Dengan resistivitas yang rendah menunjukkan bahwa hampir semua regional mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Hal ini didukung


(3)

commit to user

pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Pada kedalaman 30 m resistivitas batuan

yang terindikasi mengalami pencemaran berada pada rentang 9,71 – 43,10 Ωm.

Untuk penampang pada kedalaman 50 m menunjukkan resistivitas rendah berada di selatan dan Barat dari daerah telitian daerah telitian, sedangkan daerah di sekitar lokasi telitian, nilai resistivitas hampir tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan tanah, regional daerah yang terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen semakin sedikit, pada peta kontur resistivitas ditunjukkan di daerah-daerah telitian saja. Hal ini dikarenakan elemen-elemen Kawah Ijen yang mencemari lapisan tanah dalam dan air tanah dibawa oleh air Sungai Banyuputih. Air Sungai Banyuputih meresap kedalam lapisan tanah melalui lapisan batu pasir dan bergerak melalui pori-pori batuan yang ada di dalam batuan tersebut. Sehingga air Sungai Banyuputih akan mencemari lapisan batuan yang sama dalam hal ini adalah batu pasir. Pada kedalaman 50 m banyak didominasi oleh batuan pasir tufaan sedangkan batu pasir hanya berada disekitar daerah telitian, sehingga untuk daerah telitian mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen yang dibawa oleh Sungai Banyuputih,. Daerah telitian yang terindikasi mengalami pencemaran pada kedalaman 50 m adalah Perante, Bantal 2, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco 2 dan Sopet. Pada kedalaman 50 m resistivitas batuan yang mengalmi pencemaran

elemen-elemen Kawah Ijen berada pada rentang 9,71-43,1 Ωm.

Pada kedalaman 80 m menunjukkan bahwa resistivitas batuan di regional bagian barat, barat daya dan utara dari daerah telitian mengalami peningkatan resistivitas, sehingga untuk daerah di bagian barat dan barat daya dari daerah telitian pada kedalaman 80 m hampir tidak mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Pencemaran elemen-elemen-elemen-elemen Kawah Ijen masih terkonsentrasi di daerah telitian dan regional sebelah selatan dari daearah telitian. Daerah-daerah telsitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah Perante, Bantal 2, Awar-Awar 1, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco 1, Trigonco 2, Sopet dan Gudang. Resistivitas batuan pada kedalaman 80 m yang


(4)

commit to user

Pada kedalaman 80 m daerah yang telitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dengan konsentrasi yang tinggi adalah Awar-Awar I. Hal ini ditunjukkan dengan resistivitas batuan pada kedalaman 80

m di daerah Awar-Awar adalah 2 Ωm.

Hasil pendugaan geolistrik menunjukkan bahwa pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dari selatan ke utara mengalami penurunan pada kedalaman 10-20 m. Pada kedalaman 10-20 m daerah telitian di sebelah selatan masuk dalam daerah yang terindikasi mengalami pencemaran. Pencemaran yang terjadi di permukaan hingga kedalaman 10 m, disebabkan karena air irigasi. Selanjutnya pola pencemaran mengalami perluasan hingga merata ke seluruh daerah regional pada kedalaman 30 m. Karena pada kedalaman 30 m, daerah regional didominasi oleh lapisan batu pasir yang membawa elemen-elemen Kawah Ijen dari Sungai Banyuputih. Sifat dari batu pasir yang porus dan memiliki sifat permeabilitas 10,42-187,5 cm/jam sehingga fluida dari air Sungai Banyuputih akan mudah terdistribusi keseluruh daerah yang tercakup di regional termasuk di dalamnya daerah telitian. Pada kedalaman 50 m pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen mulai menyempit yang mencakup sebagian daerah teltian bagian selatan dan timur. Untuk wilayah regional di sebelah barat mengalami penurunan tingkat pencemaran, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan resistivitas di daerah bagian barat termasuk di dalamnya daerah telitian yaitu Desa Mojosari.

Semakin dalam lapisan tanah menunjukkan pola penyebaran pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dari timur ke barat mengalami penurunan yang diunjukkan dengan peningkatan resistivitas di beberapa daerah regional di sebelah barat. Daerah regional bagian selatan yang mencakup daerah telitian yaitu Desa Bantal, Awar-Awar, Randu Agung, Trigonco, dan Perante hampir di setiap kedalaman menunjukkan pola penyebaran pencemaran yang relatif sama, sehingga pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen yang dibawa oleh air Sungai Banyuputih banyak terjadi di regional selatan.


(5)

commit to user


(6)

commit to user

BAB V SIMPULAN

Dari hasil penelitian berdasarkan survey geolistrik di Kecamatan Asembagus, Jangkar dan Banyuputih diperoleh nilai resistivitas batuan antara

1,28 Ωm – 826,00 Ωm.. Titik Sounding Jangkar memiliki resistivitas batu pasir

65,6 Ωm digunakan sebagai referensi. Nilai resistivitas lebih rendah dibandingakan resistivitas di Jangkar menunjukkan daerah tersebut tercemar.

Hasil pemetaan resistivitas menunjukkan pola resistivitas pada kedalaman 20-30 m secara regional memiliki resistivitas yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut tercemar air Kawah Ijen. Desa Trigonco, Awar-Awar dan Wringin Anom terindikasi mengalami pencemaran yang signifikan dengan

resistivitas batu pasir pada kedalaman tersebut di bawah 10 Ωm.

Berdasarkan interpresi data sounding daerah yang mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen karena air Sungai Banyuputih adalah Randu Agung dan Bantal 2. Daerah yang terindikasi mengalami pencemaran karena air irigasi dan air Sungai Banyuputih adalah Perante, Awar-Awar 1 dan 2, Bantal 2, Trigonco 1 dan 2, Wringin Anom, Sopet, Mojosari dan Gudang.