Karaoke: Sebuah Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga)

(1)

Karaoke: Sebuah Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan

(Studi Deskriptif tentang Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke

Keluarga)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Disusun Oleh :

Mardiana Harahap

060905059

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas Rahmat dan Hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Karaoke: Sebuah Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S-1 Bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak :

1. Bapak Prof. Dr. Badarrudin, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Irfan Simatupang, MSi, selaku Sekretaris Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Tjut Syahriani, M. Soc. Sc, sebagai Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

5. Ibu Dra. Sabariah Bangun, M. Soc. Sc, sebagai Ketua Penguji sekaligus Dosen Wali yang telah memberikan masukan guna perbaikan hasil penelitian ini.

6. Bapak Nurman Achmad, S. Sos. M. Soc, sebagai Penguji Kedua yang telah memberikan masukan guna perbaikan hasil penelitian ini.


(3)

7. Seluruh Dosen di FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi dan seluruh guru yang telah mengajar penulis dari TK sampai tingkat SMA. Pengabdian yang luar biasa.

8. Seluruh Staf di FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi, spesialku untuk Kak Nur dan Kak Sofi yang sudah membantu penulis dalam mengurus kelancaran administrasi selama dalam masa perkuliahan.

9. Terima kasih buat teman-teman terbaikku: Rebecca, Sidriani, Novika, Hendra Sang Amatiran, Atika, S. Sos, Lisna, S. Sos, Masridanur, Gebi, Desi, Firman, Umar, Wilfrid, Nanta, Denny, Bang Avena, S. Sos, Bang Siwa, S. Sos, Bang Liyansyah, S. Sos, Bang Aulia, S.H, Bang Agip, Bang Darwin, Bang Laia, Kak Econg, S. Sos, Kak Anis, S. Sos, Pardin, Davi, Indah, Suherman, Putri Karolina, Mimi Hutagalung, Marini Hutabarat, Amd, Risma Aritonang, S.E, dan semua kerabat Antropologi FISIP USU.

10. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, Ibu Masnida Simatupang dan Ayah Hoiruddin Harahap, S.P, yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun materil kepada penulis. Ibu dan Ayahku sayang cintaku padamu.

11. Untuk saudaraku yang sangat aku sayangi: Latifah Hanum Harahap, AMKG, Rahma Seri Harahap, Herman Saputra Harahap, Baginda Raja Mompang Harahap. Terima kasih untuk motivasi dan kasih sayang kalian buat kakak. Semangat, kita harus bisa buat orang tua kita bangga. Tidak lupa juga buat sepupuku: Alex Lumban Gaol, S.E, Arifai Lumban Gaol, S. Ked, Nuraisyah Ungerer, S.T, Astriani Ungerer, Amd, Niati Simatupang, dan Thamrin Prima Simatupang. Terima kasih buat semua motivasi yang telah kalian berikan selama ini dan sama-sama kita berjuang untuk menjadi sukses. Spesialku buat tulangku Sarma Simatupang yang sudah tidak sabar lagi untuk memake-upku, terima kasih atas motivasi yang selama ini tulang berikan untukku.


(4)

12. Terima kasih kepada semua informan yang telah membantu dan meyediakan waktu untuk memberikan informasi yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan kalian semua.

13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulis selama proses skripsi.

Kiranya Allah S.W.T senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis. Menyadari akan keterbatasan penulis, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Terima kasih atas segala perhatian dan semoga bermanfaat.

Medan, November 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...x

ABSTRAK...xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah...1

1.2.Rumusan Masalah...4

1.3.Lokasi Penelitian...5

1.4.Tujuan Penelitian...5

1.5.Manfaat Penelitian...6

1.6.Tinjauan Pustaka...6

1.7.Metode Penelitian...16

1.7.1. Tipe Penelitian...16

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data...16

1.8.Teknik Analisis Data...18

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sekilas Gambaran Kota Medan...20


(6)

2.1.1. Kota Medan dalam Dimensi Sejarah...20

2.1.2. Kota Medan secara Geografis...21

2.1.3. Kota Medan secara Demografis...23

2.1.4. Fungsi Kota Medan...27

2.2. Sekilas Gambaran Kecamatan Medan Petisah...28

2.3. Sekilas Gambaran Kelurahan Petisah Tengah...29

2.3.1. Sejarah Singkat Kelurahan Petisah Tengah...30

2.3.2. Tata Penggunaan Lahan...30

2.3.3. Komposisi Penduduk...31

2.3.4. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Petisah Tengah...38

2.4. Sekilas Gambaran Menuju Lokasi Penelitian...41

BAB III.HAPPY PUPPY KARAOKE KELUARGA 3.1. Sejarah Karaoke...43

3.2. Karaoke Konsep Keluarga...46

3.3. Karaoke Keluarga Memperbaiki Citra Karaoke...47

3.4. Pelopor Karaoke Keluarga di Indonesia...49

3.5. Sekilas Gambaran Keadaan Ruangan di Happy Puppy Karaoke Keluarga...50

3.5.1. Di Isi dengan Peralatan Teknologi yang Mutakhir...50

3.5.2. Di Desain Sekeren Mungkin...52


(7)

BAB IV.KARAOKE SEBAGAI SUATU GAYA HIDUP

4.1. Alasan-Alasan yang Mendorong Mahasiswa Berkaraoke...59

4.2. Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga...65

4.2.1. Pesan Tempat...65

4.2.2. Memilih dan Memainkan Lagu...67

4.2.3. Dari Bernyanyi hingga Berjoget...69

4.3. Pandangan Mahasiswa tentang Karaoke...72

4.4. Manfaat Mahasiswa Berkaraoke...74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...76

5.2. Saran...78

DAFTAR PUSTAKA...80 LAMPIRAN

1. Daftar Nama Informan 2. Surat Izin Penelitian


(8)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 : Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Kota

Medan Tahun 2001-2007...23

2. Tabel 2 : Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2007...24

3. Tabel 3 : Tata Penggunaan Lahan...30

4. Tabel 4 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin...32

5. Tabel 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia...32

6. Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama...33

7. Tabel 7 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku...34

8. Tabel 8 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan...35


(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Kuil Shri Mariamman...41

2. Gambar 2 : Tempat Parkir Kenderaan Roda Dua...41

3. Gambar 3 : Rumah Sakit MATERNA...42

4. Gambar 4 : Computer, Mause, Keyboard, Remote...50

5. Gambar 5 : Sound System...51

6. Gambar 6 : LCD yang Menyatu dengan Dinding Ruangan...51

7. Gambar 7 : Ruang Tunggu, Sekaligus Tempat Istirahat Sejenak Setelah Selesai Karaokean...52

8. Gambar 8 : Tangga yang Digunakan...53

9. Gambar 9 : Lift yang Digunakan...53

10.Gambar 10 : Lorong Menuju Ruangan Karaoke...54

11.Gambar 11 : Pintu yang Dirancang dengan Jendela Besar Tembus Pandang...54

12.Gambar 12 : Mahasiswa yang sedang Reservation...65

13.Gambar 13 : Petugas yang Ditunjuk untuk Mengantarkan Pengunjung...65

14.Gambar 14 : Daftar Menu Makanan dan Minuman...66

15.Gambar 15 : Mahasiswa yang sedang Memilih-Milih Lagu yang akan Dimainkan...67

16.Gambar 16 : Mahasiswa yang sedang Bernyanyi...69


(10)

ABSTRAK

Mardiana Harahap 2010, judul : Karaoke: Sebuah Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 83 halaman, 9 tabel, 17 gambar, 30 daftar pustaka, 2 lampiran.

Penelitian ini mengkaji tentang gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga. Berlokasi di Jalan Teuku Umar Medan Ruko Airlangga City Point, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Kajian ini membahas permasalahan mengenai pandangan mahasiswa tentang karaoke, kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke, dan manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan karaoke.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa tentang karaoke, untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke, dan untuk mengetahui manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan karaoke. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi partisipasi, observasi tanpa partisipasi, dan wawancara kepada 15 informan. Observasi dilengkapi dengan kamera foto. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview) dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis dan tape recorder. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karaoke sebagai suatu gaya hidup mahasiswa karena dengan karaoke mereka memperoleh kepuasan dan kesenangan yang mampu menghilangkan beban pikiran yang mereka rasakan. Berkumpul dan bercanda dengan teman-teman di dalam ruangan karaoke dianggap sebagian mahasiswa sebagai salah satu cara yang ampuh untuk menghibur diri dan menghilangkan stres.


(11)

ABSTRAK

Mardiana Harahap 2010, judul : Karaoke: Sebuah Gaya Hidup Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 83 halaman, 9 tabel, 17 gambar, 30 daftar pustaka, 2 lampiran.

Penelitian ini mengkaji tentang gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga. Berlokasi di Jalan Teuku Umar Medan Ruko Airlangga City Point, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Kajian ini membahas permasalahan mengenai pandangan mahasiswa tentang karaoke, kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke, dan manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan karaoke.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa tentang karaoke, untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke, dan untuk mengetahui manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan karaoke. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi partisipasi, observasi tanpa partisipasi, dan wawancara kepada 15 informan. Observasi dilengkapi dengan kamera foto. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview) dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis dan tape recorder. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karaoke sebagai suatu gaya hidup mahasiswa karena dengan karaoke mereka memperoleh kepuasan dan kesenangan yang mampu menghilangkan beban pikiran yang mereka rasakan. Berkumpul dan bercanda dengan teman-teman di dalam ruangan karaoke dianggap sebagian mahasiswa sebagai salah satu cara yang ampuh untuk menghibur diri dan menghilangkan stres.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia saat ini adalah pada sektor industri hiburan. Berbagai tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan terus bertambah, mulai dari tempat hiburan yang hanya dinikmati oleh golongan-golongan tertentu, hingga tempat hiburan yang dapat dinikmati semua golongan-golongan. Setiap tempat hiburan memiliki daya tarik tersendiri dan memiliki penikmatnya masing-masing. Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor pendukung berkembangnya tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan dan salah satu tempat hiburan yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi adalah tempat karaoke.

Memang sampai saat ini tidak ada data yang benar-benar valid kapan dan di mana karaoke pertama kali didirikan di Indonesia. Namun, berdasarkan data yang ada karaoke pada awalnya dianggap sebagai hiburan yang mahal dan dipandang sebagai hiburan malam yang berkonotasi negatif oleh sebagian masyarakat Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan negatif ini semakin lama semakin menipis, bahkan telah hilang sama sekali pada masa sekarang. Menjamurnya karaoke-karaoke yang mengklasifikasikan dirinya sebagai karaoke keluarga di kota-kota besar, bahkan sudah pula masuk ke kota-kota kabupaten. Ini merupakan sebuah bukti yang jelas


(13)

bahwa karaoke sudah dianggap sebagai sebuah bentuk hiburan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat Indonesia

Karaoke berasal dari bahasa Jepang yaitu kara dari kata karappo yang berarti kosong dan oke dari kata okesutura atau orkestra. Karaoke berarti sebuah musik orkestra yang kosong atau tidak dilengkapi dengan suara vokal. Meski awalnya hanya sekedar hiburan untuk melepas kepenatan, kini karaoke telah menjelma menjadi salah satu bagian yang dianggap mempunyai andil dalam perkembangan dunia musik. Bagaimana tidak, dengan karaoke setiap orang tanpa harus mempunyai suara bagus bisa langsung merasakan menjadi penyanyi sungguhan karena mereka menyanyi diiringi musik yang sama dengan yang dinyanyikan oleh penyanyi aslinya (http://soranalala.multiply .com/journal/item/5).

Oleh karena konotasi karaoke di Indonesia sudah demikian identiknya dengan hiburan malam, maka ditambahlah kata keluarga setelah kata karaoke sebagai upaya penekanan bahwa hiburan yang disediakan adalah hiburan yang baik untuk keluarga atau hiburan untuk orang yang baik-baik (http://leisure .id.finroll.com/karoke/13-karaoke/3101-contentproducer.html). Karaoke keluarga adalah tempat hiburan

keluarga di mana pengunjung dapat bernyanyi bersama keluarga, teman-teman, teman kerja, relasi kerja dalam suasana kekeluargaan dan bersih serta jauh dari kesan maksiat. Saat ini Happy Puppy Karaoke Keluarga di Kota Medan merupakan salah satu tempat hiburan yang banyak dipilih oleh sebagian masyarakat Kota Medan


(14)

sebagai tempat mereka menghabiskan sebagian waktu mereka untuk bernyanyi, tidak terkecuali mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi.

Segudang aktivitas yang dilalui mahasiswa memaksa mereka untuk menetralisasikan kepenatan mereka dengan berkaraoke sebagai pelampiasannya. Disadari ataupun tidak, karaoke telah mengubah gaya hidup mereka. Idealnya gaya hidup mahasiswa itu seharusnya adalah baca buku, diskusi, maupun demonstrasi, akan tetapi kenyataannya sekarang karaoke telah dijadikan mahasiswa itu juga sebagai gaya hidup mereka. Bahkan, yang lebih mengherankannya lagi mereka sampai lupa waktu bila berada di tempat karaoke. Inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga di Kota Medan.

Bedanya penelitian penulis dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya yang meneliti tentang gaya hidup adalah dalam penelitian penulis, penulis ingin menggambarkan bagaimana gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga di Kota Medan, sedangkan Liyansyah (2009) dalam skripsinya yang berjudul Dugem: Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif tentang Kegiatan Dugem di Retrospective), ia ingin mengkaji mengapa dugem dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh para clubbers hingga menjadikannya sebagai gaya hidup, dan Rafika (2010) dalam skripsinya yang berjudul Musik R&B (Kajian tentang Gaya Hidup Pemain Musik R&B di Kota Medan), ia lebih ingin melihat bagaimana keberadaan musik R&B di Kota Medan, sedangkan gaya hidup pemain musik R&B


(15)

di Kota Medan sangat sedikit ia singgung dalam skripsinya yang mana ia menyatakan bahwa gaya hidup pemain musik R&B lebih meniru gaya hidup kebarat-baratan.

Kedewasaan manusia tidak terlepas dan dipisahkan dari latar belakang sosial budaya tempat seseorang dibesarkan, karena kebudayaan adalah pedoman bertingkah laku, cara seseorang membawa diri, dan menjadi bagian masyarakatnya. Kebudayaan diciptakan manusia dan menciptakan manusia yang selalu berhadapan dengan berbagai kemungkinan perubahan yang terjadi karena kemajuan teknologi. Walaupun setiap masyarakat dan kebudayaan berbeda dalam cara mempersiapkan seseorang atau anggotanya, untuk menghadapinya, namun kesamaannya adalah memberikan kematangan, kemandirian, pengetahuan, ketegasan untuk mengadakan pemilihan terhadap hal-hal yang dihadapi (Hans J. Daeng:2000).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga ?

Permasalahan ini akan diuraikan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana pandangan mahasiswa tentang karaoke ? 2. Apa kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke ? 3. Apa manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan karaoke ?


(16)

1.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Teuku Umar Medan Ruko Airlangga City Point, tepatnya di Happy Puppy Karaoke Keluarga. Alasan penulis memilih lokasi ini adalah berdasarkan hasil observasi awal yang menunjukkan bahwa di Happy Puppy Karaoke Keluarga ini lebih sering dikunjungi oleh mahasiswa. Para pengunjung yang datang ke Happy Puppy Karaoke Keluarga harus reservation terlebih dahulu, lalu resepsionis akan menanyakan “atas nama siapa”, “pekerjaannya apa”, “pilih ruangan yang mana”, dan melalui resepsionis penulis memperoleh informasi bahwa kebanyakan pengunjung yang datang pekerjaannya sebagai mahasiswa.

Di sini penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa orang yang datang berkunjung ke Happy Puppy Karaoke Keluarga. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis juga memperoleh data bahwa kebanyakan pekerjaannya sebagai mahasiswa dan ini dibuktikan melalui Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang dapat menjelaskan bahwa mereka terdaftar di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Selain itu, jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dari pusat kota dan tarif yang dikenakanpun masih terjangkau kantong mahasiswa.

1.4. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian membutuhkan tujuan agar penelitian yang dilakukan nantinya dapat berjalan dengan baik, adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


(17)

1. Untuk mengetahui pandangan mahasiswa tentang karaoke.

2. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan mahasiswa saat karaoke. 3. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh mahasiswa dengan

karaoke.

1.5. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian selain memiliki tujuan sebagai dasar dalam proses kegiatannya juga dapat memberikan manfaat, adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai gaya hidup mahasiswa pada saat ini.

2. Dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa yang hendak melakukan penelitian yang terkait dengan masalah yang penulis teliti.

1.6. Tinjauan Pustaka

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sangat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar yaitu hanya beberapa tindakan


(18)

naluri, beberapa refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta. Bahkan, berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dalam gennya bersama kelahirannya (seperti misalnya makan, minum, atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan berkebudayaan (Koentjaraningrat, 2002:180).

Suatu golongan sosial merupakan suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh suatu ciri tertentu, bahkan seringkali ciri itu juga dikenakan kepada mereka oleh pihak luar kalangan mereka sendiri. Walaupun demikian, suatu kesatuan manusia yang kita sebut golongan sosial itu mempunyai ikatan identitas sosial. Hal ini dapat disebabkan karena kesadaran identitas itu tumbuh sebagai respon atau reaksi terhadap caranya pihak luar memandang golongan sosial tadi, atau mungkin juga karena golongan itu memang terikat oleh suatu sistem nilai, sistem norma, dan adat istiadat tertentu (Koentjaraningrat, 2002:150-151).

Golongan sosial dapat terjadi karena manusia-manusia yang diklaskan kedalamnya mempunyai suatu gaya hidup yang khas, dan karena berdasarkan hal itu mereka dipandang oleh orang lain sebagai manusia yang menduduki suatu lapisan tertentu dalam masyarakat. Lapisan itu dapat dianggap lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari sudut orang yang memandang tadi. Karena warganya mempunyai gaya hidup khas yang sama, maka suatu lapisan atau klas sosial tentu dapat juga dianggap mempunyai suatu sistem norma yang sama, dan karena itu juga suatu rasa identitas golongan (Koentjaraningrat, 2002:153).


(19)

Menurut Winarno (1980:85), gaya hidup dapat diasumsikan sebagai cara-cara bertindak yang sering disebut mekanisme penyesuaian yakni cara-cara itu menjadi cara-cara bertindak yang bersifat kebiasaan. Cara-cara itu pada kenyataannya didasarkan pada pengalaman-pengalaman seseorang dalam kehidupannya. Dengan kata lain, gaya hidup seseorang itu merupakan gambaran dari watak, status, perilaku, dan peranannya dalam masyarakat.

Berbeda dengan Kartodirdjo (1987:53), gaya hidup merupakan suatu produk dari stratifikasi sosial sehingga faktor status, kedudukan, dan kekayaan dapat membentuk struktur gaya hidup. Gaya hidup ini pada hakekatnya akan membentuk suatu eksklusifme yang tidak lain bertujuan hendak membedakan status antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya dalam suatu stratifikasi sosial.

Robert Redfield, seorang antropolog yang pernah melihat tentang gaya hidup petani desa sebagaimana dikutip oleh Danandjaja (1994:47) menyatakan bahwa gaya hidup petani desa sebenarnya adalah semacam human type atau tipe manusia yang dapat dikenal dengan segera, agak tersebar di mana-mana, bersifat tahan lama, dan timbul sebagai akibat peradaban (civilization). Gaya hidup semacam ini mungkin dikembangkan sebagai akibat adanya adaptasi dari sifat masyarakat folk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baru yang diakibatkan oleh timbulnya kota.

Selain itu, Robert Redfield sebagaimana dikutip oleh Menno (1994:44-45) juga mengemukakan bahwa komunitas kota lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat material dan rasional, sehingga hubungan-hubungan menjadi impersonal dan sekunder, bukan lagi relation oriented seperti yang terdapat dalam komunitas


(20)

pedesaan yang mengandalkan hubungan-hubungan yang emosional dan primer, di mana orang saling mengenal secara pribadi dan dalam hampir semua aspek kehidupan. Di kota orang saling mengenal hanya dalam hubungan dengan aspek-aspek tertentu saja yang berdasarkan perhatian dan kepentingan. Akibat banyaknya dan bervariasinya tuntutan dalam bertingkah laku dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang berorientasi kepada sasaran (goal) dan pencapaian (achievement), maka gaya hidup masyarakat kota lebih diarahkan kepada penampilan fisik dan kualitas fisik sehingga tampak civilized.

Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola konsumsi. Pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-barang ataupun jasa sebagai identitas mereka. Barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka, melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan penunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah mengubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi memiliki nilai simbolis. Proses konsumsi simbolis merupakan tanda penting dari pembentukan gaya hidup, di mana nilai-nilai simbolis dari suatu produk dan praktek telah mendapat penekanan yang besar dibandingkan dengan nilai-nilai fungsional. Hal ini paling tidak dapat dijelaskan dengan tiga cara. Pertama, kelas sosial telah membedakan proses konsumsi, di mana setiap kelas menunjukkan proses identifikasi yang berbeda. Secara umum memang memperlihatkan bahwa pilihan-pilihan dilakukan sesuai dengan kelas, di mana integrasi ke dalam satu tatanan umum tidak terbentuk sepenuhnya. Nilai simbolis dalam konsumsi tampak diinterpretasikan


(21)

secara berbeda oleh kelompok yang berbeda. Kedua, barang yang dikonsumsi kemudian menjadi wakil dari kehadiran. Hal ini berhubungan dengan aspek-aspek psikologis, di mana konsumsi suatu produk berkaitan dengan perasaan atau rasa percaya diri yang menunjukkan bahwa itu bukan hanya sekedar aksesoris, akan tetapi barang-barang merupakan isi dari kehadiran seseorang karena dengan cara itu ia berkomunikasi (Goffman, 1951). Ketiga, berdasarkan proses konsumsi dapat dilihat bahwa konsumsi citra (image) di satu pihak telah menjadi proses konsumsi yang penting, di mana citra yang dipancarkan oleh suatu produk dan praktek (seperti pakaian atau makanan) merupakan alat ekspresi diri bagi kelompok. Bagi golongan kelas menengah atas citra yang melekat pada suatu produk merupakan instrumen modernitas yang mampu menegaskan keberadaannya dan identitasnya. Proses identifikasi yang terwujud melalui proses konsumsi merupakan proses aktif di dalam konsumsi citra yang menyebabkan intensifikasi kesadaran kelas (Irwan Abdullah, 2006:33-34).

Dalam mengkonsumsi atau dalam memilih produk mana yang akan dikonsumsi, konsumen sebenarnya memiliki kebebasan penuh untuk memilihnya, walaupun kebebasan itu sendiri dalam beberapa kasus agak rancu atau apa yang oleh Zukin dan Maguire (2004:177) disebut sebagai “Democratized desire”. Democratized desire adalah demokrasi yang didikte, konsumen seolah-olah memiliki kebebasan

memilih padahal pilihan-pilihan tersebut diatur sepenuhnya oleh produsen, misalnya melalui iklan, sehingga kegiatan konsumsi cenderung lebih sebagai keharusan daripada sebuah pilihan. Kebebasan mengkonsumsi seharusnya adalah setiap manusia


(22)

dapat mengkonsumsi apapun yang ia suka, asal ia mempunyai akses untuk itu, namun pemilihan ini juga tidak sepenuhnya atas kemauan konsumen tersebut, tetapi juga bisa dipengaruhi oleh norma di masyarakat tempat ia tinggal. Ungkapan “you are what you drive” adalah gambaran bahwa produk apapun yang kita konsumsi akan

menunjukkan “siapa” diri kita atau “posisi” kita di masyarakat, oleh karena itu dalam pemilihan produk yang akan dikonsumsi seseorang cenderung akan memperhatikan nilai atau makna dalam produk itu (Sopingi, 1995). Hal hampir senada juga diungkapkan oleh David Chaney (1996) yang menyatakan bahwa dalam dunia modern gaya hidup kita membantu mendefinisikan sikap, nilai-nilai, dan kekayaan, serta posisi sosial kita.

Pada akhir abad ke-20 perkembangan teknologi khususnya dalam bidang komunikasi berlangsung dengan sangat pesat. Munculnya radio, televisi, dan internet menyebabkan batas ruang antara satu negara dengan negara lainnya menjadi tidak ada (Piliang, 1998:81). Keadaan ini membuat transfer kebudayaan menjadi sangat cepat. Salah satu akibat dari perpindahan budaya dari satu wilayah ke wilayah yang lainnya ialah munculnya berbagai gaya hidup yang dipengaruhi oleh kegiatan konsumsi terhadap barang, jasa, dan aktivitas-aktivitas waktu luang. Kegiatan konsumsi tersebut memunculkan apa yang disebut budaya konsumen, di mana proses konsumsi dilihat sebagai perilaku manusia yang mengubah benda-benda untuk tujuan mereka sendiri (Lury, 1998:3). Oleh Lury budaya konsumen diartikan sebagai “bentuk budaya materi” yakni budaya pemanfaatan benda-benda dalam masyarakat Eropa-Amerika kontemporer. Kini, apa yang dinikmati oleh masyarakat Eropa-Eropa-Amerika


(23)

kontemporer tersebut yang notabene adalah negara kaya ditiru oleh masyarakat dunia lain, termasuk kita.

Budaya konsumen dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (life style). Justru menurut Lury (1998), proses pembentukan gaya hiduplah yang merupakan hal terbaik yang mendefinisikan budaya konsumen. Dalam budaya konsumen kontemporer, istilah itu bermakna individualitas, pernyataan diri, dan kesadaran diri. Dalam hal ini, tubuh, pakaian, waktu senggang, pilihan makanan dan minuman, rumah, mobil, pilihan liburan, dan lain-lain menjadi indikator cita rasa individualitas dan gaya hidup seseorang. Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern. Orang tidak lagi berkomunikasi secara verbal dengan kata-kata, melainkan dengan bentuk komunikasi yang baru yang tidak mengharuskan setiap individu harus saling mengenal untuk mengetahui siapa mereka. Bentuk komunikasi inilah yang sepertinya akhir-akhir ini menjadi trend sebagai ciri masyarakat modern itu tadi.

Selera dalam pemilihan barang-barang konsumsi menjadi sedemikian penting karena ini akan berkaitan dengan siapa saja seseorang itu akan diterima bergaul, karena terdapat kecenderungan bahwa individu hanya akan “diterima” oleh orang dengan kelas sosial yang sama. Fenomena ini tentu paling ketara ada di lingkungan masyarakat golongan kelas menengah atas yaitu mereka yang sudah terpenuhi kebutuhan primernya. Sebenarnya gejala seperti ini walaupun sedikit juga terjadi di golongan bawah, namun gejala tersebut sukar diamati karena kadarnya sangat kecil (Fernando, 2006:114-115).


(24)

Sekarang ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya namun karena gaya hidup, demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, ajang kompetisi para calon bintang, gaya hidup selebriti, dan sebagainya. Yang ditawarkan iklan bukanlah nilai guna suatu barang, akan tetapi citra dan gaya bagi pemakainya. Tidak penting apakah barang itu berguna atau tidak, diperlukan atau tidak oleh konsumen. Karena itu yang kita konsumsi adalah makna yang dilekatkan pada barang itu sehingga kita tidak pernah mampu memenuhi kebutuhan kita. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan makmur padahal miskin (Baudrillard, 2004).

Dalam perilaku konsumen secara samar orang membedakan pengertian kelas sosial dengan pengertian status sosial. Lebih lanjut dijelaskan Max Weber bahwa kelas sosial mengacu kepada pendapatan atau daya beli, sementara status sosial lebih mengarah pada prinsip-prinsip konsumsi yang berkaitan dengan gaya hidup.Banyak definisi yang disodorkan mengenai gaya hidup. Gaya hidup adalah frame of reference yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain berkaitan dengan status sosial yang diproyeksikannya.

Untuk merefleksikan image inilah dibutuhkan simbol-simbol status tertentu yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.Perilaku konsumsi yang didorong oleh orientasi diri memiliki tiga kategori yaitu prinsip, status, dan


(25)

action. Bagi orang yang orientasi dirinya bertumpu pada prinsip, dalam mengambil

keputusan pembelian berdasarkan keyakinannya, sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi. Bisa dikatakan tipe ini lebih rasional. Sedangkan yang bertumpu pada status, keputusannya dalam mengkonsumsi didominasi oleh apa kata orang. Produk-produk branded menjadi pilihannya. Bagi yang gaya hidupnya bertumpu kepada action, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Sehingga demikian dapatlah dikatakan bahwagaya hidup berkaitan dengan bagaimana seseorang memanfaatkan resources yang dimilikinya untuk merefleksikan dirinya berdasarkan nilai, orientasi,

minat, pendapat yang berkaitan dengan status sosialnya

Weber mengemukakan bahwa persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan gaya hidup (style of life). Di bidang pergaulan, gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material, kelompok status dibeda-bedakan atas dasar gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat yang menciptakan dan melestarikan semua adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat (Kamanto Sunarto, 1993:93).


(26)

Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Gaya hidup secara luas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Ada orang yang senang mencari hiburan bersama teman-temannya, ada yang senang menyendiri, ada yang berpergian bersama keluarga, berbelanja, melakukan aktivitas yang dinamis, dan ada pula yang memiliki waktu luang dan uang berlebih untuk kegiatan sosial keagamaan. Gaya hidup dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang

Status sosial seseorang atau sekelompok warga terungkap dari gaya hidupnya. Gaya hidup merupakan tindakan dan interaksi sosial yang dilembagakan. Gaya hidup tertentu menjadi lambang suatu status sosial. Artinya, gaya hidup tersebut sudah menjadi ciri yang melekat pada status sosial tertentu (M. Sitorus, 2000:101). Munculnya kelas-kelas sosial dalam masyarakat perkotaan ditandai dengan adanya perbedaan-perbedaan gaya hidup dan cara hidup (style of life dan way of life), baik dalam hal pengalaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku maupun pandangan mengenai dunia sekitarnya (M. Sitorus, 2003:93).

Menurut Parsudi Suparlan (1996), setiap makhluk sosial memiliki kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan


(27)

pengalamannya. Dan itu dijadikan kerangka landasan untuk mewujudkan dan mendorong suatu perilaku. Pernyataan yang dilontarkan oleh Suparlan tadi tentunya dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat perilaku tiap-tiap individu ketika melakukan interaksi yang efektif. Semua itu ditujukan untuk mewujudkan sikap, pikiran, dan perasaan sehingga dapat tergambarkan perilaku yang khas pada masyarakat tersebut.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang bermaksud memberikan gambaran secara terperinci mengenai gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mendeskripsikan mengenai gaya hidup mahasiswa di Happy Puppy Karaoke Keluarga, maka dilakukanlah penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu, juga diperlukan berbagai sumber kepustakaan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif,


(28)

untuk memperoleh data primer penulis menggunakan metode observasi dan wawancara.

Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti sesuatu gejala (tingkah laku,

peristiwa, artefak) dengan cara mengamati. Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukannya suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap aktivitas atau peristiwa yang dianggap perlu atau yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Observasi akan dilengkapi dengan kamera foto untuk mempublikasikan hal-hal yang dianggap penting dalam penelitian. Metode observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi, di mana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan karaoke yang dilakukan mahasiswa yaitu bernyanyi, berjoget, dan lain-lain. Namun, ada kalanya peneliti juga menggunakan observasi tanpa partisipasi, di mana peneliti tidak terlibat langsung, akan tetapi hanya

sebatas sebagai pengamat saja yaitu mengamati apa-apa saja yang mahasiswa lakukan pada saat karaoke.

Wawancara mendalam yang merupakan metode selanjutnya ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian. Informan di sini adalah para mahasiswa yang melakukan kegiatan karaoke di Happy Puppy Karaoke Keluarga minimal satu kali dalam sebulan. Penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan data sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi tujuan dari penelitian. Selanjutnya


(29)

penggunaan metode ini akan disertai dengan alat bantu berupa tape recorder, interview guide, dan catatan tertulis.

Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dengan informan dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data yang konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara. Selain itu, tape recorder juga digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh pada saat melakukan wawancara.

Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data selanjutnya dimaksudkan sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan penulis demi kesempurnaan akhir penelitian ini.

1.8. Teknik Analisis Data

Bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi, ataupun diubah, sehingga tidak akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut.


(30)

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data dimulai dengan mengumpulkan seluruh data yang diperoleh ketika melakukan pengamatan dan wawancara beserta dari sumber-sumber lainnya. Kemudian data yang terkumpul dibaca dan dipelajari untuk mengetahui apakah data yang terkumpul sudah sesuai dengan yang diharapkan ataupun kalau masih ada data yang kurang dapat dilakukan wawancara selanjutnya.

Langkah berikutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan harus saling berhubungan. Dengan cara ini diharapkan akan ditemukan jawaban yang akan menjelaskan permasalahan-permasalahan yang diteliti, sehingga menghasilkan sebuah laporan yang tersusun secara sistematis.


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sekilas Gambaran Kota Medan

2.1.1. Kota Medan dalam Dimensi Sejarah

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan Ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke Kota Medan pada tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura serta adanya kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikannya Kota Medan sebagai Ibukota Deli juga telah mendorong Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu wilayah kota, juga sekaligus Ibukota Propinsi Sumatera Utara


(32)

2.1.2. Kota Medan secara Geografis

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota atau kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3°30'-3°43' Lintang Utara dan 98°35'-98°44' Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut.

Luas wilayah Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada tahun 1951 Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 Tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 hektar, meliputi 4 kecamatan dengan 59 kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU Tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973, Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 hektar, meliputi 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas wilayah yang sama, maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD Tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 Tanggal 30 September 1996 dan


(33)

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992, Kota Medan dimekarkan kembali, meliputi 21 kecamatan dengan 151 kelurahan.

Wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan daerah Kabupaten Deli Serdang yaitu sebelah Barat, Selatan, dan Timur. Sebelah Utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam, khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Letak geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini


(34)

2.1.3. Kota Medan secara Demografis

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan di mana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan di mana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berpikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan pada tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

TABEL 1

Jumlah, Laju Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001-2007

Tahun Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk

Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

2001 1.926.052 1,17 265,10 7.267

2002 1.963.086 1,94 265,10 7.408


(35)

2004 2.006.014 0,63 265,10 7.567

2005 2.036.018 1,50 265,10 7.681

2006 2.067.288 1,53 265,10 7.798

2007* 2.083.156 0,77 265,10 7.858

Indikator Satuan Tahun

2006 2007*

Jumlah Penduduk Jiwa 2.067.288 2.083.156

Laju Pertumbuhan Penduduk

Persen (%) 1,53 0,77

Luas Wilayah KM² 265,10 265,10

Kepadatan Penduduk Jiwa/KM² 7.798 7.858

Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : * Angka Sementara

TABEL 2

Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2007

Golongan Umur

Laki-Laki Perempuan Jumlah

Jiwa Persen (%)

Jiwa Persen (%)

Jiwa Persen (%) 0-4 89.206 8,62 92.853 8,86 182.059 8,74


(36)

5-9 96.559 9,33 91.885 8,76 188.444 9,05 10-14 98.519 9,52 100.590 9,59 199.109 9,56 16-19 111.263 10,75 105.426 10,06 216.689 10,40 20-24 116.164 11,23 121.385 11,58 237.549 11,40 25-29 99.499 9,62 102.041 9,73 201.540 9,67 30-34 83.325 8,05 75.926 7,24 159.251 7,64 35-39 75.482 7,30 83.180 7,93 158.662 7,62 40-44 70.091 6,77 75.926 7,24 146.017 7,01 45-49 57.837 5,59 53.680 5,12 111.517 5,35 50-54 47.054 4,55 47.393 4,52 94.447 4,53 55-59 30.879 2,98 31.434 3,00 62.313 2,99 60-64 26.468 2,56 22.246 2,12 48.714 2,34 65+ 32.350 3,13 44.495 4,24 76.845 3,69 Jumlah 1.034.696 100,00 1.048.460 100,00 2.083.156 100,00

Sumber : BPS Kota Medan

Berdasarkan tabel-tabel diatas diketahui bahwa ada kecenderungan peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.067.288 jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.083.156 jiwa pada tahun 2007. Laju pertumbuhan penduduk berkisar 1,53% pada tahun 2006 dan 0,77% pada tahun 2007. Walaupun meningkat namun tidak terlalu mencolok, bahkan laju pertumbuhan penduduk cenderung lebih rendah


(37)

tahun 2007 dibandingkan tahun 2006. Faktor alami yang diperkirakan mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah seperti tingkat kelahiran dan kematian. Upaya-upaya pengendalian kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) perlu terus dipertahankan untuk menekan angka kelahiran.

Bertambahnya jumlah penduduk dari 7.798 jiwa/km² pada tahun 2006 menjadi 7.858 jiwa/km² pada tahun 2007 merupakan salah satu permasalahan yang harus diantisipasi, apalagi dengan luas wilayah yang relatif terbatas berpeluang terjadi ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada. Faktor lain yang juga secara berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan komuter serta kaum pencari kerja ke Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi, (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Faktor lain yang secara umum mempengaruhi semakin menurunnya angka pertumbuhan penduduk pada periode 2006-2007 adalah peningkatan derajat pendidikan masyarakat Kota Medan. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan. Mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) mengikuti konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), bahkan sudah ada sebagian PUS memilih untuk menunda


(38)

kelahiran karena alasan ekonomi dan psikologis

2.1.4. Fungsi Kota Medan

Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi, dan karakteristik Kota Medan itu sendiri yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar serta sebagai salah satu dari tiga kota metropolitan terbesar di Indonesia Kota Medan kini berfungsi :

1. Sebagai pusat pemerintahan daerah, baik pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun Kota Medan, sebagai tempat kedudukan perwakilan atau konsulat negara-negara sahabat, serta wilayah kedudukan berbagai perwakilan perusahaan, bisnis, keuangan di Sumatera Utara.

2. Sebagai pusat pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat Sumatera Utara, seperti rumah sakit, perguruan tinggi, stasiun TVRI, RRI, dan lain-lain, termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan swasta, khususnya pusat-pusat perdagangan.

3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa secara regional maupun internasional.


(39)

4. Sebagai pintu gerbang regional atau internasional atau kepariwisataan untuk kawasan Indonesia bagian barat.

2.2. Sekilas Gambaran Kecamatan Medan Petisah

Kecamatan Medan Petisah terletak di Pusat Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

o Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia

o Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru

o Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

Luas wilayah Kecamatan Medan Petisah 13,16 km². Kecamatan Medan Petisah adalah daerah pusat perdagangan Kota Medan. Di Kecamatan Medan Petisah ini terdapat :

- Museum Bukit Barisan yang terletak di Jalan K.H. Zainul Arifin merupakan museum yang menyimpan benda-benda sejarah perjuangan ABRI dan rakyat di Sumatera Utara, seperti senjata, obat-obatan, seragam, dan pakaian pada waktu perang kemerdekaan Indonesia - Hotel Best Western (Bintang Empat)


(40)

- Lapangan Benteng

- Stadion Sepak Bola Kebun Bunga

Kantor Walikota Medan juga terletak di Kecamatan Medan Petisah ini. Kecamatan Medan Petisah memiliki 7 kelurahan yaitu: Kelurahan Sekip, Kelurahan Petisah Tengah, Kelurahan Sei Sikambing D, Kelurahan Sei Putih Barat, Kelurahan Sei Putih Tengah, Kelurahan Sei Putih Timur I, dan Kelurahan Sei Putih Timur II. Di Kecamatan Medan Petisah ini terdapat tiga unit pasar tradisional, dua unit plaza, sepuluh unit rumah sakit, dan tiga unit puskesmas. Oleh-oleh dari Kota Medan yang sudah sangat terkenal yaitu Bika Ambon juga terdapat di Kecamatan Medan Petisah tepatnya di Jalan Majapahit

2.3. Sekilas Gambaran Kelurahan Petisah Tengah

Kelurahan Petisah Tengah merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Medan Petisah. Kelurahan ini memiliki luas wilayah ± 127 hektar. Jarak antara Kelurahan Petisah Tengah dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan ± 1 km. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Petisah Tengah adalah sebagai berikut :

o Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kesawan

o Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing D

o Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sekip


(41)

2.3.1. Sejarah Singkat Kelurahan Petisah Tengah

Sejarah mengenai berdirinya Kelurahan Petisah Tengah sampai saat ini belum ada secara tertulis, berdasarkan hasil wawancara dengan staf kelurahan diperoleh informasi bahwa awalnya kelurahan ini merupakan kuburan Cina dan semenjak tahun 1983 mulailah berdiri pemukiman hingga sampai sekarang. Suku Melayu adalah suku yang mendominasi pada saat itu. Kehadiran pasar petisah memicu besarnya tingkat mobilitas suku pendatang dan menetap di kelurahan ini. Kata petisah itu sendiri merupakan istilah penyebutan oleh etnis Cina untuk Guru Patimpus yang datang berkunjung ke daerah mereka.

2.3.2. Tata Penggunaan Lahan

Kelurahan Petisah Tengah yang memiliki luas wilayah ± 127 hektar tadi digunakan sebagai lahan pemukiman, lahan kuburan, lahan pekarangan, lahan taman, lahan perkantoran, dan lahan prasarana umum. Adapun luas lahan-lahan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

TABEL 3

Tata Penggunaan Lahan

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1 Pemukiman 13 ha 10


(42)

3 Pekarangan 3 ha 2

4 Taman 0,5 ha 0,3

5 Perkantoran 12 ha 9,4 6 Prasarana Umum 100 ha 78

Total 127 ha 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk prasarana umum memiliki luas yang paling lebar yaitu 100 hektar. Luas yang 100 hektar itu termasuk penggunaan lahan untuk prasarana transportasi, prasarana pemerintahan, prasarana peribadahan, prasarana olahraga, prasarana kesehatan, prasarana pendidikan, dan prasarana hiburan atau wisata.

2.3.3. Komposisi Penduduk

Secara demografis Kelurahan Petisah Tengah dapat dilihat dari berbagai komposisi penduduk. Untuk mempermudah proses penyusunan datanya, maka komposisi penduduk Kelurahan Petisah Tengah ini di bagi ke dalam beberapa bagian yaitu :


(43)

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

TABEL 4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-Laki 8.060 orang 53 2 Perempuan 7.050 orang 47

Total 15.110 orang 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kelurahan Petisah Tengah yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8.060 orang (53%), sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yaitu 7.050 orang (47%).

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

TABEL 5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 0-15 5.091 orang 33,6


(44)

3 25-58 7.018 orang 46,4

4 58+ 833 orang 5,7

Total 15.110 orang 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok usia 25-58 tahun jumlah penduduknya lebih banyak yaitu 7.018 orang (46,4 %) dan kelompok usia 58+ tahun jumlah penduduknya lebih sedikit yaitu 833 orang (5,7%).

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

TABEL 6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase (%)

1 Islam 4.766 orang 31,5 2 Kristen Protestan 1.099 orang 7,2 3 Kristen Katolik 2.662 orang 17,6 4 Hindu 448 orang 2,9 5 Budha 6.135 orang 40,8

Total 15.110 orang 100


(45)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Petisah Tengah beragama Budha yaitu sebanyak 6.135 orang (40,8%), sedangkan yang beragama Hindu sangat sedikit terdapat di kelurahan ini yaitu 448 orang (2,9%).

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

TABEL 7

Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

No Suku Jumlah Persentase (%)

1 Batak Toba 282 orang 1,8

2 Nias 57 orang 0,3

3 Melayu 636 orang 4,2 4 Minang 840 orang 5,5 5 Mandailing 974 orang 6,4

6 Karo 406 orang 2,6

7 Jawa 995 orang 6,5

8 Aceh 195 orang 1,2

9 Cina, dan lain-lain 10.725 orang 71,4

Total 15.110 orang 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa suku melayu yang dulunya mendominasi kelurahan ini mulai berkurang jumlahnya yaitu hanya 636 orang


(46)

(4,2%). Bertambahnya jumlah penduduk di kelurahan ini disebabkan oleh banyaknya pendatang dari berbagai daerah yang menetap di kelurahan ini. Mereka berasal dari beranekaragam suku yaitu suku Batak Toba, Nias, Minang, Mandailing, Karo, Jawa, Aceh, Cina, dan lain. Jumlah penduduk yang paling banyak adalah Cina dan lain-lain yaitu 10.725 orang (71,4%), sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Nias yaitu 57 orang (0,3%). Bentuk rumah di kelurahan ini tidak ada yang berbau etnis. Pengaruh ekonomi telah mengubah rumah-rumah di kelurahan ini menjadi rumah-rumah bermodel ruko.

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

TABEL 8

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Buruh atau Swasta 3.603 orang 67,9 2 Pegawai Negeri 105 orang 0,6 3 Pengrajin 6 orang 0,0 4 Pedagang 1.001 orang 6,6 5 Penjahit 11 orang 0,0 6 Tukang Batu 20 orang 0,1 7 Tukang Kayu 7 orang 0,0 8 Peternak 1 orang 0,0


(47)

9 Montir 25 orang 0,1 10 Dokter 12 orang 0,0

11 Supir 50 orang 0,3

12 Pengemudi Becak 10 orang 0,0 13 TNI/Polri 54 orang 0,3 14 Pengusaha 959 orang 23,8

Total 5.874 orang 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang pekerjaannya sebagai buruh atau swasta lebih banyak yaitu 3.603 orang (67,9%), menyusul pedagang sebanyak 1.001 orang (6,6%), dan selanjutnya pengusaha 959 orang (23,8%), sedangkan yang pekerjaannya sebagai peternak hanya ada satu orang. Berdasarkan bermacam-macamnya jenis pekerjaan yang terdapat di Kelurahan Petisah Tengah dapat ditarik kesimpulan bahwa pekerjaan apapun itu mereka lakukan asalkan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

TABEL 9

Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase


(48)

1 Belum Sekolah 880 orang 5,8 2 Tidak Pernah sekolah 7 orang 0,0 3 Tidak Tamat SD 54 orang 0,3

4 SD 3.006 orang 19,8

5 SLTP 3.417 orang 22,6

6 SLTA 3.742 orang 24,7

7 D1-D3 2.540 orang 16,8

8 S1 1.302 orang 8,6

9 S2 158 orang 1,04

10 S3 4 orang 0,4

Total 15.110 orang 100

Sumber : Kantor Kelurahan Petisah Tengah, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan sangat tinggi. Ini dapat dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang bersekolah, mulai dari SD yaitu sebanyak 3.006 orang, meningkat jumlahnya setelah SLTP yaitu sebanyak 3.417 orang, dan untuk selanjutnya meningkat lagi setelah SLTA yaitu sebanyak 3.742 orang. Akan tetapi, setelah menuju ke jenjang perguruan tinggi jumlahnya mulai menurun yaitu S1 hanya 1.302 orang, menurun lagi setelah S2 yaitu 158 orang, dan selanjutnya S3 yaitu hanya ada 4 orang. Bisa jadi ini disebabkan karena faktor ekonomi ataupun juga tidak adanya niat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.


(49)

2.3.4. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Petisah Tengah

Untuk menunjang aktivitas masyarakat di Kelurahan Petisah Tengah terdapat berbagai sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana tersebut antara lain :

1. Sarana Transportasi

Sarana transportasi dari Kelurahan Petisah Tengah menuju kelurahan yang lainnya atau menuju pusat Kota Medan dapat menggunakan angkutan umum yang selalu ada setiap hari selama 24 jam, dapat menggunakan jasa penarik becak mesin yang juga selalu ada setiap hari selama 24 jam, dan juga dapat menggunakan jasa taksi dengan biaya yang lumayan mahal tentunya bila dibandingkan kalau menggunakan angkutan umum. Walaupun kelurahan ini mempunyai dua sungai yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli, namun kelurahan ini tidak memiliki alat transportasi sungai dikarenakan tersedianya jembatan-jembatan beton untuk menyeberangi sungai tersebut.

2. Sarana Air Bersih.

Pengguna PAM di Kelurahan Petisah Tengah ada 2.562 KK, namun masih ada juga penduduk yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan mereka sehari-hari yaitu sekitar 20 KK. Mereka menggunakan air sungai dikarenakan kondisi ekonomi


(50)

yang tidak memungkinkan mereka untuk menjadi pelanggan PAM. Di kelurahan ini tidak pernah kekurangan air bersih.

3. Sarana Peribadahan

Dengan tingkat keanekaragaman agama yang tinggi, maka di Kelurahan Petisah Tengah ini masing-masing agama mempunyai rumah peribadahan yaitu delapan mesjid, dua mushollah, empat gereja, lima vihara, dan dua pura yang terpencar di berbagai wilayah di Kelurahan Petisah Tengah.

4. Sarana Olahraga

Di Kelurahan Petisah Tengah terdapat sebuah lapangan sepak bola, sebuah lapangan bulu tangkis, dua buah lapangan bola volli, dan dua buah lapangan bola basket. Walaupun fasilitas olahraga lengkap, namun prestasi yang diraih tidak unggul. Hal ini dimaklumi karena sarana olahraga tersebut bukan orientasi menjadi atlet.

5. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Petisah Tengah adalah lima unit rumah sakit, diantaranya Rumah Sakit Malahayati, Rumah Sakit Materna, Rumah Sakit Sri Ratu, Rumah Sakit Sarah, dan Rumah Sakit Gleni. Satu unit puskesmas, tiga


(51)

poliklinik, sepuluh apotek, empat posyandu, tiga unit toko obat, dan sepuluh tempat praktek dokter. Dengan begitu banyaknya pilihan sarana kesehatan semakin mempermudah masyarakat untuk berobat.

6. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Petisah Tengah adalah sebuah perguruan tinggi, tiga unit SLTA, tiga unit SLTP, satu unit SD, dan dua unit TK. Dengan adanya sarana pendidikan ini memudahkan masyarakat di kelurahan ini memasuki tahapan-tahapan dalam dunia pendidikan umum, namun tidak tertutup kemungkinan bila ada masyarakat yang ingin bersekolah di luar kelurahan ini.

7. Sarana Hiburan atau Wisata

Sarana hiburan atau wisata yang terdapat di Kelurahan Petisah Tengah adalah sebuah hotel berbintang empat, dua buah hotel berbintang tiga, sebuah hotel berbintang dua, 20 diskotik, 20 bilyar, 20 karaoke, dan 20 restoran. Fasilitas yang ada di kelurahan ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang ada di kelurahan ini, namun masyarakat dari Kota Medan dan luar Kota Medan juga datang berkunjung untuk menikmatinya.


(52)

2.4. Sekilas Gambaran Menuju Lokasi Penelitian

Gambar 1: Kuil Shri Mariamman


(53)

Gambar 3 : Rumah Sakit MATERNA

Penelitian ini dilakukan di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah. Untuk menuju lokasi penelitian, peneliti biasanya melewati Sun Plaza, lalu melewati jalan yang ada di sebelah Kuil Shri Mariamman searah menuju Rumah Sakit Materna. Dari Sumber USU (Universitas Sumatera Utara) menuju lokasi penelitian dapat menggunakan angkutan umum nomor 12, 13, 61, yang pintunya menghadap kebelakang dan angkutan umum nomor 10, 60, yang pintunya menghadap kesamping, akan tetapi hanya dapat diantar sampai di depan Sun Plaza saja, untuk selanjutnya dapat berjalan kaki menuju lokasi penelitian karena jaraknya sudah dekat. Di Happy Puppy Karaoke Keluarga ini juga disediakan tempat parkir khusus kenderaan roda dua yaitu tepatnya di depan pintu masuk Happy Puppy Karaoke Keluarga, sedangkan kenderaan roda empat dapat di parkir di mana saja sebab tidak ada parkiran khusus yang disediakan untuk kenderaan roda empat.


(54)

BAB III

HAPPY PUPPY KARAOKE KELUARGA

3.1. Sejarah Karaoke

Andai saja sang gitaris band yang biasa manggung di sebuah bar di Kota Kobe kala itu tidak berhalangan, awal 1970-an, maka kita mungkin tidak akan mengenal salah satu ikon perkembangan dunia musik yang disebut karaoke. Suatu malam diawal 1970-an, sebuah band yang biasanya mengisi pertunjukan di sebuah bar di Kota Kobe Jepang kelabakan. Pasalnya, saat akan mentas sang gitaris tidak juga muncul, padahal para pengunjung sudah tidak sabar untuk menikmati hiburan. Akhirnya, setelah berembuk dengan pemilik bar muncullah sebuah ide. Mereka tetap menghibur para pengunjung dengan bernyanyi, akan tetapi diiringi oleh musik yang sebelumnya pernah mereka rekam. Di luar dugaan, hal itu mendapatkan antusiasme yang besar dari para pengunjung karena para pengunjung selanjutnya bisa secara bergantian bernyanyi tanpa harus membuat para personil band lelah memainkan musik secara berulang-ulang

Di Jepang sendiri, awal perkembangan karaoke secara tidak langsung didukung oleh gaya hidup orang Jepang yang senang mengadakan pesta. Selain itu, kehidupan sehari-hari mereka yang penuh persaingan dan stres yang membuat mereka mencari hiburan untuk mengalihkan mereka sejenak dari pekerjaan.


(55)

Perkembangan teknologi juga turut mengambil bagian dalam mendukung perkembangan karaoke. Mulai dari bentuk rekaman kaset berkembang kemudian dalam bentuk CD, LD, dan DVD. Bahkan, dengan adanya teknologi home karaoke set, aktivitas bernyanyi ini tidak hanya bisa dinikmati di tempat-tempat tertentu, akan

tetapi juga di rumah. Kalaupun belum memiliki piranti tersebut, kini banyak dijual tape khusus karaoke yang menyajikan musik dan vokal penyanyi aslinya secara

terpisah. Jadi, lagu yang baru munculpun bisa dipelajari dengan panduan suara penyanyi aslinya. Akan tetapi, kemudian muncul masalah. Bentuk rumah masyarakat Jepang yang sebagian besar materialnya terbuat dari kayu tentunya tidak kedap suara dan jaraknya yang dekat-dekat membuat para keluarga tidak leluasa berkaraoke, terutama pada malam hari. Masalah ini kemudian malah melahirkan ide baru yang membuat karaoke makin ngetop yaitu karaoke box. Kemunculan karaoke box pertama kali diperkenalkan tahun 1984 di sebuah daerah pinggiran Okayama. Karaoke box pertama dibuat dari mobil box yang biasanya digunakan untuk mengangkut barang yang kemudian dimodifikasi sehingga kedap suara dan bisa dipakai untuk bernyanyi.

Pada perkembangan selanjutnya, karaoke box terdiri atas sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, yang bisa menampung 2-10 orang, berisi peralatan untuk berkaraoke seperti layar monitor. Layar monitor inilah yang menampilkan video musik beserta lirik lagu yang dimainkan. Kemudian karaoke box mulai merebak di mana-mana dan dapat ditemui di berbagai tempat seperti di mall, di pusat perkantoran, dan di taman-taman hiburan.


(56)

Kehadiran karaoke ini disambut baik oleh keluarga-keluarga Jepang karena dengan mengunjungi karaoke box mereka bisa menghabiskan waktu bersama dengan keluarga. Hubungan antar anggota keluarga menjadi kian erat dan harmonis dengan seringnya mereka menghabiskan waktu bersama. Namun, di lain pihak tidak urung kehadiran karaoke box juga menuai hujan kritik. Ruangan tertutup yang tidak begitu luas ini disinyalir dapat digunakan untuk berbuat maksiat, terutama oleh anak-anak muda. Karaoke box lalu menyebar ke negara-negara Asia lainnya, terutama di negara Asia Timur dan Asia Tenggara. Di setiap negara, karaoke box mempunyai sebutan yang berbeda-beda. Di Cina, termasuk Taiwan, sebutan karaoke box adalah KTV alias Karaoke Television, merujuk pada MTV yaitu Music Television. Di Filipina, karaoke box terkenal dengan sebutan Videoke, sedangkan di Korea Selatan sebutan yang dipakai adalah Noraebang. Istilah karaoke box selain di Jepang juga dipakai di Hongkong.

Di beberapa negara seperti di Taiwan dan Cina kehadiran KTV nyatanya bukan hanya berkisar pada masalah hiburan, akan tetapi juga menyangkut urusan bisnis. Para pelaku usaha banyak menggunakan KTV sebagai tempat untuk melakukan kesepakatan bisnis. Di Hongkong lain lagi, di restoran-restoran tradisional Cina mereka menyediakan ruang karaoke yang disebut mahjong karaoke, di mana di ruangan tersebut juga terdapat tempat untuk bermain mahjong, sehingga saat para orang tua asyik bermain mahjong anak-anak mereka dapat berkaraoke tanpa mengganggu orang tua mereka. Selain sebagai hiburan, karaoke juga digunakan


(57)

untuk proses belajar. Dengan menyanyikan lagu terutama lagu yang berbahasa Inggris yang disertai teks dapat memperlancar kemampuan berbahasa Inggris mereka.

3.2. Karaoke Konsep Keluarga

Bagi yang hobinya bernyanyi, karaoke memang menjadi media yang pas sebagai pelampiasan. Belakangan ini karaoke selalu diidentikkan dengan alkohol, hostess, bahkan drug, maka untuk melenyapkan stereotipe ini muncullah yang

namanya karaoke keluarga.

Di Medan sendiri, karaoke dengan konsep keluarga sudah muncul sejak tahun 2007 lalu dengan kehadiran K2 di Jalan Multatuli. Ternyata kehadirannya cukup mendapat respon yang lumayan positif. Sejak itu hadir pula karaoke keluarga yang menawarkan kelebihannya masing-masing. Diantaranya NAV di Jalan Raden Saleh, Happy Puppy di Jalan Teuku Umar, dan Inul Vista di Jalan Multatuli. Namun yang

pasti bila menyebut karaoke keluarga, pastilah terbebas dari alkohol, hostess, dan drug. Itulah sebenarnya arti karaoke dengan konsep keluarga. Jadi, kalau misalnya

ada tempat karaoke yang masih menyediakan alkohol di atas 5%, itu namanya bukan karaoke keluarga. Selain itu, karaoke keluarga juga tidak menyediakan pendamping wanita untuk menemani saat berkaraoke. Setiap ruangan karaoke keluarga tidak boleh dikunci. Pada pintunya juga diberi kaca transparan gunanya untuk memastikan bahwa pengunjung tidak berpotensi melakukan hal yang tidak-tidak


(58)

3.3. Karaoke Keluarga Memperbaiki Citra Karaoke

Dunia karaoke saat ini sudah mengalami pergeseran yang signifikan. Karaoke kini menjelma menjadi sarana hiburan yang sehat bagi keluarga. Bahkan, keberadaan club-club karaoke bertema karaoke keluarga ini sedikit demi sedikit mengikis citra

negatif karaoke yang acapkali dihakimi sebagai sarang kemaksiatan. Harus diakui bagi sebagian orang terutama perempuan apalagi anak-anak, mengunjungi club karaoke adalah satu hal yang menakutkan. Di samping stempel negatif yang sudah terlanjur menempel pada eksistensi club karaoke, ada pendapat yang menyatakan bahwa tempat karaoke umumnya lebih banyak dikunjungi oleh laki-laki dewasa. Alhasil, muncul cap negatif untuk perempuan yang berkunjung ke tempat karaoke. Menyiasati kenyataan seperti itu, beberapa pengusaha tempat karaoke mengubah penampilan tempat karaoke yang mereka kelolah dan hadir dalam bentuk yang lebih bersahabat. Tidak cuma berusaha memperbaiki citra karaoke, tempat-tempat karaoke jenis ini juga mengincar pasar yang lebih luas, tidak tersegmentasi pada laki-laki dewasa.

Berbagai perubahan yang menyangkut bangunan, sarana fisik, dan layanan dilakukan untuk mengubah atmosfir tempat karaoke dalam wujud yang lebih bersahabat. Umumnya karaoke keluarga bisa dikenali dengan ruangan-ruangan karaoke yang terang dengan pintu yang tidak terkunci dan dipasangi kaca sehingga lebih bisa diawasi. Tidak hanya tampil dengan koleksi yang lengkap dan fasilitas karaoke yang modern dan canggih, aksesoris desain interiorpun dibuat penuh warna.


(59)

Lebih penting lagi, pengelola karaoke juga jelas-jelas melarang pengunjungnya untuk aktivitas prostitusi dan minuman keras. Gantinya, pengelola karaoke keluarga umumnya menyediakan makanan ataupun minuman yang terbatas pada minuman ringan dan jus. Dengan penampilan seperti ini, bernyanyi di karaoke keluarga menjadi alternatif pelepas jenuh sekaligus pengisi waktu luang yang aman dan nyaman bagi perempuan, apalagi bila berkunjung bersama suami dan anak-anak.

Menyadari pangsa pasar yang mencakup rentang usia yang lebih luas, koleksi lagu yang tersedia di karaoke keluarga umumnya lebih lengkap dan bervariasi, meliputi lagu lama dan lagu baru dengan berbagai jenis musik dalam playlist di tiap mesin karaoke mereka. Inilah yang menjadi alasan anak-anak muda dan orang tua bersama anak-anak mereka berkunjung ke karaoke keluarga. Namun, persaingan bisnis ini tidak urung membuat beberapa tempat karaoke keluarga berkompetisi secara tidak sehat. Tidak jarang pengusaha karaoke memasang embel-embel karaoke keluarga. Meskipun kenyataannya tempat karaoke tersebut menjual minuman beralkohol dan bahkan menyediakan layanan “plus-plus”.

Konsep karaoke keluarga di Indonesia sebenarnya sudah mulai diterapkan oleh Happy Puppy Karaoke Keluarga pada tahun 1992 di Surabaya. Meski mendapat tantangan dan cibiran dari sesama pengelola karaoke pada awalnya, konsep karaoke keluarga justru berkembang dan diikuti pengusaha karaoke lainnya yang akhirnya beralih. Kehadiran tempat-tempat karaoke keluarga sedikit banyaknya memperbaiki image bisnis karaoke. Harus diakui juga karaoke adalah hiburan yang bisa dinikmati


(60)

3.4. Pelopor Karaoke Keluarga di Indonesia

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religious yang gemar bernyanyi, berhak untuk mendapatkan sarana hiburan bernyanyi yang bebas dari simbol-simbol hiburan malam. Pasar inilah yang kemudian ditangkap dengan jeli oleh wirausahawan Santoso Setyadji. Konsep karaoke keluarga untuk pertama kalinya diperkenalkan di Indonesia oleh Santoso Setyadji dengan didirikannya Happy Puppy Self-Service Family Karaoke Box pada tanggal 14 November 1992 di Surabaya.

Pada awalnya pelayanan Happy Puppy adalah self-service karena mengadopsi cara-cara di Jepang dan Korea. Pengunjung membayar sewa ruangan karaoke terlebih dahulu, membeli makanan dan minuman dengan datang sendiri ke meja penjualan, demikian juga memainkan lagu sendiri dengan mempergunakan automatic disc changer machine. Konsep di Happy Puppy selalu diperbaiki seiring perkembangan

zaman. Masyarakat Indonesia tidak terbiasa dengan konsep swalayan dan lebih memilih dilayani. Menggunakan sistem komputer untuk memilih lagu dan memainkan lagu.

Karaoke keluarga mendapat sambutan yang baik dari masyarakat Indonesia. Dari Surabaya, Santoso Setyadji mengembangkan jaringan karaoke keluarga ke


(61)

Jakarta, Semarang, Samarinda, Balikpapan, Makassar, Yogyakarta, Pontianak, Manado, Banjarmasin, Malang, Bandung, Medan, Palembang, Batam, Cibubur, Jember, Serpong, Salatiga, dan Papua. Pada Januari 2004, Santoso Setyadji dan Happy Puppy Karaoke Keluarga dianugerahi sertifikat Museum Rekor Indonesia

(MURI) sebagai pelopor karaoke keluarga di Indonesia (http://leisure .id.finroll.com/karoke/13-karaoke/3101-contentproducer.html).

3.5. Sekilas Gambaran Keadaan Ruangan di Happy Puppy Karaoke Keluarga

3.5.1. Di Isi dengan Peralatan Teknologi yang Mutakhir

Gambar 4 : Computer, Mouse, Keyboard, Remote


(62)

Gambar 5 : Sound System

Gambar 6 : LCD yang Menyatu dengan Dinding Ruangan

Meski karaoke telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu, namun teknologi audio visual yang memungkinkan semua orang dapat bernyanyi dengan lirik yang


(63)

akurat terus mengalami perkembangan. Di Happy Puppy deretan lagu atau playlist favorit dapat di browsing pada sebuah layar komputer yang menyatu dengan meja dengan menggunakan mouse dan keyboard, sedangkan remote biasanya digunakan untuk memperkecil dan memperbesar volume suara. Di Happy Puppy juga dapat ditemui lebih kurang 50.000 lagu dengan format DVD dan VCD yang kualitas gambarnya sangat memuaskan. Semua klip dan lagu dapat dinikmati dan dinyanyikan lewat layar LCD yang menyatu dengan dinding ruangan yang ukurannya minimal 34 inchi. Dari sisi sound system Happy Puppy patut diacungi jempol, biasanya di tempat

lain suara laudspeakernya agak pecah, akan tetapi di Happy Puppy ini tidak terjadi walaupun dari ukuran ruangan tetap sama dengan yang lain.

3.5.2. Di Desain Sekeren Mungkin


(64)

Gambar 8 : Tangga yang Digunakan


(65)

Gambar 10 : Lorong Menuju Ruangan Karaoke


(66)

Happy Puppy tidak hanya mampu memuaskan pengunjung dengan peralatan

teknologi yang mutakhir, namun ditunjang pula desain interior keren dan memanjakan mata. Mulai dari lobby, pengunjung sudah menemui ruang tunggu dengan sofa yang empuk dan suguhan video klip di layar LCD. Beranjak dari situ, ada dua pilihan cara menuju ke lantai 1 dan 2, melalui tangga atau lift. Memasuki lantai 2 dan 3, pengunjung akan menemui lorong penuh warna dengan desain penerangan yang low, namun tidak bernuansa mesum melainkan lebih bernuansa modern.

Untuk ruangan juga mendapat perhatian khusus, dengan decoration ruangan yang modern yang ditawarkan menjadikan Happy Puppy Karaoke Keluarga menjadi tempat bernyanyi yang tercantik. Agar pengunjung tidak bosan, pihak Happy Puppy menawarkan decoration yang berbeda-beda pada room-room karaoke. Ada tema White, di mana pengunjung akan merasakan dinginnya kutub utara. Tema Sea World

yaitu seperti di bawah kapal laut. Tema Green, pengunjung akan dibawa ke dalam hijaunya buah apel. Tema Japan, akan membuat pengunjung merasakan keindahan ornamen Jepang. Tema Egypt, membuat pengunjung bernyanyi dalam suasana kemewahan kerajaan mesir. Tema Royal Suite Room sendiri pengunjung akan dibawa ke dalam suasana silaunya Las Vegas, serta tentunya berbagai tema room lainnya yang akan membuat pengalaman berkaraoke pengunjung menjadi lebih menarik. Happy Puppy sebagai salah satu pemegang prinsip karaoke keluarga yang bersih,


(67)

Saat ini jumlah ruangan karaoke di Happy Puppy Karaoke Keluarga di Kota Medan sebanyak 26 ruangan. Semua ruangan juga dilengkapi dengan jendela besar tembus pandang dengan rancangan yang unik. Ruangan karaoke di Happy Puppy memiliki tingkat privacy yang terbatas. Jendela besar tembus pandang secara tidak langsung membatasi privacy pengunjung. Untuk mempertahankan citra Happy Puppy sebagai karaoke keluarga, Happy Puppy tidak bisa memberikan privacy yang terlalu bebas.

Selain decoration ruangan yang berbeda-beda, Happy Puppy juga menawarkan fasilitas karaoke yang terbilang mewah. Layar LCD 34-43 inchi akan menayangkan klip dan teks lagu yang di request. Di dalam ruangan juga disediakan sofa empuk dan peralatan musik seperti ketipung. Dengan koleksi puluhan ribu lagu, mulai lagu Indonesia, Barat, maupun Mandarin pengunjung di jamin tidak akan bosan.

3.6. Daftar Harga

HARI MINGGU s/d KAMIS JUMAT, SABTU & MBL* MAX.

PAX

RUANGAN NOMOR RUANGAN 12.00-18.00 18.01-23.00

23.01-TUTUP

12.00-18.00 18.01-

TUTUP


(68)

MBL* : Malam Besok Libur

Keterangan : Daftar Harga Sewaktu-Waktu Bisa Berubah

Konsep karaoke keluarga yang diusung Happy Puppy tentu akan membuat pengunjung merasa nyaman berkaraoke bersama keluarga ataupun teman-teman. Apalagi ada diskon sebesar 50% yang diberikan kepada setiap pengunjung yang datang dari pukul 12.00-18.00 dan pukul 23.01-tutup pada hari minggu-kamis. Small 4

102 103 201 295 207 208

Rp 30.000,- Rp 50.000,- Rp 30.000,- Rp 40.000,- Rp 60.000,- 4 orang

303 306 308 402 403 404 405

Small 6 104 202 302 Rp 30.000,- Rp 50.000,- Rp 30.000,- Rp 40.000,- Rp 60.000,- 6 orang

Medium 204 210 301 304 310 Rp 40.000,- Rp 75.000,- Rp 40.000,- Rp 50.000,- Rp 85.000,- 10 orang

Large 206 306 Rp 50.000,- Rp 90.000,- Rp 50.000,- Rp 65.000,- Rp105.000,- 12 orang


(69)

Diskon yang diberikan tersebut adalah sebagai program promo yang disebut Happy Hour. Happy Hour adalah jam-jam tertentu di mana harga sewa ruangan diberi

diskon yang sangat menarik. Selain itu, Happy Puppy juga mempunyai program membership yang dinamakan Puppy Club. Puppy Club adalah program keanggotaan

dari Happy Puppy Karaoke Keluarga. Anggota Puppy Club akan mendapat diskon semua transaksi di luar program promosi sebesar 10%. Selain itu, Puppy Club memberikan berbagai penawaran dan fasilitas menarik bagi para anggotanya. Puppy Club berlaku disemua outlet Happy Puppy dan Suka-Suka Karaoke Keluarga. Untuk

mendaftar menjadi anggota cukup dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000,-. Happy Puppy sendiri setiap hari buka dari pukul 12.00-03.00 pagi. Setiap pengunjung

yang ingin berkaraoke di Happy Puppy akan dikenakan pajak 10% dan service charge 5% dari harga sewa ruangan, begitu juga apabila memesan makanan ataupun

minuman dikenakan pajak 10% dan service charge 5% dari harga makanan ataupun minuman yang di pesan.


(70)

BAB IV

KARAOKE SEBAGAI SUATU GAYA HIDUP

4.1. Alasan-Alasan yang Mendorong Mahasiswa Berkaraoke

Saat ini Happy Puppy Karaoke Keluarga di Kota Medan merupakan salah satu tempat hiburan yang banyak dipilih oleh sebagian mahasiswa sebagai tempat mereka menghabiskan sebagian waktu mereka untuk bernyanyi. Para mahasiswa ini biasanya berangkat dengan berbagai alasan masing-masing tentang mengapa mereka memilih karaoke sebagai gaya hidup. Berikut adalah beberapa alasan yang mendorong mahasiswa berkaraoke :

o Alasan Gengsi

Perkembangan yang bisa dianggap menonjol dalam pergeseran gaya hidup yang melanda kalangan anak muda Indonesia adalah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi oleh gaya hidup Barat. Saat ini gaya hidup yang berasal dari Barat dianggap oleh sebagian mahasiswa memiliki nilai lebih. Para mahasiswa yang memiliki gaya hidup “kebarat-baratan” menganggap bahwa mereka itu berasal dari kalangan yang lebih baik bila dibandingkan dengan masyarakat yang masih memegang gaya hidup “ketimur-timuran”.


(71)

Diserapnya ornamen-ornamen gaya hidup masyarakat di Barat merupakan sebuah cara yang dipakai oleh suatu kelompok masyarakat di Indonesia untuk membedakan dirinya dari kelompok lain. Perbedaan tersebut bertujuan untuk menyadarkan mereka yang tidak mampu “membarat” bahwa mereka berkekurangan, tertinggal, dan terbelakang (Budiman, 2002:250). Secara tidak sadar sebagian mahasiswa telah melakukan perbedaan-perbedaan antara diri mereka dengan masyarakat umum.

Selain itu, dalam pergaulannya sebagian mahasiswa cenderung bergaul dengan individu-individu yang memiliki kesamaan gaya hidup dengan mereka. Bagi sebagian mahasiswa bergaul dengan orang yang memiliki gaya hidup yang berbeda tentu akan menemukan banyak ketidaksamaan dalam berbagai hal. Sebagian mahasiswa memang akan lebih merasa nyaman apabila memiliki teman dengan gaya hidup yang sama dengan mereka, namun bukan berarti mereka menutup diri untuk tidak bergaul dengan orang yang berbeda gaya hidup dengan mereka.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia budaya ataupun gaya hidup Barat mampu menyatakan sebuah keunggulan (Budiman, 2002:249). Lebih lanjut dijelaskan Budiman, hal ini sangat dimungkinkan berakar pada dua hal. Pertama, sindrom yang diderita masyarakat-masyarakat bekas jajahan yang cenderung melihat bekas penjajahnya sebagai wakil dari keberhasilan dalam segala hal. Kedua, orientasi pembangunan yang diberlakukan oleh rezim Orde Baru yang sejak awal jelas-jelas menjadikan negara-negara maju di Barat sebagai model yang harus ditiru.


(1)

Daftar Pustaka

Dari Sumber Buku :

Winarno, Thomas

1980 Pengembangan Gaya Hidup dan Mekanisme Penyesuaian dalam Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental.

Bandung: Jemnas Kartodirdjo, Sartono

1987 Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah.

Yogyakarta: UGM Press Sunarto, Kamanto

1993 Pengantar Sosiologi. Jakarta: LP-FEUI

Danandjaja, James

1994 Antropologi Psikologi Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mustamin, Menno

1994 Antropologi Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Chaney, David

1996 Life Style: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:

Jala Sutra Suparlan, Parsudi

1996 Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada Lury, Celia


(2)

Piliang, Yazraf Amir

1998 Dunia yang dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung: Mizran

Daeng, Hans J

2000 Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Sitorus, M

2000 Berkenalan dengan Sosiologi. Bandar Lampung: Erlangga

Budiman, Hikmat

2002 Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Koentjaraningrat

2002 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sitorus, M

2003 Berkenalan dengan Sosiologi. Bandar Lampung: Erlangga

Baudrillard, Jean. P

2004 Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Abdullah, Irwan

2006 Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Satria, Fernando Eka

2006 Sepeda Sebagai Gaya Hidup Masyarakat Freiburg dalam Judith Schlehe dan Pande Made Kutanegara (ed) Budaya Barat dalam Kacamata Timur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Liyansyah, Muhammad

2009 Dugem: Gaya Hidup Para Clubbers (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Dugem di Retrospective). Medan: tidak


(3)

Mirza, Rafika

2010 Musik R&B (Kajian Tentang Gaya Hidup Pemain Musik R&B di Kota Medan). Medan: tidak diterbitkan

Dari Sumber Internet :

http://www.pemkomedan.go.id/mdnpet.php


(4)

Dari Sumber Artikel :

Artikel Modul Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif dikompilasi oleh Zulkifli Lubis, 2007.


(5)

Daftar Nama Informan

1. Nama : Aisyah

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

2. Nama : Risma

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi Agama : Kristen Protestan

3. Nama : Casper

Umur : 22 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi Agama : Islam

4. Nama : Hannum

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

5. Nama : Maya

Umur : 19 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

6. Nama : Lina

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

7. Nama : Gunadi

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

8. Nama : Hanatri

Umur : 22 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi


(6)

9. Nama : Sella

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

10. Nama : Bubu

Umur : 26 Tahun

Pekerjaaan : Mahasiswa

Agama : Islam

11. Nama : Agus

Umur : 18 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

12. Nama : Ewin

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi Agama : Kristen Protestan

13. Nama : Akbar

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa Agama : Islam

14. Nama : Indah

Umur : 19 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi Agama : Islam

15. Nama : Ulina

Umur : 19 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswi Agama : Islam