KONTROVERSI TAFSIR ILMI : TELAAH PENAFSIRAN TANTAWI JAWHARI TERHADAP SAB'A SAMAWAT DALAM SURAH AL BAQARAH AYAT 29.
KONTROVERSI TAFSIR ILMI
(Telaah Penafsiran Tanta<wi Jawhari< Terhadap Sab’a Sama<wa<t dalam Surat al-Baqarah ayat 29)
Skripsi:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
AYU AULIA MUNIKA E83212118
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
KONTROVERSI TAFSIR ILMI
(Telaah Penafsiran Tanta<wi Jawhari< Terhadap Sab’a Sama<wa<t dalam Surat al-Baqarah ayat 29)
Skripsi Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
AYU AULIA MUNIKA E83212118
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
ABSTRAK
Ayu Aulia Munika, E 83212118, Jurusan Tafsir Hadis, 2016, Kontroversi Tafsir Ilmi,(Telaah Argumentasi Pro Kontra Terhadap Tafsir Ilmi).
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimanakah tafsir ilmi di uji dengan teori penafsiran 2) Sejauh manakah pandangan para mufassir dalam menyikapi tafsir
ilmi karya T{ant{awi< Jawhari<.
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui tentang penafsiran Tanta<wi Jawhari< tentang
Makna Sab’a Sama<wa<t dalam QS al-Baqarah ayat 29, Mengetahui tentang metodologi
penafsiran yang digunakan dalam mengkaji tafsir ilmi. Ada pun fokus penelitian ini adalah
pendapat para ulama tentan tafsir ilmi baik yang pro maupun yang kontra dan dengan juga
contoh-contoh ayat yang berkenaan tentang tafsir ilmi.
Dalam menjawab permasalah tersebut, penelitian ini bersifat kepustakaan (library
research) dan menggunakan teori corak tafsir ilmi ialah penafsiran Al-qur’an menggunakan
pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam rangka mengungkapkan Al-Qur’an. Dan
corak tafsir ini berusaha keras untuk melahirkan berbagai cabang ilmu yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat.
Penelitian ini dilakukan karena dapat memberikan kontribusi dalam studi al-Qur’an,
memberikan informasi ruang gerak yang luas terhadap pemahaman studi tafsir ilmi, dan juga
memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerhati tafsir dalam rangka memahami tafsir ilmi.
Selain itu, juga dapat menghasilkan sebuah pemahaman yang utuh dalam memahami ayat-ayat
yang berkenaan dengan tafsir ilmi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pada surat al-Baqarah ayat 29, T{ant{awi<
Jawhari< menafsirkan ayat tersebutsecara rinci dan lughawi tentang makna Sab’a Samawa<t. Hasil penafsiran beliau yaitu bahwa ketahuilah sesungguhnya bumi ini di makmurkan di dalamnya yang meliputi macam-macam penyakit dan keinginan-keinginan kemudian manusia, menghalang-halangi untuk mengetahui kedudukan jagat raya dan ekosistemnya dan menjelaskan keajaiban-keajaibannya. Yaitu ketika atau tatkala langit yang begitu agung itu manusia saksikan di dalamnya berbagai macam pemandangan (tentang langit) keindahan dan kemudian sinar dan muncul rasa kebahagiaan dan kebaikan itu semuanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berakal sehat atau orang yang mempunyai agama yang kokoh dan sebaliknya dan apa yang sampai kepada kita itu sudah dijelaskan pada zaman yunani pada saat itu mempengaruhi
ulama-ulama di askandaria. Dalam metodologi penafsirannya corak ilmi menggunakan metode tahli<li<
yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan aspek yang terkandung di dalam
ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
(8)
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI………..……….. ix
KATA PENGANTAR ... xi
ABSTRAK ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Alasan memilih Judul ... 7
E. Rumusan Masalah ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 8
G. Manfaat Penelitian... 8
(9)
I. Metodologi Penelitian ... 12
J. Sistematika Pembahasan. ... 14
BAB II: LANDASAN TEORI ... 17
A. Corak Tafsir ... 17
B. Corak-corak Tafsir ... 18
1. Tafsir Fiqhy (Corak Hukum) ... 18
2. Tafsir Falsafy (Corak Filsafat) ... 20
3. Tafsir Ilmy (Corak Ilmiah) ... 22
4. Tafsir Tarbawy (Corak Pendidikan) ... 26
5. Tafsir Akhlaqy (Corak Akhlak) ... 28
6. Tafsir I’tiqody (Corak Teologis) ... 28
7. Tafsir Sufy (Corak Tasawwuf) ... 29
8. Tafsir al-Adab al-Ijtima’I ... 34
BAB III: Biografi Imam T{ant{a<wi Jawha<ri dan Kitab Tafsir nya …. 40 A. Biografi Imam T{ant{a<wi Jawha<ri ... 40
B. Kitab Tafsir al-Jawahi<r ... 48
C. Pendapat Ulama yang Pro Terhadap Tafsir Ilmi 1. Al-Ghazali ... 52
2. Fakhur Razi ... 53
D. Pendapat Ulama yang Kontra Terhadap Tafsir Ilmi 1. Al-Syatibi... 53
2. Amin Al Khulli ... 54
BAB IV : Telaah Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Penafsiran Sab’a Sama<wa<t dalam Kitab al-Jawahi<r ... 58
(10)
xvi
1. Surat al-Baqarah ayat 29 ... 58
2. Surat ath-Thalaq ayat 12 ... 58
3. Surat Nuh ayat 15-16 ... 58
B. Penafsiran Imam T{ant{awi Jawhari tentang ayat-ayat al-Qur’an terkait
Sab’a Sama<wa<t ... 61
C. Metode Tafsir ……… ... 72
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran dan Kritik ... 76
C.
DAFTAR PUSTAKA
(11)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengingat al-Qur’an adalah otoritas utama sebagai pedoman umat Islam,
dapatlah dipahami jika terdapat berbagai ragam metode untuk menafsirkannya.
Kitab-kitab tafsir yang ada sekarang merupakan indikasi kuat yang
memperlihatkan perhatian para ulama selama ini untuk menjelaskan
ungkapan-ungkapan al-Qur’an dan menerjemahkan misi-misinya.1
Sebagai hasil karya manusia, muncul keanekaragaman dalam corak
penafsiran merupakan hal yang tak terhindarkan. Berbagai faktor dapat
menimbulkan keragaman corak baik perbedaan kecenderungan, interest dan
motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman dan
ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan maasa dan lingkungan yang mengitari,
perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi, sebagainya. Semua itu menimbulkan
corak yang kemudian berkembang menjadi aliran besar dalam penafsiran al-Qur’an.2
Penafsiran al-Qur’an selalu diwarnai oleh pemikiran mufassirnya, komentar
dan ulasannya mengenai suatu ayat merupakan manivestasi pikiran dan diwarnai
oleh madzhab yang dianutnya. Seorang mufassir yang bergelut dan menekuni
sains eksak atau sangat tertarik dengan kajian-kajian mengenai ilmu pengetahuan,
1
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 22. 2
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 107-108.
(12)
2
maka penafsirannya selalu dikaitkan dengan teori ilmu pengetahuan modern3 yang
pada perkembangannya disebut dengan corak tafsir ‘Ilmi.
Hubungan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari
banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi
yang lebih utama adalah melihat: adakah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya
menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu
pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada
masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga
pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga
mempunyai pengaruh (positif ataupun negatif) terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan.4
Para Ulama telah memperbincangkan kaitan antara ayat-ayat kauniyyah
yang terdapat dalam al-Qur’an dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang
timbul pada masa sekarang, sejauh mana paradigma-paradigma ilmiyah itu
memberikan dukungan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an dan penggalian
berbagai jenis ilmu pengetahuan, teori-teori baru dan hal-hal yang ditemukan
setelah lewat masa turunnya al-Qur’an, yaitu Hukum-hukum alam, Astronomi,
Teori-teori Kimia, dan penemuan lain yang dengannya dapat dikembangkan ilmu
Kedokteran, Astronomi, Fisika, Zoologi, Botani, Geografi dan lain-lain.5
3
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2009), 157. 4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), 103. 5
Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah Metodologi Tafsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), 62.
(13)
3
Contoh ayat dengan penafsiran al-‘Ilmi yaitu salah satunya penafsiran
pada, yaitu : QS. Al Baqarah 29, At Thalaq 12
َم ْمُكَل َقَلَخ يِذَلا َوُ
يِف ا
وَ تْسا َمُث اًعيِمَج ِضْرَْْا
ى
اَمَسلا ىَلِإ
ِء
وَسَف
َعْبَس َنُا
ۗ مس
ۗ و
ۗ ت
ۗ
ميِلَع ٍءْيَش ِلُكِب َوَُو
(
٩٢
)
Dia-lah Allah yang telah menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit lalu disempurnakan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.6
لا
َعْبَس َقَلَخ يِذَلا ُهَل
مَس
و
َنِمَو ٍت
َاا
ِضْر
ۗ ن لْث م
ُلَزَ نَ تَ ي
اوُمَلْعَ تِل َنُهَ نْ يَ ب ُرْمَاا
للا َنَا
ٍءْيَش ِلُك ىَلَع َه
ۗ ري دق
للا َنَأَو
َه
َطاَحَأ ْدَق
( اًمْلِع ٍءْيَش ِلُكِب
٥٩
)
Allah-lah yang telah menciptakan tujuh langit dan bumi seperti itu pula . Perintah Allah Berlaku padanya,supaya kamu ketahui bahwa Allah itu Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.7
Penafsiran dari ayat-ayat di atas tersebut yaitu memang ada beberapa skala
benda langit, misalnya tata surya ada matahari, ada planet beserta satelitnya.
Milyaran tata surya membentuk galaksi. Milyaran galaksi membentuk alam
semesta. Dan seluruh alam ini berisi sejumlah alam semesta. Dengan demikian
alam punya tujuh dimensi dan ini yang dimaksud dengan tujuh langit yaitu berupa
dimensi lapisan-lapisan seperti kue lapis yang berurutan.
Di sisi lain, tujuh langit kemungkinan adalah tujuh lapisan atmosfer yang
dekat dengan bumi, yaitu trophosfer, tropopause, stratosfer, stratopause, mesofer,
mesopause,dan termosfer. Pembagian ini berdasarkan temperatur suhu tiap-tiap
6
Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta, PT Sari Agung, 2002), 8. 7
(14)
4
lapis. Lapisan-lapisan tersebut bersifat kokoh dalam pengertian menyelimuti dan
melindungi bola bumi secara kokoh karena da gravitasi bumi.8 Tujuh langit juga
bisa ditafsirkan tujuh dimensi ruang dan waktu. Dalam ilmu fisika terdapat empat
gaya fundamental di jagad raya ini, yaitu gaya elektromagnetik, gaya nuklir
lemah, gaya nuklir kuat, dan gaya gravitasi. Empat gaya tersebut terbentuk dari
ledakan dahsyat dari satu gaya tunggal yaitu Grand Unified Force. Ketersatuan
gaya-gaya tersebut disatukan dengan geometri ruang dan waktu yang sekarang ini
kita berada di dalamnya.9 Semua ini merupakan ciptaan Allah Yang Mahakuasa,
dan tunduk pada ketetapanNya. Tidak ada satu pun yang menyimpang dari
ketentuan yang telah digariskan.
Sikap para Ulama terhadapa Tafsir Ilmi dapat dikelompokan menjadi dua
bagian, sebagai berikut:
Bagian pertama, `mereka mendukung tafsir Ilmi dan bersikap terbuka,
sehingga mereka mendifinisikan al-Qur’an sebagai mukjizat ilmiyah, oleh karena
ia mencakup segala macam penemuan dan teori teori ilmiah modern. Mereka
berkata: al-Qur’an itu menghimpun ilmu-ilmu Agama dan ilmu-ilmu pengetahuan
yang tidak kesemuanya dapat dijangkau oleh akal manusia, bahkan lebih dari itu
ia mengemukakan hal-hal yang terjadi jauh sebelum yang turun dan yang akan
terjadi. Salah satu menurut Quraish Shihab mengatakan tidak dapat dipungkuri
8
Ahmad Hanafi, Tafsir al-Ilmi lil Ayaati al Kauniyah fi Al-Qur’an. (Mesir: Darul Ma’arif, 1119), 131.
9
Kemenag RI, Al Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: PT Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), 304
(15)
5
ada semacam pemaksaan-pemaksaan dalam penafsirannya.10Argumen yang
dipakai para pendukung tafsir ilmi antara lain adalah ayat al-Qur’an: QS Al
An’a<m38, Al Na>hl 89
َد ْنِم اَمَو
ا
اَط َاَو ِضْرَْْا يِف ٍةَب
َي ٍرِئ
َاِإ ِهْيَحاَنَجِب ُريِط
مَمُأ
ۗا
ۗ ْمكلاثْم
يِف اَنْطَرَ فاَم
تِكْلا
ٍءْيَش ْنِم ِبا
ىَلِإ َمُث
( َنوُرَشْحُي ْمِهِبَر
٨٣
)
Dan tiadalah binatang-binatang yang melata di bumi (hewan) dan tiada (pula) yang terbang dengan kedua sayapny (burung) melainkan umat-umat seperti kamu. tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,11 Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.12
ا ِلُك يِف ُثَعْ بَ ن َمْوَ يَو
ِم ْمِهْيَلَع اًديِهَش ٍةَم
اَنْ ئِجَو ْمِهِسُفْ نَأ ْن
اًديِهَش َكِب
ىَلَع
ۗ ه
ۗ لؤ
ۗ ء
اَنْلَزَ نَو
تِكْلا َكْيَلَع
ًناَيْ بِت َب
ِل ا
َو ىًدُ َو ٍءْيَش ِلُك
ىَرْشُبَو ًةَمْحَر
( َنيِمِلْسُمْلِل
٣٢
)
Dan pada hari Kami bangkitkan saksi pada setiap umat untuk mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka. Kami turunkan kepadamu Al Kitab yang menjelaskan tiap-tiap sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang muslim.13
Salah satu ulama lain yang menerima selain Quraish Shihab
tentang tafsir ilmi yaitu al-Ghazali menafsirkan ayat al-Qur’an antara lain:
QS al-Syu‘ara>’ ayat 80.
ِاَو
َوُهَ ف ُتْضِرَم اَذ
ۗ ني فْشي
)
٣۰
(
10
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), 101. 11
Sebagian Mufasir menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan al-Qur’an dengan arti: dalam al-Qur’an tu Telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya. 12Depag RI, Al-Qur’an, 239
13
(16)
6
Dan apabila Aku sakit, maka menyembuhkanku.14
Al-Ghazali menafsirkan dalam kitabnya J<awahir Qur<an, al-Ghazali
mengatakan diantara karya-karya Allah swt. Yang karena luasnya
ditamsilkandengan samudra ialah kesembuhan dan sakit; sebagaimana
firman Allah Swt, yang mengkisahkan kata-kata Ibrahim, “Bila aku jatuh
jatuh sakit maka Dia-lah yang menyembuhkan daku”. Tidak ada yang tahu
tentang sakit dan kesembuhan ini terkecuali orang yang benar-benar ahli di
bidang kedokteran, karena ilmu kedokteran ialah pengetahuan tentang
segala aspek penyakit serta gejala-gejalanya, begitu pun tentang
penyembuhan dan cara-caranya.15
Sebagian Ulama lain menolak Tafsir Ilmi. Mereka tidak
melangkah jauh untuk memberikan makna-makana yang tidak dikandung
dan dimungkinkan oleh ayat dan menghadapkan al-Qur’an kepada
teori-teori Ilmiah yang jelas terbukti tidak benar setelah berpuluh-puluh tahun,
oleh karena teori-teori itu bersifat keilmuan. Mereka berpendapat, tidak
perlu masuk terlalu jauh dalam memahami dan menginterpretasikan
ayat-ayat al-Qur’an, oleh karena ia tidak tunduk kepada teori-teori itu, tidak
perlu pula mengaitkan ayat-ayat al-Qur’an dengan kebenaran-kebenaran
ilmiah dan teori ilmu Alam.16
Melihat perkembangan penafsiran dengan corak ‘Ilmi yang
berkembang pesat di dunia keilmuan, tidak luput dari berbagai polemik
14
Depag RI, Al-Qur’an, 714. 15
Mahyudin Saifullah, Permata Al-Quran, Ed. I, Cet. 2, (Jakarta: Rajawali, 1987), 39 16
(17)
7
yang mewarnainya baik pro dan kontra didalamnya. Dan melihat
perkembangan zaman yang pesat khususnya di bidang keilmuan dan
teknologi sains, maka bagaimana umat Islam mampu mengkaji dan
memberikan solusi jawaban tantangan zaman, sehingga tafsir ‘ilmi tersebut
berkembang dengan pesat dan tepat guna.17
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Untuk memberi arahan yang jelas dan ketajaman analisa dalam
pembahasan, maka perlu adanya pembatasan suatu permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini hanya akan membahas terkait:
1. Makna Sab’a Sama<wa<t dalam ayat-ayat al-Qur’an 2. Makna Sab’a Sama<wa<t dalam Kitab al-Jawa<hir
3. Metodologi penafsiran
C. Alasan Memilih Judul
Adapun alasan yang menjadi dasar penelitian judul proposal ini adalah:
1. Metode penafsiran yang kini dikenal dengan pendekatan tafsir ilmi ini
pun masih menimbulkan kontroversi di kalangan mufassir.
2. Karena itu bagi penulis menarik dan perlu dikaji pada sebuah pokok
bahasan tertentu.
3. Pembahasan ini perlu di teliti lebih mendalam, karena itu penulis
sangat tertarik untuk mengkaji kevaliditasan argument para mufassir
berkenaan tentang tafsir ilmi dengan menggunakan teori tafsir.
17
Mashadi,“KajianCoraktafsirIlmi”,http://cucumashaikalhikam.blogspot.co.id/2015/03/2 6/kajian-corak-tafsir-ilmi/ (Minggu, 29Mei 2016, 22.26).
(18)
8
4. Dalam judul proposal ini, penulis ingin mengkaji masalah kontroversi
kevaliditasan Tafsir Ilmi
D. Rumusan Masalah
Dari kerangka latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas,
agar lebih jelas dan memudahkan operasional penelitian, maka perlu
diformulasikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagimanakah penafsiran Tanta<wi Jawhari< tentang Sab’a Sama<wa<t
dalam QS al-Baqarah ayat 29?
2. Bagaimanakah metodologi penafsiran yang digunakan?
E. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam
tulisan ini adalah:
1. Mengetahui tentang penafsiran Tanta<wi Jawhari< tentangMakna Sab’a
Sama<wa<t dalam QS al-Baqarah ayat 29
2. Mengetahui tentang metodologi penafsiran yang digunakan dalam
mengkaji tafsir ilmi
F. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka tujuan penelitian dalam
tulisan ini adalah:
1. Kegunaan secara Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
studi al-Qur’an dan dapat memberikan informasi ruang gerak yang luas terhadap
(19)
9
ini juga berfungsi untuk menambah literatur khususnya di Perpustaak UIN Sunan
Ampel Surabaya, yang berkenaan dengan kajian Tafsir.
2. Kegunaan secara Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran kepada pemerhati diskursus tafsir dalam rangka memahami tentang
tafsir ilmi itu sendiri, melalui pengembang metodologinya agar dapat
menghasilkan sebuah pemahaman yang utuh. Selain itu agar dapat memahami
tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan tafsir ilmi.
G. Telaah Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan uraian singkat hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya tentang masalah sejenis, sehigga diketahui secara
jelas posisi dan kontribusi peneliti. Kajian tentang tafsir ilmi sendiri yang
menelaah kitab-kitab tafsir, khususnya yang menelaah penafsiran terhadap tafsir
ilmi dapat dilihat dari sumber rujukan yang digunakan oleh penulis dalam
menyelesaikan proposal ini, baik dari buku dan kitab yang memiliki literatur
Arab maupun Indonesia, penulis menemukan beberapa literatur baik dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan (skripsi) yang menyinggung
tentang kajian tafsir ilmi. Di antara literatur yang membahas tentang kajian tafsir
ilmi, adapun penelitian terdahulu berbentuk skripsi yang tidak diterbitkan dan
mengkaji tentang tafsir ilmi antara lain:
Skripsi, Ahmad Syafi’in Aslam, Pemikiran Tafsir Ilmi Yusuf
(20)
10
10532003, UIN Sunan Kali Jaga, 2014.18 Bahasan dalam skripsi ini bahwa Yusuf
Al-Qardawi merekomendasikan mufassir untuk menguasai ilmu pengetahuan
dalam memahami al-Qur’an demi memenuhi kebutuhan zaman. Selain itu,
al-Qard}awi mengingatkan bahwa mufasir juga mempunyai background dan interest
yang berbeda. Jadi, sah-sah saja apabila terdapat mufassir yang memiliki
spesialisasi bidang ilmu pengetahuan untuk menggali makna-makna nas
al-Qur’an dengan beberapa syarat dan ketentuan.
Skripsi, Moh. Mufid Muwaffaq, Orientasi Ilmi dalam Tafsir Al-Ibriz karya
Bisyri Mustafa, NIM: 11531009, UIN Sunan Kali Jaga, 201519 Bahasan dalam skripsi ini bahwa Bisyri Mustafa menafsirkan tentang tafsir ilmi dalam tafsir
Al-Ibriz tapi yang harus diketahui bahwa Tafsir Al-Al-Ibriz sendiri lebih kepada
terjemah tafsiriyah maka tidak heran dalam penafsiran tafsir ini beliau hanya
menambahkan hal-hal yang menurut beliau penting.
Proses Kejadian Manusia dalam al-Qur’an: Suatu Kajian tafsir Ilmi tesis ini ditulis oleh Ending Sholehuddin Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
Bahasan dalam tesis ini bahwa di satu pihak terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang
menerangkan tentang proses kejadian manusia, dalam hal ini khususnya tentang
proses reproduksi manusia yang terjadi dalam Rahim ibunya. Sementara di pihak
lain kini telah muncul-muncul teori-teori ilmu pengetahuan hasil penelitian para
ilmuwan yang berkenaan dengan apa yang telah diungkapkan oleh al-Qur’an
tersebut.
18
Skripsi, Ahmad Syafi’I Aslam, Tafsir ilmi Yusuf Al-Qaradawi: Telaah atas Kitab Kaifa
Nata’amal Ma’a Al-Qur’an Al-Azim, UIN Sunan Kali Jaga, 2014. 19
Skripsi, Moh. Mufid Muwaffaq, Orientasi Ilmi dalam Tafsir Al-Ibriz karya Bisyri
(21)
11
Skripsi, Moh. Anwar, Sains dalam al-Qur’an Perspektif Muhammad
Mutawalli Al-Sha’Ra<wi<, NIM: FO. 5.4.10.208, Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya, 2012.20 Bahasan dalam skripsi ini bahwa model tafsir al-
Sha’ra<wi< adalah Tafsi<r S{aut{i yaitu hasil ceramah yang kemudian ditulis dengan pembhasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi
tafsir al-Qur’an ketika mnegungkap ruh al-Qur’an sebagai sumber hidayah bagi
peruban dan perbaikan kehidupan sosial adalah salah satu karakteristik yang
dimiliki oleh tafsir al- Sha’ra<wi< ini. Terutama ketika menafsirkan ayat-ayat sains
dilihat dari segi kebahasaanya, yang memiliki spesialis dalam bidang bahasa
arab, ia menguasai grammatikal bahasa arab, kemudian seraya mengungkapkan
pendapat sebagian ilmuwan modern, walaupun tidak menjelaskan referensinya
secara jelas.
Selama peninjauan kajian pustaka yang ada, penulis belum
menemukan penelitian yang khusus membahas penafsiran Tanta<wi Jawhari<
tentang tafsir ilmi, adapun ada pembahasan tentang Kontroversi ini telah dijelaskan dalam Ulumul Qur’an, tetapi sejauh ini penulis belum menemukan
skripsi yang membahas lebih banyak tentang pemikiran Tanta<wi Jawhari< yang di
spesifikasian terhadap penelitian tertentu. Perlu adanya sebuah penelitian yang
khusus membahas tentang hal tersebut.
20
Skripsi, Moh. Anwar, Sains dalam al-Qur’an Perspektif Muhammad Mutawalli
Al-Sha’Ra<wi<, NIM: FO. 5.4.10.208, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012.
(22)
12
H. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian dengan metode
Kualitatif yakni penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Penelitian ini juga termasuk ke dalam penelitian
kepustakaan, mengingat data-data primer dan sekundar yang diperlukan,
dikumpulkan, di analisis dan ditafsirkan semuanya berasal dari
sumber-sumber informasi tertulis berupa ayat-ayat al-Qur’an. selanjutnya dengan
macam penelitian di atas dan tujuannya, maka metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah deskriptif-ANALISIS. Metode Deskriptif tertuju
pada masa sekarang, masalah-masalah aktual. Pelaksanaanya tidak terbatas
hanya sampai pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi
tentang arti data itu. Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan dan
kemudian dianalisa. Pada tahap yang terakhir, metode ini harus sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan atas dasar penelitian data.21
Sehubungan materi bahasaannya menyangkut masalah tafsir, maka
metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metode
pendekatan penafsiran al-Qur’an dari segi tafsir tahli>li. yaitu, menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di
dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang
21Winarno Surakhmad, Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan tehnik (Bandung: Tarsito, 1998), hlm, 139-140
(23)
13
tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir
yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.22
2. Pengolahan Data
Pengumpulan data penelitian diperoleh dengan cara mengumpulkan
dan menelaah data-data yang berkaitan dengan Tafsir Ilmi dan buku-buku
yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Objek penelitian dalam peneletian skripsi ini adalah pemikiran atau
pandangan para mufassir tentang tafsir ilmi. Oleh sebab itu data primer
yang digunakan adalah al-Jawa<hir: fi Tafsir al-Qur’a<n karya T{ant{awi<
Jawhari<. Sehubungan masalah pokok penelitian ini tercakup kedalam
wilayah kajian tafsir.
b. Data Sekunder
Adapun sumber data dan informasi pendukung dan sekunder,
semacam Membumikan al-Qur’an, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an,
Teosofi al-Qur’an, Metodologi Penelitian Tafsir dan buku-buku lain yeng
memiliki relevansi dengan penelitian ini dan direkrut untuk dijadikan
literatur.
22
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 31.
(24)
14
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang penulis lakukan adalah dengan menggunaka
karakteristik penafsiran metode tahli<li>, yang memiliki langkah-langkah dan
cara kerja yang berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam
ayat-ayat al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk
al-ma’ts<ur maupun al-ra’y. Ciri-ciri yang ditempuh dalam menerapkan metode analistik, yaitu;
a. al-Qur’an ditafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
b. Menerangkan asba<b al-nuz<uldari ayat-ayat yang ditafsirkan.
c. Demikian pula ikut diungkapkan penafsiran-penafsiran yang pernah
diberikan oleh Nabi Saw, sahabat, ta<bi’i<n, ta<bi’ al-ta<bi’in, dan para ahli tafsir lainnya dari berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, fiqh,
bahasa, sastra, dan sebagainnya.
d. Selain itu, juga dijelaskan muna<sabat(kaitan) antara satu ayat dengan
ayat yang lain, juga antara surah dengan surah yang lain.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudahkan pembaca dalam memahami penelitian ini,
penulis menyusun krangka pemikiran secara sistematis, yang disajikan dalam bab
sebagai berikut:
Pada bab pertama dimulai dengan pendahuluan yang dijelaskan
(25)
15
memotivasi dan mengilhami penulis untuk membahasnya. Bagian ini meliputi
pula perumusan masalah yang mencakup identifikasi masalah, pembatasan
masalah beserta pertanyaan tetang masalah. Selanjutnya pada bagian ini
diutarakan tujuan dan kegunaan penelitian yang menjadi arah sekaligus sasaran
pelaksanaan kegiatan penelitian ini. Kemudian pada bab ini dibahas dan
diungkapkan kerangka teoritik, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta
sisitematika pembahasan. Dengan demikian akan diperoleh kejelasan mengenai
konteks penelitian berikut penjelasan bagi masing-masing bab dalam setiap topik
yang dikaji.
Dalam bab kedua, dikemukakan tentang landasan teori berupa
metodologi tafsir, definisi corak tafsir, dan corak- corak yang terdapat dalam
tafsir.
Dalam bab ketiga, memaparkan tentang biografi Tanta<wi Jawhari<,
karya-karyanya, pro kontra dalam tafsir ilmi.
Adapun dalam bab empat, memaparkan penafsiran ayat-ayat yang
berkenaan tentang Sab’a Sama<wa<t, dan beserta analisis.
Sementara Bab lima, merupakan penutup yang terdiri dari dua sub bab,
yaitu kesimpulan dari pembahasan-pembahasan yang ada di bab-bab sebelumnya
(26)
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Corak Tafsir
Kata corak, dalam literatur sejarah tafsir, biasanya digunakan sebagai
terjemahan dari kata al-laun, bahasa Arab, yang berarti warna. Jadi, corak tafsir
adalah nuansa atau sifat kusus yang mewarnai sebuah penafsiran. Tafsir merupakan
salah satu bentuk ekspresi Intelektual seorang mufassir ketia mufassir menjelaskan
pengertian ujara-ujaran Alquran sesuai dengan kemampuannya yang sekalipun
menggambarkan minat dan horizon pengetahuan mufassir. Minat dan horizon
pengetahuan mufassir. Minat dan horizon pengetahuan mufassir itulah yang muncul
ke permukaan pada periode abad pertengahan.1
Abad pertengahan, boleh dikatakan, sangat didominasi oleh kepentingan
seseorang yang menjadi dasar intelektual mufassir, karena keanekaragamaan corak
penafsiran sejalan dengan keragaman disiplin ilmu yang berkembang saat itu. Ini
terjadi karena minat pertama dan utama para mufassir saat itu sebelum mufassir
bertindak menafsirkan al-Qur’an adalah kepentingannya. Di sisi lain, ilmu yang
berkembang di tubuh umat Islam selama periode abad pertengahan yang bersentuhan
langsung dengan keislaman adalah ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa
dan sastra, serta filsafat. Karena banyaknya orang yang berminat besar dalam studi
setiap disiplin ilmu itu yang menggunakan basis pengetahuannya sebagai kerangka
1
Ahmad Izzam, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung:Tafakur, 2009), 199.
(27)
18
dalam memahami al-Qur’an, bahkan beberapa di antarannya secara sengaja mencari
dasar yang melegalkan teori-teorinya dari al-Qur’an, muncullah kemudian apa yang
disebut tafsir fiqhy, tafsirr I’tiqady, tafsir sufy, tafsir ilmy, dan tafsir falsafy.2 B. Corak-corak Tafsir
1. Corak Fiqh (Corak Hukum)
Tafsir fiqhy lebih popular disebutkan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir
ahkam karena lebih beriorentasi pada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an(ayat
al-ahkam). Berbeda dengan tafsir-tafsir lainnya seperti tafsir ilmy dan tafsir
falsafy yang eksistensi dan proses pengembangannya diperdebatkan okeh
pakar tafsir, keberadaan tafsir ayat al-ahka<m diterima hampir oleh seluruh
lapisan mufassirin.3
Tafsir ayat al-ahka<m ini berusia sudah sangat tua karena kelahirannya
bersamaan dengan kelahiran tafsir Alquran itu sendiri. Banyak judul kitab
tafsir yang layak untuk disebutkan dalam urutan daftar nama kitab-kitab
tafsir ayat al-ahka<m, baik dalam bentuk tafsir tahli<li< maupun maudhu<’i<,
antara lain, Ahk<am al-Qur’a<n al-Jashshash susunan Imam Hujjat al-Islam Abi
Bakr Ahmad bin Ali ar-Razi al-Jashshash (305-370 H/917-980 M), salah
seorang ahli fiqh Mazhab Hanafi; Ahkam al-Qur’a<n Ibn al-Arabi, karya Abi
Bakar Muhammad bin Abdillah yang lazim popular dengan nama Ibn
2
Ahmad Izzam, Metodologi, 199. 3
(28)
19
Arabi (468-543 H/1075-1148 M); Ahka<m al-Qur’a<n al-Kiya al-Harasi, karya
al-Kiya al-Harasi (wafat 450 H/1058 M), salah seorang mufassirin
berkebangsaan Khusaran; al-Jami’li Ahka<m al-Qur’a<n wa al Muhayyin lima
Tadhammanahu min as-Sunnah wa Ayi al-Qur’a<n sususna Abi Abdillah
Muhammad al-Qurthubi (wafat 671 H/1272 H); Tafsir Fath al-Qadr, karya
besar Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah al-Syawkani (wafat
1173-1250 H/1881 M-1373 H/1945 M); Tafsir Ayat al-ahka<m, susunan
Muhammad Ali al-Sayis, dosen Universitas al-Azhar Mesir; dan Tafsir
Ayat-ayat Hukum, karya Muhammad Amin Suma.4
Selain corak penafsiran Alquran berdasarkan kelompok bidang atau
ilmu dari ayat-ayat al-Qur’an, sesungguhnya masih ada corak penafsiran
al-Qur’an yang berdasarkan pemikiran atau aliran politik seperti tafsir aliran
Khawarij, Ahli Sunnah wa al-Jama’ah dan Syiah yang masing-masing
memiliki sejumlah kitab tafsir sendiri, terutama kalangan Sunni dan Syiah.
Ada juga corak penafsiran al-Qur’anyang berdasarkan perbedaan teori kalam
(teologi) salah satu contoh adalah tafsir aliran Asy’ariah, Maturidiyah, dan
Mu’tazilah.5
Tafsir Fiqhy ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh karangan
imam-imam dari berbagai madzhab yang berbeda, sebagaimana ada sebagian
4Ahmad Izzam, Metodologi, 200. 5
(29)
20
ulama mengarang kitab tafsir dengan latar belakang madzhab masing-masing
yang berbeda.
Diantara kitab-kitab tafsir Fiqhy adalah:6 Ahka<m al-Qur’a<n, karya
Al-Jasshash (wafat. 307 H), Ahka<m al-Qur’a<n, karya Ibn al-Araby (Wafat. 543
H), dan Al-Jami’ li Ahka<m al-Qur’a<n, karya Imam Al-Qurthuby (wafat. 671
H)
2. Corak Falsafy
Pada saat ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan mengalami
kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang di wilayah-wilayah
kekuasaan Islam dan gerakan penerjemahan buku-buku asing ke dalam
bahasa Arab digalakkan pada masa khilafah Abbasiyah, sedangkan di antara
buku-buku yang diterjemahkan itu adalah buku-buku karangan para filosof
seperti Aristoteles dan Plato, maka menyikapi hal ini ulama Isam terbagi
kepada dua golongan, sebagai berikut:7
a. Menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan filosof
tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena mereka
memahami ada diantarannya yang bertentangan dengan aqidah dan
agama. Bangkitlah mereka untuk menolak buku-buku itu dan
menyerang faham-faham yang dikemukakan didalamnya,
6
Ali Hasan al-Aridl, Sejarah, 60. 7
(30)
21
membatalkan argument-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca
dan menjauhkannya dari kaum muslimin.
b. Di antara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan
filsafat adalah Hujjah al-Islam al-Imam Abu Hamid Al-Ghazaly.
Karena itu al-Ghazaly mengarang kitab Al-Isyarat dan kitab-kitab
lain untuk menolak paham mereka, Ibn Sina dn Ibn Rusyd. Demikian
pula Imam Al-Fakhr Al-Razy di dalam kitab tafsirnya mengemukakan
paham mereka dan kemudian membatalkan teori-teori filsafat mereka,
karena dinilai bertentangan dengan agama dan al-Qur’an.
c. Sebagian ulama Islam yang lain juga justu mengagumi filsafat.
Mereka menekuni dan dapat menerima sepanjang tidak beretntangan
dengan norma-norma (dasar dalam Islam), berusaha memadukan
antara filsafat dan agama serta menghilangkan pertentangan yang
terjadi di anatar keduanya.
Golongan ini hendak menafsirkan ayat-ayat al-Qur’anberdasarkan
teori-teori filsafat mereka semata, akan tetapi mereka gagal, oleh
karena tidaklah mungkin nash Al-Qur’an mengandung teori-teori
mereka dan sama sekali tidak mendukungnya. Dari golongan yang
pertama lahirlah kitab Mafatih al-Ghayb, karangan Al-Fakhr Al-Razy (wafat.606 H).
(31)
22
3. Corak‘Ilmi
Tafsir ilmiah muncul di tengah-tengah masyarakat muslim sebagai
respon terhadap perkembangan berbagai ilmu dan sebagi upaya
memahami ayat-ayat Alquran yang sejalan dengan perkembangan ilmu.
Sehubungan dengan itu, al-Qur’an menampakkan berbagai bukti di alam,
seperti penciptaan langit dan bumi, proses turunnya hujan, serta
pergerakan matahari. Semua itu merupakan isyarat al-Qur’an yang
menunjukkan kebesaran penciptaan Tuhan yang perlu ditafsirkan.8
Tafsir ilmiah menguraikan ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan
betapa agungnya ciptaan Allah swt. Tafsir ini tidak dikelompokkan ke
dalam tafsir bi ar-ra’yi karena tidak memnuhi syarat sebagai tafsir bi
ar-ra’yi.9
Prinsip dasar tafsir ilmiah adalah menjelaskan isyarat-isyarat al-Qur’an mengenai gejala alam yang bersentuhan dengan wujud Tuhan yang
Mahahidup dan Mahakuasa. Namun demikian, maksud dari al-Qur’an
adalah untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an yang dibawa Nabi saw
benar-benar kitab suci yang dating dari sisi Allah swt. Oleh sebab itu, nilai
keilmiahan al-Qur’an tidak dilihat dari banyaknya cabang ilmu
pengetahuan yang tersimpan di dalamnya, tetapi dilihat dari sikap
8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), 190. 9
(32)
23
Qur’an terhadap ilmu pengetahuan. al-Qur’an tidak pernah menghalangi manusia mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan tidak pula mencegah
seseorang mengadakan penelitian ilmiah.10
Tafsir ‘Ilmi atau scientific exegsis (penafsiran tentang ilmiah)
adalah corak penafsiran al-Qur’an yang menggunakan pendekatan teori
-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Atau corak penafsiran
yang dimaksudkan untuk menggali teori-teori ilmiah dan pemikiran
filosofis dari ayat-ayat al-Qur’an.11
Menurut Nur Kholis, tafsir ini telah muncul sejak masa
pemerintahan Bani abbasiyah. Ketika itu Al-Ghazali (wafat. 1111 M)
menyatakan bahwa Alquran memuat banyak informasi mengenai ilmu
pengetahuan alam yang tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan
ilmiah.12
Pertumbuhan tafsir ilmiah mengalami kematangannya pada paruh
abad XIX, yaitu ketika karya-karya tafsir ilmiah menjamur. Misalnya,
Mafatih Al-Ghaib (At-Tafsir Al-Kabir) karya Ar-Razi yang banyak mengulas tentang fisika dan penemuan pada abad XII. Selanjutnya, tafsir
10
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir., 190. 11
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press, 2014), 136.
12
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: eLSAQ, 2005), 21.
(33)
24
ini dianggap sebagai salah satu bentuk perwujudan I’jaz (mukjizat)
al-Qur’an .13
Dengan kata lain, tafsir ilmi ini disamping dimaksudkan untuk
menyatukan teori-teori ilmu pengetahuan dengan al-Qur’an, ia juga
bertujuan untuk melakukan deduksi teori-teori ilmu pengetahuan dari
ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri.14
Tafsir ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an
mengandung berbagai macam ilmu, baik yang sudah ditemukan maupun
yang belum. Tafsir corak ilmi berangkat dari paradigm bahwa al-Qur’an
disamping tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan, al-Qur’an tidak hanya memuat ilmu-ilmu agama atau hal-hal yang terkait dengan ibadah ritual, tetapi juga memuat ilmu-ilmu duniawi, termasuk
hal-hal yang tekait dengan teori-teori ilmu pengetahuan.15
Memang corak tafsir ilmi mengandung polemik di kalangan para
ulama, ada yang mendukung keberadaan tafsir ilmi, ada pula justru
menolak terhadap corak tafsir ilmi. Argumen yang dipakai para
pendukung tafsir ilmi antara lain adalah ayat al-Qur’a<n, Q.S al-An’am 38
dan Al-Na<hl 89;
13
Samsurrohman, Pengantar, 191. 14
Abdul Mustaqim, Dinamika,136. 15
(34)
25
اَد ْنِم اَم َو
ط َا َو ِضْر َاْا ىِف ٍةَب
َي ٍرِئ
َاِا ِهْيَحَجِب ُرْ يِط
مَمُا
ْۗمكلثْما
ِبَتِكْلْا ىِف اَنْطَرَ ف اَم
َش ْنِم
َنْوُرَشْحَي ْمِهِبَر ىَلإ َمُث ٍءي
(
٨٣
)
Dan Tiadalah yang melata di bumi (hewan) dan tiada (pula) yang terbang dengan kedua sayapnya (burung) melainkan umat-umat seperti kamu16. 358). Tidaklah Kami melupakan di dalam Kitab sedikit pun , kemudian mereka dikumpulkan kepada kepada Tuhannya17.
َلَع اًدْيِهَش ِةَمُا ِلُك ْيِف ُثَعْ بَ ن َمْوَ ي َو
اًدْيِهَش َكِب اَنْعِجو ْمِهِسُفْ نَا ْمِهْي
ىلَع
ۗ ه
ۗ لۗؤ
ۗ ء
َنْيِمِلْسُمْلِل ىَرْشُي َو ًةَمْحَرَو ىَدُ َو ٍءْيَش ِلُكِل اًنَ يْ بِت َبَتِكْلْا َكْيَلَع اَنْلَزَ ن َو
(
٣٢
)
Dan pada hari Kami bangkitkan saksi pada setiap umat untuk mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka. Kami turunkan kepadamu Kitab yang menjelaskan tiap-tiap sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang muslim.18
Dua ayat diatas dipahami sebagai sebuah informasi bahwa
berbagai ilmu dalam al-Qur’an memang telah disebutkan, termasuk
teori-teori sains modern. Disamping itu, masih banyak ayat lain yang
memerintahkan manusia untuk meperhatikan fenomena alam.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, mereka berpendapat bahwa segala
sesuatu (termasuk teori-teori ilmu pengetahuan) sudah ada, dan
diterangkan dalam al-Qur’an.19
Sementara, yang menolak terhadap corak tafsir ilmi berpendapat
bahwa al-Qur’an itu bukan buku ilmu pengetahuan, melainkan kitab
16
Depag RI, Al-Qur’an, 239. 17
Umat yang dimaksud dalam ayat ini adalah makluk-makhluk Allah yang tuduk kepada-Nya, Hewan termasuk makhluk Allah yang mempunyai persamaan dengan manusia antara lain di dalam menata kehidupannya
18
Depag RI, Al-Qur’an, 518. 19
(35)
26
petunjuk untuk umat manusia. Jika seseorang berupaya melegalkan
teori-teori ilmu pengetahuan dengan ayat-ayat al-Qur’an, maka dikhawatirkan
jika teori itu runtuh oleh teori yang baru, maka akan menimbulkan kesan
bahwa ayat itu pun akan runtuh, dan bahkan seolah kebenaran ayat
tersebut dapat dipatahkan oleh teori baru ilmu pengetahuan tesebut.
Untuk itu tidak perlu melakukan tafsir ilmi, jika hanya dimaksudkan
untuk melegalkan teori-teori ilmu pengetahuan yang sifatnya relative dan
stabil.20
Dari yang pro dan kontra tersebut, sebenarnya dapat dicari jalan
tengah, yaitu bahwa al-Qur’an memang bukan kitab ilmu pengetahuan,
namun tidak dapat disangkal bahwa di dalamnya terdapat isyarat-isyarat
atau pesan-pesan moral akan pentingnya untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.21
4. Tafsir Tarbawi (Pendidikan)
Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang
pendidikan (ayat al-tarbawi). Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang
lain, terutama tafsir ahkam yang akan disinggung nanti, kitab tafsir yang
20
Abdul Mustaqim, Dinamika 138. 21
(36)
27
khusus tarbawi relatif masih amat sedikit. Di antara contoh kitab tafsir tarbawi
ialah:22
a. Namadzij Tarbawiyah min al-Qur’a<n al-Karim (Model-model
pendidikan dari Al-Qur’a<n al-Karim), buah tangan Ahmad Zaki
Tafahah, Beirut-Lubnan: Dar al-Kitab al-Lubnani, 1980 M.
b. Nadzariyyah al-Tarbiyah ji al-Qur’a<n wa Tathbiqatuha fi Ahd
al-Rasul ‘Alqyh al-Shalatu wa al-Salam (Teori Pendidikan dalam
al-Qur’a<n dan Penerapannya pada Masa Rasul Saw.), karya Dr. Aminah
Ahmad Hasan, al-Qahirah: Dar al-Ma’arif, 1985 M.
c. Manhaj Al-qur’an fi al-Tarbiyah (Metode al-Qur’an tentang
Pendidikan, karangan Muhammad Syadid, Beirut-Lubana:
Mu’assasah al-risalah, 1412 H/1991 M. Lain-lain yang belakangan
sudah mulai lebih banyak lagi.
Ketiga buku di atas sesungguhnya tidak tepat digolongkan ke dalam
kelompok buku-buku tafsir, mengingat orientasinya bukan pada penafsiran
ayat-ayat tarbawi, melainkan lebih mengarah pada penggalian metode
pendidikan dalam al-Qur’an. Namun sungguhpun demikian, ketiga buku ini
dan lain-lain yang sejenis memberikan sumbangsih yang berharga bagi
22
(37)
28
perumusan model tafsir tarbawi dan pengembangnnya di masa-masa yang
akan datang.23
5. Tafsir Akhlaqi (Corak Akhlak)
Tafsir akhlaqi (al-tafsir al-akhlaqi), yaitu penafsiran yang lebih
cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlak dan menurut pendekatan
ilmu-ilmu akhlak. Penafsiran ayat-ayat akhlak hampir dijumpai pada berbagai kitab
tafsir dalam hal ini terutama aliran tafsir bi-al-ma’tsur dan kitab-kitab tafsir
tahlili dan tafsir al-isyari. Namun demikian, tidak berarti tidak ada kitab tafsir
yang secara khusus menggarap ayat-ayat tentang akhlak.24
Kitab tafsir yang secara khusus hanya membahas ayat-ayat akhlak
agaknya relative langka. Tetapi penafsiran ayat-ayat akhlak dalam kitab-kitab
tafsir tahlili teramat banyak. Satu di antarannya ialah: tafsir al-Nasafi (4 jilid
1374 halaman), karya al-Imam al-Jalil al-Alamah Ali al-Barakat Abdullah bin
Ahmad bin Mahmud al-Nasafi yang dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
sangat kental dengan hal-hal yang bersifat etik moral.25
6. Tafsir I’tiqadi (Corak Teologis)
Tafsir teologis merupakan salah satu bentuk penafsiran al-Qur’an yang
tidak hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih
23
Muhammad Amin Suma, Ulumul,, 398. 24
Ibid., 399. 25
(38)
29
jauh ia merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang
sebuah aliran teologis. Tafsir model ini lebih banyak membicarakan dan
meperbincangkan tema-tema teologis daripada mengedepankan pesan-pesan
pokok al-Qur’an26
Seperti layaknya diskusi yang dikembangkan dalam literature ilmu
kalam (teologi Islam), tafsir ini sarat muatan sectarian dan
pembelaan-pembelaan terhadap paham-paham teologis yang menjadi refrensi uatama bagi
mufassirnya. Ayat-ayat al-Qur’an yang tampak memiliki konotasi berbeda satu sama lainnya acapkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teologis
sebagai basis bagi penafsirannya. Ayat-ayat seperti inilah yang memberi
peluang dan berpotensi menjadi alat pembenar atas paham-paham teologis.
Kategorisasi ayat yang dipakai al-Qur’an sendiri, seperti muhkam dan
mutasyabih, merupakan sumber teoretis tentang perbedaan penafsiran teologis
yang dibangun di atas keyakinan-keyakinan.27
7. Tafsir Sufi
Ketika ilmu-ilmu agama dan ilmu mengalami kemajuan pesat serta
kebudayaan Islam tersebar ke seluru pelosok dunia dan mengalami kebangkitan
26
Ahmad Izzam, Metodologi Tafsir, 204. 27
(39)
30
dalam segala seginya, maka berkembanglah ilmu tasawuf dan ilmu itu
mempunyai dua wujud yaitu:28
a. Tasawuf Teoritis
Dari kalangan tokoh-tokoh tasawuf lahir ulama yang
mencurahkan waktunya untuk meneliti, mengkaji, memahami dan
mendalami al-Qur’an dengan sudut pandang sesuai dengan teori-teori
tasawuf mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
tidak mengikuti cara-cara untuk menta’wilkan ayat al-Qur’an dan
menjelaskannya dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalil Syar’y serta terbukti kebenarannya dalam bahasa Arab,. Yaitu dalam bab perihal
isyarat.
Imam Al-alusy dalam kitab tafsirnya mengemukakan, sebagai
berikut: “apa yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh shufy tentang
al-Qur’an adalah termasuk ke dalam bab isyarat terhadap pengertian-pengertian rumit yang berhasil diungkapkan oleh orang-orang yang
menguasai cara yang harus ditempuh untuk sampai kepada Allah dan
pengertian itu dapat dipadukan dengan
pengertian-pengertian tekstual yang dikehendaki. Hal ini termasuk kesempurnaan
28Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah, 58.
(40)
31
iman dan pengetahuan yang sejati. Mereka berkeyakinan bahwa
pengertian tekstual sama sekali bukanlah yang dikehendaki . Oleh
karena demikianlah keyakinan aliran Bathiniyyah, maka mereka
sampai menafikan Syari’at secara keseluruhan. Tokoh-tokoh shufy kita tidaklah mungkin samapi bersikap demikian, oleh karena mereka
menganjurkan agar tetap dipelihara penafsiran dan pengertian tekstual.
Mereka berkata: pada tahap pertama harus dilakukan serta diketahui
penafsiran dan pengertian tekstual, sebab tidak mungkin bisa sampai
kepada penafsiran dan pengertian batin dari suatu ayat sebelum
penafsiran dan pengertian tekstualnya terlebih dahulu diketahui.
Barang siapa mengaku dapat memahami rahasia-rahasia al-Qur’an
sebelum mengetahui penafsiran dan pengertian tekstualnya, maka
orang tersebut seperti orang yang mengaku telah sampai ke bagaian Ka’bah sebelum orang tersebut melewati pintunya”.
Lebih jauh Al-Alusy berkata: “Tidaklah seyoganya bagi orang
yang kemampuannya terbatas dan keimanannya belum mendalam
mengingat atau bahwa al-Qur’an mempunyai bagian-bagian batin
yang dilimpahkan oleh allah yang Maha Pencipta dan Maha Pelimpah
kepada batin-batin hamba-Nya yang dikehendaki”.
Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman
(41)
32
ِرْبَصل اِب ْاوُنْ يِعَتْساَو
ۗ ةول صلا
اَهَ نِاَو
خلْا ىَلَع َاِا ةَرْ يِبَكَل
َنْيِعِش
(
٥١
)
Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan salat; dan sesungguhnya salat itu berat, kecuali atas orang-orang yang khusyu’. 29
Bahwa shalat adalah sarana untuk memutuskan dan
mengkonstrasikan hati untuk menangkap tajally (penampakan diri)
Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan
lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah
yang amat halus dan menangkap kekuasan-Nya yang perkasa.
Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada
di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan
menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan merka (fana’) dan
meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah (baqa’), sehingga mereka
tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha
halus dan Maha Perkasa.
b. Tasawuf Praktis
Yang dimaksud dengan tasawuf praktis adalah cara hidup
yang berdasarkan atas hidup sederhana, zuhud, lapar, tidak tidur pada
malam hari, hidup menyendiri, menjaga diri dari segala kenikamatan,
memutuskan jiwa dari segala macam syahwat dan menghancurkan diri
29
(42)
33
dalam taat kepada Allah. Imam Ahmad ibn Sahl berkata: Musuhmu itu
ada empat:
Pertama, Dunia. Senjata (yang dipergunakan oleh) dunia (untuk memnperdaya manusia) adalah hidup membaur dengan sesama
manusia dan penangkalnya adalah hidup menyendiri. Kedua, Syaitan.
Senjata syaitan adalah kenyang dan penangkalnya adalah lapar. Ketiga,
Jiwa. Senjata jiwa adalah tidur dan penagkalnya adalah tidak tidur di
malam hari. Keempat, Hawa nafsu. Senjata hawa nafsu adalah banyak
berbicara dan penagkalnya adalah diam.
Muhammad Husain al-Dzahaby berkata: “Kami tidak
mendengar ada seseorang yang mengarang kutab tertentu tentang tafsir
shufy teoritis yang menafsirkan ayat demi ayat dalam al-Qur’an seperti
dalam tafsir Isyary (tafsir yang mengungkapkan makna-makna yang
diisyaratkan oleh ayat al-Qur’an). Yang kami temukan adalah
keterangan-keterangan yang terpencar-pencar (tidak dalam suatu kitab tertentu) yang termuat dalam penafsiran yang disandarkan kepada Ibn’
Araby dan kitab Al-futuhat al-Makkiyah, karangan beliau, sebagimana
sebagian yang lain dapat ditemukan dalam banyak kitab-kitab tafsir
(43)
34
Mereka berkata, tafsir sufy dapat diterima jika memenuhi
syarat-syarat, sebagai berikut:
Pertama, Tidak menafikan makna lahir (pengertian tekstual)
dari ayat al-Qur’an Penafsiran itu diperkuat oleh dalil Syara’ yang
lain. Kedua, Penafsiran itu tidak bertentangan denga dalil Syara’ atau
rasio. Ketiga, Penafsiranya tidak mengakui bahwa hanya
penafsirannya (batin) itulah yang dikehendaki oleh Allah.
Di antara kitab-kitab karangan tentang tafsi Shufy adalah sebagai
berikut: Tafsir Al-Qur’a<n al-Adhim’, karangan Imam Al-Tustury,
Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-Allamah Al-Sulamy (wafat. 412 H), ‘Arais al-bayan fi Haqaiq al-Qur’a<n, karangan Imam Al-Syirazy (wafat 606 H)
8. Tafsir al-adab al-Ijtima’i,
Tafsir al-adab al-Ijtima’i yaitu tafsir yang menekankan
pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari segi
sumber penafsirannya tafsir bercorak al-adab al-Ijtima’i ini termasuk tafsir bi
Al-Ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengategorikannya sebagai
tafsir Bi Al-Izdiwaj (tafsir campuran, karena persentase atsar dan akal sebagai
(44)
35
demikian ini adalah tafsir Al-Manar, buah pikiran Syeikh Muhammad Abduh
yang dibukukan oleh Muhammad Rasyid Ridha.30
Pada abad XIV Hijriah lahir tafsir dengan corak baru yang tidak
memberi perhatian kepada segi Nahwu, bahasa, istilah-istilah dalam balagha
dan perbedaan-perbedaan madzhab sebuah tafsir yang tidak menyajikan
berbagai segi dari al-Qur’an yang segi-segi itu justru menjauhkan pembaca
dari inti al-Qur’an, sasaran dan tujuan akhirnya, oleh karena kenyataan
menunjukkan bahwa perpustakaan-perpustakaan Islam telah dipenuhi dengan
kitab-kitab tafsir yang memalingkan ummat Islam dari sasaran-sasaran al-Qur’an dan makna-makna yang bernilai sangat tinggi.31
Di antara kitab-kitab tafsir yang ada adalah kitab-kitab tafsir yang
berisi banyak pembahasan tentang I’rab, kaidah-kaidah Nahwu, Sharaf,
isytiqaq (asal-usul kata), segi-segi ilmu Ma’any, istilah-istilah ilmu Bayan,
ilmu Badi’ dan keindahan kata.32
Sebagian yang lain adalah kitab-kitab tafsir yang mengarah kepada
perdebatan antara mutakallimin (tokoh-tokoh ilmu kalam, teologi), penolakan
dan pembatalan paham-paham dan argumen-argumen masing-masing dari
mereka. Dan kitab-kitab tafsir yang lain dipenuhi dengan hasil-hasil rumusan
Ushuliyyin (ahli Ushul al-Fiqh), hasil-hasil ijtihad fuqaha’ (ahli fiqh) yang
30
Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 116 31
Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah, 68 32
(45)
36
bertaqlid kepada imamnya masing-masing, interpretasi kaum shufy dan
syathahat (ungkapan-ungkapan ganjil) mereka dan fanatisme golongan dari
aliran-aliran ilmu kalam.33
Selain yang tersebut diatas, ada pula kitab-kitab tafsir yang
mengemukakan riwayat-riwayat dalam tafsir bi al-Ma’tsur dari Rasulullah
SAW, para sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in dan ahl al-kitab (Yahudi dan
Nasrani) yang hidup di Madinah setelah memeluk agama Islam dan
menjauhkan khufarat-khufarat Israiliyat yang ditolak oleh oleh Syara’ dan
akal yang sehat dari kaum muslimin.34
Juga ada kitab-kitab tafsir yang menekankan pada ilmu-ilmu alam,
teori-teori ilmiah modern dan segi-segi lain yang justru memalingkan
pembaca dari tujuan diturunkannya al-Qur’an oleh Allah dan menghalanginya
dari memahami al-Qur’an.
Kekuasaan Allah tidaklah terbatas. Dia berkuasa memberi ilham
kepada sebagian ulama yang berjiwa ikhlas untuk agama, yang mencintai
kitab suci al-Qur’an dan memahami agama mereka. Dari merekalah kemudian
lahir kitab-kitab tafsir yang tidak memberikan perhatian khusus kepada
segi-segi dan sisi-sisi kajian seperti dikemukakan di atas. Perhatian pokok dari
kitab-kitab tafsir ini adalah memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab hidayah
33
Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah, 69. 34
(46)
37
dengan cara yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan makna-maknanya
yang bernilai tinggi, yaitu memberi peringatan dan memberi kabar gembira,
oleh karena tafsir yang bermanfaat bagi ummat Islam adalah tafsir yang
menjelaskan al-Qur’an dari segi bahwa adalah kitab yang berisi ajaran-ajaran
agama yang menunjukkan kepada manusia cara untuk mencapai kebahagiaan
dalam kehidupan dunia dan akhirat.35
Itulah tujuan terpenting dari al-Qur’an. Kajian-kajian selain segi ini
adalah konsekuensi atau cara untuk mencapai tujuan tersebut, seperti kajian
tentang lafadh-lafadh al-Qur’an, prinsip-prinsip, metodedan redaksi (teksnya),
oleh karena al-Qur’an diturunkan tidak lain adalah untuk mendidik dan
menyucikan jiwa manusia dari syirk, berbuat aniaya dan kesesatan serta
mengisinya dengan kesucian dan nur, mendorongnya melakukan hal-hal yang
dengannya diperoleh kebahagiaan dan menghindarkannya dari kesesatan dan
kebodohan, menuju puncak ma’rifah kepada Allah dan keadilan, serta
menunjukannya kepada cara hidup bermasyarakat yang didasari semangat
kecintaan dan kesucian jiwa.
Muhammad Husain Al-Dzahaby dalam kitabnya al-Tafsir wa
al-mufassirun menerangkan sifat kitab-kitab tafsir yang lahir dengan corak
Adaby dan menekankan segi kemasyarakatan (ijtima’y), sebagai berikut:36
35
Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah, 70. 36
(47)
38
a. Kelompok ulama yang menafsirkan al-Qur’an dengan corak
Adaby-Ijtima’y selain segi-segi kekuarangannya mampu mengungkapkan segi
balagha al-Qur’an dan kemu’jizatannya
b. Menjelaskan makna-makna dari sasaran-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an
Mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan-tatanan
kemasyarakatan yang dikandungnya.
c. Mampu memecahkan problematika ummat Islam khususnya dan ummat
manusia pada ummunya dengan mengedepankan petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan ajaran-ajaran yang dengannya dapat diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat
d. Memadukan antara al-Qur’an dan teori-teori ilmiah yang benar.
e. Menegaskan kepada manusia bahwa al-Qur’an adalah kitab Allah yang
abadi yang mampu mengikuti perkembangan waktu dan manusia.
f. Mampu menolak kesamaran, keraguan dan dugaan yang salah terhadap
al-Qur’an dengan argument-argumen yang kuat yang mampu menundukkan
dan menolak, sehingga jelas bahwa al-Qur’an itu benar.
Tafsir Adaby-Ijtima’y merupakan corak baru yang menarik dan
merangsang pembaca serta menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’an dan
(48)
39
Qur’an.37 Diantara kitab-kitab tafsir yang ditulis dengan corak Adaby-Ijtima’y
adalah sebagai berikut:38
1. Tafsir Al-Manar, karya Imam Syaikh Muhammad abduh dan Syaikh Rasyid Ridha
2. Tafsir al-Qur’a<n, karya Syaikh ahmad Al-Maraghy
3. Tafsir Al-Qur’a<n al-Karim, karya Syaikh Mahmud Syaltut
4. Al-tafsir al-wadlih, karya Syaikh Muhammad Mahmud Hijazy
37
Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah, 72. 38
(49)
40
BAB III
BIOGRAFI IMAM T{ANT{A<WI JAWHARI
DAN KEBERADAAN KITAB AL-JAWA<HIR
A. Biografi Imam T{ant{a<wi<
1. Setting Sosial Kehidupan
Asy-Syaikh Ibn Jawahari al-Misri, yang lebih dikenal dengan sebutan T{ant{a<wi<
jawhari<. Beliau lahir di desa Kift Iwadillah di Hijaz, yang merupakan salah satu desa di
sebelah timur wilayah Mesir, pada tahun 1287 H/ 1870 M dan beliau meninggal pada
tahun 1358 H/ 1940 M. Beliau merupakan seorang pemikir dan cendekiawan di Negara
Mesir, bahkan ada yang menyebutkan sebagai seorang filosof Islam.1
Setelah T{ant{a<wi< belajar di ghar kemudian beliau meneruskan studinya ke al-Azhar di Kairo. Di universitas ini, beliau bertemu tokoh pembaharu terkemuka di Mesir
yakni Muhammad Abduh. Pemikiran dan ilmu Abduh memiliki pengaruh besar terhadap
T{ant{a<wi< jawhari sebab beliau sangat tertarik pada pemikiran Abduh, terutama dalam
ilmu tafsirnya sehingga pada masa berikutnya T{ant{a<wi< banyak mengikuti pemikirannya.2
Pada tahun 1889, T{ant{a<wi< pindah ke universitas Dar al-‘Ulum dan
menyelesaikannya selama empat tahun yakni tahun 1893 M. Di Universitas ini, T{ant{a<wi<
mempelajari beberapa mata kuliah ilmu pengetahuan alam yang tidak pernah diajarkan di
al-Azhar, seperti matematika (al-Hisab), ilmu ukur (handasah), botani (‘Ilm al-Nabat),
fisika (‘Ilm al-Habi’ah), kimia (Kimiya’), aljabar, dan ilmu falak.3
1
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1994), 307. 2
Ignaz Goldzhiher, Madzha Tafsir dari Klasik Hingga Modern, terj. Muhammad Alaika Salamullah dkk, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006), 386.
(50)
41
Setelah selesai dari kuliah, T{ant{a<wi< bekerja sebagai guru di madrasah Ibtidaiyah
dan Tsanawiyah lalu diangkat menjadi dosen di almamaternya yakni Dar ‘Ulum.
Kemudian pada tahun 1912, beliau diangkat menjadi dosen Filsafat Islam di al-Jami’at al
Musriyat.4
T{ant{a<wi< sebagai penulis telah banyak menghabiskan umumnya untuk mengarang
dan menerjemahkan buku dari bahasa asing ke bahasa Arab selama 37 tahun. Aktivitas
ini dilakukan sejak menjadi guru hingga pension di tahun 1930 dan meninggal pada tahun 12 Januari 1940. Beliau pernah menjadi pemimpin redaksi majalah “al-Ihwan al-Muslimin”, namun dalam waktu yang tidak lama, lalu memutuskan untuk berhenti dan memfokuskan diri dalam menulis berbagai karya selain mengajar. Beliau dikenal aktif
dalam menulis artikel-artikel yang selalu muncul di Marian al-Liwa. Beliau juga telah
menulis sekitar 30 judul buku, sehingga dirinya dikenal sebagai tokoh yang
menggabungkan dua perdaban, yaitu antara agama dan perkembangan modern pemikiran
sosial-politik.5
Ilmu pengetahuan yang menarik perhatian T{ant{a<wi< adalah ilmu tafsir, yang
berawal dari pemikiran Muhammad Abduh ketika mengisi mata kuliah tafsir di kelasnya.
Selain itu, beliau juga menyukai ilmu Fisika. Beliau berpandangan bahwa, dengan umat
Islam menguasai ilmu modern termasuk fisika maka dapat memperbaiki kesalahpahaman
orang-orang yang menuduh Islam menentang ilmu dan teknologi modern.6 Pendorong
semangatnya ini hanya berupa keyakinannya bahwa al-Qur’an mengajarkan kaum
Muslim menuntut ilmu dalam arti yang seluas-luasnya.
4
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam di Indonesia jilid 3, (Jakarta: Departemen Agama, 1992), 1187. 5‘Abdul al-azi<z j<adu<, Syaikh T{ant{a<wi< Jawhari<: Dira<satu wa Nus{us{, (Tk: Dar Ma’arif, 1980), 38. 6
(51)
42
Hal inilah yang mendorong dirinya menyusun pembahasan yang dapat
mengkompromikan pemikiran Islam dengan kemajian ilmu pengetahuan Fisika.
Pengaruh besar pemikiran Abduh yang paling menonjol dari T{ant{a<wi< adalah sikapnya
yang menentang bid’ah dan memberantas taklid buta.7 Sebab menurutnya, kedua hal
tersebut dapat menyeret umat Islam menuju jurang kebodohan dan keterbelakangan.
Untuk menjauhkan daya fikir masyarakat Islam dan menyadarkan pemerintah untuk lebih
banyak membnagun sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.8
Keinginannya tesebut direalisasikan dengan mendirikan lembaga pendidikan
bahasa asing terutama bahasa Inggris,supaya pemuda-pemuda Islam dapat memahami
ilmu Barat dan pemikiran mereka. Selain itu, T{ant{a<wi< juga aktif mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang terdapat dalam Koran atau majalah dan
menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah yang berguna untuk memajukan budaya
bangsa.9
T{ant{a<wi< merasa perlu untuk ikut andil mengeluarkan segala kemampuannya
demi mempertahankan eksistensi umat Islam dalam merespon perubahan modern saat itu.
Gagasan dan pemikirannya lambat laun mulai mulai diperhitungkan dan menjadikannya
sejajar dengan pemikir Islam terkemuka. Setidaknya ada tiga hal yang perlu dicatat dari
dirinya, yaitu a) keinginannya untuk memajukan daya fikir umat Islam, sehingga dapat meninggalkan taklid dan bid’ah untuk bisa menyesuaikan diri dengan zaman. b)
7
Abdul Majid Abdusallam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma tafsir al-Qur’an Kontemporer, terj. Muhammad Maghfur; (Bangil: al-Izzah, 1997), 287.
8
http//www.republika.co.id/berita/shorlink/8039 (6 12 2015. 21:02) 9
(52)
43
pentingnya ilmu bahasa untuk memahami ilmu modern. c) pentingnya mengkaji al-Qur’an untuk mendorong perkembangan ilmu.10
Sedangkan latar belakang pemikiran Muhammad Abduh menentang bid’ah dan
taklid yaitu pada abd ke-19, di mana saat itu dunia Islam terus mengalami kemunduran banyak negara Islam yang sedang mengalami penjajahan. Reformasi Islam lahir pada akhir abad ke-19, sebagai jawaban atas pengaruh dunia Barat yang gencar menyerang kaum muslim. Sedangkan yang menjadi masalah utama mereka adalah usaha untuk menyesuaikan antara keyakinan agama dengan pemikiran modern, termasuk pemahaman
umat Islam terhadap al-Qur’an.11
Sedikit menjelaskan mengenai Abduh, beliau merupakan seorang tokoh salaf namun tidak menghambakan diri pada teks-teks agama. Ia menjaga teks-teks agama tapi juga menghargai akal. Ia terkenal sebagai peletak liran modern dalam Islam karena kemauan kerasnya melakukan pembaruan dan menempatkan Islam sejajar dengan
tuntutan zaman modern dengan kembali pada kemurnian Islam.12
T{ant{a<wi< dilahirkan di Negara Mesir yang sedang mengalamai masa taransisi.
Semua situasi saat itu sedang mengalami pembaruan dari politik, sosial, maupun
intelektual. Sebab pada pertengahan akhir abad XXIX, terjadi peristiwa nasionalisme
yang berusaha membebaskan diridari kesultanan Usmani maupun dari belenggu penjajah
Inggris. Adapun pada taun 1870-1880, ketika beliau masih kecil, terjadi peristiwa
urabiyah yakni gerakan untuk memisahkan diri dari kesultanan Usmani sebagai wujud
10
Hasan Ikhwani, Tafsir Saintifik Al Jawa<hir fi Tafsir al-Qur’a<n al-Kari<m Karya Syaikh T{ant{a<wi< jawhari, 6.
11
Harun Nasution, Islam Rasionla, (Bandung: Mizan, 1998), 43. 12
(53)
44
dari kuatnya nasionalisme yang lebih dikenal dengan pernyataan Misr li al- Misriyyi<n
(Mesir adalah tetap untuk rakyat Mesir).13
Di samping itu, sejak abad XIX, iklim politik di Mesir turut didominasi pula oleh pertentangan antara golongan nasionalis-sekuler dengan golongan Islam tradisional. Golongan nasionalis-sekuler atau sebut saja intelektual Barat, berpendirian bahwa sistem politik Mesir harus mengikuti Barat memajukan masyarakat Islam. Sedangkan golongan islam tradisional yang terdiri dari ulama dan penasehat pemerintah, tidak memiliki kesiapan untuk menerapkannya, sebab di samping dipandang sebagai bid’ah juga diperkirakan dapat mempengaruhi posisi mereka. Akhirnya mereka memilih tidak setuju atas berbagai sikap pengingkaran terhadap Islam. Hal ini membuat penguasa dan intelektual Barat menggap ulama sebagai kendala modernisasi, bahkan penyebab
timbulnya keterbelakangan dibilang sosial, politik dan ekonomi.14 Sehingga muncullah
sejumlah gagasan tentang pemisahan antara agama, budaya dan politik.
Dari kecenderungan pemikiran Islam di atas dapat ditarik tiga kelompok yang muncul saat itu. Pertama, The Islamic Trend (Kecenderungan pada Islam), kelompok ini
diwakili oleh Rasyid Ridha dan H{assa<n al-Banna<, Kedua, The Synthetic Trend
(Kecenderungan mengambil sintesa), kelompok ini berusaha memadukan Abduh dan
Qasim Amin, Ketiga, The Rational Scientific and Liberal Trend (Kecenderungan
rasional ilmiah dan pemikiran bebas). Pusat pemikiran ini sebenarnya bukan Islam melainkan peradaban Barat dan prasasti-prasasti ilmiahnya, dan yang mewakili
kelompok ini adalah Lutfy al-Sayyid dan para emigrant yang lari ke Mesir.15
13
Ahmad al-Syirbashi, terj. Sejarah Tafsir Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdous, 1985), 161. 14
Ibid, 92-93. 15
(54)
45
Jika dilihat dari beberapa kecenderungan pemikiran di atas, T{ant{a<wi< berada pada
kategori kedua yakni usaha memadukan antara Islam dan kebudayaan Barat.
Sebagaimana perkataan al-barun yang merupakan seorang ulama Sarajevo, bahwa di
setiap karyanya, T{ant{a<wi< selalu mengkompromikan mutiara-mutiara Islam dengan
kebangkitan zamannya.16
Iklim politik yang sedemikian rupa telah ikut menumbuhkan perkembangan
dalam bidang Intelektual yang begitu pesat. Dapat dikatakan bahwa hal inilah yang turut
mendorong T{ant{a<wi< menuliskan gagasannya dan meperluas pemikirannya tersebut. Apa
yang dilakukannya tersebut menjadikan dirinya terkenal di Negara Mesir dan sampai di
belahan dunia Timur. Seringkali penduduk di Negara-negara tersebut membuat
kegiatan-kegiatan baik yang berupa pengajian dan perkumpulan maupun penulisan kitab yang
dinisbahkan pada dirinya. Mereka menamai perkumpulan tersebut dengan Thantawiyah,
madrasah Jawhariyah, aqidah Jawhariyah dan lainnya. Hal ini mereka lakukan karena
telah menggap bahwa T{ant{a<wi< Jawhari< sebagai syarat pertanda bagi dasar Islam.17
T{ant{a<wi< merupakan ulama yang alim meskipun masih banyak yang lebih alim
dari dirinya. Selain itu, beliau sangat ahli pada beberapa bidang keilmuan, baik agama
maupun ilmu-ilmu lainnya. Dia berusaha menghadirkan kebudayaan Islam di masanya
serta menghubungkan antara agama dengan pendapat-pendapat yang ada pada
masyarakat. Ha ini bertujuan untuk dapat mengangkat derajat manusia.18
16
Muhammad Ibrahim Syarf, Ittihad al-Tajdid fi Tafsir al-Qur’an al- Karim fi Misr, cet, I, (Mesir: Dar al-Turas, 1982), 702.
17
Syarf, Ittihad al-Tajdid, 714. 18
(55)
46
2. Kehidupan Keluarga
Orang tua T{ant{a<wi< bekerja sebagai seorang petani.19 Mereka adalah seorang
petani yang sederhana. Namun orang tuanya menginginkannya tumbuh sebagai orang
berpredikat terpelajar. Atas saran pamannya, Syekh Muhammad Syalabi, yang juga Guru
Besar bidang sejarah di Universitas al-Azhar, T{ant{a<wi< pun mempelajari ilmu bahasa
Arab (fashahah dan balghah) serta ilmu agama.
3. Karya
T{ant{a<wi< telah menghabiskan umurnya dengan menghasilkan karya-karya tafsir
dan menerjemahkan buku tidak kurang dari 37 tahun. Kegiataanya ini sudah mulai
dilakukan sejak beliau mulai bekerja sebagai guru sampai masuk usia pensiunnya. Dari
waktu yang beliau habiskan tersebut menghasilkan tidak kurang dari 30 kitab yang
memilki beragam judul, di antarannya yaitu:
a. Mizan al-Jawahir fi ‘ajaini al-Kawni al-Bahir (Timbangan Mutiara Keajaiban Alam Raya)
b. Jawa<hir al-Ulum (Mutiara Ilmu)
c. Nidha<m wa al-Islam (Aturan dan Islam)
d. Al-H{ikmatu wa al-H{ukama< (Hikmah dan Para Ahli Hukum)
e. Al-T<aj al-Murassa’ (Mahkota yang Kokoh)
f. Al-Jawa<hir fi Tafsi\<r al-Qur’an al-Kari<m
Dari semua kitab karangannya, ada di anatarannya yang telah diterjemahkan ke
dalam bahsa Eropa, dan yang paling terkenal dan cukup fenomenal adalah kitab
Al-Jawa<hir fi Tafsi\<r al-Qur’an al-Kari<m. Kitab ini dikenal dengan “Tafsir al- Jawa<hir”, kitab
19
(1)
78
jalan yang tidak keluar dari jalannya (tidak ada pergeseran), gerak bintang-bintang tersebut itu muncul setiap bulan Qomariah dalam 1 kabisat dan beberapa tahun.
2. Metodologi Penafsiran
Dalam metodologi penafsirannya corak ilmi menggunakan metode tahli<li< yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. tetapi ada yang mengatakan bahwa corak ilmi atau tafsir ilmi ini pertama-tama harus menentukan tema ayat yang ingin dikaji, setelah itu baru kemudian dapat diketahui pembahasan apa yang dapat lebih dikaji lagi. Maka dalam corak ini metode yang dapat digunakan juga dapat dikatan menggunakan metode maudhu’i< yaitu membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya.
B. Saran dan Kritik
Penelitian tentang tafsir ilmi ini sangatlah menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya, karena melihat dari penafsiran ayat-ayat yang ada didalamnya dijelaskan sangat rinci baik dengan table maupun gambar-gambar, yang seharusnya tidak ada. Tidak salah jika, pendapat ulama ada yang mengakatan bahwa tafsir ilmi itu tidak membahas porsi yang
(2)
79
seharusnnya,karena di dalam nya dijelaskan apa saja yang seharusnya tidak di jelaskan, yaitu membahas selain tafsir.
Dan perlu diketahui bahwa penelitian ini adalah penelitian yang original yang perlu untuk dikembangkan atau diperbarui lagi di masa yang akan datang, barang kali juga penelitian ini memberikan pandangan-pandangan yang juga kurang relevansi dari penulis.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Pengantar Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Khaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia, 2004.
M. Yusuf, Kadar, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2009.
Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994.
Al-Aridl, Ali Hasan, Sejarah Metodologi Tafsir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.
Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta, PT Sari Agung, 2002.
Hanafi, Ahmad, Tafsir al-Ilmi lil Ayaati al Kauniyah fi Al-Qur’an. Mesir: Darul Ma’arif, 1119.
Kemenag RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: PT Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.
Saifullah, Mahyudin, Permata Al-Quran, Ed. I, Cet. 2, Jakarta: Rajawali, 1987.
Mashadi,“KajianCoraktafsirIlmi”,http://cucumashaikalhikam.blogspot.co.id/ 2015/03/26/kajian-corak-tafsir-ilmi/ Minggu, 29Mei 2016, 22.26.
Skripsi, Ahmad Syafi’I Aslam, Tafsir ilmi Yusuf Al-Qaradawi: Telaah atas
Kitab Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Qur’an Al-Azim, UIN Sunan Kali Jaga, 2014. Skripsi, Moh. Mufid Muwaffaq, Orientasi Ilmi dalam Tafsir Al-Ibriz karya Bisyri Mustafa, UIN Sunan Kali Jaga, 2015.
Skripsi, Moh. Anwar, Sains dalam al-Qur’an Perspektif Muhammad
Mutawalli Al-Sha’Ra<wi<, NIM: FO. 5.4.10.208, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012.
Surakhmad, Winarno, Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan tehnik .
(4)
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Izzam, Ahmad Izzam, Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung:Tafakur, 2009. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014.
Mustaqim, Abdul, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, Yogyakarta: Adab Press, 2014.
Kholis Setiawan, M. Nur Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, Yogyakarta: eLSAQ, 2005.
Hermawan, Acep, ‘Ulumul Quran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013. Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1994.
Goldzhiher, Ignaz, Madzha Tafsir dari Klasik Hingga Modern, terj.
Muhammad Alaika Salamullah dkk, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006.
Al-Dhahabiy, Muh{ammad H{usain, al-Tafsir wa al-Mufassiru<n jilid I, Kairo: Da<r al-Hadits, 2005.
Nasution, Harun, Ensiklopedia Islam di Indonesia jilid 3, Jakarta: Departemen Agama, 1992.
j<adu, ‘Abdul al-azi<z <, Syaikh T{ant{a<wi< Jawhari<: Dira<satu wa Nus{us{, Tk: Dar Ma’arif, 1980.
Abdusallam al-Muhtasib , Abdul Majid, Visi dan Paradigma tafsir al-Qur’an Kontemporer, terj. Muhammad Maghfur; Bangil: al-Izzah, 1997.
http//www.republika.co.id/berita/shorlink/8039 (6 12 2015. 21:02)
Ikhwani, Hasan, Tafsir Saintifik Al Jawa<hir fi Tafsir al-Qur’a<n al-Kari<m Karya Syaikh T{ant{a<wi< jawhari,.
Nasution, Harun Nasution, Islam Rasionla, Bandung: Mizan, 1998.
Al-Syirbashi, Ahmad, terj. Sejarah tafsir Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.
(5)
Syarf, Muhammad Ibrahim, Ittihad al-Tajdid fi Tafsir al-Qur’an al- Karim fi Misr, cet, I, Mesir: Dar al-Turas, 1982.
Jawhari, T{ant{awi, al-Jawa<hir fi Tafsir al-Qur’an Vol. 1 , Mesir: Mu’sasah Mus{tafa< al-Ba<bi al-H{alibi<, 1929.
Abdul falah al-Fanisan, Su’ud Ibn, Ikhtilaf al-Mufassirin: Asbabuhu wa Atsaruhu , Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997.
Baidan, Nashruddin , Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Khali<l al-Qat{{t{a<n, Mann<a’, Studi Ilmu-ilmu Qur’an terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.
Kementrian Agama RI, Samudra dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:
Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2013.
Mahyudin, Saifullah, Permata Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali , 1987.
Setiawan, M. Nur Kholis, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006
Dasuki, A. Hafizh Dasuki, Dkk, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Jaya Sakti, 1984.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Shihab, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera hati, 2002. Jawhari, T{ant}a<wi, Al-Jawa<hir: fi Tafsir al-Qur’a>n al-Kari<m, Vol,1, Beirut: Dark Fikr, tth.
Jawhari <, T{ant}a<wi , Al-Jawa<hir: fi Tafsir al-Qur’a>n al-Kari<m,Vol,13, Beirut: Dark Fikr, tth.
Suma, Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta: Rajawali Pers,
(6)
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.