PERANAN KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN 1987-2010 M.

(1)

PERANAN KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO

MADURAN LAMONGAN 1987-2010 M

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Oleh:

FITROTUN NISA’UL JANNAH NIM: A0.22.12.053

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

x

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peranan KH. Masrur Qusyairi Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan 1987-2010 M. Adapun fokus penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana riwayat hidup singkat KH. Masrur Qusyairi dan sejarah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo? (2) Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (3) Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah?

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan pendekatan historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah yaitu metode historis, dengan mengumpulkan arsip-arsip terkait dengan pembahasan yang ditujukan, verifikasi (kritik terhadap data), penafsiran serta bagaimana cara penulisan sejarahnya. Teori yang diambil dari penelitian ini adalah teori kepemimpinan dari Max Weber yaitu proses mempengaruhi aktivitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untukmencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) KH. Masrur Qusyairi mempunyai garis keturunan dari Karta Wijaya dengan Putri Campa dan berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus dengan pengetahuan ilmu agama. (2) Pondok pesantren Hidayatul Ummah berdiri sejak 1930, kemudian tahun 1987 mengalami perkembangan dibawah kepemimpinan KH. Masrur Qusyairi, baik dari segi gedung dan lembaga pendidikan serta aktifitas dan santrinya. (3) Berdirinya pondok pesantren Hidayatul ummah tidak lepas dengan peran KH. Masrur Qusyairi, yakni sebagai inisiator perkembangan pondok pesantren dalam pengumpulan dana.


(6)

xi

ABSTRACT

This thesis entitled KH. Masrur Qusyairi Role In Developing Boarding

Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan 1987-2010. As focus of

research is discussed in this paper is (1) How brief biography KH. Masrur Qusyairi and history boarding Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (2) How the development of boarding Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (3) How business transactions are carried out by KH. Masrur Qusyairi in developing a boarding school Hidayatul Ummah?

Writing of this prepared using the historical approach used to describe the events that occured in the past. The methode used by the author of historical writing is to use some of the steps that the historical method, by collecting the archives related to the discussion addressed, verification (criticism of the data), interpretation and how the writing of history. Theory drawn from this research is the process of influencing the activities that are organized in a group in its efforts to achieve a goal that has been set.

Results of this study concluded that (1) KH. Masrur Qusyairi has a lineage of daughter Karta Wijaya with Putri Campa and the establishment of boarding schools Hidayatul Ummah is to meet the needs of people who are hungry for knowledge of the science of religion (2) Hidayatul Ummah boarding school established since 1930, then in 1987 had been developed under the leadership of KH. Masrur Qusyairi, both in terms of buildings and educational institutions as well as activities and pupil (3) The establishment of boarding schools Hidayatul Ummah not be separated with role KH. Masrur Qusyairi, ie as the inisiator of the development of the boarding school for fundraising.


(7)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

ABSTRAK ... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Peneitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Pendekatan Dan Kerangka Teori ... 10

F. Penelitian Terdahuu ... 13

G. Metode Penelitian ... 14


(8)

v

BAB II. KH. MASRUR QUSYAIRI DAN PONDOK PESANTREN

HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN

LAMONGAN

A. Riwayat Hidup Singkat KH. Masrur Qusyairi

1. Geneologi KH. Masrur Qusyairi ... 20

2. Pendidikan Dan Aktifitas Kepemudaan KH. Masrur Qusyairi ... 23

3. KH. Masrur Qusyairi Sebagai Tokoh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 25

B. Sejarah berdirinya pondok pesantren Hidayatul Ummah pringgoboyo 1. Letak Geografis ... 29

2. Latar Belakang dan Faktor Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 31

3. Dasar dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 35

BAB III. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO TAHUN 1987-2002 A. Periode awal (1930-1987) ... 40

1. Kondisi dari segi fisik ... 41

2. Kondisi dari segi pendidikan ... 41

3. Hambatan-hambatan pada periode awal ... 42


(9)

vi

1. Perkembangan dari segi fisik ... 43

2. Perkembangan dari segi pendidikan ... 44

C. Usaha Pembinaan dan Profesionalisme Pondok Pesantren (1987 -2010 M) ... 47

BAB IV. USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO A. Perkembangan dalam Bidang Pendidikan Dan Penganjaran ... 57

1. Pendidikan Sistem Wetonan dan Sorogan ... 58

2. Pendidikan Sistem Klassikal ... 60

3. Pendidikan yang Berdasarkan Agama Islam ... 61

4. Bidang Pendidikan Umum ... 62

B. Usaha Pembinaan dan Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 63

C. Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren dalam Bidang Sarana dan Prasarana ... 71

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran-saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang didalamnya mengkaji, memahami, menghayati, dan mengenalkan ilmu-ilmu keislaman yang berdasarkan ilmu fikih, dibimbing para ulama dan kiai, pengajaran di lembaga ini bertumpu pada bahan pelajaran yang termuat dalam kitab-kitab yang sudah baku dalam dunia keilmuan Islam dengan tradisi dan disiplin yang sudah berjalan berkesinambungan selama berabad-abad.1

Pesantren merupakan suatu tempat komunikasi antara kiai, ustadz, santri dan pengurus pesantren yang hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan berdasarkan nilai-nilai agama Islam, lengkap dengan norma-norma dan kebiasaan sendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat umum.2 Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang didalamnya terdapat pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai sebagai tokoh sentralnya.3 Gagasan-gagasan yang sampai kedunia pesantren adalah menyangkut masalah “perubahan kurikulum”, “pendidikan ketrampilan”, “proyek ayam”, “program Keluarga Berencana dan sebagainya. Tentu saja hal itu dengan mudah mengingatkan dunia pesantren pada yang mereka dengar mengenai “sekularisasi”,

1

Ali Yafi, Tradisi Sosial Telaah Krisis Persoalan Agama dan Kemanusiaan (Yogyakarta:

LKPSM, 1997), 2.

2

Rofiq, A. et al, Pembelajaran Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri

dengan Metode Daerah Kebudayaan (Yogyakarta: PT.LKIS Pelanggi Aksara, 2005), 3.

3

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES. 1982), 44.


(11)

2

sesuatu yang mereka pahami sebagai proses penduniawian sebagai nilai, suatu faham yang berusaha memisahkan agama dengan ilmu dan kehidupan duniawi.4

Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren sebagai lembaga sosial telah menyelenggarakan pendidikan formal, baik berupa sekolah formal, baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama. Selain itu pesantren juga menyelenggarakan madrasah yang mengajarkan bidang-bidang ilmu agama saja. Pesantren juga mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak muslim dan memberikan pengalaman, tanpa harus membedakan tingkat sosial ekonomi mereka. Pesantren sebagai lembaga yang mengiringi dakwah Islamiyah di Indonesia memiliki persepsi yang plural. Pesantren bisa dipandang tempat ritual, lembaga pembinaan moral, dan lembaga dakwah.5

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh di tengah masyarakat, dengan memadukan tiga unsur, ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan Islam, amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.6 Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu agama saja melalui kitab-kitab klasik atau kitab kuning.7 Kemampuan pondok bukan saja dalam pembinaan pribadi muslim, melainkan bagi usaha mengadakan perubahan dan perbaikan sosial dan masyarakat.

4

M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES

Indonesia,1995), 01.

5

Mujamil Qomar, Pesantren dari Tranformasi Metode Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2009), 13.

6

Abdurrahman Saleh, et al, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Yogyakarta: Depag RI,

1978), 15.

7

Haidar Putra Daulany, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia

(Jakarta: Kencana, 2004), 25.


(12)

3

Pengaruh pondok pesantren tidak saja terlihat pada kehidupan santri dan alumninya, melainkan juga meliputi kehidupan masyarakat sekitarnya.8

Menurut Azyumardi Azra secara spesifik memberikan klasifikasi fungsi esensi dari pesantren yaitu: a) Transmisi ilmu pengetahuan Islam (transmission Islamic of knowldge), b) Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of tradition), c) Pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama).9 Watak utama yang melekat pada pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan telah menjadikannya memiliki tradisi keilmuan sendiri. Namun, tradisi ini mengalami perkembangan dari masa kemasa dan menampilkan manisfestasi yang berubah-ubah.

Kiai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di jawa, sosok kiai sangat berpengaruh, karismatik dan berwibawa sehingga amat disegani oleh masyarakat dilingkungan pesantren. Selain itu kiai pondok pesantren juga sekaligus sebagai penegak dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh karena itu sangat wajar jika dalam pertumbuhannya pesantren sangat bergantung pada peran seorang kiai.10

Dalam hal ini kiai dijadikan sebagai panutan pedoman para santri, setiap kebijakan yang dituangkan dalam kata-kata yang menjadi bahan renungan para santri. Para kiai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Agama Islam sering kali

8

Suyoto, Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia,

1995), 61.

9

Wahyu Ilaihi dan Harjan Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), 183.

10

Amin Haedari, et al, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan

Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), 28.


(13)

4

dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Allah dan rahasia alam lainnya, dengan demikian masyarakat awam beranggapan kiai memiliki kedudukan yang tidak dapat dijangkau oleh orang awam. Menyadari pentingnya kiai dan pesantren, maka diberbagai daerah muncul pesantren yang salah satunya adalah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah terletak di Desa Pringgoboyo Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Pondok pesantren ini didirikan oleh KH. Qusyairi Abdullah (1930-1987). Pada kesempatan ini, penulis ingin meneliti perkembangan dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah yang sudah beralih pada keturunannya yang bernama KH. Masrur Qusyairi, dalam hal ini yang penulis teliti yaitu biografi dari KH. Masrur Qusyairi dan peranannya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengumpulkan data-data atau berkas-berkas dari pondok pesantren. Sehubungan dengan ini maka dipilihlah judul skripsi: “Peranan KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan (1987-2010 M)”. Adapun hal-hal yang menarik perhatian penulis untuk mengangkat judul tersebut diantaranya adalah:

1. Perkembangan pondok pesantren yang sudah terkenal ditengah-tengah masyarakat, dan juga terdapat batu purbakala di lingkungan pesantren

2. Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah lembaga pendidikan Islam yang berkembang di desa Pringgoboyo, melalui berbagai aktivitas yang dilakukan


(14)

5

yaitu untuk mencetak kader-kader muslim yang dapat menyambung kepemimpinan dan perjuangan umat Islam dimasa mendatang.

3. Relevansinya dengan perkembangan keagamaan masyarakat, peran KH. Masrur Qusyairi sangat besar dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah, disamping sebagai tokoh pesantren, juga andil dalam mewarnai dinamika perkembangan Islam, khususnya di desa Pringgoboyo. 4. Sesuai dengan disiplin ilmu yang selama ini penulis tekuni yaitu dalam

bidang kesejarahan.

Pondok pesantren yang dipengaruhi oleh beban sejarah kini masih terdapat daerah-daerah tertentu seperti Pondok Pesantren Hidayatul Ummah di desa Pringgoboyo Maduran Lamongan dan sekitarnya. Dalam perkembangannya, keperkasaan pesantren itu dikaitkan oleh karisma kepemimpinan kiai dan dukungan besar para santri, kerabat, serta gurunya yang tersebar di lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren itu. Kiai tidak hanya dikategorikan sebagai pemuka agama, tetapi juga sebagai elite pesantren seperti halnya; kiai Masrur Qusyairi yang mempunyai otoritas tinggi dalam menyampaikan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkompeten mewarnai corak dan kepemimpinan dalam bentuk sistem pengajarannya yang terus berkembang di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.

Kiai dalam pondok pesantren sering diidentikkan dengan sebutan kepemimpinan yang karismatik dan rendah hati sekalipun telah lahir pemetaan kedudukan dan fungsi dalam struktur organisasi pondok pesantren. Dengan figur karismatik ini, Sartono Kartodirdjo mengatakan bahwa, kiai-kiai pondok


(15)

6

pesantren dulu dan sekarang merupakan sosok penting yang dapat membentuk kehidupan sosial, kultural dan keagamaan warga muslim.

Salah satunya dengan melalui pengajaran keterampilan pada beberapa bidang yang nantinya akan menjadi bekal kemandirian dalam diri para santrinya diluar pondok pesantren, sedangkan pengaruh kiai sendiri terhadap kehidupan santri tidak terbatas pada saat santri berada di dalam maupun di luar pondok pesantren melainkan pegaruh itu tetap berlaku dalam kurun waktu yang cukup panjang.11 Hubungan mereka meluas berbagai aspek kehidupan, baik aspek rasional, emosional, maupun spiritual secara mendalam. Kiai memberlakukan para santrinya seperti anak-anak mereka sendiri dengan berbagai rasa kasih sayang dan menjadikan dirinya sebagai panutan ideal santri.

Asal usul berdirinya suatu pondok pesantren di Indonesia, dalam ensiklopedi Islam disebutkan: terdapat dua macam pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar dari tradisi tarekat. Kedua, pondok pesantren yang kita kenal saat ini pada mulanya merupakan pengambil alihan dari sistem pesantren yang diadakan dari orang-orang Hindu Nusantara.12 Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak diragukan lagi, adalah sangat besar sumbangsih dan pengaruhnya dalam perkembangan Islam di Indonesia. Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16.

11

Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999), 21.

12

Nina M. Armando,et al, ekslikopedi Islam 4 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2010), 100.


(16)

7

Berdirinya suatu pesantren mempunyai latar belakang yang berbeda, pada intinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus dengan ilmu. Pada umumnya diawali karena adanya pengakuan dari suatu masyarakat tentang sosok kiai yang memiliki kedalaman ilmu dan keluhuran budi. Kemudian masyarakat belajar kepadanya baik dari sekitar daerahnya sampai pada luar daerah.

Keberadaan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah telah mengalami perjalanan yang cukup panjang, hampir 2 ½ abad. Pesantren ini diawali dan dirintis oleh pendirinya, KH. Ki Mas Ustman pada tahun 1765, berupa pengajian rutin dengan mengambil tempat di rumah kiai atau masjid yang sederhana bangunannya. Keadaan ini berlangsung selama kepemimpinan pendiri (1765-1835), KH. Abdul Qohir (1835-1930), putranya sampai pada pertengahan masa kepemimpinan cucu pendiri, KH. Qusyairi Abdullah (1930-1987), kemudian beralih pada keturunannya yaitu KH. Masrur Qusyairi (1987-2012).

Pendidikan merupakan misi utama Pondok Pesantren Hidayatul Ummah ini menggunakan dua macam sistem yaitu: pendidikan formal dan non-Formal. Pendidikan formal ini dimaksudkan guna mendidik santri untuk lebih memperhatikan tingkatan pendidikan, tingkat kecerdasan, pengelompokan kelas, penilaian angka prestasi secara berkala dan lain-lain dengan menggunakan metode tertentu, yayasan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menaungi lembaga pendidikan baik pendidikan pesantren formal, maupun diniyyah yakni: (RA, MI, MTs, MA). Madrasah-madrasah tersebut didirikan atas prakarsa putra KH. Qusyairi Abdullah, yaitu KH. Masrur Qusyairi.


(17)

8

Pendidikan formal ini terdiri dari tingkatan, antara lain: Raudhotul Athfal (RA/TK) 2 tahun (untuk putra dan putri) yang dilaksanakan pagi hari, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 6 tahun (untuk putra dan putri) yang pelaksanaanya di pagi hari, Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan masa pendidikan tiga tahun (untuk putra dan putri) yang dilaksanakan di pagi hari, Madrasah Aliyah (MA) 3 tahun (untuk putra dan putri) di pagi hari.13 Adanya penerapan sistem pendidikan formal di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah dengan berbagai macam tingkatan, disamping untuk mengikuti perkembangan era pendidikan dewasa ini juga sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat di lingkungan sekitar akan adanya pesantren yang mengakomodasi sistem pendidikan nasional.

B. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang yang dijelaskan diatas, peneliti merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini. Adapun pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana riwayat hidup singkat KH. Masrur Qusyairi dan sejarah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo?

2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan?

3. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah?

13

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 18.


(18)

9

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui biografi KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah dan mengetahui sejarah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah pringgoboyo maduran Lamongan.

2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan.

3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk memperkaya kazanah sejarah sosial agar menjadi bacaan yang berguna bagi masyarakat terutama bagi mereka yang ingin mengetahui tentang riwayat hidup serta peranan KH. Masrur Qusyairi.

2. Menyambung keterputusan sejarah dan membangkitkan kesadaran baru dikalangan umat Islam untuk memacu semangat di bidang intelektual, pengetahuan dan kebudayaan Islam.

3. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang kajian sejarah Islam serta bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa yang lain sebagai bahan refrensi dalam penelitian lebih lanjut.

4. Bagi masyarakat, hasil penulisan ini sebagai gambaran atau informasi tentang Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan, yang supaya dapat dijadikan bahan refleksi kepada generasi muda.


(19)

10

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan historis, Menggunakan pendekatan historis karena dalam penulisan skripsi ini harus menelusuri sumber-sumber pada masa lampau berupa arsip atau dokumen-dokumen dari pondok pesantren.14 Penggambaran terhadap suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya. Hasil-hasil pelukisannya sangat ditentukan oleh pendekatan yang dipakai.15

Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, penyebab dari kejadian, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.16 Penjelasan diuraikan kedalam beberapa Bab yang terbagi ke dalam beberapa sub bab yang disusun secara kronologis.

Suatu hal yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis adalah landasan teori yang digunakan. Suatu teori ialah suatu pernyataan umum mengenai bagaimana beberapa bagian dunia saling berhubung dan bekerja. Teori adalah suatu menjelasan mengenai bagaimana dua fakta atau lebih berhubungan diantara yang lain.17

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa kerangka teori yang dapat dijadikan acuan untuk menulis penelitian. Diantaranya adalah:

14

Dudung Abdurrohman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.

15

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1992), 2.

16

Taufik Abdullah, et al. Sejarah dan Masyarakat (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 105.

17

James H. Henselin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi (Jakarta: Erlangga. 2007), 14.


(20)

11

Pertama, Teori peran yaitu, sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktifitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial. Sesuai dengan pengertian teori tersebut kita dapat menjelaskan bahwa peran perjuangan KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan sebuah pesantren yang awalnya merupakan sebuah pondok pesantren salafi melalui sistem wetonan dan sorogan dengan menggunakan sistem pendidikan klassikal, pendidikan yang berdasarkan ilmu agama Islam, kemudian sampai pada bidang pendidikan umum, juga berperan pada pembangunan pondok pesantren dan gedung madrasah-madrasah yang semakin maju dan meluas.

Kedua, Teori kepemimpinan, dari Max Weber yaitu proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam teori kepemimpinan ini dapat dijelaskan pada masa kepemimpinan KH. Masrur Qusyairi memimpin Pondok Pesantren Hidayatul Ummah mulai dari tahun 1987 hingga akhir hayatnya.

Ketiga, Teori kharismatik yaitu pemimpin yang antusias dan percaya diri yang kepribadian dan tindakannya mempengaruhi orang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Dalam teori kharismatik KH. Masrur Qusyairi menjalankan kepemimpinannya penuh dengan kharisma, sikapnya menjadi panutan bagi para santri terutama juga sangat berpengaruh terhadap keluarganya, teman dan juga masyarakat setempat.

Tipe kharismatik yang melekat pada KH. Masrur Qusyairi menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dipandang dari kehidupan santri, kharisma kiai


(21)

12

karunia yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.18 Seorang pemimpin yang memiliki kharisma mempunyai pengaruh yang kuat. Santri atau para pengikutnya memiliki keyakinan bahwa pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memilki sasaran kinerja yang tinggi dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap keberhasilan misi tersebut.19

Keempat, Teori continuity and change yang mengutarakan secara rinci masalah-masalah kesinambungan ditengah-tengah perubahan yang terjadi di pesantren. Perubahan akan terjadi ketika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan dorongan yang kuat yang telah ada dan baik sebelumnya. Jika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan daya dorong yang kuat, maka yang terjadi adalah tidak adanya perubahan, akan tetapi perubahan yang terjadi tidak akan serta merta terputus begitu saja dari tradisi keilmuan yang lama yang telah ada sebelumnya. Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi keilmuan yang lama, meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian proses kesinambungan dan perubahan masih tetap terlihat dalam ilmu-ilmu agama, pola-pola perbedaan yang ada antar satu periode berikutnya.20

Bentuk gambaran dari kedua tokoh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah yang mempunyai kesamaan atau perbedaan dalam memimpin dan aktivitas pondok. Dari sudut inilah melihat elemen-elemen lama terbuang kemudian diganti dengan elemen baru yang mulai diperkenalkan.

18

Ali Aziz, Pola Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren (Surabaya: Alpha Grafika. 2004), 51.

19

Yuki. Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: Index, 2005), 294.

20

Dhofier, Tradisi Pesantren, 177.


(22)

13

Bentuk persamaan antara periode KH. Qusyairi Abdullah dengan periode KH. Masrur Qusyairi yaitu tentang menjaga keutuhan pengajaran Al-Qur’an sebagai salah satu ciri dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Sedangkan perbedaan yang terjadi adalah mengenai pendidikan yang awalnya merupakan sebuah pondok pesantren salafi melalui sistem wetonan dan sorogan dengan menggunakan sistem pendidikan klassikal pendidikan yang berdasarkan ilmu agama Islam kemudian sampai pada bidang pendidikan umum.

F. Penelitian Terdahulu

Mengenai tinjauan penelitian terdahulu, KH. Masrur Qusyairi belum pernah diteliti, jadi ini merupakan penelitian pertama tentang KH. Masrur Qusyairi dan peranannya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo. Akan tetapi dalam hal pondok pesantren sudah banyak sekali yang membahas atau menulis dalam buku antara lain:

1. Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai”, penerbit LP3ES, Jakarta (Buku, 1956). Buku ini membahas tentang ciri-ciri umum pesantren, elemen-elemen sebuah pesantren seperti pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kiai.21

2. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Direktori Pesantren. (Buku, 2007). Buku ini membahas tentang pondok pesantren di seluruh Indonesia, mulai dari berdirinya pondok pesantren itu, sampai perkembangannya.

21

Dhofier, Tradisi Pesantren, 45.


(23)

14

3. M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, penerbit PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. (Buku, 1995). Buku ini membahas tentang dunia pesantren dalam peta pembaharuan.

4. Skripsi berjudul “Peranan Kyai Haji Fattah Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan (Tahun 1941-1992)” ditulis oleh Muiyasih, Fakultas Adab, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, IAIN Sunan Ampel Surabaya (Skripsi, 1997). Skripsi ini membahas tentang bagaimana strategi dan perjuangan KH. Fattah dalam mengembangkan pondok pesantren dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Hasil penelitian tersebut dapat menyumbang beberapa informasi dalam penulisan skripsi ini. G. Metode penelitian

Penulisan hasil penelitian terhadap perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah menggunakan pendekatan historis, yaitu digunakan untuk rekontruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan mengumpulkan bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat melalui pendekatan ini peneliti akan mampu mendiskripsikan apa yang telah terjadi di masa lampau.

Sebagaimana yang umumnya selalu digunakankan dalam penelitian sejarah, yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi:22

1. Pencarian sumber (Heuristik)

Heuristik berasal dari bahasa yunani Heuriskein asal kata to find yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini penulis

22

Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), 38.


(24)

15

melakukan kegiatan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang sedang diteliti, baik yang terdapat di lokasi peneliti, temuan benda maupun sumber lisan. Dalam penelitian ini penulis memakai dua tektik untuk mencari dan menemukan sumber sejarah, yaitu:

a. Sumber primer, diantaranya adalah:

1) Dokumen merupakan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan traskip buku, notulen rapat, jadwal kegiatan pengajian pondok pesantren, Surat Keterangan, dan piagam pendirian. Selain memperoleh sumber lisan, penulis juga memperoleh sumber dokumen dari pondok pesantren.

2) Sumber lisan (Oral History) maupun visual yang berupa wawancara kepada orang sezaman yaitu pada Nyai Dewi Mariyam selaku istri keduanya, KH. As’ad Shokib selaku pimpinan pondok pesantren, wawancara pada pengurus-pengurus pondok, wawancara pada santriwan-santriwati dan masyarakat yang tinggal di sekitar pondok. 3) Sumber benda (visual) seperti stempel dan foto, sumber ini

merupakan sumber sementara yang menentukan bagaimana aktualisasi masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.

2. Verifikasi (Kritik sumber)

Kritik sumber yang umumnya dipakai meliputi kritik ekstern23 (mencari kredibilitas sumber), dan kritik intern24 (mencari otentisitas sumber)

23

Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah,(Jakarta: Pusat Sejarah dan

Tradisi ABRI Mabes ABRI, 1993), 20.

24

Kritik intern menilai kesahihan data dalam sumber (kredibilitas). Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian, 21.


(25)

16

terhadap sumber-sumber yang ditemukan. Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukanlah sembarangan sumber, dalam hal ini penulis melakukan kritik ekstern dengan menilai keakuratan sumber (kredibilitas sumber), apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan atau palsu. Sedangkan untuk mengetahui keaslihan sumber (otensitas), penulis melakukan pengujian asli tidaknya sumber, dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka penulis meneliti kertasnya, bahasanya dan kalimatnya. Disamping itu penulis juga menilai keshahihan data dalam sumber (kredibilitas sumber) sebagai wujud langkah kritik intern.

Dalam hal ini penulis mencari asal muasal sumber berasal, karena kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan shahih tidaknya fakta itu. Tujuan utama pada langkah ini adalah untuk menyeleksi data, sehingga penulis dapat memperoleh fakta atau keaslihan. Interpretasi (penafsiran). Pada tahap ini peneliti berusaha menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan. Penafsiran sejarah disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber.25 Pada langkah ini, penulis menginterpretasikan atau menafsirkan fakta-fakta agar suatu peristiwa dapat direkontruksi dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal.

25

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,

2002), 208.


(26)

17

Dalam hal interpretasi ini, penulis mencoba untuk bersifat se-obyektif mungkin terhadap penyusunan penelitian ini. Perlu pula diketahui, bahwa penulis sedapat mungkin menekan subjektifitas sejarah sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisan.

3. Historiografi

Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian metode sejarah. Tahap heuristik, kritik sumber serta interpretasi, kemudian disusun dan ditulis sehingga menghasilkan sebuah historiografi.26 Dalam penyusunan penelitian sejarah yang bersifat ilmiah, penulis penyusun laporan penelitian ini dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah antara lain:

a. Penulis sedapat mungkin menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga menggunakan kalimat-kalimat se-efektif mungkin dalam penulisan ini. b. Penulisan juga memperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan

tanda baca, penggunaan istilah, dan perujukan sumber. H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan sesuatu yang menghantarkan ke tujuan skripsi.

Untuk memberikan hasil yang maksimal dan deskripsi yang kronologis, maka penulisan skripsi ini dibagi menjadi V Bab dengan rincian sebagai berikut:

26

Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitiandan Penulisan Sejarah (Jakarta: Pusat Sejarah dan

Tradisi ABRI Mabes ABRI, 1993), 20.


(27)

18

Bab pertama, Pendahuluan yang menggambarkan secara global dari keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari: Latar Belakang, Ruang lingkup penulisan, Rumusan Masalah, Alasan memilih judul, Tujuan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoristik, Tinjauan Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab kedua, Menjelaskan tentang biografi dari KH. Masrur Qusyairi dari Genealogi, Kelahiran, masa pendidikan dan karir dari KH. Masrur Qusyairi.

Bab ketiga, Menjelaskan secara singkat tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.

Bab keempat, Menguraikan tentang usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Priggoboyo, Lamongan

Bab kelima, Penulis melaporkan yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya dari awal hingga akhir. Selain itu penulis tidak lupa sertakan saran-saran untuk membangun demi kesempurnaan kepada pembaca maupun penulis sendiri dan penutup merupakan akhir dari kesimpulan.


(28)

20

BAB II

KH. MASRUR QUSYAIRI DAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN

A. Biografi Singkat KH. Masrur Qusyairi 1. Geneologi KH. Masrur Qusyairi

KH. Masrur Qusyairi dilahirkan di desa Pringgoboyo pada tanggal 15 maret 1939.1 Ayahnya bernama KH. Qusyairi Abdullah dan Ibunya bernama Nyai Hj. Masunah. Adapun pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah sebagai calak (bagian khitan), disamping sebagai tokoh masyarakat dan agama yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam. Wafatnya pada hari Senin tanggal 27 Juli 2012 pukul 07.00 Wib di rumah Kiai Masrur yang biasa dipanggil Kiai Rur, dia wafat disebabkan penyakit paru-paru dan serangan darah tinggi. Tiga tahun beliau bertahan melawan penyakitnya, kemudian pada tahun 2012 menjelang wafatnya dia berwasiat bahwa pondok pesantren harus selalu dikembangkan sepeninggalnya nanti, yaitu mencetak kader-kader muslim yang dapat menyambung kepemimpinan dan perjuangan umat Islam dimasa mendatang. Tak seorang manusiapun yang mengerti kapan ajalnya akan datang, yang ada hanya firasat dan simbol-simbol yang akan mudah difahami. Begitulah halnya dengan Kiai Rur.2

1

Dilihat dari KTP KH. Masrur Qusyairi, 1997

2

Gunawan, Wawancara, Lamongan, 23 Oktober 2015.


(29)

21

Keluarga KH. Masrur Qusyairi merupakan keluarga yang agamis. Hal ini terlihat mulai ayahnya adalah seorang tokoh masyarakat di desa Pringgoboyo yang cukup dikenal pada masanya, dan dia juga gemar menuntut ilmu pengetahuan di berbagai pondok pesantren, maka semakin banyak pengetahuan yang beliau peroleh.

KH. Masrur Qusyairi adalah putra kelima dari sembilan beraudara. Saudaranya yang pertama, kedua, ketiga dan keempat sudah meninggal dunia waktu masih kecil. Saudara-saudaranya itu adalah: Qona’ah, Mufadholah, Qistiyah, Hamnah, KH. Masrur Qusyairi, Miqdar, Khoslah, KH. Midkhol Huda dan Choiriyah.3 Waktu masih kecil dia sangat nakal, ketika disuruh ayahnya mengaji dia selalu membangkang, sampai pada akhirnya ayahnya yang bernama KH. Qusyairi Abdullah mengikatnya di bawah pohon terletak di halaman Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Kemudian pada hari berikutnya dia meninggalkan halaman rumah, dalam artian bukan meninggalkan rumah tanpa alasan. Namun, dia meninggalkan halaman rumah untuk pergi ke sebuah pondok pesantren di desa Karangbinangun Lamongan, yaitu dibawah asuhan KH. Munir. Dia awal belajar mengaji di pondok pesantren tersebut.

KH. Masrur Qusyairi memiliki kelebihan dan keistimewaan yang menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya, disamping cerdas dia juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan. Sejak

3

Dilihat dari Silsilah Keluarga KH. Masrur Qusyairi.


(30)

22

kecil Dia mendapatkan didikan ilmu agama dari ayahnya sampai dia menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren.4

Semasa hidupnya KH. Masrur Qusyairi terkenal sebagai sosok kiai yang alim, sabar, tegas dalam mengasuh pondok pesantren. Selain itu, Dia juga bukan orang yang sombong karena menurut istri keduanya, beliau tidak pernah membeda-bedakan siapapun karena dikenal bersikap apa adanya sama seperti menanggapi para saudaranya. Sehingga secara perlahan masyarakat sekitarnya mulai menghargai dan menghormatinya seperti layaknya sosok kiai yang sangat berwibawa dan juga rendah hati.5 Para santri memanggilnya dengan sebutan “Kiai Rur”. Di usianya yang tua dia masih menyempatkan diri mengajar mengaji kitab-kitab kuning kepada para santrinya. Keikhlasannya menjadi kesan dan teladan bagi para santrinya.

Pada tahun 1952 dia memulai karir studinya di berbagai pondok pesantren baik yang kecil maupun besar, tepatnya dia berumur 13 tahun. Kesempatan ini benar-benar dipergunakan oleh KH. Masrur Qusyairi untuk menambah ilmu Kemudian usia 25 tahun dia menikah pada tahun 1964 dengan perempuan bernama Maslikhah, dalam rumah tangganya belum dikarunia keturunan selang waktu 4 tahun Dia menikah lagi dengan perempuan bernama Dewi Mariam, rumah tangga bersama Dewi Mariam dia juga lama belum dikaruniai keturunan, hingga dia menikahi santri yang sudah dianggap sebagai putri sendiri dari pesantren, yang ingin dijadikan istri ketiga, pada

4

Muhammad As’ad, Wawancara, Lamongan, 22 Oktober 2015.

5

Gunawan, Wawancara, Lamongan, 23 Oktober 2015.


(31)

23

tahun 1994, karena itu istrinya yang kedua Nyai Dewi Mariam pada tahun 2002 meminta supaya diceraikan.6 Setelah dia menikah dengan santrinya bernama Ummu Nasukhah, dia dikaruniai 5 keturunan yaitu: Abdullah Masrur, Fakhriyah Masrur, Abidah Masrur, Salmah Masrur dan Afiyah Masrur.

2. Pendidikan dan Aktivitas KH. Masrur Qusyairi

Adapun sejarah pendidikan dan aktivitas KH. Masrur Qusyairi dapat diterangkan dibawah ini:7

a. Riwayat Pendidikan KH. Masrur Qusyairi

1) Tahun 1952, Dia mulai menginjakkan kaki di pondok pesantren di desa Karangbinangun lamongan, yaitu dibawah asuhan KH. Munir. Di pondok ini beliau hanya 6 bulan. Kemudian dilanjukan ke pondok di desa Kerapyak Yogyakarta.

2) Tahun 1952, dia melanjutkan ke pondok pesantren di desa Kerapyak Yogyakarta, untuk menuntut ilmu dengan KH. Munawir. Di pesantren ini dia mempelajari ilmu falaq selama 2 tahun.

3) Tahun 1954, dia menuju ke pondok pesantren di Lasem Jawa Tengah yaitu pada KH. Ma’shum, di pesantren ini dia hanya 6 bulan seperti halnya pada tahun sebelumnya. Dia di pesantren ini mempelajari ilmu nahwu, shorof dan kitab kuning.

6

Dewi Mariam, Wawancara, Lamongan, 28 November 2015.

7

Ibid.,


(32)

24

4) Tahun 1954, dia melanjutkan ke Pondok Pesantren Lerboyo di Kediri yaitu pada KH. Mahrus Ali, di pondok pesantren ini Dia memperdalam kajian filsafat islam, ahli fikih, ahli tafsir. Di pondok ini hanya 5 bulan.

5) Tahun 1955 sampai tahun 1958, dia melanjutkan jenjang studinya ke Pondok Pesantren Al-Falah Langitan Tuban. Di pondok pesantren ini dia menghabiskan usia mudahnya untuk menuntut berbagai disiplin ilmu agama mulai dari ilmu nahwu, shorof, tauhid, hadist dan lain sebagainya kepada KH. Abdul Hadi Zahid. Di pesantren ini dia 3 tahun paling lama diantara pesantren-pesantren lainnya, dia juga di pesantren ini mengajar ilmu-ilmu agama yang sudah di perintahkan oleh KH. Abdul Hadi Zahid.

KH. Masrur Qusyairi menyelesaikan studinya pada tahun 1958. Setelah berpamitan dan meminta izin pada KH. Abdul Hadi Zahid, untuk pulang ke kampung halamannya di desa pringgoboyo. Pada waktu itu desa Pringgoboyo dan masyarakat sekitar umunya telah menunggu kedatangannya.

Setelah berada di kampung halaman, KH. Masrur Qusyairi atas perintah dari ayahnya yaitu KH. Qusyairi Abdullah untuk mengambil alih kepemimpinannya sebagai pengasuh dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Ayahnya berpesan untuk KH. Masrur Qusyairi mendirikan sebuah pendidikan formal di pondok pesantren.


(33)

25

b. Aktivitas KH. Masrur Qusyairi pada masa hidup

Sebagai seorang kiai yang dikenal oleh masyarakat Lamongan Jawa Timur dan khususnya di desa Pringgoboyo, maka aktivitas KH. Masrur Qusyairi tidak hanya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo saja, akan tetapi kegiatan yang dia lakukan adalah sangat kompleks. Adapun kegiatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Sebagai penerus dan pengasuh di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgooyo, mulai tahun 1987 sampai akhir hayatnya pada tahun 2012. 2) Sebagai pendiri pendidikan formal di Pondok Pesantren Hidayatul

Ummah pada tahun 1958.

3) Sebagai guru Tarekat Qadiriyah dan pedakwah. KH. Masrur Qusyairi pada waktu itu telah mempunyai pengaruh yang cukup besar di masyarakat, beliau aktif dalam setiap organisasi dan sering ke berbagai wilayah di luar Kabupaten Lamongan untuk melakukan dakwah atau penerangan agama Islam dalam bentuk pengajian.

4) Menjadi tabib perdukunan di desa Pringgoboyo di sekitar Lamongan. 5) Sebagai Dewan Suro di Kecamatan Sekaran Lamongan dan Juru

Kampanye PPP (Partai Persatuan Pembangunan).

3. KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.

KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo adalah mempunyai peranan yang sangat besar dan


(34)

26

menentukan pendidikan bidang formal maupun nonformal, KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh kedua setelah ayahnya yaitu KH. Qusyairi Abdullah di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo. Dia pemegang kebijakan umum dalam pondok pesantren mulai dari tahun 1987 setelah dia menyelesaikan jenjang studinya di Pondok Pesantren Al-Fallah Langitan Tuban sampai pada akhir hayatnya pada tahun 2012.8 Oleh karena itu peran dan tanggung jawabnya dalam bidang pendidikan formal maupun nonformal sangat besar dan menentukan.

Dalam perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo sebagai tokoh kiai yang mempunyai kewibawaan serta metode mengajar dalam rangka membentuk kader-kader muslim yang gigih serta tangguh dalam sejarah perjuangan Islam. Pelajaran Islam ini dilakukan dengan metode wetonan dan sorogan.

Metode seperti ini sudah tidak asing lagi dalam pendidikan pondok pesantren yang ada kaitannya dengan kemampuan seorang kiai dalam mengajarkan agama Islam, yang acuannya dalam kitab-kitab bahasa arab.

Metode atau sistem yang lazim dipergunakan dalam pesantren adalah sistem wetonan dan sorogan atau bandongan. Metode wetonan adalah metode kuliah, kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama kemudian mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kiai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian adalah sistem bebas

8

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. 2007, 188.


(35)

27

sebab absensi tidak ada, santri boleh datang atau boleh tidak datang, tidak ada sistem kenaikan kelas. Santri yang cepat menyelesaikan kitabnya boleh menyambung pada kitab yang lain. Seolah-olah sistem ini mendidik santri supaya kreatif dan dinamis. Ditambah lagi dengan sistem wetonan ini lama belajar santri tidak tergantung pada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan pada kapan santri itu menyelesaikan kitab-kitab pelajaran yang telah ditetapkan.

Adapun metode sorogan atau bandongan adalah santri yang pandai men-sorog-kan sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapan kiai, kemudian kalau ada salahnya, maka kesalahan itu langsung dibenarkan olek kiai. Di pondok pesantren yang besar sistem atau metode pengajaran sorogan atau bandongan hanya dilakukan kepada dua, tiga atau empat santri saja yang bisanya terdiri dari keluarga kiai atau santri-santri yang dianggap pandai oleh kiai yang diharapkan dikemudian hari menjadi orang alim.

Adapun sistem pendekatan dan metode penyampaian yang digunakan dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo adalah dengan sistem pendekatan metodologis yang didasarkan atas disiplin ilmu sosial, antara lain:

a. Pendekatan Sosio Kultural

Pendekatan ini ditekankan pada usaha pengembangan sikap-sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat, yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan


(36)

28

berperadaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan inovasi kearah sikap hidup yang bersifat membentuk lingkungan sesuai dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya, bukannya bersifat hanya sekedar penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada.

b. Pendekatan Religi

Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan sistem keimann dalam pribadi anak didik atau santri yang cenderung kearah intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai ketuhanan.

c. Pendekatan Historis

Yakni ditekankan pada usaha-usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan walaupun hubungan ini penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik tolak yang dipertimbangkan dan demikian faktor keteladanan merupakan proses identifikasi dalam rangka memperoleh penghayatan dan pengamalan agama. Pembentukan kepribadian yang dibentuk melalui individualisasi dan pendalaman materi serta hukum agama yang dikembangkan melalui proses historis ini akan sejalan proses perkembangan yang dijalaninya.

Pendekatan-pendekatan tersebut pada umumnya digunakan oleh seorang pendidik atau kiai adalah sesuai dengan materi yang diajarkan


(37)

29

serta tujuan yang ingin dicapai dengan melihat situasi dan kondisi obyek atau santri yang diberi pelajaran atau materi.

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo 1. Letak Geografis

a. Letak Desa Pringgoboyo

Desa Pringgoboyo adalah merupakan salah satu desa wilayah kecamatan Madura kabupaten lamongan, dengan penjelasan-penjelasan sebagai berikut:9

1) Luas dan batas wilayah

a) Luas tanah desa atau kelurahan : 3020 Ha

- Luas pemukiman : 19 Ha

- Luas persawahan : 61,87 Ha

- Luas kuburan : 2,5 Ha

- Luas prasarana umum lain : 4,5 Ha b) Batas wilayah

- Sebelah Utara : Bengawan solo - Sebelah Selatan : Kanugrahan

- Sebelah Barat : Turi

- Sebelah Timur : Pangkatrejo 2) Kondisi Geografis

a) Ketinggian tanah dari permukaan laut : 8 mdl

9

Data Monografi Desa Pringgoboyo, Kec. Maduran, Kab. Lamongan, 2010.


(38)

30

b) Banyaknya curah hujan : 2000 mm c) Suhu udara rata-rata : 33 c

3) Orbitasi (Jarak dari pusat pemerintahan Desa atau Kelurahan) : a) Jarak dari pusat kecamatan : 5 M

b) Jarak dari pusat kota administratif : 25 Km c) Jarak dari ibukota Kabupaten : 305 Km d) Jarak dari ibukota Propinsi Daerah : 76,6 Km b. Penduduk dan Mata Pencaharian

Penduduk desa pringgoboyo berjumlah 2.671 orang, dengan rincian sebagai berikut:

- Laki-laki : 1.327 orang - Perempuan : 1.344 orang

Sedangkan mata pencaharian secara umum adalah:

- Petani : 35 % - Pedagang : 45 % - Campuran : 20 %

Melihat dari mata pencaharian masyarakat, maka desa pringgoboyo tergolong masyarakat ekonomi sedang, perbedaan petani dengan pedagang tidak seberapa jauh dan kebanyakan mereka yang bekerja sebagai petani juga sebagai pedagang. Di desa Pringgoboyo tepatnya kurang lebih 600 M dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah terdapat pusat perdagangan


(39)

31

berupa pasar yang cukup besar dan banyak dikunjungi para pedagang dan pembeli baik dari Desa Pringgoboyo maupun wilayah daerah sekitar.

c. Agama Masyarakat

Penduduk desa Pringgoboyo Kecamatan Maduran 100 % memeluk agama Islam, hal ini disamping desa ini praktek sosialnya adalah orang-orang yang beragama Islam juga mereka sangat anti dengan agama lain, sehingga desa ini mampu mempertahankan kedudukan.

2. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Pondok

Pondok Pesantren Joko Tingkir atau yang sekarang dikenal dengan nama Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Pondok pesantren diberi nama Joko Tingkir karena Sultan Hadiwijaya yaitu Joko Tingkir sempat mendarat dari Bengawan Solo merupakan sarana transportasi sejak zaman Majapahit Kuno hingga masa kerajaan Jawa, Joko Tingkir mendarat dan tinggal beberapa saat di desa tersebut dalam rangka pelariannya dari usaha pembunuhan oleh lawan politiknya. Selain itu di desa Pringgoboyo ditemukan Masjid Tiban yaitu Masjid yang ditemukan ujung-ujung dalam semalam, adalah masjid kuno peninggalan para saudagar arab yang berkelana berdagang sambil berdakwah di zaman Majapahit Kuno, terbukti ditemukan banyak batu-bata bertuliskan arab dan sejumlah makam kuno yang ukuran panjangnya hampir 3 kali ukuran makam orang-orang desa pada umumnya.10

10

Titialfakhairia, “Aku Anak Indonesia Masa Kecilku Yang Bahagia”, dalam http://www.aku_anak_indonesia/titialfakhairia.html (04 Juli 2014)


(40)

32

Setelah nama Joko Tingkir di ganti dengan nama Hidayatul Ummah pondok pesantren didirikan oleh KH. Qusyairi Abdullah ayahnya KH. Masrur Qusyairi pada tahun 1930 M. Sebelumnya pesantren sudah lama berdiri hampir 2 setengah abad. Namun hanya berupa pengajian rutinan dengan mengambil tempat di rumah kiai atau masjid yang sederhana bangunannya belum menjadi pondok pesantren. Secara geografis Pondok Pesantren Hidayatul Ummah berada di desa Pringgoboyo Maduran Lamongan. Lingkungan pondok pesantren saat dirintis berdirinya, merupakan hutan bambu. Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah, serta pencaharian masyarakat umumnya petani. Dalam kehidupan keagamaan, masyarakat umumnya mempercayai hal yang berkaitan dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat.11

Munculnya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah di Desa Pringgoboyo menjadi menarik karena dilatar belakangi oleh kondisi masyarakat saat itu mengalami kurangnya ketaatan terhadap pendidikan agama Islam, disamping itu kondisi sosial ekonomi yang sangat mencemaskan. Sebagian besar masyarakat desa Pringgoboyo hidup dalam garis kemiskinan yang sangat mendalam, Agama masyarakat juga masih menganut Islam yang masih campur dengan Budha. Mereka hidup dengan bertani sawah dan ladang yang kondisinya tanah dan irigasinya tidak memenuhi syarat standart pertaniannya yang baik, jadi tidak heran kalau taraf pemikiran dan kepandaian masyarakatnya pun sejajar dengan kondisi kehidupan ekonominya. Pada tahun

11

Ibid., 188.


(41)

33

itu, masyarakat belum merespon adanya sebuah pesantren, kemudian atas ide KH. Qusyairi Abdullah ayahanda KH. Masrur Qusyairi membuat makanan yang namanya apem, makanan itu dibuat oleh Nyai Masunah istri dari KH. Qusyairi atas pekerjaan kiai Qusyairi menjadi calak (bagian khitan), masyarakat mengakui bahwa di khitan oleh kiai tidak terasa sakit sama sekali, maka dari itu kiai banyak undangan dari berbagai daerah sekitar Lamongan untuk mengkhitan. Selesai itu uangnya terkumpul, kiai meminta sang istri untuk membuat makanan apem dengan jumlah yang banyak di letakkan di dalam kantong beras dengan dipikul oleh orang suruhan kiai. KH. Qusyairi berjalan-jalan keliling desa dengan orang suruhannya memikul makanan, semua masyarakat diiming-imingi makanan tersebut supaya ikut kiai ke masjid, dan semua orang mengikutinya kemudian dibagikan makanan tersebut di depan masjid, setelah itu masyarakat mengikuti sholat berjamaah. Hal tersebut dilakukan selama bertahun-tahun, sampai pada waktunya tiba Allah mendatangkan petunjuk kepada masyarakat desa Pringgoboyo untuk mengikuti sebuah pengajian.12 Sebagaimana yang telah dikatakan oleh KH. Muhammad As’ad bahwa: “Pesantren didirikan adalah kewajiban dakwah Islamiyah artinya kewajiban menyebarkan Islam sekaligus mencetak kader-kader dakwah yang ahli dalam agama Islam. Selain itu bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”.

Pondok pesantren diberi nama “Hidayatul Ummah” sesuai dengan nama Hidayatul Ummah yang berarti petunjuk bagi masyarakat, keadaan

12

Muhammad As’ad, Wawancara, Lamongan, 16 November 2015.


(42)

34

masyarakat di desa Pringgoboyo yang sudah mendapat petunjuk dari Allah swt. Sebab kondisi keagamaan masyarakat desa Pringgoboyo sangat memprihatinkan baik kadar pengetahuan, apalagi pengalaman agama. Pendirian pesantren ini untuk menghidupkan cahaya keagamaan masyarakat, membuka tabir kegelapan dan menyikapi kelamnya kebodohan mereka melalui motivasi-motivasi cahaya keimanan Islami.

Pada awal pendirian Pondok Pesantren Hidayatul Ummah, lokasi pondok pesantren hanya berupa sebuah langgar putra dan putri yang terletak di sebelah kiri rumah kiai. Di tempat itu para pemuda desa Pringgoboyo dan sekitarnya belajar bersama ilmu-ilmu agama kepada KH. Qusyairi Abdullah. Bersama dengan itu, beliau juga mendapat bibit santri, yang saat ini sudah menjadi seorang kiai di sebuah pesantren di Desa Sugio Lamongan, yaitu KH. Ma’sum dan KH. Abdussalam.

Pada perkembangan-perkembangan selanjutnya, para santri yang datang tidak hanya dari desa Pringgoboyo dan lingkungan sekitarnya, akan tetapi mereka datang dari daerah yang jauh dari pesantren tersebut dengan membawa bekal keperluan hidupnya selama berada di asrama dan selama dalam pencarian ilmu agama Islam di pondok pesantren itu dengan harapan nantinya setelah kembali ke kampung halamannya telah banyak membawa oleh-oleh ilmu pengetahuan yang diberikan kepada masyarakat demi kebaikan dan kemaslahatan bersama.13

13

Cholifah, Wawancara, Lamongan, 16 November 2015.


(43)

35

Kondisi masyarakat sekitar Pondok Pesantren Hidayatul Ummah telah mengalami berbagai perubahan dalam berbagai aspek kehidupan jika dibandingkan dengan keadaan masyarakat sebelum pondok pesantren berdiri. Kehidupan keagamaan masyarakat relatif lebih baik. Demikian pula dalam hal pendidikan, umumnya masyarakat berpendidikan tingkat menengah. Hal ini karena tersedianya lembaga-lembaga pendidikan di desa Pringgoboyo, mulai tingkat prasekolah sampai tingkat menengah, baik di dalam maupun di luar lingkungan pondok pesantren. Kehidupan ekonomi masyarakat juga lebih beragam, saat ini mata pencaharian masyarakat tidak hanya pada sektor pertanian, melainkan sudah bervariasi seperti perdagangan, home industri, pabrik tenun dan tambak ikan.14

3. Dasar dan Tujuan berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah

Pada permulaan berdirinya, Pondok Pesantren Hidayatul Ummah memang mempunyai sebuah cita-cita penyebaran agama Islam di Indonesia. Dan sebagai bagian dari kewajiban Islam mukminin untuk menyebar luaskan agama Islam dan berjuang untuk iqomaddin dalam rangka membangun masyarakatnya masing-masing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah tempat untuk melahirkan insan-insan pengabdi Allah swt, sehingga terjamin kelangsungan hidup suburnya jamaah atau lembaga pengganti dan penyebar ulumuddin di Indonesia. Insan-insan pengabdi Allah swt yakni pemimpin, penegak, penyebar dan pembela agama Allah swt yang

14

Ibid., 189.


(44)

36

sanggup melahirkan dan membina jamaah muttaqin di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian tujuan yang lebih pokok dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah secara global adalah membina dan mengembangkan agama Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah, pendidikan dan pengajaran serta meningkatkan kesejahteraan sosial.

Tujuan dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah secara umum adalah sebagai berikut:

“Membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi Agama, masyarakat dan Negara”.

Sedangkan tujuan didirikan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah secara khusus adalah:

a. Mendidik para santri untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah swt, berakhlaq mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat sejahtera lahir dan bathin yang bermoralitas Islam sebagai warga yang berpancasila.

b. Mendidik para santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama’ dan muballigh berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan syari’ah Islam secara utuh dan dinamis.


(45)

37

c. Mendidik para santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia yang bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.

d. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan mental spiritual.

e. Mendidik santri untuk membangun meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dan lingkungannya.

Dengan demikian, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas, maka dituntut adanya pengamalan ajaran Islam secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, hal ini sesuai dengan tugas risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pesantren, maka tidak terlepas dari suatu hal yang bisa dijadikan pedoman berperilaku yang dijadikan alat pembenar dari segala tindakan dan berpikir untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Pedoman ini dinamakan dengan nilai-nilai pesantren.

Nilai-nilai pesantren secara umum dapat diartikan sebagai interprestasi atau pemahaman pesantren terhadap ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam persoalan ini pesantren menganggap bahwa Islam adalah segalanya, artinya Islam sebagai totalitas (menyeluruh) yang didalamnya menyangkut persoalan-persoalan dunia dan akhirat, sebagai totalitas Islam dijadikan pedoman dalam berpikir. Bertindak dan alasan pembenar dari segala kegiatan yang dilakukan.


(46)

38

Pondok Pesantren Hidayatul Ummah mengaku sebagai pengikut Ahlu Sunnah Wal Jamaah yaitu suatu golongan yang menyatakan diri sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya secara murni. Bagi kalangan pesantren, ajaran ini mempunyai konotasi yang khas yaitu dengan istilah Aswaja. Adapun dasar-dasar dan titik tolak dalam mendirikan pondok pesantren dan menyiarkan ilmu, para kiai harus mempunyai dasar-dasar yang utama, suci dan baik. dasar-dasar itu diantaranya adalah:

1) Ikhlas karena Allah swt.

Dalam mendirikan pondok pesantren harus didasarkan atas ikhlas karena Allah SWT, jangan tercampur dengan dasar lain seperti tercermin dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus”.15

2) Niat mencari keridhoan Allah swt.

Jangan sekali-kali orang dalam masalah ilmu melakukan apa yang di terapkan dalam hadist di bawah ini, yang artinya:

“Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya bertujuan untuk mencari ridha Allah swt. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan atau kekayaan

15

al-Qur’an, 98 (al-Bayyinah): 5.


(47)

39

duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya surga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud).16

3) Mengajar dengan mendapat imbalan bukan tujuan utama

Orang mengajar dengan ikhlas karena Allah swt akan tetapi disamping itu mendapat imbalan, dibolehkan asal imbalan itu tidak menjadi tujuan utama.

Di Indonesia banyak ulama atau kiai yang sebelum memulai mengajar telah mempunyai bekal duniawi. Dengan demikian mereka tidak mengharapkan imbalan dari santri-santri atau orang tua santri. Hal itu benar-benar menunjukkan keikhlasan mereka.

16

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Sholihin jilid 4 (Jakarta Timur:

PT. Darus Sunnah, 2010), 68-69.


(48)

40

BAB III

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRIGGOBOYO (1987-2010 M)

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami tentang perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo, maka pada pembahasan ini penulis mencoba untuk memaparkan perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah berdasarkan keterangan dari beberapa responden sesuai dengan situasi yang ada, mulai Pondok Pesantren Hidayatul berdiri hingga tahun 2010 mengalami proses perkembangan yang cukup panjang relevan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya.

Perkembangan itu meliputi metodologi pengajaran, sarana dan prasarana, unit dan jenjang pendidikan yang dimilikinya maupun faktor-faktor pendukung lainnya. Untuk memudahkan pemahaman, maka pembahasanya akan diuraikan secara periodik dalam dua periode yaitu periode awal yang merupakan periode perintisan dan periode perkembangan yang merupakan periode kemajuan.

A. Periode Awal (1930-1987 M)

Pada periode awal ini merupakan masa perintisan yang di pimpin oleh KH. Qusyairi Abdullah, periode ini pondok pesantren mempunyai ciri yang masih sederhana yang dimiliki pondok baik dari segi fisik maupun non fisik. Dalam proses perkembangannya dapat dijelaskan sebagai berikut:


(49)

41

1. Kondisi dari Segi Fisik

Dalam situasi masyarakat desa yang masih mengalami krisis pendidikan agama, maka KH. Qusyairi Abdullah berinisiatif mendirikan pondok. Usaha pertama yang dilakukan oleh KH. Qusyairi Abdullah dalam mendirikan pondok pesantren adalah mengadakan pembersihan atas sebidang tanah yang diwariskan kepada kiai Qusyairi dari ayahnya yang bernama KH. Abdul Qohir. Tanah ini adalah tanah turun temurun keluarga.

Pada penjelasan diatas, bahwa pada awal pendirian Pondok Pesantren Hidayatul Ummah, lokasi pesantren hanya berupa sebuah langgar kecil berukuran sekitar 6x10 M, langgar musholah terletak disebelah kiri rumah kiai. Di langgar musholah ini para pemuda Desa Pringgooyo dan masyarakat sekitarnya belajar agama kepada KH. Qusyairi Abdullah.

2. Kondisi dari segi pendidikan

Pada masa permulaan (pertumbuhan) Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan nonformal, yakni sistem sorogan dan sistem wetonan. Para santri membentuk suatu lingkaran mengelilingi kiai yang memberikan keterangan-keterangan dari kitab yang telah dibaca, atau satu persatu murid maju menghadap kiai untuk belajar membaca kitab dengan diberi makna. Hal demikian pada umumnya pelajaran di pondok pesantren berlangsung dengan duduk bersila diatas tikar tanpa tulis, bangku dan kursi. Pembagian kelas belum dikenal, maka pengajarannya juga tidak ditentukan.


(50)

42

Pada masa awal ini KH. Qusyairi Abdullah mulai menancapkan tradisi kepesantrenan. Kitab-kitab yang dikaji pada masa awal adalah menekankan pada kitab-kitab yang mengandung ketauhitan dan ketabiban, ilmu ketabiban itu didapat oleh kiai Qusyairi dari warisan turun temurunnya. Sedangkan dari keduanya yang sering diajarkan adalah ilmu tauhid tentang keesaan Allah, karena pada saat itu masyarakat Pringgoboyo sangat memerlukan ilmu tauhid dengan keadaannya yang masih belum memahami agama Islam. Waktu yang dimiliki santri sangat sedikit karena kesibukannya membantu orang tua bekerja di sawah. Pelaksanaan pembelajarannya hanya setelah sholat ashar, setelah maghrib, setelah isya’ dan setelah shubuh.

3. Hambatan-hambatan yang dialami pada periode awal

Dengan banyaknya santri yang berdatangan, maka hambatan yang pertama, adalah kurang yang tenaga mengajar, maka solusinya adalah memanfaatkan santri senior untuk membimbing santri-santri yang junior untuk membimbing belajar mengaji. Kedua, hambatan sarana dan prasarana adalah tempat wudhu dan kamar mandi, solusinya sementara menggunakan belumbang yang ada sebagai sarana wudlu dan mandi. Penginapan santri sementara tidur di musholah bagi yang putra, bagi yang putri sementara tidur di rumah kiai. Ketiga, Pasang surutnya santri diakibatkan adanya surutnya kondisi perekonomian desa, misalnya waktu panen santri banyak yang pulang membantu orang tua di rumah.1

1

Gunawan, Wawancara, Lamongan, 26 November 2015.


(51)

43

B. Periode Perkembangan (1958-1987 M)

Pada periode perkembangan ini merupakan periode kelanjutan yaitu masa perkembangan dan kemajuan baik dari segi fisik, non fisik maupun pendidikan. Periode perkembangan semua atas kerja keras dari putranya KH. Qusyairi yang bernama KH. Masrur Qusyairi, pada saat itu KH. Qusyairi sudah sangat tua dan semua kebutuhan pesantren diserahkan kepada putranya. Pada waktu itulah KH. Masrur mulai berperan didalamnya, walaupun pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah masih dibawah asuhan KH. Qusyairi Abdullah. Masa kepemimpinan pondok pesantren tidak boleh digantikan sebelum pemimpin tersebut meninggal dunia.2 Adapun perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah:

1. Perkembangan dari Segi Fisik

Usaha yang dicurahkan oleh KH. Qusairi Abdullah dalam membina pesantren, ternyata mendapat simpati dan partisipasi besar dari masyarakat. Sehingga sedikit demi sedikit pesantren semakin berkembang. Hal ini adalah semata-mata hasil kerjasama antara KH. Qusyairi Abdullah bersama-sama masyarakat serta para santrinya secara gotong royong dalam mencurahkan tenaganya.

Perkembangan pesantren ini dimulai sejak berdirinya langgar musholah putra putri yang terletak di sebelah kiri rumah kiai. Langgar musholah ini berada diantara rumah kiai dan asrama santri. Selain difungsikan sebagai sholat berjamaah, musholah ini juga digunakan sebagai tempat kegiatan mengaji.

2

Dewi Mariam, Wawancara, Lamongan, 28 November 2015.


(52)

44

Karena sarana pendidikan Islam dipandang perlu cukup memadai apabila ditempatkan hanya di musholah, maka sebagai upaya peningkatan proses belajar mengajar, kiai mengusahakan berdirinya suatu madrasah, kemudian pendirian madrasah tersebut belum mendapat pengakuan dari pemerintah. Madrasah ini mewajibkan kepada siswanya untuk belajar ilmu pengetahuan agama.

Simpati masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat, sehingga pada tahun-tahun berikutnya yang tercatat sebagai murid madrasah tidak hanya para santri dan murid dari Desa Pringgoboyo sendiri akan tetapi banyaknya penambahan murid dari madrasah desa sekitar Pringgoboyo yang belum mempunyai jenjang kelas hingga kelas enam.

Setelah adanya musholah dibuat berkumpulnya para santri untuk mengaji, di dirikan asrama baru putra. Bangunan tetap dijaga seperti sediakala. Perkembangan pesantren bisa dilihat dari sektor sarana pendidikan, perkembangan jumlah santri atau siswa. Perkembangan fisik tersebut meliputi: musholah, asrama putra, asrama putri dan ruang-ruang yang dipakai mengaji serta beberapa kelas untuk sekolah.

2. Perkembangan dari Segi Pendidikan

Pada periode perkembangan ini, sistem pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah mulai berkembang dan semuanya terorganisis tidak seperti periode permulaan, disamping diperlakukan sistem sorogan dan wetonan juga diterapkan sistem klassikal, yaitu suatu sistem yang


(53)

45

anak didik atau santri berkumpul dalam suatu ruangan kemudian kiai memberikan materi atau pelajaran dihadapan santri atau murid-muridnya.3

Sistem klassikal seperti diatas, dilaksanakan di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo pada malam hari setelah sholat isya’. Sistem ini berbeda jauh dengan sistem sorogan, dalam sistem sorogan para santri mempunyai tingkatan pengetahuan yang berbeda-beda dan usianya juga berbeda-beda. Dalam sistem klassikal ini guru atau pengasuh memperhatikan kemajuan para santrinya dengan jalan mengadakan ulangan atau ujian pada waktu-waktu tertentu. Kemudian setelah selesai jamaah sholat shubuh para santri mengaji kitab Mawaidzul Ush’furiyyah bersama KH. Qusyairi Abdullah sampai kira-kira terbitnya matahari. “mbalak” adalah istilah santri gunakan untuk mempelajari kembali kitab setelah mengaji. Seorang santri membacakan dan santri lain meneliti dan mengkoreksi kesalahan kata masing-masing. Adapun waktu pembelajaran Al-Qur’an dimulai setelah jamaah sholat maghrib bertempat di musholah.

Dengan adanya sistem klassikal sebagai mana yang berlangsung, tidak berarti bahwa pondok pesantren menghilangkan sistem sorogan sama sekali, akan tetapi masih tetap dijalankan dalam mempelajari Al-Qur’an sebagai pelajaran harian guna memperoleh kecakapan khusus dalam membaca kitab suci tersebut. Pelajaran ini merupakan pelajaran tambahan dari yang telah dipelajari di sekolah.

3

Abd Rozaq, Wawancara, Lamongan, 14 November 2015.


(54)

46

Untuk lebih meningkatnya misi Pondok Pesantren Hidayatul Ummah, maka tahun 1958 mulai dibuka beberapa unit pendidikan formal yang berafiliasi kepada departemen pendidikan dan kebudayaan maupun lembaga pendidikan yang berafiliasi kepada departemen agama, yang meliputi:

a. Madrasah Ibtidaiyah

Didirikan pada tahun 1958 dan berinduk pada departemen agama kabupaten Lamongan. Madrasah ini mewajibkan kepada siswanya untuk belajar ilmu pengetauan umum disamping pengetahuan agama. Berdirinya Madrasah ini karena banyak jumlah murid yang ingin melanjutkan belajar mengajar setelah dari pendidikan RA.

b. Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Tsanawiyah didirikan pada tahun 1970 dan berinduk pada departemen agama kabupaten Lamongan. Langkah pembentukan ini menunjukkan gerakan dinamika yang cukup membawa dampak perubahan pada pesantren Hidayatul Ummah. Karena pada waktu itu perkembangan jumlah siswa di madrasah ini cukup pesat yang didorong oleh penambahan siswa dari madrasah desa sekitar pringgoboyo yang belum mempunyai jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah. Dalam upaya mengembangkan kemampuan peserta didik dan pendidikan di MTs Hidayatul Ummah


(55)

47

berpegang pada keseimbangan antara kreatifitas dan disiplin, diantara pesaingan dan kerja sama serta antara tuntutan dan prakarsa.4

c. Madrasah Aliyah

Pada tahun 1982 Madrasah Aliyah ini mulai didirikan dan berinduk pada departemen agama kabupaten Lamongan. Selain untuk memberi jenjang pendidikan lanjutan, pada level pendidikan dibawahnya yaitu Madrasah Tsanawiyah, atau untuk memperkokoh struktur pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah juga untuk memberikan pendidikan yang lebih luas dan menciptakan iptek pada dunia pesantren. Hal ini bersejajar dengan tuntutan eksternal dalam bidang penyediaan fasilitas pendidikan Madrasah Aliyah.

d. Taman Kanak-kanak

Berdiri pada tahun 1985 dan berinduk pada departemen pendidikan dan kebudayaan. Pendirian TK ini merupakan hasil dari banyaknya masyarakat yang menginginkan adanya pendidikan sebelum masuk ke Madrasah Ibtidaiyah.

C. Usaha Pembinaan dan Profesionalisme Pondok Pesantren (1987-2010 M) Dalam rangka memberikan kelangsungan hidup suatu pesantren memang dibutuhkan upaya-upaya dalam menciptakan kondisi dinamis akan kehidupan pesantren. Sebuah pesantren dapat dikatakan hidup, jika pesantren tersebut

4

Mtshu, “Sejarah MTs Hidayatul Ummah”, dalam http://Mtshu.go.id/profil/motto (21 Juni 2013)


(56)

48

menimbulkan eksistensinya yang baik. dan pemunculan sosok pesantren akan mempengaruhi terhadap pasang surutnya minat santri yang berniat belajar.

Seorang santri yang ingin belajar di pondok pesantren biasanya memandang elitisme pesantren, kualitas kiai termasuk kharismatiknya, juga pembinaan kelembagaan kepesantrenan yang diberikan. Oleh karena itu kredibilitas inilah yang mesti selalu diperhatikan oleh seorang kiai dan para pengasuh lainnya untuk menumbuhkan dan mempertahankan eksistensi sebuah pesantren.

Dalam usaha pembinaan dan kesejahteraan, pondok pesantren mulai beralih kepemimpinan setelah pendiri meninggal dunia, yaitu masa kepemimpinan putranya yang bernama KH. Masrur Qusyairi. Dalam konteks pondok pesantren Hidayatul Ummah KH. Masrur Qusyairi berupaya untuk mempertahankan dan membangun suatu lembaga kepesantrenan yang berorientasi untuk mewujudkan manusia muslim yang berkepribadian tangguh serta bertanggug jawab secara utuh, penciptaan kondisi pengkaderan yang mempunyai integritas penuh dengan selalu meningkatkan kesejahteraan pondok pesantren baik kualitas material, maupun yang menyangkut dengan pengembangan santri serta pembangunan kualitas manusia seutuhnya.

Kehadiran pondok pesantren dalam partisipasinya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peranan pondok pesantren dalam meningkatkan pendidikannya yang mampu berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Jadi hal-hal yang diajarkan dalam pondok pesantren harus relevan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, bahkan secara berencana pondok pesantren harus mampu


(57)

49

menyiapkan diri agar para santri lulusannya nanti menjadi kader pembangunan bagi masyarakat.

Oleh karena itu pembinaan dan kesejahteraan pondok pesantren senantiasa diarahkan kepada tujuan yang telah diterapkan dengan memberikan perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa dalam pembinaan umat diperlukan tenaga ahli dalam berbagai bidang. Dengan demikian intendifikasi pendidikan kejuruan lingkungan dan pengembangan masyarakat sangat diperlukan untuk menopang.

2. Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren diharapkan mampu memberikan bekal untuk hidup layak bagi alumni yang hidup dalam abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu hidup dalam kepesatan bertambahnya penduduk.

3. Dalam kesepakatannya alumni pondok pesantren tidak seluruhnya ingin menjadi kiai atau ulama. Disamping itu banyak yang drop out dan alumni dari pondok pesantren yang bekerja diluar agama tanpa memiliki persiapan untuk suatu interpreneurship (keahlian) tertentu. Ditambah lagi dengan adanya kesukaran-kesukaran bagi mubaligh yang menyampaikan agama tanpa alat pendekatan melalui teknik media modern serta tidak adanya keahlian yang menopang dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan peran umat Islam dalam mengarahkan sejarah zaman yang semakin lama semakin membutuhkan perhatian secara serius. Oleh karena itu, lembaga keagamaan seperti pondok peantren diharapkan pula untuk merekontruksi sistem pembinaan dan penyelenggaraan kepesantrenan, supaya


(58)

50

kebutuhan dasar suatu pesantren dapat terantisipasi. Hal ini para alumni pondok pesantren tidak hanya pandai didalam materi-materi keagamaan, tetapi juga mampu menangkap fenomena perubahan sosial dari dinamika kehidupan manusia dengan kata lain bahwa alumni pondok pesantren mampu memberi kontribusi pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dikalangan umat dan bangsa.

Dalam kaitannya dengan perwujutan dan tanggung jawab diatas, sosok KH. Masrur Qusyairi terhadap Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo mengupayakan akan pembinaan dan kesejahteraan, baik menyangkut dinamika pendidikan, fasilitas atau sarana dan prasarana. Semuanya itu bertitik tolak pada konsepsi pemikiran dalam rangka menjadikan sebuah pesantren yang diperhitungkan.

Oleh sebab itu orientasi para pengasuh pondok pesantren terhadap usaha pembinaan dan kesejahteraan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah sebagai berikut:

a. Upaya perbaikan dalam manajemen dan kepemimpinan Upaya ini dilakukan didasari adanya hal sebagai berikut:

1) Untuk meningkatkan profesionalisme kepemimpinan dalam rangka menjalankan tugas-tugas di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo, karena tanpa profesionalisme dalam bidang manajemen dan kepemimpinan akan menyebabkan terjadinya ketidaksamaan langkah dalam menjalankan dan mengembangkan pondok pesantren.


(59)

51

2) Dalam rangka mendudukkan posisi kelembagaan secara valis dan kualifait terhadap adanya fenomena-fenomena yang berkembang baik secara internal maupun eksternal.

b. Upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan personel 1) Pembinaan kelembagaan

a) Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana serta fasilitas lembaga kepesantrenan.

b) Menyelenggarakan distribusi pembangunan yayasan secara periodik dan terencana.

c) Memberikan kelengkapan terhadap sarana penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran baik formal maupun non formal.

2) Pembinaan personil

a) Menciptakan kader-kader yang menjadi input pembangunan secara manusiawi.

b) Membentuk integritas personil yang berkepribadian dan mempunyai tanggung jawab yang utuh.

c) Pembinaan kesejahteraan para guru dan pengasuh pondok pesantren. c. Upaya peningkatan pembangunan yayasan kelembagaan

1) Pencarian atau penggalian dana melalui upaya-upaya produktif penyelenggaraan pendidikan dan kelembagaan.

2) Peningkatan fasilitas secara baik dan mapan terhadap upaya penyelenggaraan pendidikan dan kelembagaan.


(1)

3. Faktor yang menyebabkan eksistensinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo adalah adanya sosok dan kharismatik KH. Masrur Qusyairi serta sistem pendidikan dan pengajaran yang ada dalam lembaga Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo memberikan andil besar dalam membangun umat yang baik. begitu pula sistem dan out put Pondok Pesantren Hidayatul Ummah pringgoboyo telah banyak berhasil, sehingga secara tidak langsung motivasi masyarakat luas untuk memasukkan putra-putrinya dalam Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.

B. Saran

Berdasarkan penelitian mengenai “Peranan KH. Masrur Qusyairi Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan 1987-2010 M”, maka kami menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Penulis berhadap agar penulisan buku-buku yang mengungkap tentang

Biografi (riwayat hidup) para tokoh muslim serta berbagai aktifitas pendidikan di pondok pesantren yang perlu dikembangkan agar peranan serta perjuangan para kiai dalam mengembangkan suatu pendidikan menjadi lebih modern di suatu lingkungan pondok pesantren.

2. Kepada para pengasuh dan pendidik Pondok Pesantren Hidayatul Ummah

Pringgoboyo, hendaknya benar-benar menunjukkan sikap positif terhadap ajaran-ajaran islam, karena mereka disamping sebagai contoh para santri juga menjadi cermin masyarakat lingkungannya.


(2)

3. Bagi seluruh masyarakat Lamongan dan sekitarnya diharapkan dapat

mengambil hikmah dan manfaat serta teladan yang dicontohkan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam pola pengembangan kurikulum pendidikan pondok pesantren yang lebih luas, agar nantinya dapat menjadi orang yang tawadhu’

dan tanpa membeda-bedakan sertifikasi sosial. Semoga kita bisa menjadi generasi yang memiliki ilmu dan berpandangan luas.

4. Dengan diangkatnya masalah ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk meneliti lebih lanjut dan lebih mendalami tentang tokoh-tokoh muslim yang berada di sekitar lingkungan masyarakat.

5. Penulis merasa hasil penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan, maka diperlukan adanya penelitian lebih lanjut.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987. Abdurrohman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Aziz, Ali. Pola Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren. Surabaya: Alpha

Grafika.

2004.

Daulany, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.

Jakarta: LP3ES, 1956.

_________________. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.

Armando, Nina M. Ekslikopedi Islam 4. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun, 100.

Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Kompleksitas Global. Jakarta: IRD Press, 2004.

Henselin, James H. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga. 2007.

Ilaihi, Wahyu dan Harjan Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana, 2007.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Notosusanto, Nugroho. Masalah Penelitian Sejarah. Jakarta: Yayasan Idayu, 1978.

__________________. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah.


(4)

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Tranformasi Metode Menuju Demokratisasi

Institusi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.

Rahardjo, M. Dawam. Pesantren Dan Pembaharuan. Jakarta: PT. Pustaka LP3S Indonesia, 1995.

Rofiq, Pembelajaran Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri

dengan Metode Daerah Kebudayaan. Yogyakarta: PT.LKIS

Pelanggi Aksara, 2005.

Saleh, Abdurrahman. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren. Yogyakarta:

Depag RI, 1978.

Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999. Suyoto, Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Pustaka LP3S

Indonesia, 1995.

Yafi, Ali. Tradisi Sosial Telaah Krisis Persoalan Agama dan Kemanusiaan.

Yogyakarta: LKPSM, 1997.

Yuki, Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Index, 2005.

Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986.

B. Dokumen dan surat keputusan

Akta, Perubahan Peraturandasar. Notaris dan Pejabat Pembuatan Akta Tanah. Joenoes E. Maogimon S.H, 15 Januari 1986.

Akta, Pengesahan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 13 Februari 2010. Nomor 14. Salinan.

Arsip, Pendidikan Kementerian Agama Republik Indonesia, Piagam Pengakuan Kewajiban Belajar. Nomor seri: K13/CXI/1801.

Arsip, Departemen Agama Kantor Departemen Agama, Piagam Jenjang Akriditasi Terdaftar Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Nomor: C/17/312/1993.

Arsip, Departemen Agama Kantor Departemen Agama, Piagam Jenjang Akreditasi Diakui Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Nomor: Mm.21/06.00/PP.03.2/2834/1996.

Arsip, Departemen Agama Republik Indonesia Kantor Departemen Agama, Piagam Jenjang Akreditasi Disamakan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Nomor: Mm.21/06.00/PP.03.2/2370/SK/2001


(5)

Arsip, Departemen Agama Republik Indonesia Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur, Piagam Akreditasi Madrasah Ibtidaiyah. Nomor: B/KW.13.4/MI/3269/2007.

Arsip, Departemen Agama Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Timur, Piagam Jenjang Akriditas Diakui Madrasah Tsanawiyah Swasta. Nomor: Mm.06.03/PP.03.2/000263/SKP/1995.

Arsip, Departemen Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Piagam Jenjang Akreditasi Diakui Madrasah Aliyah Swasta. Nomor: E.IV/PP.03.2/KEP/13/2000.

Arsip, Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Nomor: kw.13.4/4/PP.00.6/781/2010 tentang ijin operasional Madrasah Aliyah.

Arsip, Piagam Pendirian dari Departen Agama Republik Indonesia. Nomor: Wm./5-c/PP.00.7/2253/2003.

Arsip, Surat Keterangan Penguasaan Tanah. 1998.

Arsip, Surat Keputusan Pembangunan Panitian Pembangunan Sarana Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Nomor: 07/PPHU/IX/2000.

Arsip, Surat Pernyataan Penyerahan Tanah dari KH. Masrur Qusyairi untuk Yayasan Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan untuk keperluan pembangunan gedung Madrasah. 15 September 2000.

Arsip, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. Surat keterangan terdaftar Nom: PEM-02317/WPJ.24/KP.0503/2006.

Arsip, Lembaga Pendidikan Maarif wilayah Jawa Timur Akte Notaris Joenoes E. Maogimon, S.H. Nomor: 103/1986. Piagam pendirian Madrasah Aliyah Hidayatul Ummah Pringgobyo. 1983.

Arsip, Akta Jual Beli Tanah, Nomor: 23/III/2004. Dokumen, Silsilah Keluarga dari KH. Masrur Qusyairi. Dokumen, Peta Lokasi Pondok Pesantren Hidayatul Ummah.

Dokumen, Statistik Emis Pondok Pesantren Hidayatul Ummah tahun pelajaran 2006/2007. Nomor: 512352419054.

Dokumen, Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan.

Dokumen, Data Monografi Desa Pringgoboyo, Kec. Maduran, Kab. Lamongan, 2010.


(6)

C. Internet

Mtshu, “Sejarah MTs Hidayatul Ummah”, dalam http://Mtshu.go.id/profil/motto (21 Juni 2013)

Titialfakhairia, “Aku Anak Indonesia Masa Kecilku Yang Bahagia”, dalam http://www.aku_anak_indonesia/titialfakhairia.html (04 Juli 2014)

D. Wawancara

Muhammad As’ad. Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah (Menantu KH. Masrur Qusyairi). Wawancara, Lamongan 14 Oktober 2015. Dewi Mariam. Istri kedua dari KH. Masrur Qusyairi. Wawancara,Lamongan 28

November 2015.

Cholifah. Istri Muhammad As’ad selaku pengasuh pondok pesantren. Wawancara, Lamongan 16 November 2015.

Gunawan. Pengurus yayasan. Wawancara, Lamongan 23 Oktober 2015.

Abd Rozaq. Selaku Ustadz di pondok pesantren. Wawancara, Lamongan 14 November 2015.

E. Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an, 98 (al-Bayyinah): 5.

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Sholihin jilid 4

(Jakarta Timur: PT. Darus Sunnah, 2010.

F. Skripsi

Muiyasih, “Peranan Kyai Haji Fattah dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan (Tahun 1941-1992).” (Skripsi, IAIN Sunan Ampel, Fakultas Adab, Jurusan SPI, Surabaya, 1997). Nabila Firdaus. “Biografi KH. Munawar Adnan Kholil dan Pola Pembelajaran

Keterampilan Para Santri di Yayasan Pondok Pesantren Daruttaqwa Suci Manyar Gresik 1987-2000.” (Skripsi IAIN Sunan Ampel, Fakultas adab, Jurusan SKI, Surabaya, 2013).