PERANAN K.H MUSTOFA DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN (1898-1950 M).

(1)

PERANAN K.H MUSTOFA DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN

LAMONGAN (1898-1950 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh Abdul Wasi’ SA NIM: A0.22.12.025

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ix

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “Peranan K.H. Musthofa Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)” Adapun Fokus Masalahnya adalah: (1).Bagaimana Biografi KH. Musthofa?, (2). Bagaimana Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan semenjak berdirinya pada tahun 1898 -1950?,(3). Bagaimana Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan Historis dan bersifat kualitatif. Ini sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis dan sumber lisan. Sedangkan dalam menganalisa data peneliti menggunakan metode History diantaranya: Pemilihan topik, Heuristik, verifikasi, dan Historiografi. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan Kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber yakni berdasarkan pengaruh dan kewibaan pribadi.

Hasil penelitian ini telah ditemukan beberapa hasil sejarah yaitu antara lain : (1). KH. Musthofa lahir pada bulan Sya’ban 1291 H/Oktober 1871 M di Desa Tebuwung, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik. (2). Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah yang didirikan pada tahun 1890 M di desa Kranji, Paciran, Lamongan yang didirikan oleh KH. Musthofa. Dengan tujuan : a). Membentuk manusia muslim yang berbudi luhur dan mempunyai pengetahuan luas. b).meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. (3). KH. Musthofa dalam dalam perintisan dan pembangunan Pondok dengan usaha pendirian kajian-kajian keagamaan. Dari situ santri yang datang dari daerah lain mulai berdatangan. Tanah yang diberi dari Bapak Harun kepada KH. Musthofa. Tanah yang ditumbuhi pohoin asam dan ditumbuhi pohon beringin besar, yang kemudian pada tahun 1898 M membangun sebuah Pondok Pesantren.


(7)

x

ABSTRACT

This thesis is entitled: "The Role K.H. Musthofa In Developing boarding school Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 AD) "The focus problem is: (1) Biography .Bagaimana KH. Musthofa ?, (2). How Profile boarding school in Lamongan Paciran Tarbiyatut Tholabah Kranji since its establishment in 1898 -1950?, (3). How Role K.H Musthofa in developing Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan?

This study used a qualitative approach and the Historical. These sources are used in this research is the source of written and oral sources. While the researchers analyzed the data using methods History include: Selection of topics, Heuristics, verification, and Historiography. The theory used in this thesis is the Charismatic leadership theory put forward by Max Weber that is based on the influence and personal kewibaan.

The results of this research have discovered some of the results of history among other things: (1). KH. Musthofa born in the month of Sha'ban 1291 AH / October 1871 Tebuwung M in the village, subdistrict Shaman, Gresik regency. (2). Tholabah Tarbiyatut boarding school founded in 1890 AD in the village Kranji, Paciran, Lamongan founded by KH. Musthofa. (3). KH. Musthofa in a cottage in the pioneering and development of the business establishment of religious studies. From there students who come from other regions began to arrive. The land that was given to Mr. Aaron to KH. Musthofa. Pohoin acid soil overgrown and covered with a large banyan tree, yng later in 1898 AD to build a boarding school.


(8)

xiv

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

ABSTRAK ...viii

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Rumusan Masalah ...6

C.Tujuan Penelitian ...6

D.Kegunaan Penelitian...7

E.Pendekatan dan kerangka Konseptual ...7

F.Penelitian Terdahulu ...11

G.Metode Penelitian...12

H.Sistematika Pembahasan ...15

BAB II : BIOGRAFI KH. MUSTHOFA A.Geneologi KH. Musthofa ...17

B.Pendidikan dan Aktifitas ...20

C. Pemikiran KH. Musthofa ...36

BAB III :PROFIL PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN A.Letak Geografis ...45


(9)

xv

B.Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan ...55 C.Tujuan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

Paciran Lamongan ...57 D.Aktifitas Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah ...59

BAB IV :PERANAN KH. MUSTHOFA DALAM MENGEMBANGKAN

PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN 1898-1950 M.

A.Perintisan dan Pembangunan ...62 B.Nilai-nilai yang diterapkan KH. Musthofa di Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran

Lamongan ...67 C.Kemandirian Para santri di Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan ...68

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ...73 B.Saran-saran ...74 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut santri yang pada umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana para santri menginap dilingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok, dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.1

Membicarakan tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasannya lembaga pendidikan di Indonesia pertama kali yang dikenal adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai budaya Indonesia yang indigenious. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan masuk sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah jawa sekitar abad ke-16.2 Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin berkembang dengan pendirian tempa-tempat pengajian (nggon

1

Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah:Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam 2003),1.

2


(11)

2

ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap atau disebut dengan pemondokan bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut dengan “Pesantren”.3

Sebuah komunitas pondok pesantren minimal ada kyai (tuan guru, buya), masjid, asrama (pondok) pengajian kitab kuning atau naskah salaf tentang ilmu-ilmu agama Islam.4

Secara istilah pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam bagi para santri sebagai tempat mereka menerima pendidikan melalui pengajian, dan madrsah yag sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang atau beberapa kyai dengan ciri khas yang kharismatik. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab funduq yang berarti asrama atau hotel. Di jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok pesantren, sedang di Aceh dikenall dengan Istilah dayah, rangkang atau menuansa. sedangkan di Minangkabau disebut surau.

Pesantren pernah menduduki posisi strategis diberbagai lapisan masyarakat. pesantren juga waktu itu mendapat penghargaan dan penghormatan yang mampu mempengaruhi seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Dalam perkembangannya, kekuasaan pesantren dimitoskan. Selain karena kharisma kyai dan dukungan besar para santri yang tersebar di

3

M. Shuthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1.

4


(12)

3

masyarakat, karena dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan dan tuntutan dinamika masyrakat tersebut. Beberapa pondok pesantren menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah (formal).

Kyai adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama. Sebagai ulama, kyai berfungsi sebagai pewaris para nabi “Waratsah al -anbiya’” yakni mewarisi apa saja yang dianggap sebagai ilmu oleh para nabi, baik dalam bersikap, berbuat, dan contoh-contoh atau teladan baik “al-uswah al-hasanah” mereka.5Kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elite agama, tetapi juga sebagai elite pesantren. memiliki otoritas pesantren. Memiliki otoritas dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan serta berkompenten mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan yang ada dipondok pesantren. Tipe kharismatik pada diri kyai menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dipandang dari segi kehidupan santri, kharismatik kyai adalah karunia yang diperoleh dari kekuatan tuhan.6

Seperti halnya keberadaan K.H. Musthofa, kyai yang lahir pada bulan Oktober 1871 di desa Tebuwung, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik.7 Kyai Kharismatik ini merupakan pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, keberadaanya sebagai seorang sosok yag sederhana

5

Rofiq A. Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2005, 7.

6

Tuner Briyan S, Sosiologi Islam Suatu Analisa atas Tesis Sosiologi Weber (Jakarta: Rajawali, 1984) 168-169.

7

Fokus. K.H Musthofa Riwayat hidup, Perjuangan & Keturunannya 1871-2004 (Lamongan: Fokus, 2004), 17.


(13)

4

dan pandai dalam ilmu agama membawa pondok pesantren ini menjadi pondok tertua di Lamongan.

Sebelum berdirinya pondok pesatren Kranji, masyarakat desa kranji dan sekitarnya adalah masyarakat abangan, yaitu masyarakat yang melakukan kebiasaan kebiasaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, misalnya pemberian sesaji kepada pohon, laut dan lain-lain. Kondisi masyarakat yang semacam itu, membuat sebagian masyarakat Kranji menghendaki adanya sebuah tempat pengajian semacam pesantren sebagai moral dan agama mereka. Namun kehendak mereka tersebut tidak bisa begitu terwujud. Karena masyarakat desa Kranji mengalami krisis figur yang dapat menjadikan penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat. Akhirnya masyarakat Kranji membuat pertemuan yang dipelopori oleh H. Harun (Kranji), K. Taqrib (Kranji), K. Abdul Hadi (Drajat), H. Utsman (Kranji), H. Ibrahim (Kranji), K. Mukmin (Drajat), H. Asyraf (Drajat) untuk mengambil seorang guru mengaji. hasil pertemuan rapat mereka sepakat mengambil guru mengaji. Pilihan tersebut tertuju pada K.H. musthofa agar berkenan mukim sekaligus bertempat tinggal di Kranji.

Pada waktu luang K.H Musthofa sering berkunjung atau silaturrahim kepada keluarganya di desa Drajat dan akhirnya ia banyak berkenalan dengan para tokoh masyarakat sekitar. Karena seringnya beliau melakukan kunjungan, maka banyak masyarakat sekitar yang mengenal beliau dan mengetahui bahwa beliau adalah pemuda alim yang berilmu tinggi. darisitulah


(14)

5

yang menyebabkan masyarakat memilih beliau untuk mewujudkan keinginan mereka mendirikan pondok pesantren. Itulah proses awal cikal bakal berdirinya pondok Kranji.

Tanah hibah H. Harun yang masih berupa semak belukar itu mulai dibuka oleh beliau bersama beberapa santri-santrinya. Pertama-tama yang dikerjakan K.H Musthofa ialah menggali sumur rumah tangga, kemudian mendirikan langgar dan rumah tinggal dengan bangunan yang sangat sederhana. Aktifitas pembangunan itu dilakukan selama 2 tahun dengan secara pulang pergi (mbajak) dari bungah ke Kranji. Maka pada tahun 1900 M, ia bersama keluarganya pindah secara resmi ke desa Kranji. Dengan bekal-bekal ilmu yang Kyai Musthofa peroleh dari pondok-pondok pesantren tersebut sedikit demi sedikit kyai Musthofa berusaha mengembangkannya pusat kajian tersebut. Sebagai seorang perintis sebuah pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional, Kyai Musthofa merupakan figur seorang pendidik yang istiqomah (konsisten). Sejak permulaanya sebagai kyai pesantren, ia memusatkan perhatiannya pada usaha mendidik sejumlah santri yang hanya belasan orang dengan kondisi sarana prasarana yang amat sederhana. Mereka diajari tentang dasar dasar ilmu agama seperti baca tulis al-Qur’an dan mengkaji kitab-kitab kuning.

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka proposal yang saya

buat berjudul “PERANAN K.H. MUSTHOFA DALAM


(15)

6

THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN 1898-1950 M”, sangat

menarik untuk dikaji, karena sosok K.H Musthofa memiliki ke unggulan yang berbeda dengan kyai lainnya dalam mengembangkan pondok pesantren yang tertua di Lamongan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang hendak dikaji disini dapat didentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi K.H. Musthofa.

2. Bagaimana Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan semenjak berdirinya pada tahun 1898-1950 M.

3. Bagaimana Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui Biografi K.H Musthofa.

2. Untuk mengetahui segala hal yang melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji P0aciran Lamongan

3. Untuk mengetahui Peran K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok


(16)

7

D. Kegunaan Penelitian

Dengan memperhatikan hasil penelitian ini secara menyeluruh maka kita akan dapat mengambil mafaat sebagai berikut:

1. Lembaga

Memperoleh informasi secara konkrit kondisi obyektif Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

2. Pengguna

Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan, serta menjadi khasanah keilmuan tentang ilmu sejarah.

3. Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman baru, yang nantinya dapat menjadikan sebagai acuan dalam meningkatkan proses belajar sesuai dengan disiplin ilmu sejarah. Untuk dijadikan contoh teladan dan niat keikhlasan K.H. Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Serta tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1).

E. Pendekatan dan kerangka konseptual

Pendekatan yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan historis yang bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan yang terjadi di masa lampau. dengan pendekatan historis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan secara kronologis latar belakang sejarah kehidupannya K.H. Musthofa, sejak lahir pada bulan Oktober 1871 M sampai proses sebagai


(17)

8

pemimpin atau pengasuh, bahkan sebagai pendiri serta mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, hingga meninggal pada tahun 1950. Disamping itu penulis juga menggunakan teori sosial yang lain tentang konseptual teoritis kepemimpinan. hal ini sangat relevan untuk menjelaskan kepemimpinan K.H. Musthofa.

Kepemimpinan terbagi menjadi dua ruang lingkup, pertama yang bersifat resmi (formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan, dan ada pula kepemimpinan karena pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Kedua tidak resmi (informal leadership) yang mempunyai perbedaan yang sagat mencolok yakni kepemimpinan yang resmi didalam pelaksanaanya selalu harus berada diatas landasan-landasan atau peraturan-perraturan resmi. Kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas resmi, oleh karena itu kepemimpinan tersebut didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat, seperti hanya K.H. Musthofa.8

Disini penulis menggunakan teori kepemimopinan kharismatik, jenis kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli sosiologi Jerman yakni Max Weber. Kepemimpinan Kharismatik didefinisikan oleh weber.

Berdasarkan persembahan pemiimpin terhadap para pengikut dengan kesucian, kepahlawanan, karakter khusus seorang individu, dan juga pola normatif ataiu keteraturan yang telah disampaikan. Pemimpin kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan yang sukar,

8


(18)

9

termasuk jika ada masalah-masalah ekonomi, agama, ras, politik, sosial.

Teori ini bisa dipakai untuk menganalisis beberapa jenis pemimpin, termasuk pemimpin agama, spiritual dan politik. Dalam rangka untuk mengungkapkan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar menghasilkan penjelasan kausal mengenai pelaksana dan akibat-akibatnya.

K.H Musthofa merupakan santri yang diberi pengajaran dan pendidikan dengan disiplin yang baik. Dia mulai belajar dibeberapa pesantren yang ada di Jawa Timur, ia menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri, K.H. Abd Karim pendiri Pondok Al-Karimi Tebuwung Dukun, kemudian belajar di Pondok Pesantren Qomaruddin yang diasuh Kyai Mohammad Sholeh Tsani, Pondok Pesantren langitan Tuban diasuh oleh Kyai Ahmad Sholih, Pondok Pesantren Baurno Bojonegoro, dan terakhir di Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan Madura yang diasuh oleh Kyai Kholil.

Dalam pengembaraan K.H Musthofa dari berbagai pondok pesantren diatas sudah barang tentu beliau bersosialisasi dari berbagai santri yang sangat hiterogen sekali, semisal mereka yang berlatar belakang petani atau pedagang maka didalamnya akan terungkap konstruksi sejarah dengan pendekatan sosiologis bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial,9 karena pembahasannya mencakup sosial.

9

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 1999), 11.


(19)

10

Dalam Karya Historiografi, sejarah sosial itu sendiri banyak identik dengan sejarah pergerakan sosial misalnya gerakan keagamaan. sebagaimana halnya dengan judul “ Peranan K.H Musthofa Dalam Mengambangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)”. Dalam pada itu peran dari K.H Musthofa membangun sebuah pondok pesntren sejak tahun 1898 M dengan berbagai usaha maupun tujuan sosial yang sangat berpengaruh terhadap generasi-generasi kedepannya, sampai wafatnya tahun 1950 M, mampu memberikan para santri maupun alumni-alumni yang banyak berkiprah dalam keagamaan di masyarakat.

Dalam setiap perkembangan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah tidak terlepas dari peranan seorang kyai yang berprofesi sebagai pengasuh maupun pendiri. Kyai mempunyai peran yang sentral dalam perkembangan setiap pondok pesantren. Kyai memiliki otoritas yang tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan serta berkompenten mewarnai corak dan bentuk perkembangan yang ada di pondok pesantren.

Dulu pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, dimana murid-murid duduk dilantai, menghadap sang guru dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari agar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. menurut Zuhairini, tempat-tempat pendidikan Islam non formal seperti inilah yang menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren. Ini berarti bahwa sistem pendidikan pondok pesantren masih sama seperti sistem pendidikan di langgar


(20)

11

atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.10 Pada perkembangan pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem Sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sisitem wetonan yang sering disebut kolektif.

F. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang membahas tentang Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, dengan judul “Aktivitas Dakwah di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Desa Kranji Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, oleh Badrul Ibad B-2015/05/KPI”. Namun dalam skripsi tersebut membahas tentang Aktivitas Dakwah di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Desa Kranji Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Sedangkan dalam Penelitian yang saya buat ini membahas lebih fokus pada sejarah yang melatar belakangi K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, hingga peran perjuangan dan pemikiran K.H. Musthofa semasa hidupnya. Sesuai dengan judul SKRIPSI yang saya susun ini, yakni “Peranan K.H. Musthofa Dalam Mengembangkan Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)”.

10


(21)

12

G. Metode Penelitian

Penelitian ini sudah barang tentu menggunakan metoe penelitian sejarah yang mendasarkan analisis pada data dan fakta yang ditemui di lapangan, metode ini tidak diungkapkan dengan angka-angka sebagai mana penyajian data secara kuantitatif dalam bentuk kategori.

Data yang kami peroleh berupa, dokumen-dokumen yang berbentuk tulisan dan peristiwa-peristiwa lainnya tertulis maupun tidak tertulis secara informan yaitu kyai, ustadz, santri, alumni dan tokoh terkait, formal maupun informal.

Adapun langkah-langkah secara prosedur:

1. Heuristik

Heuristik atau pengumpulan sumber yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Maka sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber meliputi sumber tertulis dan sumber wawancara terhadap orang-orang yang layak dengan penulisan yang dapat memberikan informasi tentang K.H Musthofa maupun Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah yang relevan mengenai penulisan ini. Sumber-sumber tersebut dapat dianggap sebagai sumber primer yang berupa dokumen-dokumen dan


(22)

13

arsip tentang Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan baik berupa gambar, maupun berupa sumber lisan.

Sumber data lebih lanjut kami peroleh dari karya buku beliau yaitu kitab Sharh Al-aqidah dan ragkaian wawancara terhadap orang-orang tertentu, seperti murid K.H Musthofa yang masih hidup yakni KH. Syahid. Wawancara akan dilakukan kepada sebagian orang yang layak dan dapat dipercaya untuk memperoleh kebenaran data yang diperlukan penulis dalam penulisan ini.

Selain itu penulis juga akan menggunakan sumber sekunder berupa

buku-buku seperti buku K.H Musthofa Riwayat Hidup, dan

Perjuangannya Keturunannya (1871-2004), dalam perpustakaan pondok

pesantren yang relevan dengan permasalahan penulisan ini.

2. Kritik Sumber

Kritik Sumber merupakan bagian yang sangat penting dalam

penulisan sejarah, dari data yang terkumpul dalam tahap heuristik diuji kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahan sumber.11 Dalam hal ini keabsahan sumber tentang keasliannya (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kasahihannya (kreadibilitasnya) ditelusuri lewat kritik intern.12 Dalam penulisan mengenai peranan K.H Musthofa dalam mengembangkan

11

Aminudin Kasdi, Memahami Sejarah (Surabaya: Unesa University Press, 2008), 27

12


(23)

14

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M) penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder melalui kritik intern dan ekstern untuk mendapatkan keaslian dan kesahihan dari sumber-sumber yang telah didapat.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui dengan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.13 Dalam penulisan menegenai peranan K.H. Musthofa dalam Mengebangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M) penulis menganalisa secara mndalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder kemudian penulis menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaimana dalam kajian yang diteliti.

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yakni usaha untuk merekonstruksi kejadian masa lampau dengan memaparkan secara sisitematis, terperinci, utuh dan komunikatif agar dapat dipahami

13


(24)

15

dengan mudah oleh para pembaca. Dalam penulisan ini menghasilkan sebuah laporan penulisan yang berjudul “Peranan K.H. Musthofa Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)”.

Bentuk tulisan ini merupakan bentuk tulisan sejarah deskriptif analitik, yang merupakan metodologi dimaksudkan menguraikan sekaligus menganalisis.14 Dengan menggunakan kedua cara secara bersama-sama maka diharapkan objek dapat diberikan makna secaara maksimal. Jadi penulis akan menguraikan mengenai Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, yang telah didirikan oleh K.H. Musthofa pada tahun 1898-1950 M.

H. Sistematika Pembahasan

Penyajian dalam Penulisan ini mempunyai tiga bagian: Pengantar, Hasil Penulisan, dan simpulan. Hal tersebut disusun untuk mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis, Penulisan ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab.

Sistematiak pembahasan secara terperinci sebagai berikut:

14

Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penulisan Kajian Budayandan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 336.


(25)

16

Bab pertama. yakni memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, keguanaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, serta sistematika bahasan.

Bab kedua. Biografi K.H Musthofa Dalam bab ini menguraikan tentang geneologinya, pendidikan dan aktifitasnya juga karir K.H. Musthofa di masyarakat yang diatar belakagi oleh sejarah leluhurnya.

Bab ketiga. Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Yakni memuat asal mula Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan dalam sejarah sebelum bedirinya Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamonganserta latar belakang dan proses berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Begitu juga meliputi pembahasan tentang sisi intern pondok dan profilnya.

Bab empat. Peranan K.H Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M). Yakni menjelaskan sejauh mana pemikiran dan peranan K.H Musthofa dalam perkembangan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan semenjak berdirinya pada tahun1898 M hingga wafatnya K.H Musthofa pada tahun 1950 M.

Bab kelima. Penutup yakni memuat kesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran-saran dan penutup.


(26)

17

BAB II

BIOGRAFI K.H MUSTHOFA A. Geneologi K.H Musthofa

K.H Musthofa dilahirkan pada bulan Sya’ban 1291 Hijriyah/Oktober 1871 Masehi didesa Tebuwung, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik (masalah tanggal kelahiran, karena kebiasaan masyarakat setempat tidak mencatumkan tanggal kelahiran) . K.H Musthofa lahir dari hasil perkawinan K.H. Abd. Karim dengan Ny. Khodijah dan dikaruniai lima orang anak, salah satunya yaitu K.H Musthofa. KH. Abdul Karim adalah keturunan kesebelas dari Sunan Drajat atau Raden Qosim, yaitu Abdul Karim bin Abdul Qohar bin Darus bin Kinan bin Ali Mas’udi bin Ahmad Rifa’i bin Bisri bin Dahlan bin Mohammad Ali bin Hamid bin Sunan Drajad/Raden Qosim.15 KH. Abdul Karim dilahirkan pada tahun 1238 H/1822 M di Desa Drajat Paciran Lamongan dari pasangan Suami istri yang bernama KH. Abdul Qohar dan Nyai Sarwilah. Kedua tersebut asli warga desa Drajat Paciran Lamongan.

Semenjak Abdul Karim kecil hidup bersama ayah tirinya yang bernama Kyai Asnawi. Mula-mula KH. Abdul Karim dikirim ke pondok Pesantren Mbah Suto Sendang Paciran Lamongan. Kemudian melajutkan ke pondok Pesantren Tugu Yogyakarta. Kedati ilmu yang diserap dari kedua Pondok Pesantren tersebut cukup banyak, bagi KH. Abdul Karim

15

Fokus. K.H Musthofa Riwayat Hidup, Perjuangan & keturunannya 1871-2004 (Lamongan: Fokus, 2004), 17.


(27)

18

belum merupakan perolehan yang optimal. Kehausan akan ilmu agama mencenangkan niatnya untuk memperdalamnya dikota Makkah Saudi Arabiyah. Setelah beberapa tahun lamanya di kota Makkah beliau pulang kekota Sidayu. Untuk membantu mengajarkan ilmu agama juga ikut berdagang kain dipasar. Semakin lama nama beliau semakin dikenal orang. Kemasyhurannya bukan hanya lantaran guru agama dan pedagang yang berhasil, melainkan dikenal juga sebagai tokoh muda ahli agama yang disegai, baik oleh penduduk maupun pemerintah Belanda. Karenanya Belanda bermaksud mengangkat hakim agama dikabupaten Sidayu. Mendengar kabar tersebut beliau merasa sedih. Pada saat yang bersamaan, Pak Utsman Kepala desa Tebuwung tengah mencari seorang Ulama’ yang sanggup membina masyarakatnya serta inggal didesanya pula. Atas kehendak Allah yang kuasa, pak Utsman datang menghadap KH. Abdul Karim ia memohon kesediaan beliau untuk membina masyarakat Tebuwung dan sekitarnya yang pada waktu itu sangat rendah agamanya, kemudian dengan senang hati tawaran tersebut diterimanya sesuai dengan panggilan jiwanya.

Pada tahun 1862 KH. Abdul Karim meninggalkan kota sidayu menuju desa Tebuwung. Suasana dilingkungan batu ini jauh sekali berbeda dengan kota sidayu. Dimana-mana termasuk Sidayu pendidikan dan pengajaran Islam selalu dalam tekanan dan pengawasan yang ketat


(28)

19

dari pemerintah Belanda16. Sementara itu ia lebih leluasa mengajarkan agama di desa Tebuwung. Sebagai sarana mengajar para santri tahun 1864 didirikan sebuah pondok dan surau di daerah hutan bendo desa Tebuwung yang sangat sederhana. Kemudian tahun tersebut sampai sekarang sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren Al-Karimi yang dulu dikenal dengan sebuta Pondok Bendo. Cara beliau mendidik para santri tak ubahnya seperti di pondok-pondok salaf yang lain. Sistem Wetonan dan Sorogan merupakan Tradisi ilmiyah pesantren.

Semasa hayatnya KH. Abdul Karim dikaruniai Lima Putra putri. Dari ke Lima anak K.H. Abd Karim tersebut, K.H Musthofa, Putra pertama yang lahir pada tahun 1871, adalah yang paling menonjol.

K.H Musthofa dilahirkan dan diasuh ditengah keluarga santri yang sangat taat dalam menjalankan agama. ilmu-ilmu agama langsung diterimanya dari sang ayah K.H Abd Karim. Karena didapat dengan materi yang baik, dalam wadah dan lingkungan yang agamis serta diampu oleh guru terkemuka menjadikan K.H Musthofa anak yang sangat penurut tekun dan pada saatnya nanti menjadi tokoh kharismatik yang sangat menjunjung tinggi supermasi syariat. adapun silsilah keluarga KH. Abd Karim diantaranya:

B. Pendidikan dan Aktivitas

Mengawali pengembarannya dalam rangka thalabul ‘ilmi, KH. Musthofa menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri,

16

Bk Tsaka 1 Gresik, “Sejarah Pon pes Al Karimi”, dalam http://konselortsaka1.blogspot.co.id/2009/09/sejarah-pon-pes-al-karimi.html


(29)

20

KH. Abd Karim, pendiri pondok pesantren Al-Karimi Tebuwung Dukun. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya ke pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik yang saat itu diasuh oleh Kyai Mohammad Sholeh Tsani selama 5 tahun. Disini terutama ia memperdalam pengetahuannya tentang fiqih. Setelah itu ia melanjutkan pelajarannya ke pondok pesantren Langitan, Tuban, yang saat itu diasuh oleh Kyai Ahmad Sholih, Selama 3 tahun. Ilmu yang ditekuninya ketika di pondok Langitan ialah Tata Bahasa Arab diantaranya seperti Nahwu, Shorof, Balaghah. Kemudian ia pindah ke pondok Baurno, Bojonegoro selama Dua tahun. Setelah itu ia pergi ke pesantren Kademangan di Bangkalan, Madura, disana ia berguru kepada seorang kyai yang paling masyhur diseluruh Jawa dan Madura di akhir abad ke-19 dan permulaanya abad ke 20 yaitu Kyai Kholil. Ia tinggal di pesantren kurang lebih 2 tahun dan memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata bahasa Arab, linguistik dan kesustraan Arab. Setelah menyelesaikan pelajarannya dipesantren ini , ia kembali kepondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik dan kemudian ia diambil menantu oleh Kyai Moh. Sholeh Tsani mendapat putrinya bernama Aminah tahun 1321 H/1895 M. Satu Tahun kemudian ia menunaikan ibadah haji ke tanah suci makkah pada tanggal 4 juli 1896 M.17

Bagi seorang cinta ilmu, perjalanan ibadah haji bukan hanya untuk menjalankan manasik saja, akan tetapi benar-benar dimanfaatkan untuk

17


(30)

21

“ngangsu kaweruh” kepada para masyayikh yang ada disana . apalagi perjalanan ke Makkah saat itu dengan naik kapal layar yang membutuhkan waktu yang relative panjang KH. Musthofa berkesempatan belajar “mudzakarah’ kepada para masyayikh di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi selama 6 bulan. Perjalanan dari Nusantara menuju Masjidil Haram dan Masjidil Nabawi membutuhkan waktu 2 hingga 6 bulan lamanya karena perjalanan dahulu hanya ditempuh dengan kapal layar. Bayangkan berapa banyak perbekalan berupa makanan dan pakaian yang harus dipersiapkan pada saat itu.

Sebelum berdirinya Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah atau dulunya orang menyebut “Pondok Kranji”, masyarakat desa kranji dan sekitarnya adalah masyarakat abangan. yaitu masyarakat yang melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan Syariat Islam, misalnya pemberian sesaji pohon, laut dan lain-lain. Kondisi masyarakat yang semacam itu, membuat sebagian masyarakat Kranji menghendaki adanya adanya sebuah tempat pengajian semacam pesantren sebagai benteng moraldan agama mereka. Namun kehendak mereka tersebut tidak bisa begitu mudah terwujud. Karena waktu itu desa Kranji mengalami krisis figur yang dapat menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat, panutan dan tempat memperdalam Agama Islam. Akhirnya masyarakat kranji membuat suatu pertemua yang dipelopori oleh H. Harun, K. Taqrib, K. Abdul Hadi, H. Utsman, H. Ibrahim, K. Mukmin, H. Asyraf. untuk mengambil seorang guru mengaji. Hasil pertemuan rapat mereka sepakat


(31)

22

mengambil guru mengaji . Pilihan tersebut tertuju kepada KH. Musthofa agar berkenan mukim sekaligus bertempat tinggal di Kranji.

Pada tahun 1900 M. KH. Musthofa bersama keluarganya hijrah ke Kranji menempati Rumah yang sekarang masih baik. selang beberapa tahun kemudian santri semakin banyak, bahkan ada yang datang diluar daerah Kranji, maka beliau membangun asrama tempat pemukiman, mengulang pelajaran, menghafal, dan lain sebagainya. Asrama sederhana tersebut letaknya disebelah selatan bangunan langgar (Musholla). Model pengajaran yang dilakukan dalam penyampaian di pondok pesantren Kranji adalah model sorogan dan kadang kala juga menggunakan cara wetonan dan menggunakan tradisional lainnya. Sistem model pengajaran seperti ini dikategorikan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai sistem pengajaran tersendiri, dan itu menjadi ciri khas sistem pengajaran yang membedakan dari sistem-sistem pengajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan formal. Ada metode pengajaran yang diberlakukan dipesantren-pesantren, diantaranya adalah sorogan, dan

wetonan. Metode-metode pembelajaran tersebut tentunya yang ada

dipondok pesantren, tetapi setidaknya paling banyak diterapkan dilembaga pendidikan tersebut.

Adapun sorogan tersebut berasal dari kata bahasa Jawa yakni “sorog” yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya (asisten kyai). sisitem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan


(32)

23

dengan seorang guru/kyai, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita sebagai orang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam mengiasai bahasa arab. Dalam metode sorogan, murid membaca kitab kuning dan memberi makna, sementara guru mendengarkan sambil memberi catatan, komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini, dialog atara guru dengan murid belum atau tidak terjadi. Metode ini tepat bila diberikan kepada murid-murid seusai tingkat dasar (Ibtidaiyah) dan tingkat menengah (tsanawiyah) yang segala sesuatunya perlu diberi atau dibekali.18

Sementara wetonan, kata wetonan ini berasal dari kata Bahasa jawa yakni “wektu” yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Dan metode wetonan ini cara penyampaiannya dimana seorang guru, kyai, atau ustadz membacakan aerta menjelaskan isi kandungan kitab kuning, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberi makna dan menerima. Jadi guru berperan aktif sementara murid bersifat

18 Muhammad Khofifi, “Pola Pendidikan Santri Pada Pondok Pesantren”,

https://khofif.wordpress.com/2009/01/17/pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren, (17 Januari 2009).


(33)

24

pasif. dan metode wetonan ini dapat bermanfaat ketika jumlah muridnya cukup besar dan waktu yang bersedia relatif sedikit, sementara materi yang harus disampaikan cukup banyak. Penyampaian tradisional lainnya adalah memberikan pengajaran secara umum kepada semua santri kemudian beliau menguji santri santrinya dengan cara menghafal satu persatu, mengulang pelajaran, mempraktekkan ilmu yang telah disampaikan. Adapun materi yang disampaikan yakni Al-Quran, Tafsir Al-Quran dan Al-Hadist, Fiqih, Nahwu, Shorof, Balaghoh, dan ilmu Tasawuf dan beberapa keterampilan lainnya.

K.H Musthofa adalah sosok pribadi yang istiqomah dan sangat menghargai waktu. Tiada waktu luang yang hilang begitu saja kecuali selalu diisi dengan aktifitas-aktifitas. Diantaranya, disela-sela mengajar mengaji Al-qur’an, beliau membuat tampar dari bahan lulup. Dari kerajinan tangan yang ditekuni setiap pagi itu, akhirnya sampai menghasilkan tampar yang cukup banyak dengan berbagai ukuran, dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Tampar produksi tangan KH. Musthofa itu memiliki keistimewaan, kendatipun kelihatan cukup kecil tapi cukup kuat untuk menarik beban yang besar. Bahkan akhirnya, masyarakat Kranji dan sekitarnya sangat menyenangi tampar buatan KH. Musthofa, karena kuat, murah dan bahkan sering tampar itu hanya dipinjamkan atau diberikan saja.

Disamping itu KH. Musthofa adalah seorang ahli Falaq. Hal itu karena dari kebiasaan beliau diminta oleh masyarakat yang akan


(34)

25

membangun masjid dalam menentukan arah kiblat. Mengingat pada saat itu belum ada alat kompas yang cukup mewadahi, maka untuk menentukan arah kiblat, peranan seorang ahli falak sangatlah dominan. Selain itu, KH. Musthofa juga ahli rancang bangun, karena bangunan-bangunan yang ada di komplek pondok kranji adalah hasil arsitektur beliau. Paling tidak, beliau aktif mengamati setiap hari terhadap pekerjaan bangunan para tukang batu maupun tukang kayu yang sedang menangani pembangunan pondok Kranji. Komposisi yang tepat dari campuran bahan bahan yang digunakan untuk lolo sungguh memerlukan keahlian tersendiri, mengingat waktu itu belum ada semen, tapi nyatanya sampai sekarang bangunan tembok masih kuat. Salah satu kelebihan yang lain adalah bahwa KH. Musthofa itu sangat gemar bersilaturahim kesanak saudaranya. Kebiasaan melakukan silaturahim tersebut biasa dilakukan pada hari libur ngajinya para santri, yaitu hari Jumat.

Disamping itu KH. Musthofa adalah salah seorang pengamal tharekat Samaniyah yang amalannya populer dengan sebutan “dzikir

saman”. Ketika berbicara tentang tarekat maka persoalan mengenai tasawuf akan ikut dibahas, hal ini dikarenakan antara tarekat dan tasawuf saling berhubungan satu sama lain secara subtansial dan fungsional. Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah, dan inilah yang menghubungkan antara tarekat dan tasawuf. Tarekat Samaniyah merupakan salah satu tarekat yang


(35)

26

mu’tabarah di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Nahdhatul Ulama yang mencermati perkembangan tarekat di Indonesia dengan melakukan kualifikasi atas tarekat-tarekat yang ada. Ada sekitar 45 tarekat di Indonesia masuk dalam kategori tarekat mu’tabarah. Adapun syarat sebuah tarekat menjadi tarekat mu’tabarah adalah tarekat tersebut mempunyai

sanad (mata rantai) yang tidak terputus atau bersambung kepada

Rasulullah SAW dan karena itu absah untuk diamalkan.

Tarekat samaniyah mulai menyebar ke Indonesia pada penghujung abad ke-18. Tarekat ini, yang pertamanya mengacu pada nama Syaikh Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Saman, merupakan perpaduan dari

metode-metode dan bacaan tarekat Khalwatiyah, Qadiriyah,

Naqsyabandiyah, dan Syadziliyah. Bahkan menurut KH. Zuber Abd Karim (alm) mengatakan bahwa yang membawa amalan dzikir Saman ke Sampurnan Bungah adalah mbah KH. Musthofa. Sebagai pengikut tarekat pada umumnya memiliki identifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh umumnya orang. Maka demikian pula halnya KH. Musthofa, beliau banyak menyembuyikan sesuatau yang khalayak ramai, dengan alasan takut popularitas, takut disanjung orang sehingga menimbulkan sifat takabbur dan riya’ yang dapat merusak pahala. Dapat dipahami apa dan mengapa rahasia dzikir Saman itu dilakukan pada malam hari dengan memadamkan lampu-lampu dan dzikir-dzikir yang dibaca pun dengan tanpa suara atau dengan suara yang lirih, nyaris tak terdengar. Rahasianya adalah mengandung suatu pesan atau ajaran bahwa dalam melakukan


(36)

27

hal tertentu sebaiknya dengan niat yang ikhlas khalishan mukhlishan liwajhillah, tanpa pamrih itu dan ini.19 Dzikir saman yang dilakukan pada malam ke-28 Ramadhan Sampurnan Bungah tepatnya di Pondok Pesantren Qomaruddin, dzikir saman sudah tidak asing lagi menjadi suatu budaya dan sering dilakukan di pondok pesantren Qomaruddin sehingga para tamu berdatangan dari sesepuh desa hingga tetangga desa ikut hadir dan berkumpul di sebuah Musholla yang bernama Langgar Agung.

Dalam sebuah cerita pengalaman Mohammad Djabir ketika masa kecilnya, dimana ia dalam mengikuti ngaji qur’an selalu dipaksa oleh ayahnya pada urutan pertama. Ngaji tidak akan dimulai sebelum Moh, Djabir nongol duduk pada urutan bangku yang pertama. Itulah kesan masa kecilnya ketika dibawah asuhan ayahanda KH. Musthofa. Bahkan secara khusus ada semacam wasiat bahwa : “Muhammad, jangan sekali kali engkau tinggalkan mengajar ngaji al-qur’an, walau sesibuk apapun. Sempatkan hal itu sebagai wiridan seumur-umur, insya Allah hidupmu akan barokah”.20

KH. Musthofa adalah salah satu seorang ulama salaf yang sangat mengutamakan keterampilan baca al-quran bagi para keluarga dan santri-santrinya.

Selain itu, KH. Musthofa juga seorang yang humoris, suka bercanda berkelakar. Suatu hari beliau kedatangan tamu dari desa Kemantren kecamatan Paciran dengan tujuan minta jampi-jampi dan barokah demi kesembuhan anaknya yang sudah cukup lama terkena

19

Tim Fokus. KH. Musthofa Riwayat Hidup, Perjuangan & Keturunannya 1871-2004 (Lamongan: Forum Komunikasi Bani Musthofa, 2004), 21.

20


(37)

28

penyakit gatal-gatal. Sudah kesana kemari berikhtiar mencari obat demi kesembuhan anaknya, namun selalu gatal. Tiba-tiba suatu malam orang itu mimpi bertemu dengan KH. Musthofa dan kontan saja pada pagi harinya ia sowan ke pondok Kranji bertamu kepada beliau. Setelah diceritakan bahwa anaknya bertahun-tahun mengalami sakit gatal-gatal dan sudah berikhtiyar kemana-mana tidak ada hasilnya, lalu ia minta jampi-jampi pengobatan kepada beliau sesuai pesan dalam mimpi tersebut. Karena mbah KH. Musthofa bukan seorag dukun, thabib atau bakul jamu, maka dijawab oleh KH. Musthofa dengan santai berbahasa Jawa. “menawi

sampun mekaten, inggih kajaran kemawon”. (Artinya: jika memang sudah

demikian, ya biarkan saja menunggu nasib). Tapi jawaban sederhana itu dipahami oleh sang tamu sebagai suatu jawaban yang sangat melegakan. Ia menafsiri ucapan KH. Musthofa itu bahwa: “Jika memang sudah demikian, ya berilah daun-daun pohon kajaran”. Maka pulanglah tamu itu dengan membawa resep “daun kajaran” dengan I’tiqad yang mantap dan yakin sebagai obat alternative yang mujarab.

Selang beberapa bulan kemudian, datang kembali tamu orang kematren tersebut ke pondok Kranji dengan membawa kendaraan cikar didalamnya penuh dengan buah-buahan, beras, lauk pauk dan lain-lainnya. KH. Musthofa sangatlah terkejut dengan pemandangan itu, sebab merasa tidak besanan dengan orang itu, dengan membawa buah tangan satu cikar seperti layaknya orang mau ngajak besanan saja. Setelah ditanya :” ada apa sampean iki ?”, jawabnya :” ya berterima kasih atas kesembuhan anak


(38)

29

saya, dan ini buah tangan sebagai tanda mengembalikan obat/resep yang pernah diberikan oleh mbah Musthofa yaitu “kajaran”. Jadi maunya kelakar semata-mata, tapi diaggap serius, akhirnya sembuh atas pertolongan Allah.

Dalam bidang kaderisasi, KH. Musthofa sangat memperhatikan sungguh-sungguh. Misalnya dengan seringnya beliau menugaskan kepada para anak cucu dan santri-santri senior untuk tampil dalam setiap kesempatan, seperti menjadi imam shalat rawatib, sementara KH. Musthofa turut hadir menjad makmum dibelakngnya. ini sungguh sesuatu “uswah” yang luar biasa sebagai tokoh sentral tetapi tidak egois, tidak merasa pintar sendiri, sementara orang lain dianggap tidak apa-apanya. Gaya-gaya ego sentris seperti itu justru menjadi ciri khas pada umumnya kyai-kyai tradisional. Mereka pada umumnya mengabaikan kaderisasi. Gaya kepemimpinanya mengguakan sistem “kepemimpinan Gajah mada”, dimana kerajaan menjadi kuat karena didukung oleh kekuatannya sendiri. jika ada yang berpotensi dikanan-kirinya yang tidak mau loyal (sami’naa

wa atho’na), segera ditumpas karena merasa akan menyaingi bahkan menutupi kebesara dirinya. Akibatnya setelah Gajah mada meninggal, maka kerajaan majapahit merosot tajam dan kemudian hancur akibat sikap kepemimpinanya yang egois, otoriter tanpa mau berpikir bagaimana mempersiapkan generasi masa depan.21

21


(39)

30

Sebagai perintis dan pengasuh pertama operasional pesantren sepenuhnya masih bergantung dan berpusat pada figur KH. Musthofa. Beliau belum memperbantukan potensi para santri atau para putra-putrinya. baru kemudian pada tahun 1924 M, sekembalinya salah satu puteranya, Kyai Abdul Karim Musthofa, yang belajar di pondok pesantren Tebuireng Jombang pulang ke Kranji Paciran Lamongan. Beliau mulai mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama “Tarbiyatut Tholabah”. Menurut KH. Ahmad Thohir saudara kandung KH. Mohammad Baqir Adelan. Bahwa, nama Tabiyatut Tholabah adalah pemberian/hadiah dari Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, ketika KH. Abdul Karim selesai belajar dipondok pesantren tersebut. Pondok pesantrennya sendiri pada saat itu masih dikenal dengan Pondok Kranji.

Sementara kurikulum madrasah yang didirikannya disesuaikan dengan kurikulum Madrasah Salafiyah Tebuireng Jombang, tempat Kyai Abdul Karim menuntut ilmu. Pada tahun 1928 M, Kyai Abdul Karim Musthofa pergi lagi menuntut ilmu ke Tebuireng dan kepemimpinannya sementara diserahkan kepada adik iparnya, Kyai Adelan dari Kranji, suami dari Nyai Shofiyah Musthofa. Setelah berada dipondok pesantren Tebuireng kurang lebih Lima tahun, tepatnya tahun 1933 M KH. Abdul Karim Musthofa pulang ke Kranji untuk yang kedua kalinya meneruskan dan memajukan kepemimpinannya banyak menghasilkan santri luar daerah yang mempunyai kapasitas intelektual dan bahkan cendekiawan


(40)

31

muslim, seperti KH. Moh. Tholchah Hasan (dari sidayu dan sekarang menetap di Malang), Kyai Abdul Karim Rosyid (dari Gelap Laren), KH. Abdur Rahman Syamsuri (pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Karangasem Paciran), KH. Abdur Rahim Thoyyib (mantan pegawai DEPAG RI-Delegan Panceng) dan masih banyak lagi lulusan pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji yang menjadi kyai lingkungan pondok pesantren Kranji dan daerah lainnya.

Sebelum kedatangan jepang, Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji pernah mengalami libur panjang, ketika penduduk Desa Kranji diperintahkan oleh Kyai Amin Musthofa ke desa Payaman untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini terjadi pada tahun 1941 M dan tahun 1942 M (adanya agresi Belanda yang menumpang tentara NICA). Ketika situasi sudah normal kembali, aktivitas pendidikan dan pengajaran pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji pun mulai berjalan dengan baik, bahkan pada waktu itu telah dibuka kegiatan olah raga senam yang dikenal dengan taiso. Taiso adalah bahasa jepang yang artinya senam atau bisa diartikan senam kesegaran jasmani. Taiso bisa dilakukan di koridor atau tempat yang memungkinkan untuk melakukan taiso. Musik

taiso yang meruoakan dentingan piano yang lembut, selalu terdengar

setiap menjelang jam kerja pada jam yang sama, musik sudah disetel secara otomatis. Maka, siapapun yang mendengar musik taiso, secara otomatis orang-orang akan bergerombol membentuk barisan, lingkaran atau depan belakang. Pada zaman dahulu, musik taiso ini hanya didengar


(41)

32

melalui radio Taiso. Taiso sudah menjadi tradisi nasional jepang. Dari anak-anak sampai orang lajut usia. Taiso ini merupakan program Nasional yang pertama kali diselenggarakan oleh radio NHK pada tahun 1928. Taiso menjadi sangat populer di Jepang, yaitu setelah perang dunia II dan sampai sekarang masih dilakukan dikalangan mahasiswa, pelajar maupun pekerja.22 Lebih dari itu di pesantren ini pernah diberi pelajaran bahasa jepang ketika KH. Abdul Karim Musthofa mempunyai teman akrab dari jepang yang masuk Islam namanya Abdul Hamid. Pada tahun 1943 M KH. Abdul Karim Musthofa diberi kedudukan oleh Jepang menjadi pegawai sumo kacuk (pada saat itu Pegawai Agama atau sekarang PNS DEPAG) di Bojonegoro, maka kepemimpinan pondok pesantren diwakilkan kepada adiknya KH. Amin Musthofa. KH. Amin Musthofa telah mempunyai pondok pesantren dan Madrasah Al Islam Wal Iman di Tunggul Paciran Lamongan. Setelah itu, KH. Amin Musthofa mendapat panggilan ayahnya (KH. Musthofa), akhirnya madrasah Al-Islam Wal Iman digabung dengan madrasah Tarbiyatut Tholabah. Namun Kepemimpinan KH. Mohammad amin dalam kepemimpinannya dipondok pesantren bisa dikatakan kurang aktif, mengingat tuntutan bergerilya di medan perang sebagai seorang militer, ia dituntut untuk turut bela negara, mengusir penjajah dari bumi pertiwi tercinta, ia menjadi tentara Hizbullah setelah pulang dari pondok tebuireng tahun 1934 bersama kakaknya, kyai ahmad Muhtadi. Pada peristiwa 10 Nopember 1945 ia sebagai komandan

22Dewi Aichi, “Taiso”,


(42)

33

pasukan Hisbullah dengan pangkat setingkat Letkol bersama saudaranya. Pada tahun 1949 Kyai Amin bersama kakaknya, Kyai ahmad Muhtadi gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa, tertawan oleh tentara Belanda kemudian dieksekusi, ditembak mati dilapangan Sebanteng desa Dagan kecamatan Solokuro dan dimakamkan disana satu lobang untuk berdua.

Pada tahun 1950 kepemimpinan pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah dipegang oleh KH. Adelan, kepemimpinan KH. Adelan ini merupakan Tradisi Baru, dimana seorang menantu dapat menduduki kepemimpinan pesantren. Hal ini karena anak-anak KH. Musthofa yang lain sudah bermukim dan mempunyai tugas diluar seperti Kyai Sholeh memimpin pondok pesantren Qomaruddin Bungah, KH. Abdul Karim sedang bertugas sebagai pegawai Departemen Agama Gresik, Kyai Abd Rahman sudah menetap didesa Payaman. Disamping itu tentu ada faktor lain yang menjadi pertimbangan kuat pengangkatan KH. Adelan setelah KH. Musthofa wafat tahun 1950 adalah karena kualitas keilmuan, senioritas, serta pengabdian dan loyalitasnya terhadap perjuangan Pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji.

Dalam Mengendalikan kepemimpinan pondok pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, KH. Adelan dibantu oleh para tokoh daerah sekitar seperti Mbah Abu Bakrin, Bapak Martokan dan lain sebagainya. Pada masa itu pondok Tarbiyatut Tholabah merekrut tenaga pengajar dari luar maupun tenaga pengajar dari keluarga Bani Musthofa yang sudah menamatkan belajarnya diluar, seperti KH. Moh.


(43)

34

Baqir Adelan yang waktu itu belajar di pondok pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang.

Pada masa kepemimpinan KH. Adelan memangku pondok pesantren sejak tahun 1958 tugas kependidikan diserahkan kepada KH. Moh. Baqir Adelan, anaknya yang keenam. Dengan demikian maka sebenarnya kiprah pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh KH. Moh. Baqir Adelan di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan itu sudah dimulai sejak sebelum ia memangku pondok pesantren. Sejak saat itu pendidikan di pondok Kranji mengalami kemajuan, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada tanggal 21 Desember 1976 KH. Adelan wafat dan dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Bani Musthofa Kranji Paciran Lamongan.

Pada tahun 1976 KH. Moh. Baqir Adelan memimpin pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan setelah ayahnya KH. Adelan. KH Moh.. Baqir Adelan adalah putra dari KH. Adelan dan Nyai Shofiyah, KH. Moh. Baqir Adelan sejak kecil sudah terlihat rajin belajar daya mempunyai daya intelegensia. Karena pada usia 11-12 tahun beliau sudah hafal beberapa kitab antara lain, Alfiyah Ibnu Malik (nahwu),

Imrithy (nahwu), Zubad (fiqh), Faraid Albahiyah (qawaid fiqhiyah),

‘Iddat al faridl (ilmu mewaris). Beliau anak yang patuh kepada orang tuanya dan memiliki jiwa wirausaha sejati, karena dengan kemampuannya menjual kue-kue dengan duduk didepan bilik-bilik pondok yang waktu itu santrinya masih sedikit.


(44)

35

Kristalasi pemikiran KH. Moh. Baqir Adelan sangat bermanfaat untuk masyarakat desa Kranji dan sekitarnya seperti bidang pendidikan, bidang dakwah, bidang sosial kemasyarakatan, dan bidang perekonomian. Pada prinsipnya upaya ini dilakukan untuk memberikan suri tauladan kepada santri agar mereka mempunyai jiwa kemandirian ketika lulus dari pesantren Tarbiyatut Tholabah. Dalam kepemimpinan KH. Moh. Baqir Adelan, beliau membangun dan mengebangkan sentral multi keterampilan di lingkungan pesantren bukan tanpa tujuan. Hadirnya sentra multi keterampilan yang digagas oleh beliau yang pertama, sebagian masyarakat sekitar pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah sangat bergantung pada hasil melaut, kedua, sebagaimana anjuran dalam Al-Quran, bahwa mencari rizqi tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ketiga, bahwa laut menyimpan sumberdaya yang sangat melimpah baik dari sumberdaya alam hayati dan juga non hayati. dalam kepemimpinan KH. Moh. Baqir Adelan Pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah mengalami kemajuan seperti dalam bidang Karya, bidang Dakwah, pendidikan, bidang sosial kemasyarakatan, dan bidang perekonomian. Pada tanggal 15 Mei 2006 M KH. Moh. Baqir Adelan menghembuskan Nafas Terakhir menghadap Allah Bikhusnul Khotimah Insyaallah. Inna lillahi wa inna Ilaihi Roji’un. Tepatnya pada tanggal 17 Robi’ul Akhir 1427 H.


(45)

36

Pada tahun 2006 setelah wafatnya KH. Moh. Baqir Adelan kepemimpinan pondok pesantren Tarbiyatut Tholabah diteruskan oleh putranya KH. Moh. Nasrullah Baqir sampai sekarang.23

C. Pemikiran KH. Musthofa

Pemikiran KH. Musthofa dalam kitabnya Sarh aqidah yang menerangkan tentang sifat dua puluh adalah suatu metode pengenalan Allah melalui sifat-sifatnya yang dibatasi pada Dua Puluh sifat. Dalam pemikirannya dikitab Syarh Aqidah salah satunya menerangan tentang sifat mustahil bagi Allah yakni Jahl.

“Makna Jahl (bodoh) mencakup dugaan, keraguan, tuduhan, lupa, tidur, mengetahui sebatas ide dan semisalnya. secara umum, yang dimaksud adalah segala hal yang menyerupai bodoh, yakni sama-sama berlawanan denga mengetahui. dikatgeorikan dalam makna bodoh karena tidak memiliki unsur mengetahui seperti halnya bodoh. Namun, sebenarnya yang dimakusdkan dengan tuli dan buta dalam masalah ini adalah sama sekali tidak dapt mendengar dan melihat karena ada hal-hal yang menghilangkan keberadaan hal-hal yang terdapat dalam mendengar dan melihat, karena harus ada hubungan antara keduanya dengan segala hal yang wujud, sebagaimana yang telah disebutkan diatas. yang dimaksd dengan bisu adalah sama sekali tidak dapat berbicara karena penyakit yang menyebabkan tidak dapat berbicara. termasuk juga diam dan berbicara dengan huruf dan suara. karena perkataan yang dilakukan dengan huruf dan suara, meskipun sangat baligh dan fasih yang dipandang sempurna oleh makhluk yang kurang”.24

Sifat Dua puluh itu dapat diklasifikasikan kepada empat kelompok, yaitu nafisiyah, Salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah. Kedua Puluh sifat itu ialah sebagai berikut:25

23

Fokus. KH. Musthofa Riwayat Hidup, 24.

24

Musthofa, Manuskrip Syarh Aqidah

25

Syahrin Harahap, Ensiklopedi Aqidah Islam, ed. Hasan Bakti Nasution, etal. (Jakarta: Prenada Media, 2003), 371.


(46)

37

1. Wujud, yang berarti ada, mustahil ‘Adam artinya Allah tiada. Sifat ini termasuk sifat nafsiyah, yaitu sifat yang menggambarkan kedirian Tuhan. Allah memiliki sifat wujud dan pada saat yang sama Allah mustahil memiliki sifat tidak ada (al-‘adam). Dalil adanya Allah ialah adanya alam semesta. Alam semesta ada tidak mungkin oleh dirinya, melainkan oleh luar dirinya, yaitu Allah. Bahwa Allah sebagai pencipta alam semesta dijelaskan oleh ayat yang berbunyi: “Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan segalanya isinya. (Q.S. Al-a’raf:53).

2. Qidam, Artinya sedia (tiada awal bagi ke beradaanya ), mustahil

Huduth artinya Allah tidak sedia (memiliki awal bagi keberadaanya).

3. Baqa’, artinya kekal (tiada akhir bagi keberadaanya), mustahil Fana’ Allah tidak kekal (fana’).

4. Mukhalafatuhu li al hawadits, artinya berbeda dengan segala makhluk,

mustahil, Mumathalatuhu Lilhawadith artinya Allah sama dengan makhluk.

5. Qiyamuhu binafsihi artinya Allah berdiri dengan sendirinya, mustahil,

Qiyamuhu Bighayrih artinya Allah berhajat kepada makhluk lainnya.

6. Wahdaniyat, Artinya Maha esa, Mustahil, Ta’adud artinya Allah

berbilang-bilang.

Kelima sifat Qidam, Baqa’, Mukhalafatu Hu li al hawadits, Qiyamu Hu Binafsi Hi, Wahdaniyat disebut sifat Salbiyah, yaitu sifat yang menolak sifat-sifat yang lain yang tidak relevan bagi Tuhan.


(47)

38

7. Qudrat, artinya Berkuasa, Yaitu Allah Berkuasa melakukan apa saja, mustahil, ‘Ajz artinya tidak berkuasa melakukan segala sesuatu. Dengan sifat ini Allah SWT. Mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu yang dikehendakinya, dan dengan sifat itu pula, Allah SWT.

kuasa melenyapkan atau menghancurkan apa saja yang

dikehendakinya. Adapun hal-hal yang dapat membuktikan kemaha kuasaan Allah ialah kemampuannya menciptakan alam raya ini meliputi planet-palnet, bintang-bintang, dan bumi dengan segala isinya, seperti tumbuh-tumbuhan, flora dan fauna, serta sumber daya alam seperti gas, minyak, emas dan energi-energi lain yang begitu bermanfaat bagi manusia. Dari semua sistem pengaturan perjalanan alam seperti rotasi bumi, cahaya yang begitu teratur sehingga berjalan dengan tertib sehingga tampak kemaha kuasaan Allah untuk menjalankan dan mengatur alam jagat raya ini sehingga tidak ada makhluk yang menandingi kemaha kuasaaan Allah SWT. Hal ini digambarkan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah:20).26

8. Iradat, artinya berkehendak, yaitu allah berkehendak/memiiki

kebebasan melakukan apa saja sesuai dengan kemauannya. Mustahil,

Karahah artinya Allah tidak memiliki kebebasan. dengan sifat ini Allh

SWT menentukan segala sesuatu, baik menyangkut waktu dan tempat maupun keadaan untuk mewujudkan atau meniadakannya. keberadaan

26


(48)

39

alam ini dengan segala perkembangannya didasarkan kehendaknya. Apabila Allah berkehendak maka ia mewujudkanya, dan apabila Allah berkehendak maka menghancurkannya, tidak ada makhluk yang dapat menghalanginya. Dalam al-quran: “Katakanlah, ya Allah yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang engkau kehendaki,dan engkau cabut kekuasaan dari siapa yang engkau kehendaki, dan engkau muliakan siapa yang engkau kehendaki dan engkau diamkan siapa yang engkau kehendaki. Ditanganmulah segala kebajikan, sesungguhnya engkau maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. (Q.S Ali Imran : 26).

9. ‘Ilmu, artinya memiliki ilmu yang mampu mengetahui segala sesuatu, baik yang zahir maupun yang tersembunyi. Mustahil, Jahl artinya Allah memiliki sifat tidak berilmu (bodoh). Sifat ini Allah mengetahui segala sesuatu peristiwa dengan tidak didahului oleh keraguan dan kesamaran. Dengan sifat demikian Allah mengetahui rahasia segala sesuatu, zhahir dan bathin, dan didalam ruang dan waktu. adanya ketentuan dan kualitas alam ini bukti dari ilmu Allah SWT.

10.Hayat. Artinya Allah hidup, mustahil, Maut artinya ia tidak hidup (mati). Kehidupan Allah tidak sama dengan kehidupan makhluk yang membutuhkan bantuan dari luar dirinya, sedangkan kehidupan Allah tanpa memerlukan ruang dan waktu serta bantuan makhluk. Melalui sifat hayat inilah muncul sifat ma’ani lainnya, yaitu berkuasa, berkehendak, mengetahui, mendengar, berbicara, dan melihat.,


(49)

40

sehingga menggambarkan kesempurnaan Allah. Dalam surat Al-furqan ayat 58 yang artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup,

yang tidak mati, dan bertasbillah dengan memujinya”.

11.Sama’. artinya mendengar, yaitu Allah mendengar segala sesuatu, mustahil Syamam artinya Allah tidak mendengar. Allah mendengar segala suara baik suara lahir maupun suara bathin yang sangat rahasia, termasuk yang masih dalam hati dan angan-angan manusia. berbeda dengan pendengaran makhluk seperti manusia yang terbatas pada suara-suara zhahir, tanpa dapat mendengar hal-hal yang ghaib. sedangkan pendengaran Allah tidak terbatas dan tanpa menggunakan alat.

12.Bashir, artinya melihat, yaitu Allah melihat segala sesuatu, mustahil,

‘Umy artinya Allah tidak melihat (buta). Allah SWT mampu melihat segala sesuatu yang ada di alam ini, termasuk gerak-gerik atau tingkah laku makhluknya yang nyata dan yang tersembunyi, termasuk melihat keadaan yang telah berlalu dan yang akan datang. Dalam al-quran Surat Al-Mukmin ayat 19. “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”.

13.Kalam, artinya berkata-kata, yaitu Allah berkata-kata dengan sempurna

perkataan, mustahil, Bukm artinya Allah tidak berkata-kata (bisu). Allah berbicara tapa menggunakan huruf dan suara. sifat ini menunjukkan allah mengetahui semua ilmu tanpa batas da kesudahannya. Dengan kalam nya dia berjanji menunjuki memberi


(50)

41

peringatan kepada makhluknya dan dengan kehendaknya pula makhluk dapat memahami kalmnya. “Dan Allah berbicara dengan Nabi Musa dengan pembicaraan yang sempurna”. (Q.S An Nisa’ : 164)

Ketujuh Sifat Qudrat Iradat, ilmu, Hayat, sami’, bashir, Kalam, disebut sifat ma’ani yitu sifat-sifat yang melekat pada zat Tuhan. 14.Qadirun, artinya yang berkuasa, mustahil, Kaunuhu ‘Ajizan artinya

Allah bersifat Lemah.

15.Maridun, artinya yang berkehendak, mustahil, Kaunuhu Karihan

artinya Allah tidak berkehendak.

16.‘Alimun, artinyayang mengetahui, mustahil, Kaunuhu Jahilan Allah yang bodoh.

17.Hayyun , artinya yang hidup, mustahil, Kaunuhu Mayyitan artinya

Allah mati.

18.Sami’un, artinya yang maha mendengar, mustahil, Kaunuhu Asam artinya Allah yang tidak mendengar (tuli).

19.Bashirun, artinya yang maha melihat, mustahil,Kaunuhu A’ma artinya

Allah buta (tidak melihat).

20.Muttakallimun, artinya yang berkata-kata dengan sempurna perkataan,

mustahil, Kaunuhu Abkam artinya Allah yang tidak berkata-kata.

Ketujuh sifat terakhir seperti Qadirun, maridun, ‘alimun, hayyun,


(51)

42

sifat yang ada pada Tuhan sebagai konsekuensi dari sifat-sifat ma’ani.27

27


(52)

43

BAB III

PROFIL PONDOK PESANTREN TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN

Berbicara masalah perkembangan Islam di Indonesia tentunya tidak dapat lepas dari membicarakan pondok pesntren. Sebab disamping merupakan salah satu benteng pertahanan ajaran Islam. Pondok pesantren juga merupakan suatu lembaga tempat menggali serta mengembangkan ajaran Islam secara lebih mendasar dan mendalam. Peranan ini telah ada sejak zaman pra penjajah dan masih tetap ada hingga saat ini. Namun untuk melacak sejarah pondok pesantren sangat sulit sekali terlebih pada masa sebelum penjajahan Belanda. Tapi jelasnya pesantren sering kali dirintis oleh kyai yang menjauhi daerah-daerah hunian untuk menemukan tanah-tanah kosong yang masih bebas dan cocok untuk untuk digarap. Seorang kyai membuka hutan diperbatasan dunia yang sudah dihuni, mengislamkan para kafir daerah sekeliling, dan mengelolah tempat yang baru dibabat.

Pada masa Penjajahan Belanda pendidikan pesantren sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1888 M menteri kolonial Belanda menolak memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah Islam karena campur tangan Gubernur Jendral yang tidak mau mengorbankan uang negara untuk sekolah-sekolah atau pendidikan Islam yang pada akhirnya hanya berhasil mengembangkan suatu sistem pendidikan. Namun pendidikan


(53)

44

tersebut tidak menguntungkan pengaruh kewibawaan Belanda.28 Hal ini bermula dari niatan kolonial Belanda yang ingin menggabungkan sistem pendidikan Islam yakni pesantren dengan sisitem pendidikan ala Eropa yakni sekolah umum. Dengan maksud hendak memprogamkan pendidikan yang murah tanpa mengeluhkan anggaran terlalu besar bagi pemerintah Belanda.29 Kolonial Belanda memandang bahwa selama ini pendidikan pesantren selalu mandiri dan tidak bergantung sama sekali terhadap pemerintah belanda. Sehingga pemerintah bermaksud menariknya kepada kebijakan pendidikan umum agar nantinya pemerintah tidak terlalu susah diributkan soal anggaran pendidikan karena pada dasarnya pendidikan Islam sudah tidak perlu subsidi secara keseluruhan.

Para pakar sejarah mengutarakan dua pendapat tentang asal-usul pesantren. Pertama mengutarakan bahwa pesantren merupakan modal dari pendidikan Islam yang memiliki kesamaan dengan pendidikan agama Hindu-Budha dengan sistem asramanya. Pendapat yang kedua mengutarakan bahwa pesantren diadopsi dai lembaga pendidikan Islam Timur Tengah yang diduga bahwa al-Azhar mungkin merupakan salah satu model pesantren yang didirikan pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.30

Dari sekian banyak pondok pesantren yang tersebar dipersada Indonesia, salah satu diantaranya adalah Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji

28

Karel A. Streebink. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern

(Jakarta: LP3ES, 1974), 6.

29

Ainur Rafiq Dawam. Manajemen Madrasah Pesantren (Sapen: Listafariska Putra, 2005), 12.

30

Harun Asrohah, Pelembagaan Pesantren: Asal-Usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa

(Jakarta:Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan Agama RI, 2004) 1-3.


(54)

45

Paciran yang berada di wilayah Lamongan yang merupakan serangkaian pondok pesantren yang ada di Kabupaten Lamongan.

A. Letak Geografis

1. Letak Desa

Desa Kranji adalah merupkan daerah yang cukup kondusif dengan mayoritas penduduk beragama Islam dengan mata pencarian sebagaian besar adalah Nelayan. Wilayah pertanian Desa Kranji adalah tegalan dan sawah tadah hujan yang setiap tahunnya dapat menghasilkan 1 kali padi dan 1 kali panen jagung.

Batas wilayah Desa Kranji adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Laut Jawa

Sebelah Selatan : Desa Payaman, Desa Dagan

Sebelah Barat : Desa Tunggul, Desa Sendang Agung

Sebelah Timur : Desa Banjarwati, Desa Drajat Luas Desa Kranji : 484,107 Ha

Yang dibagi menjadi :

a. Pemukiman Umum : 40,407 Ha

b. Pertanian Sawah : 15 Ha

c. Ladang/Tegalan : 330,126 Ha

Tingkat Kesuburan tanah

Dengan tingkat kesuburan :


(55)

46

Curah hujan dan ketinggian tempat

Curah Hujan : 155 - 160 mm.31

2. Sejarah Desa

Desa Kranji adalah sebuah desa yang terdiri dari 3 (tiga) dusun yaitu Dusun Kranji, Dusun Tepanas dan Dusun Sidodadi. Sebelum bernama Kranji, konon desa ini merupakan suatu wilayah kedanyangan yang dalam sebutan di Jawa Tengah disebut: Kademangan. Desa Kranji pada saat itu disebut “Bandungbondowongso”, sebab yang memegang tampuk pemerintahan desanya bernama “Ki Bandungbondowongso”.

Ki Bandungbondowongso punya abang kandung bernama “Ki Tunggul Wulung” yang memimpin pemerintahan di Kendanyangan Tunggulwulung (Desa Tunggul, sekarang). Yang setara zaman itu Desa Paciran masih bernama “Kendilwesi” dan desa Kemantren “Kendanyangan Pagerwojo”, semuanya diwilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Selang beberapa Ratus tahun kemudian tiada orang yang tahu pasti, apa nama desa ini serta siapa kepala desanya, karena zaman itu pulau jawa didera oleh kejamnya jaman penjajahan Kolonial Belanda yang kemudian disambung dengan penjajahan Jepang. siang dan malam, kala itu orang-orang tua, hanya berfikir esok hari makan apa dan adakah nyawa dia ataupun keluarganya masih bertahan ditubuhnya, sampai esok harinya.

31


(56)

47

Asal muasal nama Desa Kranji dalam ceritatera tutur . Pada suatu hari utusan Walisongo Sunan Kalijogo turba ke padepokan Empu Supo didesa Sorowiti lagi untuk mematangkan musyawarah tentang Majapahit, dalam pejalanan kali ini Sunan Kalijogo mampir ke Dalem padepokan sunan Drajat (Raden Qosim atau Raden Syarifuddin) dengan maksud untuk bebarengan menuju sorowiti. Sepulangnya dari Sorowiti ke Drajat pun, Sunan Kalijogo juga singgah di kasunaan Sunan Drajat dengan tujuan untuk meninjau dan mengevaluasi hasil pengembangan Islam yang telah dilaksaakan oleh Sunan Drajat diwilayah Desa Drajat dan sekitarnya.

Meski empaty warga untuk masuk Islam sudah banyak, namun perlu diingat bahwa dalam kurun waktu secepat itu adalah masih masa transisi dari agama Budha/Hindu ke agama Islam tidaklah mudah, maka tentu saja masyrakat dalam dalam menerimanya masih belum komparatif seperti sekarang ini.

Alkisah kedua wali sampai di desa drajat siang hari, setelah istirahat, sholat dzuhur dan makan siang, sorenya sunan kalijogo dan sunan drajat anjangsana dari dalem kasunaan Drajat ke arah barat desa, sambil ngobrol hingga tak terasa kalu waktu sholat ashar Sudah hampir akhir. kemudian keduanya mengambil air wudhu dan menunaikan sholat asar.

ketika kedua wali menjalankan sholat asha bertepatan ketika para pengembala ternak sedang berkemas pulang ke rumah masing masing.


(57)

48

sudah menjadi kebiasaan mereka, sebelum pulang selalu berkumpul untuk mengabsen kawan-kawan serta hewan gembalaanya disatu tempat yang tinggi dan lapang dibanding dengan tanah sekitarnya, apakah masih lengkap jumlah kawan dan hewannya atau tidak, untuk diajak pulang bersam-sama kerumah. walhasil ketika pengembala kagum sebab diatas batu yang biasanya tidak terdapat kegiatan apapun tiba-tiba nampak ada dua orang belaku aneh menurut pemikiran mereka karena ada dua orang yang melakukan takbir, rukuk dan sujud, mereka belum memahami apa maksud dan tujuan kegiatan kedua orang tua tersebut. Karena belu mengerti kalau kedua orang tersebut adalah tengah bermunajat pada Tuhannya yang menurut syariatnya, sah-sah saja menunaikan sholat ditempat manapun berada, asalkan memnuhi syarat dan rukun kesuciannya. Sedang para penggembala berusaha menggodanya.

Sisi lain karena kedua wali tadi sedang dalam pertengahan sholat, tentu saja beliau bungkam seribu bahasa. Sedang penggembala tetap mengerumuni kedua jamaah sholat sebab memang betul betul belum paham jika kedua orang tersebut adalah sosok Wali/kekasih Allah yang sedang asyik tawadhu’ dalam munjat dan pantang diajak bicara. Para gembala, selain mengajak bicara untuk mereka juga bertanya kepada keduanya, dari mana asal dan siapa namanya dan tanya ia sedang melakukan apa. Melihat kedua orang diam saja para gembala semakin heran dan penasaran, oleh akrenanya ada yang menggoda sejadi-jadinya. Sangking penasarannya ada salah seorang yang coba melempar sebutir


(58)

49

kerikil kearah wali yang sholat tadi dengan tekateki, apakah jika dilempar kerikilpun kedua orang tersebut kiranya masih tetap bungkam juga.

Meski dilempar batu sang Wali tetap Tawadhu’ karena sholatnya belum usai. Penggembala semakin menjadi-jadi dan kedua Waliyullah tetap sabar, khusyu’ dan tawadhu’ dalam ibadahnya. Sehingga para anak gembala berprasangka kalau kedua orang tadi adalah benar-benar orang yang tidak waras/gila. Lama para pengembala menunggui kegiatannya dan kira-kira apakah gerangan yang terjadi pada saat nanti sehabis melkukan kegiatannya. Usai salam dan berdo’a, Sunan Kalijogo bertanya kepada sunan Drajat : “Wah Dhi (panggilan dik, jawa halus), anak gembala disini kok nakal dan keranjingan?”. Sunan Drajat tak menjawab mengingat pertanyaan Sunan Kalijogo adalah sabda pandita ratu, beliau berfirasat bahwa ucapan Sunan Kalijogo tak dapat dianulir, ibarat “Ludah sudah tumpah ditanah tak dapat dijilat kembali” dan tentu akan terjadi sesuatu peristiwa esensial terhadap ucapan dari sag “Trahing Kusumo Rembesing Madu”, tersebut, maka beliau hanya engangguk tanda mengiyakan.

Sunan kalijogo meneruskan ujarnya :”kalau demikian besok bila penduduknya sudah ramai sebut saja desa ini dengan nama “Desa Kranji”. Sunan Drajat mengangguk setuju dan berucap kepada para gembala agar bersedia menjadai saksi sejarah dan memberitahukan kepada para orang tuanya sepulangnya dari tempat peristiwa tersebut tentang kejadian yang baru saja ia alami. Sunan Kalijogo pun mengangkat tangan memohon


(59)

50

ampun atas keterlanjuran ucapannya dan berdo’a memohon ampun kepadanya, serta mohon pada Allah agar desa tersebut besok penduduknya menjadi masyarakat yang agamis, aman tentram dan sejahtera. Sepulangnya dari sembahyangan, Sunan Drajat pun memberitahukan kepada para Santri bahwa desa disebelah barat desa Drajat tersebut adalah bernama “ Desa Kranji” dan juga memberitahu kepada Abdi Kinasihnya yang bernama Ki Ageng (Mbah) Penganthi, makamnya sekarang terletak di serambi Situs Sunan Drajat, Ki Ageng Penameng, makamnya terletak disebelah Desa Drajat bagian barat, dan Ki Ageng Karesikan makamnya di Bukit Keresikan, dusun Tepanas.32

3. Demografi

Sebagaian Besar penduduk desa Kranji adalah Nelayan, hal ini bisa dilihat dari tabel dibawah ini. Dengan jumlah penduduk mencapai 15.026 jiwa dan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk maka diharapkan bisa membuat terobosan-terobosan baru dalam yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat di Desa Kranji khususnya dan di kabupaten Lamongan pada umumnya, tercermin tabel di bawah ini.

32


(1)

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa bab yang telah diuraikan di atas kiranya dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. KH. Musthofa lahir pada bulan Sya’ban 1291 H / Oktober 1871 M di desa Tebuwung, kecamatan Dukun, kabupaten Gresik. KH. Musthofa

memulai pendidikannya Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri, KH.

Abd Karim pendiri pondok Pesantren Al-Karim tebuwung Dukun,

Pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah yang diasuh oleh

kyai Mohammad Sholeh Tsani, Pondok Langitan Tuban yang diasuh

oleh Kyai Ahmad Sholih, kemudian pindah ke Pondok Baurno

Bojonegoro (masih belum diketahui) dan yang terakhir di Bangkalan

di pondoknya Kyai Kholil. Maka dengan demikian bahwa perjalanan

intelektualnya tentang agama Islam dan masalah Pesantren sudah

cukup menguasai pada keilmuan agamanya.

2. Pondok Pesantren Tarbiyatut Thoolabah merupakan salah satu

lembaga pendidikan Islam tertua di Lamongan. Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah didirikan pada tahun 1898 M/1316 H yang

didirikan oleh KH. Musthofa. Di Desa Kranji, kecamatan Paciran,

kabupaten Lamongan, propinsi Jawa Timur, beraada di kawasan pantai


(2)

74

3. Peranan KH. Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah, Dalam perintisan dan pembangunan Pondok

dengan usaha pendirian kajian-kajian keagamaan. Dari situ santri yang

datang dari daerah lain mulai berdatangan. Tanah hibah yang diberikan

dari Bapak Harun kepada KH. Musthofa. Tanah yang ditumbuhi

pohon asam dan ditumbuhi pohon beringin besar, yang kemudian pada

tahun 1898 M membangun sebuah Pondok Pesantren. Secara aktif ia

memimpin pondok pesantren dengan sistem pengajaran sorogan dan

wetonan yang dilaksanakan sendiri, tanpa bantuan tenaga lain. Baru

pada tahun 1924 mulai berdiri sistem pendidikan klasikal yaitu

madrasah Salafiyah dan diberi nama madrasah Tarbiyatut Tholabah.

B. Saran

Dalam sebuah lembaga dibidang pendidikan, diharapkan besar

dalam kehidupan bermasyarakat bagi kehidupan generasi penerusnya

sebagai penerus perjuangan di tengah kehidupan bermasyarakat bangsa.

Dalam realita itulah, maa perlu kiranya penulis memberikan saran,

sehubungan dengan terealisasinya penulisan skripsi ini dengan judul

“Peran KH. Musthofa dalam mengembangkan Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan 1898-1950 M”. Adapun

saran-sarannya adalah sebagai berikut:

1. Kepada para anak cucu KH. Musthofa selaku sebagai penerus

perjuangan dan sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatut


(3)

75

perjuangan dan mengembangkan Pondok Pesantren Tarbiyatut

Tholabah. Baik itu pada bidang pendidikan maupun hubungan sosial

Pondok Pesantren dengan masyarakat. Tentunya dengan semangat

yang lebih tinggi dari KH. Musthofa.

2. Dalam penulisan skripsi ini yang bertajuk Peran KH. Musthofa dalam

Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan.

Penulis menyadari bahwa meski pada penelitian ini terdapat banyak

kekurangan, namun setidaknya-tidaknya isi dari penulisan skripsi ini

diharapkan mampu menghadirkan pengetahuan secara lebih luas dan

benar tentang keberadaan KH. Musthofa dan Pondok Pesantren

Tarbiyatut Tholabah, baik oleh generasi sekarang maupun generasi

yang akan datang, agar mereka tidak menjadi generasi yang buta


(4)

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Dudung.Metodologi Penelitian Sejarah Islam.Yogyakarta: Penerbit

Ombak, 1999.

Asrohah, Harun. Pelembagaan Pesantren : Asal usul dan Perkembangan Pesantren di

Jawa. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian Diklat Keagamaan Agama RI, 2004.

Briyan S, Tuner. Sosiologi Islam Suatu Analisa atas Tesis Sosiologi Weber.Jakarta:

Rajawali, 1984.

Dawam, Ainur Rafiq. Manajemen Madrasah Pesantren. Sapen : Listafariska Putra,

2005.

Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka, 1994.

Tim Fokus. K.H Musthofa Riwayat hidup, Perjuangan & Keturunannya 1871-2004.

Lamongan: Fokus, 2004.

Golba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta,

1995.

Kasdi, Aminudin. Memahami Sejarah. Surabaya: Unesa University Press, 2008.

Kutha Ratna, Nyoman. Metodologi Penulisan Kajian Budayandan Ilmu Sosial

Humaniora Pada Umumnya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Masyhud, M. Shulthon dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta:

Diva Pustaka, 2005.

Musthofa, Sharh Al-aqidah. 1321 H.

Rofiq, A. Pemberdayaan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2005.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 1982.

Steebrink, Karel A. Pesantren Madrasah : pendidikan Islam Dalam Kurun Modern.


(5)

Tim Penulis Departemen Agama. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah

Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003.

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Budi LA, “Profil Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholoabah” dalam http://”bfivepandawa.blogspot.co.id/2012/02/profil-pondok-pesantren-tarbiyatut. html. (21 Feruari 2012).

Muhammad Khofifi, “Pola Pendidikan Santri pada Pondok Pesantren”. http://khofif.

Wordpres .com/2009/01/17 pola-pendidikan-santri-pada-pondok-pesantren. (17 januari 2009).

Mohammad Syahid, Wawancara. Gresik, 8 Mei 2016


(6)

SURAT KETERANGAN

Nomor : 029 / Ponpes. TABAH / V /2016

Yang bertanda tangan dibawah ini kami Pengurus Pondok Pesantren

“Tarbiyatut Tholabah” Kranji Paciran Lamongan, menerangkan dengan sebenarnya

bahwa:

Nama : ABDUL WASI’ SA

NIM : A02212025

Fakultas : ADAB dan Humaniora

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Telah mengadakan penelitian dan pengambilan data untuk menyelesaikan

Skripsi dengan Judul “Peranan KH. Musthofa Dalam Mengembangkan Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1898-1950 M)”.

Demikian surat keterangan ini kami buat, kepada yang berwenang harap maklum dan kepada yang bersangkutan dapat dipergunakan semestinya.

Lamongan, 28 Juni 2016

Pengurus Pondok Pesantren “Tarbiyatut Tholabah”

Ketua Sekretaris