Peranan Kh.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Sawangan Depok

(1)

NARKOBA DI PONDOK PESANTREN

HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Nama

: Rahmat Hafizulloh

NIM

: 106052001970

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M.


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Mei 2010 Penulis


(5)

ii Rahmat Hafizulloh

Peranan KH.Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban

Penyalahgunaan Narkoba Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien

Sawangan Depok

Dzikir merupakan suatu metode yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren

Hidayatul Mubtadi’ien. Banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir bersama atau membantu orang-orang yang berdzikir dan adapun yang menyelenggarakan dzikir sendiri. Akan tetapi, metode dzikir yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi berbeda dengan dzikir-dzikir pada umumnya.

Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan subjek yang diteliti adalah Pimpinan

Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, pembimbing dan para santri. Dengan

proses wawancara dan observasi, fokus penelitiannya adalah pada peranan KH.Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan Narkoba.

Melalui analisis dan hasil penelitian yang memfokuskan pada kegiatan dzikir yang diberikan kepada korban penyalahgunaan narkoba dengan metode dzikir yang diterapkan oleh KH.Muhammad Djunaidi. Adapun metode dzikir yang digunakan KH. Muhammad Djunaidi adalah membaca Ratibul Al-Athas, ratibul hadad, shalawat, asmaul husna dan membaca istigfar sebanyak 1000 kali. Dengan dzikir hati santri menjadi tenang, santri mengingat kesalahan-kesalahan yang sudah diperbuatnya dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.


(6)

Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Ilahi Robbi atas berbagai macam nikmat-Nya terutama nikmat sehat wal afiat dan umur panjang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, pembahasan, maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. namun penulisan skripsi ini diselesaikan adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu selayaknya penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Rini Prihatini, M.Si sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Sugiharto MA sebagai Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi umumnya dan khusunya dosen dan staf pengajar pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam serta seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, wacana, wawasan, intelektualitas yang telah ditularkan kepada penulis selama berada dan mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak KH. Muhammad Djunaidi, sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yang telah memberikan izin, menerima dan informasi kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di Pondok Pesantren ini. Dan Bapak Muhammad Suhadi selaku pembimbing yang senantiasa menemani penulis dalam melakukan penelitian, serta segenap para santri yang telah menerima keberadaan penulis di Pondok Pesantren ini.

8. Setinggi-tingginya penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda H. Saeni Sachronih.S.Pd yang selalu memberikan dorongan motifasi kepada peneliti untuk maju dan melangkah sampai tujuan yang ingin dicapai, kepada mamah Hj. Hasanah, S.Pd.I yang selalu mendoakan peneliti, kepada abang Hadi Fatahuddin S.Kom dan Kakak Laela Hamdiyah, ST, yang terlebih dahulu menjadi sarjana dan menjadikan motivasi untuk peneliti agar bisa cepat menyusul menjadi sarjana, adik Khairul Fadhil Rifa’i yang juga mendoakan peneliti. Terima kasih atas semua kasih sayang dan kesabaran dan perhatiannya telah memberikan dorongan moril dan meteril, serta doa yang


(8)

Semoga Allah SWT membalas semua pengorbanan mereka dengan ganjaran yang berlinpah. Amin ya robbal’alamin.

9. Seluruh pembimbing dan para santri Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Pasir Putih Sawangan Depok yang sudah membantu menjadi

subjek penulis, terimakasih atas kerja samanya

10.Sahabat-sahabat, kawan satu perjuangan selama kuliah satu angkatan 2006, Abdul Somad, Dani, Qusairi, Khairunnisa, Zaura, Riskon Agung, Yuswandi, dan Seluruh LASKAR BPI 2006, Setyo, Hajami, Imran, Wiwin,

Ulfatun’nikmah, Maria Ulfa, Nur Aini, Syarifah, Zahra, Nawal, Diah, Fita, Osin, Husnul, Feby, Sukma, Febrika, Harlia, Iklima, Pras, dan Puguh terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga ini bukan akhir perjumpaan kita, tapi adalah awal dari ikatan persaudaraan kita. bergegaslah kawan, sambut masa depan, tetap berpegang tangan dan saling berpelukan.

Demikianlah skripsi ini penulis buat dan penulis persembahkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya terutama dalam memajukan Bidang Bimbingan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 9 Juni 2011 Penulis

Rahmat Hafizulloh


(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………... vi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ………..

A. Latar Belakang Masalah………

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….

C. Tujuan Penelitian………...

D. Manfaat Penelitian………

E. Tinjauan Pustaka………...

F. Metodologi Penelitian………

G. Sistematika Penulisan………

LANDASAN TEORI……….

A. Peranan……….

1. Pengertian Peranan………...

2. Jenis-jenis peranan………...

B. Remaja……….. Pengertian Remaja……… 1 1 7 8 9 9 11 14 15 15 15 18 18 18


(10)

viii BAB III

C. Narkoba………

1. Pengertian Narkoba………..

2. Jenis-Jenis Narkoba………..

D. Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba……….

1. Faktor Individu……….

2. Faktor Sosial……….

3. Faktor Lain………...

E. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba………..

1. Pencegahan Primer.………..

2. Pencegahan Skunder……….

3. Pencegahan Tertier………

PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDI DAN PONDOK

PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK

A. KH. Muhammad Djunaidi………

1. Biografi KH. Muhammad Djunaidi……….

2. Riwayat Pendidikan……….

3. Pengalaman………...

4. Karya Tulis………...

5. Kiprah KH. Muhammad Djunaidi di Masyarakat……….

20 20 22 27 28 29 29 30 30 31 31 43 43 43 44 45 46 46


(11)

viii BAB IV

BAB V

B. Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien………

1. Sejarah Berdiri……….

2. Visi Misi………...

3. Program……….

4. Sarana………

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA……….

A. Identifikasi Informan……….

B. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi

Dalam menangani korban Penyalahgunaan Narkoba………. C. Analisis Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam Menyadarkan

Korban Penyalahgunaan Narkoba. ……….

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Penanganan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien. ……… PENUTUP……… A. Kesimpulan……… B. Saran……….. 47 47 50 51 59 60 60 65 71 75 78 78 79 Daftar Pustaka Lampiran


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan fase dimana seseorang memiliki rasa penasaran dan keingin tahuan yang tinggi, selalu ingin mencoba dan diakui eksistensinya di masyarakat. Sehingga mereka seringkali melakukan eksperimen dengan apa yang mereka rasakan itu penting bagi dirinya walaupun hal tersebut terkadang bertentangan dengan norma umum yang berlaku.

Perubahan dan perkembangan itu sering menimbulkan kegoncangan dalam dirinya, dalam pergaulan sehari-hari ia tidak diterima dalam dunia anak-anak. Di saat demikian diperlukan bimbingan dan arahan yang bijaksana dari pada orang tua dan guru, agar para remaja tidak canggung tidak merasa ketakutan dan cemas untuk menjalani pengalaman baru dalam kehidupannya yang penuh dengan hal-hal yang masih asing baginya. Terutama kehidupan yang sifatnya merusak. Sebab remaja merupakan harapan masyarakat, agama dan Negara di masa depan sebagai generasi penerus perjuangan.1

Ajaran Islam mengandung banyak petunjuk (bimbingan) dalam segala bidang kehidupan, maka untuk menjaga agar manusia jangan sampai mengalami penderitaan yang lebih jauh, bimbingan Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul

1

Dadang Hawari, Psikiater, Terapi Detoksifikasi Rehabilitas Pasien Naza. (Jakarta : Jakarta Press 2004), h. 20


(13)

dapat digunakan oleh setiap orang, yang memahaminya dan dapat pula dimanfaatkan oleh para ahli dibidangnya.2

Jika diperhatikan dengan seksama, manusia dalam kehidupan sehari-hari akan terlihat dengan bermacam prilaku. Maksudnya adalah ketika mempunyai masalah ada yang kelihatan tegar, acuh dan dibawa santai, ada pula yang gelisah, sering mengeluh, bersedih hati, tidak semangat dan terasa berat memikul tanggung jawab dalam kehidupannya.3

Sebagai makhluk sosial sering kali didengar banyak orang yang mengatakan bahwa ia sedang menghadapi masalah. Adapun arti dari kata masalah ialah “sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan)”.4 Dalam setiap tahap perkembangan manusia akan menemui permasalahan. Mulai dari peristiwa kelahiran, pernikahan maupun pristiwa kematian, dampak psikologis kesemuanya berada dalam lingkungan kehidupan keluarga dan masyarakat. Remaja dan keluarga tidak dapat dipisahkan, karena keluarga adalah ruang lingkup terdekat bagi perkembangan remaja.

Keluarga merupakan kumpulan dari individu-individu yang satu sama lain terkait oleh sistem kekeluargaan. Pilar utama keluarga adalah suami istri atau ayah dan ibu dimana dari sana berkembang sebuah keluarga besar, karena keluarga merupakan unit terkecil di masyarakat. Ciri hidup keluarga adalah adanya ikatan

2

Zakiah Derajat, Psikoterapi Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke- 1, h. 25. 3

Zakiah Derajat. Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 3

4

Pusat Bahasa Departemen Nasional, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-3, h. 719.


(14)

emosional yang alami. Hal ini tercermin dalam dinamika hubungan solidaritas, dimana dalam keadaan normal terhadap rasa saling ketergantungan, saling membutuhkan serta saling membela.

Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat ada sifat-sifat kekeluargaan meskipun cakupannya lebih luas dibanding sifat-sifat kekeluargaan dalam sebuah keluarga. Bahkan sesungguhnya di dalam ikatan kebangsaan juga ada nilai-nilai kekeluargaan, yang oleh karena itu dalam membangun bangsa bisa diambil pelajaran dari nuansa-nuansa hidup di dalam keluarga.

Bagi setiap keluarga yang sedang berada dalam situasi yang penuh konflik, kemampuan mengendalikan diri dari anggota keluarga dipertaruhkan pada saat itu. Sebuah keluarga diuji sampai seberapa jauh ikatan batin yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga dalam menghadapi problem didalam kehidupan berkeluarga. Disini keluarga dituntut supaya mempunyai mental spiritual yang kuat agar tidak goyah dalam menghadapi cobaan dalam situasi dan kondisi seperti apapun.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155 :

Artinya : “Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan


(15)

Ayat di atas memeberikan kesimpulan bahwa dalam membangun keluarga haruslah didasari dengan pondasi yang kuat yaitu agama. Dimana agama di dalam sejarah kehidupan manusia merupakan kebutuhan untuk membimbing kehidupan. Agama menurut pengertian yang terbatas di lingkungan pemeluk agama samawi terutama islam, adalah merupakan perwujudan dari petunjuk Allah yang tertuang dalam bentuk-bentuk kaidah perlindungan yang ditunjukkan kepada umat manusia agar mereka mampu berusaha di jalan yang benar dalam rangka memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.5

Mengenal Tuhan adalah membenarkan dengan qalbu, menyatakan dengan lisan dan melaksanakan dengan perbuatan. Iman akan kuat apabila selalu berzikir dan iman akan melemah sesuai dengan tingkat kelupaan dan kelalaian hati untuk berzikir. Ketika manusia berbuat maksiat, maka imannya berkurang dan bahkan keluar dari qalbunya. Apabila iman sudah keluar maka tertutuplah pintu kebenaran cahaya hidayah dan manusia akan terjerumus pada kekafiran, kemusyrikan, kefasikan dan kedurhakaan.6

Hal ini yang di alami oleh para korban penyalah gunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, mereka terganggu jiwanya dan mentalnya disebabkan akal sehat dan keimanan mereka telah rusak oleh racun-racun minuman keras, narkotika dan obat-obatan terlarang.

5

Sahilun A Nasir, Problem kehidupan dan pemecahan, suatu pendekatan Psikoreligius, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003),Cet. Ke-1. H. 25.

6


(16)

Agama menawarkan jalan keluar yang terbaik dalam upaya mengatasi atau menghindari permasalahan dalam keluarga, yaitu melalui dengan pendekatan diri kepada Allah SWT (psikoreligius) berupa dzikir dan do’a. Dzikir adalah ibadah yang biasa dilaksanakan setiap detik dan setiap saat agar manusia selalu ingat dan selalu bersyukur kepada Allah SWT.7

Dzikir bisa dilakukan dengan cara sendirian maupun secara bersama-sama atau berjama’ah, banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir bersama-sama untuk membantu orang-orang yang ingin berdzikir. Salah satunya adalah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yang beralamat di Jl Raya Pasir Putih Sawangan Depok.

Keberadaan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien bertujuan untuk membantu proses penyembuhan gangguan kejiwaan terutama yang diakibatkan oleh penyalah gunaan narkotika. Dalam hal ini Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien menggunakan metode: Dzikir, shalawat wajib, ratib hadad, ratib Al-Athas, shalat sunnah, mandi taubat dan membaca asmaul husnah.

Kegiatan yang dilakukan setiap harinya dimaksudkan untuk beribadah dengan konsepsi taqqarub (mendekatkan diri pada Allah) melalui dzikir dan memberikan pengalaman bathin atau mengisi jiwa dengan kalimat tauhid, agar dengan demikian hati selalu berisi dengan menyebut asma Allah dan mendapatkan ketenangan jiwa. Ketenangan inilah yang dapat mengalihkan korban narkoba yang dibimbning oleh

7


(17)

KH. Muhammad Djunaidi dari kenikmatan narkoba beralih kepada kenikmatan illahiyat. Metode dzikir itu merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar -Ra’du ayat 28:

Artinya: “Ingatlah hanya dengan dzikir dan mengingat Allah hati menjadi tenang”. Mereka yang dirawat dan dibimbing oleh KH. Muhammad Djunaidi di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien ini diperlakukan sebagai orang yang terkena penyakit hati yang sedang dalam berada dalam keresahan dan kesedihan. Karena hatinya tidak lagi mengingat kepada Allah sebagai pencipta dan yang memiliki segalanya. Yang diakibatkan oleh racun-racun narkoba yang menghancurkan jiwa mereka. Untuk membantu memulihkannya diperlukan suatu bimbingan kearah yang baik melalui dzikir.

Peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam membantu proses penyembuhan santri. Menggunakan metode dzikir yang dilakukan mempunyai fungsi kataris yaitu pelepasan emosi yang terpendam dalam hati mereka. Proses kataris ini sangat penting bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah emosional.

Biasanya proses kataris ini terjadi ketika korban narkoba mendapatkan pelajaran dzikir (talqin) atau ketika melakukan dzikir itu sendiri. Pada waktu penerima talqin, sering kali korban merasa terbuka hatinya seakan memperoleh jalan

8


(18)

keluar. Kemudian mereka mencurahkan dan langsung mengungkapkan isi hatinya dengan ekspresi tangis dan memohon ampun kepada Allah. Dan Mursyid akan membiarkan mereka terus menangis karena tangisan dianggap sebagai salah satu cara atau bentuk pengobatan yang setelah itu korban merasa lega dan kemungkinan besar akan sembuh dalam waktu yang relative cukup singkat.

Pendeskripsian fenomena di atas sangat menarik untuk diteliti lebih jauh yang mendalam, secara sistematis dimaksudkan untuk mengetahui proses penyembuhan korban penyalahgunaan narkoba yang dibimbing langsung oleh KH. Muhammad Djunaidi melalui metode dzikir dan penelitian ini, peneliti mencoba menuangkannya dalam sebuah judul penelitian “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

Mubtadi’ien Sawangan Depok”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

Penelitian ini merupakan penelitian pokok KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Pembimbing yang membantu KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani santri penyalahgunaan narkoba. Serta Santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yang terdiri dari 6 orang


(19)

santri yang melakukan rehabilitas korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

Dalam hal ini penulis juga membatasi waktu penelitian dari mulai terhitung tanggal 02 Februari 2011 sampai dengan tanggal 08 Juni 2011. Karena waktu yang amat singkat ini maka penulis tidak melakukan wawancara terhadap orang tua santri, dikarenakan tempat tinggalnya jauh dari Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

2. Perumusan Masalah

a. Langkah-langkah yang dilakukan KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba.

b. Faktor pendukung dan penghambat penanganan korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

c. Analisis peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menyadarkan korban penyalahgunaan narkoba.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana harapan KH. Muhammad Djunaidi dalam memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba..

2. Untuk mengetahui bagaimana harapan pembimbing dalam penanganan korban penyalahgunaan narkoba.

3. Untuk mengetahui bagaimana harapan santri agar sembuh dari ketergantungan narkoba.


(20)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta menambah pengetahuan bagi segenap aktivitas akademika khususnya jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam rangka memberikan stimulus atau rangsangan bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam upaya mengkaji dan menyempurnakan peranan KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan praktisi Dakwah, serta dapat memberikan manfaat untuk syiar Islam dalam bimbingan melalui dzikir.yang dilakukan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

Adapun Dzikir dan korban penyalahgunaan narkoba atau NAPZA

E. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut pengamatan Penulis dari hasil observasi yang dilakukan, sampai saat ini, penulis tidak menemukan skripsi yang membahas tentang “Peranan KH.


(21)

Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok”.

Hanya saja, sebelumnya ada beberapa skripsi yang membahas mengenai penyalahgunaan narkoba yang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk mengetahui materi penelitiannya, di bawah ini diuraikan sebagai berikut :

1. Judul skripsi “Pelayanan Konseling pada Rehabilitasi Pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur”, Penulis Amelia, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, tahun 1430 H / 2009 M.

2. Judul skripsi “Pengaruh Pelaksanaan Dzikir Syifa Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) di Yayasan Nurus Syifa Kelapa Dua Jakarta Barat” Penulis Tini Aulawiyah Komba, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, tahun 1429 H / 2008 M.

3. Judul skripsi “Pelaksanaan Metode Meditasi dan Dzikir Sebagai Terapi Rehabilitasi Korban NAPZA di Pondokl Pesantren Al-Magfirah Bogor” Penulis Muklis, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, tahun 1425 H / 2004 M.

Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan di atas adalah bahwa, penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah :

Pertama, ingin mencari tahu bagaimana pelayanan konseling yang diterapkan di RSKO Cibubur Jakarta Timur. Kedua, adakah pengaruhnya dalam pelaksanaan dzikir syifa terhadap kesehatan mental serta para korban NAPZA di Yayasan Nurus Syifa. Ketiga, ingin mengetahui metode meditasi dan dzikir yang dilaksanakan sebagai terapi rehabilitasi NAPZA di Pondok Pesantren Al-Magfiroh Bogor.


(22)

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penulis ingin mencari tahu “Peranan KH. Muhammad Djunaidi Dalam Menangani Korban Penyalahgunaan Narkoba”. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk menelitinya dan apa yang penulis lakukan pada dasarnya tidak ada tulisan yang dijadikan pembanding terhadap skripsi ini, sehingga skripsi yang ada ini murni hasil karya penulis.

F. Metodelogi Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam menentukan metode penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan mengambarkan apa adanya suatu pristiwa. Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Moleong, bahwa penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata,mgambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, isi laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.9

2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Kyai dan pembimbing yang menangani santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul

9

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda karya) Cet. Ke-22, h. 11.


(23)

Mubtadi’ien Sawangan Depok dan 6 orang santri korban penyalahgunaan narkoba.

b. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah Pelaksanaan rehabilitas korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

3. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini bertempat di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Desa Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terhitung mulai tanggal 02 Februari 2011 sampai tanggal 08 Juni 2011.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut :

a. Observasi

Penulis menggunakan observasi sebagai teknik pengumpulan data. Adapun observasi itu adalah penulis melakukan proses penanggulangi


(24)

korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok. Dalam hal ini penulis akan mengobservasi Kyai, pembimbing dan santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan 1 orang kyai, 2 orang pembimbing dan 6 orang santri korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok.

c. Dokumentasi

Data diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan formal, literatur, majalah, koran dan arsip lain yang berhubungan dengan administrasi dan data-data Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok sebagai pendukung dari hasil wawancara.

5. Teknik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan, kemudian akan dianalisis dan di interprestasikan. Data yang diperoleh dikumpulkan, dikelompokkan dan dibutuhkan analisis. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Yang diterbitkan oleh ceqda. Tahun 2007.


(25)

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini pembahasan dibagi menjadi lima bab, adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI Meliputi: Peranan, Pengertian Peranan, Jenis-jenis Peranan, Remaja, Pengertian Remaja, Narkoba, Pengertian Narkoba, Jenis-jenis Narkoba, Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan narkoba, Upaya Pencegahan.

BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDIDAN PONDOK PESANTREN

Meliputi: Biografi KH. Muhammad Djunaidi, Riwayat Pendidikan, Pengalaman, Karya Tulis, Kiprah KH. Muhammad Djunaidi, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, Sejarah Berdiri, Sejarah Berdiri, Visi Misi, Program, Sarana.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA Meliputi: Identifikasi Informan, Harapan KH. Muhammad Djunaidi, Harapan Pembimbing, Harapan Santri.


(26)

15

LANDASAN TEORI

A. Peranan

1. Pengertian peranan

Kata peranan berasal dari kata “peran” yang berarti bagian atau turut

aktif dalam suatu kegiatan. Sedangkan peranan adalah tindakan oleh seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.1

Menurut Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang dikutip oleh David Berry mendefinisikan “peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu”.2

Masih menurut David Berry, harapan-harapan merupakan hubungan dari norma-norma sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaanya”.

Menurut Soerjono Soekanto, dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.3

1

A. Arifin, Kamus Ilmiah Indonesia Populer, (Bandung : Rajawali Press, 2004), Cet. Ke-3, h. 99.

2

N. Grass W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, di kutip oleh Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.

3


(27)

Di dalam buku Psikologi Sosial, Abu Ahmadi menerangkan bahwa,

“peranan adalah suatu pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya”.4 Ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan seseorang menyesuaikan sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya serta menjalankan hak dan kewajibannya .

Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu.5

Di dalam teorinya, Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat bagian, yaitu menjalankan hak dan kewajibannya.

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial b. Prilaku yang jmuncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukan orang-orang dalam prilaku d. Kaitan antara orang dan prilaku

Masih menurut Biddle dan Thomas, ada lima istilah tentang prilaku dalam kaitannya dengan peran, yaitu:

4

Abu ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 114. 5

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori psikologi sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-8, h. 214.


(28)

a. Expectation (harapan)

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan yang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.

b. Norm (Norma)

Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut Secord dan Backman (1964) “norma” hanya salah satu bentuk

“harapan”.

c. Performance (Wujud Perilaku)

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud prilaku ini nyata, bukan sekedar harapan.

d. Evaluation (Penilaian)

Orang memberikan kesan positif atau negative terhadap suatu prilaku. Kesan negative atau positif inilah yang dinamakan penilaian peran. e. Sanction (Sanksi)

Sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang tadinya dinilai negative bias menjadi positif.


(29)

2. Jenis-jenis peranan

Adapun jeni-jenis peranan sebagai berikut:

a. Role Position ialah kedudukan sosial yang sekaligus menjadikan statkus atau kedudukan dan berhubungan dengan tiggi rendahnya posisi orang tersebut dalam struktur sosial tertentu.

b. Rolle Behavior adalah cara seseorang memainkan perannya.

c. Role Perception ialah bagaimana seseorang memandang peranan

sosialnya, serta bagaimana dia harus bertindak dan berbuat atas dasar pandangannya.

d. Rolle Expectation ialah peranan seseorang terhadap peranan yang

dimainkannya bagi sebagian besar warga masyarakat.6

B. REMAJA

Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang

6

A. Sutarmadi dan Al Tirmidzi, Peranan dan Pengembangan Hadits dan Fiqih, (Ciputat : Logoso Wacana Ilmu, 1998), h. 27.


(30)

dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.

Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.


(31)

Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.

Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.7

C. NARKOBA

1. Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'. Pengertian lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

7


(32)

a. NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

b. PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

c. BAHAN ADIKTIF LAINNYA adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.

d. MINUMAN BERALKOHOL adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol.8

Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah

8

. http:/www.jenis-jenis narkoba./makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/07/pengetahuan-dan-jenis-jenis-narkoba.html. Tanggal 04 April 2011.


(33)

psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu.

Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.9

Bahan zat baik secara alamiah maupun sintetis yaitu narkotika, psikotropika dan zat adiktif jika masuk kedalam tubuh manusia tidak melalui aturan kesehatan atau dokter berpengaruh terhadap otak pada susunan pusat dan bila disalahgunakan bertentangan dengan ketentuan hukum.10

2. Jenis-jenis Narkoba

Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.

Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom.

Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven).

9

http://www.scribd.com/doc/13163940/Pengertian Narkoba. Tanggal 25 Maret 2011 10

http://polreskotacimahi.com/index.php?option=com conten&view=article&id=525itemid=129. Tanggal 25 Maret 2011.


(34)

Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok remaja (usia 14-20 tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya (Putauw).11

a. OPIAT atau Opium (candu)

Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi).

b. MORFIN

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena).

c. HEROIN atau Putaw

Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak

11


(35)

sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.

Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion (± 30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia). Ingin selalu menyendiri untuk menikmatinya.

d. GANJA atau kanabis

Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ini terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.

e. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs

Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar ¼ perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12 jam.


(36)

f. KOKAIN

Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam (kokain hidroklorida) dan bentuk basa (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dibanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang disebut koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.

g. AMFETAMIN

Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy. Nama lain fantacy pils, inex. Metamfetamin bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan dalam


(37)

bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang dirancang khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).

h. SEDATIF-HIPNOTIK (Benzodiazepin/BDZ)

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus. Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz.

i. ALKOHOL

Merupakan suatu zat yang paling sering disalahgunakan manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi)


(38)

dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi.

Dikenal 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (minuman anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).

j. INHALANSIA atau SOLVEN

Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tinner, uap bensin.Umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan kerusakan fungsi kecerdasan otak.

D. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Prof. DR. Dadang Hawari, penyebab penyalahgunaan narkoba ini biasanya berasal dari faktor individu, faktor sosial, budaya dan juga dari faktor


(39)

lainnya. Tapi yang paling utama terjadinya penyalahgunaan narkoba tentu karena banyak tersedia di mana-mana baik di pemukiman, di rumah, sekolah, kampus, di jalanan, diwarung-warung kecil dan lain sebagainya. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam penyalahgunaan narkoba sebagai berikut.12

1. Faktor Individu

Dari faktor individu ini sangat dominan terjadi dari aspek kepribadian, yaitu yang menyangkut pada tingkah laku anti sosial seperti, kepribadian ingin melanggar, sifat memberontak, melawan apa saja yang berbau otoritas, menolak nilai-nilai yang teradisional, mudah kecewa dan sifat tidak sabar.

Faktor individu (diri sendiri) merupakan faktor dimana seseorang mampu mengontrol apa yang dapat dilakukannya.

Kecemasan dan depresi ini, banyak terjadi pada orang yang tidak dapat menyelesaikan kesulitan hidupnya sehingga timbul depresi dan akan berakibat pada penyalahgunaan narkoba. Pengetahuaan yang kurang tentang napza akan mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaanya, sehingga akan mengakibatkan orang berfikir negatif terhadap penggunaannya, sehingga akan mengakibatkan penyalahgunaan narkoba.

12

Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza, (Jakarta: UI Press, 2004), h. 17-57.


(40)

Keterampilan berkomunikasi dengan teman sebaya sangat berpengaruh pada penyalahgunaan narkoba. Pada orang atau anak yang kurang trampil berkomunikasi juga akan menyebabkan tidak dapat menolak atau menghindar jika ada orang yang menawarkan untuk mencoba sesuatu (narkoba), sehingga akan mengakibatkan pada penyalahgunaan narkoba.

2. Faktor Sosial

Adapun faktor sosial budaya antara lain berasal dari kondisi keluarga. Hubungan keluarga yang kurang harmonis sehingga akan menyebabkan kurang nyamannya kondisi dalam rumah. Ada pula dari pengaruh teman kelompok, sebaya yaitu keinginan untuk mencoba biasanya datang dari pengaruh teman, di samping rasa takut sesorang atau anak untuk tidak diterima dalam kelompoknya akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.

Faktor sosial juga dapat dipengaruhi dari kondisi di sekolah, seperti kurang ketatnya peraturan sekolah tentang tata tertib penyalahgunaan narkoba dan kurang adanya seminar mengenai dampak negative dari penggunaan narkoba. Adapun sistem kontrol yang kurang ketat akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.

3. Faktor Lain

Ada tahap penyalahgunaannya narkoba yaitu akan diawali dari tahap coba-coba, rekreasi, situasional dan akhirnya sampai pada tahap ketergantungan


(41)

dan dampak dari penyalahgunaan narkoba ini bukan hanya pad kondisi fisik dan kondisi psikologik saja tetap juga berdampak besar pada kondisi sosial-ekonomi.

Dari faktor lain yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba yaitu berasal dari promosi iklan yang berlebihan atau kurang jelas tentang khasiat suatu obat, akan menyebabkan orang atau anak mencari kompensasi ke penyalahgunaan narkoba.

E. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Upaya yang paling baik dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba tentunya yaitu melalui upaya pencegahan yang dilakukan kepada manusia sebagai calon pengguna dan pengadaan narkoba serta pemasarannya. Menurut Lydia Harlina Martono pencegahan yang dapat dilakukan antara lain melalui langkah-langkah di bawah ini :13

1. Pencegahan primer (Primary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan orang yang belum mengenal narkoba serta komponen masyarakat yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan narkoba. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antaralain: Penyuluhan tentang bahaya narkoba, penerangan melalui berbagai

13

Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta : Balai Pustaka), h. 17.


(42)

media tentang bahaya narkoba, pendidikan tentang pengetahuan narkoba dan bahayanya.

2. Pencegahan Skunder (secondary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan “kepada orang-orang yang sedang coba-coba menyalahgunakan narkoba serta komponen masyarakat yang berpotensi

dapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan narkoba”14

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini adalah deteksidini anak yang menyalahgunakan narkoba, konseling bimbingan sosial melalui kunjungan rumah penrangan dab pendidikan pengembangan individu (life skills) antara lain tentang keterampilan berkomunikasi, keterampilan menolak tekanan orang lain dan keterampilan mengambil keputusan dengan baik.

3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

Pencegahan ini dilakukan “kepada orang yang sedang menggunakan narkoba danyang pernah atau mantan pengguna narkoba, serta komponen masyarakat yang berpotensidapat membantu agar berhenti dari penyalahgunaan

narkoba dan membantu mantan pemakai narkoba untuk dapat menghindari”915. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok linggkungannya.

14

Ibid., h. 77-80. 15


(43)

Sehubungan dengan interaksi faktor narkoba, individu, dan lingkungan sebagai penyebab penyalahgunaan narkoba seperti yang telah diuraikan, ada empat model penanggulangan yang terdapat di dunia dan upaya pencegahannya16. Setiap model mempunyai strategi atau cara pendekatan sesuai disiplin ilmu dari setiap model.

a. Model Moral Legal

Model ini menganut model tradisional atau konvensional yaitu “para penegak hukum, tokoh agama, dan kaum moralis”. Disini narkoba dianggap

sebagai penyebab masalah. Obat atau zat digolongkan pada berbahaya dan tidak berbahaya. Obat berbahaya adalah obat yang membahayakan kehidupan manusia, berbahaya atau tidak aman, dan penggunaanya bertentangan secara sosial dan legal. Oleh karena itu, pengedar atau penjual dan penggunanya secara moral (sosial) dan legal adalah pelaku kejahatan yang harus dihukum dan dijauhan dari lingkungan sosialnya.

Ahli farmakologi memandang penggunaan narkoba dari sudut ilmiah objektif, bebas dari pengaruh nilai dan subjektivitas, Artinya pengaruh pengguna narkoba terhadap tubuh ditentukan oleh faktor-faktor seperti dosis, cara pakai, frekwensi pemakaian, dan kondisi tubuh pemakai, terlepas dari hal-hal yang bersifat subjektif dan dari nilai baik buruknya. Di lain pihak, masyarakat lebih cenderung melihat penyalahgunaan narkoba dari perasaan

16


(44)

sujektif dan nilai-nilai moral legal. Oleh karena itu, upaya yang sering diwarnai oleh hal-hal yang bersifat emosional dan subjektif.

Tujuan utama penanggulangan adalah bagaimana menjauhkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat narkoba adalah unsure aktif, sedangkan masyarakat adalah korban yang harus dilindungi dengan pengaturan moral, sosial, dan legal. Pencegahan dilakukan dengan pengawasan ketat peredaran narkoba, meningkatkan harga jual, ancaman hukuman berat dan peringatan keras tentang bahayanya. Diharapkan kepada masyarakat agar waspada terhadap bahayanya.

Model ini dahulu menjadi bobot terbesar cara penanggulangan dibanyak Negara. Saat ini pun berlaku pada negara yang penegakan hukumnya menjadi tolak ukur, seperti Singapura dan Malaysia. Indonesia mengikuti upaya yang dilakukan Negara yang menerapkan model moeral legal tersebut, akan tetapi penegakan hukumnya masih sangat lemah.

b. Model Medik dan Kesehatan Masyarakat

Ahli kedokteran dan kesehatan mengganggap penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga penanggulangannya pun harus mengikuti cara pemberantasan penyakit menular, seperti malaria. Model narkoba individu lingkungan tidak ubahnya model kesehatan masyarakat dalam memberantas penyakit menular seperti malaria, dengan model segitiga agent-hostenvironment.


(45)

Sama halnya dengan model pertama, model ini masih menganggap narkoba sebagai penyebab masalah. Namun, narkoba disini diartikan sebagai penyebab ketergantungan, bukan suatu hal yang berbahaya, seperti yang diartikan pada model yang pertama. Oleh karena itu, yang dimaksud narkoba adalah semua obat, bahan atau zat yang dapat menyebabkan pengaruh ketergantungan atau adiktif (zat adiktif), disebut NAPZA, termasuk alkohol, nikotin, dan kafein.

Penanggulangannya tidak jauh berbeda dengan model pertama. Hanya disini narkoba tidak dilihat sebagai unsure yang berbahaya dan melanggar hukum, tetapi sebagai penyebab suatu penyakit. Individu pun digolongkan sebagai rawan atau tidak rawan.

Indonesia pun menganut model ini, misalnya, penyalahguna ditolong hanya secara medik; pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran narkoba, dan informasi mengenai narkoba sebagai penyebab ketergantungan. Upaya pencegahan di tunjukan pada sekelompok masyarakat dari bahaya

“ditularkan” oleh pecandu, indentifikasi dan pertolongan pada kelompok

yang beresiko tinggi, serta penerangan. Informasi bahaya narkoba dilakukan seperti halnya kampanye anti narkoba.

c. Model Psikososial

Model psikososial menempatkan individu sebagai unsure yang aktif dalam rumus narkoba individu lingkungan. Penanggulangannya ditujukan


(46)

pada faktor prilaku individu. Disebut model psikososial, karena perilaku seseorang bergantung pada dinamika dengan lingkungannya, baik dari segi perkembangan dan pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan lingkungannya (dinamika kelompok).

Model psikososial tidak melihat penyalahgunaan narkoba sebagai masalah narkoba, akan tetapi masalah manusia, sehingga dapat dikatagorikan sebagai salah satu pilaku adiktif yang lebih luas, seperti adiksi terhadap seks, uang, kekuasaan, belanja, pekerjaan dan lain-lain. Yang merupakan gaya hidup hedonitis (senang mencari kenikmatan) pada masyarakat modern. Perilaku ini disebut perilaku adiktif sebagai prilaku

kompulsif. Jadi, sumber masalah adalah diri sendiri, bukan pada narkoba atau

penggunaannya.

Pencegahan pada model ini ditunjukkan pada perbaikan kondisi pendidikan atau lingkungan psikososialnya, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemberian informasi tentang narkoba dengan cara menakut-nakuti sangat tidak dianjurkan.

d. Model Sosial - Budaya

Model ini menekankan pentingnya lingkungan dan konteks sosial-budaya. Contoh, merokok adalah prilaku norma yang dapat diterima oleh sebagian besar orang dewasa. Pemakaian ganja, pada beberapa daerah atau Negara dianggap wajar. Namun, penyalahgunaan narkoba lain dikatakan


(47)

sebagai prilaku yang menyimpang atau “tidak normal”. Artinya, menyimpang dari norma sosial-budaya yang berlaku, yang variabelnya ditentukan oleh kultur atau subkultur yang sangat komleks.

Pandangan sosial-budaya melihat prilaku menyimpang tersebut sebagai produk yang kurang menguntungkan dari system sosial tertentu. Konformitas, kopetensi, prestasi dan produktivitas berpengaruh ganda terhadap seseorang karena dapat merugikan atau menguntungkan.

Sasaran penanggulangan pada model ini akan perbaikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Industrialisasi, urbanisasi, kurangnya kesempatan kerja dan sebagainya. Menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, lembaga-lembaga, terutama pendidikan, perlu dimodifikasi menjadi lebih manusiawi, pelayanan kesehatan dan sosial ditujukan bagi kepentingan klien atau pasien, pengembangan potensi masyarakat pada setiap kelompok umur, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.

e. Model Pendekatan Komprehenshif

Setiap model memperlihatkan pandanagn yang berbeda dan menganjurkan saran yang berbeda pula untuk mencegah dan menanggulangi

penyalahgunaan narkoba. Jika lebih menitikberatkan pada “bagaimana

menghindarkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat”17. Undang-undang dan penegakan hukum memegang peran terbesar. Jika masalahnya

17


(48)

lebih ditunjukkan kepada upaya “menghindarkan manusia dari penggunaan narkoba” maka profesi dibidang perbaikan prilaku memegang peranan utama. Jika masalahnya adalah bagaimana menciptakan lingkungan agar narkoba tidak disalah gunakan, masyarakat dan lembaga-lembaga terkait perlu dilibatkan.

Penulis sadari bahwa masalah penyalahgunaan narkoba sangat kompleks. ssTidak mungkin masalah itu didekati hanya dari satu sisi saja. Oleh karena itu, agar upaya penanggulangannya efektif dan efisien, perlu dilakukan secara bersama-sama. Agar semua pihak mengambil bagian masing-masing sesuai dengan kompetensi dan bidang tugasnya.

Di berbagai Negara maju, tampak ada kecenderungan pendekatan pada model psikososial dan sosial-budaya. Dengan pengalaman puluhan tahun dan biaya sangat besar, mereka melakukan upaya model tradisional,

yaitu model moral legal, tetapi hasinya tidak memuaskan. “Negara-negara yang telah menghabiskan biaya besar setiap tahunnya untuk pemberantasan pengedaran gelap narkoba, ternyata hanya berhasil menekan tingkat

peredarannya sebesar 4% saja”18

. Oleh karena itu, sekarang banyak Negara beralih pada model-model lain dengan mengadakan riset mengenai programnya serta efmektifitas dan efesiensinya.

18

Dadang Hawari, Penyalahgunaan Dan Ketergantungan Naza (Narkotika, Alkohol dan Zat adiktif), (Jakarta; UI Press, 2004) h. 17.


(49)

Pola pencegahan penyalahgunaan atau ketergantunan NAZA dapat dilihat dari dua aspek antara lain upaya supply reduction dan demand reduction, dengan pendekatan security approach dan welfare approach. Yang dimaksud dengan supply reduction adalah upaya- upaya untuk mengurangi sebanyak mungkin pengadaan dan peredaran NAZA, dan kepada mereka yang terlibat dikenakan sanksi hukuman yang maksimal, bahkan kalau perlu sampai pada hukuman mati. Upaya supply reduction ini dilakukan kepada aparat penegak hukum dan instansi yang terkait dengan pendekatan security approach yaitu pendekatan keamanan.

Yang dimaksud dengan demand reduction adalah upaya-upaya untuk mengurangi sebanyak mungkin permintaan atau kebutuhan terhadap NAZA oleh para penyalahgunaan. Upaya demand reduction ini dilakukan oleh kalangan kedokteran dan kesehatan maupun masyarakat serta instansi yang terkait. Upaya ini dilaksanakan dengan pendekatan welfare approach yaitu pendekatan kesejahteraan, misalnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terapi dan rehabilitas terhadap para penyalahguna atau ketergantungan NAZA.

Upaya pencegahan dapat dilakukan apabila diketahui pola penyebab

dan penularan “penyakit NAZA”. Pencegahan atau prevensi terbagi dalam tiga bagian, yaitu :


(50)

1. Prevensi primer adalah pencegahan agar orang yang sehat tidak terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA.

2. Prevensi skunder adalah terapi (pengobatan) terhadap mereka yang terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA (pasien)

3. Prevensi tersier adalah rehabilitas bagi penyalahguna atau ketergantungan NAZA setelah memperoleh terapi.

Untuk dapat melakukan pencegahan, pemberantasan serta penanggulangan penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA secara terpadu.

1. Menurut Dadang hawari dalam penelitiannya menyatakan bahwa permasalahan penyalahgunbaan atau ketergantungan NAZA sudah sedemikian kompleks sehingga dapat merupakan ancaman dari sudut pandangan mikro (keluarga) maupun makro (masyarakat, bangsa dan negara) yang pada gilirannya membahayakan ketahanan nasional. Oleh karena itu rekomendasi berikut ini yang disampaikan Dadang Hawari perlu dapat perhatian pemerintah dan masyarakat secara sungguh-sungguh, yaitu :

2. UU Narkotika dan UU Psikotrapika yg sudah ada perlu direfisi, dan dilengkapi dengan PP-nya. UU dan PP tentang alkohol (minuman keras) belum ada, padahal RUU alkohol yang ada tidak relevan dan bertentangan dengan WHO.

3. Kasus-kasus internal affair yang terjadi dan melibatkan oknum aparat perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini


(51)

berhubungan dengan national security. Ibaratnya kalau hedak menyapu lantai yang kotor tentunya memakai sapu yang bersih bukan yang kotor pula.

4. Perlunya dibentuk instisusi khusus dibidang penanggulangan atau pemberantasan NAZA yang berwibawa dan disegani langsung dibawah Presiden, semacam DEA

(Drugs Enforcement Agency) di Amerika Serikat.

5. Bila ada Indonesian Corruption Watch, maka perlu ada Indonesian Druga and alcohol watch yang merupakan LSM yang dapat memberikan tekanan kepada pemerintah.

6. Anggaran oprasional dan kesejahteraan dari aparat kepolisian hendaknya ditingkatkan dan di sesuaikan. Hal ini dimaksut untuk memperkecil terjadinya

“kolusi”.

7. Meningkatkan kesadaran aparat kejaksaan dan kehakiman untuk memberikan sanksi maksimal terhadap pidana NAZA, kalau perlu dengan hukuman mati.

8. Memberdayakan potensi masyarakat untuk secara swakarsa, swadaya, swasembada dan swadana memerangi NAZA dilingkungannya masing-masing untuk menciptakan lingkungan bebas NAZA. Mulai dari tingkay RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dan seterusnya. Sistem keamanan lingkungan (siskamling) yang sekarang ini perlu diperluas cakupannya antara lain mencegah atau menanggulangi peredaran NAZA dilingkungannya masing-masing.


(52)

9. Perlu pendidikan dan penyuluhan sejak dini mulai dari rumah, sekolah, tempat kerja dan dimasyarakat bahwa NAZA haram hukumnya baik dari segi agamamaupun Undang Undang.

Ada tiga katagori penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA, yaitu:

a. Sebagai pasien yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya hukuman.

b. Sebagai korban yang perlu mendapat terapi dan rehabilitas dan bukannya hukuman.

c. sebagai pemakai sekaligus pengedar perlu mendapat terapi, rehabilitas dan dilanjutkan dengan proses hukum.19.

Upaya pencegahan dalam arti prevensi primer dapat diupayakan dirumah, disekolah, ditempat kerja dan di lingkungan sosial atau masyarakat. Prevensi primer dalam bentuk penyuluhan bahaya penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA perlu secara itensif, berkesinambung dan konsisten dilaksanakan kepada mereka yang masih sehat (belum terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA).

Dari pengamatan diketahui bahwa mereka yang semula sehat kemudian terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA itu disebabkan karena ketidak tahuannya terhadap bahaya NAZA dan kurangnya sosialisasi dibidang hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahaya NAZA.

19

Dadang Hawari, Terapi Detoksifikasi Rehabilitas (pesantren) Mutakhir (system Terpadu) Pasien NAZA, (Jakarta, 2004), h. 15


(53)

Narkoba adalah merupakan bahan-bahan atau zat kimia yang apabila digunakan dapat mempengaruhi syaraf pusat. Zat kimia tersebut kimia mengubah atau mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku mereka yang menggunakannya. Zat tersebut seperti apoida (martin dan heroin), kokain, ganja, sedotin, atau hipnotika dan alcohol. Zat-zat ini mempunyai efek terutama dalam fungsi berfikir, dan apabila disalahgunakan dapat mengakibatkan ketergantungan.20

20

Shalihin Mukhtar, Terapi Supistik, Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Persepektif Tasawuf, Bandung: Setia 2004, h. 100


(54)

43

PROFIL KH. MUHAMMAD DJUNAIDI DAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI’IEN SAWANGAN DEPOK

A. KH. Muhammad Djunaidi

1. Biografi KH. Muhammad Djunaidi

Abu Hallah Al-Jundi adalah nama pena KH. Muhammad Djunaidi HMS, panggilan akrabnya adalah Buya Junet, beliau ialah salah seorang kyai muda kharismatik yang berada di kecamatan Sawangan kota Depok, beliau adalah salah seorang pimpinan Pondok Pesantren di wilayah kota Depok. KH. Muhammad Djunaidi di lahirkan di Jakarta 22 Maret 1974. Merupakan buah tercinta ibu Hj. Aminah dan dari seorang Ayah H. Muhammad Shaleh Bin Raisin, KH. Muhammad Djunaidi merupakan anak ke delapan dari enam belas bersaudara, beliau dilahirkan dari keluarga yang kental tradisi agama dan lingkungan santri. Hal ini terbukti dengan pendidikan yang ditempuhnya, lebih lama menempuh pendidikan non formal (pesantren) dari pada pendidikan formal (sekolah). KH. Muhammad Djunaidi kecil bersama teman sebaya dikampung pada masalah rajin mengaji di surau, menginjak usia remaja oleh orang tuanya dimukimkan ke berbagai pesantren.1

1


(55)

2. Riwayat Pendidikan

Mengenai riwayat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh KH. Muhammad Djunaidi adalah Pendidikan dasar yang di tempuh di Madrasah Salafiyah Syafiiyah Pangkalan Jati Pondok labuh; Lalu dilanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Adapun pendidikan non formal yg pernah di tempuh KH. Muhammad Djunaidi ialah Di Pondok Pesantren Hidayatuth Thullab di bawah asuhan Prof. Dr. KH A. Yasin Asmuni; dilanjutkan ke Pondok Pesantren Darul Hadits Malang di bawah asuhan Muhaddits, Prof. Dr. Alhabiib Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad bin Faqih Al-Alawi, lalu dilanjutkan ke Buya Dimyati Banten, Muksid Thariqah Asy-Syajiliah.2

KH. Muhammad Djunaidi seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu membuatnya mengembara menemui satu guru keguru yang lain. Hampir seluruh pelosok Nusantara beliau jelajahi untuk memburu ilmu. KH. Muhammad Djunaidi Setiap pertemuannya denga seorang guru yang beliau pinta hanya satu, diangkat menjadi murid dunia akhirat. Sebelum mendapat pengakuan itu, beliau tidak akan meranjak walau berapa tahun lamanya.

KH. Muhammad Djunaidi juga berguru kepada Habib Umar bin Ahmad bin Abdullah bin Hasan Al-Aththas dan para habaib lainnya. Kedekatan beliau dengan para habaib membuatnya dikunjungi oleh Habib Salim Asy-Syatiri dari Yaman.

2 Abu Halla Al-Jundi, mengubah Takdir Dengan do,a. (Jakarta; Jausan, 2010) Cet


(56)

Selain kepada beliau, KH. Muhammad Djunaidi juga pernah berguru (tabarrukan) kepada Habib Zai bin Smit (di Rubath, Madinah) dan Syekh Muhammad Alawi Al-Maliki.

3. Pengalaman

Menjelaskan mengenai pengalaman dari KH. Muhammad Djunaidi tidak diragukan lagi, karena KH. Muhammad Djunaidi membantu korban penyalahgunaan narkoba melalui metode dzikir. KH. Muhammad Djunaidi berdakwah dengan cara mendirikan sebuah Pondok Pesantren khusus untuk membantu korban narkoba, santri yang melaksanakan pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien tidak dipungut biaya. Selain mendirikan Pondok Pesantren untuk korban penyalahgunaan narkoba yang dibawah bendera Arjuna Managemen, KH. Muhammad Djunaidi juga sering dipanggil untuk berdakwah dengan menyampaikan ceramah-ceramah hampir seluruh Indonesia dan khususnya dilingkungan sekitar Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien Sawangan Depok, tidak hanya memimpin Pondok Pesantren akan tetapi KH. Muhammad djunaidi memimpin Majlis Dzikir yang bernama Asmaul Husna dan Jauzan Kubra.

Dalam berorganisasi KH. Muhammad Djunaidi dari usia dini sudah mengikuti organisasi Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh Hadlratus Syeikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Dalam organisasi ini KH. Muhammad Djunaidi menjadi Pengurus PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) kisaran pada jaman KH. Abdurrahman


(57)

Wahid. Selain mengukuti organisasi islam, KH. Muhammad Djunaidi juga mengukuti organisasi pencaksilat yang bernama pagar nusa.

4. Karya Tulis

Adapun karya tulis KH. Muhammad Djuanaidi berupa buku bacaan, yaitu :

a. Renungan Santri Pinggiran, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2009

b. Mengubah Takdir Dengan Doa, Jakarta; Penerbit Jausan cetakan pertama 2010

c. Pesan Dari Langit, Jakarta Jausan Cetakan Pertama 2011

5. Kiprah KH. Muhammad Djunaidi di Masyarakat

Kegiatan KH. Muhammad Djunaidi pada setiap harinya hanyalah membina sekaligus memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan narkoba melalui metode dzikir. Namun di samping memberikan bimbingan terhadap santri KH. Muhammad Djunaidi juga menerima para tamu yang datang dari luar daerah maupun luar negri untuk berobat atau hanya sekedar untuk bersilaturahmi. Selain itu untuk kegiatan kemasyarakatan KH. Muhammad Djunaidi di antaranya memberikan ceramah-ceramah di lingkungan sekitar pondok pesantren Hidayatul Mubtadi’ien atas permintaan atau undangan dari masyarakat atau dari luar kota. KH. Muhammad Djunaidi juga sebagai wira usaha, banyak bidang usaha yang beliau tekuni dari mulai produk dalam negeri sampai produk luar negeri.


(58)

KH. Muhammad Djunaidi juga memimpin Majlis Dzikir Asmaul Husna dan Jauzan Kubra yang dilaksanakn seminggu sekali yang jatuh pada setiap malam Jum’at dan sebulan sekali jatuh pada setiap tanggal 22 malam, ada pengajian rutin yg diselenggarakan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Pengajian ini dibuka secara umum yang jama’ahnya dihadiri dari berbagai macam penjuru, bahkan ada yang dari luar negeri.

B. Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in

1. Sejarah Berdiri

Pesantren ini terletak di daerah yang dulu terkenal angker dan seram, yaitu di Jalan Raya Pasir Putih Rt. 05/03 No.18 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok. Nama Pesantren ini diambil dari nama Pondok Pesantren tempat KH. Muhammad Djunaidi menuntut ilmu. Bahkan, Pondok Pesantren ini merupakan cabang resmi dari Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien di Lirboyo Kediri Jawa Timur. Perbedaanya adalah pada penambahan program rehabilitasi mental yang juga menjadi sasaran awal proses pendidikan pesantren tersebut.

Pada awalnya, pondok pesantren ini belum memiliki bangunan permanen yang layak digunakan sebagai sebuah pondok. Pengajiannya pun diselenggarakan di kamar biasa. Karena semakin hari santri semakin bertambah, maka diupayakanlah bangunan permanen yang presentatif. Atas dukungan beberapa donatur dan dermawan, sekarang ada sebuah bangunan awal dua kamar santri, satu buah gubuk,


(59)

satu buah Masjid, satu rumah kyai dan tanah yang cukup luas, sehingga proses belajar santri dapat belajar sebagaimana mestinya. Meskipun bangunan sampai saatini belum terselesaikan. Bahkan menurut rencana pembangunan Pondok Pesantren ini akan ditambah dengan mendirikan fasilitas yang belum tersedia di komplek Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

Semula berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien merupakan bentuk perhatian KH. Muhammad Djunaidi dengan nasib dan kondisi anak-anak muda yang kurang mendapat perhatian dari keluarganya terutama pemuda-pemuda yang mengalami masalah, seperti pecandu narkoba dan para pemuda yang prustasi. Para pemuda ini kebanyakan tidak mendapat perhatian dari keluarganya, khususnya dari kedua orang tuanya. Pesantren ini mencoba untuk menampung mereka, mendekati mereka, dan memberikan bimbingan kepada mereka melalui metode dzikir dengan bebas biaya.

Alasan ini yang memotifasi proses awal pendirian Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Namun setelah berjalan beberapa waktu, ternyata masyarakat di lingkungan sekitarnya menuntut dibukanya suatu lembaga pendidikan, Majlis ta’lim, kajian kitab kuning seperti Tauhud, Fiqih dan lain-lain. Berangkat dari tuntunan masyarakat itulah, akhirnya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien dibuka untuk umum.

Pondok Pesantren Hidayatul mubtadi’in berdiri di atas tanah pribadi milik KH. Muhammad Djunaidi. Yang luasnya Kurang lebih sekitar 1000 M2. Diatas


(60)

tanah ini berdiri bangunan-bangunan yang merupakan komponen dari sebuah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien, di antaranya adalah dua kamar santri, satu buah masjid sebagai sarana ibadah dan satu buah rumah KH. Muhammad Djunaidi.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat luas, di samping aktifitas Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien dihadiri oleh para santri, pondok pesantren ini membuka pengajian mingguan yang diikuti oleh ibu-ibu dan bapak-bapak yang berada di lingkungan pondok pesantren maupun di luar lingkungan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien.

Berawal dari pembangunan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien pada tahun 2001 maka pimpinan KH. Muhammad Djunaidi sering mendapatkan titipan remaja dari orang tua yang menghendaki menjadi anak yang shaleh, tetapi sebagian titipan remaja itu termasuk remaja yang tingkat kenakalannya melebihi tingkat kenakalan para remaja pada umumnya, bahkan mereka sudah terlibat dengan penyalahgunaan narkoba dan zat-zat adiktif lainnya yang dapat merusak moral sehingga akan berperilaku menyimpang.

Pada tahun 2001 KH. Muhammad Djunaidi mulai memeberikan bimbingan religius bagi yang memerlukan di komplek Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien yaitu orang yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba dan masyarakat sekitar meyebut KH. Muhammad Djunaidi dengan sebutan “ahlu hikmah” dengan bertujuan kepada Allah dan beribadah kepada sesama manusia dalam arti tolong menolong terhadap orang yang moralnya menyimpang dari aturan agama.


(61)

Mengenai mashurnya panggilan tersebut karena beliau sering memberikan bimbingan-bimbingan keagamaan (religius) dengan cara memberikan wirid-wirid tertentu dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Para santri khususnya yang berada di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien dan umumnya masyarakat luas yang datang kepada beliau. Dalam memberikan bimbingan KH. Muhammad Djunaidi tidak bertolak dari ayat Al-Qur’an dan sunnah Rasul.

2. Visi dan Misi

Visi

Visi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien adalah Menjadikan Pondok Pesantren sebagai ladang Ilmu pengetahuan agama dan umum, serta bergerak dalam bidang sosial dan kemanusiaan.

Misi

Misi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien adalah memberikan layanan religi kepada santri yang terkena penyalahgunaan narkoba dan meningkatkan kualitas mental, jasmani dan rohani santri agar perkembangannya mencapai taraf hidup yang lebih baik, Mengaplikasikan nilai-nilai religius dalam kehidupan pergaulan sehari-hari di lingkungan Pondok Pesantren, Mendisiplinkan diri santri untuk selalu hidup Jujur, sabar, mandiri dan bertanggung jawab.


(62)

3. Program

Di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien kegiatan bimbingan dilaksanakan setiap hari. Pada kegiatan bimbingan ini diikuti oleh seluruh santri yang mukim di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien tersebut dan hukumnya wajib untuk diikuti.

Melalui hasil penelitian dan wawancara dengan para santri dan pembimbing di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Metode yang digunakan oleh KH. Muhammad Djunaidi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba menggunakan metode dzikir. Agar pasien memiliki pandanagn bahwa hanya kepada Allah SWT kita memohon dan menyembah.

Kegiatan Dzikir ini dilakukan setiap malam sehabis shalat mahgrib dan Isya yang dilakukan dengan wiridan dan disambung dengan membaca amalan-amalan yang sudah ditentukan oleh KH. Muhammad Djunaidi.

Untuk lebih jelasnya penulis akan memampang program yang dilakukan santri di Pondok Pesantren Hidayatul mubtadi’ien.

Adapun program kegiatan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien sebagai berikut:


(63)

HARI/WAKTU KEGIATAN KETERANGAN SENIN 03.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-12.00 12.00-15.00 15.00-16.00 16.00-18.20 18.20-19.30 19.30-20.30 20.30-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

Nail Rooja Santri Pembimbing Santri Santri Santri Pembimbing Santri Pembimbing Pembimbing Ustadz


(64)

SELASA

03.00-05.00

05.00-06.00

06.00-07.00

07.00-12.00

12.00-15.00

15.00-16.00

16.00-18.20

18.20-19.30

19.30-20.30

20.30-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

FIQIH

Santri

Pembimbing

Santri

Santri

Santri

Pembimbing

Santri

Pembimbing

Pembimbing


(65)

RABU

03.00-05.00

05.00-06.00

06.00-07.00

07.00-12.00

12.00-15.00

15.00-16.00

16.00-18.20

18.20-19.30

19.30-20.30

20.30-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

HADITS

Santri

Pembimbing

Santri

Santri

Santri

Pembimbing

Santri

Pembimbing

Pembimbing


(66)

KAMIS

03.00-05.00

05.00-06.00

06.00-07.00

07.00-12.00

12.00-15.00

15.00-16.00

16.00-18.20

18.20-20.00

20.00-22.00

22.00-23.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib, Yassin, Tahlil dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

BIDAYATULHIDAYAH

Santri

Pembimbing

Santri

Santri

Santri

Pembimbing

Santri

Pembimbing

Pembimbing


(67)

JUMAT 03.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-12.00 12.00-15.00 15.00-16.00 16.00-18.20 18.20-19.30 19.30-20.30 20.30-21.00 21.00-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

Yassin dan Tahlil

SHAROF / TASRIF

Santri Pembimbing Santri Santri Santri Pembimbing Santri Pembimbing Pembimbing Pembimbing Ustadz


(68)

SABTU

03.00-05.00

05.00-06.00

06.00-07.00

07.00-12.00

12.00-15.00

15.00-16.00

16.00-18.20

18.20-19.30

19.30-20.30

20.30-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

JURUMIYAH

Santri

Pembimbing

Santri

Santri

Santri

Pembimbing

Santri

Pembimbing

Pembimbing


(69)

MINGGU

03.00-05.00

05.00-06.00

06.00-07.00

07.00-12.00

12.00-15.00

15.00-16.00

16.00-18.20

18.20-19.30

19.30-20.30

20.30-22.00

Shalat Tahajud dan shalawat

Shalat Subuh dan Dzikir

Persiapan dan sarapan

Sekolah (bagi yang sekolah)

Ishama

Shalat Ashar

Persiapan shalat Mahgrib

Shalat mahgrib dan Ratib Al-Latas

Shalat Isya dan Ratib Hadad

ALQURAN

Santri

Pembimbing

Santri

Santri

Santri

Pembimbing

Santri

Pembimbing

Pembimbing


(70)

4. Sarana

Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien meliputi terdiri dari satu buah Masjid, satu rumah Kyai, satu buah gubuk santai, dua kamar asrama santri, dapur umum, tiga kamar mandi dan sebidang tanah untuk pertanian. Kondisi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien memang tidak seperti pondok-pondok pesantren lainnya yang memiliki asrama besar. Dengan demikian, usaha KH. Muhammad Djunaidi dalam membangun pondok pesantren tidak kenal putus asa dan selalu berusaha semaksimal mungkin dari hasil keringatnya untuk membangun pondok pesantren yang ia pimpin agar lebih baik.


(1)

13. Harapan apa saja yang kamu inginkan apabila sembuh?

Jawab : Ingin Membahagikan Orang Tua

14. Apa saja kesan kamu selama berada di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien? Jawab : Seneng dan lebih tenang

Sawangan, Depok Interviewer


(2)

I. WAKTU DAN TEMPAT

Hari dan Tanggal : 12 April 2011

Waktu : 20.00 Wib

Tempat : Pasir Putih Sawangan Depok

II. Identitas dan Supjek

Nama : Freido

Umur : 21

Pendidikan : SMK

Jabatan : Santri

1. Sudah berapa lama tinggal di pondon pesantren Hidayatul Mubtadi’ien? Jawab : 1 (Satu) Tahun

2. Apakah yang menyebabkan anda menggunakan Narkoba terlarang?

Jawab : Pergaulan dan Coba-coba

3. Sudah berapa lama anda menggunakan narkoba terlarang?

Jawab : 3 (Tiga) Tahun

4. Apa yang anda harapkan dari menggunakan narkoba?

Jawab : Enjoy aja

5. Apa yang anda rasakan setelah menggunakan narkoba? Jawab : Rasanya enak dan Ngeplay


(3)

6. Dari siapa anda mengenal atau memakai narkoba? Jawab : Dari teman Mahasiswa

7. Sejak kapan anda menggunakan narkoba? Jawaban : 1 (Satu) SMk

8. Apakah anda sering kambuh? Hal-hal apa saja yang anda lakukan ketika sedang kambuh?

Jawab : Alhamdulillah Tidak

9. Perubahan apa yang terjadi sebelum dan sesudah kamu dibawa ke Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien?

Jawab : Sebelum ke Pondok sering make, dan setelah masuk pondok Alhamdulillah sembuh 100%

10. Apakah didalam keluarga kamu mendapat perhatian? Seperti apa perhatiannya?

Jawab : Ada, dinasehati agar tidak memakai lagi.

11. Apakah di dalam keluarga kamu bersikap akrab atau biasa saja dengan anggota keluarga yang lain?

Jawab: Jauh

12. Apakah keluarga anda mengetahui jika anda memakai narkoba?

Jawab : Tau

13. Harapan apa saja yang kamu inginkan apabila sembuh?


(4)

14. Apa saja kesan kamu selama berada di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien? Jawab : Hati menjadi tenang dan bias bewirausaha

Sawangan, Depok Interviewer


(5)

Gambar 07

wawancara dengan pembimmbing

Gambar 0.8 Wawancara dengan Pimpinan

Gambar 0.9 Wawancara dengan Santri

Gambar 0.10 Wawancara dengan Pimpinan Lampiran II


(6)

Lampiran I

Gambar 0.5 Pengajian Bulanan

Gambar 0.6 Pengajian Bulanan

Gambar 0.3 Pengajian Bulanan

Gambar 0.4 Pengajian Bulanan Gambar 0.1

KH. Muhammad Djunaidi bersama Murobbi

Gambar 0.2 Pengajian Mingguan