KUALITAS HIDUP (QUALITY OF LIFE) PASIEN DIABATES MELLITUS DI RSUD. DR. H. SLAMET MARTODIRDJO KABUPATEN PAMEKASAN MADURA.
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Mabsusah
B07212020
PROGRAM STUDY PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016
(2)
Kabupaten Pamekasan
Madura"
merupakankarya
asli
yang
diajukan untuk memperoleh gelar sarjanapsikologi
di
Universitas IslamNegeri Sunan
AmpelSurabaya.
Karya
ini
sepanjang pengetahuan sayatidak
terdapatkarya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secaratertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surabaya, 02 Agustus 2016 FERAE N ,"J
W"P*EH.-
ffi
o=rrrruorff
lll
(3)
KUALITAS
HIDUP (QUALITY OF LIFE) PASIENDIABET MELLITUS DI
RSUD. DR. H. SLAMET MARTODIRD JO KABUPATEN PAMET<A SAUMADURA
Oleh:Mabsusah
807212020Telah Disetujui untuk Diajukan Pada Ujian Skripsi
Pembimbing
Dr.dr.Hj.Siti Nur Asi)zah.
M.Ag
NIP. I 9720927 t996032002(4)
Yang disusun oleh Mabsusah 80721202A
Yang dipertahankan di depan Tim Penguji Pada Tanggal
l8 Agustus 2016
''l '"'' -l'" f '-"'' '
Ul,
gi dan Kesehatan
?B*{,
Dr" Mdn. Shoieh, tuI.PciYNip.
r esstlosteeoo2 roo iSusunan Tim Penguji Penguji I/Pembimbing,
dr-t
\\1
\
\JNip.
1 9791 001 200504100sPfrluii
rv.
*rmOr,
Nip.
i 97609222009122001Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiyah,
M.Ag
Nip.
1 9720927 1996A32002Nip.
1 9760sl 120A91220A2
PengujiIIi,
ucky Abrorry, M.Psi
(5)
$
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani 117 surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail : perpus@uinsby.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika
UIN
Sunan Ampel Sumbaya, yang bertandatangandi bawah ini, saya: NarnaNIM
Fakultas/Jurusan
E-mail address
: ffiSUSAH
:
807272020:
PSIKOLOGIDAN KESEHATAN/PSIKOLOGI
:
mabsusah.psikologi93@gmail.comDemi pengembangan
ilmu pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan kepada PelpustakaanUIN Sunan
Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :E Skripsi E Tesis l_l Desertasi E Lun-larr_(...
...)
yang beriudul :
Kualitas Hidup (puali4t
OfUft) Pasien
Diabetes Mellitus Di RSUD. DR. H. Slamet Martodfudio Kabupaten Pamekasan MaduraBeserta petangkat yang dipetlukan
(bil"
ada). DenganHak
Bebas Royalti Non-EkslusifiniPerpustakaan
UIN
SunanAmpel
Suabaya berhak menyimpan, mengalih-medtafformat-kan, mengelolanyadalam
bentuk
pangkalan
data (database), mendistribusikannya,
dan menampilkanfmempublikasikannya di Intemet atau media lain secara fitlltextuntuk kepentingan akademistaflpl
petlu meminta'litr
drri
s*ya selama tetap mericantumkan flaLnrre- suy^ sebagai penulis/pencipta dan atau penerb it yangbersangkutan.Saya bersedia unnrk meflanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Pelpustakaan
UIN
Snaan Ampel Surab*ye, segal* bentek tu{rtsta{r hd<urn yang tirnbul atas pelaaggaan Hak eiptadalam karya ihniah saya ini.
Demikian pemyataan
iniy*g
saya buatdengan se-bcnamya,sanbaya,
!6
A$usbvS
Zol
L
Penulis(6)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah dalam darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama, baik dalam mencegah komplikasi maupun dalam perawatan medis.
Penelitian ini bertujuan untuk Menggambarkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus di RSUD. DR. H. Slamet Martodirdjo Kabupaten Pamekasan Madura. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 50 responden. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar kuesioner WHOQOL-BREEF digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien diabetes mellitus (DM) di RSUD di RSUD. DR. H. Slamet Martodirdjo Kabupaten Pamekasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas hidup penderita Diabetes Melitus secara keseluruhan adalah baik dan persepsi penderita terhadap status kesehatannya adalah memuaskan. Dari dimensi kesehatan fisik, responden merasa banyak membutuhkan obat-obatan/ terapi medis (X=4.480). Tetapi dari dimensi kesehatan psikolologis responden merasa sering memiliki perasaan negatif (X=4.520). Dari dimensi hubungan sosial responden merasa puas mampu melakukan aktivitas seksual (X=3.740). Dari dimensi lingkungan responden merasa puas terhadap sumber financial yang dimiliki (X=3.760) dan terhadap keamanan, keselamatan fisiknya (X=3.720).
Kata Kunci:Diabetes Mellitus, KualitasHidup
(7)
Diabetes Mellitus (DM) is a disease characterized by hight blood sugar level in the blood. This disese requires attention and medical care in a long time, both in preventing complication an in medical care.
This study to determine an overview of the quality of life among patients with diabetes mellitus in RSUD.DR. H. Slamet Matodirdjo Kabupaten Pamekasan of Madura. This study used descriptive study sample was 50 respondents. The research instrument used was a questionnaire WHOQOL-BREEF used to measure the quality of life of among patients with diabetes mellitus (DM) in RSUD. DR. H. Slamet Matodirdjo Kabupaten Pamekasan of Madura.
Result in this study demonstrate the quality of life among patients with diabetes mellitus overall is good and their perception of their health is satisfactory. From the dimensions of physical health, respondents were much in need of medical treatment (X=4.480). But from the dimensions of wellness psychological respondents felt have negative feelings (X=4.520). from the dimension of social relations respondents were satisfied with do sexual activity (X=3.740). Eviromental dimension of the respondents are the satisfied to the financial owned (X=3.760), and for the security, safety, physical (X=3.720)
Keywords :Diabetes Mellitus, Quality of Life
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL... xi
INTISARI... xii
ABSTRAK... xiii
BAB I: PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 17
B. Rumusan masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian... 18
BAB II: KAJIAN PUSTAKA... 22
A. Kualitas Hidup ... 22
1. Definisi Kualitas Hidup ... 22
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 26
3. Aspek-Aspek Kualitas Hidup... 28
B. Diabetes Mellitus (DM)... 30
1. Etiologi atau Penyebab Diabetes Mellitus ... 30
2. Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus... 31
3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus ... 33
4. Gejala Klinik ... 35
5. Diagnosis Diabetes Mellitus ... 37
6. Terapi Diabetes Mellitus... 39
C. Kualitas Hidup Seorang Penderita Diabetes Mellitus ... 43
D. Kerangka Teoritik ... 49
BAB III: METODE PENELITIAN... 49
A. Variabel Dan Definisi Operasional ... 49
1. Variabel Penelitian ... 49
2. Definisi Operasional ... 49
B. Subjek Penelitian... 50
1. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 50
C. Instrumen penelitian ... 52
D. Validitas dan Reliabilitas ... 56
1. Validitas ... 56
2. Reliabilitas ... 57
E. Analisis Data ... 58
(9)
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 59
A. Hasil Penelitian ... 59
1. Persiapan dan Pelaksanaan Peneltian ... 60
2. Gambaran Umum Responden ... 60
3. Hasil Penelitian ... 74
B. PEMBAHASAN ... 86
1. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dilihat Dari Aspek Kesehatan Fisik... 86
2. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dilihat Dari Aspek Psikologis ... 88
3. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dilihat Dari Aspek Hubungan Sosial ... 90
4. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dilihat Dari Aspek Lingkungan ... 93
5. Gambaran Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik Responden .... 95
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN... 101
A. KESIMPULAN... 101
B. SARAN... 103
DAFTAR PUSTAKA... 105
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar1:KerangkaTeoritik ... 48
Gambar2:Persentase Responden Berdasarkan Usia (tahun) ... 61
Gambar3:Persentase Responden Berdasarkan JenisKelamin ... 62
Gambar4:Persentase Responden Berdasarkan Status Perkawinan... 63
Gambar5:Persentase Responden Berdasarkan Status Pekerjaan... 64
Gambar6:Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 65
Gambar7:Persentase Responden Berdasarkan SaatIni Tinggal Bersama ... 66
Gambar8:Persentase Responden Berdasarkan Penghasilan Tiap Bulan... 67
Gambar9:Persentase Responden Berdasarkan Diagnosa DM... 68
Gambar 10: Persentase Responden Berdasarkan Lama Menderita DM... 69
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Blue Print Gamabaran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus... 54
Tabel 2: Pelaksanaan Penelitian ... 59
Tabel 3: Data Umum Responden... 70
Tabel 4: Rata-Rata Kualitas Hidup Dari Aspek Kesehatan Fisik... 74
Tabel 5: Rata-Rata Kualitas Hidup Dari Aspek Psikologis ... 75
Tabel 6: Rata-Rata Kualitas Hidup Dari Aspek Hubungan Sosial... 77
Tabel 7: Rata-Rata Kualitas Hidup Dari Aspek Lingkungan... 78
(12)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Manusia hidup di dunia memiliki beberapa aspek penting dalam
hidup, salah satu yang dijaga adalah kesehatan. Seseorang yang hidup
sehat tanpa mengidap penyakit akan lebih bahagia dan positif dalam
menjalani hidup. Tetapi bagaimana dengan orang yang harus hidup
berdampingan dengan penyakit pada masa-masa produktif dalam
hidupnya? Sudah banyak dari kita mendengar kisah orang-orang yang
dengan sukses hidup berdampingan dengan penyakit yang dideritanya.
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien Diabetes
Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan,
kesemutan.
Menurut Mansjoer (dalam Mei, 2013) diabetes mellitus merupakan
penyakit keturunan yang sulit disembuhkan.Dari tahun ke tahun pasien
diabetes di Indonesia semakin bertambah, bahkan penyakit diabetes
mellitus membunuh lebih banyak dibandingkan dengan penyakit HIV.
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat penggunaan hormonal, yang menimbulkan
(13)
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron.
Menurut Parkeni (dalam Mei, 2013) Berdasarkan data statistik, saat
ini Indonesia cukup tinggi mencapai angka 8,2 juta jiwa pasien diabetes
mellitus yang akan meningkat pada tahun 2010 menjadi 194 juta.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki
kedudukan ke-4 di dunia dalam hal jumlah pasien diabetes mellitus
.Indonesia dengan populasi 230 juta penduduk, merupakan Negara ke-4
terbesar pasien diabetes setelah China, India, dan Amerika Serika
(menurut Xinhua dalam Mei, 2013).
Menurut Parkeni (dalam Dwi Astuti, 2011) DM adalah suatu
penyakit di mana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tergolong
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup. Insulin adalah hormone yang dilepaskan oleh pankreas, yang
bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal.
Insulin memasukkan gula kedalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi.Jika sudah mengidap penyakit ini
pasien secara fisik dan psikis merasa tergangggu.Umumnya penyakit
diabetes memberi dampak komplikasi yang cukup mengkhawatirkan,
seperti kelumpuhan, luka yang sulit disembuhkan, bahkan penyakit
pengikut.Untuk mengatasi diabetes, perlu penanganan khusus, yaitu
metode terapi kedokteran yang komprehensif.Selain pengobatan medis,
(14)
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia
menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah pasien
Diabetes Mellitus (DM) terbanyak setelah India, Cina, Rusia, Jepang, dan
Brazil. Penyakit kronis seperti DM, jantung, dan kanker adalah masalah
dunia yang jumlahnya terus meningkat, tidak terkecuali di Indonesia. Data
terkini WHO memprediksikan jumlah pasien DM di Indonesia akan
meningkat dari 8,4 juta tahun 2000 menjadi 21,3 juta di tahun 2030.
Jumlah pasien DM ini, akan lebih besar dari jumlah seluruh penduduk
Australia (Dwi Astuti, dkk, 2011)
Data WHO (dalam Fatimah, 2013), Indonesia masuk ke dalam
sepuluh negara dengan jumlah kasus diabetes mellitus terbanyak di
dunia.Indonesia berada pada peringkat keempat pada tahun 2000 dengan
jumlah kasus sebesar 8,4 juta orang dan diprediksi akan meningkat pada
tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang. Prevalensi penyakit DM di Indonesia
sendiri berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatanadalah 0,7%. Data
ini menunjukkan cakupan diagnosa DM oleh tenaga kesehatan mencapai
63,3%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma
maupunpenyakit jantung. Prevalensi DM menurut provinsi, berkisar
antara 0,4% di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. Sebanyak 17
provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes mellitus di atas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Riau,Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
(15)
NusaTenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
tengah,Gorontalo, dan Papua Barat. Prevalensi penyakit Diabetes mellitus
di Sulawesi Selatan mencapai 4,6% (Riskesdas, 2007).
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa
prevalensi Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan
DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun
2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta
jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes melitus. Hasil Riset. Kesehatan
Dasar pada tahun 2008, menunjukkan prevalensi DM di Indonesia
membesar sampai 57%. Tingginya prevalensi diabetes Melitus tipe 2
disebabkan oleh faktor resiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis
kelamin, umur, dan faktor resiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis
kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor resiko yang
dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alcohol, indeks masa tubuh,
lingkar pinggang dan umur. (Restyana, 2015)
Studi terbaru dari International Diabetes Federation pada 2012
mengungkapkan, pasien Diabetes Melitus (DM) di seluruh dunia
mencapai 371 juta orang. Adapun Indonesia masuk dalam urutan ketujuh
Negara dengan pasien diabetes terbanyak. Posisi pertama adalah Cina
dengan 92,3 juta pasien, Indiasebanyak 63 juta jiwa, Amerika Serikat 24,1
(16)
jiwa, dan Indonesia dengan jumlah pasien diabetes sebanyak 7,6 juta
orang. Persatuan Pasien Diabetes Indonesia (Persedia) memproyeksikan
jumlah pasien diabetes Indonesia akan membengkak sekitar 24 juta orang
pada tahun 2025 (Fatimah, 2013)
WHO melaporkan 80% pasien diabetes melitus berasal dari Negara
miskin dan berkembang.Jumlah kematian akibat diabetes diproyeksikan
meningkat lebih dari 50% dalam 10 tahun mendatang dan diprediksikan
menjadi penyebab kematian ketujuh tertinggi di dunia pada tahun 2030
(WHO, 2011). International Diabetes Federation (IDF) melaporkan
terdapat 4,6 juta kematian akibat diabetes melitus setiap tahun dan lebih
dari 10 juta pasien mengalami kelumpuhan dan komplikasi yang
mengancam jiwa seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan
danamputasi. Prevalensi diabetes melitus diperkirakan akan terus melonjak
setiap tahunnya (IDF, 2014). (Nilla, 2015)
Di Indonesia, WHO dan IDF memprediksa terjadi peningkatan
jumlah pasien DM dari tahun 2009 hingga 2030 sebanyak 2-3 kali liat.
Laporan hasil Riskesdas tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan
menunjukkan prevalensi DM di Indonesia sebesar 1,1 persen. Sebuah studi
menggunakan data sekunder Riskesdas tahun 2007 menyatakan 2007
menyatakan prevalensi prediabetes di Indonesia mencapai 10% (soewondo
& Pramono, 2011). Berdasarkan data Riskesdes tahun 2007, diabetes
melitus menjadi penyebab kematian ke-6 di Indonesia setelah stroke, TB,
(17)
Diabetes menyerang sekitar 246 juta orang diseluruh dunia 6% dari
populasi dewasa.Sekitar 90% dari penyakit ini merupakan Diabetes
Melitus tipe 2. Diabetes sudah dianggap sebagai suatu epidemik dan pada
tahun 2025, diperkirakan sekitar 380 juta orang atau 7,3% dari populasi
dewasa di dunia akan terserang penyakit ini. International diabetes
federation 2013 mencantumkan bahwa perkiraan pendudukIndonesia
diatas 20-79 tahun sebesar 7,6 jutajiwa dan asumsi prevalensi Diabetes
melitus sebesar 5,14%. Indonesia menempati urutan ke-8 terbesar dalam
jumlah pasien Diabetes Melitus. Urutan diatasnya adalah Cina (92,3 juta
jiwa), India (63,0 juta jiwa), dan Amerika Serikat (24,1 juta jiwa), Brazil
(13,6 juta jiwa), Federasi Rusia (12,7 juta jiwa), Meksiko (10,6 juta jiwa).
Diabetes Mellitus saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan menurunkan mutu sumber daya
manusia. Pasien DM di seluruh dunia pada tahun 2025 berkisar 333 juta
orang (5,4%). Berdasarkan catatan organisasi kesehatan dunia tahun 1998,
Indonesia menduduki peringkat ke enam dengan jumlah pasien diabetes
terbanyak setelah India, Cina, Rusia, Jepang dan Brasil. Pasien DM di
Indonesia semakin meningkat. Hal ini dapat diketahui bahwa pada tahun
1995 terdapat lebih kurang 5 juta pasien DM di Indonesia dengan
peningkatan sekitar 230 ribu pasien setiap tahun, sehingga pada tahun
2025 pasien Diabetes di Indonesia diperkirakan akan mencapai 12 juta
orang. Peningkatan terjadi akibat bertambahnya populasi penduduk usia
(18)
yang dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani (Zahtamal, dkk,
2007)
Selain itu, menurut estimasi data WHO maupun IDF (International
Diabetes Federation), memaparkan data angka kasus diabetes di
Indonesia berdasarkan hasil survey tahun 2008 menempati urutan ke
empat tertinggi di dunia setelah Cina, India dan Amerika, yaitu 8,4
juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada
tahun 2025 mendatang. Dalam profil Kesehatan Indonesia tahun 2005,
Diabetes Mellitus berada pada urutan ke enam dari 10 penyakit utama
pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia (Departemen
Kesehatan RI, 2007).Antara berbagai propinsi yang ada di Indonesia,
jawa tengah memiliki prevalensi DM yang cukup tinggi. Berdasarkan
laporan program yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas di Jawa
tengah tahun 2005, kasus DM secara keseluruhan sebanyak 209.319.
kasus tersebut dibagi dua yaitu kasus DM yang tidak tergantung
insulin sebanyak 182.172 dan kasus DM yang tergantung insulin
sebanyak 26.147. Kasus tertinggi untuk DM tidak tergantung insulin
adalah Kota Semarang yaitu sebesar 25.129 kasus (14,66%) dibanding
dengan jumlah keseluruhan Diabetes Mellitus di Kabupaten atau kota
lain di jawa tengah. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan pasien
Diabetes Mellitus di Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 11.725 jiwa
dari 10.796 pada tahun 2009 dan 8.107 pasien pada tahun 2008
(19)
Kota Surabaya sebagai kota terbesar di Jawa Timur dengan tingkat
perekonomian tiggi dan gaya hidup masyarakat modern menjadikan
Surabaya sebagai peringkat pertama dengan kasus DM tertinggi di Jawa
Timur pada tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2012, terdapat 25,1% kasusu
DM di Jawa Timur yang berasal dari kota Surabaya. Persentase tersebut
meningkat menjadi 30,2% pada tahun 2013. Penyakit DM menempati
urutan ke-2 terbanyak dari seluruh penyakit tidak menular di RS sentinel
di Jawa Timur tahun 2012 setelah penyekit hipertensi. DM berada pada
ranking ke-5 dari 49 penyakit menular dan tidak menular di RS sentinel di
Jawa Timur (Dinkes Prov. Jatim, 2012; Dinkes Prov Jatim, 2013 dalam
Nilla, 2015)
Berdasarkan dari data Medical Record RSUD Dr. Slamet
Martodirdjo Kabupaten Pamekasan penyakit diabetes militus terjadi
peningkatan dari tahun ke tahunnya dari survey atau data yang saya ambil
pada tahun 2012 sampai 2014 pasien rawat inap di RSUD Dr. Martodirdjo
Kabupaten Pamekasan mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 sebanyak
558 orang, tahun 2013 sebanyak 698 orang, dan tahun 2014 sebanyak
1118. (survey, 2016)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis
maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
(20)
Melihat keterangan-keterangan data yang sudah dijelaskan diatas,
diabetes melitus yang tidak terkendali dan tidak diobati dengan benar akan
menjadi kronis dan berakibat pada munculnya komplikasi. Diabetes
melitus dapat menyebabkan komplikasi.Diabetes melitus dapat
menyebabkan komplikasi akut seperti hipoglikemi dan ketoasidosis
diabetic (KAD). Komplikasi kronis juga dapat terjadi apabila hiperglikemi
berlangsung menahun menimbulkan penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal,
gangguan penglihatan dan system syaraf. Komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan pada berkurangnya usia harapan idup pasien. Kelumpuhan
dan meningkatkan beban ekonomi bagi pasien beserta keluarganya, atau
dengan kata lain penyakit diabetes melitus disebut penyakit sepanjang
hidup (long life deseses) yang dapat memunculkan gangguan kecemasan
karena komplikasi yang ditimbulkannya. Kecemasan ini jika tidak diatasi
akan semakin menyulitkan dalam pengobatan DM itu sendiri sehingga
bisa berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien DM. (Nilla, 2015)
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit jangka panjang
sehingga memerlukan pengobatan jangka panjang pula. Dalam hal ini
diperlukan edukasi serta motivasi dari tenaga kesehatan yang ada di
puskesmas maupun dukungan serta pengawasan minum obat dari keluarga
pasien. DM dapat mengakibatkat komplikasi akut dan kronis . karena
adanya komplikasi tersebut, kemungkinan besar pasien DM juga
menggunakan obat-obat lain disamping obat antidiabetes oral (Depkes RI,
(21)
Komplikasi kronis didefinisikan sebagai kondisi kronis yang
memunculkan dua atau lebih penyakit, dengan salah satu penyakit tidak
selalu lebih sentral dari pada yang lain. Komplikasi kronis dapat
mempengaruhi kualitas hidup, kemampuan untuk bekerja, kecacatan dan
kematian (Amrina, 2013)
Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah, diantaranya dengan cara
mengubah pola makan yang seimbang, mengurangi makanan yang banyak
mengandung protein, lemak, gula, dan garam, perbanyak melakukan
aktivitas fisik setiap hari, serta rajin memeriksakan kadar gula darah setiap
tahun. Pengelolaan Diabetes dimulai dengan perencanaan makan. biasanya
pasien Diabetes Mellitus yang gemuk dapat dikendalikan hanya dengan
pengatura diet saja serta gerak badan ringan dan teratur (Soegondo &
Sidartawan, dalam Arina, 2011)
Kegiatan fisik secara teratur terbukti mengurangi sejumlah faktor
resiko aterogenik. Misalnya, membantu mengurangi obesitas dan
menurunkan tekanan darah serta memperbaiki kesensitifan insulin. Karena
itu hal tersebut harus didorong. Toleransi glukosa memiliki hubungan
positif dengan aktifitas fisik sedang selama 5 menit. Kesmpulannya adalah
bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan positif terhadap toleransi
glukosa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktifitas sedang mungkin
bermanfaat pada pencegahan Diabetes Mellitus (PARKENI, dalam Arina,
(22)
Tujuan pengelolaan diabetes adalah menghilangkan keluhan atau
gejala, mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah timbulnya
komplikasi, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan ini dapat
dicapai apabila kadar gula darah terkontrol. Oleh karena itu, individu
dengan diabetes harus mengatur pola makan dengan makanan yang sehat,
rendah lemak dan cukup hidrat arang, menjalani pemeriksaan gula darah,
berolahraga secara teratur, menjaga keseimbangan berat badan serta
menggunakan obat sesuai anjuran dokter. Mempertahankan kualitas hidup
merupakan salah satu tujuan utama pengobatan penyakit diabetes mellitus
(Melina, 2011)
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendririan tanpa
bantuan orang lai. Demikian halnya dengan pasien penyakit krosi seperti
diabetes mellitus, mereka perlu mendapatkan dukungan sosial lebih,
karena dengan dukungan dari orang-orang disekitarnya secara tidak
langsung data menurunkan beban psikologis sehubungan dengan penyakit
yang dideritanya yang pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan tubuh
sehingga kondisi fisik tidak semakin menurun.
Dukungan sosial merupakan salah satu aspek untuk mengukur
kualitas hidup seseorang.Selain itu dukungan sosial dapat pula
mempengaruhi tingkah laku individu, seperti menurunkan rasa cemas,
tidak berdaya dan putus asa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
status kesehatan. Meningkatnya status kesehatan berarti akan
(23)
mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan,
dengan pengawasan dan pemberian semangat terhadap pasien.Peran
pengawas menelan obat (PMO) tersebut berasal dari petugas kesehatan,
masyarakat, atau keluarga pasien.Keluarga yang merupakan elemen
masyarakat mempunyai peranan penting dalam penanggulangan penyakit
diabetes mellitus. Dukungan lingkungan sosial dan keluarga diharapkan
mampu meningkatkan temuan kasus dan membantu kesembuhan pasien
dalam pengobatan (Departemen Kesehatan RI, 2005)
Menurut Kuntjoro (dalam Aziz, 2013) bahwa dukungan sosial
merupakan keberadaan, kesediaan, kepedulian untuk member
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap
menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu
maupun kelompok.
Keluarga memiliki peran penting terhadap status kesehatan pasien
dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus. Dukungan keluarga
memberikan dampak positif terhadap kepatuhan manajemen perawatan
pada DM. pasien yang mendapatkan dukungan keluarga cenderung lebih
mudah melakukan perubahan perilaku kearah lebih sehat daripada pasien
yang kurang mendapatkan dukungan (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Partisipasi dan keterlibatan keluarga dalam menjalankan control metabolic
dibutuhkan untuk waktu jangka lama, mengingat perawatan diabetes
memerlukan waktu panjang. Dukungan keluarga pada pasien Diabetes
(24)
sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien (Rifki, dalam Nilla, 2015).
Menurut Kaplan dan Sadock (dalam Aziz, 2013), adapun bentuk
dukungan sosial adalah sebagai berikut : (1) Tindakan atau perbuatan
bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang
disekitar baik dari keluarga, teman dan masyarakat. (2) Aktivitas religius
atau fisik Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin
tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk
mendekatkan diri pada Tuhan. (3) Interaksi atau bertukar pendapat
dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan
orang-orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi
dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di
sekitarnya.
Penyakit diabetes mellitus ini akan menyertai seumur hidup pasien
sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien
bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Beberapa aspek dari
penyakit ini yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu: 1). Adanya tuntutan
yang terus-menerus selama hidup pasien terhadap perawatan DM, seperti
pembatasan atau pengaturan diet, pembatasan aktivitas, monitoring gula
darah; 2). Gejala yang timbul saat kadar gula darah turun ataupun tinggi;
3). Ketakutan akibat adanya komplikasi yang menyertai, 4). Disfungsi
(25)
Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of
Life (WHOQOL) Group (dalam Rapley, 2003), didefinisikan sebagai
persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks
budaya dan system nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan
tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang.
(Nimas, 2012)
Kualitas hidup menurut definisi WHO adalah persepsi individu
tentang keberadaannya di kehidupan dalam konteks budaya dan sistem
nilai tempat ia tinggal. Jadi dalam skala yang luas meliputi berbagai
sisi kehidupan seseorang baik dari segi fisik, psikologis, kepercayaan
pribadi, dan hubungan sosial untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Definisi ini merefleksikan pandangan bahwa kualitas
hidup merupakan evaluasi subjektif, yang tertanam dalam konteks
kultural, sosial dan lingkungan. Kualitashidup tidak dapat
disederhanakan dan disamakan dengan status kesehatan, gaya hidup,
kenyamanan hidup, status mental, dan rasa nyaman. Kualitas hidup
yang terkait dengan kesehatan (health related quality of life/HRQOL)
meliputi aspek fisik, psikologis, dan social, dari bidang kesehatan yang
dipengaruhi oleh pengalaman pribadi seseorang kepercayaan, harapan
serta persepsi (WHOQOL Group, 1998). Berdasarkan definisi dari
HRQOL, penilaian kualitas hidup di dasarkan pada laporan pribadi
(26)
mental, dan sosial) sehubungan dengan penyakit tertentu dan atau
pengobatan (Snoek dalam Indahria, 2013).
Kualitas hidup pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik secara medis, maupun psikologis. Berbagai faktor
tersebut diantaranya adalah pemahaman terhadap diabetes, penyesuaian
terhadap diabetes, depresi, regulasi diri (Watkins, Connell, Fitzgerald,
Klem, Hickey & Dayton, 2000) emosi negatif, efikasi diri, dukungan
sosial, komplikasi mayor (kebutaan, dialysis, neuropati, luka kaki,
amputasi, stroke dan gagal jantung), karakteristik kepribadian dan perilaku
koping (Rose et al., 1998; 2002), tipe dan lamanya diabetes, tritmen
diabetes, kadar gula darah, locus of control, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, usia, status perkawinan dan edukasi diabetes (Milencovic et
al.,2004; Akimoto et al.,2004), emotional distresyang berhubungan dengan
diabetes (Polonsky, Fisher, Earles, Dudl, Lees, Mullan & Richard, 2005),
adanya stres, peristiwa kehidupan dan stresor harian (Nakahara et
al.,2006). (Melina, 2011)
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda
tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan
yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan
baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya dengan
negative maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kualitas hidup pasien
seharusnya menjadi perhatian penting bagi para petugas kesehatan karena
(27)
terapi.Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga dapat merupakan
data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan yang tepat
bagi pasien.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang paling kompleks
dan menuntut banyak perhatian maupun usaha dalam pengelolaannya
dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, karena penyakit
diabetes tidak dapat diobati namun hanya dapat dikelola. Tujuan
pengelolaan diabetes adalah menghilangkan keluhan atau gejala,
mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah timbulnya
komplikasi, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan ini dapat
tercapai apabila kadar gula darah terkontrol. Oleh karena itu, individu
dengan diabetes harus mengatur pola makan dengan makanan yang
sehat, rendah lemak dan cukup hidrat arang, menjalani pemeriksaan
gula darah, berolah raga secara teratur, menjaga keseimbangan berat
badan serta menggunakan obat sesuai anjuran dokter (Perkeni, 2008).
Menurut Asdie(2000) mempertahankan kualitas hidup merupakan salah
satu tujuan utama pengobatan penyakit diabetes melitus. (Melina, 2011)
Menurut Alfiah (2014) Keluarga merupakan bagian terpenting bagi
semua orang.Begitu pula bagi pasien diabetes mellitus. Disadari atau tidak
saat seseorang mengalami diabetes maka mereka akan mengalami
masa-masa sulit, mereka harus mulai membenah diri, mulai mengontrol pola
makan dan aktifitas. Hal tersebut pasti membutuhkan bantuan dari orang
(28)
pada orang terdekat, maka akan membantu dalam kontrol diet dan program
pengobatan. BPOM RI (2006) menjelaskan bahwa faktor lingkungan dan
keluarga merupakan faktor yang berpengaruh dalam menumbuhkan
kepatuhan pasien.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalah yang telah dijelaskan,
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kualitas
hidup (quality of life) pasien Diabetes Melitus (DM) di RSUD DR. H.
Slamet Martudirdjo Kabupaten Pamekasan Madura?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
kualitas hidup (quality of life) pasien Diabetes Melitus (DM) di RSUD
DR. H. Slamet Martudirdjo Kabupaten Pamekasan Madura.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat member manaat, baik
secara teortis maupun praktis.
1. Manfaat secara teoritis
a. Menambah khasanah informasi dan hasil penelitian dalam bidang
psikologi, khusunya psikologi klinis
b. Memberi informasi tambahan mengenai kualitas hidup seorang
pasien Dabetes Mellitus (DM)
c. Membuka peluang bagi penelitian selanjutnya untuk topik yang
(29)
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Peneliti
Bagi peneliti, kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman.
b. Bagi Bidang Akademik
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk lebih
meningkatkan informasi mengenai kualitas hidup pasien pasien
Diabetes Melitus di RSUD DR. H. Slamet Martudirdjo Kabupaten
Pamekasan Madura.
c. Bagi rumah sakit
Memberikan informasi tentang gambaran tentang kualitas hidup
pasien Diabetes Melitus (DM).
E. Keaslian Penelitian
Dalam penelitian Goodridge dkk (dalam Dwi Astuti dkk, 2001)
tentang “Rational Emotif Behavior Therapy Sebagai Upaya Meningkatkan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus“ mengungkapkan DM dapat memengaruhi kualitas hidup para pasiennya terkait emosi negatif, efek
sosial, berkurangnya aktivitas sosial, kondisi keluarga yang kurang
kondusif seperti menjadi tegang atau perhatian berlebih, kerja yang sangat
kurang (terhambat) hingga masalah keuangan. Grigg dkk juga
mengungkapkan pasien DM mengalami penurunan kualitas hidup terkait
dampat penyakit yang dialami. Selain itu, Grigg juga mengungkapkan
(30)
olahraga, dan mengkonsumsi obat secara teratur.Kualitas hidup pasien
seharusnya menjadi perhatian penting bagi para professional kesehatan
karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan atau
intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga
merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan
intervensi/tindakan yang tepat bagi pasien.
Dalam penelitian Caldwel et al (dalam Kurniawan, 2008) tentang “
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Umum Daerah
Cianjur “ berdasarkan dampak dari penyakit DM pada keadaan fisik,
psikologis, sosial dan lingkungan seseorang yang hidup dengan diabetes
mempunyai pengaruh negative terhadap kualitas hidup pasien walaupun
dengan tanpa komplikasi. Sebuah studi atau populasi melaporkan bahwa
depresi umum terjadi pada seseorang dengan diabetes serta membutuhkan
penanganan yang tepat karena menimbulkan kerusakan yang berat
terhadap kualitas hidup (Indahria, 2013).
Dalam penelitian Grigg dkk (dalam Astuti, 2011) mengungkapkan
kualitas hidup pasien DM dapat ditingkatkan dengan mengatur pola
makan, olahraraga, dan mengkonsumsi obat secara teratur.Kualitas hidup
pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi profesional kesehatan
karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan atau
intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga
merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan
(31)
Penelitian yang dilakukan oleh Baune, Aljeesh dan Adrian
(2005) tentang “ Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Tekanan Darah
Dan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi ” menyebutkan
bahwa semua dimensi dari kualitas hidup yang terdiri dari psikologis,
fisik, sosial dan lingkungan secara statistik memiliki hubungan yang
sangat signifikan dengan hipertensi. Penelitian tentang kualitas hidup
pasien hipertensi telah banyak dilakukan, bahkan telah dimulai sejak
tahun 1980-an. Beberapa penelitian yang mengungkap tentang kualitas
hidup pada hipertensi adalah Bulpitt (1990), Robbins, Elias, Croogh
dan Colton (1994), Agewall, Wikstrand dan Fagerberg (1998)
yangmeneliti tentang dimensi dari kualitas hidup pasien hipertensi yang
dikaitkan dengan penyakit stroke dan jantung koroner, Shafazand,
Goldstein, Doyle, dan Hlatky (2004) dan Cenedese, Speich, Dorschner,
Ulrich, Maggiorini, Jenni, danFischler (2006) yang mencoba
melakukan pengukuran kualitas hidup pada pasien hipertensi. Namun
penelitian yang menggunakan intervensi psikologis untuk meningkatkan
kualitas hidup pada pasien hipertensi belum banyak dilakukan.
Keunikan penelitian mengenai kualitas seorang pasien DM ini jika
dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang telah ada ialah penelitian
ini menggali pengalaman-pengalaman subjektif seorang pasien DM
terkait dengan penyakit yang dideritanya yaitu pengalaman-pengalaman
yang terkait dengan kualitas hidup selama menderita penyakit DM. karena
(32)
DM, maka subjek dalam penelitian ini terdiri dari 50 orang DM dewasa
yang sedang menjalani pengobatan di rumah sakit RSUD DR. H. Slamet
(33)
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup(Quality of Life)
1. Defenisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality
of Life (WHOQOL) Group (dalam Rapley, 2003), didefinisikan
sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam
konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan
perhatian seseorang. (Nimas, 2012)
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari
posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dansistem nilai di mana mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan , standar dan kekhawatiran (WHO, 1996)
Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu
terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam
kehidupan sehari-hari yang dialaminya (Urifah, 2012).Sedangkan
menurut Chipper (dalam Ware, 1992) mengemukakan kualitas hidup
sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang
diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien.
Donald (dalam Urifah, 2012) menyatakan kualitas hidup
(34)
fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemsmpusnnys untuk
melaksanakan tugas sehari-hari.
Kualitas hidup adalah suatu cara hidup, sesuatu yang yang
esensial untuk menyemangati hidup, eksistensi berbagai pengalaman
fisik dan mental seorang individu yang dapat mengubah eksistensi
selanjutnya dari individu tersebut di kemudian hari, status sosial yang
tinggi, dan gambaran karakteristik tipikal dari kehidupan seseorang
individu (Brian, 2003)
WHO (dalam Kurniawan, 2008) menggambarkan kualitas
hidup sebagai sebuah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam
kehidupan dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka
tinggal dan hidup dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan,
standart dan fokus hidup mereka. Konsep ini meliputi beberapa dimensi
yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial
dan lingkungan.
Menurut Cohan & Lazarus (dalam Handini, 2011) kualitas
hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang
individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka.Keunggulan individu
tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya,
hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi
materi.Sedangkan Ghozali juga mengungangkap faktor-faktor yang
(35)
adaptasi, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih dan sayang,
bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.
Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
(health-related quality of life) dikemukakan oleh Testa dan Nackley
(Rapley, 2003), bahwa kualitas hidup berarti suatu rentang anatara
kedaan objektif dan persepsi subjektif dari mereka.Testa dan Nackley
menggambarkan kualitas hidup merupakan seperangkat bagian-bagian
yang berhubungan dengan fisik, fungsional, psikologis, dan kesehatan
sosial dari individu.Ketika digunakan dalam konteks ini, hal tersebut
sering kali mengarah pada kualitas hidup yang mengarah pada
kesehatan. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
mencakup lima dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan, status
fungsional, penyakit, dan kematian.
Sedangkan menurut Hermann (Silitonga, 2007) kualitas hidup
yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon
emosi dari pasien terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan
hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian
antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasaan dalam
melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan
mengadakan sosialisasi dengan orang lain.
Kualitas hidup menurut definisi WHO adalah persepsi individu
tentang keberadaannya di kehidupan dalam konteks budaya dan system
(36)
kehidupan seseorang baik dari segi fisik, psikologis, kepercayaan
pribadi, dan hubungan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Definisi ini merefleksikan pandangan bahwa kualitas hidup merupakan
evaluasi subjektif, yang tertanam dalam konteks cultural, sosial dan
lingkungan. Kualitas hidup tidak dapat disederhanakan dan disamakan
dengan status kesehatan, gaya hidup, kenyamanan hidup, status mental
dan rasa aman (Snoek, dalam Indahria, 2013)
Menurut Karangora (2012) mendefinisikan kualitas hidup
sebagai persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang
sesuai dengan tempat hidup seseorang tersebut serta berkaitan dengan
tujuan, harapan, standard an kepedulian selama hidupnya. Kualitas
hidup individu yang satu dengan yang lainnya akan berbeda, hal itu
tergantung pada definisi atau interpretasi masing-masing individu
tentang kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup akan sangat rendah
apabila aspek-aspek dari kualitas hidup itu sendiri masih kurang
dipenuhi.
Dari beberapa uraian tentang kualitas hidup diatas maka dapat
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kualitas hidup dalam kontek
penelitian ini adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam
kehidupannya baik dilihat dari konteks budaya maupun system nilai
dimana mereka tinggal dan hidup yang ada hubungannya dengan tujuan
(37)
beberapa aspek sekaligus, diantaranyaaspek kondisi fisik, psikologis,
sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik secara medis, maupun psikologis. Berbagai
faktor tersebut diantaranya adalah pemahaman terhadap diabetes,
penyesuaian terhadap diabetes, depresi, regulasi diri (Watkins,
Connell, Fitzgerald, Klem, Hickey & Dayton, 2000) emosi negatif,
efikasi diri, dukungan sosial, komplikasi mayor (kebutaan, dialysis,
neuropati, luka kaki, amputasi, stroke dan gagal jantung), karakteristik
kepribadian dan perilaku koping (Rose et al., 1998; 2002), tipe dan
lamanya diabetes, tritmen diabetes, kadar gula darah, locus of control,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, status perkawinan dan edukasi
diabetes (Milencovic et al.,2004; Akimoto et al.,2004), emotional
distress yang berhubungan dengan diabetes (Polonsky, Fisher, Earles,
Dudl, Lees, Mullan & Richard, 2005). (Melina, 2011)
Raebun dan Rootman (Angriyani, 2008) mengemukakan
bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
seseorang, yaitu:
1. kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan
oleh seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk
(38)
2. Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar
seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.
3. Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat
mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau
kursus tertentu.
4. Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari
lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti
tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang
memadai sehinga dapat menunjang kehidupan.
5. Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan
dan stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam
hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang
harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani
tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.
6. Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik
seseorang. Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh
seseorang sebagai individu.
7. Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi
pada lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat
(39)
8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisi
moneter sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata
pencaharian.
Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi,
merasakan pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap
optimis, mengembangkan sikap empati.
3. Aspek-Aspek Kualitas Hidup
Menurut WHO (1996) terdapat empat aspek mengenai
kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan
pada zat obat dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.
2. Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan,
perasaan negative, perasaan positif, harga diri,
spiritualitas/agama/keyakinan pribadi, berpikir , belajar , memori dan konsentrasi.
3. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial,
aktivitas seksual.
4. Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan,
kebebasan, keamanan fisik dan keamanan Kesehatan dan perawatan sosial : aksesibilitas dan kualitas, lingkungan rumah, Peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dalam dan
(40)
peluang untuk kegiatan rekreasi / olahraga, lingkungan fisik ( polusi / suara / lalu lintas / iklim ), mengangkut.
Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat
empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut:
(Nimas, 2012)
1. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan
pada obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan
ketidaknyamanan, tidur/istirahat, kapasitas kerja
2. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance,
perasaan negative, perasaan positif, self-esteem,
spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan
konsentrasi.
3. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial,
aktivitas seksual
4. Hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial,
kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan
dan sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,
kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun
keterampilan, partisispasi dan mendapat kesempatan untuk
melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu
luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim
(41)
B. Diabetes Melitus (DM)
1. Etiologi atau Penyebab Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di
dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. Normal 60 mg/dl sampai
145mg/dl.
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang
dikeluhkan pada pasien diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuruia,
polifagia, penurunan berat badan, kesemutan. (Restyana, 2015)
Diabetes adalah penyakit kronik dimana tubuh tidak dapat
memproduksi atau memanfaatkan insulin dengan seharusnya. Insulin
merupakam hormone yang dikeluarkan oleh pancreas yang mengontrol
pergerakan glukosa kedalam sel dan metabolism glukosa (Aliyah, 2008)
Diabetes mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula
didalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. (normal: 60 mg/gl sampai
dengan 145 mg/gl). Hal ini disebabkan karena tidak dapatnya gula
memasuki sel-sel (Mirza, 2009)
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang
ditandai oleh kelainan metabolisme dan komplikasi jangka panjang
yang melibatkan organ lain seperti mata, ginjal, saraf, pembuluh darah
(42)
gangguan-gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang
bertalian dengan defisiansi absolut atau relative aktifitas dan atau
sekresi insulin (WHO, dalam Soegondo, 2006). Absolute berarti tidak
ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya
cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang (Depkes RI,
dalam Kurniawan 2008).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh
gangguan kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga
keseimbangan akan terganggu dan kadar glukosa darah cenderung naik
(Tjokroprawiro, 2004). Meskipun sebenarnya diabetes merupakan
penyakit hormonal (insulin adalah hormon), namun manifestasi yang
menonjol adalah penyakit metabolisme (WHO,2000). Taylor (2006)
juga menyebutkan bahwa diabetes adalah penyakit kronik. Jika
penyakit merupakan penyakit kronis, dan tidak dapat disembuhkan,
maka satu-satunya cara adalah dengan mengola diri (Johana, 2012)
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang berlangsung
kronik progresif. Bahaya diabetes meliputi sangat besar dan dapat
memungkinkan menjadi gagal ginjal, buta, banyak komplikasi lainnya
yang dapat menyebabkan kematian (Annas, 2015)
2. Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus (DM)
Abdul Muchid, dkk (2005) menjelaskan bahwa klasifikasi
diabetes mellitus mengalami perkembangan dan perubahan dari
(43)
munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa
kanak-kanak disebut “juvenile diabetes”, sedangkan yang baru muncul
setelah seseorang berumur diatas 45 tahun disebut sebagai “adult diabetes”. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak dipertahankan
lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul pada
usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk
mengklasifikasikannya.
Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association)
mengajukan rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa
da mengajukan istilah-istilah Pre-Diabetes,
Suspected-Diabetes,Chemical atau Latent Diabetes dan Overt Diabetes untuk
pengklasifikasikannya. British Diabetes Association (BDA)
mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes, Latent
Diabetes, Asymtomatic atau Sub-clinical Diabetes dan Clinical
Diabetes.
WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes
melutus pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam
pengklasifikasian diabetes, antara lain Childhood Diabetes, Young
Diabetes, Adult Diabetics dan Elderly Diabetic. Pada tahun 1980
WHO mengemukakan klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat
rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang
mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu Insulin-Dependent
(44)
Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang disebut
juga diabetes mellitus tipe 2. Pada tahun 1985 WHO mengajukan
revisi klasifikasi dan tidak lagi menggunakan terminology DM tipe 1
dan 2. Namun tetap mempertahankan istilah Insulin-Dependent
Diabetes Melitus (IDDM) dan Non-Insulin-Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi
WHO selanjutnya istilah DM tipe 1 dan 2 tetap muncul. Disamping
dua tipe utama diabetes mellitus tersebut, pada klasifikasi tahun
1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes
lain yaitu diabetes tipe lain, toleransi glukosa terganggu atau
impaired glucose Tolerance (IGT)dan diabetes mellitus gestasional
atau gestational diabetes mellitus (GDM). Pada revisi klasifikasi
tahun 1985 WHO juga mengitroduksikan satu tipe diabetes yang
disebut diabetes melitus terkait malnutrisi atau malnutrition-related
diabetes mellitus (MRDM.Klasifikasi ini akhirnya juga dianggap
kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDM (
Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus)yang ternyata juga memerlukan
terapi insulin.Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan
pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya.
3. Faktor Resiko Diabetes Mellitu (DM)
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor resiko
diabetes selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap
(45)
kesehatan lainnyapun sepatutnya member perhatian kepada
orang-orang seperti ini, dan meyarankan untuk melakukan beberapa
pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak
terlambat memberikan bantuan penanganan, karena makin cepat
kondisi kondisi diabetes mellitus diketahui dan ditangani, makin
mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan mencegah
komplikasi-komplikasi yang akan terjadi.
Abdul Muchid, dkk (2005), Beberapa faktor resiko untuk
diabetes mellitus, terutama untuk DM tipe 2, diantaranya:
1. Riwayat: diabetes dalam keluarga, diabetes gestasional,
melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg, kista ovarium
(Polycystic ovary syndrome), IFG (Impaired fasting glucose) atau
IGT (Impaired glucose tolerance)
2. Obesitas: >120% berat baan ideal
3. Umur: 20-59: 8,7% dan >65: 18%
4. Hipertensi: >140/90mmHg
5. Hiperlipidemia: kadar HDL rendah <35mg/dl, dan kadar lipid
darah tinggi >250mg/dl
6. Faktor-faktor lain: kurang olahraga, dan pola makan rendah serat.
Bermacam-macam hal yang dapat menimbulkan diabetes.
Diabetes dapat disebabkan karena kerusakan bacterial atau vital yang
merusak pancreas dan sel yang memproduksi insulin, serta dapat
(46)
indikasi bahwa faktor heriditer juga merupakan komponen
substansial. Namun, jelas bahwa faktor-faktor lain turut diduga
berpengaruh terhadap timbulnya diabetes dan banyak hal lain yang
juga diduga berpengaruh. Faktor makanan, dan lain-lain (Aliah,
2008).
Menurut Handrawan (2009) seseorang terkena diabetes
mellitus jika:
1. kedua orangtua, atau salah satu saja pengidap DM
2. memiliki saudara kandung DM
3. salah satu anggota keluarga (nenek, kakek, bibi, paman, sepupu,
keponakan) ada yang mengidap DM
4. gula darah pernah 126-200 mg/gl
5. pengidap penyakit hati berat
6. sering mengonsumsi obat golongan conticosteroid (pasien asma,
eksim, encok)
7. wanita dengan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
4. Gejala Klinik
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala.Namun demikian ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan
diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan pasien diabetes antara
lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan
polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering muncul
(47)
terganggu, kesemutan pada kaki dan tangan, timbul gatal-gatal yang
seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas.
1. Pada DM tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalan\h
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat
merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada
kulit)
2. Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak
ada DM. tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan
penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika
penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Pasien
DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh
dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
Karakteristik diabetes atau penyakit kencing mani dianataranya
sebagai berikut: ( Mirza, 2009)
1. Rasa haus yang berlebihan
2. Buang air kecil yang berlebihan
3. Selalu merasa lelah/kekurangan energi
4. Infeksi dikulit
5. Penglihatan menjadi kabur
(48)
Selain itu menurut (Handrawan, 2009), karakteristik diabetes
melitus diantaranya, banayak kencing, banyak minum, banyak
makan, dan lekas lapar, selain lesu dan lemah, keluhan awal kencing
manis, berat badan cepat menurun, mungkin muncul gatal-gatal, luka
sukar sembuh, dan seks menurun, gejala kencing manis disertai
dengan darah sewaktu 180mg/dlpasti kencing manis.
Peningkatan jumlah pasien DM yang sebagian besar DM tipe
2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak
dapat diubah, dan faktor lain. Menurut American Diabetes
Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang
tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM, umur > 45
tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi
>4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan
riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes adalah pasien
polycystic ovarysindrome (PCOS), pasien sindrom metabolic
memiliki riwayat toleransi glukosa terganggua (TGT), stroke, PJK,
konsumsi alcohol, faktor stress, kebiasaan merokok, jenis kelamin,
konsumsi kopi dan kafein. (Resyana, 2015)
5. Diagnosis Diabetes Mellitus (DM)
Abdul Muchid, dkk (2005) menjelaskan bahwa diagnosis klinis
DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM berupa
(49)
dapat dijelaskan penyakitnya. Keluhan lain yang mungkin
disampaikan pasien antara lain berat badan terasa lemah, sering
kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan
pruritus vulvae pada wanita.
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu >200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥126mg/dl juga
dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak
cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan konfirmasi
satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi
(≥200mg/dl). Pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang
abnormal tinggi (≥126mg/dl). Atau dari hasil uji toleransi glukosa
oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan≥200mg/dl.
Menurut (Handrawan, 2009) seseorang didiagnosis kencing
manis atau diabetes mellitus apabila kadar gula darah puasa (10 jam)
lebih 26 mg/gl pada dua kali pemeriksaan saat yang berbeda. Adan
atau kadar gula sewaktu (diperiksa kapan saja) lebih dari 180 mg/gl,
dengan atau tanpa keluhan maupun gejala.
Banyak kencing, banyak minum, banyak makan, dan lekas
lapar, selain lesu dan lemah, keluhan awal kencing manis. Berat
(50)
sembuh, dan seks menurun. Munculnya keluhan dan atau gejala
kencing manis disertai darah sewaktu 180 mg/gl pasti kencing
manis.
Pada diabetes mellitus turunnya berat badan umumnya berat
adan terus menurun.Dalam sebulan berat badan bisa turun sampai
5-10 kg. Pada DM jenis yang didapat atau DM tipe 2 berat badan tidak
begitu berpengaruh.
Selain itu, seseorang didiagnosis diabetes mellitus apabila
kadar gula darah sudah melampaui ambang ginjal menahan gula.
Dan itu baru terjadi apabila kadar gula darah sudah mencapai 180
mg/gl, padahal gula darah sewaktu atau sesudah makan lebih dari
126 mg/gl saja, yang berarti di atas normalnya 110 mg/gl sudah
berarti positif kencing manis.
6. Terapi Diabetes Mellitus (DM)
Pencegahan untuk penyakit diabetes melitus dibagi menjadi
empat macam, diantaranya: (Restyana, 2015)
1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya.
Pencegahan primordial pada penyakit DM misalnya menciptakan
prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
(51)
hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang
baik bagi kesehatan
2. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukkan pada
orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yaitu mereka yang
belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM
diantaranya:
a. Kelompok usia tua (>45 tahun)
b. Kegemukan
c. Tekanan darah tinggi
d. Riwayat keluarga DM
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan
pengobatan sejak awal penyakit.Dalam pengelolaan pasien DM,
sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah
kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
a. Penyuluhan
b. Perencanaan makanan
c. Latihan jasmani
(52)
4. Percegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum
kecactan tersebut menetap.
Abdul Muchid, dkk (2005), membagi terapi diabetes antara
lain, terap tanpa obat, terapi obat, Farmakoterapi (terapi insulin).
1. Terapi tanpa obat
a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes.Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat.Protein dan
lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik, seperti karbohidrat
60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut, dan kegiatan fisisk, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap
stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan
bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter
(53)
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan
hidup.
b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olahraga
yang dapat dimintakan nasehatnya untuk mengatur jenis dan
porsi olehraga yang sesuai untuk pasien dibetes. Prinsipnya,
tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(continous, rhythmical, interval, progressive, endurance
training).Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%
denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi pasien. Beberapa contoh olahraga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling
tidak dilakukan selama total 30-40 menit perhari didahului
dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara
5-10 menit. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
(54)
2. Terapi obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan
olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah
pasien, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa
penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat
hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
3. Farmako terapi
a. Terapi insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi pasien DM tipe
1.Pada DM tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas
pasien rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin.Sebagai penggantinya, maka pasien DM tipe 1 harus
mendapat insulin oksigen untuk mmbantu agar metabolisme
karbohidrat didalam tubuhnya dapat berjalan normal.
Walaupun sebagian besar pasien DM tipe 2 tidak memerlukan
terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi
insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
C. Kualitas Hidup Seorang Pasien DM
Kualitas hidup merupakan persepsi penilaian atau penilaian sujektif
dari individu yang mencakup beberapa aspek sekaligus, yang meliputi
kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan
sehari-hari.Menurut Urifah (2012) Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif
(55)
dalam kehidupan sehari-hari yang dialaminya.Sedangkan menurut Chipper
(dalam Ware, 1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan
fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut
pandangan atau perasaan pasien.
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolism karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999)
Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara medis,
maupun psikologis. Dilihat dari faktor psikologis fakta yang ada sekarang
adalah seperti stress yang dapat menyebabkan kadar gula menjadi tidak
terkontrol sehingga dapat memunculkan simtom-simtom diabetes mellitus,
baik simtom hiperglikemia maupun simtom hipoglikemia. Selain itu, dari
beberapa studi juga menjelaskan faktor-faktor psikologis berhubungan erat
dengan kontrol darah, seperti kejadian sehari-hari, ada tidaknya stres,
dukungan sosial, dan efikasi diri (Melina, 2011).Sedangkan menurut
Caron (dalam Urifah, 2012) stres dalam kehidupan sehari-hari merupakan
prediktor negatif kualitas hidup.Stresor yang terkait pasien psikotik adalah
(56)
kemiskinan, tempat tinggal, kebutuhan pangan, serta diskriminasi sosial,
akibat perilaku mereka bertentangan dengan norma-norma masyarakat.
Menurut Salmon (dalam Melina, 2011) seseorang yang mengalami
penyakit kronis seperti diabetes mellitus tersebut maka akan melakukan
adaptasi terhadap penyakitnya. Adaptasi penyakit kronis memiliki tiga
tahap yaitu 1).Shock. Tahap ini akan muncul pada saat seseorang
mengetahui diagnosis yang tidak diharapkannya, 2). Encounter Reaction.
Tahap ini merupakan reaksi terhadap tekanan emosional dan perasaan
kehilangan, 3).Retreat. Merupakan tahap penyangkalan pada kenyataan
yang dihadapinya atau menyangkal pada keseriusan masalah penyakitnya,
4).Reoriented. Pada tahap ini seseorang akan melihat kembali kenyataan
yang dihadapi dan dampak yang ditimbulkan dari penyakitnya sehingga
menyadari realitas, merubah tuntutan dalam kehidupannya dan mulai
mencoba hidup dengan cara yang baru. Menurut teori ini penyesuaian
psikologis terhadap penyakit kronis bersifat dinamis. Proses adaptasi ini
jarang terjadi pada satu tahap.
Penyakit diabetes mellitus ini menyertai seumur hidup pasien
sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien
bila tidak mendapatkan perawatan yang tidak tepat. Beberapa aspek dari
penyakit ini yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu: 1). Adanya tuntutan
yang terus-menerus selama hidup pasien terhadap perawatan DM, seperti
pembatasan atau pengaturan diet, pembatasan aktifitas, monitoring gula
(57)
3). Ketakutan akibat adanya kompikasi yang menyertai, 4). Disfungsi
seksual (Kurniawan, 2008).
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda
tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan
yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan
baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya dengan
negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kualitas hidup pasien
seharusnya menjadi perhatian penting bagi para petugas kesehatan karena
dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan/intervensi atau
terapi.Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga dapat merupakan
data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan yang tepat
bagi pasien.
D. Kerangka Teoritik
Kualitas hidup adalah persepsi individual terhadap posisinya dalam
kehidupan pada konteks system nilai dan budaya dimana mereka tinggal
dan dalam berhubungan dengan tujuannya, penghargaan, norma-norma
dan kepedulian (WHOQOL Group dalam Repley, 2003).Defenisi yang
dibuat oleh WHO ini merupakan defenisi kualitas hidup yang
merefleksikan pandangan bahwa kualitas hidup merujuk pada evaluasi
subjektif yang ada pada konteks budaya, sosial, dan lingkungan.Karena
defenisi kualitas hidup ini fokus pada kualitas hidup yang dirasakan
subjek, maka tidak diharapkan untuk memberikan suatu makna
(58)
tetapi lebih pada efek dari penyakit dan intervensi kesehatan pada kualitas
hidup. Dengan demikian, kualitas hidup tidak dapat disamakan dengan
istilah “status kesehatan”, “gaya hidup”, “status mental”, atau “well
-being”.
Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat
dimensi mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut: (Nimas,
2012)
1. Dimensi kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada obat-obatan, energi dak kelelahan, mobilitas, sakit
dan ketidaknyamanan, tidut, istirahat, kapasitas kerja
2. Dimensi kesejahteraan psikologis, mencakupbodily image appearance,
perasaan negative, perasaan positif, self-esteem,
spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan
konsentrasi.
3. Dimensi hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial,
aktivitas seksual
4. Dimensi hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial,
kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan
sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,
kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun
keterampilan, partisispasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan
rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan
(1)
103
5. responden juga merasa tidak memiliki Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan (X=1.840)
6. Gambaran kualitas hidup pasien diabetes mellitus berdasarkan karakteristik (demografi) dapat dikatakan bahwa responden memiliki kualitas hidup yang baik. Diantaranya:
a. dilihat dari usia, responden yang memiliki kualitas hidup baik yaitu pada usia 40-60 tahun sebanyak 33 orang (66%).
b. Dilihat dari jenis kelamin, responden yang memiliki kualitas hidup yang baik yaitu yang memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 26 orang (52%).
c. Dilihat dari status pekerjaan, responden yang memiliki kualitas hidup yang baik yaitu responden yang memiliki pekerjaan sebanyak 32 orang (64%).
d. Dilihat dari pendidikan terakhir pasien Diabetes Mellitus,
responden yang memiliki kualitas hidup yang baik yaitu yang memililiki pendidikan terakhir SMA sebanyak 20 orang (40%). e. Dilihat dari saat ini tinggal bersama, responden yang memiliki
kualitas hidup yang baik yaitu yang saat ini tinggal bersama suami/istrinya sebanyak 35 orang (70%).
f. Dilihat dari penghasilan tiap bulannya, responden yang memiliki
kualitas hidup yang baik yaitu yang memiliki penghasilan kurang dari 1 juta setiap bulannya sebanyak 31 orang (62%).
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id g. Dilihat dari diagnosa DM, responden yang memiliki kualitas hidup
yang baik yaitu pasien diabetes mellitus yang terdiagnosa tipe 1 sebanyak 30 orang (60%).
h. Dilihat dari lama menderita DM, responden yang memiliki kualitas hidup yang baik yaitu pasien yang sudah menderita Diabetes Mellitus selama 1-5 tahun sebnayak 41 orang (82%).
B. Saran
1. Ditemukannya aspek terapi medis/banyaknya obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien Diabetes Melitus (DM) dalam penelitian ini
dijadikan masukan bagi keluarga, petugas kesehatan maupun
instasi kesehatan untuk lebih mengetahui dan mempersiapkan terapi medis/obat yang dibutuhkan oleh pasien.
2. Ditemukannya aspek spiritualitas yang sangat signifikan dalam mempengaruhi kualitas hidup pasien Diabetes Melitus (DM) dalam penelitian ini menjadi masukan bagi keluarga maupun petugas kesehatan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan perasaan positif pasien, misalnya dengan menghadirkan tokoh agama untuk mengurangi perasaan negatif pasien.
3. Ditemukannya aspek seksualitas yang kurang puas/banyak
membutuhkan aktivitas seksual dan memberikan dampak negatif bagi kualitas hidup pasien Diabetes Melitus (DM) dalam penelitian ini menjadi masukan bagi petugas kesehatan untuk bisa memberikan konseling seksualitas bagi responden dan/atau pasangan.
(3)
105
4. Ditemukannya aspek rekreasi yang sangat kurang dinikmati oleh responden sehingga memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidupnya dalam penelitian ini menjadi masukan bagi keluarga untuk bisa lebih memperhatikan reksreasi responden minimal satu kali dalam dua minggu.
5. Perlu melakukan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih banyak, lokasi yang bervariasi, dan diharapkan mengembangkan penelitian ini seperti meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus.
6. Bagi peneliti selanjutnya disarankan perlu melibatkan variabel-variabel yang lain untuk penelitian selanjutnya.
7. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan model penelitian yang lebih variatif untuk penelitian selanjutnya.
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 106
DAFTAR PUSTAKA
Alfiyah, dkk.(2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Pengendalian Kadar
Gula Darah Dengan Gejala Komplikasi Mikrovaskular. Jurnal Berkala Epidemiologi Volume 2 nomor 1
Alimul Hidayat, Aziz. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah,
Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika
Amrina, Rosyada. Indang, Trihandini. (2013). Determinan Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol. 7. No. 9
Azwar, Saifuddin. (2004).Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset
Dewa, Putu, dkk. (2015). Studi Kualitatif: Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 Di
Wilayah Puskesmas 2 Denpasar Barat. Jurnal Keperawatan Jiwa, Komunitas dan Manajemen. Vol. 2. No. 1
Dwi, Astuti, dkk. (2011). Rational Emotive Behavior Therapy Sebagai Upaya
Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus.Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 3. No. 2
Hasanah, MPM, dkk. (2003). World Health Organization Quality of Life
Assesment: Brief Version in Bahasa Malaysia.Med J Malaysia.Vol. 58. No. 1
Indahria, Sulistyarini. (2013). Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan
Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi.Jurnal Psikologi volume. 40. No. 1
Izharul, Hasan, dkk. (2012).Prevalence Of Diabetes Mellitus And Obesity Among
Population Of Sultanpur Kunhari And ITS Surrounding Area, Haridwar Uttarakhand. International Research Journal Of Pharmacy
Kurniawan, Yudianto, dkk. (2008). Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Di
Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur.Vol. 10. No. XVIII
Lalu, Muhammad Hairi, dkk. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Tentang Diabetes Mellitus Dengan Gaya Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. Skripsi PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Tidak dipublikasikan
Maliya, Arina. (2011). Hubungan Tingkat Kemampuan Activity of Daily Living
Dengan Perubahan Kadar Gula Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Puskesmas Masaran. Jurnal Kesehatan. Vol 4,No. 1
(5)
107
Maulana, Mirza. (2009). Diet Sehat untuk Membentuk Tubuh Langsing dan
Bugar.Jogjakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Mei, Lina Susanti, dkk. (2013). Dukungan Keluarga Meningkatkan Kepatuhan
Diet Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES volume 6. No. 1
Melina, Dian Kusumadewi. (2011). Peran Stresor Harian, Optimesme dan
Regulasi Diri terhadap Kualitas Hidup Individu dengan Diabetes Mellitu Tipe 2.PSOKOISLAMIKA.Jurnal Psikologi Islam. Vol.8. no. 1
Muchid, Abdul. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Mellitus.Depertemen Kesehatan RI.
Nadesul, Handrawan. (2009). Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.
Nilla, Retnowati. Prijo Satyabakti. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Tanah Kalikedinding.Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3. No. 1
Nimas, Ayu Fitriana. Tri, Kurniati Ambarani. (2012). Kualitas Hidup Pada
Pasien Kanker Serviks yang Menjalani Pengobatan Radioterapi.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.Vol. 1. No. 02
Notoatmodjo, S. (2005).Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
Prawitasari, Johana E. (2012). Psikologi Terapan Melintas Batas Disiplin Ilmu.
Jakarta: Erlangga
Purwakania Hasan, Aliah B. (2008). Pengantar Psikologi Kesehatan Islami.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Restyana, Noor Fatimah. (2005). Diabetes Melitus Tipe 2.J MAJORITY.Vol. 4.
No. 5
Sharkey, Brian J. (2003). Kebugaran dan Kesehatan.Jakarta: PT Raja Grafindo
Indonesia
Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Suryabrata, Sumadi. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis.Yogyakarta:
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Tan, luor Shyuan Maudrene. (2014). WHOQOL-BREF among Singaporean
Patients with Type II Diabetes Mellitus: What Does It Measure. British Journal of Medicine & Medical Research
Urifah, Rubbyana. (2012). Hubungan antara Strategi Koping dengan Kualitas
Hidup Pada Pasien Skizofrenia Remisi Simptom.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.Vol. 1. No. 2
Version, Field Trial.(1996). WHOQOL-BREF, Introduction, Administration.
Scoring, And Generic Version Of The Assessment.Switzerland: Geneva