Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien PascaStroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

PRETTY ANGELINA BRILLIANTI NIM : 1111104000053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan baik moril maupan materil, yang selalu memberikan semangat dan untaian do‟a untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis menyadari tidak akan mampu membalas jasa-jasa tersebut, Semoga Allah „Azza wa Jalla memberikan balasan yang dapat mengantarkan kesyurgaNya. Terkhusus kepada :

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua ProgramStudi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ernawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan pengarahan terhadap penulis.


(8)

4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS selaku Dosen Pembimbing 1 dan Bapak Karyadi, M.Kep,. PhD selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing penuh dengan kualitas sabar dan intelektual.

5. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung dan memberikan ilmunya kepada saya selama duduk di bangku kuliah.

6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi dan membantu proses kelancaran dalam penelitian dan pelaporannya.

7. Pasien Pascastroke di wilayah kerja Puskesmas Pisangan yang telah bersedia menjadi responden penelitian.

8. Orang tuaku dan seluruh keluarga yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilanku, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepadaku selama masa proses pengerjaan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabatku di Rumah Cemara khususnya Ika yang telah menemani,

menyemangati, menghidupkan lingkungan yang nyaman, dan memberi bantuan atas kebutuhan dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

10.Kak Isna Thoha Ahmad yang telah menghabiskan banyak waktunya untuk membantu mencari data responden, menerjemahkan kuesioner dan referensi, serta bantuan-bantuan lain yang sangat mendukung penyelesaian skripsi ini.

11.Teman-teman seangkatanku PSIK 2011 dan CSS MoRA UIN Jakarta 2011 yang secara langsung maupun tidak juga ikut membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, 30 Oktober 2015


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan masalah ... 5

C. Pertanyaan penelitian... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Stroke ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Klasifikasi Stroke ... 9

3. Dampak Stroke Pada Pasien ... 10

4. Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke ... 12

B. Self-Management ... 18

1. Pengertian ... 18

2. Teori-Teori Self-Management ... 18

3. Self-Management Pada Pasien Pascastroke ... 21

4. Pengukuran Self-Management Pada Pasien Pascastroke ... 22

C. Kualitas Hidup ... 23


(11)

2. Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 24

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 25

4. Domain Pengukuran Kualitas Hidup ... 26

D. Kerangka Teori ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 29 A. Kerangka Konsep ... 29

B. Hipotesis ... 30

C. Definisi Operasional ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 33

A. Desain Penelitian ... 33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 33

D. Instrumen Penelitian ... 34

E. Uji Validitas dan Reliabilitas... 34

F. Tahapan Pengambilan Data ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 40

H. Etika Penelitian ... 41

BAB V HASIL PENELITIAN ... 43

A. Analisis Karakteristik Responden Penelitian (Pasien Pascastroke di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat) ... 43

B. Analisis Univariat (Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke) ... 49

C. Analisis Univariat (Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke) ... 50

D. Analisis Bivariat (Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke) ... 51

E. Analisis Bivariat (Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke)... 53

BAB VI PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Karakteristik Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat ... 55


(12)

B. Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas

Pisangan Ciputat ... 64

C. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat ... 66

D. Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat ... 68

E. Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 70

1. Hubungan Domain Kapasitas dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan. ... 70

2. Hubungan Domain Strategi dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 72

3. Hubungan Domain Kepercayaan Diri dalam Berinteraksi dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 73

4. Hubungan Domain Bimbingan Tenaga Kesehatan dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan ... 74

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77


(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 28


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 31

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner SSMQ ... 35

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner SSQOL... 35

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSMQ ... 37

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSQOL ... 37

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 43

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Usia Responden ... 44

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ... 44

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden ... 45

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis StrokeResponden ... 46

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jumlah Serangan Stroke Responden ... 46

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Fungsi Ekstremitas Atas Responden ... 47

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Penyakit Penyerta ... 48

Tabel 5.9 Analisis Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke ... 49

Tabel 5.10 Analisis Skor Rata-Rata Domain Self-Management ... 50

Tabel 5.11 Analisis Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke ... 51

Tabel 5.12 Analisis Skor Rata-Rata Domain Kualitas Hidup ... 51


(15)

Tabel 5.14 Analisis Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup ... 52

Tabel 5.15 Analisis Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup ... 53


(16)

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama disabilitas dan penderitaan (Santoso, 2003). Stroke terjadi akibat berkurang atau gagalnya vaskularisasi jaringan otak, hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi motoric, fungsi sensorik, saraf kranial, fungsi luhur, koordinasi dan otonom. Semua keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari penderita (Santoso, 2003).

Data World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa kematian akibat penyakit pembuluh darah lebih banyak dibanding penyakit lain, yaitu sekitar 15 juta tiap tahun atau sekitar 30% dari kematian total pertahunnya dan sekitar 4,5 juta diantaranya disebabkan oleh stroke. Berdasarkan penelitian Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 di 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia diperoleh hasil bahwa penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan (Riskesdas, 2007 dalam Yuliarianto, 2013). Secara kasar, setiap hari ada dua orang Indonesia mengalami serangan stroke (Yuliarianto, 2013).

Menurut Sari (2008), angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan tahun 2008 Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Apabila tidak ada upaya penanggulangan stroke


(17)

yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat.

Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan didapati 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).

Beradasarkan data tentang tingginya prevalensi stroke di atas, berbagai upaya perlu dilakukan demi mengurangi angka kejadian dan angka kematian akibat stroke, dr. Herman Samsudin, Sp.S, seorang ahli saraf sekaligus Ketua Yastroki (Yayasan Stroke Indonesia) Cabang DKI Jakarta mengungkapkan bahwa penanggulangan masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini Indonesia menduduki urutan pertama di dunia dalam hal jumlah penderita stroke terbanyak (Yayasan Stroke Indonesia, 2012)

Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila ditangani dengan baik, maka dapat meringankan beban penderita, meminimalkan


(18)

kecacatan, dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam beraktivitas. Salah satu usaha penanganan terhadap pasien stroke adalah dengan meningkatkan self-management pasien. Sebuah tinjauan menemukan bahwa intervensi self-management efektif untuk meningkatkan kualitas seseorang yang menderita penyakit kronik (Barlow dkk, 2002 dalam Chapman dan Bogle, 2014).

Secara umum, self-management terdiri atas beberapa komponen seperti ketersediaan informasi, pengobatan, problem-solving, dan dukungan (Newman dkk, 2004 dalam Chapman dan Bogle, 2014). Sedangkan menurut Barlow dkk. (2002) dalam Lennon dkk. (2013) self-management didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi secara umum self-management didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur gejala, pengobatan, konsekuensi fisik dan psikis, dan perubahan gaya hidup dengan adanya penyakit kronik.

Tujuan dari banyaknya program self-management adalah untuk mengubah kebiasaan dan mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi kondisi mereka dan beradaptasi, jadi program ini dibuat untuk melatih individu terhadap skill-skill yang mereka perlukan untuk memonitor kondisi mereka, dan menetapkan kesehatan dan persoalan social mereka (Silva, 2011 dan Foster dkk, 2007 dalam Lennon dkk., 2013)

Banyak tinjauan, percobaan control secara random, dan studi observasi besar menguji hasil dari dukungan self-management untuk penderita penyakit kronis. Ketika penemuan-penemuan dari studi individual disatukan, keseluruhan


(19)

bukti memberi kesan bahwa dukungan self-management dapat berguna bagi perilaku dan kebiasaan seseorang, kualitas hidup, gejala klinis, dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (The Health Foundation Inspiring Improvement, 2011).

Berbagai macam dampak yang timbul akibat stroke seperti kemampuan fisik, emosi, dan kehidupan sosial pasien stroke tentu saja mempengaruhi peranan sosialnya. Hal tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke (Astrom dan Asplund, 2005 dalam Yani, 2010).

Menurut Hariandja (2013) akibat stroke yang diderita oleh seseorang, dia menjadi tergantung pada orang lain dalam menjalankan aktivitas kehidupannya sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dan sebagainya. Kemandirian dan mobilitas penderita stroke menjadi berkurang atau bahkan hilang, hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup yang dimiliki.

Berdasarkan data yang menyatakan bahwa self-management adalah suatu program yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk menguji hubungan antara kualitas hidup pasien dengan penerapan self-management. Kualitas hidup itu sendiri diartikan sebagai ukuran konseptual atau operasional yang sering digunakan dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak terapi pada pasien (Brooker, 2008)


(20)

Hasil dari studi pendahuluan di Puskesmas Pisangan menyebutkan bahwa telah terdata beberapa pasien paskastroke yang kesemuanya belum mengalami pemulihan dengan intervensi pengobatan, pendidikan kesehatan, dan kunjungan rumah selama tiga bulan terakhir. Hal ini dirasa perlu diteliti untuk mendapatkan jawaban tentang sulitnya proses penyembuhan pasien paskastroke di daerah Pisangan dan sebagainya terkait dengan self-management pasien itu sendiri.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan data yang menunjukkan bahwa angka kejiadian stroke di Indonesia yang cukup tinggi, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas hidup penderita stroke dan mengurangi angka kematian akibat stroke. Salah satu upaya untuk memenuhi hal di atas adalah meningkatkan self-management penderita.

Berbagai macam penelitian telah membuktikan bahwa self-management efektif untuk meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit kronik, namun peneliti belum menemukan bukti yang serupa pada penelitian di Indonesia yang dikhususkan pada penderita pascastroke, maka untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien pascastroke, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Paskastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat.


(21)

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien pascastroke?

2. Bagaimana gambaran self-management yang diterapkan oleh pasien paskastroke?

3. Bagaimana gambaran kualitas hidup pasien paskastroke?

4. Bagaimana hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien paskastroke?

5. Bagaimana hubungan antara masing-masing domain self-management dengan kualitas hidup pasien pascastroke?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien paskastroke.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien pascastroke

b. Mengetahui gambaran self-management yang diterapkan oleh pasien paskastroke

c. Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien paskastroke

d. Mengetahui hubungan antara self-management dengan kualitas hidup pasien paskastroke


(22)

E. Manfaat penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai informasi dasar tentang penerapan self-management pada penderita stroke, yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan self-management sebagai upaya peningkatan kualitas hidup penderita stroke dan penekanan angka kematian akibat stroke.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai masukan terhadap program penanganan penderita stroke, yaitu menjadi landasan untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya self-management bagi pasien pascastroke.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan untuk meneliti self-management bagi peneliti lain, sehingga diharapkan dapat menjadi modal untuk perkembangan self-management khusus penderita pascastroke di Indonesia.


(23)

A. Stroke

1. Pengertian

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Mekanisme vascular yang menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan sebagai emboli atau thrombosis dan hemoragik (Lecture, 2007).

Corwin (2011) menyatakan bahwa Cedera Vaskular Serebral (CVS), yang sering disebut stroke atau serangan otak, adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Individu yang terutama beresiko mengalami CVS adalah lansia dengan hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, atau penyakit jantung. Pada CVS, hipoksia serebral yang menyebabkan cedera dan kematian sel neuron terjadi. Inflamasi, yang ditandai dengan pelepasan sitokin proinflamasi, produksi radikal bebas oksigen, dan pembengkakan serta edema ruang interstisial, terjadi pada kerusakan sel dan menyebabkan situasi yang memburuk. Demikian pula, asidosis terjadi akibat hipoksia dan mencederai otak lebih lanjut melalui aktivasi saluran ion neuron yang mendeteksi asam. Pada akhirnya, kerusakan otak terjadi setelah CVS, biasanya memuncak 24 sampai 72 jam setelah kematian sel neuron.


(24)

2. Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke menurut Corwin (2009) dan Muttaqin (2008) adalah: a. Stroke Iskemik

Stroke Iskemik terjadi akibat adanya sumbatan arteri yang menuju ke otak, baik sumbatan itu terjadi di pembuluh arteri serebri (thrombus) maupun di pembuluh arteri yang menuju ke otak di area lain (embolus).

1) Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi akibat adanya oklusi arteri di area otak, yang biasanya disebabkan oleh aterosklerosis berat. Seringkali stroke ini didahului oleh TIA (Transient Ischemic Attack/ Serangan Otak Sementara) sekali atau lebih sebelum stroke yang sebenarnya terjadi. TIA sendiri adalah gangguan fungsi otak yang singkat akibat hipoksia serebral dan terjadi kurang dari 24 jam.

2) Stroke Embolik

Stroke embolik terjadi akibat oklusi arteri oleh embolus dibagian tubuh selain otak. Hal ini biasanya bersumber dari jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta.


(25)

b. Stroke Hemoragik

Stroke ini terjadi akibat lesi vascular intraserebrum mengalami rupture, sehingga terjadi perdarahan di ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Rupturnya pembuluh darah ini menyebabkan iskemia dan hipoksia di jaringan otak. Hal ini disebabkan oleh hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi arteriovenosa. Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan tekanan intracranial, yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya. Biasanya terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.

3. Dampak Stroke Pada Pasien

Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS, 2003) dalam Yani (2010), dampak yang mungkin timbul pada pasien stroke adalah:

a. Paralisis

Paralisis dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, berpakaian, makan, atau menggunakan kamar mandi. Biasanya terjadi unilateral (hemiplegia) dan paralisis terjadi kontralateral dari lesi di hemisfer otak. Beberapa pasien stroke juga mengalami kesulitan saat menelan (disfagia).


(26)

b. Defisit fungsi kognitif

Stroke dapat menimbulkan dampak pada penurunan fungsi kognitif seperti proses berfikir, pemusatan perhatian, proses pembelajaran, pembuatan keputusan, maupun daya ingat. Defisit fungsi kognitif yang parah dapat menimbulkan keadaan yang disebut apraksia dan agnosia.

c. Deficit bahasa

Stroke dapat menimbulkan dampak kesulitan dalam memahami (afasia) dan menyusun perkataan (disartria).

d. Defisit emosional

Pasien stroke dapat mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi mereka. Depresi sering terjadi pada pasien stroke. Depresi pascastroke dapat menghalangi pemulihan dan rehabilitasi stroke bahkan dapat mengarah pada percobaan bunuh diri.

e. Rasa sakit

Rasa sakit, sensasi aneh, dan rasa kebas pada pasien stroke mungkin disebabkan banyak factor meliputi kerusakan region sensorik otak, sendi yang kaku, atau tungkai yang lumpuh. Rasa sakit tersebut merupakan campuran dari rasa panas, dingin, terbakar, perih, mati rasa, dan rasa tertusuk. Rasa sakit tersebut terasa lebih parah di ekstremitas dan semakin parah dengan perubahan gerak dan temperature terutama dingin.


(27)

Sedangkan menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki, 2012), stroke menimbulkan dampak yang sangat besar dari segi ekonomi dan sosial karena biaya pengobatan dan perawatan sangat tinggi, di samping itu stroke juga menimbulkan dampak sosial akibat dari gejala sisa sehingga penderita tidak dapat bekerja kembali seperti sediakala dan sosialisasinya pun dapat terhambat.

4. Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke

Menurut Brass (1992) dalam Hariandja (2013) terapi yang biasa dilakukan oleh penderita stroke antara lain adalah fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi wicara. Hal ini bergantung pada kebutuhan dan gejala yang dimiliki oleh penderita stroke. Terapi tersebut dapat dilakukan satu per satu maupun dipadukan.

Prinsip rehabilitasi menurut Harsono (1996) dalam Purwanti dan Maliya (2008) adalah:

a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa rehabilitasi segera dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya.

b. Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi. c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita


(28)

d. Factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan.

e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan.

f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan berulang.

g. Penderita stroke lebih merupakan subjek rehabilitasi dan bukannya sekadar objek.

Adapun tahap rehabilitasi menurut Purwanti dan Maliya (2008) adalah:

a. Rehabilitasi stadium akut

Sejak awal tim rehabilitasi medic sudah diikutkan, terutama untuk mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal terapi wicara diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog dan pekerja sosial medic untuk mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.

b. Rehabilitasi stadium subakut

Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci.


(29)

Pada post stroke pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegi posture. Kita berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai kondisi klien.

c. Rehabilitasi stadium kronik

Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.

Menurut Purwanti dan Maliya (2008) program rehabilitasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan. Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimuali 2-3 minggu sesudah serangan. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. Adapun langkah-langkah mobilisasi dalam rehabilitasi menurut Purwanti dan Maliya (2008) ini meliputi :

a. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur. - Berbaring terlentang

Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar ke arah luar, siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan.


(30)

Letakkan pula bantal dibawah paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar kea rah dalam, lutut agak ditekuk.

- Miring ke sisi yang sehat

Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang lumpuh diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut ditekuk.

- Miring ke sisi yang lumpuh

Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.

b. Latihan gerak sendi (range of motion) (1) Anggota Gerak Atas

(a) Fleksi dan ekstensi

Dukung lengan dengan pergelangan tangan dan siku, angkat lengan lurus melewati kepala klien, istirahatkan lengan terlentang diatas kepala di tempat tidur.

(b) Abduksi dan adduksi

Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku dari tubuhnya klien, geser lengan menjauh menyamping


(31)

dari badan, biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90o dari bahu.

(c) Siku fleksi dan ekstensi

Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien sehingga lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.

(d) Pergelangan tangan

Dukung pergelangan tangan dan tangan klien dan jari-jari dengan jari yang lain; tekuk pergelangan tangan ke depan dan menggenggam, tekuk pergelangan tangan ke belakang dan tegakkan jari-jari, gerakkan pergelangan tangan ke lateral.

(e) Jari fleksi dan ekstensi

Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk semua jari sekali, luruskan semua jari sekali.

(2) Anggota gerak bawah : (a) Pinggul fleksi

Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah ke dada, tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk sedikit atau dengan toleransi klien.


(32)

Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, mengangkat kaki klien diluruskan setinggi mungkin, pegang sampai hitungan kelima.

(c) Lutut fleksi dan ekstensi

Dukung kaki bila perlu tumit dan belakang lutut, tekuk setinggi 90 derajat dan luruskan lutut.

(d) Jari kaki fleksi dan ekstensi

Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong semua jari ke belakang.

(e) Tumit inversi dan eversi

Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan pegang telapak kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki keluar, putar telapak kaki ke dalam.

(3) Latihan duduk

Latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk. Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu, misalnya trapeze untuk pegangan penderita.


(33)

B. Self-Management

1. Pengertian

Chronic Care Model (CCM) mendeskripsikan dukungan self-management sebagai bantuan kolaboratif pasien dan keluarga untuk mendapatkan kemampuan dan kemandirian guna mengatur penyakit kronisnya, meningkatkan kesesuaian self-management dan mengkaji secara rutin masalah dan komplikasi yang muncul (Bodenheimer dkk, 2002 dalam Alex dkk., 2011)

Self-management diartikan sebagai sebuah penguatan bagi individu dengan penyakit kronik sebaik cara untuk meningkatkan status kesehatan dan mengurangi besarnya biaya perawatan kesehatan (Wilson, 2001 dalam Chaplin dkk., tanpa tahun)

Self-management didefinisikan dalam cara yang berbeda-beda, tetapi secara umum hal ini dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur gejala-gejala, pengobatan, kensekuensi fisik dan psikis, dan perubahan gaya hidup yang melekat pada kehidupan seseorang dengan penyakit kronis (Barlow dkk, 2002 dalam Lennon dkk, 2013)

2. Teori-Teori Self-Management

Menurut Boger (2014) teori-teori yang menonjol yang mungkin menopang keberhasilan self-management adalah sebagai berikut:


(34)

a. Model Perawatan Kronik (The Chronic Care Model)

Model perawatan kronik menyatakan bahwa ada 6 elemen yang berpengaruh pada peningkatan kualitas klinis seseorang, yaitu komunitas, system kesehatan, dukungan self-management, delivery system design, dukungan keputusan, dan system informasi klinis (Wagner, 1998; 1999 dalam Boger, 2014).

b. Perceived Control

Kontrol perasaan didefinisikan sebagai keyakinan bahwa seseorang dapat menentukan keadaan internal dan kebiasaan mereka sendiri, mempengaruhi lingkungnannya, dan/atau mendatangkan tujuan yang diharapkan (Wallston dkk, 1987 dalam Booger, 2014). Model linear regresi menyimpulkan bahwa kotrol perasaan adalah alat prediksi paling efektif untuk kesembuhan dan disabilitas individu secara spesifik. kontrol perasaan mungkin penting untuk mempertahankan aktivitas fisik dan mobilitas pada pasien pascastroke.

c. Locus of Control

Locus didikotomikan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal (Rotter, 1966 dalam Booger, 2014). seseorang dengan internal locus control didefinisikan sebagai seseorang yang percaya bahwa hasil atau penguatan yang dinilai terjadi sebagai konsekuensi langsung dari tindakan pribadi. Sedangkan eksternal locus kontrol menandakan sebuah


(35)

kepercayaan bahwa penguatan atau hasil adalah hasil dari kebiasaan orang lain atau dipengaruhi oleh nasib, keberuntungan, atau kesempatan. namun banyak keterbatasan dari teori ini dalam penerapan self-management.

d. The TransTheoretical Model of Change

Teori ini dalam hal perubahan kebiasaan digunakan untuk mengklasifikasikan tingkatan-tingkatan yang berbeda atas kesiapan motivasi untuk berubah (Prochaska dkk, 1992 dalam Booger 2014). The Transtheoretical Model of Change berakar dari tugas seputar kecanduan, namun diaplikasikan pada sejumlah kebiasaan yang relevan pada self-management seperti peningkatan aktivitas fisik, kontrol berat badan, dan diet (Sarkin dkk, 2001 dalam Booger, 2014), dan kepatuhan pengobatan pada kondisi seseorang dengan penyakit kronis (Willey dkk, 2003 dalam Booger, 2014).

e. Self-Efficacy

Self-efficacy didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang untuk berhasil dalam situasi tertentu. teori ini berasal dari teori sosial kognitif yang dicetuskan oleh Albert Bandura. Teori ini menganut pendapat bahwa seseorang belajar melalui dua cara, yaitu pengalaman langsung dan model sosial. Bandura percaya bahwa model sosial menjadi hal yang lebih berpengaruh terhadap pembelajaran manusia, sejak kesempatan untuk mendapat pengalaman langsung itu terbatas. Bandura melihat seseorang


(36)

sebagai pihak yang berkontribusi atas lingkungan sekitar kehidupannya, atau agen perubahan dan bukan sekadar produk dari lingkungannya (Bandura, 2011 dalam Booger, 2014).

3. Self-Management Pada Pasien Pascastroke

Catalano dkk. (2003) dalam Boger (2014) menyatakan bahwa prinsip utama dari intervensi self-management pada stroke adalah bahwa sebagai seseorang yang meningkatkan kemampuan koping untuk menyesuaikan diri dan mengatur kehidupan mereka pascastroke, perasaan atas control mereka, dan peningkatan kualitas hidup.

Self-management yang menyertai stroke tampil sebagai prioritas penelitian untuk pasien, keluarga, dan professional kesehatan di UK. Sebuah studi konsensus terbaru berupaya untuk mengidentifikasi sepuluh prioritas teratas untuk penelitian, tiga diantaranya yaitu koping dengan konsekuensi jangka panjang pada stroke, manajemen fatig, dan kepercayaan diri mengiringi stroke dengan adanya self-management (Pollock dkk., 2012 dalam Booger, 2014).

Joice (2012) menyatakan bahwa beberapa studi menyelidiki intervensi self-management pada stroke. Tiga percobaan control random, sebuah studi kualitatif, dan dua program telah diidentifikasi menggambarkan beberapa tipe program self-management untuk penyembuhan stroke di UK.


(37)

Percobaan yang dilakukan oleh Watkins dkk (2007) dalam meningkatkan motivasi untuk meningkatkan self-management pada pasien stroke menunjukkan adanya peningkatan mood pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Joice, 2012).

4. Pengukuran Self-Management Pada Pasien Pascastroke

Pengukuruan Self-Management ini menggunakan Stroke Self-Management Questionnaire, yang setiap item di dalamnya bisa dideskripsikan sebagai sebuah attitude, behaviour, atau skill yang menyediakan informasi tentang kompetensi self-management seorang individu. Adapun kuesioner ini mengukur empat domain dari penderita pascastroke, yaitu kapasitas, kepercayaan diri dalam berinteraksi, strategi, dan bimbingan oleh professional kesehatan. Berikut ini adalah penjelasannya:

a. Kapasitas diartikan sebagai indikator pengaruh dari perburukan dan kemunduruan pada self-management. Berisi komponen tentang pengetahuan kesehatan, kelumpuhan, dan ketetapan hati.

b. Kepercayaan diri dalam berinteraksi diartikan sebagai indikator kepercayaan diri dan kemampuan individu untuk berkomunikasi dengan tenaga kesehatan, dan kepercayaan diri dalam merespon tenaga kesehatan untuk menyesuaikan kebutuhan self-management. Berisi komponen tentang komunikasi dengan professional kesehatan dan pengetahuan kesehatan.


(38)

c. Bimbingan oleh professional kesehatan diartikan sebagai indikator kepercayaan pada informasi yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan untuk menerapkan self-management. Berisi komponen tentang persepsi atas tanggung jawab self-management.

d. Strategi diartikan sebagai indikator kesiapan dan kemampuan individu untuk memerankan strategi self-management. Berisi komponen tentang kesiapan untuk menerapkan self-management dan kemampuan self-management.

C. Kualitas Hidup

1. Pengertian

Kualitas hidup adalah ukuran konseptual atau operasional yang sering digunakan dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak terapi pada pasien. Pengukuran konseptual mencakup kesejahteraan, kualitas kelangsungan hidup, kemampuan seseorang untuk secara mandiri melakukan kegiatan sehari-hari (Montazeri dkk., 1996 dalam Brooker, 2008)

Kualitas hidup dapat menjadi istilah yang umum untuk menyatakan status kesehatan, meskipun istilah ini juga memiliki makna khusus yang memungkinkan penentuan ranking penduduk menurut aspek objektif maupun subjektif pada status kesehatan mereka. Kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan (HQL, health-related quality of life) mencakup keterbatasan fungsional yang bersifat fisik maupun mental, dan ekspresi positif


(39)

kesejahteraan fisik, mental, serta spiritual. HQL dapat digunakan sebagai sebuah ukuran integratif yang menyatukan mortalitas dan morbiditas, serta merupakan indeks berbagai unsur yang meliputi kematian, morbiditas, keterbatasan fungsional, serta keadaan sehat sejahtera (Gybney dkk, 2008).

2. Kualitas Hidup Pasien Pascastroke

Wyller dkk. (1998) melaporkan penelitiannya bahwa pasien stroke mempunyai kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok control (Yani, 2010). Astrom M dan Asplund K, 2005 dalam Yani, 2010 juga menyatakan bahwa stroke mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan fisik, emosi, dan kehidupan sosial. Hal tersebut memberikan pengaruh besar terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke.

Niemi dkk. (1988) melakukan penelitian terhadap 46 pasien empat tahun pascastroke tentang kualitas hidupnya, dari hasil penelitiannya sebanyak 89% dari keseluruhan responden tidak mempunyai kualitas hidup sebaik saat sebelum mereka terkena stroke, meskipun mereka sudah dalam keadaan penyembuhan yang baik.

Ahlsio dkk. (1984) juga meneliti kualitas hidup pasien pascastroke selama dua tahun. Dari 96 pasien yang mereka teliti, 23% diantaranya pernah mengalami stroke berulang dan 27% lainnya akhirnya meninggal dunia. Sebagian besar dari mereka mengalami penurunan kualitas hidup dan tidak


(40)

ada peningkatan selama dua tahun. Penurunan kualitas hidup ini lebih dominan dirasakan oleh pasien yang bergantung dalam melakukan ADL-nya.

Penurunan kualitas hidup pada pasien pascastroke menjadi hal yang wajar karena banyaknya masalah yang timbul akibat stroke. Adapun masalah-masalah yang sangat mempengaruhi kualitas hidup tersebut adalah spastisitas dan kontraktur, nyeri, kesulitan dalam mobilitas, ketergantungan dalam ADL, masalah sosial, dan masalah psikologis (Nurwahyuni, 1999).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Pascastroke

Larsen dkk. (2005) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul “Factors Influencing Stroke Survivors Quality of Life During Subacute Recovery” bahwa factor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien pasca stroke adalah umur, gender, level pendidikan, tipe stroke, tangan dominan, penurunan fungsi motoric ekstremitas atas, dan komorbiditas. Dengan umur dan gender sebagai pengaruh yang kuat, yakni orang yang berumur lebih tua cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah dibanding orang yang lebih muda, demikian juga laki-laki cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah dibanding perempuan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kwon dkk. (2006), mereka menyatakan bahwa kualitas hidup pasien pascastroke tidak berhubungan dengan umur, gender, level pendidikan, status pernikahan, dan adanya factor resiko (seperti diabetes dan hipertensi), lateralisasi lesi, lokasi


(41)

lesi, atau subtype stroke. Namun yang mempengaruhi kualitas hidup pada pasien stroke menurut mereka adalah adanya depresi, central poststroke pain (CPSP), ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari, disfungsi motoric, status ekonomi rendah, dan tidak bekerja. Ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari dan disfungsi motoric juga telah dibuktikan mempengaruhi kualitas hidup pasien pascastroke pada penelitian sebelumnya (Kwon dkk., 2006).

Sedangkan Kim dkk. (2005) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien pascastroke pada tingkatan umur muda dan tua. Mereka menyatakan bahwa pada penderita stroke usia muda, kualitas hidupnya dipengaruhi oleh disfungsi motoric, afasia, disartria, disfagia, dan tidak bekerja. Pengguna alkohol dilihat mempunyai kualitas hidup yang lebih tinggi pada usia muda.

Pada penderita stroke yang berusia lanjut, kualitas hidupnya dipengaruhi oleh status ekonomi yang rendah, tidak bekerja, stroke supratentorial, disfungsi motoric, stroke sirkulasi anterior, adanya diabetes mellitus, afasia, disartria, disfagia, defek lapang pandang, kejang poststroke, dan depresi. Sedangkan pengkonsumsi rokok dan alkohol dilihat mempunyai kualitas hidup yang lebih tinggi (Kim dkk., 2005).

4. Domain Pengukuran Kualitas Hidup

Berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh Williams dkk (1999) menyebutkan bahwa untuk membentuk domain dan validitas isi, mereka


(42)

menginterview 34 pasien stroke untuk mengidentifikasi domain umum yang mempengaruhi kuesioner kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke. Selama 1-6 bulan interview (setelah stroke), mereka ditanya tentang 3 area yang hampir selalu dipengaruhi oleh stroke mereka. Tiga kumpulan respon ini akhirnya dikembangkan dalam skala likert 5-poin, yaitu:

a. Jumlah bantuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas spesifik, berkisar dari tanpa bantuan sampai bantuan total

b. Jumlah hambatan yang dialami ketika mencoba melakukan suatu tugas, berkisar antara tidak dapat melakukan sama sekali sampai tidak ada hambatan sama sekali.

c. Derajat persetujuan dengan pernyataan berhubungan dengan fungsional mereka, berkisar dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

Setelah melakukan beberapa kali uji validitas, reliabilitas, dan responsivitas, didapatkan kesimpulan akhir dari domain kuesioner kualitas hidup khusus stroke sebanyak 12 domain, yaitu kekuatan, peran keluarga (didefinisikan sebagai kebutuhan pasien dalam melakukan pekerjaan terhadap keluarga), bahasa, mobilisasi, mood, personality, self-care, peran sosial (didefinisikan sebagai hubungan dan aktivitas pasien dengan teman di luar rumah), pemikiran, fungsi ekstremitas atas, penglihatan, dan produktivitas kerja.


(43)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Kerangka Teori ini berdasarkan Corwin (2009), NINDS (2003), Boger (2014), dan Larsen, dkk (2005) Gangguan pembuluh

darah otak:

1. Trombotik 2. Embolik 3. Hemoragik

Stroke Akibat :

1. Paralisis 2. Deficit fungsi

kognitif 3. Deficit bahasa 4. Deficit emosional 5. Rasa sakit

Kualitas Hidup Factor lain yang

mempengaruhi SSQOL : Umur, gender, tingkat pendidikan, tipe stroke, fungsi motoric ekstremitas atas, dan komorbiditas) Self-Managem ent Meningkatkan kemampuan koping

untuk mengatur kehidupan, perasaan control diri, dan kualitas hidup pada penderita penyakit kronik (stroke).

Kapasitas, strategi, kepercayaan diri, bimbingan nakes


(44)

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini mengkaji dua variabel, 1 variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Variabel bebas adalah variabel yang bisa dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self management, sedangkan variabel terikatnya adalah kualitas hidup, yang diuji pada pasien paskastroke.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Self -Management

Kualitas Hidup Pasien Pascastroke

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup (umur, gender, level pendidikan, tipe stroke, fungsi ekstremitas atas, dan komorbiditas).


(45)

B. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Ho = tidak ada hubungan signifikan antara self-management dengan kualitas

hidup pasien paskastroke

b. H1 = ada hubungan signifikan antara self-management dengan kualitas hidup

pasien paskastroke.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian menjadi bersifat operasional. Definisi dari operasional menjadikan konsep yang masih abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut (Wasis, 2008).


(46)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1.

Self-management

Kemampuan pengaturan diri individu untuk menghadapi kondisi penyakit kronis. Mengisi kuesioner

Kuesioner yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan 6 pilihan jawaban:

1. Selalu benar 2. Sering benar

3. Kadang-kadang benar 4. Kadang-kadang salah 5. Sering salah

6. Selalu salah

Pertanyaan nomor 1-8 adalah pertanyaan dengan domain kapasitas, nomor 9-12 adalah domain kepercayaan diri dalam berinteraksi, nomor 13-19 adalah domain strategi, dan nomor 20-25 adalah domain bimbingan professional kesehatan

Pada analisis univariat:

1. Baik = lebih dari mean (>94,2)

2. Kurang Baik = kurang dari mean (<94,2)

Pada analisis bivariat:

Jumlah poin berdasarkan pilihan jawaban, yang berkisar antara 25-150. Ordinal (pada analisis univariat) Interval (pada analisis bivariat)

2. Kualitas Hidup Pasien Paskastroke Ukuran kesejahteraan seseorang dengan penyakit kronis Mengisi kuesioner

Kuesioner SSQOL (Stroke Specific Quality Of Life) yang terdiri dari 72 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban:

Pada analisis univariat :

1. Baik = lebih dari median

Ordinal (pada analisis univariat)


(47)

No. Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor.

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kadang setuju kadang tidak 4. Tidak setuju

5. Sangat tidak setuju

Pertanyaan nomor 1-4 adalah domain kekuatan, nomor 5-7, 29-31, 42, dan 43 adalah domain peran dalam keluarga, nomor 44-46 adalah domain bahasa, nomor 32-34, 47-5 adalah domain mobilitas, nomor 8-14 adalah domain mood, nomor 15-18 adalah domain kepribadian, nomor 35-39, 56-58 adalah domain perawatan diri, nomor 19-24 dan 59 adalah domain peran dalam sosial, nomor 25-28 adalah domain pemikiran, nomor 40, 41, dan 60-65 adalah domain fungsi ekstremitas atas, nomor 66-69 adalah domain penglihatan, dan nomor 70-72 adalah domain produktivitas.

(>188,5)

2. Kurang Baik = kurang dari median (<188,5) Jumlah poin berdasarkan pilihan jawaban, yang berkisar antara 72-360

Interval (pada analisis bivariat)


(48)

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain korelatif dan menggunakan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah cakupan Puskesmas Pisangan, yaitu di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu, Tangerang Selatan.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2015. C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang dijadikan pengamatan dalam penelitian ini adalah sekumpulan pasien paskastroke yang tinggal di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu yang berada di komunitas.

2. Sampel

Sampel yang diamati dalam penelitian ini adalah pasien pascastroke yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pisangan, yang dipilih secara accidental, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Penderita yang masih dapat berkomunikasi dengan baik b. Penderita yang tidak mengalami gangguan kognitif berat


(49)

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga macam instrumen yaitu kuesioner SSQOL (Stroke-Spesific Quality Of Life), kuesioner SSMQ (Stroke Self-Management Questionnaire), dan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyan tentang karakteristik responden. SSQOL memuat 12 domain dengan 72 pertanyaan dan 5 pilihan jawaban, SSMQ terdiri dari 4 domain dengan 25 pertanyan dan 6 pilihan jawaban. Sedangkan kuesioner karakteristik responden memuat 9 pertanyaan.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Pengujiannya dilakukan secara statistic, yang dapat dilakukan secara manual atau dukungan komputer (Umar, 2011).

Setelah dinyatakan valid oleh pembuat kuesioner, berdasarkan uji validitas yang dia lakukan di luar negeri, kedua kuesioner ini diuji validitasnya kembali untuk memastikan bahwa kuesioner ini juga valid jika digunakan di Indonesia. Adapun responden yang diikutsertakan dalam uji validitas dan reliabilitas ini sejumlah 20 orang, yaitu penderita stroke yang berada dalam wilayah cakupan Puskesmas Ciputat Timur. Hasil uji validitas terhadap kuesioner SSMQ (Stroke Self-Management Questinnaire) dan SSQOL (Stroke Spesific Quality of Life) adalah sebagai berikut.


(50)

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas Kuesioner SSMQ

No. R hitung No. R hitung No. R hitung No. R hitung

1 0,326 8 0,769 15 0,366 22 0,572

2 0,379 9 0,452 16 0,608 23 0,015

3 0,710 10 0,361 17 0,483 24 0,081

4 0,828 11 0,737 18 0,784 25 0,230

5 0,574 12 0,121 19 0,404 26 0,633

6 0,377 13 0,489 20 0,637 27 0,372

7 0,348 14 0,121 21 0,384 28 0,301

Tabel 4.2

Hasil Uji Validitas Kuesioner SSQOL

No. R

hitung

No. R

hitung

No. R

hitung

No. R

hitung

No. R

hitung

1 0,753 17 0,466 33 0,753 49 0,275 65 0,382

2 0,623 18 0,368 34 0,567 50 0,235 66 0,741

3 0,678 19 0,437 35 0,666 51 0,294 67 0,478

4 0,731 20 0,610 36 0,666 52 0,593 68 0,676

5 0,557 21 0,705 37 0,376 53 0,581 69 0,714

6 0,519 22 0,382 38 0,478 54 0,533 70 0,290

7 0,534 23 0,396 39 0,655 55 0,591 71 0,728

8 0,202 24 0,188 40 0,512 56 0,633 72 0,453

9 0,477 25 0,308 41 0,610 57 0,787 73 0,652

10 0,037 26 0,041 42 0,675 58 0,751 74 0,537

11 0,419 27 0,479 43 0,742 59 0,720 75 0,778

12 0,324 28 0,323 44 0,609 60 0,787 76 0,845

13 0,696 29 0,470 45 0,145 61 0,447 77 0,766

14 0,499 30 0,836 46 0,138 62 0,552 78 0,714

15 0,225 31 0,761 47 0,390 63 0,552 16 0,407 32 0,760 48 0,561 64 0,715

Setelah dilakukan uji validitas ulang, ternyata ada beberapa pertanyaan dari kedua kuesioner ini yang tidak valid. Dari SSMQ 15 poin tidak valid, sedangkan dari SSQOL 23 poin tidak valid. Kesimpulan ini mengacu pada


(51)

(Santoso, 2006 ). Sedangkan r tabel dari uji validitas ini adalah 0,444 (pps.unud.ac.id). Maka usaha selanjutnya untuk memperbaiki kuesioner adalah dengan melakukan content validity, yaitu menguji kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgement (penilaian ahli) (Hendryadi, 2014). Hal ini dilakukan karena kuesioner asli berbahasa Inggris, sedangkan peneliti menggunakan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, maka untuk memastikan bahwa redaksi kuesioner dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan maksud pembuat kuesioner yang berbahasa Inggris, kuesioner ini diperbaiki dengan metode content validity oleh ahlinya.

Content validity ini dilakukan oleh 3 orang ahli, yang menyimpulkan bahwa dari 15 poin yang tidak valid dari SSMQ, 12 poin diperbaiki dan 3 poin dihapus. Sedangkan 23 poin yang tidak valid dari SSQOL, 17 poin diperbaiki dan 6 poin dihapus.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan sudah cukup akurat, stabil, dan konsisten jika digunakan dalam pengukuran (Bahri dan Zamzam, 2014). Sama seperti validitas instrument yang diuji kembali, reliabilitas instrumen juga diuji kembali untuk memastikan reliabilitasnya jika digunakan di Indonesia. Adapun hasil uji reliabilitas pada kuesioner SSMQ dan SSQOL adalah sebagai berikut.


(52)

Tabel 4.3

Hasil Uji Realibilitas Kuesioner SSMQ

No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha No. Skor Cronbach‟s Alpha

1 0,773 8 0,749 15 0,770 22 0,758

2 0,769 9 0,814 16 0,754 23 0,791

3 0,747 10 0,771 17 0,765 24 0,793

4 0,740 11 0,747 18 0,743 25 0,775

5 0,758 12 0,776 19 0,768 26 0,753

6 0,774 13 0,764 20 0,754 27 0,808

7 0,772 14 0,777 21 0,769 28 0,773

Tabel 4.4

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner SSQOL

No. Skor Cronb ach‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha No. Skor Cronbac h‟s Alpha

1 0,966 17 0,966 33 0,965 49 0,966 65 0,966

2 0,966 18 0,966 34 0,965 50 0,967 66 0,967

3 0,966 19 0,966 35 0,966 51 0,967 67 0,966

4 0,966 20 0,966 36 0,966 52 0,967 68 0,966

5 0,966 21 0,966 37 0,966 53 0,966 69 0,966

6 0,966 22 0,966 38 0,966 54 0,966 70 0,966

7 0,966 23 0,966 39 0,966 55 0,966 71 0,967

8 0,967 24 0,967 40 0,966 56 0,966 72 0,966

9 0,966 25 0,967 41 0,966 57 0,966 73 0,966

10 0,967 26 0,967 42 0,966 58 0,965 74 0,966

11 0,966 27 0,966 43 0,966 59 0,966 75 0,966

12 0,966 28 0,967 44 0,966 60 0,966 76 0,966

13 0,966 29 0,967 45 0,966 61 0,966 77 0,965

14 0,966 30 0,965 46 0,967 62 0,966 78 0,966

15 0,967 31 0,965 47 0,967 63 0,966

16 0,966 32 0,965 48 0,966 64 0,966

Menurut Gilford dan Spearman Brown dalam Bahri dan Zamzam (2014), alat ukur dianggap reliable jika skor Cronbach’s alpha-nya lebih


(53)

dari 0,6, dan dianggap sangat reliable jika skornya melebihi 0,8. Sedangkan menurut Sugiyono (2007) dalam Bahri dan Zamzam (2014), alat ukur dianggap reliable jika skornya melebihi 0,7. Skor reliabilitas dari keseluruhan item SSMQ adalah >0,7 dan SSQOL >0,9, maka semua item SSMQ sudah cukup reliable untuk dijadikan alat ukur, sedangkan semua item SSQOL sudah sangat reliable.

F. Tahapan Pengambilan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mengisi kuesioner. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Peneliti meminta izin kepada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan untuk melakukan penelitian.

b. Peneliti menemui kader posbindu untuk mencari data pasien pascastroke.

c. Peneliti meminta izin kepada Kepala Kelurahan dan Puskesmas untuk melakukan penelitian pada warga di kelurahan terkait.

d. Peneliti menemui responden dan mengenalkan diri kepada responden. e. Peneliti memberi penjelasan singkat tentang maksud dan tujuan

penelitian kepada responden penelitian. Bila responden setuju, maka responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan penelitian.


(54)

f. Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti membacakan pertanyaan-pertanyan dan mengisikan jawaban pada kuesioner.

g. Lembar kuesioner selanjutnya akan diolah dan dianalisa. 2. Metode Pengolahan Data

Menurut Imron dan Munif (2009) ada 3 cara dalam pengolahan data, yaitu: a. Memeriksa Data (Editing)

Langkah pertama dalam pengolahan data adalah pemeriksaan (editing), yaitu memeriksa data hasil pengumpulan data yang berupa daftar pertanyaan, kartu, buku register, dan lain-lain. Kegiatan pemeriksaan ini meliputi perhitungan dan penjumlahan serta koreksi.

b. Memberi kode (Coding)

Setelah diperiksa, data perlu dikoding untuk memudahkan dalam pengolahan. Pengkodingan ini dilakukan dengan cara menyederhanakan data hasil penelitian agar lebih mudah diolah.

c. Tabulasi Data (Tabulating)

Tabulasi data yaitu kegiatan menyusun dan mengorganisir data sedemikian rupa, sehingga akan dapat dengan mudah untuk dilakukan penjumlahan, penyusunan, dan penyajian dalam bentuk tabel atau grafik.


(55)

G. Teknik Analisis Data

Imron dan Munif (2009) menyatakan bahwa analisis data dilakukan mulai dari yang sangat sederhana, kemudian melangkah menuju suatu analisis yang lebih sulit dan rumit. Macam-macam analisisnya yaitu :

1. Analisis Univariat

Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari penelitian. Hasil dari analisis ini berupa distribusi frekuensi, tendensi sentral, ukuran penyebaran maupun presentase dari setiap variabel, ataupun dengan melihat gambaran histogram dari variabel tersebut. Dengan menggunakan analisis univariat ini dapat diketahui apakah konsep yang kita ukur tersebut sudah siap untuk dianalisis serta dapat dilihat gambaran secara rinci, untuk kemudian disiapkan kembali ukuran dan bentuk konsep yang akan digunakan dalam analisis berikutnya (Imron dan Munif, 2009).

Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis gambaran karakteristik responden, analisis gambaran self-management, dan analisis gambaran kualitas hidup. Analisis gambaran karakteristik responden mengunakan analisa deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dari masing-masing karakteristik. Sedangkan analisa gambaran self-management dan kualitas hidup, yang awalnya berupa data numeric, diubah sementara ke dalam skala nominal untuk mempermudah penggambaran dan selanjutnya dihitung pula distribusi frekuensi dari masing-masing kategori.


(56)

Model analisis ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan antar variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Hubungan tersebut yang terjadi mempunyai 3 kemungkinan, yaitu:

a. Ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling mempengaruhi b. Saling mempengaruhi antara dua variabel

c. Sebuah variabel mempengaruhi variabel lain (Imron dan Munif, 2009 dan Lapau, 2012)

Uji bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji untuk menentukan hubungan self-management dengan kualitas hidup dan hubungan masing-masing domain self-management dengan kualitas hidup. Hasil uji normalitas menunjukan bahwa data dari salah satu variabel yang didapat tidak terdistribusi secara normal, maka analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi spearman, yaitu uji yang digunakan untuk dua variabel numerik korelatif (Dharma, 2011).

H. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2008), secara umum prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Adapun etika yang diterapkan dalam penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu:


(57)

Peneliti akan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden kepada calon responden sebelum dilakukan penelitian. Jika calon responden setuju untuk menjadi responden, maka penelitian baru bisa dilakukan.

b. Informed consent

Peneliti akan menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya, kemudian tentang cara penelitiannya. Peneliti harus memastikan responden memahami tentang penelitian baru penelitian dapat dilaksanakan.

c. Hak untuk dijaga kerahasiaannya.

Peneliti tidak akan mencantumkan nama asli pada lembar kuesioner untuk menjaga kerahasiaan identitas responden.


(58)

A. Analisis Karakteristik Responden Penelitian (Pasien Pascastroke di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat)

1. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 17 56,7%

Perempuan 13 43,3%

Total 30 100%

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden penderita stroke adalah laki-laki, yaitu sebesar 56,7%, sedangkan responden perempuan tidak berbeda jauh jumlahnya, yaitu sebesar 53,3%.

2. Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia ini dikategorikan menjadi <60 tahun dan >60 tahun.


(59)

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Usia Responden

Usia Frekuensi Presentase

<60 tahun 14 46,7%

>60 tahun 16 53,3%

Total 30 100%

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa responden paling banyak berumur 60 tahun ke atas, yaitu sebanyak 53,3%, sedangkan responden yang berumur dibawah 60 tahun tidak jauh berbeda jumlahnya, yaitu sebesar 46,7%.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh sebagian besar responden adalah SD, yaitu sejumlah 12 orang. Selebihnya digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase

Tidak sekolah 7 23,33%

SD 12 40%

SMP 0 0%

SMA 10 33,33%

Perguruan Tinggi 1 3,33%


(60)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden merupakan lulusan SD, yaitu sebesar 40%, selanjutnya yang terbanyak kedua adalah lulusan SMA, dengan nilai 33,33%. Responden yang tidak bersekolah sebesar 23,33%, sedangkan lulusan Perguruan Tinggi hanya satu orang yang berarti sebesar 3,33% dari total responden. Tidak ada responden yang pendidikan terakhirnya adalah SMP.

4. Status Pekerjaan

Status pekerjaan responden dibagi menjadi bekerja dan tidak bekerja, penjabarannya ada dalam tabel berikut.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden

Status Pekerjaan Frekuensi Presentase

Bekerja 2 6,7%

Tidak Bekerja 28 93,3%

Total 30 100%

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hampir semua responden tidak bekerja, yang mempunyai presentase sebesar 93,3%, sedangkan responden yang bekerja hanya dua orang, yang jika dipresentasikan mempunyai nilai sebesar 6,7%.


(61)

5. Jenis Stroke

Sebagian besar penderita stroke yang menjadi responden penelitian menderita stroke jenis iskemik, yaitu sebanyak 27 orang, sedangkan 3 lainnya menderita stroke jenis hemoragic.

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Jenis Stroke Responden

Jenis Stroke Frekuensi Presentase

Hemoragic 3 10%

Iskemik 27 90%

Total 30 100%

6. Jumlah Serangan

Jumlah serangan stroke yang dialami responden dibagi menjadi sekali, dua kali, dan lebih dari dua kali. Penjabaran frekuensi dan presentasenya ada dalam tabel berikut.

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Jumlah Serangan Stroke Responden

Jumlah Serangan Frekuensi Presentase

Sekali 19 63,33%

Dua kali 4 13,33%

Lebih dari dua kali 7 23,33%


(62)

Tabel tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar responden mengalami serangan stroke hanya sekali, yaitu sebesar 19 orang atau 63,33% dari keseluruhan responden. Responden yang mengalami serangan dua kali sebanyak 13,33%, sedangkan yang mengalami serangan lebih dari dua kali sebanyak 23,33% dari total responden.

7. Fungsi Ekstremitas Atas

Sebagian besar responden mengalami kelumpuhan pada tangan, baik tangan kanan atau kiri, sedangkan sebagian lainnya mengalami gangguan saja, seperti kesemutan dan kaku. Sebagian kecil lagi dari responden tidak mengalami gangguan pada tangan.

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Fungsi Ekstremitas Atas Responden Fungsi Ekstremitas

Atas Frekuensi Presentase

Ada kelumpuhan kanan 7 23,3%

Ada kelumpuhan kiri 9 30%

Hanya gangguan 6 20%

Tanpa gangguan 8 26,7%

Total 30 100%

Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa responden yang mengalami kelumpuhan pada tangan lebih banyak daripada yang hanya mengalami gangguan dan tanpa gangguan, yaitu sebesar 53,3% jika ditotal antara


(63)

gangguan pada tangan dan tanpa gangguan secara berurutan presentasenya adalah 20% dan 26,7%.

8. Ada Tidaknya Penyakit Penyerta

Responden penelitian ada yang mempunyai penyakit penyerta stroke, ada juga yang tidak. Penyakit penyerta yang dialami oleh responden antara lain adalah diabetes, penyakit jantung, rheumatic, dan lain sebagainya. Selengkapnya dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Penyakit Penyerta Status penyakit

penyerta Frekuensi Presentase

Tidak ada 13 43,3%

Ada

1. Hipertensi 2. Diabetes

3. Penyakit jantung 4. Rheumatic 5. Vertigo 6. Batu ginjal 7. Pengapuran sendi 8. Paru-paru 9. Ambeien 10.Lambung 17 14 6 3 4 3 2 1 1 1 1 56,7%


(64)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai penyakit penyerta lebih banyak daripada responden yang tidak mempunyai penyakit penyerta, dengan perbandingan 53,7% : 46,3%. Adapun penyakit penyerta yang diderita bermacam-macam sesuai tabel di atas. Sebagian responden hanya mempunyai satu penyakit penyerta, namun beberapa responden lainnya mempunyai penyakit penyerta lebih dari satu,

B. Analisis Univariat (Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke)

Hasil analisis univariat tentang gambaran self-management pasien pascastroke di wilayah kerja Puskesmas Pisangan yang menggunakan Kuesioner Self-Management Khusus Stroke adalah sebagai berikut. Untuk memudahkan penggambaran, penulis menggunakan pengkategorian untuk menjelaskan hasil penelitian.

Tabel 5.9

Analisis Gambaran Self-Management Pasien Pascastroke Self-management Frekuensi Presentase

Baik 13 43%

Kurang Baik 17 57%

Total 30 100%

Tabel tersebut menjelaskan bahwa jumlah responden yang memiliki self-management baik sebanyak 13, sedangkan yang kurang baik sebanyak 17. Ini berarti responden yang memiliki self-management kurang baik lebih banyak daripada yang memiliki self-management kurang baik.

Sedangkan skor rata-rata setiap domain dari self-management dijelaskan dalam tabel berikut.


(65)

Tabel 5.10

Analisis Skor Rata-Rata Domain Self-Management

Domain Kapasitas Strategi

Kepercayaan Diri dalam Berinteraksi

Bimbingan Tenaga kesehatan

Skor Rata-Rata 3,9 3,7 3,8 3,6

Skor Minimal 1 1 1 1

Skor Maksimal 6 6 6 6

Tabel tersebut menjelaskan tentang rata-rata skor masing-masing domain, dari tabel di atas dapat dilihat bahwa skor masing-masing domain tidak jauh berbeda, yaitu berkisar antara 3 sampai 4.

C. Analisis Univariat (Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke)

Tabel berikut ini akan menjelaskan nilai kualitas hidup responden penelitian, yang diukur menggunakan Kuesioner Kualitas Hidup Khusus Stroke.

Tabel 5.11

Analisis Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pascastroke

Kualitas Hidup Frekuensi Presentase

Baik 15 50%

Kurang Baik 15 50%

Total 30 100%

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 15 dan yang kurang baik juga sama, yaitu 15 responden. Ini berarti antara responden yang memiliki kualitas hidup baik dan kurang baik perbandingannya sama, yaitu 50% dibanding 50%.


(66)

Untuk mengetahui domain mana yang skor rata-ratanya buruk dan domain mana yang skor rata-ratanya baik, maka penulis menyajikan tabel kedua untuk menggambarkan kualitas hidup responden ini.

Tabel 5.12

Analisis Skor Rata-Rata Domain Kualitas Hidup

Domain Rata-Rata Skor Skor Minimal Skor Maksimal

Energy 2,6 1 5

Peran Keluarga 2,4 1 5

Bahasa 4,2 1 5

Mobilitas 2,7 1 5

Mood 3,7 1 5

Kepribadian 3,2 1 5

Perawatan Diri 3,5 1 5

Peran dalam Masyarakat

2,6 1 5

Kognitif 3,8 1 5

Fungsi Ekstremitas Atas

3,2 1 5

Penglihatan 4,3 1 5

Pekerjaan 2,3 1 5

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kualitas hidup responden lebih baik dalam hal bahasa dan penglihatan, selanjutnya yang cukup baik adalah mood, kepribadian, perawatan diri, fungsi ekstremitas atas, dan kognitif. Sedangkan yang kurang baik adalah dalam hal pekerjaan, energy, peran dalam keluarga, mobilitas, dan peran dalam masyarakat.

D. Analisis Bivariat (Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke)

Sebelum dilakukan analisis bivariat terhadap variabel-variabel penelitian, terlebih dahulu harus dilakukan uji normalitas data untuk menentukan jenis uji yang akan digunakan selanjutnya. Berikut ini adalah hasil uji normalitas data.


(67)

Tabel 5.13

Uji Normalitas Data Variabel Jenis Variabel Skor

Kolmogorov-Smirnova Distribusi Data

Self-Management 0,141 Normal

Kualitas Hidup 0,001 Tidak Normal

Data dikatakan terdistribusi normal jika skor KS >0,005. Dari sini dapat dilihat bahwa salah satu variabel tidak terdistribusi normal, maka uji bivariat yang akan digunakan selanjutnya adalah uji nonparametric. Jenis uji nonparametric yang digunakan adalah uji Spearman, karena kedua variabel berjenis data numeric dan tidak terdistribusi normal (Dahlan, 2009). Berikut ini adalah hasil uji bivariat dengan uji spearman‟s rho.

Tabel 5.14

Analisis Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Variabel Jumlah

(n)

Koefisien Korelasi

Signifikansi (2-tailed) Hubungan

Self-Management dengan Kualitas Hidup

30 0,676 0,000

Tabel tersebut menunjukkan bahwa hasil analisa bivariat terhadap kedua variabel penelitian mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,676 dan signifikansi sebesar 0,000, yang berarti ada hubungan kuat antara self-management dengan kualitas hidup pasien pascastroke.


(68)

E. Analisis Bivariat (Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien Pascastroke)

Tabel 5.15

Analisis Hubungan Masing-Masing Domain Self-Management dengan Kualitas Hidup

Variabel Jumlah (n)

Koefisien

Korelasi Signifikansi (2-tailed) Hubungan Domain

Kapasitas dengan Kualitas Hidup

30 0,622 0,000

Hubungan Domain Strategi dengan Kualitas Hidup

30 0,636 0,000

Hubungan Domain Kepercayaan Diri dengan Kualitas Hidup

30 0,559 0,001

Hubungan Domain Bimbingan Nakes dengan Kualitas Hidup

30 0,154 0,416

Tabel 20 menunjukkan nilai hubungan antara domain kapasitas pada pengukuran self-management dengan kualitas hidup pasien pascastroke. Hasilnya menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,622 dan signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti ada hubungan kuat antara domain kapasitas dengan kualitas hidup. Tabel tersebut juga menunjukkan hubungan yang sama kuatnya antara domain strategi dan kapasitas dengan kualitas hidup, dengan koefisien korelasi sebesar 0,636 dan signifikansi sebesar 0,000.

Tabel di atas juga menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara domain kepercayaan diri dalam berkomunikasi dengan kualitas hidup pasien pascastroke,


(69)

strategi, yaitu sebesar 0,001 dan koefisien korelasi sebesar 0,559. Berbeda dengan ketiga domain sebelumnya, domain bimbingan tenaga kesehatan tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa signifikansi yang sangat kecil, yaitu 0,416 dan koefisien korelasi 0,154.


(70)

A. Gambaran Karakteristik Pasien Pascastroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat

1. Jenis Kelamin

Sebagian besar penderita stroke yang menjadi responden adalah laki-laki, yaitu sebesar 56,7%, sedangkan penderita stroke yang berjenis kelamin perempuan sebesar 43,3%. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Muthmainna dkk di tiga Rumah Sakit di Sulawesi, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa penderita stroke laki-laki lebih besar daripada perempuan pada kelompok kasus, yaitu sebesar 54,3%. Penelitian mereka juga menunjukkan bahwa laki-laki lebih beresiko 1,29 kali untuk terkena stroke daripada perempuan pada rentang usia dewasa awal (Muthmainna dkk, 2013).

Proporsi laki-laki yang lebih banyak ini serupa pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto, 2005 di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, yang menunjukkan bahwa penderita stroke laki-laki lebih besar jumlahnya pada kelompok kasus dan control, yaitu sebesar 64% dan 60% (Siswanto, 2005).

Sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofyan, Sihombing, dan Hamra, bahwa dari keseluruhan responden stroke, jenis kelamin


(1)

78

2. Untuk Tenaga Kesehatan

Perlu dilakukan pendidikan kesehatan kepada penderita pascastroke tentang pentingnya self-management, karena berdasarkan hasil penelitian sebagian besar penderita pascastroke masih mempunyai self-management yang kurang baik. Sedangkan self-management terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup penderita pascastroke.

3. Untuk Penderita Pascastroke

Perlu melakukan pengaturan diri dalam menghadapi kesulitan dalam menderita stroke, karena dengan banyaknya usaha yang harus dilakukan untuk pemulihan stroke, tanpa pengaturan diri yang baik hal itu akan sulit berjalan seimbang, maka sangat diperlukan self-management yang baik untuk menciptakan kualitas hidup yang baik pula.


(2)

Adams, G. F. (1971). Capacity After Stroke. The British Medical Journal, Vol. 1, No. 5740 (Jan. 9, 1971), pp. 91-93

Alex dkk.(2011).Self Management in neurological Disorders: Systematic Review of The Literature And Potential Interventions In Multiple Sclerosis Care.Journal of Rehabilitation Research & Development vol. 48 no. 9

Arwani dkk, (2011). Kualitas Hidup Penderita Strok Fase Rehabititasi.Di Semarang. http://Jurnal.unimus.ac.id

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2013.Riset Kesehatan Dasar.

Bahri dan Zamzam. (2014). Model Penelitian Kuantitatif Berbasis SEM-Amos. Yogyakarta : Deepublish

Batticaca, Fransisca B.(2008).Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Boger, Emma Joanne. (2014). Self-Management Following Stroke: Concept and Measurement. Disertasi Program Doktor Filosofi Universitas Southampton. Brooker, Chris.(2008).Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta:EGC

Chaplin dkk.(tanpa tahun).Self Management for People With Long Term Neurological Conditions.British Journal of Community Nursing vol 17 no 6. Chapman, Beatrice dan Vanessa Bogle.(2014).Adherence to Medication and Self

Management in Stroke Patients.British Journal of Nursing, Vol. 23, no. 3 Chun-Yu Lin dkk, (2014). The impact of comorbidity on survival after hemorrhagic

stroke among dialysis patients: a nationwide population-based study. BMC Nephrology 2014, 15:186 doi:10.1186/1471-2369-15-186

Corwin, Elizabeth J.(2009).Patofisiologi : Buku Saku.Jakarta: EGC

Dahlan, Sopiyudin. (2009). Statistic Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC

Dharma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Transs Info Media


(3)

80

Ferriero dkk, (2006). The Influence of Comorbidities and Complications on Discharge Function in Stroke Rehabilitation inpatients. Europa Medicophysica; Jun 2006; 42, 2; Proquest Health Management

Fischer dkk, (2006). Impact of comorbidity on ischemic stroke outcome. Acta Neurol Scand 2006: 113: 108–113 DOI: 10.1111/j.1600-0404.2005.00551.x

Fryer dkk, (2013). Self-management programs for quality of life in people with stroke (Protocol). The Cochrane Collaboration and published in The Cochrane Library 2013, Issue 3

Galson, Steven K. (2009). SELF-MANAGEMENT PROGRAMS: ONE WAY TO PROMOTE HEALTHY AGING. Public Health Reports / July-August 2009 / Volume 124

Gibney dkk,(2008).Gizi Kesehatan Masyarakat.Jakarta:EGC

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes : Neurologi. Blackwell Publishing

Hariandja, Johanna Reny. (2013). Identifikasi Kebutuhan Akan Sistem Rehabilitasi Berbasis Teknologi Terjangkau Untuk Penderita Stroke di Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1359-1516399969-tabel-r_2.pdf http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1359-1516399969-tabel-r_2.pdf Joice, s.(2012).Self Management Following Stroke.Jurnal Nursing Standard/RCN

Publishing vol 26 no 22

Kim dkk., (2005). Factors Affecting the Quality of Life After Ischemic Stroke: Young Versus Old Patients. Journal of Clinical Neurology vol. 1 no. 1 2005

Koch dkk, (2005). Returning to Work After the Onset of Illness : Experiences of Right Hemisphere Stroke Survivors. Rehabilitation Counseling Bulletin; Summer 2005; 48, 4; Proquest pg. 209

Kwon dkk., (2006). Factors that Affect the Quality of Life at 3 Years Post-Stroke. Journal of Clinical Neurology vol. 2 no. 1, 2006

Lapau, Buchari.(2012).Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi.Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Larsen dkk., (2005). Factors Influencing Stroke Survivors Quality of Life During Subacute Recovery. Dallas: American Heart Association.


(4)

Lennon, Sheila et al.(2013).Self Management Programmes For People Post Stroke: A Systematic Review.Article of Clinical Rehabilitation

Lorig, Kate. (2003). Self-Management Education : More than a nice Extra. Medical Care, Vol. 41, No. 6 (Jun., 2003), pp. 699-701 : Lippincott Williams & Wilkins

Muthmainna dkk, (2013). Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 tahun) di Kota Makassar Tahun 2010-2012. Jurnal Penelitian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar

Muttaqin, Arif.(2008).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Notes, Lecture.(2007).Neurology.Surabaya:Erlangga

Novida dan Santi. (2014). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG STROKE PADA PEKERJA INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 13-23

Nur Tuhan dkk, (2009). Predictors of functional outcome in first-ever ischemic stroke: A special interest to ischemic subtypes, comorbidity and age. NeuroRehabilitation 24 (2009) 321–326 321 DOI 10.3233/NRE-2009-0485 IOS Press

Nursalam.(2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika

Nurwahyuni, Titik. (1999). Kualitas Hidup Pasien Pascastroke Berkaitan dengan Jenis Stroke dan Letak Lesi. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Peter Kim dkk, (1999). Quality of Life of Stroke Survivors. Quality oJ Life Research

8: 293-301, 1999. W ( 1999 Kluvver Academic Publishers. Printed in the Netherlands

Pujiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC Purwanti dan Maliya. (2008). Rehabilitasi Klien Pascastroke. Berita Ilmu

keperawatan ISSN 1979-2697, vol. 1 no.1 : 43-46

Rahmi, Upik. (2014). Pengaruh Discharge Planning Terstruktur Terhadap Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik di RSUD Al-Ihsan dan RS Al-Islam Bandung. Jurnal Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Medikal Bedah


(5)

82

Santoso, Singgih. (2006). Seri Solusi Bisnis Berbasis TI Menggunakan SPSS dan Excel untuk Mengukur Sikap dan Kepuasan Konsumen. Jakarta : Elex Media Komputindo

Santoso, Thomas A.(2003).Kemandirian Aktivitas Makan, Mandi, dan Berpakaian Pada Penderita Stroke 6-24 Bulan Paska Okupasi Terapi.Tesis Program Studi Ilmu Rehabilitasi Medik Universitas Diponegoro Semarang

Sari, Reni Wulan.(2008).Dangerous Junk Food.Yogyakarta:O2

Silitonga Robert.(2007).Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS Dr. Kariadi.Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik Universitas Diponegoro Semarang

Sinha dkk, (2013). Functional Status and Disability in Stroke Survivors of North India. Indian Journal of Physiotherapy & Occupational Therapy. July-September 2013, Vol. 7, No. 3

Siswanto, Yuliaji. (2005). Beberapa Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi Semarang). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Soebroto, Linda. (2010). Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit Dr. Moewadi Surakarta. Skripsi Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Sofyan dkk, (tanpa tahun). Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke. Jurnal Penelitian Fakultas Kedokteran UHO

Sulistiwi,(2000).Hasil Latihan Bobath terhadap Spastisitas Penderita Hemiparesis Pasca Stroke Di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Tesis Program Studi Ilmu Rehabilitasi Medik Universitas Diponegoro Semarang

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

The Health Foundation Inspiring Improvement, 2011 (www.health.org.uk) diakses pada bulan November 2014

Umar, Husein.(2011).Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.Jakarta:Rajawali Pers

Wasis,(2008).Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat.Jakarta:EGC

Widagda, I Made.(2002).Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pasca Stroke Dengan Functional Ambulation Category (FAC) Bagi yang Mendapat


(6)

Program Rehabilitasi Medik Di RS Dr. Kariadi Semarang.Tesis Program Studi Ilmu Rehabilitasi Medik Universitas Diponegoro Semarang

Williams dkk. (1999). Development of a Stroke-Spesific Quality of Life Scale. Dallas: American Heart Association.

Yani, Fitri Eka. (2010). Perbedaan Skor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Antara Pasien Stroke Iskemik Serangan Pertama dan berulang. Skripsi Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Yayasan Stroke Indonesia, (2012) (www.yastroki.or.id) diakses pada bulan

November 2014

Yuliarianto, Eko.(2013).Rancang Bangun Multimedia Interaktif Sebagai Alat Bantu Latihan Rentang Pergerakan Sendi Bagi Insan Paska Stroke.Jurnal Media Interaktif Program Studi Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Zahilic, Viedran, dan Mirela. 2010. Gender and Quality of Life after Cerebral Stroke. Bosniaan Journal of Basic Medical Sciences. 10 (2) : 94-99


Dokumen yang terkait

Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Status Pemberian Kolostrum Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Kecamatan Ciputat

5 14 122

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA PASCA STROKE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

0 4 17

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA PASCA STROKE DI WILAYAH Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

0 7 16

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS HIDUP IBU DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI WILAYAH Hubungan Antara Kualitas Hidup Ibu Dengan Perkembangan Motorik Kasar Balita di Wilayah Puskesmas Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 3 13

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 0 10

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 2 14

KUALITAS HIDUP LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGMALANG Kualitas Hidup Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.

0 3 15

KUALITAS HIDUP LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGMALANG Kualitas Hidup Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen.

0 3 15

Hubungan Diabetes Self Management (DSM) dan Persepsi Penyakit Terhadap kualitas hidup Pasien DM Tipe 2 di Paguyuban Diabetes Puskesmas II Denpasar Barat.

6 14 34

Hubungan Self Care dan Motivasi dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung

0 9 8