Pengaruh Faktor Konsumen Dan Provider Terhadap Pemanfaatan Rsud Salak Kabupaten Pakpak Bharat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi
antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan
kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan
kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Menurut Dever (1984),
ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,
yaitu:
1. Faktor Sosiokultural
a. Teknologi
Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,
dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan
pelayanan kesehatan, sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
b. Norma dan Nilai Keyakian
Norma dan nilai keyakinan yang ada dimasyarakat akan memengaruhi
seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memilih dan memanfaatkan pelayanan
kesehatan.


9
Universitas Sumatera Utara

10

2. Faktor Organisasional
a. Ketersediaan Sumber Daya
Faktor ketersediaan sumber daya merupakan ada tidaknya ketersediaan
sumber daya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b. Akses Geografis
Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan
tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan. Hal ini merupakan
faktor kemudahan klien mencapai lokasi pelayanan, yakni terkait dengan jarak
tempuh, waktu tempuh, dan biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan
volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang
ada. Kemudahan akses yang dipengaruhi oleh jarak, waktu tempuh ataupun biaya
tempuh dapat mengakibatkan peningkatan pelayanan. Dengan kata lain, semakin
hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih sumber daya dari pelayanan
yang tersedia, sehingga ketimpangan akses geografis semakin berkurang kuat
hubungannya dengan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial
Akses sosial terdiri dari dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.
Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya,
sedangkan

terjangkau

mengarah

kepada

faktor

ekonomi.

Konsumen

memperhitungkan dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis
kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.


Universitas Sumatera Utara

11

d. Karakteristik dari Struktur Perawatan dan Proses
Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal,
praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat
pola pemanfaatan yang berbeda.
3. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan
provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan
oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan terhadap
pelayanan kesehatan. Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived
need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived
need) ini dipengaruhi oleh:
a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, status
perkawinan, dan status sosial ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan,
penghasilan.
b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi tentang penyakit, sikap dan
kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.

4. Faktor yang Berhubungan dengan Provider
Faktor yang berhubungan dengan provider, yaitu faktor ekonomi konsumen
tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima,
sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik
provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas (medis dan paramedis), serta
fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

12

2.2. Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Sejumlah riset telah dilakukan ke dalam faktor-faktor penentu (determinan)
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebanyakan dari riset inilah model-model adanya
penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi.
1. Tujuan Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Anderson dan Newman dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa model
pemanfaatan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih
dari 5 tujuan sebagai berikut :
a. Untuk melukiskan hubungan kedua belah pihak antara faktor penentu dari

pemanfaatan pelayanan kesehatan.
b. Untuk meringankan peramalan kebutuhan masa depan pelayanan kesehatan.
c. Untuk menentukan ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian pelayanan
kesehatan yang berat sebelah.
d. Untuk menyarankan cara-cara memanipulasi kebijaksanaan yang berhubungan
dengan

variabel-variabel

agar

memberikan

perubahan-perubahan

yang

diinginkan.
e. Untuk menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan
atau perawatan kesehatan yang baru.

2. Kategori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Anderson dan Newman dalam Notoatmodjo (2010), kategori dari
model-model pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kependudukan, struktur

Universitas Sumatera Utara

13

sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan
model-model sistem kesehatan.
a. Model demografi (Kependudukan)
Anderson dan Newman dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan model
demografi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan terkait dengan variabel-variabel :
umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel-variabel yang
digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur, seks)
dan siklus hidup (status perkawinan, besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa
perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan
sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel diatas. Karakteristik demografi
juga mencerminkan atau berhubungan dengan karateristik sosial (perbedaan sosial
dari jenis kelamin memengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

b. Model struktur sosial (social structur models)
Pemanfaatan pelayanan kesehatan berdasarkan model-model struktur sosial
menurut Anderson dan Newman dalam Notoatmodjo (2010) melalui variabel :
pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan
sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Pemanfaatan pelayanan
kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh
lingkungan sosial, fisik, dan psikologis. Masalah utama dari model struktur sosial dari
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui mengapa
variabel ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

14

c. Model sosiopsikologis (psychological models)
Dalam model ini, Anderson dan Newman dalam Notoatmodjo (2010)
menyatakan variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu.
Variabel-variabel sosiopsikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:
(1) Pengertian kerentanan terhadap penyakit
(2) Pengertian keseluruhan dari penyakit

(3) Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi
penyakit
(4) Kesiapan tindakan individu
Masalah utama dengan model ini adalah menganggap suatu mata rantai
penyebab langsung antara sikap dan prilaku yang belum dapat dijelaskan.
d. Model sumber keluarga (family resource models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapat keluarga, cakupan
asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang
membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk
menggukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan
kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2010)
e. Model sumber daya masyarakat (community resource models)
Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan
kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan
kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber

Universitas Sumatera Utara

15


daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan
sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat (Notoatmodjo, 2010)
f. Model-model organisasi (organization models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan
bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Biasanya variabel
yang digunakan adalah:
1) Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup)
2) Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)
3) Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)
4) Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat
asisten dokter).
g. Model sistem kesehatan
Keenam kategori model pemanfaatan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu
terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model sistem kesehatan
mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna.
Untuk itu maka demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau
keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan
yang ada, digunakan bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti
kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara).
Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan

pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga faktor-faktor
yang terlibat didalamnya (Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

16

h. Model kepercayaan kesehatan (the health belief models)
Model

kepercayaan

adalah

suatu

bentuk

penjabaran


dari

model

sosiopsikologis seperti disebutkan di atas. Munculnya model ini didasarkan pada
kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan
orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan
penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Notoatmodjo, 2010). Kegagalan ini
akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit
(preventive health behavior), yang dikembangkan dari teori Lewin dalam
Notoatmodjo (2010) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).
Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan
sosial (masyarakat). Dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun
negatif di suatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila keadaan individu dalam
keadaan sehat maka individu tersebut dianalogikan dalam kondisi positif atau berada
pada daerah positif, artinya individu tersebut bebas dari suatu penyakit atau rasa sakit
yang dianalogikan sebagai daerah negatif (Notoatmodjo, 2010).
Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada
empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang
dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang di alami dalam tindakannya
melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut (Notoatmodjo,
2010).
1) Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)
Agar seorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus
merasakan bahwa ia rentan (susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan

Universitas Sumatera Utara

17

kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila
seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarga rentan terhadap penyakit
tersebut (Notoatmodjo, 2010).
2) Keseriusan yang dirasakan (Perceived serioussness)
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu
penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu
atau masyarakat. Penyakit demam berdarah, misalnya, akan dirasakan lebih
serius dibandingkan dengan demam biasa. Oleh karena itu, tindakan pencegahan
demam berdarah akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan
pencegahan (pengobatan) demam biasa (Notoatmodjo, 2010).
3) Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benefit and barriers)
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk pentakit-penyakit yang dianggap
gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini
tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan
dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih
menentukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam
melakukan tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2010).
4) Faktor Pencetus (cues to action))
Faktor pencetus bisa datang dari dalam diri individu (munculnya gejala-gejala
penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang
teman atau anggota keluarga terserang oleh penyakit yang sama, dan sebagainya).

Universitas Sumatera Utara

18

Tetapi bagi mereka yang sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit
saja sudah cukup untuk menimbulkan respons tersebut (Sarwono, 2004).
Mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan
dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor
eksternal seperti : pesan-pesan dari media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan
atau anggota keluarga (Notoatmodjo, 2010).
i. Model sistem kesehatan (health system model)
Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menggambarkan model sistem
kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di
dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan
yakni karakteristik, predisposisi, karakteristik pendukung, karekteristik kebutuhan.

2.3. Faktor Determinan yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik individu dan perilaku serta faktorfaktor yang memengaruhinya.
2.3.1. Pemanfaatan Sarana Kesehatan Berdasarkan Karakteristik Individu
Model pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen
menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) Pada prinsipnya ada dua
kategori pelayanan kesehatan: (1) kategori yang berorientasi kepada publik
(masyarakat) dan (2) kategori yang berorientasi pada perorangan (pribadi). Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi, imunisasi,

Universitas Sumatera Utara

19

kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara. Pelayanan kesehatan masyarakat
lebih diarahkan langsung kearah publik dari pada kearah individu-individu yang
khusus. Di lain pihak pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu.
Pelayanan kesehatan individu ditujukan langsung kepada pemakai pribadi (individual
costumer). Studi tentang penggunaan pelayanan kesehatan dikaitkan dengan
penggunaan pelayanan kesehatan pribadi.
Menurut Anderson (1975) dalam Notoatmodjo (2010), bahwa putusan
seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung kepada 3 faktor,
yaitu;
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)
Karakteristik ini menggambarkan bahwa setiap individu mempunyai
kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang
disebabkan karena adanya karakteristik individu yang terdiri dari 3 faktor yaitu;
a. Faktor demografi, seperti usia, jenis kelamin, dan status perkawinan.
b. Faktor struktur sosial, seperti etnik, pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga.
Faktor ini mencerminkan pola hidup seseorang dalam hubungannya dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan
c. Faktor keyakinan terhadap kesehatan (health belief). Faktor ini merupakan sikap
atau pandangan seseorang terhadap suatu obyek. Sikap dapat dianggap
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan kesehatan. Misalnya, sikap
positif seseorang terhadap pelayanan dokter maka ia akan lebih sering berobat ke
dokter.

Universitas Sumatera Utara

20

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)
Karakteristik pendukung yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang
membuat seseorang mampu melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya
akan pelayanan kesehatan. Faktor ini terbagi 2 golongan yaitu:
a. Sumber daya keluarga, yaitu penghasilan keluarga, asuransi kesehatan,
kemampuan membeli jasa kesehatan dan pengetahuan tentang informasi
pelayanan kesehatan. Penghasilan keluarga dianggap dapat mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan asumsi bahwa makin tinggi
penghasilan keluarga, maka keluarga makin lebih leluasa untuk memeriksakan
kesehatan dari pada seseorang dengan penghasilan terbatas.
b. Sumber daya masyarakat antara lain jumlah sarana pelayanan kesehatan yang
ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di suatu wilayah tertentu, rasio
penduduk dan lokasi pemukiman.
c. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristic)
Karatkter predisposing dan enabling yang melekat pada diri seseorang maka
diperlukan adanya kebutuhan agar memanfaatkan pelayanan kesehatan. Kebutuhan
merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian Gani (1981) menyimpulkan bahwa faktor demand dalam
pelayanan kesehatan sangat dipengharuhi oleh variabel need (kebutuhan) dan
preferensi (pilihan) dibandingkan dengan faktor pendapatan dan harga. Faktor jarak

Universitas Sumatera Utara

21

tempuh (tempat tinggal) ke tempat pelayanan kesehatan merupakan penghambat
(barrier) untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan.
2.3.2. Pemanfaatan Sarana Kesehatan Berdasarkan Perilaku
Sedangkan menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi perilaku, yakni faktor perilaku
(predisposing factor) dan faktor diluar perilaku (enabling factor dan reinforcing
factor). yakni :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi akan
mempengaruhi motivasi perorangan maupun kelompok untuk melakukan tindakan.
2. Faktor pendukung (enabling factors)
Mencakup personal skill dan sumber daya keluarga maupun sumber daya
masyarakat, antara lain jumlah pelayanan kesehatan yang ada dan jumlah tenaga
kesehatan yang tersedia
3. Faktor pendorong (reinforcing factors)
Adalah faktor yang mendukung timbulnya tindakan kesehatan, antara lain
faktor keluarga, teman, guru, dan faktor provider kesehatan. Dari beberapa pemikiran
tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat mengenai
kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya
dari orang yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan sikap serta
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.

Universitas Sumatera Utara

22

2.3.3 Pemanfaatan Sarana Kesehatan Berdasarkan Perilaku Konsumen
Kebutuhan konsumen pada hakikatnya akan mengalami perubahan dalam
hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi pada
lingkungan dimana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku
konsumen (consumer behaviour), yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau
memanfaatkan suatu produk barang atau jasa. Kotler dan Amstrong (2008),
mengemukakan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu aktivitas individu proses
pengambilan keputusan dan fisik yang terlibat dalam secara mengevaluasi,
memperoleh, menginginkan, memilih dan menggunakan barang atau jasa.
Menurut Menurut Kotler dan Amstrong (2008) ada 4 (empat) faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses keputusan untuk memanfaatkan
suatu produk atau jasa, yaitu: 1) Faktor budaya, 2) Faktor Sosial, 3) Faktor Individu
dan 4) Faktor psikologi.
Hasil penelitian Simanjuntak (2011) menyimpulkan bahwa faktor organisasi
(ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas yang dimiliki dan akses geografi) dan
faktor pemberi pelayanan (perilaku petugas dan keterampilan petugas) berpengaruh
signifikan terhadap pemanfaatan kembali Puskesmas Bandar Huluan Kecamatan
Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

2.4 Persepsi
Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan
menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi

Universitas Sumatera Utara

23

seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi
dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang
menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran,
pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006).
Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006), persepsi diartikan sebagai: (a)
tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006), secara
etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian:
(a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan
langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwaperistiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan
sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi
sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.
Menurut Zastrow et al. (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul
akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu
objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan
berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu
rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.
Pada umumnya manusia mempersepsikan suatu objek berdasarkan kaca
matanya sendiri, yang diwarnai oleh nilai dan pengalamannya. Notoatmodjo (2010),
mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera.

Universitas Sumatera Utara

24

Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek
yang sama.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas terdapat perbedaan
namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling
menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang
muncul lewat panca indera, baik indera penglihatan, pendengar, peraba, perasa, dan
pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan
yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada
kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi.
Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,
yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu
memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi
itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian,
motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.
2.4.1. Persepsi Sehat dan Sakit
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan akibat dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Menurut
Marasmis (2006) persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus
(rangsangan) yang diterima pancaindra, lalu diorganisasikan dan kemudian

Universitas Sumatera Utara

25

diinterpretasikan terhadap objek yang diamatinya, sehingga individu dapat merasakan
dan mengerti apa yang diperoleh oleh indranya.
Persepsi terhadap suatu penyakit juga didasarkan pada hasil internalisasi dari
indera, dan setiap individu berbeda interpretasi terhadap stimulus yang diperoleh
inderanya. Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif
terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan
penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat
yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis
penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi
kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan
sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis
organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan
emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial
ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia
dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan (Lumentha, 1989).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat
adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan
kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi (Sarwono, 2004).
Persepsi tentang sakit antara pasien dan petugas kesehatan berbeda,
disebabkan konsep sehat-sakit yang tidak sejalan atau bertentangan dengan konsep

Universitas Sumatera Utara

26

sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Menurut
Notoatmodjo (2010), sakit dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yautu:
(1) Seseorang tidak mempunyai atau menderita penyakit dan juga tidak merasa sakit
(no disease and no illness) dalam keadaan ini orang tersebut sehat menurut
pendapat petugas kesehatan.
(2) Secara klinis seseorang itu mendapat serangan penyakit namun orang itu tidak
merasakan sakit (disease but no illness), oleh karena itu mereka tetap
menjalankan kegiatannya sehari-hari sebagaimana orang sehat, kenyataannya
kondisi seperti ini paling banyak terdapat pada masyarakat. Konsep sehat
menurut masyarakat bila seseorang masih dapat melakukan pekerjaannya dan
baru dikatakan sakit apabila sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur sehingga
tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari.
(3) Penyakit tidak ada pada seseorang tetapi orang tersebut merasa sakit (illness but
no disease), pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang ditemui pada
masyarakat.Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah lain, karena tergantung kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang
luas (Sarwono, 2004).

Universitas Sumatera Utara

27

2.5. Rumah Sakit
2.5.1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009, rumah sakit merupakan salah
satu sarana kesehatan dan tempat penyelenggaraan upaya kesehatan serta suatu
organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
mencapai suatu keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.
World Health Organization (WHO) memberikan pengertian mengenai rumah
sakit dan peranannya sebagai berikut: “The hospital is an integral part of social and
faktoral organization, the function of which is to provide for population complete
health care both curatie and preventive, and whose out patient services reach out to
the family and its home environment; the training of health workers and for biosocial research” (Adisasmito, 2009).
2.5.2. Fungsi Rumah Sakit
Fungsi rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yaitu:

Universitas Sumatera Utara

28

a.

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;

b.

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan

d.

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan

dalam

rangka

peningkatan

pelayanan

kesehatan

dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.5.3. Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum
memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit
khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit

dapat dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

Universitas Sumatera Utara

29

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan
pemerintah daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat. Rumah sakit
privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah sakit pendidikan
ditetapkan oleh menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang membidangi
urusan pendidikan. Rumah sakit pendidikan

merupakan rumah sakit yang

menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan
tenaga kesehatan lainnya. Dalam penyelenggaraan rumah sakit pendidikan dapat
dibentuk jejaring rumah sakit pendidikan.
2.5.4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, rumah sakit umum
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan dapat diklasifikasikan menjadi:
A. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain dan
Pelayanan Medik Sub Spesialis yang tidak terbatas. Kriteria, fasilitas dan kemampuan
Rumah Sakit Umum Kelas A meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat

Universitas Sumatera Utara

30

Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan
Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang
Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 400
(empat ratus) buah.
B. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar,
4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik
Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Kriteria, fasilitas
dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi
Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat
tidur minimal 200 (dua ratus) buah.
C. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4
(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan
Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,

Universitas Sumatera Utara

31

Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat
tidur minimal 100 (seratus) buah.
D. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Kriteria,
fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D meliputi Pelayanan Medik
Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang
Non Klinik.
2.5.5. Organisasi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif,
efisien, dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah
sakit atau Direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Tenaga struktural
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.
Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
2.5.6. Ketenagaan di Rumah Sakit
Pada saat ini, rumah sakit berkembang sebagai sebuah industri padat karya,
padat modal dan padat teknologi. Disebut demikian karena rumah sakit
memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam jumlah yang besar dan beragam

Universitas Sumatera Utara

32

kualifikasi. Rumah Sakit Umum Sidikalang adalah rumah sakit tipe C, berdasarkan
peraturan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010
tentang klasifikasi rumah sakit maka ketenagaan pada rumah sakit tipe C disesuaikan
dengan jenis dan tingkat pelayanan.
Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter
umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik
Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis
setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada
pelayanan yang berbeda. Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masingmasing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Perbandingan
tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga
keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.Tenaga penunjang berdasarkan
kebutuhan Rumah Sakit. (Kemenkes RI, 2010).
2.5.7. Jenis Pelayanan di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan dan juga
merupakan suatu industri jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan
primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat atau bangsa secara keseluruhan
untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan. Pelayanan jasa tersebut
dapat berupa usaha-usaha promotif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan jasa rumah
sakit dikelompokkan atas:

Universitas Sumatera Utara

33

1. Pelayanan Medik
Pelayanan medik memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan ilmu
pengetahuan kedokteran mutakhir, kemampuan fasilitasi rumah sakit. Dapat
dilaksanakan di unit rawat jalan, unit gawat darurat, unit rawat inap, kamar bedah
dan kamar bersalin sehingga diperlukan kebijakan, prosedur kerja dan uraian
tugas di tiap-tiap unit tersebut. Pelayanan faktor di sebuah rumah sakit tergantung
dari jenis rumah sakit (umum dan khusus), kelas rumah sakit dan jenis peralatan
faktor serta ahli yang tersedia.
2. Pelayanan Penunjang Medik
Pelayanan penunjang medik merupakan tugas pokok (jasa profesional) dari
kegiatan rumah sakit tetapi lebih bersifat structural sehingga pengontrolan oleh
pihak manajemen oleh pihak rumah sakit lebih mudah karena ada prosedurprosedur khusus yang terdiri dari pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium,
pelayanan anestesi, pelayanan gizi, pelayanan farmasi, dan pelayanan rehabilitasi
faktor. Jenis pelayanan yang bisa diberikan kepada pasien dari tiap-tiap rumah
sakit tergantung dari kelas rumah sakit, jenis perawatan yang tersedia dan jenis
tenaga yang ada.
3. Pelayanan Penunjang
Pelayanan penunjang merupakan pemberian dukungan untuk melaksanakan jasa
professional, terdiri dari administrasi yaitu administrasi umum yang mengelola
informasi yang cepat, teliti dalam bidang ketatausahaan, keuangan, kepegawaian
sesuai dengan pelayanan yang ada dan administrasi pasien yaitu mengelola
informasi yang cepat, tepat, teliti dalam bidang asuhan pasien sesuai dengan
pelayanan yang ada.

Universitas Sumatera Utara

34

2.6. Landasan Teori
Mengacu kepada konsep yang dikemukakan oleh Dever (1984) pemanfaatan
pelayanan kesehatan merupakan hasil interaksi antara faktor konsumen dan provider.
Faktor yang berhubungan dengan konsumen, yaitu faktor sosiodemografis yang
terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, dan status sosial ekonomi
meliputi pendidikan, pekerjaan, penghasilan. Sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri
dari persepsi tentang penyakit, sikap dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.
Faktor yang berhubungan dengan provider, yaitu sikap petugas (medis dan
paramedis) dan fasilitas yang dimiliki.
Sociocultural factors
1. Teknologi
2. Norma dan Nilai Keyakinan

1.
2.
3.
4.

Organizational factors
Ketersediaan Sumber Daya
Akses Geografis
Akses Sosial
Karakteristik dari Struktur Perawatan
dan Proses

Consumers factors
1. Tingkat kesakitan dan kebutuhan
yang dirasakan (Perceived need)
a. Faktor sosiodemografis
b. Faktor sosiopsikologis
2. Diagnosa klinis (Evaluated need)

Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan

Provider factors
1. Sikap petugas
2. Keahlian petugas
3. Fasilitas yang dimiliki
Gambar 2.1. Landasan Teori
Sumber : Dever (1984)

Universitas Sumatera Utara

35

2.7. Kerangka Konsep
Pemanfaatan RSUD Salak yang belum optimal oleh masyarakat maka perlu
dilakukan penelitian. Sebagai kerangka konsep mengacu kepada pendapat Dever
(1984) dengan kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Konsumen
a. Persepsi tentang penyakit

Pemanfaatan
RSUD Salak
Faktor Provider
a.Sikap petugas medis
(a) Dokter
(b) Perawat
(c) Bidan
b.Fasilitas Rumah Sakit
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : Dever (1984)

Universitas Sumatera Utara