Penetapan Kadar Nitrit Dan Nitrat Di Dalam Sosis Yang Beredar Di Kota Medan Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosis
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang berarti digarami atau
daging yang disiapkan melalui penggaraman. Sosis adalah produk daging giling
yang dimasukkan ke dalam selongsong/casing sehingga mempunyai bentuk bulat
panjang dengan berbagai ukuran (Nursiam, 2010). Sosis merupakan suatu
makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, dan rempah, serta
bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang
secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali
menggunakan bahan sintetis seperti plastik, serta diawetkan dengan cara,
pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan
makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Sosis terdiri dari dua tipe, yaitu
ada sosis mentah dan sosis matang (Anonima, 2010).
Daging olahan seperti sosis dan burger biasanya menggunakan bahan
pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah natrium/kalium nitrit dan
natrium/kalium nitrat. Penggunaan pengawet tersebut bertujuan untuk mencegah
kerusakan pada daging yang terjadi akibat proses pembusukan oleh bakteri. Selain
sebagai pengawet, nitrit dan nitrat juga dapat memberikan warna merah pada
produk daging, sehingga memberikan tampilan segar dan menarik. Nitrit dapat

mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan
racun botulinum (Anonimb, 2010).
Toksin botulinum adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium
botulinum. Toksin ini merupakan tipe neurotoksin yang memiliki aksi pada

pertautan neuromuskular (pertautan antara sel saraf dan sel otot) dan mencegah

Universitas Sumatera Utara

transmisi impuls dari sel saraf ke sel otot. Toksin botulinum terikat pada sel saraf
dan menghambat pelepasan neurotransmiter yang disebut asetilkolin. Asetilkolin
berperan dalam menginduksi kontraksi otot. Akibatnya, toksin ini menghambat
kontraksi otot (Pratiwi, 2008).
2.2 Nitrit dan Nitrat
Nitrit dan nitrat adalah senyawa nitrogen alami yang terdapat dalam air,
tanah, dan air permukaan. Kalium/natrium nitrit dan kalium/natrium nitrat telah
digunakan dalam daging olahan (kuring) selama berabad-abad diberbagai negara,
termasuk Indonesia. Nitrit merupakan senyawa nitrogen yang reaktif. Sumber
utama nitrit secara umum adalah makanan, terutama sayuran, dan air minum. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pemakaian pupuk pada sayuran. Jika pupuk urea

banyak digunakan, akan menyebabkan paparan pada manusia melalui sayuran,
terutama sayuran yang berwarna hijau serta sayuran dari umbi dan air minum
(Silalahi, 2005).
Kuring adalah suatu proses pengolahan yang dapat menghambat
pertumbuhan organisme melalui penggunaan garam nitrit dan nitrat dan juga
berfungsi untuk mempertahankan warna daging. Manfaat melakukan kuring
adalah untuk mempertahankan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan
yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama proses pengolahan,
serta memperlama masa simpan produk daging (Soeparno, 1994).
Nitrit dan nitrat terjadi secara alamiah dalam lingkungan dan juga sengaja
ditambahkan pada beberapa makanan olahan seperti daging olahan dan awetan
dimana nitrit berfungsi sebagai pengawet dan pewarna. Nitrat dan nitrit sebagai
pengawet makanan yang diizinkan, tetapi perlu diperhatikan penggunaannya

Universitas Sumatera Utara

dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif
bagi kesehatan manusia (Cory, 2009).
Penggunaan nitrit sebagai pengawet memiliki tujuan yaitu pertama untuk
menghambat pertumbuhan mikoba patogen, mikroba patogen paling berbahaya

yang tedapat di dalam daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit dapat
menghambat poduksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa
penghambat yang akan terbentuk bila nitrit dalam daging dipanaskan. Kedua
membentuk cita rasa, peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa adalah
sifat nitrit sebagai antioksidan yaitu nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang
akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan
keton yang menyebabkan bau dan rasa tengik. Ketiga memberikan warna yang
menarik, penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk
memberi warna merah yang menarik. Pigmen dalam otot daging terdiri dari
protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk
oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah dari oksimioglobin
tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebih akan membentuk methemoglobin yang
berwarna coklat (Soeparno, 1994).
2.3 Efek Toksik Nitrit dan Nitrat
Nitrit dapat bereaksi dengan zat-zat yang ada dalam saluran pencernaan.
Nitrit juga dapat terbentuk melalui reduksi nitrat oleh bakteri pada infeksi kelenjar
kemih. Sintesa nitrit dan nitrat juga terjadi di dalam jaringan tubuh mamalia oleh
bakteri heterotrop. Jika pH lambung meningkat, bakteri akan berkembang yang
kemudian dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrat diabsorbsi dengan cepat

pada saluran pencernaan bagian atas, dan sebagian besar dikeluarkan melalui urin.

Universitas Sumatera Utara

Pengeluaran melalui urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam. Sebagian nitrat
yang diangkut dalam darah dikeluarkan melalui kelenjar ludah. Nitrat yang berada
dalam rongga mulut dapat direduksi menjadi nitrit oleh mikroba rongga mulut dan
kemudian tertelan. Sebanyak 25% dari asupan nitrat dikeluarkan melalui kelenjar
ludah. Sekitar 20% dari nitrat dalam kelenjar ludah direduksi menjadi nitrit,
dengan demikian sekitar 5% dari seluruh asupan nitrat akan direduksi menjadi
nitrit dalam ludah dan tertelan kembali. (Silalahi, 2005).
Dalam hemoglobin terdapat besi dalam bentuk ferro (Fe2+) yang dapat
teroksidasi menjadi ion ferri (Fe3+). Hemoglobin yang mengikat ion ferri disebut
methemoglobin yang menghasilkan warna hijau kecoklatan hingga hitam dan
tidak mampu lagi untuk mengikat oksigen dan karbon monoksida. Zat kimia yang
dapat menyebabkan kondisi methemoglobin adalah nitrit. Methemoglobinemia
adalah

suatu


keadaan

darah

yang

mengandung

methemoglobin,

yang

menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan akibat paparan nitrat atau nitrit
terhadap manusia. Kadar methemogobin 1% terdapat secara klinis dalam darah
dan bisa mencapai 10% tanpa menyebabkan keadaan patologis. Tetapi pada level
di atas 10%, methemoglobin menyebabkan sianosis dan konsentrasi yang lebih
tinggi menyebabkan asfiksia (Dewi, 2005).
Normalnya jumlah methemogobin dalam darah sekitar 2%, dan tandatanda klinis dari methemoglobin seperti sianosis menjadi nampak jelas ketika
jumlah methemoglobin mencapai 15% atau lebih. Methemogobin dalam eritrosit
dalam jumlah yang sedikit akan direduksi menjadi hemoglobin oleh enzim

methemoglobin reduktase, tetapi jika jumlah methemogobin telah melampaui,
maka enzim methemoglobin reduktase tidak mampu lagi untuk mereduksi
methemoglobin. Enzim methemoglobin reduktase membutuhkan glutation sebagai

Universitas Sumatera Utara

kofaktor pereduksi. Pembentukan glutation tergantung pada perubahan glukosa-6fosfat dengan bantuan glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Karena itu kekurangan
enzim ini yang terjadi secara genetik akan sangat mempengaruhi pembentukan
methemoglobin (Dewi, 2005).
Penggunaan nitrit dan nitrat sebagai pengawet untuk mempertahankan
warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit
dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin
yang bersifat toksik. Nitrosamin merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik,
nitrosamin dapat menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk
hati, ginjal, kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pangkreas
dan lain-lain (Muchtadi, 2008).
Senyawa nitrosamin yang dihasilkan dari reaksi nitrit dengan amin
sekunder merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Amin-amin sekunder
yang paling banyak ditemukan dalam daging adalah piperidin, dietil amin,
pirolidin, dan dimetil amin (Lawrie, 2003).


Untuk mencegah terbentuknya

nitrosamin maka dianjurkan untuk menambahkan zat yang dapat menghambat
proses tersebut misalnya penambahan asam askorbat dan vitamin E (Silalahi,
2005).
Penelitian tentang penetapan kadar nitrit dalam makanan telah dilakukan
sebelumnya terhadap sampel korned sapi kalengan, daging burger sapi dan sop
daging sapi dengan metode spektrofotometri sinar tampak dimana digunakan
pereaksi asam sulfanilat dan N-(1-naftil) etilen diamin dihidroksida (NED). Kadar
nitrit pada berbagai sampel dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Kadar nitrit pada berbagai sampel
No

1

2


3

Jenis Sampel

Metode

Korned sapi

Sektrofotometri

kalengan

sinar tampak

Daging

Spektrofotometri

burger sapi


sinar tampak

Sop daging

Spektrofotometri

sapi

sinar tampak

Kadar nitrit

Persyaratan

(µg/g)

(µg/g)

70,34-109,75


50

Rujukan

Rangkuti,
2008

40,00-160,00

125

Cory,
2009

64,67-101,45

125

Alamsyah,

2009

Dari Table 2.1 dapat dilihat bahwa pada sampel sop daging sapi dan
daging burger mengandung nitrit tetapi masih memenuhi persyaratan untuk
dikonsumsi karena kadarnya berada di bawah batas maksimum yang diizinkan
yaitu 125 µg/g, Sedangkan pada sampel korned sapi kalengan, diperoleh hasil
bahwa sampel korned sapi kalengan mengandung nitrit yang melebihi batas
maksimum yang diizinkan yaitu 50 µg/g .
2.4 Pemeriksaan Kualitatif Nitrit
Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
asam sulfanilat dan N-(1-naftil) etilen diamin dihidroksida (NED), larutan KI
dalam asam asetat dan kloroform. Larutan yang mengandung nitrit dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes asam sulfanilat dan
NED lalu dikocok, dibiarkan beberapa menit, terbentuk warna ungu merah
(Vogel, 1990). Reaksi antara nitrit dengan asam sulfanilat dan NED dilihat pada
Gambar 1.1.

HSO3

NH2 CH3COOH + HNO2

Asam sulfanilat

HSO3

N

OOCH3 + 2H2O

Garam diazonium

Universitas Sumatera Utara

HSO3

N

N

OOCH3 + 2H2O +

= N
NH2

Garam diazonium

HSO3

NED

N

NHCH2CH2NH2 + HCl

N
Senyawa azo (merah)

Gambar 1.1 Reaksi antara nitrit dengan asam sulfanilat dan NED (Vogel, 1985).

Dimasukkan larutan ke dalam larutan kalium iodida, kemudian diasamkan
dengan asam asetat encer, maka akan terbentuk larutan berwarna kuning karena
adanya iod yang dibebaskan, yang dapat diidentifikasi dengan penambahan
kloroform maka lapisan kloroform akan berwarna ungu (Vogel, 1985). Persamaan
reaksinya adalah:
2NO2- + 2I- + 2CH3COOH

I2 + 2NO2 + 2CH3COO- + 2H2O

2.5 Pemeriksaan Kualitatif Nitrat
Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan mereduksi nitrat menjadi
nitrit menggunakan logam Zn, pereaksi asam sulfanilat dan NED, perekasi ferro
sulfat dalam asam sulfat pekat. Larutan yang mengandung nitrat direduksi
menjadi nitrit dengan cara ke dalam filtrat dimasukkan sedikit logam Zn dalam
larutan asam asetat. Kemudian nitrat dapat dideteksi memakai pereaksi asam

Universitas Sumatera Utara

sulfanilat dan NED, warna ungu merah menunjukkan adanya nitrat. Larutan yang
mengandung nitrat dimasukkan ke dalam larutan ferro sulfat yang diasamkan
dengan asam sulfat pekat, maka akan terbentuk cincin coklat pada perbatasan
antara kedua cincin itu (Vogel, 1985). Persamaan reaksi cincin coklat adalah:
2NO3- + 4H2SO4 + 6Fe2+

6Fe3+ + 2NO

Fe2+ + NO

{Fe(NO)}2+

+ 4SO42- + 4H2O

2.6 Penentuan Kadar Nitrit dan Nitrat
2.6.1 Penentuan Kadar Nitrit
2.6.1.1 Penentuan Kadar Nitrit dengan Metode Spektrofotometri Sinar
Tampak
Metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan
kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang membentuk
warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maksimum 540
nm (Herlich, 2000). Metode ini berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa
amin primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit maka akan
menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Pada analisis menggunakan alat spektrofotometer
sinar tampak dapat dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva
kalibrasi. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang
memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku
sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk
menghitung kadar analit dalam sampel (Rohman, 2007). Persamaan reaksinya
dapat dilihat pada Gambar 1.1 halaman 11.

Universitas Sumatera Utara

2.6.1.2 Penentuan Kadar Nitrit dengan Metode Volumetri
Metode volumetri dilakukan secara permanganometri dan serimetri
(Vogel, 1994). Permanganometri adalah suatu cara titrasi memakai kalium
permanganat sebagai pentiter. Kalium permanganat merupakan oksidator paling
kuat, dan asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai
pelarut dalam proses ini karena jika digunakan asam klorida maka sebagian
permanganatnya akan membentuk klorin (Rohman, 2007). Metode serimetri
menggunakan serium (IV) sulfat dimana kelebihan serium (IV) sulfat dititrasi
dalam ammonium besi (II) sulfat dan asam N-fenilantranilat sebagai indikator.
Tetapan volume larutan serium (IV) sulfat standar yang telah bereaksi dengan
larutan nitrit, dan dihitung kadar nitrit (Vogel, 1994).
2.6.2 Penentuan Kadar Nitrat
2.6.2.1 Penentuan Kadar Nitrat dengan Metode Diazotasi
Logam Zn dapat dipakai untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit. Prosedur
yang umum dilakukan untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit menggunakan
reduktor logam Zn dan penentuan hasil nitrit berdasarkan atas reaksi diazotasi
dimana senyawa amin primer aromatik dikopling dengan NED. Dengan adanya
nitrit akan menghasilkan senyawa berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur
secara spektrofotometri sinar tampak. Maka kadar nitrat adalah selisih total nitrit
sebelum reduksi dengan nitrit sesudah reduksi (Vogel, 1985). Persamaan
reaksinya dapat dilihat pada Gambar 1.1 halaman 11.
2.6.2.2 Penetapan Kadar Nitrat dengan Metode Asam Phenoldisulfat
Menurut Boltz dalam Dewi (2005), asam phenoldisulfat mempunyai
kelemahan pada keadaan tertentu seperti adanya bahan-bahan biologis, walaupun
begitu pereaksi ini dapat digunakan untuk menganalisa beberapa sampel dengan

Universitas Sumatera Utara

hasil yang akurat. Metode ini mempunyai kepekaan yang tinggi karena dapat
mengukur kadar nitrat dengan jumlah yang sedikit yaitu 1 µg. Pembentukan
warna dari asam phenoldisulfat dengan nitrat memenuhi hukum Beer dengan jarak
panjang gelombang yang luas. Sensitivitas dan kekuatan terbesar diperoleh ketika
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 410 nm.
2.6.2.3 Penentuan Kadar Nitrat dengan Metode Asam Kromatropat
Menurut Boltz dalam Dewi (2005), asam kromatropat (asam 1,8dihidroksi-3, 6-naphthalenisulonat) adalah pereaksi yang sangat peka dan selektif
dalam media asam sulfat pekat untuk penentuan nitrat. Dua mol nitrat bereaksi
dengan 1 mol asam kromatropat. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
410 nm. Ion iodida, iodat, selenite, selenate, lead, barium dan strontium tidak
boleh ada dalam sampel. Chromium (III) merupakan gangguan jika jumlahnya di
atas 20 µg/g. Gangguan-gangguan oleh nitrit dan bahan pengoksidasi lainnya
dapat dihilangkan dengan penambahan larutan sulfit urea. Gangguan yang
disebabkan oleh klorida dihindari dengan penambahan larutan antimony (III)
sulfat agar membentuk kompleks dengan klorida.
2.6.2.4 Penetapan Kadar Nitrat dengan Metode Brucin
Reaksi nitrat dengan brucin dalam media asam sulfat, membentuk warna
merah yang berubah dengan cepat menjadi kuning. Warna kuning merupakan
hasil oksidasi yang menyerap dengan kuat pada panjang gelombang 400-410 nm.
Pembentukan warna yang baik dapat terjadi bila perbandingan asam sulfat pekat
dan larutan nitrat sebanyak 2:1. Ada dua kelemahan dari sistim pewarnaan brucin.
Pertama, tidak memenuhi hukum Beer pada daerah panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Kedua, warna yang terbentuk tidak stabil, oleh
karena itu seluruh perlakuan harus dilakukan secara tepat (Herlich, 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.7 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter validasi adalah
kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), Selektivitas (spesifikasi),
linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode
(rugged-ness), dan kekuatan (robustness) (Harmita, 2004). Validasi dilakukan
untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik,
reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Rohman, 2007).
2.7.1 Perolehan Kembali
Metode adisi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode simulasi
(spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition
method). Dalam metode simulasi sejumlah analit bahan murni (senyawa

pembanding kimia) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan
farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan
dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode
penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah analit yang diperiksa dengan
konsentrasi tertentu ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan kemudian
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar sebenarnya
(Harmita, 2004).

Rumus perhitungan persen perolehan kembali:
CF - CA
% perolehan kembali =
x 100%
C*A
Keterangan:
CF
= Konsentrasi analit dalam sampel yang diperoleh setelah penambahan
bahan baku
CA
= Konsentrasi analit dalam sampel sebelum penambahan bahan baku
C*A = Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan di dalam sampel

Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitas
Batas deteksi atau Limit Of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon siknifikan
dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004).
Rumus perhitungan batas deteksi:
Batas deteksi =

3× sy/x
Slope

Batas kuantitas atau limit of quantitation (LOQ) adalah kuantitas terkecil
analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama
(Harmita, 2004). Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rumus perhitungan batas kuantitas:
Batas kuantitasi =

10× Sy/x
Slope

2.7.3 Analisis Data Secara Statistik
Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk
menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:
thitung = |

Xi – X
|
n-1

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel. Untuk mencari kadar
sebenarnya dengan α 1/2 = 0,025, dk = n - 1, digunakan rumus:
μ=X ±t x
Keterangan:
μ
X
n
t
dk
α

SD
√n

= Kadar sebenarnya
= Kadar analit dalam sampel
= Jumlah pengulangan
= Harga ttabel sesuai dk
= derajat kebebasan (dk = n - 1)
= Tingkat kepercayaan

Universitas Sumatera Utara