Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Antidiare Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Tumbuhan gambir (Uncaria gambir Roxb.) termasuk dalam suku kopi-kopian, berasal dari tumbuhan perdu yang membelit dan memiliki batang keras. Tinggi 1-3 cm, batang tegak, bulat, percabangan simpodial warna coklat pucat. Daun tunggal, berhadapan, bentuk elips, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung meruncung, panjang 8-13 cm, lebar 4-7 cm, warna hijau, bunga majemuk, bentuk lonceng, diketiak daun, panjang lebih kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk lonceng, tongkol bulat terdiri dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm berwarna hitam (Haryanto, 2009; Mardisiswojo, 1968).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan gambir (Uncaria gambir Roxb.) (Haryanto, 2009) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Uncaria


(2)

2.1.2 Manfaat tumbuhan

Gambir dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses diperut dan usus. Fungsi gambir sebagai campuran obat seperti luka bakar, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan. Selain itu gambir di gunakan sebagai ramuan untuk makan sirih dan obat untuk sakit perut (Ermiati, 2004).

2.1.3 Kandungan kimia daun gambir

Senyawa kimia tumbuhan yang terdapat pada daun gambir adalah alkaloida, flavonoida, glikosida, tanin, saponin, steroida/triterpenoida.

1. Alkaloida

Alkaloida merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, bersifat optis aktif. Kebanyakan alkaloida berbentuk Kristal dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar. Sebagian besar alkaloida berasa pahit. Alkaloida sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi banyak di gunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1973).

Alkaloida juga terdapat di alam sebagai garam yang merupakan hasil reaksi antara basa (alkaloida) dan asam (misalnya asam sulfat untuk memberikan sulfat, atau asam klorida untuk memberikan hidroklorida) (Heinrich, 2009). 2. Flavonoida

Flavonoida mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya mempunyai struktur C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang di hubungkan oleh tiga atom karbon yang merupakan rantai alifatik (Markham, 1988). Flavonoida mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh tumbuhan mulai dari


(3)

fungsi sampai angiospermae. Beberapa fungsi flavonoida untuk tumbuhan yaitu pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus (Robinson, 1991).

Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang di fotosisntesis oleh tumbuhan di ubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Sebagian besar tanin berasal dari flavonoida yang merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar (Markham, 1988).

3. Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa bila di hidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa glukosa adalah glukosida. Glikosida di bedakan menjadi α-glikosida dan β -glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta. Pembagian glikosida paling banyak berdasarkan aglikonnya. Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas dan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, 2007).

4. Tanin

Tanin adalah zat-zat penciut (adstringensia) yang berfungsi menciutkan selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan elektrolit yang di perkirakan dapat menghalangi penyerapan kuman dan toksin sekaligus mengurangi pengeluaran cairan berlebihan (Tan dan Rahardja, 2002).

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi


(4)

dengan protein membentuk kopolimer mantap yang larut dalam air (Robinson, 1991).

Golongan tanin dalam makanan dan tanaman memberikan rasa kesat dan pahit. Golongan ini terdiri atas senyawa polifenol larut-air, yang dapat memiliki bobot molekul berat. Secara garis besar, tanin terbagi menjadi dua golongan yaitu tanin dapat-terhidrolisis, yang terbentuk dari esterifikasi gula dengan asam fenolat sederhana yang merupakan tanin turunan-sikamat (misalnya asam galat), dan tidak dapat-terhidrolisis, yang kadang di sebut tanin terkondensasi yang berasal dari polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid. Tanin membentuk lapisan pelindung yang terbentuk dari protein yang terkoagulasi pada sepanjang dinding usus sebelah proksimal stimulus yang menambah aktivitas peristaltik. Akibatnya mukosa akan terikat lebih erat sehingga menjadi kurang permeable, suatu proses yang disebut adstrigensia. Tanin yang mendukung aktivitas adstrigensia, di mana tanin juga yang menghambat kelangsungan mikroorganisme yang menginfeksi, mengurangi hipersekresi cairan dan menetralisir protein inflamasi. Adanya afinitas terhadap protein bebas maka tanin akan berkonsentrasi pada area yang rusak. Tanin kondensasi mampu mengikat dan menonaktifkan aktifitas hipersekresi toksin (Sudarsono, 2002; Mills dan Bone, 2000).

5. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah, dapat menyebabkan haemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1991). Keberadaan saponin sangat mudah di tandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air apabila di kocok menimbulkan


(5)

buih yang stabil. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan terpercaya akan adanya saponin (Harborne, 1973).

6. Steroida/triterpenoida

Steroida adalah triterpenoida yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa di gunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan steroida dan triterpenoida memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1973).

Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis di turunkan dari hidrokarbon C30 asiklik. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat, berupa senyawa tahan warna, berbentuk kristal. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpenoida sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpenoida dan steroida yang terutama terdapat sebagai glikosida (Harborne, 1973).

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang di gunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali di katakan lain, berupa bahan yang telah di keringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (pelikan). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara


(6)

tertentu di pisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang di hasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum di olah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan cair yang di peroleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang akan di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur yang berbeda-beda.

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat di bagi dua cara yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti di lakukan pengadukan yang kontinu


(7)

(terus menerus). Remaserasi berarti di lakukan pengulangan penambahan pelarut setelah di lakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna yang umumnya di lakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan.

b. Cara Panas 1. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya di lakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya di lakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum di lakukan pada temperatur 40-50ºC.

4. Infus


(8)

tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Uraian Diare

Diare adalah keadaan buang air besar dengan frekuensi tidak normal (meningkat) dengan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan merupakan gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya (Tan dan Rahardja, 2002). Kandungan cairan merupakan penentuan utama volume dan konsistensi feses dan air umumnya 70% sampai 80% dari berat feses total.

Pada orang yang sehat, makanan dicerna hingga menjadi bubur (chymus), kemudian di teruskan ke usus halus untuk di uraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90% air dan sisa-sisa makanan yang sulit di cerna di dorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan bakteri pengurai yang terdapat di usus besar sebagian besar sisa makanan masih dapat di serap dan air di resorpsi kembali, sehingga isi usus menjadi lebih padat (Endang dan Puspadewi, 2012).

2.3.1 Patofisiologi diare

Terdapat empat mekanisme patofisiologi diare yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit mengakibatkan terjadinya diare yaitu:

1. perubahan transport ion aktif yang di sebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida.


(9)

3. peningkatan osmolaritas luminal.

4. peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik yaitu:

1. Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari substansi seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), pencahar atau toksin bakteri, hal tersebut dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.

2. Osmotic diarrhea, di sebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal.

3. Exudative diarrhea, di sebabkan oleh infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan darah ke dalam saluran pencernaan.

4. Motilitas usus, suatu kondisi peristaltik usus yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.

2.3.2 Klasifikasi diare

Berdasarkan klasifikasinya, diare dapat di bagi kedalam tiga kelompok yaitu:

1. Berdasarkan adanya infeksi, di bagi atas:

a. diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus misalnya infeksi bakteri (Vibrio cholera, Eschericia coli, Salmonella dan Shigella ), infeksi virus (Rotavirus dan Enterovirus) dan infeksi parasit (cacing, protozoa dan jamur).

b. diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus misalnya infeksi saluran pernafasan.


(10)

2. Berdasarkan lamanya diare, di bagi atas:

a. diare akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak yang biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

b. diare kronik yaitu diare yang timbul perlahan-lahan 2 minggu atau lebih, baik menetap atau bertambah hebat.

3. Berdasarkan penyebab terjadinya diare, di bagi atas:

a. diare spesifik yaitu diare yang di sebabkan oleh adanya infeksi misalnya infeksi yang di sebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan enterotoksin.

b. diare non spesifik yaitu diare yang tidak di sebabkan oleh adanya infeksi misalnya alergi makanan atau minuman, gangguan gizi, kekurangan enzim dan efek samping (Tan dan Rahadrja, 2002).

2.3.3 Penyebab diare

Diare di sebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus di percepat dan masih banyak mengandung air. Selain itu diare di sebabkan karena bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air atau terjadinya hipersekresi.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diare: a. Virus

Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas absorpsi menurun dan sekresi air dan elekrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.

b. Bakteri


(11)

meningkatnya hygiene masyarakat. Bakteri pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman menjadi infasive dan menyerang ke dalam mukosa. Bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang dapat di reabsorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala-gejala seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang, di samping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab utama dari jenis diare ini adalah bakteri Salmonella, Shigella, Ca mpylobacter dan jenis Coli tertentu.

c. Parasit

Parasit yang sering menyebabkan diare seperti protozoa Entamoeba histolytica , Gla rdia la mbia , Cyptosporidium da n Cyclospora , yang terutama terjadi di daerah tropis atau subtropis. Diare akibat parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu. Gejala lain dapat berupa nyeri perut, demam, anorexia, nausea , muntah-muntah dan rasa letih (malaise).

d. Enterotoksin

Diare enterotoksin penyebabnya dalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah Eschericia coli dan Vobrio cholera dan sebagian kecil Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan dapat merusaknya. Diare jenis ini bersifat selflimiting artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih kurang lima hari, setelah sel-sel mukosa yang rusak di ganti dengan sel-sel mukosa yang baru.

e. Makanan


(12)

osmotik usus meningkat sehingga menghalangi absorpsi air dan elektrolit dan menimbulkan diare. Alergi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan bakteri dan makanan yang tercemar logam berat juga dapat menyebabkan diare.

f. Penyakit

Sejumlah penyakit ada yang menyebabkan diare sebagai salah satu gejalanya, seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit cacing lainnya misalnya penyakit cacing gelang dan cacing pita.

g. Pengaruh psikis

Keluhan dalam diare dapat timbul sebagai salah satu gejala penyakit atau sebagai akibat kelainan jiwa atau psikologis, misalnya ketegangan jiwa, emosi, stress dan lain-lain. Diare karena penyebab ini di kenal dengan istilah diare psikogenik (Tan dan Rahardja, 2002).

2.3.4 Obat-obat diare

Obat-obat yang di gunakan dalam pengobatan diare di kelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamida, kinolon dan furazolidon.

2. obstipansia, yang di bagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.


(13)

c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang di hasilkan oleh bakteri. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.

3. spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Tan dan Rahardja, 2002).

Obat antimotilitas (penekan peristaltik) secara luas di gunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid hidrokloridum adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak sehingga loperamid hidrokloridum tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Antibiotik berguna hanya pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat di terapi dengan tetrasiklin (Neal, 2006).

2.4 Loperamid Hidrokloridum

Loperamid hidrokloridum merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat, juga bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul. Loperamid hidrokloridum tidak


(14)

boleh di berikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk menguraikan obat ini (Tan dan Rahardja, 2002).

2.5 Minyak Jarak

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Pada usus halus, minyak jarak di hidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak di gunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang di sertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Arief, 1995).


(1)

3. peningkatan osmolaritas luminal.

4. peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik yaitu:

1. Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari substansi seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), pencahar atau toksin bakteri, hal tersebut dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.

2. Osmotic diarrhea, di sebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal.

3. Exudative diarrhea, di sebabkan oleh infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan darah ke dalam saluran pencernaan.

4. Motilitas usus, suatu kondisi peristaltik usus yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.

2.3.2 Klasifikasi diare

Berdasarkan klasifikasinya, diare dapat di bagi kedalam tiga kelompok yaitu:

1. Berdasarkan adanya infeksi, di bagi atas:

a. diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus misalnya infeksi bakteri (Vibrio cholera, Eschericia coli, Salmonella dan Shigella ), infeksi virus (Rotavirus dan Enterovirus) dan infeksi parasit (cacing, protozoa dan jamur).

b. diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus misalnya infeksi saluran pernafasan.


(2)

2. Berdasarkan lamanya diare, di bagi atas:

a. diare akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak yang biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

b. diare kronik yaitu diare yang timbul perlahan-lahan 2 minggu atau lebih, baik menetap atau bertambah hebat.

3. Berdasarkan penyebab terjadinya diare, di bagi atas:

a. diare spesifik yaitu diare yang di sebabkan oleh adanya infeksi misalnya infeksi yang di sebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan enterotoksin.

b. diare non spesifik yaitu diare yang tidak di sebabkan oleh adanya infeksi misalnya alergi makanan atau minuman, gangguan gizi, kekurangan enzim dan efek samping (Tan dan Rahadrja, 2002).

2.3.3 Penyebab diare

Diare di sebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus di percepat dan masih banyak mengandung air. Selain itu diare di sebabkan karena bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air atau terjadinya hipersekresi.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diare: a. Virus

Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas absorpsi menurun dan sekresi air dan elekrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.

b. Bakteri


(3)

meningkatnya hygiene masyarakat. Bakteri pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman menjadi infasive dan menyerang ke dalam mukosa. Bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang dapat di reabsorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala-gejala seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang, di samping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab utama dari jenis diare ini adalah bakteri Salmonella, Shigella, Ca mpylobacter dan jenis Coli tertentu.

c. Parasit

Parasit yang sering menyebabkan diare seperti protozoa Entamoeba histolytica , Gla rdia la mbia , Cyptosporidium da n Cyclospora , yang terutama terjadi di daerah tropis atau subtropis. Diare akibat parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu. Gejala lain dapat berupa nyeri perut, demam, anorexia, nausea , muntah-muntah dan rasa letih (malaise).

d. Enterotoksin

Diare enterotoksin penyebabnya dalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah Eschericia coli dan Vobrio cholera dan sebagian kecil Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan dapat merusaknya. Diare jenis ini bersifat selflimiting artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih kurang lima hari, setelah sel-sel mukosa yang rusak di ganti dengan sel-sel mukosa yang baru.

e. Makanan


(4)

osmotik usus meningkat sehingga menghalangi absorpsi air dan elektrolit dan menimbulkan diare. Alergi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan bakteri dan makanan yang tercemar logam berat juga dapat menyebabkan diare.

f. Penyakit

Sejumlah penyakit ada yang menyebabkan diare sebagai salah satu gejalanya, seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit cacing lainnya misalnya penyakit cacing gelang dan cacing pita.

g. Pengaruh psikis

Keluhan dalam diare dapat timbul sebagai salah satu gejala penyakit atau sebagai akibat kelainan jiwa atau psikologis, misalnya ketegangan jiwa, emosi, stress dan lain-lain. Diare karena penyebab ini di kenal dengan istilah diare psikogenik (Tan dan Rahardja, 2002).

2.3.4 Obat-obat diare

Obat-obat yang di gunakan dalam pengobatan diare di kelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamida, kinolon dan furazolidon.

2. obstipansia, yang di bagi menjadi:

a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna).

b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.


(5)

c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang di hasilkan oleh bakteri. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium.

3. spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Tan dan Rahardja, 2002).

Obat antimotilitas (penekan peristaltik) secara luas di gunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid hidrokloridum adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak sehingga loperamid hidrokloridum tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Antibiotik berguna hanya pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat di terapi dengan tetrasiklin (Neal, 2006).

2.4 Loperamid Hidrokloridum

Loperamid hidrokloridum merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat, juga bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul. Loperamid hidrokloridum tidak


(6)

boleh di berikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk menguraikan obat ini (Tan dan Rahardja, 2002).

2.5 Minyak Jarak

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasal dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Pada usus halus, minyak jarak di hidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak di gunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang di sertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Arief, 1995).