Pengaruh Hipnobirthing Terhadap Nilai Apgar Bayi Baru Lahir Pada Persalinan Normal Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan
bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam
perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Depkes RI, 2009).
Anak terutama bayi baru lahir merupakan salah satu kelompok masyarakat
yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat
karena masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi menjadi
indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan
cerminan dari status kesehatan anak saat ini (Depkes RI, 2009).
Permasalahan Angka Kematian Bayi masih merupakan permasalahan utama
bagi negara berkembang. Di negara berkembang, saat melahirkan pada minggu
pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar
dua pertiga kematian neonatal tersebut terjadi pada minggu pertama, dan dua pertiga
kematian bayi pada minggu pertama tersebut terjadi pada hari pertama kelahirannya.
Penyebab terbesar dari Angka Kematian Bayi baru lahir adalah gangguan pernafasan


1

yaitu sebesar 37%, disamping prematur sebanyak 34% dan sepsis 12% (Kemenkes
2012).
Menurut “CIA World Factbook” AKB di dunia pada tahun 2012 sebesar 32
per 1.000 kelahiran hidup. Afganistan merupakan negara dengan tingkat AKB
tertinggi dibandingkan dengan 221 negara lainnya di dunia yaitu sebesar 121 per
1.000 kelahiran hidup. Negara dengan tingkat AKB terendah adalah Monaco yaitu
sebesar 2 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara Indonesia berada pada urutan ke-73
dengan AKB sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia menduduki peringkat
ke-7 setelah Singapura (3 per 1.000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam (8 per 1.000
kelahiran hidup), Malaysia (15 per 1.000 kelahiran hidup), Thailand (16 per 1.000
kelahiran hidup), Filipina (19 per 1.000 kelahiran hidup), dan Vietnam (20 per 1.000)
(Kemenkes, 2012).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukkan
adanya penurunan AKB dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sebesar 34 per 1.000
kelahiran hidup menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh
dari target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yaitu sebesar 23

per 1.000 kelahiran hidup. Di antara angka ini, 19 per 1.000 terjadi pada masa
neonatal sejak lahir sampai usia 28 hari. Namun Target MDGs di tahun 2015
angkanya harus turun menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Profil
Kesehatan Provinsi Aceh (2012), Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Aceh
pada tahun 2012 sebanyak 8 per 1.000 kelahiran dan berdasarkan Profil Dinkes Kota

Banda Aceh (2013), Angka Kematian Bayi (AKB) di kota Banda Aceh pada tahun
2013 sebanyak 6 per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan Profil Dinkes Kota Banda Aceh (2013), tahun 2013 jumlah
kematian bayi di kota Banda Aceh sebesar 30 bayi, Faktor yang mempengaruhi
terjadinya angka kematian bayi di kota Banda Aceh diantaranya asfiksia serta adanya
penyebab lainnya yaitu fasilitas kesehatan, aksebilitas, pelayanan kesehatan dengan
tenaga medis yang terampil dan dukungan masyarakat. Berdasarkan data yang
diperoleh dari buku register di Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan
Ruang Bersalin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2014 dari 1.258 jumlah
persalinan terdapat 230 bayi yang mengalami asfiksia (18,28%), sebelumnya yaitu
tahun 2013 bayi yang mengalami asfiksia hanya sebesar 154 bayi.
Menurut Aminullah, A (2005) asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan
dimana bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir. Bayi bayi yang
mengalami proses asfiksia (merupakan manifestasi dari nilai APGAR rendah) lebih

jauh berada dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder cepat menyebabkan
kematian. Menurut Varney (2010) untuk meminimalkan asfiksia pada bayi baru lahir,
maka pada bayi baru lahir tersebut harus dinilai dan ditangani segera setelah lahir,
karena pada saat lahir bayi baru lahir berpindah dari ketergantungan total ke
mandirian fisiologis, proses perubahan yang rumit ini dikenal sebagai periode transisi
yaitu periode yang dimulai ketika bayi baru keluar dari tubuh ibu dan berlanjut
selama beberapa minggu untuk sistem organ tertentu, artinya bayi baru lahir

menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Penilaian yang dilakukan segera pada
bayi baru lahir adalah dengan menggunakan nilai APGAR.
Nilai APGAR merupakan suatu metode sederhana yang dipakai oleh bidan
untuk menilai keadaan bayi sesaat setelah lahir. Penilaian APGAR ini sangat penting
karena untuk meminimalkan asfiksia pada bayi yang merupakan kelanjutan dari nilai
APGAR yang rendah. Pemeriksaan ini dilakukan secara cepat bayi baru lahir akan
mengevaluasi keadaan fisik dari bayi baru lahir dan sekaligus mengenali adanya
tanda tanda darurat yang memerlukan dilakukannya tindakan segera terhadap bayi
baru lahir. Seorang bayi dengan berbagai tanda bahaya merupakan masalah yang
serius, bayi dapat meninggal bila tidak ditangani segera (Prawirohardjo, 2010).
Bayi dengan nilai APGAR tinggi memiliki risiko kematian sesaat setelah
persalinan lebih rendah dibanding bernilai APGAR rendah. Asphyxia (manifestasi

nilai APGAR rendah) disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi baru lahir. Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah kelahiran (Aminullah A., 2005).
Menurut Mander (2004) persalinan sebenarnya adalah suatu fungsi fisiologi
yang normal dan dialami bagi wanita. Melahirkan normal seringkali dianggap
menakutkan, sebab prosesnya yang lama dan menyakitkan. Seorang dokter
kandungan Inggris pada awal abad ke 20, Dr. Grantly Dick-Rad menemukan sebuah
teori

“sindrom

ketakutan-ketegangan-nyeri”

(Fear-Tension-Point

Syndrome).

Menurut beliau rasa takut merupakan penyebab ketegangan pada tubuh, terutama

pada rahim, dan bawa ketegangan menghambat proses persalinan alami, memperlama
persalinan dan menimbulkan nyeri, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
Kuniawati, Y (2014) tentang pengaruh hipnobirthing terhadap lama persalinan pada
ibu bersalin di klinik bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai, yang
menunjukkan bahwa hipnobirthing dapat mempengaruhi lama persalinan pada ibu
primipara.
Disamping itu, ketidak nyamanan ibu selama proses persalinan yang
menyebabkan pola pernafasan tidak teratur juga berpengaruh terhadap pertukaran
serta transpor O2 dari ibu ke janin. Sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dalam menghilangkan CO2. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardio
vaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber
glikogen dalam jantung yang akan mempengaruhi fungsi jantung dan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat. Hal ini menyebabkan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem
tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang
terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya
(Prawirohardjo, 2010).
Menurut defenisi dari International Association of Pain (2007) nyeri

merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan memengaruhi mental

emosional seseorang yang disertai dengan kerusakan jaringan, salah satu sakit yang
paling berat dialami oleh manusia adalah nyeri persalinan. Selama persalinan, rasa
sakit yang berlebihan menyebabkan ketakutan dan kecemasan. Ini merangsang sistem
saraf simpatik untuk meningkatkan sekresi katekolamin yang mengarah kepada
meningkatnya tekanan darah. Hal ini akan lebih memperberat rasa sakit, dan
berpotensi memperpanjang proses persalinan, sehingga mengakibatkan pengalaman
yang sangat tidak menyenangkan dari kelahiran bayi. Selain itu, dapat mengakibatkan
terjadinya komplikasi pada janin meliputi posisi janin, gangguan sirkulasi oksigen ke
janin, nilai APGAR rendah dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Saat ini timbul trend/kecendrungan para wanita muda lebih memilih
persalinan secara operasi Sectio Caesarea demi menghindari nyeri saat melahirkan
pervaginam (Maryunani, 2010). Menurut SDKI (2012) angka bedah caesar lebih
tinggi pada SDKI (2012) yaitu 12% dibandingkan dengan temuan SDKI (2007) yaitu
7% (Kemenkes, 2012).
Banyak metoda yang dilakukan untuk menurunkan nyeri dalam persalinan,
baik secara farmakologi maupun secara non farmakologi. Menggunakan metoda
farmakologi mempunyai efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan metoda non
farmakologis, namun menggunakan metoda farmakologi sering menimbulkan efek

samping dan kadang tidak memiliki efek yang diharapkan. Sedangkan metoda non
farmakologi, selain menurunkan nyeri dalam persalinan juga mempunyai efek non
invasif, sederhana, efektif dan tanpa efek yang membahayakan (Bobak, Lawdermilk
& Jansen, 2004).

Menurut Mander (2004) penurunan nyeri persalinan dapat menggunakan
metode farmakologis yaitu dengan menggunakan obat – obatan seperti Analgesia
inhalasi dan opioid sedangkan metode non farmakologis meliputi relaksasi,
hipnoterapi, imajinasi, umpan balik biologis, psikoprofilaksis, masase, sentuhan
terapeutik,

akupresur,

akupuntur,

TENS

(Transcutaneous

Electrical


Nerve

Stimulation), hidroterapi, homeopatidan terapi musik. Metode non farmakologik
untuk menurunkan nyeri tidak berpotensi menimbulkan efek bahaya bagi ibu dan
bayi. Beberapa manfaat tehnik non farmakologis selain menurunkan nyeri persalinan
juga mempunyai sifat non invasif, sederhana, efektif dan tanpa efek membahayakan.
Metoda farmakologis dalam persalinan umumnya ditemukan dilapangan lebih efektif
dalam penurunan nyeri dari pada metoda non farmakologis, meskipun demikian
metoda tersebut tetap lebih mahal dan juga menimbulkan efek bahaya. Metoda non
farmakologis selain lebih murah, aman dan tanpa efek samping juga tidak
membutuhkan waktu dan tenaga khusus seperti pada manajemen farmakologis
(Bobak, Lawdermilk & Jansen, 2004).
Sejak tahun 1920 -an, usaha-usaha yang dilakukan oleh beberapa ahli terkenal
menyebabkan berkembangnya metode-metode yang saat ini di gunakan untuk
meningkatkan

relaksasi,

mengurangi


stress,

meredakan

nyeri

persalinan,

meningkatkan perkembangan persalinan dan memperkuat ikatan orang tua dan
anaknya sejak dini, salah satunya adalah hypnobirthing (Aprilia, 2010).
Ilmuwan yang pertama yang memberikan teknik relaksasi kepada pasienpasien bersalin yang ditangani yaitu dr. Dick Read (1890-1959). Tehnik ini

digunakan agar calon ibu yang melahirkan tetap rileks dan menghindari rasa takut
yang berlebihan yang akan lebih memicu rasa sakit dan ketidaknyamanan. Awalnya,
Dick Read menolak anggapan bahwa tehnik relaksasi yang ia gunakan merupakan
hipnosis. Kemudian, ide itu dituangkan dalam bukunya yang berjudul Childbirth
Without Bear : The Principle and Practice of Natural Childbirth yang diterbitkan
pertama kali pada tahun 1944 (Aprilia, 2010). Kemudian teknik relaksasi ini diteliti
lebih lebih lanjut oleh Marie Morgan, seorang hipnotherapies bersertifikat, yang

merupakan salah seorang pasien dr. Dick Read. Pada 1987, Marie Morgan yang telah
memiliki kemampuan hipnoterapi kemudian mengembangkan metoda relaksasi
persalinan. Pada tahun 1993, metoda hipnobirthing mulai dikenalkan di Kanada, yang
disusul oleh Australia dan Inggris. Hingga saat ini sudah ada lebih dari 20 negara
yang mempraktekkan hypnobirthing dalam proses persalinan alami (Aprilia, 2010)..
Di Indonesia program hypno-birthing dikembangkan oleh ibu Lanny
Kuswandi, seorang perawat dan bidan yang juga clinical hypno-therapist sejak tahun
2002, sekaligus merupakan pakar hypno-birthing di Indonesia bersama Tb. Erwin
Kusuma seorang psikiater anak dan pakar medikal hypnotherapy yang mempunyai
visi “ Lets change next generation, started from the pregnant women”. Saat ini
Indonesia,

Menurut

Lanny

Kuswandi

sudah


mulai

mengembangkan

dan

memperkenalkan ilmu hypnoterapy kepada para bidan dan dokter dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan (Aprilia, 2010). Berdasarkan survey pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh belum tedapat

data yang menyatakan tentang diterapkannya hipnobirthing di dalam proses
persalinan.
Hypnobirthing banyak memberikan manfaat karena melatih ibu hamil untuk
selalu rileks, bersikap tenang dan menstabilkan emosi. Hypnobirthing merupakan
perkembangan dari hipnosis. Jadi ide dasar dari hypnobirthing ini sebenarnya adalah
relaksasi. Melalui relaksasi ibu akan belajar berkonsentrasi, agar hanya memikirkan
hal-hal positif serta proses persalinan yang berjalan lancar tanpa rasa sakit, serta rasa
bahagia, dapat menaikkan kadar endorphin sehingga dapat mengurangi nyeri.
(Indivara, 2009). Endorfin merupakan substansi seperti morfin yang di produksi oleh
tubuh (termasuk zat kimia endogen) dan mempunyai konsentrasi kuat dalam sistem
syaraf. Endorfin ini berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri dengan
memblok transmisi impuls dalam otak dan medulla spinalis. Sel-sel inhibitori dalam
karnu dorsalis medulla spinalis menghasilkan endorphin yang akan menghambat
transmisi nyeri dan efektifitasnya bisa dipengaruhi oleh distraksi (Maryunani, 2010).
Pengaruh hipnoterapy dalam mengatasi nyeri persalinan ini telah di uji
beberapa penelitian. Hasil penelitian retrospektif oleh Vande Vuse (2008) di Amerika
Serikat, yang dilakukan terhadap 50 orang perempuan yang memilih hipnosis dalam
persiapan

prenatal

menyebutkan

bahwa

berhubungan

dengan

menurunnya

penggunaan sedatif, analgesia, anastesi regional selama persalinan dan menunjukkan
nilai APGAR neonatus yang lebih tinggi pada menit pertama. Penelitian yang
dilakukan oleh Ngaziz, L.N., dkk (2012) menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
dari hipnosis terhadap APGAR skor bayi baru lahir pada ibu bersalin primigravida di

BPM Ny. M. Desa Tarub Kec. Tawang Hardjo Grobogan dan penelitian lain yang
dilakukan oleh Fitrianingsih, Y., (2013) menunjukkan ada perbedaan yang signifikan
rata-rata nilai APGAR 1 ( menit pertama) antara responden yang diberi hipnobirthing
dan yang tidak diberi hipnobirthing dan tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata
nilai APGAR 2 (5 menit kemudian) antara responden yang diberi tindakan
hipnobirthing dengan yang tidak di beri tindakan hipnobirthing.
Seorang perawat yang mendalami pengobatan mind and soul, Leclaire mulai
melakukan penelitian yang menghubungkan pikiran dan tubuh dengan kesuburan,
kehamilan, kelahiran prematur dan depresi pasca-persalinan. Menurutnya hipnosis
bisa digunakan sebagai salah satu metode pendekatan kejiwaan yang memberi
kesempatan pasien untuk berkosentrasi, fokus dan rileks, sekaligus tetap sadar
sepenuhnya saat proses persalinan (Adriana, 2007).
Hypnobirthing mengekspolarasi mitos bahwa rasa sakit adalah hal yang wajar
dan dibutuhkan saat melahirkan normal. Saat wanita yang melahirkan terbebas dari
rasa takut, otot tubuhnya, termasuk otot rahim, akan mengalami relaksasi yang
membuat proses kelahiran jadi lebih mudah dan bebas stres. Hypnobirthing bertujuan
agar ibu dapat melahirkan dengan nyaman, cepat dan lancar dan menghilangkan rasa
sakit melahirkan tanpa bantuan obat bius apapun. Metode ini juga lebih menekankan
melahirkan dengan cara positif, lembut, aman dan bagaimana mencapainya dengan
mudah (Aprillia, 2010).
Bidan mempunyai peranan penting dalam memberikan bimbingan, asuhan dan
penyuluhan kepada ibu hamil mengenai persalinan, nifas. Bidan adalah orang yang

berada di posisi istimewa yang bertugas memberi asuhan dan dukungan selama masamasa penting dalam kehidupan seorang wanita. Bidan sebagai tenaga pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak, sudah merupakan
tuntutan jika bidan juga dapat menjadi pelaku inovasi dengan menggunakan metodemetode terbaru untuk melakukan asuhan sayang ibu, salah satunya yaitu metode
hypno-birthing. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitan tentang
“Pengaruh Hipnobirthing Terhadap Nilai APGAR Bayi Baru Lahir Pada Persalinan
Normal di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2015”.

1.2. Permasalahan
Tingginya angka bayi yang menderita asfiksia tahun 2014 yaitu sebanyak 230
bayi di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Salah satu penyebab Angka Kematian
Bayi di Kota Banda Aceh adalah asfiksia serta adanya penyebab lainnya yaitu
fasilitas, aksebilitas, pelayanan kesehatan dengan tenaga medis yang terampil dan
dukungan masyarakat. asfiksia merupakan manifestasi dari nilai APGAR yang
rendah, nilai APGAR digunakan untuk menilai keadaan bayi baru lahir dan berfungsi
untuk mengevaluasi keadaan fisik dari bayi baru lahir dan sekaligus mengenali
adanya tanda tanda darurat yang memerlukan dilakukannya tindakan segera terhadap
bayi baru lahir. Seorang bayi dengan berbagai tanda bahaya merupakan masalah yang
serius, bayi dapat meninggal bila tidak ditangani segera.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut maka perlu diberikan pelayanan
kesehatan oleh tenaga medis yang terampil. Oleh karena itu diharapkan tenaga medis

terutama bidan harus menciptakan inovasi baru dalam pelayanan yang diberikan
untuk ibu pada masa persalinannya, sehingga nyeri yang diakibatkan oleh persalinan
dapat dikelola dengan baik. Untuk mengatasi atau meringankan nyeri persalinan
digunakan 2 metoda yaitu metoda farmakologis dan metoda non farmakologis.
Metoda farmakologis salah satunya dapat menggunakan tehnik hipnobirthing oleh
karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakan : “Pengaruh
hipnobirthing terhadap nilai APGAR bayi baru lahir pada persalinan normal di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2015” .

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hipnobirthing terhadap
nilai APGAR bayi baru lahir pada persalinan normal di RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh tahun 2015
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahi nilai APGAR 1 (1menit) dan APGAR 2 (5 menit) bayi baru lahir pada
persalinan

normal

yang

diberikan

hipnobirthing

yang

tidak

diberikan

hipnobirthing.
2. Mengetahui perbedaaan nilai APGAR 1 bayi baru lahir pada persalinan normal
yang diberikan hipnobirthing dan yang tidak diberikan hipnobirthing.
3. Mengetahui perbedaaan nilai APGAR 2 bayi baru lahir pada persalinan normal
yang diberikan hipnobirthing dan yang tidak diberikan hipnobirthing.

1.4. Hipotesis
1.

Ada perbedaaan nilai APGAR 1 bayi baru lahir pada persalinan normal yang
diberikan hipnobirthing dan yang tidak diberikan hipnobirthing.

2.

Ada perbedaaan nilai APGAR 2 bayi baru lahir pada persalinan normal yang
diberikan hipnobirthing dan yang tidak diberikan hipnobirthing.

1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi bidan, penelitian ini diharapkan sebagai salah satu altenatif terapi yang dapat
di lakukan dan di terapkan oleh bidan dalam pelayanan kesehatan untuk
mengurangi terjadinya nyeri persalinan sehingga dapat meningkatkan kualitas
pelayanan.
2. Bagi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, penelitian dijadikan sebagai bahan
evaluasi dan sumber informasi tambahan yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan.
3. Bagi peneliti lainnya penelitian ini sebagai bahan masukan bagi penelitian
selanjutnya dan sebagai bahan pembanding untuk pengembangan penelitian
sejenis.