Pengaruh Peran Tenaga terhadap Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi Aceh

(1)

PENGARUH PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KESIAPAN WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI KELUHAN

MENOPAUSE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH PROVINSI ACEH

TESIS

Oleh : CUT YUNIWATI

097032146/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KESIAPAN WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI KELUHAN

MENOPAUSE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH PROVINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT YUNIWATI 097032146/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KESIPAN WANITA DALAM MENGHADAPI KELUHAN MENOPAUSE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH PROVINSI ACEH Nama Mahasiswa : Cut Yuniwati

Nomor Induk Mahasiswa : 097032146

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska)

Ketua Anggota

(dr. Muhammad Rusda, Sp. OG(K))

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K) 2. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG(K) 3. Asfriyati, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KESIAPAN WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI KELUHAN

MENOPAUSE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH PROVINSI ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

Cut Yuniwati 097032146


(6)

ABSTRAK

Untuk meningkatkan kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause dibutuhkan peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor) yang baik. Hasil studi pendahuluan di Rumah sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada 30 orang wanita menopause didapatkan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang menopause. Di poli geriatri tenaga kesehatan melakukan pengobatan dan konseling, tetapi karena banyaknya pasien dan kurangnya waktu (hari Jum’at poli tutup jam 12.00 WIB), menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat berperan secara optimal, dengan kata lain peran motivator, fasilitator dan konselor sering tidak dapat dijalankan secara bersamaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor) terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian adalah penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh wanita menopause yang telah melakukan kunjungan minimal dua kali di poli geriatri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jumlah sampel 67 orang wanita menopause, dengan tehnik pengambilan sampel proportional

sampling. Analisa data menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95% (α<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh motivator (p = 0,022) , fasilitator (p=0,486) dan konselor (p=0,976) terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause. Variabel yang paling dominan yang berpengaruh terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause adalah peran tenaga sebagai motivator (p=0,022).

Disarankan agar pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh meningkatkan pelatihan menopause bagi stafnya serta meningkatkan komunikasi interpersonal bagi wanita menopause.


(7)

ABSTRACT

The knowledge of menopause woman is still poor. The result of preliminary study conducted in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh, involving 30 women who were having menopause showed that they did not have any knowledge about menopause. Health officer can improve the knowledge of that woman.

The purpose of this cross-sectional study conducted in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh was to analyze the influence of the roles of health workers (motivator, facilitator, and counselor) on the preparedness of women in facing their complaint of menopause in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh. The sample for this study were all the 67 women having menopause who have visited the geriatric polyclinic of dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh, at least two times. These samples were selected through proportional sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of confidence 95% (a-< 0.05).

The result of this study showed that motivator (p = 0.022), facilitator (p =

0,486), and counselor (p=0,976) had influence on the preparedness of women in

facing their complaint of menopause. The most dominant variable that had influence on the preparedness of women in facing their complaint of menopause was the role of health workers as motivator (p=0,022).

The management of dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh is suggested to improve the training on menopause for their staff and to increase interpersonal communication for the women who are having menopause.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Peran Tenaga terhadap Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi Aceh ”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhomat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan. 3. Dr. Fikarwin Zuska, selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini


(9)

telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

4. Prof dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) dan Asfriyati, S.K.M. M.kes. sebagai komisi penguji tesis.

5. Para dosen di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berserta staf yang telah banyak membantu peneliti.

7. Kedua orang tua, suami tercinta dan anak-anak tersayang, yang telah turut memberikan doa serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh pendidikan ini.

8. Rekan - rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan diucapkan terimakasih.

Medan, September 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Cut yuniwati, Lahir pada tanggal 13 Desember 1971 di Banda Aceh, Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan T M Yunan dan Cut Salbiah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No 35 Banda Aceh pada tahun 1978 dan diselesaikan pada tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama di SPM Negeri II Banda Aceh pada tahun 1984 dan selesai pada tahun 1987, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri III pada tahun 1987 dan diselesaikan pada tahun 1990, tahun 1991 Akademi Keperawatan (DIII) di Akademi Keperawatan Depkes RI Banda Aceh, diselesaikan pada tahun 1994, S1 Kesehatan Masyarakat pada tahun 2002, dan selesai tahun 2004 di Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, Strata Dua(S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada tahun 2009.

Pada tahun 1995 sampai tahun 1998 menjadi staf pengajar di SPK Depkes RI Banda Aceh, selanjutnya pada tahun 1998 sampai sekarang menjadi staf pengajar pada Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Banda Aceh.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Menopause ... 11

2.2. Kesiapan Menghadapi Keluhan Menopause ... 27

2.3. Peran Tenaga Kesehatan ... 28

2.4. Landasan Teori ... 34

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ...45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.2. Karakteristik Responden ... 48

4.3. Analisis Univariat ... 50

4.4. Analisi Bivariat ... 59


(12)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Pengaruh Motifator terhadap Kesiapan Wanita dalam Menghadapi Keluhan Menopause ... 65

5.2. Pengaruh Fasilitator terhadap Kesiapan Wanita dalam Menghadapi Keluhan Menopause ... 67

5.3. Pengaruh Konselor terhadap Kesiapan Wanita dalam Menghadapi Keluhan Menopause ... 69

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 72

6.1. Kesimpulan……….. 72

6.2. Saran……….... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Rumah sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 49 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Saat Menopause di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 50 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berdasarkan Pekerjaan Wanita Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Zainoel Abidin Banda Aceh ... 50 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Motivator terhadap Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 51 4.5. Distribusi Frekuensi Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Motivator dalam

Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh ... 52 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Fasilitator terhadap Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 53 4.7. Distribusi Frekuensi Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Fasilitator dalam

Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh ... 53 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Konselor terhadap

Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 54 4.9. Distribusi Frekuensi Peran Tenaga Kesehatan Sebagai Konselor dalam

Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh ... 55


(14)

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kesiapan Wanita

Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 56 4.11. Distribusi Frekuensi Responden untuk Kesiapan Wanita Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 57 4.12. Hubungan Peran Tenaga Sebagai Motivator Dengan Kesiapan Wanita

Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 56 4.13. Hubungan Peran Tenaga Sebagai Fasilitator Dengan Kesiapan Wanita

Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 59 4.14. Hubungan Peran Tenaga Sebagai Konselor Dengan Kesiapan Wanita

Menopause dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 57 4.15. Uji Regresi Logistik ... 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... ... ... 75

2. Hasil Output Statistik ... ... 99

3. Surat Keterangan Izin Penelitian ... ... 100


(17)

ABSTRAK

Untuk meningkatkan kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause dibutuhkan peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor) yang baik. Hasil studi pendahuluan di Rumah sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada 30 orang wanita menopause didapatkan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang menopause. Di poli geriatri tenaga kesehatan melakukan pengobatan dan konseling, tetapi karena banyaknya pasien dan kurangnya waktu (hari Jum’at poli tutup jam 12.00 WIB), menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat berperan secara optimal, dengan kata lain peran motivator, fasilitator dan konselor sering tidak dapat dijalankan secara bersamaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor) terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian adalah penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh wanita menopause yang telah melakukan kunjungan minimal dua kali di poli geriatri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jumlah sampel 67 orang wanita menopause, dengan tehnik pengambilan sampel proportional

sampling. Analisa data menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95% (α<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh motivator (p = 0,022) , fasilitator (p=0,486) dan konselor (p=0,976) terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause. Variabel yang paling dominan yang berpengaruh terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi keluhan menopause adalah peran tenaga sebagai motivator (p=0,022).

Disarankan agar pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh meningkatkan pelatihan menopause bagi stafnya serta meningkatkan komunikasi interpersonal bagi wanita menopause.


(18)

ABSTRACT

The knowledge of menopause woman is still poor. The result of preliminary study conducted in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh, involving 30 women who were having menopause showed that they did not have any knowledge about menopause. Health officer can improve the knowledge of that woman.

The purpose of this cross-sectional study conducted in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh was to analyze the influence of the roles of health workers (motivator, facilitator, and counselor) on the preparedness of women in facing their complaint of menopause in dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh. The sample for this study were all the 67 women having menopause who have visited the geriatric polyclinic of dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh, at least two times. These samples were selected through proportional sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of confidence 95% (a-< 0.05).

The result of this study showed that motivator (p = 0.022), facilitator (p =

0,486), and counselor (p=0,976) had influence on the preparedness of women in

facing their complaint of menopause. The most dominant variable that had influence on the preparedness of women in facing their complaint of menopause was the role of health workers as motivator (p=0,022).

The management of dr. Zainoel Abidin District General Hospital, Banda Aceh is suggested to improve the training on menopause for their staff and to increase interpersonal communication for the women who are having menopause.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menopause merupakan kejadian yang normal pada seorang wanita dan setiap

wanita pasti akan mengalami masa menopause. Seiring dengan bertambahnya umur, semua fungsi organ tubuh mulai menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun terjadi keluhan haid yang mulai tidak teratur. Biasanya ditandai dengan memendeknya siklus haid dibandingkan dengan siklus haid sebelumnya.

Terjadinya menopause dipicu oleh perubahan hormonal (estrogen dan

progesterone) dalam tubuh. Hormon merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh

kelenjar-kelenjar tertentu dalam tubuh, yang efeknya akan mempengaruhi kerja alat-alat tubuh yang lain. Secara klinis menopause didiagnosa setelah 12 bulan dari

amenorrhoe, dihitung sejak menstruasi terakhir. Usia rata-rata pada saat menopause

sekitar usia 51 tahun (Greendale, 1999). Menurut Abernethy (1997), menopause terjadi berkisar pada usia antara 45 tahun sampai dengan usia 58 tahun. Akhir kemampuan wanita untuk melakukan reproduksi dikenal dengan istilah menopause.

Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang disebabkan

hilangnya fungsi folikel-folikel sel telur. Brombeger (1997), mengatakan menopause alami yang terlalu cepat akan meningkatkan faktor resiko yang terkait dengan


(20)

penurunan kadar estrogen, seperti oesteoporosis sehingga meningkatkan risiko kematian dini.

Hanafiah (1999), menyebutkan dari pelbagai penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak merasa menopause itu sebagai suatu masalah. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang wanita terhadap menopause, lanjut Hanafiah antara lain pengetahuan, pekerjaan, usia, faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup dan sebagainya.

Writing Group for the Women’s Health Initiative Investigator (2002) menjelaskan turunnya fungsi ovarium karena proses penuaan mengakibatkan

estrogen dan progesterone sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Hal ini

berakibatkan munculnya keluhan-keluhan: (1) vasomotorik (hot flashes, vertigo, dan keringat banyak), (2) keluhan konstitusional (berdebar debar, migran, nyeri otot, nyeri pinggang dan mudah tersinggung), (3) keluhan psikiastenik dan neurotik (merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatik, susah tidur, merasa ketakutan, konflik keluarga dan gangguan di tempat kerja), (4) sakit waktu bersetubuh, gangguan haid, keputihan, gatal pada vagina, susah buang air kecil, libido menurun, keropos tulang (osteoporosis), (5) gangguan sirkulasi (miokard infark), kenaikan kolesterol,

adesopositas (kegemukan dan gangguan metabolisme karbohidrat).

Sementara itu Pramono (Kasdu, 2004 ) mengatakan bahwa, pada lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosisi, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita


(21)

akan mengalami kehilangan 40%-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20%-30%. Dengan demikian, wanita yang menopause akan lebih beresiko menderita osteoporosis dan dapat terjadi patah tulang pada masa

postmenopause.

American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita di

atas 50 tahun, terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat

osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai

tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang memerlukan pengobatan, 80% diantaranya wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang menderita

osteoporosis kurang lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000

orang meninggal tiap tahunnya akibat komplikasinya (Proverawati, 2009).

Burn (1988), mengatakan bahwa kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan kecemasan dimana kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia. Kartono (1992), mengemukakan perubahan-perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-beda antara lain adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam sintom-sintom psikologis seperti: depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan diliputi banyak kecemasan.


(22)

Muhammad (1991), mengatakan perubahan fisik yang terjadi sehubungan dengan menopause mengandung arti yang lebih dalam bagi kehidupan wanita. Berhentinya siklus menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah tidak dapat melahirkan anak lagi. Akibat yang lebih jauh lagi adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya kemungkinan bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada masa menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan.

Varney (2007), menyebutkan bahwa beberapa gejala spikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, merasa tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi.

Menurut Blackburn dan Davidson dalam Zainuddin (2000), gejala-gejala kecemasan dalam menghadapi menopause adalah suasana hati yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, pikiran yang tidak menentu, motivasi untuk mencapai sesuatu dan reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendalikan. Hanafiah (1999), mengatakan keluhan-keluhan pada masa menopause dapat dikurangi dengan gizi yang baik, gaya hidup yang teratur, cukup istirahat, selalu memelihara kesehatannya serta mempunyai pengetahuan tentang menopause. Dalam penatalaksanaan menopause unsur yang terpenting adalah merubah pola hidup dengan memodifikasikan gaya hidup seperti perbaikan nutrisi, olah raga dan menghilangkan stres dan depresi sehingga mereka dapat meningkatkan kwalitas hidup yang baik dalam keseharian dan menjaga dalam kehidupan seksual.


(23)

Kurangnya pengetahuan yang benar tentang menopause akan menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis seperti kecemasan pada ibu yang menopause (Rostiana, 2002). Kuntjoro (2002), mengatakan pengetahuan yang berupa informasi serta dukungan sangat mempengaruhi ibu dalam menghadapi kecemasan pada masa

menopause.

Ibrahim (1992), menjelaskan bahwa wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya. Menurut Hawari (2004), kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa

menopause sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap

menopause, termasuk pengetahuannya tentang menopause tersebut.

Meski menopuase adalah sesuatu yang alami, menurut Melani dalam Varney (2007), untuk mencegah berbagai keluhan yang mungkin terjadi di masa menopause yang disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, adalah pengaturan menu makanan yang tepat sedini mungkin, selain itu olah raga juga dapat mengatasi keluhan menopause, karena dengan berolah raga, dapat menyehatkan jantung dan tulang, mengatur berat badan, menyegarkan tubuh dan dapat memperbaiki suasana hati, sehingga stres dan depresi akibat menopause dapat diatasi.

Wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan


(24)

sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang (Manuaba, 2004). Kondisi yang demikian dapat menimbulkan stress, baik pada masa perimenopause, premenopause maupun pada masa postmenopause.

Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Epidemiologi dan Psikiatri, University of Pittsburgh, O’Hara mendapatkan hasil 28,9% mengalami stress (tidak siap) diawal perimenopause, 20,9% di premenopause dan 22% pada postmenopause (Bromberger dkk, 2005).

Sebuah penelitian tentang menopause yang dilakukan pada tahun 2006 di Canada didapatkan hasil 38% mengalami gangguan tidur, 30%-50% mengalami gangguan urogenital, 50% mengalami kekeringan vagina yang disertai rasa sakit.

Menurut World Health Organization (WHO,1996), setiap tahunnya sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. WHO juga mengatakan pada tahun 1990, sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas menghabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan 40% dari wanita pasca

menopause tersebut tinggal di negara berkembang dengan usia rata-rata mengalami

menopause pada usia 51 tahun. WHO memperkirakan jumlah wanita usia 50 tahun ke

atas diperkirakan akan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030. Di Asia, masih menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wanita yang menopause akan melonjak dari 107 juta jiwa akan menjadi 373 juta jiwa. Prakiraan kasar menunjukkan akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010.


(25)

Dalam kurun waktu tersebut (usia lebih dari 60 tahun) hampir 100% telah mengalami

menopause dengan segala akibat serta dampak yang menyertainya.

Data dari BPS pada tahun 2009 bahwa 5.320.000 wanita Indonesia telah memasuki masa menopause per tahunnya. Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dengan usia rata-rata

menopause 49 tahun. Bappenas memperkirakan pada tahun 2025 jumlah penduduk

Indonesia ada 273,65 juta jiwa dan angka harapan hidup pada tahun 2025 adalah 73,7 tahun.

Peningkatan jumlah wanita usia tua ini tentunya akan menimbulkan problema tersendiri, apalagi ditambah dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa

menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, menopause dapat menimbulkan

rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kwalitas hidup. Kondisi yang demikian tentunya memerlukan suatu penanganan yang tepat supaya siap untuk menghadapi keluhan menopause, serta penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, cancer dan dimensia tipe Alzheimer. Padahal pada kurun waktu usia 40-65 tahun (masa klimakterium) banyak wanita yang mencapai puncak prestasi karirnya.

Data dari Badan Pusat Statistik Aceh tahun 2006 dari 1.998.623 juta jiwa penduduk, wanita yang berusia di atas 45 tahun berjumlah 429.111 jiwa. Tahun 2007 jumlah wanita yang berusia 45-64 tahun di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam


(26)

berjumlah 512.090 jiwa, dan jumlah wanita usia 45-64 tahun pada tahun 2008 di Banda Aceh berjumlah 615.921 jiwa (Profil Kesehatan Propinsi Aceh, 2009).

Di Kota Banda Aceh ada 14 rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi Aceh merupakan satu-satunya rumah sakit yang sudah mempunyai poly Geriatri yang menangani wanita menopause dan poli PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit). Poli geriatri tersebut dibuka hanya setiap hari Jum’at, sedangkan pada rumah sakit lain, wanita menopause dilayani di poli kebidanan dan poli penyakit dalam.

Dari study pendahuluan yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainal Abidin Banda Aceh jumlah wanita menopause yang berobat di poly Geriatri rata-rata tiap bulan berjumlah 70 orang. Dari studi awal yang peneliti lakukan pada 30 orang wanita menopause didapatkan informasi bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang menopause dan tidak siap menghadapi keluhan menopause. Mereka menganggap keluhan pada masa menopause sebagai suatu penyakit, dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah/keluhan menopause mereka adalah tenaga kesehatan. Di poli Geriatri tenaga kesehatan melakukan pengobatan dan konseling, tetapi karena banyaknya pasien dan kurangnya waktu (hari jum’at poli tutup jam 12.00 WIB), menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas mereka secara maksimal, dengan kata lain peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator, dan konselor) sering tidak dapat dijalankan secara bersamaan.


(27)

Dari fenomena tersebut terlihat bahwa peran tenaga memengaruhi kesiapan wanita dalam menghadapi menopause, sehingga perlu dilakukan penelitian pengaruh peran tenaga kesehatan terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Ketidaksiapan dalam menghadapi menopause dapat menimbulkan masalah pada wanita menopause sehingga perlu dilakukan penelitian: ”Bagaimanakah Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Kesiapan Wanita Menopause Dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor) terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan

menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi

Aceh tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh peran tenaga (motivator, fasilitator, konselor) terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011.


(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, khususnya wanita menopause yang bermasalah dalam menghadapi masa

menopausenya.

2. Bagi pengambil kebijakan, khususnya Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainul Abidin Banda Aceh agar dapat meningkatkan peran tenaga kesehatan melalui pelatihan-pelatihan tentang menopause.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesiapan wanita dalam menghadapi menopause.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause

Kata ”menopause” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”men” yang berarti bulan dan ”peuseis” yang berarti penghentian sementara. Secara lingustik yang lebih tepat adalah ”menocease” yang artinya berhentinya masa menstruasi (Smart, 2010).

Banyak definisi tentang menopause yang dikemukan oleh para ahli, diantaranya mereka mengatakan menopause adalah :

Burger (2007), mendefinisikan menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang diakibatkan hilangnya folikel ovarium yang diperantai oleh transisi menopause, suatu penanda awal munculnya ketidakteraturan menstruasi. Mckinlay (1996), mengatakan secara klinis menopause alami dapat didiagnosa setelah 12 bulan berturut-turut tidak menstruasi tampa sebab yang jelas (seperti kehamilan, menyusui) sejak menstruasi terakhir.

Sutanto (2005), mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron, dan rata-rata terjadinya menopause pada usia 50 tahun.

Menopause adalah berhentinya siklus haid terutama karena ketidakmampuan

sistem neurohumoral untuk mempertahankan stimulasi periodiknya pada sistem


(30)

menopause sebagai perdarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh hormon

ovarium. Istilah menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan

pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid .

Shimp & Smith (2000), mendefenisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak memperhitungkan post menopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami amenorrhea. Menopause membuat berakhirnya fase reproduksi pada kehidupan wanita.

Gebbie (2005), mengatakan menopause sebagai periode menstruasi spontan yang berakhir pada seorang wanita dan merupakan diagnosa yang ditegakkan secara retrospektif setelah amenorrhea selama 12 bulan. Menopause terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.

Menopause adalah masa kehidupan wanita ketika kemampuan reproduksinya

berhenti. Ovary (kelenjar reproduksi wanita) berhenti fungsinya dan menghasilkan hormon yang lebih sedikit (WHO, 1996). Pengertian lain dari menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi

folikel-folikel sel telur (Greendale, 1999).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah masa setelah satu tahun berhentinya menstruasi/haid yang disebabkan oleh menurunnya produksi hormon estrogen dan progesteron di ovarium dan berakhirnya masa reproduksi seorang wanita.


(31)

2.1.1. Fisiologi Menopause

Kasdu (2000), mengatakan sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai 770.000-an sel telur yang belum berkembang. Pada fase prapubertas, yaitu usia 8–12 tahun, mulai timbul aktifitas ringan dari fungsi endokrin reproduksi. Selanjutnya, sekitar 12–13 tahun, umumnya seorang wanita akan mendapatkan menarche (haid pertama kali). Masa ini disebut sebagai pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi atau periode

fertil (subur) yang berlangsung sampai usia sekitar 45 tahunan. Pada masa ini wanita

mengalami kehamilan dan melahirkan. Fase terakhir kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium, yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non produktif. Periode ini berlangsung antara 5–10 tahun sekitar menopause yaitu 5 tahun sesudah menopause. 2.1.2. Tahap-Tahap Menopause

Menopause terbagi dalam beberapa fase, menurut Manuaba (1999), perubahan wanita menuju masa menopause antara usia 50-65 tahun yaitu :

a. Fase pra-menopause (klimakterium), pada fase ini seorang wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan dan perubahan fisik. Berlangsung sekitar 4-5 tahun, ini terjadi pada usia antar 48-55 tahun.

b. Fase menopause, berhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis fisik makin menonjol, berlangsung sekitar 3-4 tahun, pada usia antara 56-60 tahun


(32)

c. Fase pasca-menopause (senium), terjadi pada usia di atas 60-65 tahun. Wanita beradaptasi terhadap perubahan psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang.

Menurut Midasmart (2009), tahapan menopause bermula dari tahap reproduksi sampai berakhir pada awal senium, saat wanita usia 40-65 tahun:

a. Pra-menopause, merupakan masa 4-5 tahun sebelum menopause, fungsi reproduksinya mulai menurun, timbul keluhan tanda-tanda menopause, perdarahan tidak teratur.

b. Menopause, terjadi pada usia sekitar 50 tahun, perdarahan uterus terakhir yang

masih dikendalikan oleh ovarium, masa wanita mengalami akhir datangnya haid sampai berhenti, periode dengan keluhan memuncak, rentangan 1-2 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah menopause.

c. Pasca menopause, masa 3-5 tahun setelah menopause, munculnya perubahan-perubahan patologi secara permanen disertai memburuknya kondisi fisik pada usia lanjut (senium).

d. Ooforopause, saat ovarium kehilangan fungsi hormonalnya sama sekali.

Kasdu (2004), mengatakan pada masa premenopause, hormon estrogen dan

progesteron masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika memasuki masa

perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium yang terus menurun. Semakin meningkat usia seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua indung telur. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid, dimana pada setiap siklus, antara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh dan berkembang, tetapi hanya satu atau kadang-kadang lebih yang berkembang


(33)

sampai matang akan juga mati, juga karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak berkembang. Proses ini terus menurun selama kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan berakhir berhenti bekerja.

Sarwono (2002), menyebutkan penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurang kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin, keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus-hipofisis. Pertama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid

ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap

hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone

(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Dari kedua gonadotropin itu yang paling tinggi peningkatannya adalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause adalah 30-40mIu/ml”.

2.1.3 Gejala dan Keluhan pada Wanita Menopause

Ketika akan menopause, terjadi perubahan-perubahan pada tubuh yang dapat menimbulkan keluhan-keluhan pada wanita menopause. Gejala awal yang terjadi pada masa menopause adalah menstruasi menjadi tidak teratur, cairan haid menjadi semakin sedikit atau semakin banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan

insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemah. Gangguan seksual (perubahan libido dan

disparenia). Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekwensi, nyeri saat


(34)

Hanafiah (2000), mengatakan turunya fungsi ovarium mengakibatkan hormon

estrogen dan progesteron sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Penurunan sampai

hilangnya hormon estrogen dari ovarium ini yang terjadinya pada awal masa

klimakterium sampai hilangnya fungsi ovarium (ooforase) menimbulkan

keluhan-keluhan tertentu (sindrom defesiensi estrogen) yang kadang-kadang sangat mengganggu dan memerlukan pengobatan. Dalam jangka pendek pada masa pra dan pascamenopause, turunnya kadar estrogen menyebabkan timbulnya suatu gejala yang merupakan sindromma klimakterium dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan demensia tipe Alzheimer.

Adapun gejala dan keluhan yang umum muncul pada wanita menopause (Hanafiah, 2000) yaitu :

1. Gangguan vasomotor, yaitu hot flushes (gejolak panas) dan keringat banyak pada malam hari (night sweats)

2. Gangguan psikis, yaitu irritabilitas (mudah tersinggung), ansietas (cemas), depresi, susah tidur, libido menurun dan pelupa

3. Gangguan urogenital, yaitu incontinence urine (berkemih tidak tertahan), frequency (sering berkemih), dysuria (nyeri berkemih) dan nocturia (berkemih malam hari) serta dyspareunia (nyeri bersetubuh)

4. Perubahan pada alat-alat non genetalia, yaitu rambut rontok, kulit mengalami atropi dan kering serta tampak keriput.


(35)

2.1.4. Hot flush

Manuaba (1998), mengatakan hot flush adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas seperti leher dan dada. Hot flushes terjadi pada malam hari, dan menyebabkan keluarnya keringat, terjadi selama beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam. Hot flushes berlangsung selama 2-5 tahun ketika wanita akan memasuki usia menopause atau saat menopause dan akan menghilang sekitar 4-5 tahun pasca menopause. Wanita yang mengalami hot flushes ini sekitar 75%-80%.

Gejala ini terjadi karena pada saat menopause, seiring dengan terhentinya menstruasi akan terjadi peningkatan hormon FSH dan LH serta rendahnya estrogen. Salah satu efek samping dari FSH adalah terjadinya vasodilatasi dibawah kulit yang dapat menimbulkan perubahan yaitu pelebaran pada pembuluh darah, sehingga meningkatkan aliran darah dibawah kulit. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher, dan tengkuk menimbulkan semburan rasa panas. Rasa panas ini muncul tiba-tiba dan akan hilang setelah beberapa menit berikutnya (Guyton, 1999). Mashshak (2000), mengatakan bahwa gejolak panas merupakan hasil dari suatu perubahan tiba-tiba dalam pusat pengaturan suhu di hipotalamus.

Hingga saat ini etiologi yang pasti dari gejolak panas tidak diketahui, namun diduga mekanisme termoregulator pada inti hipotalamus mengalami malfungsi. Gejolak panas muncul tiba-tiba menyebar ke berbagai bagian tubuh, terutama dada, wajah dan kepala. Biasanya terjadi kemerahan dan banyak keringat disertai berdebar-debar, cemas dan diikuti rasa dingin. Seluruh episode berlangsung beberapa detik


(36)

hingga beberapa menit. Gejolak panas dapat timbul beberapa kali dalam sehari, tapi berbeda-beda pada tiap wanita, rata-rata terjadi 5-10x/hari (Hanafiah, 2000).

2.1.5. Sulit Tidur

Bender (1998) dalam Lasmini (2000), mengatakan bahwa sulit tidur merupakan gejala yang sering dialami oleh wanita menopause, sehingga dengan alasan tersebut mereka mencari pertolongan ke tenaga medis. Beberapa hal dari sulit tidur ini, merupakan suatu dampak dari rasa semburan panas hot flusth, dan banyak keringat diwaktu malam sehingga merasa terganggu pada saat tidurnya.

Gangguan tidur dapat juga ada hubungannya dengan penurunan hormon

estrogen pada wanita yang mempengaruhi produksi dari serotonim, yaitu zat kimia

yang ada diotak yang memiliki peranan penting dalam mengatur pola tidur. Dengan menurunnya kadar serotonim dalam otak mengakibatkan gangguan tidur pada wanita yang sedang dalam menopause. Kesulitan dalam tidur tidak hanya menimbulkan rasa keletihan fisik, namun juga gangguan emosi.

Gangguan tidur adalah suatu masalah yang sering dihubungkan dengan gejolak panas, masalah ini dapat memiliki efek domino pada seluruh kehidupan penderita.

2.1.6. Vagina Kering

Menurut Kasdu (2004), gangguan seksual terjadi karena penurunan kadar

estrogen yang menyebabkan vagina menjadi atropi, kering, gatal. Panas, dan nyeri

saat aktifitas seksual (disparenia) karena setelah menopause sekresi vagina berkurang. Disamping itu dinding vagina menjadi tipis, elastisitasnya berkurang dan


(37)

menjadi lebih pendek serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak nyaman dan nyeri selama aktifitas seksual. Atropi vagina terjadi 3-6 bulan setelah menopause dan gejalanya dirasakan dalam 5 tahun menopause.

2.1.7. Tidak Dapat Menahan Air Seni

Atropi juga dapat terjadi pada saluran kemih bagian bawah, sehingga otot

penyangga uretra dan kandung kemih menjadi lemah. Hilangnya onus otot utetra karena menurunnya kadar estrogen, akibat terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urine menjadi tidak normal sehingga fungsi kandung kemih tidak dapat dikendalikan (inkontinensia urine) dan mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah (Shimp & Smith, 2000).

2.1.8. Perubahan Kulit

Selain itu turunnya kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut terbelah-belah, rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit dan ngilu pada persendiaan (Kasdu, 2004).

2.1.9. Berat Badan

Dengan bertambahnya usia, aktifitas tubuh juga berkurang. Hal ini menyebabkan gerak tubuh berkurang, sehingga lemak semakin banyak tersimpan. Berdasarkan penelitian yang di kutip oleh Kasdu ditemukan bahwa setiap kurun waktu 10 tahun berat badan akan bertambah atau melebar ke samping, ditemukan 29% wanita pada masa menopause memperlihatkan kenaikan berat badan dan 205


(38)

diantaranya memperlihatkan kenaikan yang mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan turunnya estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak ( Kasdu, 2004).

2.1.10. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan

menurunnya massa tulang dan mikroarsitektur dari jaringan tulang akibat berkurangnya hormon estrogen (Proverawati, 2009)

Estrogen juga membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang, sehingga

wanita yang telah mengalami menopause mempunyai resiko lebih mudah terkena

osteoporosisi. Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang dimulai

sekitar usia 40 tahun, dan meningkat pada wanita postmenopause, yaitu rata-rata kehilangan massa tulang 2% tiap tahun. Pada tahun-tahun awal setelah menopause, kehilangan massa tulang berlangsung sangat cepat dan resiko jangka panjang untuk terjadinya patah tulang meningkat (Kasdu, 2004).

Lebih dari 90% pasien pasien osteoporosis adalah wanita postmenopause. Diperkirakan antara 25% dan 44% wanita postmenopause mengalami fraktur karena

osteoporosis, terlebih pada tulang belakang, sendi paha, dan lengan bawah. Pada

wanita kulit putih, kira-kira 8 dari 1000 mengalami fraktur oeteoporosis, dan pada wanita kulit hitam 3 dari 1000. Walaupun wanita kulit putih dan wanita Asia mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi fraktur tulang karena


(39)

bulan pertama setelah fraktur tulang paha dibanding wanita kulit putih, yaitu 20% dan 11% (Shimp dan Smith, 2000).

Pramono dalam Kasdu (2004 ), mengatakan bahwa, pada lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosisi, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita akan mengalami kehilangan 40%-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20%-30%. Dengan demikian, wanita lebih beresiko menderita osteoporosis dan patah tulang pada masa postmenopause.

American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita di

atas 50 tahun, terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang memerlukan pengobatan, 80% adalah wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang tenderita osteoporosis kurang lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat komplikasinya (Proverawati, 2009).

2.1.11. Penyakit Jantung Koroner

Penurunan kadar estrogen juga mengakibatkan penurunan HDL (High Density

Lipoprotein) dan meningkatkan LDL (Low Density Lipoprotein), trigliserida, dan


(40)

Penimbunan lemak tubuh juga merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Gallup (1995), ditemukan bahwa wanita berpeluang dua kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner daripada kanker payudara, dan terjadinya penyakit jantung koroner pada wanita menopause menjadi dua kali lipat dibanding pria pada usia yang sama (Kasdu, 2004).

2.1.12. Kanker

Penyakit lain yang dapat terjadi pada masa menopause adalah kanker, seperti kanker endometrium, kanker indung telur, kanker mulut rahim, kanker payudara, dan kanker vagina, selain pengaruh hormon tubuh juga berhubungan dengan gangguan tubuh lainnya akibat penyakit degeneratif, seperti diabetes dan penyakit jantung. Faktor genetik dan gaya hidup juga berpengarruh. Hipertensi juga sering terjadi,

demensia tipe Alzheimer juga kadang ditemukan pada periode pramenopause dan

pasca menopause, dimana terjadi penurunan kadar hormon seks steroid yang menyebabkan beberapa perubahan neuroendrokrin sistem susunan saraf pusat, maupun kondisi biokimiawi otak. Pada keadaan ini terjadi proses degeneratif sel neuro di hampir semua bagian otak terutama yang berkaitan dengan fungsi ingatan. Kelainan tersebut seperti sulit berkonsentrasi, hilang fungsi memori jangka pendek, dan beberapa kondisi yang berhubungan dengan kelainan psikologis (Kasdu, 2004). 2.1.13. Perubahan Psikologis Wanita Menopause

Selain perubahan fisik, perubahan-perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan mood, irritabilitas,


(41)

kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier dan Gebbie, 2005).

Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk menopause. Menghadapi anak remaja, emptynest syndrome, perpisahan atau ketidak harmonisan perkawinan, sakit atau kematian teman atau keluarga, kurangnya kepuasan pada pekerjaan, penambahan berat badan atau kegemukan adalah beberapa bentuk stress yang mengakibatkan resiko masalah emosional yang serius (Bobak, 2005).

Emptynest syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi pada saat anak-anak

meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Anggapan bahwa tugas sebagai orang tua berakhir sesaat setelah anak-anak meninggalkan rumah sering membuat orang tua menjadi stress terutama bagi para ibu yang merasa kehilangan arti atau makna hidup bagi dirinya (Mackenzie,1996).

Selain itu latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita dalam mengalami masa menopause, misalnya apakah wanita tersebut menikah atau tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktifitas sehari-harinya (Kasdu, 2004).

Peran budaya juga dapat mempengaruhi status emosi selama perimenopause. Banyak wanita mempersepsikan ketidakmampuan untuk mengandung sebagai suatu kehilangan yang bermakna. Kebanyakan orang melihat menopause sebagai langkah pertama untuk masuk ke usia tua dan menghubungkannya dengan hilangnya


(42)

kecantikan. Budaya barat menghargai masa muda dan kecantikan fisik, sementara orang tua menderita akibat kehilangan status, fungsi serta peran (Bobak, 2005).

Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amatlah penting peranannya dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan lansia (Varney, 2007).

Varney (2007), mengatakan beberapa gejala psikologis yang menonjol pada saat menopause terjadi adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang saat mereka menopause. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause yaitu : ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress bahkan ada yang sampai menjadi depresi.

Ingatan menurun merupakan gejala yang terlihat sebelum menopause, wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelunnya secara otomatis langsung ingat (Varney, 2007).


(43)

Kecemasan merupakan keluhan yang dirasakan wanita setelah menopause. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Kecemasan pada wanita yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada wanita yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapatkan dukungan dari orang sekitar, namun ada juga yang terus menerus cemas, meskipun orang-orang sekitar telah memberi dukungan. Akan tetapi ada juga wanita yang telah mengalami menopause tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya saat melewati masa

menopausenya (Varney, 2007).

Mudah tersinggung merupakan gejala yang lebih mudah dilihat dibandingkan dengan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak mengganggu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya (Varney, 2007).

Ketegangan perasaan atau stress pada saat berada dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga bahkan menyusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktifitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, yang artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam. Stress tidak hanya


(44)

memberikan dampak negatif, tetapi dapat juga memberikan dampak yang positif. Dampak negatif dan positif itu tergantung pada bagaimana individu memandangnya dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang, oleh karena itu stress sangat individual sifatnya (Varney, 2007).

Depresi yang dialami oleh wanita menopause sering disebabkan karena mereka merasa sedih karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan punya anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya (Varney, 2007).

Teori Blackburn dan Davidson (1990) dalam Mansur (2009), mengatakan gejala-gejala kecemasan dalam menghadapi menopause: (1) Suasana hati, yaitu keadaaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti mudah marah, perasaan sangat tegang; (2) Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai pribadi yang sangat sensitif dan merasa tidak berdaya; (3) Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti menghindar situasi tertentu, ketergantungan yang tinggi atau ingin melarikan diri dari kenyataan; (4) Perilaku gelisah, yaitu keadaan diri yang tidak terkendali, seperti gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi (5) Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering.


(45)

2.2. Kesiapan Menghadapi Keluhan Menopause.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dewi (2006), kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. Sementara itu, Corsini (2002) dalam Dewi (2006) menyatakan bahwa kesiapan adalah berkembang atau mempersiapkan diri dalam belajar dan memperoleh beberapa tugas perkembangan atau keahlian khusus berdasarkan fisik, sosial dan intelektual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), kesiapan merupakan kesanggupan untuk berbuat sesuatu.

Jadi dapat disimpulkan kesiapan adalah kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong dirinya sendiri, dengan kata lain upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong dirinya.

Menurut Manuaba (2004), wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.

Mengacu beberapa pendapat diatas, kesiapan wanita mengatasi keluhan

menopause adalah suatu upaya yang dilakukan oleh wanita menopause untuk


(46)

tersebut dapat menjalani masa menopause dengan nyaman tampa merasa keluhan

menopause tersebut sebagai sesuatu yang mengganggu.

Wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause dari tenaga kesehatan, teman ataupun melalui masmedia akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya.

2.3. Peran Tenaga Kesehatan

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Depdikbud, 2001). Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang kedudukan. Sarwono (2007), mengatakan peran menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi yang umum.

Muzaham (2007), mengatakan ahli sosiologi menemukan sesuatu yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai peranan. Suatu peranan, apakah dokter, perawat, bidan atau tenaga kesehatan lain mempunyai kewajiban atau paling tidak diharapkan untuk menjalankan suatu tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya.

Tenaga kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat (Azwar, 1996). Tenaga kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah tenaga medis dan tenaga


(47)

paramedis seperti: tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis lainnya. Ada dua aspek mutu pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan di puskesmas yaitu quality of care dan quality of service. Quality of care antara lain menyangkut ketrampilan tehnis tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat dan paramedis lain) dalam menegakkan diagnosis dan memberikan perawatan kepada pasien (Muninjaya, 2004).

Hal senada juga dikatakan oleh Wijono (1999), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenagan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi dan tenaga ketehnisian medis.

Wijono (1999), menyebutkan sebagai tenaga kesehatan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur oleh menteri.


(48)

4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi diatur oleh mentri.

Peran tenaga kesehatan dalam memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat adalah sebagai fasilitator, motivator, konselor (Notoatmodjo, 2007; Azwar, 1996; Herawati, 2006)

Adapun peran tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: 2.3.1. Motivator

Motivator berasal dari kata motif (motive) yang artinya adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperhatikan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang maupun sekelompok masyarakat tersebut sehingga mau berbuat dan bekerja sama secara optimal, melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Widayatun (1999), menjelaskan bahwa motivasi sebagai kekuatan dari dalam individu yang mempengaruhi kekuatan atau petunjuk perilaku, motivasi itu mempunyai arti mendorong/menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalam mencapai tujuan. Sementara itu Santoso (2005) mengatakan motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau


(49)

menjalankan kekuasaan terutama dalam berprilaku. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi atau dorongan kepada seseorang untuk berprilaku.

Menurut Chair dkk (2005) sebagai motivator, tenaga kesehatan dalam menangani wanita menopause dapat berupa penawaran dukungan berupa mengidentifikasi masalah kardiovaskuler, masalah kontinensia, masalah makanan, masalah gaya hidup, masalah osteoporosis dan lain-lain.

2.3.2. Fasilitator

Fasilator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan atau menyediakan fasilitas (Santoso, 2005). Tenaga kesehatan harus dapat berperan sebagai fasilator bagi klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagai fasilitator tenaga kesehatan harus mampu menentukan kelompok sasaran sehingga dapat melakukan pemantauan dan evaluasi (Depkes RI, 1999).

Menurut Notoatmodjo (2007), tenaga kesehatan harus memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program kesehatan.

Sebagai seorang fasilitator, menurut Chair dkk (2005) tenaga kesehatan yang menangani wanita menopause harus mampu memfasilitasi dan menyediakan informasi tentang menopause serta keluhan yang menyertainya, terapi pilihan, dimana wanita menopause tersebut dapat mengakses terapi, skrining servik, pemeriksaan payudara, pemeriksaan kardiovaskuler, pemeriksaan osteoporosis dan lain-lain.


(50)

2.3.3. Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2002).

Mandriwati (2008), mengatakan tujuan umum pelaksanaan konseling adalah membantu wanita menopause mencapai perkembangan yang optimal dalam batas-batas potensi yang dimiliki dan secara khusus bertujuan untuk mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, membimbing wanita menopause belajar membuat keputusan dan membimbing wanita menopause untuk dapat mencegah timbulnya masalah.

Pada umumnya jasa konseling diperlukan apabila ada pihak yang mempunyai kesulitan tentang sesuatu dan berharap dengan konsultasi kesulitan tersebut dapat teratasi. Konseling adalah bagian dari peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan kepada klien dalam memberikan pelayanan yang optimal (Mundakir, 2006).

Mandriwati (2008), mengatakan konseling berbeda dengan komunikasi informasi edukasi karena konseling merupakan upaya untuk menciptakan perubahan perilaku yang dilaksanakan secara individu atau kelompok dengan menggunakan komunikasi efektif, untuk mengutarakan permasalahan sesuai dengan kondisi sasaran sampai sasaran merasakan permasalahannya dan membimbing dalam pelaksanaannya.

Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik, penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan


(51)

sebagainya) dan pemberian informasi dan menindaklanjuti pertemuan (Depkes RI, 2002). Langkah-langkah pelaksanaan konseling menurut Mandriwati (2008) adalah tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan yaitu menyiapkan ruangan yang kondusif, menyiapkan alat-alat peraga sesuai dengan kebutuhan dan menyiapkan alat tulis, catatan dan kartu wanita menopause dengan kebutuhan.

Mandriwati (2008), mengatakan tahap pelaksanaan konseling disingkat dengan GANTHER yaitu greet (menyapa wanita menopause untuk memulai percakapan dan menciptakan suasana yang akrab), tell (memberi informasi tentang cara atau metode yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah), help (yaitu membantu wanita menopause memilih cara yang tepat untuk mengatasi permasalahannya sesuai dengan kemampuan ibu), explain (menjelaskan secara rinci tehnik pelaksanaan cara-cara yang dipilih) dan return (membuat kesepakatan dengan wanita menopause untuk pertemuan berikutnya untuk mengevaluasi keberhasilan cara-cara pemecahan masalah yang telah dilaksanakan.

Simatupang (2008), menyebutkan bahwa sebagai tenaga kesehatan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat. Sebagai konselor tenaga harus mampu menyakinkan wanita menopause bahwa ia berada dalm asuhan orang yang tepat sehingga mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan yang dialaminya dan mau menerima asuhan yang diberikan.

Sifat konselor yang baik adalah mau mengajar dari dan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dan sabar, optimis, respek, terbuka


(52)

terhadap pandangan dan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti perasaan dan kekhawatiran orang lain dan mengerti keterbatasan mereka (Simatupang, 2008).

Muninjaya (2004), mengatakan sikap empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh tenaga kesehatan akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance).

Chair dkk (2005), mengatakan tenaga kesehatan harus mampu membahas dengan wanita menopause tentang risiko dan manfaat berbagai pilihan terapi untuk wanita menopause, mampu mengarahkan wanita menopause untuk menerima saran dari tenaga kesehatan seputar keluhan yang dialami oleh wanita menopause. Chair dkk (2005), juga mengatakan tenaga kesehatan harus dapat membantu wanita

menopause dalam membuat keputusan tentang pengobatan, memantau terapi,

memeriksa efek samping dari pengobatan.

2.7. Landasan Teori

Menurut Manuaba (2004), wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan


(53)

suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.

Peran tenaga kesehatan dalam memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat adalah sebagai fasilitator, motivator, konselor (Notoatmodjo, 2007; Azwar, 1996; Herawati, 2006).

Menurut Hawari (2004), kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa

menopause sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap

menopause, termasuk pengetahuannya tentang menopause tersebut.

Ibrahim (1992), menjelaskan bahwa pada wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause dari teman, dokter ataupun melalui masmedia akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan

menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya.

Kurangnya pengetahuan yang benar tentang menopause juga akan menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis seperti kecemasan pada ibu yang menghadapi menopause (Rostiana, 2002). Pengetahuan yang berupa informasi serta dukungan sangat mempengaruhi ibu dalam menghadapi masa menopause (Kuntjoro, 2002).

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukan diatas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :


(54)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian KesiapanWanita Dalam Menghadapi Keluhan Menopause

Peran tenaga kesehatan: - Motivator - Fasilator - Konselor


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan pendekatan Cross

Sectional, yang merupakan penelitian dimana pengukuran dan pengamatan dilakukan

pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh. Waktu penelitian selama 7 bulan (dimulai saat pembuatan proposal) dari bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita menopause yang telah melakukan kunjungan minimal dua kali di poli Geriatri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh dari Januari sampai dengan Maret 2011 yang berjumlah 197 orang.

3.3.2. Sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Soleh (2005), yaitu


(56)

2 ) ( 1 N d

N n

+

=

Keterangan: n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi yang diketahui (N= 197 orang)

d : Presisi atau tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (d=10% atau 0,1). Perhitungan besarnya sampel adalah :

( )

2

1 , 0 197 1 197 + = n

( )

0,01 197 1 197 + = n 97 , 2 197 = n

n = 66,3 orang, dibulatkan menjadi 67 orang.

Maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 67 orang wanita menopause yang melakukan kunjungan di poli Geriatri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Adapun tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini, dengan cara Porposive Sampling yaitu mengambil sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:

1) Bersedia menjadi responden. 2) Bisa baca tulis.


(57)

4) Telah melakukan kunjungan minimal 2 kali di poli Geriatri. 5) Bertempat tinggal di Kota Banda Aceh.

6) Telah berhenti haid sedikitnya 12 bulan sebelumnya. 7) Tidak menderita penyakit sistemik.

8) Tidak pernah mendapat pengobatan pengganti hormonal.

9) Tidak pernah mengalami operasi pengangkatan rahim dan atau indung telur. 10)Tidak pernah mendapat radioterapi dan atau sitostatika.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan data primer yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disusun. Data primer pada penelitian ini adalah data tentang kesiapan ibu dalam mengatasi keluhan menopause dan peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator dan konselor)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi Aceh, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, dan literatur lain yang relevan dengan tujuan penelitian.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan kepada 30 orang wanita menopause yang berkunjung di Rumah Sakit Harapan Bunda di kota


(58)

Banda Aceh. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau skor yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi Pearson Product Moment Correlation Coeficient (r) antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan skor item

correct correlation pada analisis reliability statictics. Jika skor r hitung > r tabel,

maka dinyatakan valid dan jika skor r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid. Nilai r tabel untuk 30 responden adalah 0,361 (Riduwan, 2005).

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indek reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach”s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika skor r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika skor r alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel. Nilai r alpha tabel minimal 0,70 (Riduwan, 2005).

Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner yang berjumlah 19 butir pertanyaan yang telah dilakukan pada 30 orang wanita menopause yang berkunjung di Rumah Sakit Harapan Bunda di kota Banda Aceh dan yang mempunyai karakteristik yang sama didapatkan hasil valid dan reliabel. (Lampiran 2)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variable bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable), variabel bebas meliputi peran tenaga kesehatan


(59)

(motivator, fasilitator dan konselor), sedangkan variabel terikat adalah kesiapan wanita menopause mengatasi keluhan menopause.

3.5.2. Definisi Operasional

1) Kesiapan wanita menopause mengatasi keluhan menopause: suatu keadaan/kondisi dimana wanita menopause dapat menerima keluhan menopause dan dapat mengatasi keluhan menopause sehingga dapat menjalani masa

menopause dengan baik.

2) Motivator adalah kegiatan tenaga kesehatan yang diharapkan dapat memberikan dorongan atau dukungan kepada wanita menopause dalam mengatasi keluhan

menopause dalam bentuk menganjurkan untuk mengubah pola makan (banyak

mengkonsumsi kalsium, vitamin E), mengubah gaya hidup (melakukan olah raga, cukup beristrirahat) memeriksa kesehatan secara berkala (mengontrol berat badan.

3) Fasilitator adalah kegiatan tenaga kesehatan yang diharapkan menyediakan fasilitas pemeriksaan yang berhubungan dengan organ reproduksi,

kardiovaskuler (senam jantung sehat, pemeriksaan jantung, tekanan darah, gula

darah, makanan/minutan yang baik/buruk bagi wanita menopause) urogenetalia, dan memberikan kemudahan kepada wanita menopause dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keluhan menopause

4) Konselor adalah kegiatan tenaga kesehatan yang diharapkan bersedia mendengarkan keluhan wanita menopause, dapat memberikan bantuan dan memecahkan masalah yang berhubungan keluhan menopause.


(60)

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran untuk variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen

Kesiapan wanita menopause diukur dengan cara memberikan kuesioner kepada responden berdasarkan The Greene Climacteric Scale, dengan alternatif jawaban ” Siap” (bobot nilai 1) dan ”Tidak Siap” (bobot nilai 0)

a. Baik, jika skor ≥ median. b. Kurang, jika skor < median. Skala pengukuran Ordinal.

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen 1) Motivator

Peran tenaga kesehatan sebagai motivator diukur menggunakan skala ordinal dengan 7 item pertanyaan dengan alternatif jawaban “ada” dan “tidak”. Jumlah skor tertinggi adalah 14 dan jumlah skor terendah adalah 7 dengan ketentuan: skor 2 bila jawaban benar dan skor 1 bila salah. Hasil ukur peran tenaga kesehatan dapat dikatagorikan yaitu:

a. Baik, jika responden memperoleh skor 11-14 b. Kurang, jika responden memperoleh skor 7-10


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden paling banyak berusia antara 56-60 tahun yaitu 32 orang (47,8%), pada saat menopause berumur antara 51-53 tahun sebanyak 36 orang (53,7%).

2. Peran tenaga paling banyak sebagai motivator dalam kategori kurang yaitu 38 orang (56,7%), sebagai fasilitator dengan kategori kurang yaitu 36 orang (53,7%), peran tenaga sebagai konselor paling banyak dalam kategori kurang yaitu 37 orang (55,2%), keluhan wanita menopause dalam kategori berat yaitu 34 orang (50,7%) dan kesiapan wanita dalam menghadapi menopause dalam kategori kurang yaitu 38 orang (56,7%).

3. Hasil uji Chi-square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran tenaga sebagai motivator, fasilitator dan konselor terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi menopause. Probabilitas untuk motivator( p = 0,002 ), fasilitator ( p = 0,001) dan konselor ( p = 0,005).


(2)

4. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa peran tenaga sebagai motifator berpengaruh terhadap kesiapan wanita dalam menghadapi menopause (p = 0,022).

6.2. Saran

1. Disarankan agar pihak manajemen rumah sakit meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan bagi tenaga kesehatan di Poli Geriatri agar dapat meningkatkan kemampuan dan pelaksanaan fungsinya sebagai motivator, fasilitator dan konselor, dalam rangka peningkatan profesionalisme kerja. 2. Pihak rumah sakit diharapkan menambah jam kerja di Poli Geriatri, jangan

hanya di hari Jum’at saja atau menambah jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Poli Geriatri.

3. Tenaga kesehatan di Poli Geriatri diharapkan lebih meningkatkan peran sebagai motivator agar wanita menopause memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi menopause dalam bentuk:

a. Menganjurkan untuk mengubah pola makan pada wanita menopause. b. Menyarankan untuk melakukan olah raga ringan.

c. Menginformasikan wanita menopause untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium.

d. Menyarankan untuk mengontrol berat badan. e. Menganjurkan untuk mengkonsumsi vitamin E.

f. Menginformasikan untuk memeriksakan kesehatan secara berkala. g. Menyarankan wanita menopause harus cukup beristirahat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi V), Jakarta : PT Rineka Cipta

Abernethy, K, 2001, The Menopause and HRT, 2nd edn. London; Bailliere Tindall. Azwar, A, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, Bina Rupa Aksara,

Jakarta.

Brombeger, JT, Matthews, AK, 1997, Prospective study of Determinants of Age at Menopause, American Journal of Epidemiologi, vol 145.

BKKBN, 2004, Diskriminasi Kerja Perempuan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakart

Bobak, I. M, Lowdermilk, D.L, and Jensen, M. D., 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Edisi 4), Jakarta : EGC

Burger, H.G., Dudley, E.C., Roberyson, D. M. and Dennerstein, L., 2002, Hormonal Changes in the Menopause Transition, The Endocrine Society. Diakses 30 Juni 2010; http:/www.endojournal.org/Indonesia

Brieger, 1992, Pendidikan Kesehatan Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar, Bandung: ITB

Bromberger, JT dkk, Distress psikologis and Menopause, Departemen Epidemiologi dan Psikiatri, University of Pittsburgh, PA 15213 O’Hara St, Pittsburgh, e-mail:brombergerjt@msx.upmc.edu

Chair, dkk, 2005, Women’s Health and the Menopause, RCN Guidance for Nurses, Midwives and Health visitors, Royal College of Nursing, London.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Terjadi Pergeseran Umur Menopause, diakses12 Mei 2010; http: //www.warnasif.co.id

Depdikbud, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. _________, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka Depdiknas, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.


(4)

Dewi, I, 2006, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja, Program Studi

Dinkes Provinsi NAD, 2007, Profil Kesehatan Provinsi NAD tahun 2006.

Dinkes Kota Banda Aceh., 2007, Profil Kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2006. Erikson,EH, 1994, Identity and the life cycle: Selected papers, Psikological issues

Monographs vol 1

Glasier, A., and Gebbie, A., 2006. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta: EGC

Greandale, G. A., Lee, N.P.,Arriola, E.R.,1999, The Menopause, The Lancet

Hanafiah, M.J., 2003, Gambaran Menopause dan Penanganannya : seminar Lanjut Usia Dalam Rangka Hari Ulang Tahun Lansia ; Medan

___________, 1999, Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita Menopause, Medika, vol 1, pp.33-38.

Hawari, 2004, Al Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta, PT. Dana Bakti Prisma Yasa.

Hurlock, E.B., 1990, Psikologi Perkembangan, Suatu Rentang Kehidupan (terjemahan Istiwidayanti dan Seodjarwo), Edisi 5, Jakarta, Erlangga.

Kartono, K, 1996, Psikologi Umum, Mandar Maju, Bandung.

Kasdu, D, 2002, Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause, Puspa Swara, Jakarta Kuntjoro, Z, 2002, Menopause, Jakarta

mei 2011)

Mackenzie, R.., 1996. Menopause Tuntunan Praktis untuk Wanita, Jakarta : Arcan Manuaba, I. G. B., 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : Arcan ______________, 1999, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC


(5)

McKinlay, S.M, 1996, The Normal Menopause Transition; an overview, Journal of the Climacteric and Post Menopause, pp.137-145.

Meliono, dkk, 2007, Pengetahuan, Dari Wikipedia Bahasa Indonesia: http;//id.wikipedia.org/wiki/pengetahuan.

Muhammad, A, 2005, Psikologi Remaja, Jakarta, Bumi Aksara.

Muhammad, K, 1981, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, Jakarta, Gaya Favo Press Muninjaya, 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi ke-2, EGC, Jakarta.

Notoadmodjo, S,2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta Pakasi, LS, 1998. Masalah Menopause dan Penanggulangannya, Jakarta, Balai

Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Potter and Perry., 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta : EGC

Proverawati, A, 2009, Menopause dan Sindrom Premenopause, Yogyakarta, Nuha Medika

Riduwan, M, 2005, Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alphabet, Bandung.

Rostiana, T, 2002, Kecemasan Wanita yang Menghadapi Menopause, <repository.gunadarma.ac.id;8000/kecemasan pada wanita triana edit 840.pdf>

Santoso, 2005, Kamus Praktis Bahasa Indonesesia untuk pelajar dan umum, Pustaka dua, Suarabaya.

Sarwono, S., 2007, Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sastroasmoro,S. dan Ismael S., 1995, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis,

Jakarta : Binarupa Aksara

Soedarsono, 2008, Charakter is a Striving System Which Underly Behavior,

http;www,pelita,or id/baca, php,id

Stebbins, R, A., 2009. Personal Decisions in the Public Square Beyond Problem


(6)

Teddy, KW, 2008, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku, www,World Press.com

Toni dkk, 2010, Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin dan Pengembangannya, RSUZA, Banda Aceh

WHO, 1996, Research on Menopause, Progress in Human Reproduction Research in the 1990s. Technical Report Series 866, Geneva.

Widayatun, 1999, Komunikasi Keperawatan: Aplikasi dalam Pelayanan, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wijono, S, 1999, Manajemen Pelayanan Kesehatan, EGC, Jakarta.

Writing Group for the Women’s Health Initiative Investigators, 2002, Risk & Benefits of Estrogen plus Progesteron in Healthy Postmenopause Women, Journal of the American Association, vol 288

Varney, H., Kriebs, M. J., Gegor, L.C., 2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC.