Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
Dunia

pendidikan

sedang

goncang

oleh

berbagai

perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat,
serta di tantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan
lokal dan perubahan global yang terjadi begitu pesat. Guru
merupakan

komponen


yang

paling

berpengaruh

terhadap

terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh
karena itu upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk
meningkatkan

kualitas

pendidikan

tidak akan

memberikan


sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang
profesional dan berkualitas. Keprofesionalan guru terlihat dari
kinerja yang dihasilkan dan dalam bab ini akan dibahas berbagai
fenomena terkait dengan kinerja guru pada umumnya dan secara
khusus pada guru SMA Kristen di Salatiga.

1.1 LATAR BELAKANG
Era globalisasi dewasa ini sudah menjadi kenyataan
yang harus dihadapi oleh setiap bangsa dan negara. Proses
interaksi

dan

saling

pengaruh-mempengaruhi,

bahkan

pergesekan kepentingan antar-bangsa terjadi dengan cepat

dan mencakup masalah yang semakin kompleks. Batasbatas teritorial negara tidak lagi menjadi pembatas bagi
kepentingan masing-masing bangsa dan negara. Setiap
bangsa di dunia dewasa ini tidak dapat terlepas satu dengan
yang lain. Oleh karena itu, satu sama lain harus melakukan
kerjasama

guna

mencapai

tujuan

bangsa

tersebut.

Globalisasi merupakan salah satu hal yang harus dihadapi

oleh berbagai macam bangsa yang ada di dunia (Winarto,
2009).

Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia pasti
tidak dapat dan tidak akan mengisolasi diri dari pergaulan
internasional. Indonesia menjadi salah satu Negara yang
turut dipengaruhi oleh perubahan global. Ada berbagai
aspek dalam kehidupan di Negara ini yang mengalami
perubahan

sebagai

akibat

dari

globalisasi.

Saat

ini,

pendidikan menjadi begitu penting di kacamata nasional

dan internasional. Dalam rangka mewujudkan tatanan
pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagaimana
diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan

nasional,

perlu

dilakukan

berbagai

upaya

strategis dan integral yang menunjang penyelenggaraan
pendidikan.

Kesempatan


memperoleh

pendidikan

yang

berkualitas berlaku untuk semua (education for all), mulai
dari usia dini sebagai masa the golden age sampai jenjang
pendidikan tinggi. Konsep yang diterapkan oleh UNESCO ini
memerlukan dukungan yang kuat dari semua pihak yang
terlibat dalam dunia pendidikan (stakeholders). Tanpa
partisipasi aktif dari semua pihak, tentunya akan sulit
menghasilkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia ini.
Saat ini, persaingan global tidak terjadi di sektor ekonomi
saja tetapi itu juga terjadi di sektor pendidikan. Pendidikan
di Indonesia juga dituntut agar berkualitas seperti di luar
negeri (Rachmawati & Kurniati, 2010).

2


Dunia pendidikan di Indonesia mengalami berbagai
perubahan seiring dengan bergeraknya arus globalisasi.
Dalam persaingan global, pendidikan merupakan salah satu
sarana yang dapat dijadikan pengembangan modal sosial
(social capital). Modal sosial sendiri dapat berarti SDM
(Sumber

Daya

kepercayaan,

Manusia)

yang

kesediaan,

mempunyai

dan


kejujuran,

kemampuan

untuk

bekerjasama, berkoordinasi, penjadwalan waktu dengan
tepat, dan kebiasaan untuk berkontribusi dalam upaya
pembangunan

(Kapahang,

modal

dapat

sosial

2001).


berarti

Jadi,

pengembangan

terciptanya

insan

yang

sempurna.
Jika ini yang diharapkan, berarti era globalisasi
merupakan

tantangan

pendidikan


harus

sendiri.

Pada

menciptakan

era

SDM

ini

lembaga

yang

mampu


berkompetensi dan berprestasi serta mampu menghadapi
akulturasi budaya yang luar biasa, terutama dari negaranegara Barat (Miftahuddin, 2011).
Kenyataan yang terjadi, SDM Indonesia menempati
posisi yang cukup memprihatinkan dalam EDI (Education
Development

Index).

Pada

Desember

2009,

Indeks

Pembangunan Pendidikan yang terdapat pada laporan EFA
(Education For All) yang dipublikasikan dalam Global
Monitoring

Report

serta

dikeluarkan

Pendidikan,

Ilmu

Pengetahuan,

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

oleh

Organisasi

dan

Kebudayaan

(UNESCO)

menyebutkan

peringkat Indonesia berada pada posisi 71. Data ini

merupakan

sebagian

kecil

bukti

bahwa

peningkatan

kualitas SDM di Indonesia saat ini menjadi hal yang perlu
diprioritaskan.
Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui
berbagai upaya, salah satunya yakni peningkatan kualitas
pendidikan. Pendidikan memang erat kaitannya dengan
pembentukan mental yang berakhlak. Pendidikan tidak
hanya berarti memberikan pelajaran kepada subjek didik
agar dapat menyesuaikan diri terhadap situasi kehidupan
nyata. Tetapi, lebih dari itu adalah tempat meningkatkan
kualitas hidup manusia dengan mempertinggi pengalaman
moral. Di samping itu, pendidikan tidak hanya bertujuan
untuk pembentukan kecerdasan, namun juga bagaimana
pendidikan dapat membentuk tingkah laku yang cerdas
sebagai tujuan utama. Sehingga tidak dapat dipungkiri
bahwa pendidikan adalah sarana tempat pembentukan
watak atas nilai-nilai budaya yang luhur. Sementara itu,
terbentuknya watak, kepribadian, dan kualitas manusia
yang lain tidak dapat dilepaskan dari kecerdasan tingkah
laku seseorang (Barnadib, 1996). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka guru sebagai pelaksana pendidikan di
sekolah menjadi penggerak utama.
Guru

merupakan

elemen

kunci

dalam

sistem

pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain,
mulai

dari

kurikulum,

sebagainya tidak

sarana-prasarana,

biaya,

dan

akan banyak berarti apabila esensi

pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik

4

tidak

berkualitas.

Semua

komponen

lain,

terutama

kurikulum akan “hidup” apabila dilaksanakan oleh guru.
Begitu pentingnya peran guru dalam mentransformasikan
input-input pendidikan, sehingga tidak akan ada perubahan
atau peningkatan guru (Atmojo, 2009). Lebih lanjut Atmojo
(2009) menyatakan kualitas tanpa adanya perubahan dan
peningkatan kualitas bahwa guru merupakan komponen
vital, penggerak utama sebagai faktor kesuksesan dari
sistem pendidikan dan pengajaran yang akhirnya akan
mempengaruhi

produktivitas

sekolah.

Dalam

keadaan

seperti ini guru mengembangkan “multi fungsi atau multi
peran” antara lain, sebagai motivator dan pembimbing
dalam

proses

belajar-mengajar

agar

siswa

dapat

menemukan, melengkapi serta mendiskusikan berbagai
alternatif jawaban terhadap masalah-masalah tertentu.
Guru merupakan sosok penting yang memiliki peran
strategis dalam dunia pendidikan. Peran dan fungsinya
sebagai “ujung tombak” dalam proses pendidikan, bahkan
guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab
terhadap peningkatan kualitas pendidikan (Bernadib, 1996).
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu
penting,

sehingga

pemerintah

melindungi

hak

dan

kewajibanguru melalui Undang-undang Nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen.Melalui undang-undang ini
diharapkan kinerja guru dapat meningkat yang jugadiikuti
dengan meningkatnya kualitas pendidikan. Guru memegang
perananpenting

dan

strategis

terutama

dalam

upaya

membentuk

watak

kepribadian

dan

bangsa
nilai-nilai

melaluipengembangan
yang

diinginkan,

sehinggakedudukannya sulit untuk digantikan.Mencermati
peran guru yang begitu kompleks, maka salah satu upaya
yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
sekolah adalah melalui peningkatan kinerja guru. Hal ini
sejalan

dengan

pendapat

Kusumastuti

(2001),

yang

menyatakan bahwa pengembangan mutu pendidikan dapat
ditempuh melalui pengembangan mutu para pendidiknya
dengan jalan peningkatan kinerja.
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya
pendidikan.

Kinerja

melaksanakan

guru

pembelajaran,

dalam

merencanakan

merupakan

faktor

dan

utama

dalam pencapaian tujuan pengajaran (Musarofah, 2008).
Adanya peningkatan dalam mutu pendidikan tidak terlepas
dari peran guru sebagai unsur utama dalam keseluruhan
proses

pendidikan.

Guru

mempunyai

tugas

untuk

membimbing, mengarahkan, dan juga menjadi teladan yang
baik bagi para peserta didik. Jadi dengan setumpuk tugas
serta tanggung jawab yang diembannya guru, mampu
menunjukkan bahwa dia dapat menghasilkan kinerja yang
baik demi terciptanya pendidikan yang bermutu.
Kinerja sangat penting bagi sebuah organisasi di
sekolah dalam upaya mencapai tujuannya. Dalam konteks
pengembangan sumber daya manusia kinerja seorang guru
dalam sebuah organisasi sekolah sangat dibutuhkan untuk

6

mencapai kinerja yang baik bagi guru itu sendiri dan juga
untuk keberhasilan sekolah mencapai tujuannya. Guru
yang memiliki kinerja baik akan terlihat dari hasil yang
dicapai yakni berjalannya pendidikan yang bermutu dan
berkualitas.

Namun,

hal

ini

masih

jauh

dari

yang

diharapkan. Dalam harian Kompas (Kompas.com) pada
tanggal 7 Maret 2012 menyatakan bahwa secara umum,
kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih
belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi
pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru
sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih,
sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1.Begitu pun
dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau
sekitar 70,5 persen guru yang memenuhi syarat sertifikasi.
Adapun 861.67 guru lainnya belum memenuhi syarat
sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan guru tersebut
profesional.
Pada

suatu

kesempatan,

Musarofah

(2008)

menyatakan bahwa kinerja individu dapat bersifat positif
maupun negatif, serta mendatangkan dampak yang berbeda
pada masing-masing sifat tersebut. Lebih lenjut dikatakan
bahwa jika individu memiliki kinerja positif, maka hal
utama yang akan diuntungkan adalah tercapainya tujuan
organisasi.

Selain

itu,

pekerjaan

yang

diberikan

terselesaikan dengan baik serta adanya kepuasan dari
dalam diri individu tersebut terhadap pekerjaannya sendiri.
Sementara itu, individu yang memiliki kinerja negatif

berdampak pada menurunkan citra perusahaan karena
tidak tercapainya tujuan organisasi.
Kinerja guru juga dapat dilihat dari persiapan materi
ketika

kegiatan

Penelitian

belajar

yang

mengajar

dilakukan

oleh

akan

berlangsung.

Musarofah

(2008)

menemukan bahwa dari delapan belas guru yang menjadi
subjek

penelitian,

sebelas

diantaranya

kurang

mempersiapkan materi pelajaran sebelum proses belajar
mengajar berlangsung. Dampak dari kurangnya persiapan
adalah materi yang diajarkan tidak mendalam, sehingga
peserta

didik

yang

mengikuti

proses

belajar

tidak

memperoleh makna dari materi yang disampaikan. Hal ini
bertolak belakang dengan kompetensi profesional yang
harus dimiliki oleh setiap guru, di mana kompetensi
profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru
dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran.
Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan
belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk
itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi
pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi
diusahakan

dengan

jalan

mencari

informasi

melalui

berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru,
mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan
dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan
(Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007). Dengan demikian,
SDM yang dihasilkan melalui proses belajar seperti ini

8

adalah individu-individu yang memiliki daya saing rendah
dalam masyarakat.
Selain

itu,

guru

memiliki

karakter

yang

dapat

diteladani juga merupakan salah satu ciri dari guru yang
berkinerja tinggi. Hal ini sejalan dengan Permendiknas
Nomor 12 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dengan kinerja
tinggi

adalah

kompetensi

kepribadian,

dimana

guru

bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini bertolak belakang
dengan peristiwa yang terjadi di Provinsi Banten pada bulan
Oktober 2010 dimana seorang oknum guru dilaporkan ke
pihak yang berwajib karena kedapatan melakukan tindakan
asusila terhadap muridnya sendiri (www.metrotvnews.com,
2010). Tindakan asusila yang dilakukan tersebut bertolak
belakang dengan apa yang tertuang dalam Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Dengan adanya tindakan-tindakan seperti ini,
menggambarkan bahwa kinerja guru saat ini mengalami
penurunan dan perlu mendapat perhatian dari berbagai
pihak.
Selain itu, kinerja guru juga diukur berdasarkan
tingkat kelulusan peserta didik dalam mengikuti ujian
nasional (UN). Musharofah (2008) dalam suatu kesempatan

menyatakan bahwa dari 14.200 peserta UN SMP tahun
2010 di Sragen, terdapat 500 siswa yang tidak lulus. Selain
itu, Mendiknas dalam suatu kesempatan (dikutip oleh
Republika.co.id pada tanggal 29 Juli 2011) menyatakan
bahwa pada tahun 2011 terdapat 561 sekolah yang angka
kelulusannya nol persen dengan jumlah siswa 9.283. Selain
itu, secara Nasional, ada 11.443 Siswa SMA / MA
dinyatakan tidak lulus UN pada tahun 2011 (Disdik
Lampung, 2011). Tingkat ketidak lulusan peserta didik yang
masih cukup tinggi membentuk paradigma masyarakat
bahwa kinerja guru di Indonesia saat ini masih sangat
rendah. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh
Widyastono (2010) bahwa ketidak berhasilan peserta didik
dalam mengikuti ujian merupakan gambaran nyata dari
menurunnya produktivitas guru.
Atas dasar berbagai fenomena tersebut, maka kinerja
guru merupakan masalah utama yang sedang dihadapi saat
ini.

Kinerja

guru perlu

ditingkatkan,

karena

hal

itu

merupakan tugas utama yang harus dikerjakan oleh pihakpihak yang terkait, termasuk didalamnya peningkatan
kinerja guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen di
Salatiga. Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen di Salatiga
terdiri dari dua sekolah yakni SMA Kristen 1 yang beralamat
di Jl. Osamaliki No.32 Salatiga dan SMA Kristen 2 yang
beralamat di Jl. Argoluwih No. 15 Argomulyo Salatiga.
Dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 22
Mei 2013 dengan kepala sekolah SMA Kristen 1 diperoleh

10

data bahwa ada beberapa guru sampai saat ini belum
merampungkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang berfungsi sangat besar dalam proses belajar mengajar.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sesuai dengan Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan
bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan

belajar

peserta

didik

dalam

upaya

mencapai

kompetensi siswa. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Namun sayangnya, ada beberapa guru yang belum
memenuhi ketentuan dalam penyusunan RPP.

Hal senada

juga diungkapkan oleh kepala sekolah SMA Kristen 2 bahwa
perencanaan

pembelajaran

merupakan

bagian

penting

dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. RPP sebagai
panduan dalam mengajar, sehingga pada saat terjun di
kelas, guru semakin mantap dalam mengajar. Selain itu,
guru yang rajin membuat RPP berarti telah menjalankan
kegiatan administrasi guru dengan baik. Tetapi untuk
mencapai hal ini masih sangat sulit karena ada guru yang
belum mematuhi peraturan tersebut.
Penulis juga melakukan wawancara dengan pengurus
Osis (ketua Osis) dan menemukan data bahwa dalam proses

belajar mengajar berlangsung, ada beberapa guru yang
kurang

memiliki

kemampuan

untuk

mengelola

kelas

sehingga menjadi kelas yang interaktif. Situasi belajar yang
sering terjadi adalah komunikasi satu arah, yakni dari guru
ke murid. Sementara menurutnya, ketika proses belajar
mengajar berlangsung, hendaklah terjadi komunikasi dua
arah. Karena dengan adanya komunikasi dua arah, siswa
dapat mengemukakan pendapat atau pertanyaan tentang
materi yang kurang dipahami. Dengan demikian siswa
tertolong untuk memahami materi yang disampaikan oleh
guru.
Penguasaan

dan

penggunaan

fasilitas

belajar

merupakan salah satu faktor yang penting bagi guru dalam
menunjang

proses

belajar

mengajar.

Dari

data

yang

diperoleh, fasilitas belajar di SMA Kristen 1 sudah cukup
memadai, ditandai dengan adanya LCD di beberapa ruang
kelas. Para guru sudah mulai memanfaatkan fasilitas
tersebut,

tetapi

ada

beberapa

guru

yang

belum

memanfaatkan fasilitas belajar tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa penguasaan teknologi dan
kurangnya waktu untuk mempersiapkan bahan ajar (powerpoint) merupakan faktor kendala bagi para guru dalam
memanfaatkan fasilitas yang ada.
Dengan adanya berbagai fenomena di atas, maka
penulis tergerak untuk melakukan penelitian sehubungan
dengan kinerja guru karena guru merupakan sosok penting
yang memiliki peran strategis dalam dunia pendidikan.

12

Peran dan fungsinya sebagai “ujung tombak” dalam proses
pendidikan menjadikan guru sebagai individu yang paling
bertanggungjawab

terhadap

peningkatan

kualitas

pendidikan. Jadi, jika guru menunjukkan kinerja yang
negatif, maka sudah pasti SDM yang dihasilkan melalui
proses belajar di sekolah adalah SDM yang kurang mampu
bersaing dalam dunia global. Oleh sebab itu, kinerja guru
perlu menjadi perhatian utama dalam dunia pendidikan
saat ini.
Kinerja

dipengaruhi

oleh

berbagai

faktor,

baik

eksternal maupun internal. Kartini (1985) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru
meliputi kecerdasan, etos kerja dan kecakapan, motif,
kesehatan,

kepribadian,

kepuasan

kerja,

lingkungan

keluarga, lingkungan kerja, komunikasi dengan kepala
sekolah, serta sarana prasarana sekolah.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang
sangat

penting

untuk

mendapatkan

hasil

kerja

yang

optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja
tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan
tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan
hasil kerja akan meningkat secara optimal. Hal ini sejalan
dengan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Mone

(2005),

Bowling (2007), Bolin (2007), Hernadi (2009), Demirtas
(2010),

dan

kepuasan

Pardosi

kerja

(2012)

memiliki

yang

menyatakan

pengaruh

positif

bahwa

signifikan

terhadap

kinerja.

Adanya

pengaruh

kepuasan

kerja

terhadap kinerja ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja
merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap tinggi rendahnya kinerja guru.
Dengan kata lain, jika individu puas dengan pekerjaannya
maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan.
Demikian pula sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja
individu, maka semakin rendah kinerja individu tersebut.
Tetapi hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Utamie (2009) dan
Warsidi

(2004)

dimana

dalam

hasil

penelitiannya

menyatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja guru tidak
memiliki hubungan yang signifikan. Hasil penelitian yang
tidak signifikan ini terlihat dari adanya kepuasan kerja yang
rendah yang terlihat dari rendahnya kepuasan terhadap
pekerjaan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena mata
pelajaran yang diberikan kepada guru untuk diajarkan di
kelas tidak sesuai dengan kompetensi akademik yang
dimiliki

oleh

guru

sehingga

menyebabkan

terjadinya

penurunan kinerja guru.
Etos kerja merupakan salah satu faktor yang juga
turut memengaruhi kinerja.Sinamo (2005) menerangkan
bahwa etos kerja mencakup konsep utama tentang kerja itu
sendiri yang mencakup idealisme yang mendasari, prinsipprinsip yang mengatur, nilai-nilai yang menggerakkan,
sikap-sikap yang dilahirkan, standar-standar yang hendak
dicapai termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode etik,

14

kode moral, dan kode perilaku bagi para pemeluknya.
Dengan memiliki etos kerja yang tinggi, maka diharapkan
kinerja para guru juga semakin meningkat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratikto

(2009)

terhadap

guru-guru

mata

pelajaran

ekonomi/akutansi SMA/MA/SMK di wilayah Malang raya,
dengan pendekatan metode mixed, menemukan bahwa etos
kerja berpengaruh terhadap kinerja profesional. Mone
(2005)

juga

melakukan

penelitian

dengan

hasil

yang

menyatakan bahwa bahwa adanya hubungan yang positif
signifikan antara etos kerja dengan kinerja guru. Evans
(1998) juga melakukan penelitian dengan hasil bahwa etos
kerja

mempengaruhi

kinerja

guru.

Fitnaini

(2009)

menyatakan dalam peneltiannya bahwa terdapat hubungan
yang positif signifikan antara etos kerja guru dengan
kinerja.
Pada kesempatan yang berbeda, Dammy (2011) juga
melakukan

penelitian

untuk

melihat

seberapa

besar

hubungan kepuasan kerja dan etos kerja dengan kinerja
guru SMA Methodist 1 Palembang. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa sebesar 22% kepuasan kerja dan etos
kerja memiliki hubungan dengan kinerja guru. Lebih lanjut
dijelaskan, hal ini berarti bahwa kinerja guru akan menjadi
baik apabila didukung oleh kepuasan kerja dan etos kerja
guru yang baik. Sebaliknya kinerja guru akan menjadi tidak
baik apabila kepuasan kerja dan etos kerja guru tidak baik.
Dengan demikian jika kinerja guru ingin ditingkatkan, maka

seyogyanya kepuasan kerja guru dan etos kerja guru harus
menjadi bagian yang diberi perhatian. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa kepuasan dan etos kerja berguna
untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan
ketika kinerja guru menurun, seberapa besar usaha dan
seberapa lama perlu dilakukan. Oleh karena itu guru
dengan

kinerja

tinggi

cenderung

akan

berusaha

menyelesaikan tugas yang memang harus dikerjakannya
dan

masalah-masalah

kerja

yang

ada

serta

mampu

mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan
secara terbuka dan jujur.
Sementara

itu,

Siregar

(2012)

juga

melakukan

penelitian hubungan etos kerja dan kepuasan kerja dengan
prestasi kerja guru SMA Negeri di kota Binjai. Hasil
penelitian menunjukan R = 0,310 pada taraf kepercayaan α
= 0,05. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi etos kerja dan
kepuasan kerja secara bersama-samamaka akan semakin
meningkatkan prestasi kerja guru SMA Negeri di Kota
Binjai.
Bertolak dari berbagai fenomena dan hasil penelitian
yang ada, maka penulis berasumsi bahwa kepuasan kerja
dan etos kerja merupakan dua faktor yang bersumber dari
internal individu yang jika dimaksimalkan maka akan
mewujudkan kinerja kerja yang maksimal dari seorang
guru. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepuasan kerja
yang dirasakan oleh individu dibarengi dengan etos kerja
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang maksimal. Hal

16

senada juga dialami oleh guru sebagai individu yang bekerja
meningkatkan

mutu

pendidikan.

Oleh

sebab

itu,

berdasarkan fenomena dan hasil-hasil penelitian yang ada,
peneliti tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut
sehubungan dengan pengaruh kepuasan kerja dan etos
kerja terhadap kinerja guru di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Kristen di Salatiga.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka

masalah penelitian adalah apakah kepuasan kerja dan etos
kerja secara simultan memiliki pengaruh terhadap kinerja
guru di SMA Kristen Saltiga?

1.3

Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah penelitian, maka

tujuan

penelitian

pada

penelitian

ini

adalah

untuk

menentukan kepuasan kerja dan etos kerja secara simultan
sebagai prediktor terhadap kinerja guru di SMA Kristen
Salatiga.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis
Melalui

penelitian

ini,

manfaat

teoritis

yang

diharapkan adalah:
1. Penelitian

ini

diharapkan

memberikan

sumbangan

kepada dunia pendidikan khususnya sumbangan ilmiah

bagi

perkembangan

pengembangan

sumber

ilmu
daya

psikologi
manusia

mengenai

khusunya

di

bidang pendidikan.
2. Menguji

kembali

beberapa

teori

yang

berhubungan

dengan masalah kepuasan kerja, etos kerja, dan kinerja.

1.4.2. Manfaat Praktis
Melalui

penelitian

ini,

manfaat

praktis

yang

diharapkan adalah:
1. Memberikan kontribusi positif bagi lembaga-lembaga
pendidikan

dimanapun,

secara

khusus

lembaga

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Salatiga.
2. Memberikan masukan dan evaluasi perbaikan kinerja
bagi para guru di SMA Kristen di Salatiga.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman
atau referensi untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

18

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Kerja Guru dan Kepuasan Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Temanggung T2 942010036 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Kerja Guru dan Kepuasan Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Temanggung T2 942010036 BAB II

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Kerja Guru dan Kepuasan Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Temanggung T2 942010036 BAB IV

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Kerja Guru dan Kepuasan Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Temanggung T2 942010036 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah Salatiga T2 832011003 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB II

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB IV

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga T2 832008006 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kepuasan Kerja dan Etos Kerja terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Salatiga

0 0 15